MAKALAH
KEPERAWATAN KOMUNITAS
PERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT DALAM BENCANA
PENINGKATAN KEMITRAAN YANG SEHAT DENGAN
PENDERITA PENYAKIT KRONIS
TREND DAN ISSUES DALAM KEPERAWATAN KOMUNITAS
Disusun Oleh
Kelompok 2
Esti Eka Septiawanti
(140210043)
Intan Suchita Hadijaya
(150210058)
Ni Luh Pramesti Suarna P.
(150210066)
Rida Arsita
(150210071)
Siti Patmarani
(150210078)
Kelas 6 B
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANTEN
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa., atas rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah yang diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Komunitas (LAB) dengan Materi Perawatan Kesehatan Masyarakat Dalam Bencana, Peningkatan Kemitraan Yang Sehat Dengan Penderita Penyakit Kronis, dan Trend Dan Issues Dalam Keperawatan Komunitas
Penulis berharap agar setelah membaca makalah ini, para pembaca dapat memahami dan mendapatkan pengetahuan yang lebih baik, sebagaimana tertera dalam materi yang telah kami uraikan. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan, untuk itu penulis membuka diri menerima berbagai saran dan kritik demi perbaikan di masa mendatang. Sekian, dan terima kasih.
Tangerang Selatan, April 2018
BAB I
LANDASAN TEORI
PERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT DALAM BENCANA
2.1 Definisi Bencana
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2001) definisi bencana adalah peristiwa atau kejadian pada suatu daerah yang mengakibatkan kerusakan ekologi, kerugian kehidupan manusia, serta memburuknya kesehatan dan pelayanan kesehatan yang bermakna sehingga memerlukan bantun luar biasa dari pihak luar.
Sedangkan, definisi bencana (disaster) menurut WHO (2002) adalah setiap kejadian yang menyebabkan kerusakan, gangguan ekologis, hilangnya nyawa manusia, atau memburuknya derajat kesehatan atau pelayanan kesehatan pada skala tertentu yang memerlukan respons dari luar masyarakat atau wilayah yang terkena.
Bencana dapat juga didefinisikan sebagai situasi dan kondisi yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Tergantung pada cakupannya, bencana ini bisa mengubah pola kehidupan dari kondisi kehidupan masyarakat yang normal menjadi rusak, menghilangkan harta benda dan jiwa manusia, merusak struktur sosial masyarakat, serta menimbulkan lonjakan kebutuhan dasar (Bakornas PBP)
2.2 Penggolongan Bencana 1. Bencana alam
a) Bencana meterologik
Angin topan (Cyclon, Thypoon, Tornado)
Badai salju b) Bencana topologik
Tanah longsor
Banjir
Gelombang tsunami c) Bencana vulkanologik
Letusan gunung berapi d) Bencana biologik
Wabah penyakit
Serangan hama (wereng, belalang, tikus) 2. Bencana karena perbuatan manusia
a) Kecelakaan
Industri (mesin, bahan kimia, polusi)
Kecelakaan lalu lintas (darat, laut, udara)
Kebakaran
Pembuangan limbah beracun
Nuklir (radiasi, kontaminasi)
Ledakan (tambang, gas, amunisi) b) Yang direncanakan
Peperangan
Gangguan kerusuhan
Teroris
2.3 Sifat Bencana
1. Mendadak (akut), seperti gempa bumi, gelombang tsunami, tanah longsor yang sifatnya antara lain; datang tidak diduga, tidak dapat diramalkan, banyak memakan korban, menimbulkan penderitaan banyak orang, ketidakberdayaan, angka kematian dan kesakitan tinggi, kehidupan sehari-hari mendadak terganggu.
2. Yang dapat diramalkan, seperti kemarau panjang, wabah penyakit, gunung meletus yang sifatnya dapat diramalkan, mungkin dapat dikendalikan, tanda-tanda awal, luas dan intensitas peristiwa serta kecepatan terjadinya bencana dapat diperkirakan.
Pembentukan tum penanggulangan bencana alam tingkat nasional yang telah disiapkan, dan terorganisir dengan baik. Mulai dari tingkat pusat, provinsi, sampai tingkat operasional di lapangan.
2. Pemberitahuan Akan Terjadinya Bencana
Bencana alam yang dapat diramalkan, secara teoritis dapat diramalkan sebelumnya, oleh karena itu pengungsian penduduk di daerah bencana sudah dapat dimobilisasi dengan memberitahukan kepada masyarakat secepat mungkin. Sehingga daerah yang akan terjadi bencana dapat dilokalisasi menjadi daerah bahaya, daerah siaga, dan daerah aman bagi penduduk.
