• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Profesionalisme Militer Amerika S

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Konsep Profesionalisme Militer Amerika S"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

Profesionalisme Militer Amerika 1

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Keamanan nasional merupakan salah satu agenda penting dari kebijakan

keamanan nasional, diantaranya adalah meningkatkan keamanan institusi-institusi sosial,

ekonomi dan politik bangsa terhadap berbagai macam ancaman yang muncul dari

negara-negara merdeka lainmya termasuk membangun hubungan militer-sipil. Kebijakan

keamanan nasional dirancang untuk mengurangi atau menetralkan berbagai usaha yang

akan melemahkan kekuatan negara, salah satunya adalah dengan operasional militer.1

Oleh sebab itu hubungan militer-sipil merupakan komponen institusional yang mendasar

dari kebijakan militer yang dirancang untuk mengurangi atau menetralkan berbagai usaha

yang dapat menghancurkan negara dengan menggunakan kekuatan senjata yang

dioperasikan dari luar batas-batas teritorialnya.

Institusi militer yang berdiri di lingkungan masyarakat manapun, dibentuk oleh 2

kekuatan, yakni kepentingan fungsional yang berasal dari berbagai ancaman terhadap

keamanan masyarakat dan suatu kepentingan sosial yang muncul dari kekuatan sosial,

ideologi dan berbagai institusi dominan di dalam masyarakat.2 Bagi warga Amerika,

masalah menyeimbangkan kepentingan fungsional dan kemasyarakatan baru-baru ini

menjadi lebih signifikan. Sejak abad ke 19 warga Amerika memiliki sedikit alasan untuk

mengkhawatirkan keamanan mereka sebab keamanan merupakan fakta dari alam dan

situasi. Pola hubungan antara pemerintah dengan rakyat di Amerika berlandaskan

kepercayaan.3 Rakyat Amerika seolah memberikan seluruh hidup dan mati mereka pada

Negara dan percaya bahwa Pemerintah dapat melindungi hak-hak mereka. Tak terkecuali

di dalam militer, pola ini berlaku untuk hubungan militer-sipil. Militer Amerika

diciptakan secara kolektif untuk memenuhi tanggung jawab sebagai seorang prajurit yang

memberikan keamanan bagi rakyat Amerika dan merefleksikan profesionalisme

1

Richard W. Stewart, American Military History vol. I; The United States Armyand The Foging A Nation 1775-1791, United States Army : Washington DC, 2009, hal. 3-4.

2

Ibid, hal. 8-10 3

(2)

Profesionalisme Militer Amerika 2 militer. Revolusi Amerika menjadi titik terjadinya perubahan sistem pemerintah di

Amerika.4

Setelah perang 1789, pemerintah federal Amerika ditetapkan melalui pasal-pasal

konfederasi yang akhirnya membuat konstitusi baru.5 Dengan George Washington dan

Alexander Hamilton sebagai penasihat keuangan maka pemerintahan nasional yang kuat

pun dibentuk. Pada masa pemerintahannya terjadi pemberontakan yang diakibatkan oleh

pajak yaitu pemberontakan Whiskey. Ketika masa kepemimpinannya berakhir, George

berpidato bahwa pemerintahan federal sangat penting memikirkan etika dan moral dalam

mempertimbangka persekutuan asing dan pembentukan partai politik. Ada 2 partai politik

nasional yang berkembang mendukung atau menolak kebijakan Hamilton.Pasca revolusi,

Amerika menerapkan sistem liberalis dalam politik dan juga militernya. Dalam bidang

politik di negara penganut liberal cenderung mengidentifikasi militer dengan

musuh-musuh tertentu.

Dilanjutkan dengan John Adams tahun 1796 yang pada masa ini Angkatan Darat

dan Laut Amerika dibangun menjadi lebih besar.Ketika Thomas Jefferson menjadi

Presiden, kaum demokrasi Jefferson memandang militer sebagai sekutu monarki dan

ancaman terhadap kemerdekaan.6 Bagi kaum Jefferson, kekuatan militer yang besar

merupakan sebuah ancaman terhadap kemakmuran ekonomi karena menurutnya

Angkatan Laut adalah hak yang berbahaya. Sebab setelah perang sipil hal-hal yang

menentang Angkatan Darat memicu adanya perlombaan persenjataan yang menuntun

pada peperangan.Kaum Jackson memandang militer sebagai dasar aristokrasi dan

ancaman terhadap demokrasi. Pandangan ini ada ketika Kaum Jackson melihat korps

perwira sebagai suatu puri aristokrasi yang dirancang untuk menumbangkan

pemerintahan yang populer. Bagi bisnis, kekuasaan militer yang besar dapat

menghancurkan perekonomian yang disebabkan oleh perang. Terlebih kekuatan militer di

masa Perdamaian secara pasif bersifat menghancurkan yang akhirnya membentuk

kecenderungan konsumtif dan menghabiskan hasil jerih payah orang lain. Tujuan perang menjadi hal yang mendahului segalanya, para pejuang memerintah negara. Negara

(3)

Profesionalisme Militer Amerika 3 diperluas dalam kegiatan masyarakat. Militan bersifat mutlak dan dapat mengurangi

hubungan perdamaian dengan negara-negara lain.

Menurut Huntington dalam bukunya Prajurit dan Negara tentu saja pandangan

mengenai militer yang disinyalir dapat mengancam kemerdekaan Amerika adalah salah

sebab menurut Huntington, militer tidak memiliki ikatan berarti dengan kelompok

manapun di dalam masyarakat Amerika.7 Gambaran tidak bersahabat atas opini militer

menjadi dasar adanya kebijakan perubahan menggantikan kebijakan militer liberalisme

Amerika. Kebijakan perubahan lebih mengemuka di saat perang, ketika kekuatan

bersenjata yang besar diperlukan dan menonjolkan unsur-unsur yang berkaku pada masa

damai, yakni teknik, popularisme dan profesionalisme yang kemudian menjadi akar

tradisi kemiliteranAmerika. Kemunduran politik kaum federal yang terjadi pada tahun

1800 mengawali profesionalisme dari awal tradisi Amerika Serikat.

1.2Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan diatas, maka rumusan masalah

dalam penulisan ini adalah :

Bagaimana konsep profesionalisme militer diterapkan dalam militer Amerika

Serikat?

1.3Tujuan Penulisan

Berdasarkan perumusan masalah yang telah disebutkan diatas, tujuan dalam

penulisan ini adalah :

Mengetahui bagaimana konsep profesionalisme militer diterapkan dalam militer

Amerika Serikat.

1.4Manfaat Penulisan

Penulisan makalah ini diharapkan mampu memberikan kegunaan atau memiliki manfaat sebagai berikut:

7

(4)

Profesionalisme Militer Amerika 4 1. Manfaat Akademis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya kajian dan menambah

ilmu pengetahuan bagi studi Hubungan Internasional khususnya dapat

memperluas kajian tentang bagaimana konsep profesionalisme militer diterapkan

dalam militer Amerika Serikat.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang bagaimana

bagaimana konsep profesionalisme militer diterapkan dalam militer Amerika

Serikat.

1.5Sistematika Penulisan

Untuk memberikan gambaran mengenai isi dari hasil penelitian yang dibuat,

penulis meyusunnya dalam urutan yang sistematis sebagai berikut :

BAB I Pendahuluan

Bab ini berisikan tentang latar belakang dilakukannya penelitian, rumusan

masalah, tujuan dilakukannya penelitian, manfaat dari penelitian yang dilakukan, dan

sistematika penelitian.

Bab II Argumentasi

Bab ini berisikan berbagai argumen mengenai topik sebagai dasar penelitian yang

relevan dengan judul.

BAB III Metode Penelitian

Bab ini berisikan mengenai rencana penelitian yang digunakan, mulai dari

paradigma penelitian, pendekatan penelitian, strategi penelitian, jenis penelitian, metode

pemilihan informan, metode pengumpulan data, metode analisis data, keabsahan

penelitian, hingga kelemahan penelitian.

BAB IV Pembahasan

Bab ini berisikan data mengenai informan serta anlisa dari data-data yang telah terkumpul, serta hasil interpretasi data dari penelitian ini.

BAB V Kesimpulan

Bab ini berisikan diskusi mengenai penelitian yang dilakukan, kesimpulan, serta

(5)

Profesionalisme Militer Amerika 5

BAB II

KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Profesionalisme Militer

Profesionalisme merupakan sebuah paham dimana seseorang atau instansi dapat

melakukan apa yang sudah menjadi tugasnya dan tidak mengintervensi sesuatu yang

bukan tugas atau fungsinya. Profesionalisme militer disini berarti militer dituntut untuk

melakukan apa yang menjadi tugas dan fungsinya, tanpa mengintervensi aspek lain yg

bukan tugasnya yaitu politik. Mengingat bahwa banyak terjadi kudeta militer terhadap

pemerintahan di beberapa negara, maka profesionalisme militer dianggap perlu untuk

menegaskan mana tugas militer dan tidak. Menurut Huntington, profesional militer dapat

tercipta apabila militer tidak melakukan intervensi di bidang politik. Bagi Huntington, ada tiga aspek yang perlu dijadikan fokus dalam militer yang profesional, yaitu:8

1. Keahlian (expertise)

Secara harfiah, arti ahli (expertise) adalah ketika seseorang memiliki

pengetahuan dan keterampilan di bidang tertentu yang diperoleh dari lembaga

pendidikan dan ketrampilan oleh lembaga profesi terkait. Maka seseorang

yang memiliki keahlian inilah yang nantinya dapat menjalankan

profesionalisme, termasuk militer. Dengan demikian, keahlian yang dijadikan

fokus profesionalisme ini diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman.

Militer pun harus menempuh pendidikan dan mendapatkan pengalaman yang

sesuai dibidangnya. Sehingga militer dapat menjalankan profesionalisme

militer.

2. Tanggung Jawab Sosial (Social responsibility).

Tanggung jawab sosial seorang profesional dalam arti luas bahwa profesional

militer adalah tanggung jawabnya perlindungan terhadap masyarakat dan

negara. Subyek dari para profesional adalah masyarakat, maka militer

tanggung jawabnya adalah melindungi masyarakat.

8 Samuel Huntington, The Soldier and The States: The Theory and Politics of Civil-Military Relations, Cambrigde:

(6)

Profesionalisme Militer Amerika 6 3. Kelompok / Lembaga (Corporateness).

Kesadaran dan loyalitas anggota militer itu yaitu mereka adalah anggota dari

suatu kelompok atau lembaga. Maka kunci dari profesi militer adalah kontrol

dan ketrampilan. Secara organisatoris, kontrol terhadap profesionalisme

militer yang dilakukan ada dua tingkatan. Pertama, para kolega mengamati

kerekatan (kohesi) di antara para perwira sebagai profesional dan anggota

suatu kelompok sosial. Kedua, loyalitas anggota militer ini menimbulkan

spirit du corps atau kekompakan antar anggota militer.

Ketiga ciri militer profesional diatas disebut oleh Huntington sebagai “the

military mind” yang akhirnya menjadi dasar bagi hubungan militer dan negara. Hal ini memunculkan suatu pengakuan akan “Negara Kebangsaan” (nation state) sebagai suatu

bentuk tertinggi organisasi politik. Jadi bisa disimpulkan bahwa inti dari military mind

adalah suatu ideologi yang berisi pengakuan militer profesional terhadap supremasi

pemerintahan sipil. Bagi perwira militer, tidak ada kemuliaan yang paling tinggi, kecuali

kepatuhan kepada negarawan sipil. Maka menurut Huntington, kaum militer yang

melakukan intervensi politik pada hakikatnya menyalahi etik militer profesionalnya.

Bahkan Huntington menganggap intervensi militer dalam politik sebagai tanda

adanya political decay (pembusukan politik) dan dianggap sebagai suatu kemunduran ke arah “masyarakat pretorian”.9

2.2Kontrol Sipil (Civil Control)

Kontrol sipil merupakan materi atau bahasan dari hubungan sipil-militer. Peter

Feaver menyebut problematik atau permasalahan-permasalahan kontrol sipil terhadap

militer itu dapat dikatakan sebagai dilemma atau paradok yang sederhana. Berikut

pernyataan Peter Feaver,

(7)

Profesionalisme Militer Amerika 7

“…because we fear others we create an institution of violence to protect us….but then we fear the very institution we created for protection.”10

Sedangkan menurut Huntington, melalui kontrol sipil obyektif ini dapat

mempertimbangkan dua sisi kepentingan yang relatif bagi militer, yakni sisi imperatif

fungsional (tingkat ancaman) dan sosial (struktur konstitusi negara) serta komposisi

ideologi atau persepsi masyarakat.11 Maka bagi Huntington, kontrol sipil obyektif ini

dianggap paling tepat karena memaksimalkan profesionalisme militer dan otonomi selaku

alat negara dan juga mematangkan demokrasi. Realisasi kontrol sipil obyektif tergantung

tercapainya keseimbangan antara kekuatan militer dan ideologi masyarakat.12 Kontrol

sipil bagi Owens yaitu sebagai bentuk keseimbangan yang sebenarnya terjadi sebagai produk dari “dialok yangtidak seimbang”.13 Bahkan Prof Elliot Cohen mengatakan,

“…coined the term the unequal dialogue by which he meant the conversation between political leaders and generals that needed to be candid, and sometimes even offensively blunt, yet remained always unequal, or forever resting on the final and unambiguous authority of the political leader”.14

Teoris lain seperti Finer, Janowits dan Cohen adalah pendukung kuat kontrol sipil

dan sepakat adanya dua hal terpisah antara otoritas sipil dan militer, maka untuk

mempertahankan demokrasi sangatlah penting bagi militer tetap dibawah kontrol otoritas

sipil. Sebaliknya Perry, Lissak, Horowitz, Ben-Eliezer dan Schiff justru meyakini

kedekatan dua hal tersebut bisa terjadi bila diwujudkan dalam ikatan yang positif.15

Kontrol sipil obyektif berakhir dengan memiliterkan militer yang akhirnya membuat militer sebagai “alat negara” yang lebih profesional.

10Paper, “

The Civil-Military Problematique: Huntington, Janowitz , and the Questions of Civilian Control”, hal.2.

11 Alan Weinrub,”

The Evolution of Israeli Civil-Military Relations : Domestic Enablers and the Quest For Security”, Lieutenant US Navy, Thesis US Naval Postgraduate School,MA in Security Studies, 2009, hal.15-16.

12 Jack J Porter, ”

The Construction of Liberal Democracy : The Role Of Civil-Military Institutions In State and Nation-Building In West Germany and South Africa”, Strategic Studies Institute, US Army War Coll, Monograph, 2010, hal.13

13Mackubin Thomas Owens, ”What Military Officers Need To Know About Civil-Military Relations (CMR)”, Naval

War Coll Review, Volume 65 No.2, 2012, hal.68.

14 Donald B. Conelly, “

The Unequal Proffesional Dialogue : American Civil-Military Relations and The Proffessional Military Ethic”, Dept of Joint,Interagency,and Multinational Operations,US Army Command and General Staff Coll, 2010, hal.1.

(8)

Profesionalisme Militer Amerika 8

2.3Hubungan Sipil-Militer (Civil-Military Relation)

Hubungan sipil-militer merupakan salah satu atribut perilaku suatu negara.16

Pembahasan hubungan sipil-militer bukan saja memeriksa interaksi kedua elit tersebut

tetapi memeriksa lebih dalam peran militer dalam bingkai politik dan dimana militer bisa

berpartisipasi dalam bingkai itu. Oleh karena militer bisa diperankan sebagai perangkat “penekan” (coercive) terakhir yang dapat digunakan negara serta dapat beroperasi dalam organisasi yang terlatih dengan baik, sepantasnya dan yang “terbaik” adalah bila militer

dijadikan subordinasi kontrol sipil.17 Maksudnya militer sebagai subordinasi sipil adalah

dimana militer menggunakan otoritasnya untuk memilih kekuatan militer yang paling

esensial untuk berperang dan memenangkannya. Makna esensial disini adalah jumlah

kekuatan yang diyakini berpeluang besar untuk menang apabila berperang.

Hal tersebut tidaklah sesederhana dimengerti sebatas Panglima atau Komandan

saja tetapi yang lebih penting adalah mengetahui struktur kekuatan, doktrin, budaya

militer dan tradisinya dan cara bagaimana militer menyelenggarakan organisasi

lembaganya.18 Pemahaman ini sangat diperlukan selain untuk memahami kejadian

didalam negeri juga isu-isu yang terjadi dalam lingkup bilateral, multilateral dan regional

sebagai hasil dari hubungan sipil-militer. Karena itu pemahaman serta pendalaman arti

militer sungguh diperlukan agar lebih mudah berdiskusi dan melaksanakan konsep

kontrol sipil ini. Menurut Finer, militer modern adalah instrumen yang diciptakan

cenderung untuk kokoh, keras. Dan jarang menerima simpati atau respon dari populasi

sipil dibandingkan entiti atau kalangan lainnya yang ada dalam masyarakat umum. Serta

kebisaan mereka untuk fokus terhadap sesuatu diluar batas kemampuan operasionalnya

dan pemerintahan yang tradisional sangatlah terbatas. Sebaliknya militer lebih banyak

konsen dan memahami pelaksanaan strategi dan solusi kebijakan luar negeri

16Yamaguchi, Noboru dan Welch, David A, “Soldiers, Civilians, and Scholars : Making Sense Of The Relationship

Between Civil-Military Relations and Foreign Policy”, ASIAN Perspective, Volume 29, No.1, 2005, hal.213.

17

Andrew H Tam, ”Coercion and Governance in China: Analyzing Civil-Military Relations In The Post-Deng Era Using Multiah Alagappa’s Analytical Framework”, Lieutenant US Navy, Thesis US NPS, MA in National Security Affairs, 2006, hal.19.

(9)

Profesionalisme Militer Amerika 9 dibandingkan mitra kerja elit dengan sipil.19 Sementara itu agensi sekuriti memandang

mereka sebagai penjaga dan pelindung kepentingan nasional, walaupun militer dinilai

memiliki kelemahan dalam legitimasi untuk mengatur secara sepihak dan bisa jadi

mereka hanya bisa memahami atau memprioritaskan kepentingan nasional itu dengan

cara berbeda dengan masyarakat sipil lainnya.20

Fokus hubungan sipil-militer ditingkat strategik lebih kepada hubungan otoritas

politik sipil dengan senior elit militer dengan materi pokoknya, yaitu bagaimana

pemerintah melakukan kontrol sipil ini. Bagi Huntington, kontrol sipil obyektif akan

meminimalkan tekanan dan pengaruh militer dalam pengambilan keputusan nasional

sekaligus memaksimalkan tingkat profesionalisme militer. Harold juga menyatakan,

“…stable democratic rule is impossible without civilian control of the military.”21

Bahkan beberapa literatur kontemporer banyak yang mempertanyakan kedalaman

pengetahuan yang diperlukan politisi oleh sipil agar benar-benar bisa mengontrol

kekuatan militer nasional khususnya effektivitas dan effisiensi militer.22 Meskipun

tidaklah mudah menyajikan dua materi yaitu effektif dan effisien tersebut, nampaknya

kebutuhan kontrol sipil dalam sistem demokrasi menjadi basis aturan main (rule of law)

dalam praktek pemilihan jabatan politik, pemerintah dan proses pemerintahannya.23

Kontrol sipil yang effektif justru menguntungkan kepentingan militer. Dinamika

hubungan sipil-militer yang cukup peka dan menonjol seperti pergantian Panglima AS

era perang Korea dan Vietnam ataupun bentuknya di negara lain merupakan bukti dan

praktek kontrol sipil yang bisa diterima tanpa suatu gejolak apapun juga. Walaupun

demikian, akan memunculkan pertanyaan sampai batas mana kontrol sipil dapat

menjelaskan? Jendral Mac Arthur pun mengatakan,

19 Jon A Kimminau, “

Civil-Military Relations and Strategy : Theory and Evidence”, Lt Col USAF, Ohio State Univ Dissertation (Political Science), 2001, hal.20.

20 Alan Weinrub, op.cit,.hal.11-12. 21 David Benet, “

The Trinity : A New Approach To Civil-Military Relations”, J,Maj USAF, Thesis US NPS, MA In National Security Affairs, 2007, hal.1.

22 Ibid.,hal 1-2.

23 Brandy Andry, Patterns of Civil-Military Relations In Democracies”, M,Maj US Army, School of Advanced

(10)

Profesionalisme Militer Amerika 10

“Once war is forced upon us, there is no alternative but to apply every available means to bring it to a swift end. War’s very object is victorynot prolonged indecision“.24

24 Suzanne C Nielsen, “Political Control Over The Use Of Force : A Clausewitzian Perspective”, US Army War

(11)

Profesionalisme Militer Amerika 11

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Alat Pengumpulan Data 1. Metode yang Digunakan

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, suatu

metode yang dapat digunakan untuk menggambarkan suatu fenomena atau gejala dari

suatu keadaan tertentu, baik itu keadaan social, sikap, pendapat, maupun cara yang

meliputi berbagai aspek. Dengan menggunakan metode ini juga, kita dapat mengetahui

perbedaan-perbedaan dan juga dapat menemukan sebab-sebab dari suatu akibat.

2. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian yang dilakukan untuk menyelesaikan tulisan ini, penulis

menggunakan pendekatan kualitatif. Dimana pendekatan tersebut mengutamakan

kualitas data-data yang dapat diperoleh. Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis

tidak perlu menggunakan analisis statistika.

3.2Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data dan informasi yang diperlukan dalam penulisan makalah

ini, penulis menggunakan metode studi pustaka. Metode studi pustaka atau literatur ini

dilakukan dengan cara mendapatkan data atau informasi tertulis yang dibutuhkan dalam

menyelesaikan tulisan ini bersumber dari buku-buku, Koran, dan berbagai artikel yang

(12)

Profesionalisme Militer Amerika 12

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Akar Tradisi Kemiliteran Amerika Serikat

Teknik, popularisme dan profesionalisme adalah tiga sisi tradisi kemiliteran

Amerika. Unsur tekniknya menekankan keahlian mekanik dan ilmu pengetahuan khusus

untuk para tentara. Akar dari teknis kemiliteran tersebar luas di dalam kebudayaan

Amerika pada awal abad 19. Teknik kemiliteran ini ada dan didukung penuh oleh

pendukung Jefferson terhadap militer Amerika. Pengaruh teknis yang paling besar ada

pada pendidikan militer dan organisasi kepegawaian, terutama di Angkatan Laut. Lain

dengan sisi teknis dan populer yang membuat ketegangan liberalisme Amerika,

profesionalisme militer ditandai dengan sebagian kecil kaum konservatif yang terisolasi

dari sumber perkembangan Amerika.

Sayangnya kegagalan profesionalisme militer untuk membentuk kemajuan

institusional di Amerika sangat berkaitan dengan kegagalan federalisme. Dijelaskan

dalam pidato Washington yang memperingatkan bahwa bangsa Amerika sudah cukup

kuat sehingga dapat memilih perdamaian sebagai minat yang dituntun oleh keadilan. Bagi

para profesional militer,25 Hamilton dan Washington adalah lasan dimana mereka dapat

bergerak dengan mudah dari kemiliteran ke jabatan politik meski begitu keduanya

memiliki sedikit pemahaman mengenai pengawasan sipil yang objektif. Hamilton melihat

bahwa instruksi yang panjang dan ahli dalam kelompok kecil ketika ada peperangan

merupakan sebuah hasil penting bagi pembagian tenaga kerja sehingga ia memutuskan

untuk mendirikan sekolah militer.

4.1.1 Teknisme

Prinsip Spesialisasi

Pasa masa perang sipil tentara Amerika dinilai sangat terlatih dan berpendidikan. Tetapi jika ditelaah lebih dalam, pelatihan para tentara Amerika

bukanlah terampil dalam bidang militer melainkan kemampuan khusus di bidang

25

(13)

Profesionalisme Militer Amerika 13 mesin. Oleh karena itu di dalam korps perwira terbagi sub-sub kelompok yang

bertugas mengembangkan keahlian pada bidang militer. Hal ini disebut dengan

teknisme. Pada dasarnya teknisme merupakan produk yang dipengaruhi oleh kaum

Jackson terhadap militer Amerika.26

Pada masa pemerintahan Jefferson tidak memanfaatkan pengendalian sipil

yang objektif, ia menyalahkan penghapusan perbedaan sipil dan militer. Militer pada

masa Jefferson sangat berbeda, militer diyakini sebagai sebuah alternatif liberal

untuk mewujudkan perubahan ekstrem yang berdasar pada kekuasaan militer atas

masyarakat. Bagi Jefferson, kaum milisi seharusnya bersifat universal, warga negara

adalah tentara. Namun pandangan ini mengakibatkan wajib militer semakin meluas

dan mengakibatkan adanya kecenderungan terhadap teknisme di dalam korps perwira

Angkatan Darat yang dipengaruhi oleh Perancis terhadap tentara Amerika dengan

penekanan untuk merancang pendidikan sesuai dengan jalur kemiliteran.

4.1.2 Pendidikan

Tahun 1799, Hamilton merekomendasi sekolah fundamental dimana

murid-muridnya menerima instruksi-instruksi selama 2 tahun. Kebanyakan sekolah militer

di Amerika pada masa Hamilton hanyalah berisikan teknis dan bukan berbasis

instruksi. Sedangkan pada tahun 1802 Jefferson mendirikan akademi militer bernama

West Point.27 West Point menjadi titik awal adanya pembentukan korps perwira

dengan tujuan utamanya adalah menghasilkan para insinyur bagi militer dan

sipil. Sebelum tahun 1860, teknisme menyebar lebih kuat daripada pendidikan

angkatan darat. Dalam menyebar pengaruh teknisme, West Point menekankan pada

penggunaan teknologi permesinan dan ilmu pengetahuan sert pembedaan antara

pekerjaan militer dan sipil.

26

Richard D. Hooker, Soldiers of The State; Reconsidering American Civil-Military America, dalam http://strategicstudiesinstitute.army.mil/pubs/parameters/articles/2011winter/hooker.pdf diakses pada 06 Juni 2014 pukul 23.32 WIB.

27

Jon Rahbek-Clemensen, Beyond The Soldier and State dalam http://etheses.lse.ac.uk/782/1/__lse.ac.uk_storage_LIBRARY_Secondary_libfile_shared_repository_Etheses_Conte

(14)

Profesionalisme Militer Amerika 14 4.1.3 Popularisme

Popularisme muncul disebabkan kurangnya standar penilaian profesional

terhadap tugas militer. Dalam hal ini tugas militer dan tugas sipil diberdayagunakan

untuk melayani tujuan yang tersembunyi terhadap para pemimpin politik.

Popularisme mencerminkan sikap terkenal, amatir, demokrasi dan idealis. Berawal

dari ketidakpedulian kaum Jackson terhadap masalah militer dan terlalu

memfokuskan diri pada ancaman yang berasal dari dalam negeri yang diakibatkan

oleh suku Indian dan menempatkan ancaman tersebut sebagai ancaman kedaulatan,

menghilangkan bahaya asing dan mengeser penekanan positif bagi warga negara

Amerika terhadap militer. Bagi Jackson seluruh warga negara dapat menjadi tentara

tanpa pelatihan.

Adapun aspek yang membedakan konsep profesionalisme Jackson dengan

Jefferson adalah perlawanannya terhadap West Point yang menjadi lembaga

aristokrat. Profesionalisme dipandang dengan rasa curiga, karena adalah hal yang

tidak lazim ketika angkatan bersenjata bergerak bebas dan terpisah dari masyarakat

di negara yang bebas seperti Amerika.

4.1.4 Kepegawaian

Kepentingan militer profesional harus dipisahkan dari bidang politik. Namun

kenyataannya yang terjadi adalah sebaliknya. Militer terus terlibat dalam kontroversi

politik. Oleh karena itulah kaum Jackson mendirikan organisasi koordinasi sebagai

usaha pertama untuk mendamaikan rencana konstitusional. Meski dari segi sejarah,

usaha kaum Jackson dinilai mustahil dalam mencapai keadaan kontrol sipil, sebab

Departemen Perang selama 65 tahun telah beroperasi dibawah sistem kontrol ganda

dengan hasil menakjubkan dari bentuk konstitusional dan ketidakrelaan kaum

Jackson untuk membentuk sebuah pola keseimbangan dalam hubungan militer-sipil.

4.1.5 Profesionalisme

Tradisi Kepentingan Militer; berawal dari sebuah tradisi militer selatan yang

(15)

Profesionalisme Militer Amerika 15 Mountain. Berdasarkan sumber kepentingan negara bagian selatan, profesionalisme

militer disebabkan oleh pertama, negara bagian selatan memiliki kebutuhan akan

militer karena pada perbatasan Barat, ancaman suku Indian mulai bergeser ke arah

Barat dengan wilayah pendudukan yang semakin berkembang. Kedua, hal ini

berkaitan dengan budak-budak yang suka melarikan diri, munculnya dua ancaman

inilah yang menyebabkan kekuatan militer dan ilmu pengetahuan harus tersebar luas

sebab berkaitan dengan keamanan sistem kependudukan. Ketiga, karakter petani di

daerah setempat dan tidak adanya kesempatan perdagangan dan industri yangdapat

menstimulasi minat masyarakat negara bagian selatan untuk berkarier dalam bidang

militer.

Kepentingan golongan negara bagian selatan untuk memupuk militerisme

seakan tak cukup membawa militer pada penghargaan profesionalisme. Bahkan

dukungan selatan memiliki dua sisi, sebagai membantu sekaligus menghambat

profesionalisme militer yang berkuasa atas paham-paham kaum terdahulu; Jefferson

dan Hamilton. Namun kepentingan selatan mencetuskan munculnya profesionalisme

militer sebagai sebuah konsep yang membuka jalan bagi reformasi konstitusional

setelah perang sipil, sedangkan akar profesionalisme militer dikembalikan modelnya

pada pertengahan abad ke 19.

4.2 Institusi Profesionalisme

Keprofesionalan militer Amerika dapat terbentuk karena adanya dukungan

pemerintahan terhadap pembentukan militer yang profesional. Dukungan pemerintah ini

terbukti dengan adanya institusi pemerintahan Amerika yang membentuk militer agar

profesional.28 Institusi profesionalisme ini muncul berdasarkan adanya

pemikiran-pemikiran Sherman, Upton dan Luce.29 Jendral William T.Sherman ini mendukung suatu

sistem pendidikan militer yang lengkap dimana West Point ini nantinya akan memberikan

pendidikan awal yang diperlukan para profesional manapun, maupun indoktrinasi mengenai nilai-nilai militer dan disiplin yang diperlukan militer. Emory Upton ini juga

mempersiapkan sebuah sistem teknik infantri yang baru bagi Angkatan Darat militer

28

Ibid, Samuel P.Huntington hal.261.

(16)

Profesionalisme Militer Amerika 16 Amerika. Begitu juga Laksamana Stephen B.Luce, ia sangat menentang politik dan

teknisme, mendesak para perwira angkatan Laut untuk fokus kepada urusan perang dan

keamanan negara saja.30

Berdasarkan pandangan-pandangan Sherman, Upton dan Luce inilah akhirnya

membuat pemerintah Amerika membuat institusi-institusi yang mendukung

profesionalisme militer Amerika. Seluruh institusi militer Amerika ini berasal dari masa

antara Perang Sipil dan Perang Dunia Pertama.31 Institusi profesionalisme ini institusi

pendidikan khusus militer Amerika. Tujuannya adalah agar militer Amerika ini

benar-benar mampu profesional sesuai dengan bidangnya, yaitu menjaga pertahanan negara.

Maka disini banyak sekali institusi profesionalisme bagi militer di Amerika. Pada tahun

1865, baru hanya ada satu institusi pendidikan militer yaitu akademi militer dan akademi

angkatan laut di West Point dan Annapolis. Dalam institusi tersebut, mereka mempelajari

unsur liberal, militer dan pendidikan teknik, seputar komponen teknik. Kemudian pada

1881, Sherman membentuk Sekolah Infantri dan Kalvaleri di Leavenworth. Ini

merupakan salah satu perkembangan dalam pendidikan militer, yaitu dengan munculnya

sekolah-sekolah atau intitusi yang secara khusus atau eksklusif mengabdi pada

pembelajaran ketingkat yang lebih tinggi lagi mengenai seni perang. Lalu pada tahun

1900, yang menjadi tujuan utama baik di West Point ataupun di Annapolis adalah

tujuan-tujuan profesional. Yaitu dengan penekanan militer yang membedakan kedua sekolah

tersebut dari institusi-institusi sipil dalam hal pembelajaran yang lebih tinggi dan

mengisolasi keduanya dari pendidikan rakyat-rakyat Amerika. Kemudian, terdapat

pembentukan Perguruan Tinggi Perang Angkatan Darat pada tahun 1901. Ini merupakan

perkembangan lokal di Leavenworth dan wujud dari keberhasilan Perguruan Tinggi

Perang Angkatan Laut di Newport pada tahun 1884.

Profesionalisme militer Amerika dicapai melalui institusi-institusi tersebut. Itulah

yang menyebabkan militer Amerika memiliki sifat profesional dalam menjalankan

tugasnya, walaupun sempat sebelum Sherman, ada beberapa perwira yang mencalonkan diri menjadi presiden Amerika. Namun, hal itu justru membuat Sherman, Upton dan Luce

30

Ibid,.hal.256-259

(17)

Profesionalisme Militer Amerika 17 untuk diperlukan adanya institusi-institusi yang mendidik militer sesuai bidangnya.

Tujuannya agar militer dapat profesional melalui institusi-institusi tersebut.

4.3 Peranan Militer dalam Politik

Walaupun militer Amerika Serikat itu profesional, namun ada saat-saat tertentu

dimana militer dapat terlibat dalam urusan politik. Tentunya keterlibatan militer dalam

politik ini dengan batasan-batasan tertentu. Keterlibatan politik dalam institusi

kepemimpinan militer seperti Gabungan Pimpinan memiliki dua bentuk yang berbeda

satu dengan yang lain yaitu substansif dan penasihat.32 Ada kemungkinan bahwa

kebijakan-kebijakan yang berasal dari non-militer ini akan dianut atau digunakan oleh

pemimpin militer dan yang tidak ada hubungannya atau tidak bertentangan dengan

pandangan profesionalisme militer. Maka dalam hal ini, militer mendapatkan peran

politik yang substansif. Kemudian, secara bergantian pemimpin militer memainkan

bagian yang aktif dalam pembelaan publik atau memperlengkap kebijakannya, tanpa

merubah isi pokok dari kebijakan tersebut di hadapan Kongres dan publik. Keterlibatan

militer dalam politik kali ini tidak berasal dari pandangan yang sebenarnya mengenai

para pemimpin militer. Akan tetapi dari tempat, waktu, sikap dan pengaruh dari

ungkapan mereka mengenai pandangan-pandangan atau kebijakan tersebut. Hal ini

merupakan peran militer dalam politik sebagai penasihat politik.

Seperti contoh dalam pemerintahan Truman, ada dua alasan atas sikap Gabungan

Pimpinan yang berbeda dengan pemerintahan yang lain (lebih dikenal dengan dualitas).33

Yaitu adanya pemisahan kepribadiannya antara masalah luar negeri dan pertahanan di

satu pihak, dan permasalahan dalam negeri di lain pihak. Dalam berbagai hal, terdapat

dua pemerintahan yang bergabung menjadi satu (urusan luar negeri dan urusan dalam

negeri). Dalam permasalahan luar negeri, pemerintahan mengikuti suatu kebijakan

konservatif yang dirumuskan dan dilaksanakan oleh suatu susunan pejabatyang berbeda.

Hubungan antara dua pemisahan ini sangat tipis atau minim. Karena pada kenyataannya, satu-satunya tempat dimana mereka benar-benar saling berhubungan adalam dengan

Presidennya sendiri.

32

Ibid., hal.414

33

(18)

Profesionalisme Militer Amerika 18 Terdapat keunikan dalam pemerintahan nasional Amerika, yaitu adanya konflik

antara pemisahan konstitusional terhadap kekuasaan dan pemisahan konstitusional

terhadap fungsi.34 Para penyusun undang-undang membuat Kongres dan Presiden tidak

saling bergantung satu sama lain, yaitu dengan menarik otoritas dari kalimat terpisah

dalam undang-undang. Dan memperoleh kekuasaan dan pengaruh dari

perundang-undangan yang terpisah melalui perbedaan sistem pemilihan. Ketidaktergantungan antara

Kongres dan Presiden satu sama ain dan dari otoritas institusional yang lebih tinggi

lainnya memiliki artian bahwa keduanya ini saling berbagi kekuatan mutlak untuk

memegang pemerintah atau memerintah. Konstitusi juga melakukan pemisahan fungsi.

Kongres memiliki fungsi legislatif, sedangkan Presiden memiliki fungsi eksekutif.

Kongres pun mewakilkan tanggung jawab kebijakan dan administratifnya kepada

komite-komite, kebanyakan yang terkait dengan kepentingan militer. Anggaran militer

juga merupakan hubungan tunggal tahunan yang paling penting antara militer dan

Kongres. Hal tersebut membuat Kongres memiliki kesempatan untuk mempertimbangkan

dan menarik garis besar kebijakan militer dan mengulas kembali dalam rincian prosedur

dan administrasi militer. Sebuah aspek yang membedakan proses anggaran militer dalam

Kongres adalah kebebasan relatif yang dimiliki oleh subkomite anggaran militer.

34

(19)

Profesionalisme Militer Amerika 19

BAB V KESIMPULAN

Sifat profesionalisme militer ini membentuk suatu kelompok militer yang cukup

unik.35 Pertama, sebagian besar dari militer Amerika ini dipisahkan dari pengaruh sipil

kontemporer Amerika. Kedua, militer ini menarik pemikiran dan inspirasi mereka dari

pencerahan militer amerika dan dari institusi militer asing. Lalu yang terakhir yaitu

mereka (militer) ini melebihi batas-batas tugas, mengirimkan pemikiran dan dukungan

kesana kemari antara dua tugas dan mengembangkan institusi profesional yang dapat

diterapkan baik bagi Angkatan Darat ataupun Angkatan Laut Amerika. Profesi militer

Amerika ini berbeda dengan sebagaian besar profesi militer negara-negara lainnya yang

seluruhnya hampir merupakan hasil dari para perwora mereka sendiri. Contoh,

profesionalisme Eropa biasanya adalah hasil dari keadaan sosial-politik saat ini yang

berfungsi di dalam masyarakat luas. Sedangkan di Amerika Serikat, profesionalisme

militer merupakan sesuatu yang dihasilkan dari usaha militer itu sendiri. Profesionalisme

pada dasarnya merupakan reaksi dari kelompok konservatif yang melawan masyarakat

liberal, bukan hasil dari reaksi gerakan reformasi konservatif umum di dalam masyarakat.

Maka dengan begitu, profesionalisme militer Amerika jelas-jelas sangat

profesional. Mengingat bahwa pemerintahan Amerika sendiri mendukung akan

pembentukan profesionalisme militer dengan membangun institusi-institusi pendidikan

bagi militer Amerika. Sesuai dengan arti profesional itu sendiri yaitu profesional yang

berarti ahli, maka militer ini diberikan pengetahuan dan pendidikan yang sesuai dengan

tugasnya. Tujuannya adalah agar militer ini memiliki keahlian, dimana Huntington

menyebutkan bahwa keahlian merupakan salah satu ciri dari profesionalisme militer.

Selain itu, profesionalisme militer Amerika dapat terbentuk juga dikarenakan adanya

kontrol sipil yang dipegang oleh masyarakat.

35

(20)

Profesionalisme Militer Amerika 20

DAFTAR PUSTAKA

Internet

Hooker,Richard D. Soldiers of The State; Reconsidering American Civil-Military America,

dalam,

http://strategicstudiesinstitute.army.mil/pubs/parameters/articles/2011winter/hooker.pdf

Pearlstein, Deborah N. The Soldier, The State, and the Separation of Power, dalam,

http://www.texaslrev.com/wp-content/uploads/Pearlstein-90-TLR-797.pdf

Rahbek-Clemensen, Jon. Beyond The Soldier and State dalam,

http://etheses.lse.ac.uk/782/1/__lse.ac.uk_storage_LIBRARY_Secondary_libfile_shared_

repository_Etheses_Content_Theses%20submitted%20by%20students%20%26%20alum

ni_Live%20theses_Rahbek-Clemmensen_Beyond%20soldier%20and%20state.pdf

Jurnal

Andry, Brandy. “Patterns of Civil-Military Relations In Democracies”. M,Maj US Army.

School of Advanced Military Studies. US Army Command and General Staff Coll.

Fort Leavenworth : Kansas. 2008.

Benet, David. “The Trinity : A New Approach To Civil-Military Relations”. J,Maj USAF.

Thesis US NPS. MA In National Security Affairs. 2007.

Conelly, Donald B. “The Unequal Proffesional Dialogue : American Civil-Military Relations and The Proffessional Military Ethic”. Dept of Joint,Interagency,and Multinational Operations. US Army Command and General Staff Coll. 2010.

Huntington, Samuel P. Civillian Control and the Constution. American Political Science

Association, vol. 50, No. 3, hal. 676-699.

Kimminau, Jon A. “Civil-Military Relations and Strategy : Theory and Evidence”. Lt Col

USAF. Ohio State Univ Dissertation (Political Science). 2001.

Nielsen, Suzanne C. “Political Control Over The Use Of Force : A Clausewitzian

Perspective”. US Army War Coll. Monograph. 2001.

Owens, Mackubin Thomas. ”What Military Officers Need To Know About Civil-Military

Relations (CMR)”. Naval War Coll Review. Volume 65 No.2. 2012.

(21)

Profesionalisme Militer Amerika 21 Civilian Control”.

Porter, Jack J. ”The Construction of Liberal Democracy : The Role Of Civil-Military Institutions In State and Nation-Building In West Germany and South Africa”. Strategic Studies Institute. US Army War Coll, Monograph. 2010.

Stewart, Richard W. American Military History vol. I; The United States Armyand The

Foging A Nation 1775-1791. United States Army : Washington DC. 2009.

Tam, Andrew H. ”Coercion and Governance in China: Analyzing Civil-Military Relations In

The Post-Deng Era Using Multiah Alagappa’s Analytical Framework”. Lieutenant

US Navy. Thesis US NPS. MA in National Security Affairs. 2006.

Weinrub, Alan. ”The Evolution of Israeli Civil-Military Relations : Domestic Enablers and

the Quest For Security”. Lieutenant US Navy. Thesis US Naval Postgraduate

School,MA in Security Studies. 2009.

Yamaguchi, Noboru dan Welch, David A. “Soldiers, Civilians, and Scholars : Making Sense

Of The Relationship Between Civil-Military Relations and Foreign Policy”. ASIAN

Perspective. Volume 29, No.1. 2005.

Buku

Huntington, Samuel P. The Soldier and The States: The Theory and Politics of Civil-Military

Relations, Cambrigde: Belknapp Press of Harvard University Press. 1957.

__________________Political Order in Changing Societies. Yale University Press : New

Referensi

Dokumen terkait

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan simple random sampling, yaitu cara pengambilan sampel dari semua anggota

a.Penerapan metode segmentasi pada data ALOS AVNIR-2dengan algoritma Multiresolution Segmentation untuk klasifikasi tutupan lahan diawali dengan proses penggabungan

Kebijakan puritanisme oleh sultan Aurangzeb dan pengislaman orang-orang Hindu secara paksa demi menjadikan tanah India sebagai negara Islam, dengan menyerang berbagai praktek

Kualitas kehidupan kerja (Quality of work life) berpengaruh positf terhadap kinerja karyawan dan loyalitas karyawan, karena Kualitas kehidupan kerja terbukti mampu

Form pengolahan data nasabah adalah form yang ditampilkan sebagai form untuk mengolah data nasabah pada Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan Bank Dikota Medan.. Adapun

Penulis mengucapkan segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul

Tugas pokok yang pertama merujuk pada supervisi atau pengawasan manajerial sedangkan tugas pokok yang kedua merujuk pada supervisi atau pengawasan

Sama dengan penjelasan ROA industri terhadap faktor independen, analisis regresi panel data menggunakan limdep program dimaksudkan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh