• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Merancang Sistem Berskala Nasio

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Strategi Merancang Sistem Berskala Nasio"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Strategi Merancang Sistem Berskala Nasional

oleh Prof. Richardus Eko Indrajit - indrajit@post.harvard.edu

EKOJI

999

(2)

Pendahuluan

Dilibatkannya ICT dalam proses pemilihan umum pada berbagai negara di dunia merupakan fenomena yang menarik untuk dicermati. Keberadaan atau keterlibatan perangkat teknologi ini tentu saja tidak terlepas dari keberhasilan ICT dalam meningkatkan mutu atau kualitas dari pelaksanaan pemilu di sejumlah negara yang telah berhasil menerapkannya. Manfaat (value) yang didapatkan oleh sejumlah stakeholder pemilihan umum tersebut menjadi penyebab utama mengapa sejumlah negara berkembang tertarik untuk melakukan hal yang sama, yaitu menggunakan ICT sebagai media untuk meningkatkan kinerja proses pemilihan umum. Indonesia pun tidak ketinggalan turut bergabung di dalam deretan negara-negara yang memutuskan untuk memanfaatkan seoptimal mungkin kehandalan teknologi ini dengan harapan dicapainya suatu penyelenggaraan Pemilu yang bermutu tinggi. Berkaca pada pengalaman Pemilu di tahun 1999 dan 2004, nampaknya banyak hal yang perlu dibenahi dan diperhatikan untuk dapat meningkatkan performa implementasi ICT untuk Pemilu di masa mendatang.

Empat Domain Strategis Pelaksanaan Pemilu

Belajar dari suksesnya penerapan ICT pada pemilu di sejumlah negara, paling tidak terdapat 4 (empat) hal utama yang harus benar-benar dipahami oleh para stakeholder Pemilu di Indonesia, masing-masing adalah:

1. Pemahaman terhadap posisi dan peranan ICT di dalam konteks Pemilu yang dilaksanakan;

2. Perancangan infrastruktur dan suprastruktur ICT yang memadai dan sesuai dengan kebutuhan Pemilu;

3. Pelaksanaan konsep manajemen proyek terpadu dalam pengembangan sistem ICT untuk Pemilu; dan

4. Penerapan prinsip manajemen tata pamong ICT pada saat Pemilu berlangsung.

(3)

Domain Pertama: Pemahaman Peranan ICT pada Pemilu

Spektrum fungsi ICT dalam konteks pemilihan umum dapat dikategorikan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu:

Transaction Enabler;

Reporting and Query Tools; dan

Communication Technology.

Yang dimaksud dengan fungsi ICT sebagai transaction enabler adalah penggunaan perangkat teknologi sebagai media antarmuka (interface) bagi pencoblosan suara. Contohnya adalah menggunakan komputer dengan fasilitas touch screen untuk pencoblosan suara di setiap TPS (Tempat Pemungutan Suara), atau memakai fasilitas ATM (Automated Teller Machine), atau memanfaatkan telepon genggam (handphone), atau perangkat PDA (Personal Digital Assistant), maupun peralatan-peralatan ICT lainnya. Intinya adalah bahwa ICT dimanfaatkan sebagai sebuah perangkat otomatis (moderen) dalam proses pencoblosan suara. Negara-negara maju seperti Amerika, Singapura, Hongkong, dan India misalnya telah mencoba menerapkan fungsi ICT semacam ini.

Fungsi lain dari ICT adalah sebagai alat bantu untuk menghasilkan laporan-laporan atau menjawab pertanyaan-pertanyaan khusus (query) terkait dengan hasil penghitungan suara. Melalui fitur-fitur yang ada pada aplikasi ICT ini, para stakeholder Pemilu dapat memperoleh data dan informasi yang diinginkan seperti: urutan partai dengan suara terbanyak, perbandingan suara antar partai tertentu di berbagai daerah wilayah pemilihan, pencapaian target kursi sementara sesuai dengan suara yang masuk, jumlah kemenangan wilayah per partai, distribusi suara partai di berbagai belahan tanah air, calon legislatif dengan suara terbanyak, calon legislatif yang telah melewati batas jumlah suara (threshold), dan lain sebagainya. Informasi dinamis yang dimaksud dapat berupa dokumen elektronik atau hasil cetakan dalam bentuk laporan maupun hasil dari pengolahan filterisasi data tertentu (query) yang dapat dilakukan oleh siapa saja melalui komputer atau perangkat digital lainnya (internet).

(4)

Suara) ke Kecamatan, kemudian ke Kabupaten/Kota, sebelum akhirnya diterima Provinsi dan dihitung secara nasional oleh KPU (Komisi Pemilihan Umum). Di negara-negara maju, ICT juga kerap dipergunakan sebagai alat untuk melakukan monitoring atau pengawasan agar pemilu berlangsung secara jujur, misalnya adalah pemasangan kamera pemantau di setiap TPS yang dapat dilihat oleh Panwaslu (Panitia Pengawas Pemilu) dari lokasi jarak jauh, pemantauan distribusi logistik melalui berbagai transportasi (ekspedisi) yang pergerakannya dapat dilihat dengan menggunakan teknologi GPS (Global Positioning System), dan lain sebagainya.

Disamping dipandang dari segi fungsi, ICT juga dapat pula dilihat dari hakekat perannya dalam pemilu yang bersangkutan. Paling tidak ada 3 (tiga) jenis peran atau posisi ICT dalam konteks penyelenggaraan pemilu, yaitu:

ICT sebagai Core System;

ICT sebagai Neccessity System; dan

ICT sebagai Supporting System

ICT dianggap memiliki peran core system apabila dinyatakan sebagai satu-satunya sumber utama yang sah dalam hal pengumpulan, pengorganisasian, dan penghitungan suara dalam pemilu. Dengan kata lain, pada kerangkat format ini tidak dikenal yang namanya pengumpulan, pengorganisasian, dan penghitungan suara dengan cara manual seperti yang dikenal selama ini. Tentu saja untuk menunjang konsep ini diperlukan sejumlah perangkat hukum yang memadai dan mekanisme sosialisasi ke masyarakat yang efektif. Peran ICT sebagai core system ini telah dipergunakan di sejumlah negara maju dimana sebagian besar masyarakatnya telah memiliki e-literacy yang cukup tinggi.

Sementara itu peran ICT dianggap sebagai sebuah neccessity system apabila perangkat otomatisasi pemilu yang ada dipergunakan berdampingan dengan sistem konvensional secara manual. Dalam penataan ini, kedua buah metodologi pengumpulan, pengorganisasian, dan penghitungan suara baik yang secara manual maupun otomatis berjalan saling melengkapi atau sinergis untuk menghasilkan suatu sistem pemilu yang handal. Dikatakan saling menunjang karena keduanya dapat saling menjadi alat kontrol yang baik, terutama dalam memastikan tidak terjadinya kesalahan di dalam hal perhitungan suara.

Adapun ICT dikatakan memiliki peranan sebagai supporting system apabila keberadaannya hanyalah sebagai penunjang sistem konvensional atau manual yang dianggap sebagai satu-satunya cara pengelolaan suara pemilu yang sah. Seringkali diistilahkan dalam kerangka ini keberadaan sistem berbasis ICT hanyalah sebagai data pembanding dari hasil perhitungan secara manual; disamping itu keberadaannya diperuntukkan pula untuk menjawab rasa keingintahuan masyarakat yang tinggi akan adanya hasil penghitungan suara secara cepat dan tepat karena jika harus menunggu sistem manual terkadang diperlukan waktu yang relatif lama.

(5)

Domain Kedua: Penyusunan Rancangan Sistem

Dengan berpegang pada hakekat dan obyektivitas keberadaan sistem tersebut – dimana dalam ilmu sistem informasi kerap disebutkan sebagai sebuah user requirements – maka disusunlah sebuah rancangan atau desain sistem ICT yang sesuai dengan kebutuhan. Grand design dari arsitektur ICT untuk pemilu ini harulah dikembangkan dengan memperhatikan outcome yang diinginkan dari keberadaan sistem tersebut, terutama terkait dengan situasi kondisi bangsa dan negara yang ingin melaksanakan pemilu tersebut. Adapun komponen-komponen yang harus dirancang arsitektur atau anatominya di dalam sebuah sistem pemilu diantaranya:

Sistem Aplikasi dan beragam perangkat lunak atau software;

Sistem Manajemen Basis Data atau database management system;

Jaringan Infrastruktur Komunikasi Data dan Perangkat Keras atau hardware;

Kebijakan, Prosedur, dan Tata Cara Pemilihan Umum beserta standard operating procedure;

Standar Kompetensi dan Keahlian Sumber Daya Manusia; dan lain sebagainya.

Keberadaan rancangan ini sifatnya adalah mutlak karena akan memberikan manfaat yang besar terutama dalam hal:

Memastikan dibangunnya sistem ICT untuk Pemilu yang berfungsi seperti yang diinginkan atau

sesuai dengan harapan seluruh stakeholder yang ada;

Menjamin terciptanya sistem ICT dengan spesifikasi, kualifikasi, dan kinerja yang diinginkan dengan

memperhatikan beragam keterbatasan sumber daya yang dimiliki;

Mencegah terjadinya pemborosan sumber daya finansial maupun lainnya karena perencanaan

matang telah dilakukan secara sungguh-sungguh;

Mengurangi resiko kegagalan pengembangan dan implementasi sistem karena segalanya telah

(6)

teknologi informasi, pengembangan perangkat lunak dan sistem basis data, manajemen proyek berskala besar, konstruksi infrastruktur dan jaringan komunikasi, penerapan change management, pelatihan sumber daya manusia, dan lain sebagainya.

Domain Ketiga: Pelaksanaan Manajemen Proyek

Setelah desain atau rancangan arsitektur ICT untuk pemilu selesai disusun, maka tibalah saatnya untuk menjalankan sebuah proyek atau program pembangunan sistem tersebut. Ilmu dan standar baku project management atau manajemen proyek harus dipergunakan sebagai panduan serta pendekatan dalam mengembangkan sistem yang dimaksud. Hasil kajian terhadap domain pertama dan kedua harus secara jelas mendefinisikan paling tidak 4 (empat) aspek manajemen proyek, yaitu:

1. Ruang Lingkup atau scope sistem ICT yang ingin dikembangkan secara jelas dan cukup terperinci sesuai dengan kebutuhan yang ada (misalnya dengan membagi ruang lingkup tersebut menjadi sejumlah Work Breakdown Structure);

2. Tenggat Waktu dan sejumlah milestones yang harus diperhatikan sungguh-sungguh mengingat adanya sejumlah aktivitas yang harus dilakukan tepat pada waktunya alias tidak dapat diundur (misalnya jadwal pendaftaran pemilih, waktu pelaksanaan pemilihan, dan lain sebagainya); 3. Total dan Perincian Biaya yang telah dialokasikan oleh berbagai pihak terkait – terutama

Pemerintah negara bersangkutan – untuk membangun sistem pemilu yang diinginkan; dan

4. Standar Kualitas atau Kinerja sistem ICT yang diharapkan untuk dapat dibangun selama proyek berlangsung, menyangkut hal-hal semacam kecepatan, kapasitas, kemanan, dan lain sebagainya.

(7)

Memperhatikan bahwa proyek pengembangan sistem ICT memiliki pola atau karakteristik khusus yang membedakannya dengan beragam proyek lainnya, maka perlu pula diperhatikan metodologi pengembangan sistem yang akan dipergunakan selama proyek berlangsung. Proyek pengembangan sistem pemilu pada dasarnya merupakan penggabungan dari sejumlah sub-proyek dengan karakteristik yang cukup berbeda, seperti:

Sub-proyek pegembangan software aplikasi yang akan dipergunakan dalam berbagai aktivitas

seperti pendaftaran pemilih, verifikasi pemilih, hingga ke kalkulasi dan pelaporan hasil pemilu;

Sub-proyek pengadaan hardware dan perangkat keras yang akan dipergunakan sebagai tools

pendukung dalam proses pemilu;

Sub-proyek perancangan dan konstruksi struktur data yang akan menjadi gudang penyimpanan

berbagai data maupun informasi terkait dengan pemilu;

Sub-proyek konstruksi jaringan dan infrastruktur teknologi informasi sebagai tulang punggung jalur

komunikasi antara titik-titik pemilihan;

Sub-proyek pelatihan sumber daya manusia yang akan terlibat langsung sebagai user atau operator

dari berbagai perangkat teknologi dalam pemilu;

Sub-proyek sosialisasi dipergunakannya ICT kepada seluruh anggota masyarakat, terutama mereka

yang akan melakukan pemilihan terhadap wakil-waklinya;

Sub-proyek penyusunan kebijakan dan prosedur operasional detail yang harus dipatuhi oleh seluruh

stakehoder terkait dengan pemilu; dan lain sebagainya.

Terlepas dari beraneka ragamnya karakteristik sub-proyek yang ada tersebut, metodologi system development life cycle generik kerap dipergunakan sebagai payung pendekatan tahapan pelaksanaan masing-masing sub-proyek tersebut. Tahapan yang dimaksud adalah: perancanaan, analisa, desain, konstruksi, implementasi, dan evaluasi.

Domain Keempat: Penyelenggaraan Tata Pamong yang Baik

Pemilu merupakan suatu peristiwa penting yang di dalamnya harus terkandung aspek-aspek good governance atau tata pamong yang baik, terutama berkaitan dengan kaidah-kaidah semacam: transparancy, accountability, responsibility, independency, dan fairness. Oleh karena itulah, mulai dari proses perencanaan hingga pembangunan dan penerapan ICT untuk pemilu harus pula memperhatikan kaidah-kaidah tersebut. Proses yang terkait dengan penerapan ICT dengan memperhatikan unsur-unsur tata pamong yang baik tersebut kerap diistilahkan sebagai information technology governance. Dalam pemilu, rangkaian good governance yang paling diharapkan diterapkan adalah ketika pemungutan dan penghitungan suara ditentukan, karena pada saat itulah proses-proses krusial terjadi.

Salah satu standar internasional untuk manajemen tata kelola teknologi informasi adalah yang dikeluarkan oleh ISACA (Information System Audit and Control Association) yang dikenal dengan nama CobiT (Common Objectives for Information and Related Technology). Berdasarkan konsep ini, paling tidak pada setiap inisiatif program pengembangan teknologi informasi terdapat 4 (empat) domain proses atau 34 sub-proses yang harus sungguh-sungguh diperhatikan kinerjanya. Keempat proses yang dimaksud adalah:

(8)

Penutup

Berdasarkan paparan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat diambil sejumlah kesimpulan terkait dengan perencanaan dan pengembangan ICT untuk pemilu, yaitu:

Diperlukan suatu konsep yang holistik dalam merencanakan sistem ICT untuk pemilu karena begitu

banyaknya variabel yang saling terkait dan bersifat eksternal (sulit dikontrol karena kerap bersifat politis), mulai dari perencanaan, pembangunan, penerapan, hingga sampai dengan pengawasan sistem ICT yang bersangkutan;

Dibutuhkan tim pengembang ICT yang terdiri dari sumber daya manusia yang kompeten,

profesional, solid, multi-disiplin, dan memiliki integritas tinggi untuk dapat melaksanakan keseluruhan rangkaian proses pembangunan sistem ICT pemilu;

Diperlukan suatu pehamanan yang baik terhadap beragam konsep terkait dengan penyelenggaraan

pemilu, seperti: manajemen proyek, software development life cycle, information technology governance, software development, audit teknologi informasi, dan lain-lain;

Dibutuhkan strategi change management yang efektif mengingat pemanfaatan ICT dalam proses

pemilu merupakan hal yang dianggap baru bagi masyarakat, partai politik, pemerintah, dan sejumlah stakeholder pemilu lainnya.

Referensi

Dokumen terkait

Tulisanmu harus memuat langkah-langkah membuat mainan, kerja sama antar kelompok, dan bagaimana sikap yang seharusnya kamu tunjukkan saat bekerja sama.. Perhatikanlah pemilihan

Adanya research gap baik dari komunikasi dan stres menjadi alasan utama dilakukan penelitian untuk mengkaji lebih dalam hubungan antar variabel, maka research problem

Jawab : Seseorang mau bertanggung jawab karena ada kesadaran atau keinsafan atau pengertian atas segala perbuatan dan akibatnya dan atas kepentingan

Strategi pemberdayaan yang dapat dilakukan dalam rangka meningkatkan perekonomian masyarakat dari aspek ekonomi, ekologi, dan sosial budaya adalah: (a) memberikan bantuan

Perbedaan yang dilakukan oleh penulis sekarang, tujuan dari laporan kasus adalah untuk meningkatkan pemahaman dengan menerapkan asuhan kebidanan pada ibu hamil, ibu

BANGUN PAGI PERKASA Direktur : EPSILON ENDAH ASMORO. Alamat : Glagahwangi Rt 04 Rw 02 Glagahwangi Polanharjo Klaten NPWP

Sehingga, manajer yang memiliki pendekatan trial-and-error dalam menyelesaikan masalah dapat melakukannya lebih cepat dan murah, dengan resiko yang lebih kecil,

Variabel bebas adalah ekstrak etanolik biji N. Variabel tergantung adalah insidensi kanker kulit, tumor multiplicity , gambaran histologik kanker kulit , dan ekspresi