3. Peristiwa Bencana
Merupakan peristiwa kejadian bencana itu sendiri. Terhadap bencana-bencana yang dapat diramalkan, upaya-upaya preventif telah dapat dilakukan sehingga korban jiwa dan harta benda dapat di minimalkan. Dalam peristiwa bencana, tim penanggulangan bencana alam telah melakukan persiapan untuk memberikan bantuan yang diperlukan.
4. Keadaan Darurat
Upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam keadaan darurat adalah penyelamatan, pertolongan gawat darurat, rujukan bagi korban ke fasilitas yang lengkap, isolasi korban, pengungsian dan penampungan, bantuan pangan dan sandang.
2.5 Faktor Yang Perlu Dipertimbangkan Dalam Bencana 1. Jenis Bencana
Bahaya dari suatu bencana sangat tergantung pada jenis bencana yang menimpa, bencana yang datangnya tiba-tiba akan sangat banyak memakan korban manusia dan harta benda. Tetapi jenis bencana meteriologi yang dapat diperkirakan sebelumnya dapat dilakukan upaya-upaya preventif, persiapan, dan evakuasi yang lebih terencana sehingga mengurangi sekecil mungkin korban manusia dan harta benda.
2. Daerah Tempat Terjadinya Bencana
berpengaruh dalam transportasi, bantuan yang diberikan, evakuasi korban, penyediaan tempat pengungsian dan mobilisasi penduduk secara menyeluruh. 3. Besarnya atau Intentitas Terjadinya Bencana
Besar atau intensitas terjadinya bencana akan sangat erat kaitannya dengan jumlah korban dan kerugian yang dialami oleh masyarakat yang terkena bencana. Semakin besar dan seringnya bencana yang terjadi akan semakin banyak menelan korban.
4. Lingkungan Daerah Bencana
Lingkungan daerah bencana yang sulit dan terpencil akan sangat berpengaruh terhadap bala bantuan korban, pengungsian, dan evakuasi korban.
5. Kesiapan Petugas Dalam Menghadapi Bencana
Menghadapi bencana secara nasional sebaiknya dibentuk Tim Penanggulangan Bencana Alam yang melibatkan berbagai instansi terkait secara lintas sektoral, seperti Tim SAR, Kesehatan dan Keperawatan, Kepolisian, Pemadam kebakaran, dsb. Tim ini dapat digerakkan sewaktu-waktu bila terjadinya bencana secara tiba-tiba atau dapat mengadakan upaya persiapan di daerah yang akan terjadi bencana yang telah dapat diramalkan terlebih dahulu.
2.6 Prinsip-prinsip Penanggulangan Bencana
1. Belajar dari penanggulangan bencana-bencana sebelumnya 2. Jangan menolong korban secara acak-acakan
3. Pergunakan sistem triage
4. Buat perencanaan yang baik untuk penanggulangan bencana 5. Buat kategori bencana
A. Kategori I jumlah korban dibawah 50 orang B. Kategori II jumlah korban antara 51 – 100 orang C. Kategori III jumlah korban antara 101 – 300 orang D. Kategori IV jumlah korban di atas 300 orang
6. Tentukan kategori rumah sakit yang mampu menampung korban
8. Sistem ambulance dengan petugas dinas 24 jam dan mampu melakukan resusirasi dan life support seperti ambulan 118 yang dapat dimanfaatkan untuk menolong penderita gawat dan korban kecelakaan
9. Dari segi medis melaksanakan tindakan-tindakan yang mudah cepat dan menyelamatkan jiwa
10. Lebih mencurahkan perhatian pada penderita yang mempunyai harapan yang lebih baik, seperti perdarahan luar, traumatic, amputasi, gangguan jalan napas, dan lain-lain
11. Kerjasama yang baik di bawah seorang pimpinan yang disebut dengan petugas triage
12. Menggunakan buku pedoman bagi petugas polisi, dinas kebakaran, dan medis / para medis, satuan SAR dalam penanggulangan bencana
2.7 Masalah-masalah Kesehatan Masyarakat Akibat Bencana Alam 1. Peningkatan Morbiditas
Tingginya angka kesakitan dalam keadaan terjadinya bencana dibagi dalam 2 kategori, yaitu:
A. Kesakitan Primer; adalah kesakitan yang terjadi sebagai akibat langsung dari kejadian bencana tersebut, kesakitan ini dapat disebabkan karena trauma fisik, termis, kimiawi, psikis, dan sebagainya.
B. Kesakitan Sekunder; kesakitan sekunder terjadi sebagai akibat sampingan usaha penyelamatan terhadap korban bencana, yang dapat disebabkan karena sanitasi lingkungan yang buruk, kekurangan makanan, dan sebagainya.
2. Tingginya Angka Kematian
Kematian akibat terjadinya bencana alam dibagi dalam dua kategori, yaitu: A. Kematian Primer; adalah kematian langsung akibat terjadi bencana,
misalnya tertimbun tanah longsor, terbawa arus gelombang pasang, tertimpa benda keras dan sebagainya.
tenaga medis dan para medis yang bertindak cepat untuk mengurangi kematian tersebut.
3. Masalah Kesehatan Lingkungan
Mencakup masalah-masalah yang berkaitan erat dengan sanitasi lingkungan, tempat penampungan yang tidak memenuhi syarat, seperti penyediaan air bersih, tempat pembuangan tinja dan air bekas, tempat pembungan sampah, tenda penampungan dan kelengkapannya, kepadatan dari tempat penampungan, dsb.
4. Suplai Bahan Makanan dan Obat-obatan
Apabila kekurangan suplai makanan dan obat-obatan untuk membantu korban bencana, maka kemungkinannya akan menimbulkan berbgaai masalah diantaranya:
A. Kekurangan gizi dari berbagai lapisan umur
B. Penyakit infeksi dan wabah, diantaranya infeksi pencernaan (GED), infeksi pencernaan akut seperti influenza, penyakit kulit
5. Keterbatasan Tenaga Medis dan Paramedis serta Transportasi ke Pusat Rujukan
Tabel kemungkinan akibat bencana menurut jenis bencana
Macam
Banjir + + Infeksi saluran cerna, saluran pernafasan
Idem
Gerakan tanah + + +
-Idem (Gempa) Idem, tidak terlalu mengkhawatirkan Angin topan + +
-Idem Idem + malaria
pasang -Keterangan = + + + : Intensitas tinggi
+ + : Intensitas sedang + : Intensitas kecil 2.8 Tujuan Penanggulangan Bencana
1. Menghindari kerugian pada individu masyarakat, dan Negara melalui tindakan dini
2. Meminimalisasi kerugian pada individu, masyarakat, dan Negara. Berupa kerugian yang berkaitan dengan fisik, ekonomi, dan lingkungan bila bencana tersebut terjadi, serta efektif bila bencana itu telah terjadi
3. Meminimalisasi penderitaan yang ditanggung oleh individu dan masyarakat yang terkena bencana
4. Memberi informasi kepada masyarakat dan pihak berwenang mengenai resiko 5. Memperbaiki kondisi sehingga individu dan masyarakat dapat mengatasi
permasalahan akibat bencana
6. Mencegah dan membatasi jumlah korban manusia serta kerusakan harta benda dan lingkungan hidup
7. Mengembalikan fungsi fasilitas umum seperti komunikasi atau transportasi, air minum, listrik, dan telepon termasuk mengembalikan kehidupan ekonomi dan sosial, daerah yang terkena bencana
8. Menghilangkan kesengsaraan dan kesulitan dalam kehidupan dan penghidupan korban
9. Mengurangi kerusakan dan kerugian lebih lanjut
2.9 Organisasi Sistem Pertolongan Terhadap Korban Bencana
1. Di Tingkat Pusat: Penanggung jawab sekretaris jenderal Departemen Kesehatan RI selaku ketua Crisis Centre, dibantu oleh Dirjen Pelayanan Medik dan Dirjen P2MPL (Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan)..
2. Dalam melaksanakan tugas konsultasi dengan BASARNAS, di bawah Menko Kesra dan sektor lain yang terkait.
Rujukan Wilayah. Dalam melaksanakan tugas, dibawah koordinasi SATKORLAK PB (Satuan Koordinasi Pelaksana Penanggulangan Bencana) yang diketahui oleh gubernur.
4. Di Tingkat Kabupaten: Penanggung jawab adalah Kepala Dinas Kesehatan Dati II, dibantu oleh direktur RS rujukan Dati II. Dalam melaksanakan tugas di bawah koordinasi SATLAK PB (Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana) yang diketuai oleh Bupati / Kepala Daerah Tingkat II.
2.10 Pembagian Daerah Bencana 1. Daerah Terlarang
Daerah terlarang adalah daerah tempat terjadinya sumber bahaya atau sangat dekat dengan sumber bahaya. Khusus untuk gunung berapi, daerah bencana dibagi lagi dalam daerah-daerah sebagai berikut:
a. Daerah bahaya I : daerah secara geografi dan topografi dapat diserang awan panas, muntahan lahar, dan batuan panas
b. Daerah bahaya II : daerah yang dilalui sungai yang hulu nya di puncak gunung yang dimaksud dan secara topografi rendah sehingga dapat dilalui lahar panas. Daerah bahaya II dibagi lagi menjadi:
1) Daerah siap siaga, yaitu daerah yang letaknya berdekatan secara topografi lebih tinggi
2) Daerah yang dikosongkan, yaitu daerah yang letaknya sedemikian rupa sehingga pada waktu terjadi banjir lahar tidak sempat menyelamatkan diri 2. Daerah Pengungsian
Daerah pengungsian adalah tempat yang dianggap aman untuk menampung pengungsi yang disebabkan bencana, meliputi daerah-daerah sebagai berikut. a. Zona perawatan.
b. Zona transportasi.
c. Zona penampungan pengungsi, yaitu tempat untuk menampung para pengungsi yang dilanda bencana dengan syarat-syarat sebagai berikut:
1) Merupakan tempat yang aman dan jauh dari tempat bencana 2) Memenuhi syarat sanitasi lingkungan
2.11 Langkah-langkah Dalam Penanggulangan Bencana
1. Pengkajian awal terhadap korban bencana, yang mencakup:
A. Keadaan jalan napas, apakah terdapat sumbatan pada jalan napas? Sifat pernapasan lambat, cepat, tidak teratur.
B. Sistem kardiovaskular, meliputi tekanan darah; tinggi atau rendah; nadi cepat, lambat, atau lemah
C. Sistem musculoskeletal. seperti luka, trauma, fraktur D. Tingkat kesadaran, kompos mentis – koma
2. Pertolongan darurat
Evaluasi melalui sistem triage sesuai dengan urutan prioritas
A. Atasi masalah jalan napas; atur posisi (semi fowler, high fowler), bebaskan jalan napas dari sumbatan, berikan oksigen sesuai kebutuhan, awasi pernapasan
B. Atasi perdarahan; bersihkan luka dari kotoran dan benda asing, desinfeksi luka, biarkan darah yang membeku, balut luka
C. Fraktur atau trauma; imobilisasikan dengan memasang spalak, balut
D. Kesadaran terganggu; bebaskan jalan napas, awasi tingkat kesadaran, dan tanda-tanda vital
3. Rujukan segera ke puskesmas / rumah sakit
BAB III
LANDASAN TEORI
PENINGKATAN KEMITRAAN YANG SEHAT DENGAN
PENDERITA PENYAKIT KRONIS
TREND DAN ISSUES DALAM KEPERAWATAN KOMUNITAS
3.1 Implementasi Strategi Promosi Kesehatan
Menyadari rumitnya hakikat dari perilaku, maka perlu dilaksanakan strategi promosi kesehatan paripurna yang terdiri dari, (A) Pemberdayaan, yang didukung oleh (B) Bina suasana, dan (C) Advokasi, serta dilandasi semangat (D) Kemitraan. A. Pemberdayaan
Pemberdayaan adalah proses pemberian informasi kepada individu, keluarga, atau kelompok (klien) secara terus menerus dan berkesinambungan mengikuti perkembangan klien, serta proses membantu klien, agar klien tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek attitude), dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek practice) dan mampu mempraktikkan PHBS. Oleh sebab itu, sesuai dengan sasaran (klien) dapat dibedakan adanya (a) pemberdayaan individu, (b) pemberdayaan keluarga, dan (c) pemberdayaan kelompok / masyarakat.
B. Bina suasana
meningkatkan para individu dari fase tahu ke fase mau, perlu dilakukan bina suasana.
a) Bina suasana individu : dilakukan oleh individu-individu tokoh masyarakat.
b) Bina suasana kelompok : dilakukan oleh kelompok-kelompok dalam masyarakat, seperti rukun tetangga (RT), pengurus rukun warga (RW), majelis pengajian, organisasi pemuda, dll.
c) Bina suasana public : dilakukan oleh masyarakat umum melalui pengembangan kemitraan dan pemanfaatan media-media komunikasi, seperti radio atau televisi.
C. Advokasi
Advokasi adalah upaya atau proses yang strategis dan terencana untuk mendapatkan komitmen dan dukungan dari pihak yang terkait (stakeholder). Pihak-pihak yang terkait ini berupa tokoh-tokoh masyarakat (formal dan informal) yang umumnya berperan sebagai narasumber (opinion leader), atau penentu kebijakan (normal) atau penyandang dana. Juga berupa kelompok-kelompok dalam masyarakat dan media massa yang dapat berperan dalam menciptakan suasana kondusif, opini public dan dorongan (pressure) bagi terciptanya PHBS masyarakat. Advokasi merupakan upaya untuk menyukseskan bina suasana dan pemberdayaan atau proses pembinaan PHBS secara umum.
D. Kemitraan
Kemitraan harus digalang baik dalam rangka pemberdayaan maupun bina suasana dan advokasi guna membangun kerjasama dan mendapatkan dukungan. Dengan demikian kemitraan perlu digalang antar individu, keluarga, pejabat, atau instansi pemerintah yang terkait dengan urusan kesehatan (lintas sector), pemuka atau tokoh masyarakat, media massa dan lain-lain. Kemitraan harus berlandaskan pada tiga prinsip dasar, yaitu (a) kesetaraan, (b) keterbukaan, dan (c) saling menguntungkan.
Keperawatan merupakan profesi yang dinamis dan berkembang secara terus menerus dan terlibat dalam masyarakat yang berubah, sehingga pemenuhan dan metode keperawatan kesehatan berubah, karena gaya hidup masyarakat berubah dan perawat sendiri juga dapat menyesuaikan dengan perubahan tersebut. Definisi dan filosofi terkini dari keperawatan memperlihatkan trend holistic dalam keperawatan yang ditunjukkan secara keseluruhan dalam berbagai dimensi, baik dimensi sehat maupun sakit serta dalam interaksinya dengan keluarga dan komunitas. Tren praktik keperawatan meliputi perkembangan di berbagai tempat praktik di mana perawat memiliki kemandirian yang lebih besar.
Perkembangan keperawatan di Indonesia saat ini sangat pesat, hal ini disebabkan oleh:
A. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat sehingga informasi dengan cepat dapat diakses oleh semua orang sehingga informasi dengan cepat diketahui oleh masyarakat
B. Perkembangan era globalisasi yang menyebabkan keperawatan di Indonesia harus menyesuaikan dengan perkembangan keperawatan di Negara yang telah berkembang
C. Sosial ekonomi masyarakat semakin meningkat sehingga masyarakat menuntut pelayanan kesehatan yang berkualitas tinggi, tapi di lain pihak bagi masyarakat ekonomi lemah mereka ingin pelayanan kesehatan yang murah dan terjangkau.
3.3 Pengaruh Perawat Dalam Peraturan dan Praktik Keperawatan
Prospek keperawatan komunitas di masa yang akan datang cederung semakin berkembang dan dibutuhkan dalam sistem pelayanan kesehatan pemerintah. Peran perawat kesehatan masyarakat sangat dibutuhkan dalam mengatasi sebagai masalah kesehatan yang terjadi di masa yang akan datang karena mengikuti perubahan secara keseluruhan. Dampak perubahan tersebut dapat berpengaruh pada peran yang dilakukan perawat. Intervensi keperawatan kesehatan masyarakat di berbagai tingkat pelayanan akan semakin besar dikarenakan adanya kelalaian, ketidaktahuan, ketidakmauan, dan ketidakmampuan individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat.
1. Pertambahan penduduk. Pertambahan penduduk secara cepat atau (population) dan perubahan dalam gambaran penduduk, diantaranya perubahan dalam komposisi usia, penyebarannya, dan kepadatan penduduk kota besar.
2. Transisi penyakit. Perubahan pola penyakit atau transisi penyakit yaitu perubahan penyakit menular ke penyakit degenerative, seperti penyakit jantung, kanker, depresi mental dan ansietas, stroke, peningkatan kecelakaan, alkoholisme, dan yang akhir-akhir ini marak adalah penyalahgunaan narkotika. 3. Pembangunan industrialisasi serta perubahan kondisi sosial. Perkembangan
industrialisasi serta perubahan kondisi sosial yang cepat dengan disertai perubahan-perubahan sikap, niali, gaya hidup, kondisi lingkungan, kelompok-kelompok masyarakat baru, masalah individu, dan masyarakat.
4. Meningkatnya pengetahuan masyarakat sebagai pelayanan kesehatan akan meningkatkan juga harapan mereka terhadap mutu pelayanan keperawatan dan kesehatan pola pelayanan kesehatan yang baru akan meningkatkan pencapaian kesehatan bagi semua orang pada tahun 2000.
5. Kurang tenaga medis menyebabkan pelimpahan tanggung jawab atau terhadap wewenang pada perawat.
DAFTAR PUSTAKA
Ferry Effendi dan Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan Praktik Dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Effendy, Nasrul. 2005. Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC