• Tidak ada hasil yang ditemukan

MITIGASI DAN PENANGGULAN BENCANA dalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MITIGASI DAN PENANGGULAN BENCANA dalam "

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bencana banjir merupakan kejadian alam yang dapat terjadi setiap saat dan sering mengakibatkan kerugian harta, benda dan nyawa sekalipun. Kejadian banjir tidak dapat dicegah, namun dapat dikendalikan dan dikurangi dampak kerugian yang diakibatkannya.Karena datangnya relatif cepat, untuk mengurangi kerugian akibat bencana tersebut perlu dipersiapkan penanganan secara cepat, tepat, dan terpadu. Sebagai tugas mahasiswa teknik sipil yang berhubungan dengan mengelola Wilayah Sungai adalah melaksanakan pengendalian banjir dan penanggulangan kekeringan. Untuk mendukung pelaksanaan tugas tersebut yang diperlukan .

1.2. Tujuan

(2)

dampak tak terkendalinya daya rusak air dapat dicegah dan dihindari, atau diusahakan menjadi seminimal mungkin.

1.3. Ruang Lingkup

Ruang Lingkup pedoman ini mencakup pengendalian banjir dan penanggulangan bencana banjir, terdiri dari pokok bahasan yang menyangkut pengertian, kelembagaan, mitigasi, pendanaan, dan koordinasi.

1.4. Landasan Hukum

a. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; b. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana; c. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan

Penanggulangan Bencana;

d. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana;

e. Peraturan Kepala BNPB Nomor 1 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja BNPB;

f. Peraturan Kepala BNPB Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pedoman Pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah;

g. Peraturan Kepala BNPB Nomor 07 Tahun 2008 tentang Pedoman Tata Cara Pemberian Bantuan Pemenuhan Kebutuhan Dasar;

h. Peraturan Kepala BNPB Nomor 09 Tahun 2008 tentang Prosedur Tetap Tim Reaksi Cepat BNPB;

i. Peraturan Kepala BNPB Nomor 11 Tahun 2008 tentang Pedoman Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana.

1.5. Pengertian

Dalam pedoman ini yang dimaksud dengan:

a. Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah sebuah kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis, yang menampung, menyimpan, dan mengalirkan air ke anak sungai dan sungai utama yang bermuara ke danau atau laut. b. Daerah retensi adalah lahan yang ditetapkan untuk menampung air

(3)

c. Dataran banjir adalah lahan yang pada waktu-waktu tertentu terlanda atau tergenang air banjir.

d. Banjir adalah suatu keadaan sungai di mana aliran airnya tidak tertampung oleh palung sungai.

e. Pengendalian banjir adalah upaya fisik dan nonfisik untuk pengamanan banjir dengan debit banjir sampai tingkat tertentu yang layak (bukan untuk debit banjir yang terbesar).

f. Penanggulangan banjir adalah segala upaya yang dilakukan agar banjir tidak menimbulkan gangguan dan kerugian bagi masyarakat, atau untuk mengurangi dan menekan besarnya kerugian yang ditimbulkan oleh banjir.

g. Debit banjir rencana adalah debit banjir yang dipakai untuk dasar perencanaan pengendalian banjir dan dinyatakan menurut kala ulang tertentu. Besarnya kala ulang ditentukan dengan mempertimbangkan segi keamanan dengan risiko tertentu serta kelayakannya, baik teknis maupun lingkungan.

h. Bangunan sungai adalah bangunan air yang berada di sungai, danau, dan/atau di daerah manfaat sungai; yang berfungsi untuk konservasi, pendayagunaan, dan pengendalian sungai.

i. Mitigasi bahaya banjir (flood damage mitigation) adalah upaya menekan besarnya kerugian/bencana akibat banjir.

j. Pengelolaan dataran banjir (flood plain management) adalah pengelolaan dataran banjir sedemikian rupa sehingga meminimal akibat banjir yang mungkin terjadi.

k. Bahan banjiran adalah bahan yang diperlukan untuk penanggulangan darurat kerusakan yang disebabkkan oleh banjir termasuk tanah longsor karena banjir.

(4)

m.Korban adalah orang/sekelompok orang yang mengalami dampak buruk akibat bencana, seperti kerusakan dan atau kerugian harta benda, penderitaan dan atau kehilangan jiwa. Korban dapat dipilah berdasarkan klasifikasi korban meninggal, hilang, luka/sakit, menderita dan mengungsi.

n. Korban meninggal adalah orang yang dilaporkan tewas atau meninggal dunia akibat bencana.

o. Korban hilang adalah orang yang dilaporkan hilang atau tidak ditemukan atau tidak diketahui keberadaannya setelah terjadi bencana. p. Korban luka/sakit adalah orang yang mengalami luka-luka atau sakit,

dalam keadaan luka ringan, maupun luka parah/berat, baik yang berobat jalan maupun rawat inap.

q. Penderita/terdampak adalah orang atau sekelompok orang yang menderita akibat dampak buruk bencana, seperti kerusakan dan atau kerugian harta benda, namun masih dapat menempati tempat tinggalnya.

r. Pengungsi adalah orang/sekelompok orang yang terpaksa atau dipaksa keluar dari tempat tinggalnya ketempat yang lebih aman dalam upaya menyelamatkan diri/jiwa untuk jangka waktu yang belum pasti sebagai akibat dampak buruk bencana.

s. Kerusakan harta benda meliputi rumah, fasilitas pendidikan (sekolah, madrasah atau pesantren), fasilitas kesehatan (rumah sakit, puskesmas, puskesmas pembantu/pustu), fasilitas peribadatan (masjid, gereja, vihara dan pura), bangunan lain (kantor, pasar, kios) dan jalan yang mengalami kerusakan (rusak ringan, sedang dan berat atau hancur atau roboh) serta sawah yang terkena bencana dan puso (gagal panen). t. Rusak berat adalah kriteria kerusakan yang mengakibatkan bangunan

(5)

(1) bangunan roboh total / sebagian besar struktur utama bangunan rusak; (2) sebagian besar dinding dan lantai bangunan bendung atau dam patah; (3) sebagian besar tanggul jebol atau putus; (4) saluran pengairan tidak dapat berfungsi).

u. Rusak sedang adalah kriteria kerusakan yang mengakibatkan sebagian kecil komponen struktur rusak, dan komponen penunjang rusak namun bangunan masih tetap berdiri, sebagai contoh : (1) sebagian kecil struktur utama bangunan rusak; (2) sebagian besar pintu-pintu air dan komponen penunjang lainnya rusak; (3) saluran pengairan terputus. v. Rusak ringan adalah kriteria kerusakan yang mengakibatkan sebagian

komponen struktur retak (struktur masih bisa digunakan) dan bangunan masih tetap berdiri, sebagai contoh : (1) sebagian kecil struktur bangunan rusak ringan; (2) retak-retak pada dinding plesteran; (3) sebagian kecil pintu-pintu air dan komponen penunjang lainnya rusak; (4) saluran pengairan masih bisa digunakan.

w.Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.

x. Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana.

(6)

berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana. 1.6. Sistematika penelitian

BAB I PENDAHULUAN BAB II PEMBAHASAN

BAB III PENILAIAN RESIKO BENCANA

BAB IV PILIHAN TINDAKAN PENANNGULAGAN BENCANA BAB V MEKANISME PENANGGULANGAN BENCANA

BAB VI ALOKASI TUGAS DAN SUMBER DAYA BAB VII PENUTUP

(7)

GAMBARAN UMUM WILAYAH

2.1. Kondisi Fisik

Kodisi fisik yang terjadi akibat adanya bencana banjir yang melanda daerah tanah jawa siantar,mengakibatkan jembatan rusak sebagian,sehingga mengakibatkan pegguna jalan sedikit terganggu.Tidak hanya jembatan saja yang rusak akibat di terjang banjir,tetapi terjadinya longsor di daerah pinggiran singai,yang mengakibatkan sebagian tanah runtuh kebawah dan pepohonan tumbang,dari pernyataan diatas dapat dilihat di Gambar 2.1 dan Gambar 2.2.

(Gambar A.1)

(Gambar A.2)

Gambar 2.1

Gambar 2.2

Kondisi fisik dari daerah yang terkena bencana 2.2. Kondisi Sosial Ekonomi

(8)

Kabupaten Simalungun dengan luas 79,97 km2 dan terletak 400 meter di atas permukaan laut. Pada waktu siang atau malam hari kehidupan di kota ini sepertinya tak pernah surut dilihat dari aktivitas masyarakatnya. Dengan udaranya yang sejuk dan airnya yang bening dimana-mana, kehidupan di kota ini aman dan kondusif menghidupkan perekonomian masyarakatnya.Dengan keadaan tersebut, kota Pematangsiantar mempunyai nilai positif tersendiri untuk berinvestasi karena disamping aman, tertib dan tentram, jumlah penduduk yang relatif banyak dan bahan baku yang mencukupi khususnya yang berasal dari daerah interland. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2000, Pematang Siantar berpenduduk 240.831 jiwa yang menjadikannya kota kedua terbesar setelah Medan, ibu kota Sumatera Utara. Penduduknya termasuk heterogen dengan 49,6 persen dari etnis Toba, 14,2 persen dari etnis Jawa dan 11,43 persen dari etnis Simalungun. Etnis lain kurang dari 10 persen masing-masing dari Melayu, Mandailing, Cina, Minang, Karo, dan lain-lain. Dari jumlah penduduk tersebut, terdapat angkatan kerja sekitar 85.000 jiwa dengan 86 persen yang bekerja. Sektor industri yang menjadi tulang punggung perekonomian kota yang terletak di tengahtengah Kabupaten Simalungun ini adalah industri besar dan sedang. Dari total kegiatan ekonomi di tahun 1999 yang mencapai Rp 1,5 trilyun, pangsa sektor industri mencapai 38 persen atau Rp 593 milyar. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran menyusul di urutan kedua, dengan sumbangan 22 persen atau Rp 335 milyar. Dari ketiga kegiatan di sektor ini, subsektor perdagangan memberikan pemasukan sampai Rp 300 milyar.(metrosiantar).

(9)

merugikan warga setempat,khususnya pada pengguna jalan yang sering melintasi jembatan.kerusakan yang terjadi pada jembatan tidak mengakibatkan kerugian secara materil yang besar bagi masyarakat setempat,hanya saja agak terganggu perjalanan karena adanya perbaikan jembatan yang di akibatkan banjir,sebab jalan tersebut adalah jalan lintas .

.3. Kebijakan penanggungjawaban bencana

Kebijakan yang seharusanya diambil dari banjir yang melanda daerah tanah jawab pematang siantar adalah,harus di ambil langkah-langkah yang tentunya sudah pasti ditetapkan oleh pemerintah Peraturan Kepala BNPB Nomor 11 Tahun 2008 tentang Pedoman Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana,yang berbunyi :

a. Kegiatan rehabilitasi merupakan tanggungjawab Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah yang terkena bencana.

b. Kegiatan rehabilitasi dilaksanakan oleh Satuan Kerja Pemerintah Daerah dan instansi/lembaga terkait yang dikoordinasikan oleh Kepala BPBD.

c. Dalam melaksanakan kegiatan rehabilitasi, Pemerintah Kabupaten/Kota wajib menggunakan dana penanggulangan bencana dari APBD Kabupaten/Kota.

(10)

e. Dalam hal Pemerintah Kabupaten/Kota meminta bantuan kepada Pemerintah, permintaan tersebut harus melalui Pemerintah Provinsi yang bersangkutan.

f. Selain permintaan dana, Pemerintah Kabupaten/Kota dapat meminta bantuan tenaga ahli, peralatan dan/atau pembangunan prasarana kepada Pemerintah Provinsi dan/atau Pemerintah.

g. Terhadap usul permintaan bantuan dari Pemerintah Daerah dilakukan verifikasi oleh tim antar departemen/lembaga Pemerintah Non Departemen yang dikoordinasikan oleh Kepala BNPB.

h. Verifikasi menentukan besaran bantuan yang akan diberikan Pemerintah kepada Pemerintah Daerah secara proporsional.

i. Terhadap penggunaan bantuan yang diberikan oleh Pemerintah kepada Pemerintah Daerah dilakukan pemantauan dan evaluasi oleh tim antar departemen/lembaga Pemerintah Nondepartemen dengan melibatkan BPBD yang dikoordinasikan oleh Kepala BNPB.

Dalam penentuan kebijakan rehabilitasi prinsip dasar yang digunakan adalah sebagai berikut :

(11)

b. Kegiatan rehabilitasi merupakan rangkaian kegiatan yang terkait dan terintegrasi dengan kegiatan prabencana, tanggap darurat dan pemulihan dini serta kegiatan rekonstruksi.

c. “Early recovery” dilakukan oleh “Rapid Assessment Team” segera setelah terjadi bencana.

d. Program Rehabilitasi dimulai segera setelah masa tanggap darurat (sesuai dengan Perpres tentang Penetapan Status dan Tingkatan Bencana) dan diakhiri setelah tujuan utama rehabilitasi tercapai.

BAB III

(12)

1. Ancaman

Bagian paling kritis dari pelaksanaan adalah pemahaman penuh akan sifat bencana. Dalam setiap negara dan dalam setiap daerah, tipe-tipe bahaya-bahaya yang dihadapi berbeda-beda. Beberapa negara rentan terhadap banjir, yang lain mempunyai sejarah-sejarah tentang kerusakan badai tropis, dan yang lain dikenal sebagai daerah gempa bumi. Kebanyakan negara rentan terhadap beberapa kombinasi dari berbagai bahaya dan semua menghadapi kemungkinan bencana-bencana teknologi sebagai akibat kemajuan pembangunan industri. Pengaruh dari bahaya-bahaya yang mungkin muncul dan kerusakan yang mungkin diakibatkan tergantung pada apa yang ada di daerah infrastruktur. Setiap negara berbeda-beda. Untuk lokasi atau negara tertentu penting untuk mengetahui tipe-tipe bahaya yang mungkin ditemui.

Gambar 3.1. Ancaman adanya longsor yang disebabkan banjir

Pemahaman dari bahaya-bahaya alam dan proses-proses yang menyebabkan bahaya-bahaya itu adalah tanggung jawab dari para ahli seismologi, vulkanologi, klimatologi, hidrologi dan para ilmuwan lainnya. Pengaruh-pengaruh dari bahaya-bahaya alam terhadap bangunan-bangunan dan lingkungan buatan manusia adalah merupakan bahan kajian dari insinyur dan para ahli resiko. Setidaknya pehaman itu penting bagi penduduk tentang ancaman bahaya dalam sebuah bencana. Pemahaman bahaya-bahayak mencakup memahami tentang :

(13)

c. Mekanisme fisik dan kerusakan ?

d. Elemen-elemen dan aktivitas-aktivitas yang paling rentan terhadap pengaruh-pengaruhnya ?

e. Konsekuensi-konsekuensi kerusakan ?

2. Kerentanan

Kerentanan adalah tingkat dari kerusakan yang diperkirakan dari satu bahaya khusus. Menargetkan upaya-upaya mitigasi sangat tergantung pada penilaian kerentanan secara benar.

Konsep dari penilaian kerentanan ini dapat juga diperluas kepada kelompok-kelompok sosial atau sektor-sektor ekonomi; Orang-orang yang menyewa rumah bergantung pada pemilik rumah untuk melakukan perbaikan akibat kerusakan dan lebih cenderung menjadi tidak memiliki tempat tinggal pada saat terjadi satu bencana. Mengindentifisir kelompok-kelompok penyewa secara benar dan menetapkan hak-hak sewa dan kewajiban-kewajiban pemmilik rumah untuk memperbaiki bisa mengurangi jumlah orang yang menjadi tidak mempunyai rumah pada saat terjadi suatu bencana. Sama halnya yang terjadi di Tanah Jawa-Pematang Siantar, kerentanan orang-orang, bangunan, jalan, jembatan, pipa-pipa, sistem komunikasi dan elemen-elemen lain berbeda untuk masing-masing bahaya.

Gambar 3.2. Kerentanan jembatan yang disebabkan banjir

(14)

a. Prediksi yang kurang akurat mengenai volume banjir. b. Rendahnya kemampuan sistem pembuangan air.

c. Turunnya kapasitas sistem pembuangan air akibat rendahnya kemampuan pemeliharaan dan operasional.

d. Deforestasi.

e. Turunnya permukaan tanah akibat turunnya muka air tanah (land subsidance).

f. Perubahan iklim yang diakibatkan oleh pemanasan global. 3. Analisis Kemungkinan Datang Bencana

Banjir akan selalu datang di negeri kita. Berbagai upaya mengatasi masalah banjir yang telah dilaksanakan sampai saat ini, ternyata belum berhasil menekan besarnya resiko kerugian yang timbul. Solusi penanganan banjir melalui infrastruktur untuk "melawan" fenomena alam, sesungguhnya mempunyai keterbatasan kinerja.

Kesadaran dan pemahaman mengenai hal ini, nampaknya kurang bahkan hampir tidak pernah disosialisasikan kepada masyarakat. Akibatnya, di lingkungan masayarakat terbentuk persepsi yang over ekspektasi terhadap penanganan banjir yang telah dilaksanakan pemerintah, yaitu menganggap bahwa dengan terbangunnya infrastruktur pengendali banjir, maka suatu wilayah akan terbebas dari banjir sampai kapanpun juga.

(15)
(16)

BAB IV

TINDAKAN PENANGGULANGAN BENCANA

Penanggulangan bencana banjir adalah berbagai upaya yang dapat dilakukan baik oleh pemerintah khususnya di daerah Tanah Jawa-Pematang Siantar, masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya (stakeholder) dalam rangka menanggulangi bencana banjir baik yang dilakukan sebelum terjadinya banjir, pada saat terjadi maupun setelah terjadi banjir. Pada bagian berikut ini, kita akan mempelajari upaya-upaya penanggulangan banjir yang meliputi pengurangan risiko bencana sebelum terjadi bencana, tanggap darurat saat bencana dan upaya pemulihan setelah bencana.

1. Pra Bencana

Pada bagian ini, akan dijelaskan secara ringkas upaya pengurangan risiko bencana melalui upaya mitigasi dan kesiapan/kesiapsiagaan (preparedness) terhadap bencana banjir baik upaya yang dilakukan oleh pemerintah maupun tindakan yang harus dilakukan oleh masyarakat.

4.1.1.Pengenalan Mitigasi Bencana Banjir Definisi Mitigasi Bencana Banjir

(17)

a. Mitigasi Struktural

Yang dimaksud dengan adalah upayaupaya pengurangan risiko bencana yang lebih bersifat fisik. Upaya-upaya mitigasi struktural banjir yang dilakukan oleh pemerintah antara lain adalah :

 Perbaikan dan peningkatan sistem drainase.

 Normalisasi fungsi sungai yang dapat berupa : pengerukan, sudetan.

 Relokasi pemukiman di bantaran sungai.

 Pengembangan bangunan pengontrol tinggi muka air/hidrograf banjir berupa : tanggul, pintu, pompa, wadukdan sistem polder.

 Perbaikan kondisi DaerahAliran Sungai (DAS).

Sementara mitigasi struktural yang dapat dilakukan oleh masyarakat di kawasan rawan banjir antara lain :

 Membantu upaya peningkatan kapasitas resapan air di wilayahnya baik dengan menanam lebih banyak pohon maupun membuat sumur resapan.

 Membantu penyusunan peta zonasi/risiko banjir.

 Membangun rumah sesuai dengan peraturan tata guna lahan.

(18)

Gambar 4.1. Salah satu contoh bentuk mitigasi struktural

b. Mitigasi Non-Struktural

Kebalikan dari mitigasi struktural, mitigasi non struktural adalah segala upaya pengurangan risiko bencana yang dilakukan yang bersifat non fisik, organisasional dan sosial kemasyarakatan. Upaya-upaya mitigasi non struktural banjir yang dilakukan pemerintah antara lain :

(19)

 Membuat PERDA mengenai penanganan risiko bencana banjir yang berkelanjutan.

 Mengembangkan peta zonasi banjir.

 Mengembangkan sistem asuransi banjir.

 Membangun/memberdayakan Sistem Peringatan Dini Banjir.

 Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai bencana banjir melalui pendidikan dan pelatihan.

 Mengembangkan building code bagi daerah banjir.

Mitigasi non fisik dapat pula dilakukan melalui kegiatan yaitu :

 Mewujudkan budaya masyarakat dan pemangku kepentingan dalam memahami fenomena banjir dan menjaga kapasitas/kelestarian daya serap DaerahAliran Sungai (DAS).

 Mewujudkan budaya masyarakat untuk berperan serta dalam menjaga fungsi sistem pembuangan air (drainase) dan pengendalian banjir.

 Mewujudkan budaya masyarakat yang tidak membuang sampah/sedimen/limbah ke sungai, saluran dan bangunan air lainnya.

 Melakukan gerakan penghijauan/penanaman kembali tumbuh tumbuhan di lahan kosong dan memeliharanya dengan baik.

 Mengarus-utamakan upaya pengurangan risiko bencana banjir kedalam kurikulum pendidikan.

(20)

Definisi Tanggap Darurat,Tanggap darurat yang dalam bahasa Inggris disebut Response adalah kegiatan yang dilakukan segera setelah terjadi dampak banjir,

bila diperlukan tindakan-tindakan luar biasa untuk memenuhi kebutuhan dasar korban bencana yang selamat. Pada saat banjir, upaya upaya yang dilakukan pemerintah berupa :

a. Pengerahan Tim Reaksi Cepat.

b. Pemenuhan kebutuhan dasar pengungsi dan penampungan sementara. c. Pemberian layanan air bersih, jamban dan sanitasi di tempat pengungsi/

penampungan sementara.

d. Pemberian layanan kesehatan, perawatan dan rujukan di tempat pengungsi/ penampungan sementara.

e. Pengerahan sarana transportasi untuk menjangkau daerah pengungsi.

Gambar 4.2. Tanggap Darurat

Sementara tindakan tindakan pada saat banjir yang harus dilakukan masyarakat adalah

a. Evakuasi keluarga ketempat yang lebih tinggi atau ke tempat pengungsian yang sudah ditetapkan di wilayahnya.

b. Membawa perlengkapan darurat (Survival Kid).

(21)

d. Jika dalam keadaan tertentu tidak dapat meninggalkan rumah, usahakan berada di tempat yang tinggi di rumah.

e. Matikan peralatan listrik/sumber listrik dari meterannya. Jangan

menyentuh peralatan listrik jika kita dalam keadaan basah atau berdiri di air.

f. Tutup lubang sanitasi.

g. Tutup kran saluran air utama yang mengalir ke dalam rumah.

Pada saat melakukan evakuasi atau mengungsi/pindah ke tempat yang aman ketika

terjadi banjir, kita harus memperhatikan hal-hal berikut :

Melakukan evakuasi ke tempat evakuasi dengan rute yang telah ditentukan

sebelumnya.

Hindari berjalan di dekat saluran air atau lokasi yang berarus deras agar terhindar

dari seretan arus banjir. Jika bertemu genangan banjir, segera berhenti dan cari jalan lain

yang aman. Pilih tempat berjalan yang tinggi. Walaupun genangan banjir hanya setinggi mata kaki, genangan banjir tetap perlu dihindari. Genangan banjir setinggi 15 cm dapat membuat terjatuh. Genangan banjir setinggi 70cm dapat menghanyutkan mobil. Ada kemungkinan tiang listrik roboh akibat banjir. Air adalah penghantar yang baik bagi arus listrik, sehingga dapat terjadi sengatan arus listrik pada orang yang melalui genangan. Sengatan listrik tersebut dapat mengakibatkan kematian. Jangan bermain di genangan banjir (bermain air, berenang dan lainlain).

(22)

banjir, jangan berkendaraan dalam wilayah banjir. Jika aliran banjir mengelilingi kendaraan, tinggalkan mobil dan pindah ke tempat yang lebih tinggi. Kita dan kendaraan bisa tersapu dengan cepat. Sementara pada saat kita berada di tempat evakuasi, maka kita dapat melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut :

a. Memantau kondisi ketinggian air setiap saat sehingga bisa menjadi dasar untuk tindakan selanjutnya

b. Ikut mendirikan tenda pengungsian, pembuatan dapur umum c. Terlibat dalam pendistribusian bantuan

d. Mengusulkan untuk mendirikan pos kesehatan e. Menggunakan air bersih dengan efisien

4.3. Pasca Bencana

Setelah terjadi bencana, kita melakukan upaya pemulihan yaitu segala upaya yang dilakukan agar kondisi kembali kepada keadaan sebelum terjadi bencana atau kondisi yang lebih baik. Dalam rangka memulihkan kondisi, upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah adalah :

a. Evaluasi penanganan darurat dan pernyataan tanggap darurat selesai. b. Inventarisasi dan dokumentasi kerusakan sarana dan prasarana.

sumberdaya air, kerusakan lingkungan, korban jiwa dan perkiraan kerugian yang ditimbulkan.

c. Merencanakan dan melaksanakan program pemulihan berupa: rehabilitasi, rekonstruksi atau pembangunan baru sarana dan prasarana sumberdaya air. d. Penataan kembali kondisi sosial ekonomi masyarakat yang terkena

(23)

e. Evaluasi karakteristik banjir untuk menyesuaikan prediksi banjir dimasa datang.

Sementara tindakan tindakan yang harus dilakukan masyarakat setelah terjadi banjir adalah :

a. Kembali ke rumah dari tempat pengungsi setelah ada pengumuman dari pemerintah bahwa daerah kita telah aman dari banjir.

b. Membersihkan rumah dan lingkungan dengan menggunakan desinfektan. c. Mengecek sistem kelistrikan rumah sebelum menyalakan listrik rumah. d. Buka pintu dan jendela agar udara dalam rumah tidak pengap.

e. Biasakan cuci tangan dengan sabun dan air bersih atau desinfektan, sebelum makan atau menyiapkan makanan, setelah menggunakan wc, setelah membersihkan lingkungan yang terkena banjir dan setelah memindahkan perabotan yang terendam air.

Gambar 4.3 Gambar 4.4

(24)

BAB V

MEKANISME PENANGGULANGAN BENCANA

Mekanisme penanggulan bencana adalah sebagai kehidupan manusia adalah sangat bergantung dengan kemampuan manusia dalam mengatur dan mengendalikan dan raga manusia itu sendiri , justru yang terjadi pada bumi alam semesta raya ini selalu memperbaharui dirinya dengan wajah dan penampilan barunya. Kita bisa mengamati kerusakan yang terjadi dibumi ini, kerusakan kehancuran atau pun bencana alam yang sangat dahsyat di beberapa wilayah bumi adalah proses bumi dalam mewujudkan wajah dan penampilan barunya. Jadi bencana alam adalah bagi diri manusia, yang menyebabkan hidup dan kehidupan manusia menjadi menderita, sakit, rusak, hancur dan mati. Bagaimana mekanisme terjadinya berbagai bencana alam? Terjadinya Bahwa di dalam diri manusia terdapat sistem energi yang sesungguhnya adalah sebagai fasilitas kenikmatan hidup manusia di bumi ini.

5.1. Pra Bencana

(25)

 Dalam situasi terdapat potensi bencana

a. Situasi Tidak Terjadi Bencana

Situasi tidak ada potensi bencana yaitu kondisi suatu

wilayah yang berdasarkan analisis kerawanan bencana

pada periode waktu tertentu tidak menghadapi ancaman

bencana yang nyata.

Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam

situasi tidak terjadi bencana meliputi :

 Perencanaan penanggulangan bencana;  pengurangan risiko bencana;

 pencegahan;

 pemaduan dalam perencanaan pembangunan;

 persyaratan analisis risiko bencana;

 pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang;  pendidikan dan pelatihan; dan

 persyaratan standar teknis penanggulangan

bencana.

b. Situasi Terdapat Potensi Bencana

Pada situasi ini perlu adanya kegiatan-kegiatan kesiap

siagaan, peringatan dini dan mitigasi bencana dalam

penanggulangan bencana.  Kesiapsiagaan

 Peringatan Dini  Mitigasi Bencana

Kegiatan-kegiatan pra-bencana ini dilakukan secara

lintas sektor dan multi stakeholder,oleh karena itu fungsi

BNPB/BPBD adalah fungsi koordinasi. .2. Saat Tanggap Darurat

Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat meliputi:

a. Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan sumber daya;

(26)

c. penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana; d. pemenuhan kebutuhan dasar;

e. perlindungan terhadap kelompok rentan; dan

f. pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.

5.1.3. Pasca Bencana

Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap pasca bencana meliputi:

a. rehabilitasi; dan b. rekonstruksi.

Secara lebih rinci antara lain dapat dilihat pada Bab VI (Bab Pilihan Tindakan Penanggulangan Bencana).

Gambar 5.1 Bentuk dari kegiatan pasca bencana 5.1.4. Mekanisme penanggulangan Bencana

Mekanisme penanggulangan bencana yang akan dianut dalam hal ini adalah mengacu pada UU No 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana dan Peraturan Pemerintah No 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana. Dari peraturan perundangundangan tersebut di atas, dinyatakan bahwa mekanismetersebut dibagi ke dalam tiga tahapan yaitu :

a. Pada pra bencana maka fungsi BPBD bersifat koordinasi dan pelaksana,

(27)

BAB VI

ALOKASI TUGAS DAN SUMBER DAYA

6.1. Kegiatan Yang Dilakukan

Dalam melaksanakan penanggulangan becana di daerah akan memerlukan koordinasi dengan sektor. Secara garis besar dapat diuraikan peran lintas sektor sebagai berikut :

a. Sektor Pemerintahan, mengendalikan kegiatan pembinaan pembangunan daerah.

(28)

c. Sektor Sosial, merencanakan kebutuhan pangan, sandang, dan kebutuhan dasar lainnya untuk para pengungsi.

d. Sektor Pekerjaan Umum, merencanakan tata ruang daerah, penyiapan lokasi dan jalur evakuasi, dan kebutuhan pemulihan sarana dan prasarana.

e. Sektor Perhubungan, melakukan deteksi dini dan informasi cuaca/meteorologi dan merencanakan kebutuhan transportasi dan komunikasi

f. Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral, merencanakan dan mengendalikan upaya mitigatif di bidang bencana geologi dan bencana akibat ulah manusia yang terkait dengan bencana geologi sebelumnya g. Sektor Tenaga Kerja dan Transmigrasi, merencanakan pengerahan dan

pemindahan korban bencana ke daerah yang aman bencana.

h. Sektor Keuangan, penyiapan anggaran biaya kegiatan penyelenggaraan penanggulangan bencana pada masa pra bencana. Sektor Kehutanan, merencanakan dan mengendalikan upaya mitigatif khususnya kebakaran hutan/lahan

i. Sektor Lingkungan Hidup, merencanakan dan mengendalikan upaya yang bersifat preventif, advokasi, dan deteksi dini dalam pencegahan bencana.

j. Sektor Kelautan merencanakan dan mengendalikan upaya mitigatif di bidang bencana tsunami dan abrasi pantai.

(29)

penanggulangan bencana pada masa pra bencana, tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi.

l. TNI/POLRI membantu dalam kegiatan SAR, dan pengamanan saat darurat termasuk mengamankan lokasi yang ditinggalkan karena penghuninya mengungsi.

.2. Perilaku Kegiatan 6.2.1. Masyarakat

Masyarakat sebagai pelaku awal penanggulangan bencana sekaligus korban bencana harus mampu dalam batasan tertentu menangani bencana sehingga diharapkan bencana tidak berkembang ke skala yang lebih besar.

6.2.2. Swasta

(30)

Lembaga-lembaga Non Pemerintah pada dasarnya memiliki fleksibilitas dan kemampuan yang memadai dalam upaya penanggulangan bencana. Dengan koordinasi yang baik lembaga Non Pemerintah ini akan dapat memberikan kontribusi dalam upaya penanggulangan bencana mulai dari tahap sebelum, pada saat dan pasca bencana.

6.2.4. Perguruan Tinggi / Lembaga Penelitian

Penanggulangan bencana dapat efektif dan efisien jika dilakukan berdasarkan penerapan ilmupengetahuan dan teknologi yang tepat. Untuk itu diperlukan kontribusi pemikiran dari para ahli dari lembaga-lembaga pendidikan dan penelitian.

6.2.5. Media

Media memiliki kemampuan besar untuk membentuk opini publik. Untuk itu peran media sangat penting dalam hal membangun ketahanan masyarakat menghadapi bencana melalui kecepatan dan ketepatan dalam memberikan informasi kebencanaan berupa peringatan dini, kejadian bencana serta upaya penanggulangannya, serta pendidikan kebencanaan kepada masyarakat.

6.2.6. Lembaga Internasional

(31)

.3. Sumber Daya

(32)

BAB VII

PENUTUP

7.1. Kesimpulan dan Saran 7.1.1. Kesimpulan

a. Banjir adalah tergenang dan terbenamnya daratan (yang biasanya kering) karena volume air yang meningkat.

b. Faktor-faktor penyebab banjir, antara lain:

 Faktor alam: curah hujan yang tinggi yang dipengaruhi oleh perubahan iklim.

(33)

air, kegagalan system drainase dan kurangnya kesadaran masyarakat akan lingkungan.

c. Pembangunan struktural dan non-struktural harus berjalan dengan seimbang. Pemerintah dan masyarakat harus bersama membuat perubahan. Diawali dengan mengubah perilaku dan menumbuhkan kesadaran diri akan kebersihan. Dilanjutkan dengan pembangunan struktural yang melingkupi:

 Pembuatan Biopori (pemerintah dan masyarakat).  Pembuatan sumur resapan (pemerintah dan masyarakat)  Pembenahan sistem drainase (pemerintah)

 Pembuatan kolam retensi dan penerapan pompa potomatis (pemerintah).

7.1.1.2. Saran

a. Perencana harus memperhatikan kontur-kontur tanah dan daerah aliran sungai sebelum merencanakan sistem drainase.

b. Perencana harus memperhatikan keseimbangan alam ketika merencanakan suatu pembangunan sistem drainase. Sehingga tidak akan memberikan dampak yang negatif di kemudian hari. c. Perencana harus memperhatikan curah hujan ketika merencana

volume saluran, sumur resapan dan kolam retensi. .2. Lampiran

(34)

Gambar 7.2

(35)

Gambar 7.4

Gambar 7.5

(36)

Gambar 7.7

DAFTAR PUSTAKA

Aimyaya. Jenis-Jenis serta Berbagai Faktor Penyebab Banjir. Jakarta : 2011. http://www.aimyaya.com

Amrilah, Fajri. Siklus 5 Tahunan. Jakarta: 2012 http://www.fajriamrillah.com

BNPB. 2008. Lampiran peraturan kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana. Jakarta [ID]: BNPB

Bappenas, Bakornas PB. 2006. Rencana aksi nasional pengurangan risiko bencana 2006-2009. Jakarta [ID]: Perum Percetakan Negara RI

Gambar

Gambar 2.1Gambar 2.2
Gambar 3.1. Ancaman adanya longsor yang disebabkan banjir
Gambar 3.2. Kerentanan jembatan yang disebabkan banjir
Gambar 4.1. Salah satu contoh bentuk mitigasi struktural
+7

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu untuk melancarkan dalam prosesnya kami menghadirkan buku ini sebagai penduan tenaga kesehatan dalam melakukan registrasi secara online dengan

Dokumen Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra SKPD) berfungsi sebagai dokumen kerja Kepala SKPD untuk masa kerja lima tahun mendatang, Kepala

Kopling manual atau mekanis yang dikenal juga dengan istilah kopling sekunder adalah kopling yang cara kerjanya diatur oleh handel kopling. Kopling manual

Karena sifat arus listrik  adalah loop tertutup agar bisa mengalir, maka arus netral tadi akan mengalir ke instalasi listrik milik pelanggan dan melewati grounding sistem untuk masuk

Anemia tersebut sering terjadi pada stadium awal penyakit ginjal kronis stage 3.Penyebab utama terjadinya anemia pada pasien dengan penyakit ginjal

pengobatan sipilis de nature indonesia adalah pilihan yang paling tepat untuk menjawab pertanyaan ada tersebut, karena kami pengobatan sipilis de nature adalah satu satunya

bahwa dengan telah terbentuknya Kabupaten Bener Meriah berdasarkan Undang-undang Nomor 41 Tahun 2003 dan dalam rangka mengisi Keistimewaan di Provinsi Nanggroe Aceh

Berdasarkan pada Berita Acara Pembuktian kualifikasi Nomor: 189/ULP-Pokja-I- JK/APBD-P/2015 tanggal 5 Oktober 2015, pekerjaan Penyusunan DED Kantor Dinas Perhubungan