• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Kelayakan Pendirian Industri Sirup Glukosa dari Tapioka di Pesantren Raudlatul Ulum, Pati

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Kelayakan Pendirian Industri Sirup Glukosa dari Tapioka di Pesantren Raudlatul Ulum, Pati"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI KELAYAKAN

PENDIRIAN INDUSTRI SIRUP GLUKOSA DARI TAPIOKA

DI PESANTREN RAUDLATUL ULUM, PATI

YAHMAN FAOJI

F34052280

2009

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

STUDI KELAYAKAN

PENDIRIAN INDUSTRI SIRUP GLUKOSA DARI TAPIOKA

DI PESANTREN RAUDLATUL ULUM, PATI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian,

Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Oleh :

YAHMAN FAOJI

F34052280

2009

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

STUDI KELAYAKAN

PENDIRIAN INDUSTRI SIRUP GLUKOSA DARI TAPIOKA

DI PESANTREN RAUDLATUL ULUM, PATI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian,

Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Oleh :

YAHMAN FAOJI

F34052280

Dilahirkan pada 19 Agustus 1987 di Pati

Tanggal lulus : 7 Desember 2009

Menyetujui,

Bogor, Desember 2009

(4)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Studi Kelayakan Pendirian Industri Sirup Glukosa dari Tapioka di Pesantren Raudlatul Ulum, Pati” adalah karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bagian daftar pustaka skripsi ini.

Bogor, Desember 2009 Yang membuat pernyataan,

(5)

2005, penulis melan Pertanian, Fakultas T Beasiswa Utusan Da Departemen Agama R

Selama masa beberapa mata kuliah (2007-2008), teknik o di sejumlah organis Teknologi Industri Community of Santri dan Nasional, Pergera Mahasiswa Nahdlatu praktek lapangan den dan Pengawasan Mutu

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pati pa 1987 dari ayah Suparman dan Ibu Penulis merupakan anak keempa bersaudara. Penulis menempuh pendidi Negeri Kepoh (1993-1999) dan MI M Kepoh (1995-1999), kemudian penu pendidikan menengah di MTs R Guyangan, Pati (1999-2002) dan MA

Guyangan, Pati (2002-2005). Setelah anjutkan pendidikan S1 di Departemen Tek Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bog

aerah (BUD) Program Beasiswa Santri Berp a RI.

a kuliah, penulis aktif menjadi asisten praktiku ah, yaitu mata kuliah fisika (2006-2007), pene

optimasi (2009), dan satuan operasi (2009). P isasi dan kepanitiaan, di antaranya Himpu i (Himalogin), Ikatan Keluarga Mahasiswa tri Scholars of Ministry of Religious Affairs (C erakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) IPB atul Ulama (KMNU) IPB. Penulis melaksa

engan topik “Mempelajari Aspek Teknologi utu Produk Kacang Atom di PT Dua Kelinci, P

pada 19 Agustus bu Siti Mukisah. pat dari enam idikan dasar di SD I Mabadiul Ulum nulis melanjutkan Raudlatul Ulum A Raudlatul Ulum h lulus MA tahun eknologi Industri ogor melalui jalur erprestasi (PBSB)

(6)

YAHMAN FAOJI. F34052280. Studi Kelayakan Pendirian Industri Sirup Glukosa dari Tapioka di Pesantren Raudlatul Ulum, Pati. Di bawah bimbingan :

M. Zein Nasution. 2009.

RINGKASAN

Kebutuhan gula Indonesia terus meningkat, sementara produksi dalam negeri tidak mampu mengimbangi peningkatan konsumsi gula, sehingga impor menjadi pilihan. Nilai impor gula tebu pada 2007 mencapai US$ 1,040,194,362.00 dan pada 2008 mencapai US$ 366,289,858.00. Untuk mengurangi impor gula, maka produksi gula dalam negeri perlu terus dipacu, di samping mencari alternatif bahan pemanis lain sebagai substitusi gula, di antaranya dengan mengembangkan gula dari pati. Di antara gula dari pati tersebut, sirup glukosa dan fruktosa mempunyai prospek paling baik untuk mensubstitusi gula pasir. Sementara itu, kebutuhan glukosa di Indonesia juga terus meningkat, sedangkan produksi glukosa dalam negeri masih terbatas dan tidak bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri. Nilai impor glukosa Indonesia cukup tinggi. Pada tahun 2008, nilai impor glukosa sebesar US$ 1,188,172.00 Kebutuhan sirup glukosa Indonesia semakin meningkat seiring dengan perkembangan industri penggunanya, yaitu industri makanan dan minuman, terutama industri sirup, minuman ringan, permen, biskuit, dan jeli. Bahan baku pembuatan sirup glukosa, terutama pati singkong atau tapioka masih tersedia melimpah di Indonesia.

Adanya kebutuhan akan sirup glukosa dalam negeri yang belum terpenuhi, kebutuhan akan substitusi gula tebu yang semakin meningkat dan tidak terpenuhi, serta ketersediaan bahan baku sirup glukosa yang cukup melimpah merupakan suatu peluang untuk memproduksi sirup glukosa. Pasar sirup glukosa masih terbuka lebar.

Pesantren Raudlatul Ulum merupakan salah satu pesantren yang terletak di Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Kabupaten Pati merupakan salah satu daerah penghasil tapioka. Di Kabupaten Pati, juga banyak berkembang industri makanan dan minuman, baik skala kecil maupun besar. Hal ini merupakan suatu peluang bagi Pesantren Raudlatul Ulum untuk mengembangkan industri sirup glukosa.

Tujuan penelitian ini adalah mengkaji kelayakan pendirian industri sirup glukosa dari tapioka di Pesantren Raudlatul Ulum, Pati. Ruang lingkup penelitian ini meliputi studi kelayakan pada aspek pasar dan pemasaran, teknik dan teknologi, manajemen dan organisasi, lingkungan dan legalitas, dan analisis finansial.

(7)

Potensi pasar produk sirup glukosa masih sangat besar mengingat kebutuhannya yang semakin meningkat dan kebutuhan substitusi gula pasir. Target pasar yang dituju adalah pasar industri yang berada di Propinsi Jawa Tengah, terutama di Kabupaten Pati.

Besar investasi yang diperlukan adalah Rp 3,934,348,750 yang terdiri dari biaya investasi tetap sebesar Rp 3,229,600,000.00 dan modal kerja sebesar Rp 703,548,750.00. Debt equity ratio (DER) yang diguakan adalah 100 persen dana sendiri dan nol persen dana pinjaman bank.

Biaya per unit produk sirup glukosa ini sebesar Rp 4,769.00 per kg pada kapasitas produksi 100 persen. Harga jual yang ditetapkan sebesar Rp 6,500.00 per kg. Dengan harga jual sebesar itu, profit yang diperoleh sebesar 36.30 persen.

Hasil analisis finansial menunjukkan bahwa industri sirup glukosa ini layak untuk didirikan. Nilai NPV industri ini sebesar Rp 1,850,007,524.00. Nilai IRR-nya sebesar 23.72 persen. Nilai net B/C-nya sebesar 1.47. Payback period industri ini adalah selama 3.98 tahun. Break even point (BEP) berada pada Rp 1,755,237,065.00 atau pada tingkat produksi 270,036 kg. Akan tetapi, hasil analisis sensitivitas menunjukkan industri sirup glukosa memiliki resiko yang cukup tinggi terhadap kenaikan harga bahan baku dan penurunan harga jual.

(8)

YAHMAN FAOJI. F34052280. A Feasibility Study of Establishment of Glucose Syrup Industry from Tapioca at Pesantren Raudlatul Ulum, Pati. Under Supervisions : M. Zein Nasution. 2009.

SUMMARY

The demand of sugar in Indonesia that always increases, whereas domestic sugar production couldn’t fulfill the demand of sugar, caused import became a choice. Cane sugar import value by 2007 reached US$ 1,040,194,362.00 and by 2008 reached US$ 366,289,858.00. To reduce sugar import, the production of sugar in Indonesia must be increased, beside looking for alternative sweetener as substitution of cane sugar, in example by developing sugar from starch. Glucose syrup and fructose has the better prospect for substitution of cane sugar than another sugars from starch. The demand of glucose in Indonesia also increases. Glucose production in Indonesia is still limited and cannot fulfill the domestic demand. The glucose import value is high enough. In 2008, glucose import value is equal to US$ 1,188,172.00. The demand of glucose syrup increases along with the development of its industrial consumer, that is food and beverage industry, especially syrup, beverage, candies, biscuit, and jelly industries. Raw material of glucose syrup, especially cassava starch or tapioca, is still available in high amount in Indonesia.

The domestic demand of glucose syrup which has not fulfilled, the demand of substitution of cane sugar that always increases and not fulfilled, and availability of glucose syrup raw material that is high enough are opportunity to produce glucose syrup. Glucose syrup market is wide.

Pesantren Raudlatul Ulum is one of pesantren which located in Pati District, Central Java. Pati District is one of tapioca producer areas. In Pati District, also grows many food and beverage industries, either small scale and also big. This is an opportunity for Pesantren Raudlatul Ulum to develop glucose syrup industry.

Purpose of this research is studying the feasibility of establishment of glucose syrup industry from tapioca at Pesantren Raudlatul Ulum, Pati. This research scope covers feasibility study at market and marketing, technical and technology, management and organization, environmental and legality, and financial analysis aspects.

This glucose syrup industry will be made with production capacity of 2 tons tapioca as raw material per day. Tapioca that is applied comes from the tapioca industries which spread over in Pati District. Based on production data of the tapioca in Pati District, estimated that supply of tapioca as raw material for this industry is still fulfilling. In 2008, tapioca production in Pati District reached 159,322 tons or average of production per day is 435.31 tons.

(9)

Amount of investment that is required is equal to Rp 3,934,348,750, consisted of expense of permanent investment that is equal to Rp 3,229,600,000.00 and circulating capital that is equal to Rp 703,548,750.00. Debt equity ratio (DER) is 100 percent own fund and zero percent bank loan fund.

The cost per unit of this glucose syrup is equal to Rp 4,769.00 per kg at 100 percent production capacity. Selling price that is specified is equal to Rp 6,500.00 per kg. With this selling price, profit that will be obtained is equal to 36.30 percent.

Result of financial analysis indicates that this glucose syrup industry is feasible to be build. The NPV of this industry is equal to Rp 1,850,007,524.00. Its IRR value is equal to 23.72 percent. Its net B/C value is equal to 1.47. Payback period of this industry is 3.98 years. Break even point (BEP) stays at Rp 1,755,237,065.00 or at production rate 270,036 kg. However, result of sensitivity analysis shows that this glucose syrup industry has high enough risk for the increasing of the raw material price and the decreasing of selling price.

(10)

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah mencurahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang selalu memberikan suri teladan kepada umat manusia.

Skripsi dengan judul “Studi Kelayakan Pendirian Industri Sirup Glukosa dari Tapioka di Pesantren Raudlatul Ulum, Pati” ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari bahwa kelancaran pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini tidak luput dari bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada : 1. Ir. M. Zein Nasution, M.App.Sc. selaku dosen pembimbing akademik atas

bimbingan dan arahannya selama penelitian dan penyusunan skripsi ini,

2. Dr. Ir. Aji Hermawan, M.M. dan Dr. Ir. Titi Candra Sunarti, M.Si. selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan membantu dalam menyempurnakan skripsi ini,

3. Pesantren Raudlatul Ulum, Badan Pusat Satatistik Kabupaten Pati, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Pati, Badan Penelitian dan Pengembangan Kabupaten Pati, Dinas Pertanian Kabupaten Pati, Departemen Pertanian RI, Departemen Perindustrian RI, dan instansi-instansi lain yang telah membantu penulis untuk memperoleh berbagai data yang diperlukan, 4. Departemen Agama RI, atas segala bantuan, dukungan, dan motivasinya, 5. Bapak, Ibu, Mas Mugi Iskandar, Mas Isdaryanto, Mbak Siti Puji Mustikawati,

Adik Sofiah Yasinta, dan Adik Siti Heni Rohamna atas segala bantuan, dukungan, dan motivasinya,

(11)

iv

7. teman-teman satu bimbingan; Dony Wahyudi dan Umi Reza Lestari, atas segala bantuan, dukungan, dan motivasinya,

8. teman-teman Program Beasiswa Santri Berprestasi Departemen Agama RI dan teman-teman alumni Pesantren Raudlatul Ulum atas segala bantuan, dukungan, dan motivasinya,

9. teman-teman TIN 42 atas segala bantuan, dukungan, dan motivasinya, dan 10. pihak-pihak lain yang telah berjasa dan tidak dapat disebut satu per satu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi lebih tersempurnakannya skripsi ini. Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi para pembacanya. Terima kasih.

Bogor, Desember 2009

(12)

v

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tapioka ... 5

B. Sirup Glukosa ... 6

C. Studi Kelayakan ... 9

III. METODOLOGI A. Kerangka Pemikiran ... 13

B. Pendekatan Studi Kelayakan ... 13

C. Metode Penelitian ... 16

IV. SEKILAS TENTANG PESANTREN RAUDLATUL ULUM DAN KABUPATEN PATI A. Pesantren Raudlatul Ulum ... 26

B. Kabupaten Pati ... 27

V. ANALISIS BAHAN BAKU A. Spesifikasi Bahan Baku ... 30

B. Ketersediaan Bahan Baku ... 31

VI. ANALISIS PASAR DAN PEMASARAN A. Potensi Pasar ... 34

B. Strategi Pembentukan dan Pengembangan Pasar ... 37

(13)

vi

VII. ANALISIS TEKNIK DAN TEKNOLOGI

A. Perencanaan Kapasitas Produksi ... 42

B. Penentuan Lokasi Pabrik ... 42

C. Teknologi Proses Produksi ... 43

D. Desain Tata Letak dan Kebutuhan Ruang Pabrik ……….……….. 51

VIII. ANALISIS MANAJEMEN DAN ORGANISASI A. Kebutuhan Tenaga Kerja ... 56

B. Struktur Organisasi ... 57

C. Deskripsi Pekerjaan ... 57

IX. ANALISIS LINGKUNGAN DAN LEGALITAS A. Aspek Lingkungan ... 60

B. Aspek Legalitas ... 61

X. ANALISIS FINANSIAL A. Asumsi-asumsi yang Digunakan ... 63

B. Biaya Investasi ... 64

C. Sumber Dana dan Struktur Pembiayaan ... 65

D. Harga dan Prakiraan Penerimaan ……… 65

E. Proyeksi Rugi Laba ……… 66

F. Proyeksi Arus Kas ………. 67

G. Titik Impas (Break Even Point/BEP) ………..……… 68

H. Kriteria Kelayakan Investasi ………..………. 69

XI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 71

B. Saran ……… 72

DAFTAR PUSTAKA ... 73

(14)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Data impor gula tebu pada 2003-2008 ... 1

Tabel 1.2. Data ekspor dan impor glukosa pada 2003-2008 ……….. 2

Tabel 1.3. Data ekspor dan impor tapioka pada 2003-2008 ……….…….. 2

Tabel 2.1. Standar mutu sirup glukosa menurut SNI 01-2978-1992 ……..…… 7

Tabel 4.1. Luas dan persentase penggunaan lahan sawah dan lahan bukan sawah di Kabupaten Pati tahun 2007 ………..……… 28

Tabel 4.2. Jumlah penduduk dan pertumbuhan penduduk di Kabupaten Pati tahun 2001 – 2007 ……….. 29

Tabel 5.1. Standar mutu tapioka menurut SNI 01-3451-1994 ………..………. 31

Tabel 5.2. Perkembangan jumlah industri dan produksi tapioka di Kabupaten Pati ……… 32

Tabel 5.3. Penyebaran wilayah produksi dan jumlah produksi tapioka di Kabupaten Pati ………. 32

Tabel 5.4. Luas panen, produksi, dan produktifitas singkong di Kabupaten Pati 33 Tabel 6.1. Data ekspor-impor glukosa di Indonesia ……….. 34

Tabel 6.2. Data proyeksi surplus/defisit gula tahun 2006-2008 ………. 35

Tabel 6.3. Data industri/usaha makanan dan minuman pengguna gula atau glukosa terdaftar di Kabupaten Pati ………. 36

Tabel 6.4. Data sebaran industri/usaha makanan dan minuman pengguna gula atau glukosa terdaftar di beberapa kecamatan di Kabupaten Pati …. 36 Tabel 6.5. Perbandingan Perbandingan tingkat kemanisan antara gula pasir (sukrosa) dan sirup glukosa ……… 41

Tabel 7.1. Kebutuhan luas ruang industri sirup glukosa ……… 54

Tabel 8.1. Kebutuhan dan kualifikasi tenaga kerja ……… 56

Tabel 10.1. Komponen biaya investasi tetap ………. 64

Tabel 10.2. Komponen biaya modal kerja ………. 65

Tabel 10.4. Harga dan prakiraan penerimaan ……… 66

Tabel 10.5. Proyeksi rugi laba ……… 67

Tabel 10.6. Proyeksi arus kas ………. 67

(15)

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Proses hidrolisis pati menjadi glukosa ... 6

Gambar 3.1. Kerangka pemikiran penelitian ………. 14

Gambar 3.2. Diagram alir tahapan persiapan rencana investasi proyek ………. 15

Gambar 3.3. Alir proses analisis pasar dan pemasaran ……….. 17

Gambar 3.4. Alir proses analisis aspek teknik dan teknologi ……… 18

Gambar 3.5. Alir analisis aspek manajemen dan organisasi ………. 22

Gambar 7.1. Teknologi proses produksi sirup glukosa ……….. 45

Gambar 7.2. Neraca massa produksi sirup glukosa ……… 49

Gambar 7.3. Neraca energi produksi sirup glukosa ……….. 50

Gambar 7.4. Bagan keterkaitan antaraktivitas industri sirup glukosa ………… 52

Gambar 7.5. Diagram keterkaitan antaraktivitas industri sirup glukosa ……… 53

Gambar 7.6. Site plan industri sirup glukosa ………. 55

(16)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Asumsi-asumsi untuk Analisis Finansial ... 77

Lampiran 2. Spesifikasi Mesin dan Peralatan ………. 78

Lampiran 3. Penghitungan Kebutuhan Energi ……… 79

Lampiran 4. Perincian Kebutuhan Investasi ………. 83

Lampiran 5. Komposisi Modal Kerja ………. 85

Lampiran 6. Penyusutan dan Biaya Operasional ……… 87

Lampiran 7. Rekapitulasi Produksi ……… 88

Lampiran 8. Proyeksi Rugi Laba ……… 89

Lampiran 9. Proyeksi Arus Kas ………. 90

Lampiran 10. Kriteria Kelayakan Investasi ……… 91

Lampiran 11. Analisis Sensitivitas pada Kenaikan Harga Bahan Baku Tapioka Sebesar 22.40% Menjadi Rp 4,529.00 per kg …………..……… 92

Lampiran 12. Analisis Sensitivitas pada Penurunan Harga Jual Produk Sebesar 10.70% Menjadi Rp 5,804.00 per kg ………. 93

(17)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebutuhan gula Indonesia terus meningkat, sementara produksi dalam negeri tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan gula tersebut, sehingga impor menjadi pilihan. Nilai impor gula tebu pada 2007 mencapai US$ 1,040,194,362.00 dan pada 2008 mencapai US$ 366,289,858.00. Ironisnya, harga gula impor terkadang lebih murah dibandingkan dengan gula produksi dalam negeri. Dalam situasi seperti ini, gula produksi dalam negeri menjadi sulit dipasarkan tanpa kebijakan yang mampu melindunginya dari serbuan gula impor. Impor gula Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1. Data impor gula tebu pada 2003-2008

Tahun Jumlah Impor (US$)

2003 215,776,347 2004 262,813,810 2005 546,846,630 2006 564,229,059 2007 1,040,194,362 2008 366,289,858

Sumber : Badan Pusat Statistik, Diolah Departemen Perdagangan RI (2009)

Produksi gula dalam negeri perlu terus dipacu untuk mengurangi impor gula, di samping mencari alternatif bahan pemanis lain sebagai substitusi gula. Gula alternatif yang sekarang sudah digunakan antara lain adalah gula siklamat yang merupakan gula sintetis, serta gula dari pati seperti sirup glukosa dan fruktosa. Gula dari pati mempunyai rasa dan kemanisan hampir sama dengan gula tebu (sukrosa), bahkan ada yang lebih manis. Gula tersebut dibuat dari bahan berpati seperti ubi kayu, ubi jalar, sagu, dan pati jagung. Semua bahan tersebut melimpah di Indonesia. Di antara beberapa jenis gula dari pati, sirup glukosa dan fruktosa mempunyai prospek paling baik untuk mensubstitusi gula pasir.

(18)

2 negeri. Nilai impor sirup glukosa Indonesia masih cukup tinggi dan menunjukkan adanya kenaikan dari tahun ke tahun. Kebutuhan sirup glukosa Indonesia semakin meningkat seiring dengan perkembangan industri penggunanya, yaitu industri makanan dan minuman, terutama industri sirup, minuman ringan, permen, biskuit, dan jeli. Data impor sirup glukosa dapat dilihat pada Tabel 1.2.

Tabel 1.2. Data ekspor dan impor glukosa pada 2003-2008

Tahun Ekspor Impor

Bobot (kg) Nilai (US$) Bobot (kg) Nilai (US$)

2003 270 3,042 456,401 311,663 2004 1,857 4,448 2,785,795 1,035,894 2005 11,070 16,336 4,404,286 1,659,165 2006 3,118 5,438 14,077 27,743 2007 100 158 2,682,312 1,471,589 2008 2,086 3,630 1,795,170 1,188,172 Sumber : Departemen Perindustrian RI (2009)

Bahan baku pembuatan sirup glukosa, terutama pati singkong atau tapioka masih tersedia melimpah di Indonesia. Indonesia dalam beberapa tahun melakukan ekspor tapioka. Data ekspor tapioka Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.3.

Tabel 1.3. Data ekspor dan impor tapioka pada 2003-2008

Tahun Ekspor Impor

Bobot (kg) Nilai (US$) Bobot (kg) Nilai (US$)

2003 16,071,768 1,893,691 6,123,791 1,039,139 2004 64,534,576 8,826,266 500,583 168,485 2005 39,848,839 5,963,178 462,395 183,389 2006 13,181,546 3,041,565 333,644 135,653 2007 10,720,484 3,791,560 232,511 90,836 2008 4,911,509 2,267,185 455,688 295,596 Sumber : Departemen Perindustrian RI (2009)

(19)

3 masih terbuka lebar dan persaingan belum ketat. Oleh karena itu, peluang untuk memasuki pasar sirup glukosa masih terbuka lebar.

Pesantren merupakan suatu institusi pendidikan Islam yang sudah lama tumbuh dan berkembang di Indonesia. Dalam perjalanannya, pesantren memerlukan suatu penopang perekonomian pesantren untuk bisa tumbuh dan berkembang dengan pesat. Pengembangan sektor pertanian dan pengolahan hasil pertanian (agroindustri) di pesantren merupakan salah satu alternatif untuk mengembangkan sektor perekonomian pesantren, mengingat sebagian besar pesantren terletak di wilayah pedesaan yang merupakan basis pertanian.

Pesantren Raudlatul Ulum merupakan salah satu pesantren yang terletak di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, tepatnya di Desa Guyangan, Kecamatan Trangkil. Kabupaten Pati merupakan salah satu daerah penghasil tapioka. Salah satu sentra penghasil tapioka di Kabupaten Pati terletak di Kecamatan Margoyoso yang merupakan tetangga Kecamatan Trangkil yang letaknya tidak jauh dari Pesantren Raudlatul Ulum. Di Kabupaten Pati, juga banyak berkembang industri makanan dan minuman, baik skala kecil maupun besar. Hal ini merupakan suatu peluang bagi Pesantren Raudlatul Ulum untuk mengembangkan industri sirup glukosa.

Teknologi pembuatan sirup glukosa juga tidak terlalu rumit. Produksi dapat dibuat dalam skala besar maupun kecil. Skala produksi yang dipilih dapat disesuaikan dengan kemampuan investasi modal pesantren. Selain itu, pengembangan sirup glukosa di Pesantren Raudlatul Ulum ini dapat memberikan beberapa keuntungan, baik bagi pesantren maupun masyarakat, seperti keuntungan ekonomi yang dapat menopang pengembangan pesantren, mengangkat nama pesantren, menciptakan lapangan kerja, dan menggairahkan perekonomian masyarakat.

(20)

4 pada beberapa aspek pendirian industri, yaitu aspek pasar dan pemasaran, teknik dan teknologi, manajemen dan organisasi, lingkungan dan legalitas, dan analisis finansial.

B. Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah mengkaji kelayakan pendirian industri sirup glukosa dari tapioka di Pesantren Raudlatul Ulum, Pati dari aspek pasar dan pemasaran, teknik dan teknologi, manajemen dan organisasi, lingkungan dan legalitas, dan analisis finansial.

C. Ruang Lingkup

(21)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tapioka

Tapioka atau pati singkong merupakan pati yang dihasilkan dari umbi ubi kayu atau singkong (Manihot utilissima). Pati tapioka diperoleh dengan cara mengekstraknya dari singkong dengan menggunakan air, kemudian diendapkan dan dikeringkan.

Menurut Balagopalan et al. (1988), beberapa karakteristik tapioka di antaranya adalah sebagai berikut.

• Bila proses pembuatannya tepat, tapioka berwarna putih. Berkurangnya tingkat keputihan akan mempengaruhi kualitas dan harga.

• pH normal tapioka adalah 6.3 sampai 6.5. Standar pH tapioka bervariasi. The Indian Standard Institution (ISI) mengizinkan kisaran pH antara 4.7-7 untuk pati yang digunakan untuk pangan, sedangkan Tapioca Institute lebih ketat dengan menetapkan standar sebesar 4.5-6.5.

• Ukuran granula tapioka adalah 5-40 µm.

• Kandungan amilosa tapioka sebesar 16-18 persen.

• Suhu gelatinisasi tapioka berkisar antara 58.5 oC sampai 70 oC.

• Tapioka tidak beraroma, sehinga dapat digunakan untuk berbagai keperluan di antaranya kosmetik dan makanan.

• Tapioka tidak berasa. Tidak adanya rasa dan after taste (seperti pada jagung misalnya) membuat tapioka cocok digunakan pada produk seperti pudding dan pie.

• Saat dimasak, tapioka akan menjadi pasta yang jernih sehingga cocok untuk dikombinasikan dengan berbagai pewarna.

• Perbandingan kadar amilopekin dan amilosa pada tapioka yang sebesar 80:20 menyebabkan tapioka memiliki titik viskositas yang tinggi yang sangat berguna untuk berbagai aplikasi.

Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik.

(22)

6 dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak terlarut disebut amilopektin.

Amilosa dapat dideskripsikan sebagai molekul linier yang merupakan rangkaian dari sejumlah besar unit glukosa yang berikatan α-(1,4)-glikosidik

(Manners, 1979). Amilopektin adalah polimer berantai cabang dengan ikatan α

-(1,4)-glikosidik dan ikatan α-(1,6)-glikosidik di tempat percabangannya. Setiap

cabang terdiri atas 25-30 unit D-glukosa (Smith dalam Leneback dan Imlet, 1982). Hidrolisis amilosa menghasilkan maltosa, glukosa, dan oligosakarida lainnya (Alais dan Linden, 1991).

Tapioka dapat digunakan untuk membuat berbagai produk turunan pati, seperti pati termodifikasi dan produk hidrolisat pati. Contoh produk pati termodifikasi adalah pati pregelatinisasi, pirodekstrin, dan heat-moisture treated starch. Contoh produk hidrolisat pati adalah sirup glukosa, maltodekstrin, sirup fruktosa, dan sirup maltosa.

B. Sirup Glukosa

Sirup glukosa merupakan nama dagang dari larutan hidrolisis pati. Hidrolisis dapat dilakukan dengan bantuan asam atau dengan enzim pada waktu, suhu, dan pH tertentu (Tjokroadikoesoemo, 1986).

Definisi sirup glukosa menurut SNI 01-2978-1992 yaitu cairan kental dan jernih dengan komponen utama glukosa, yang diperoleh dari hidrolisis pati dengan cara kimia atau enzimatik. Proses hidrolisis pati menjadi molekul glukosa dapat dilihat pada Gambar 2.1.

(C6H10O5)n + n H2O n C6H12O6

Pati katalis dan panas glukosa

Gambar 2.1. Proses hidrolisis pati menjadi glukosa

(23)

7 tidak menyatakan kandungan glukosa yang sebenarnya dari produk tetapi berhubungan dengan kandungan gula pereduksi dari semua jenis gula yang terdapat dalam produk. Menurut Tjokroadikoesoemo (1986), sirup glukosa di dalam perdagangan dibedakan berdasarkan nilai DE yang terdiri atas empat tipe, yaitu tipe I (DE 20-38), tipe II (DE 38-58), tipe III (DE 58-73), dan tipe IV (DE>73).

Derajat polimerisasi (DP) juga digunakan sebagai parameter pada penentuan mutu sirup glukosa. DP menunjukkan jumlah unit glukosa sebagai komponen individual dalam sirup. DP 1 = dekstrosa (1 unit), DP 2 = maltosa (2 unit), dan DP 3 = maltotriosa (3 unit) (Dziedzic dan Kearsley, 1984).

Tabel 2.1. Standar mutu sirup glukosa menurut SNI 01-2978-1992

No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan

1 Keadaan 1.1 Bau 1.2 Rasa 1.3 Warna Tidak berbau Manis Tidak berwarna

2 Air % b/b Maks. 20

3 Abu % b/b Maks. 1

4 Gula pereduksi dihitung sebagai D-Glukosa

% b/b Min. 30

5 Pati Tidak ada

6 Cemaran Logam : 6.1 Timbal 6.2 Tembaga 6.3 Seng ppm ppm ppm Maks. 1 Maks. 10 Maks. 25

7 Arsen ppm Maks. 0,5

8 Cemaran mikroba : 8.1 Angka lempeng total 8.2 Bakteri coliform 8.3 E. coli

8.4 Kapang 8.5 Khamir Koloni/g APM/g APM/g Koloni/g Koloni/g

Maks. 5 x 102 Maks. 20 Kurang dari 3 Maks. 50 Maks. 50 Sumber : Pusat Standardisasi Industri Departemen Perindustrian (1992)

Hidrolisis asam merupakan proses pemecahan pati secara acak yang tidak dipengaruhi oleh keberadaan ikatan α-1,6-D-glukosidik. Menurut Wurzburg

(1986), hidrolisis dengan asam akan lebih sensitif pada ikatan α-1,4-D-glukosidik

(24)

8 terdapat pada bagian kristalin. Bagian ini tersusun dengan sangat rapat sehinga sangat sukar dimasuki air dan atau asam, akibatnya akan lebih tahan terhadap asam. Bagian amorf walaupun tersusun oleh ikatan α-(1,6) merupakan daerah

yang kurang padat, amorf, dan mudah dimasuki air sehingga akan memudahkan penetrasi dan hidrolisis asam terhadap granula pati.

Proses hidrolisis asam lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan hdrolisis enzim karena peralatan yang digunakan tidak terlalu rumit, namun pembuatan sirup glukosa dengan cara ini juga menimbulkan beberapa masalah. Peralatan yang diperlukan harus tahan korosi. Sirup yang dihasilkan mempunyai nilai kemanisan yang rendah karena nilai ekuivalen dekstrosanya rendah. Peningkatan ekuivalen dekstrosa di samping terjadi degradasi karbohidrat, juga terjadi rekombinasi produk degradasi yang dapat mempengaruhi warna dan rasa (Berghmans, 1981).

Menurut Wilbraham dan Matta (1992), hidrolisis berarti suatu pembelahan molekul dalam air. Jika molekul terbelah, hidrogen dari air melekat pada salah satu produk, sedangkan –OH pada produk lainnya. Hidrolisis gula yang termasuk rumit dilakukan dengan memanaskan larutan karbohidrat dengan air dan sedikit katalis asam.

Hidrolisis secara enzimatis memiliki perbedaan mendasar dibandingkan hidrolisis secara kimiawi dan fisik dalam hal spesifitas pemutusan rantai polimer pati. Hidrolisis secara kimiawi dan fisik akan memutus rantai polimer secara acak, sedangkan hidrolisis enzimatis akan memutus rantai polimer secara spesifik pada percabangan tertentu (Norman, 1981).

Hidrolisis enzimatis memiliki beberapa keuntungan, yaitu prosesnya lebih spesifik dan produk yang dihasilkan sesuai dengan yang diinginkan. Kondisi proses yang dapat dikontrol, biaya pemurnian yang lebih murah, produk samping dan abu yang dihasilkan lebih sedikit, dan kerusakan warna yang dapat diminimalkan merupakan keunggulan proses enzimatis ini (Norman, 1981).

(25)

9 viskositas (Chaplin dan Buckle, 1990). Likuifikasi menghasilkan oligosakarida. Sakarifikasi merupakan proses dimana oligosakarida sebagai hasil dari tahap likuifikasi dihidrolisis lebih lanjut oleh enzim tunggal atau enzim campuran menjadi glukosa.

C. Studi Kelayakan

Kadariah et al. (1999) dan Sutojo (1983) menyebutkan bahwa kajian terhadap keadaan dan prospek suatu pabrik dilakukan atas aspek-aspek tertentu yaitu aspek teknis, aspek manajerial dan administratif, aspek organisasi, aspek pemasaran, aspek finansial, dan aspek ekonomi. Umar (2005) menambahkan bahwa kajian terhadap keadaan dan prospek suatu pabrik juga memerlukan analisis terhadap aspek lingkungan, aspek legalitas, dan aspek sosial dan ekonomi. Aspek-aspek tersebut biasanya dianalisis dengan teknik-teknik tertentu dengan mempertimbangkan manfaat bagi industri tersebut.

1. Aspek Pasar dan Pemasaran

Aspek pasar dan pemasaran dikaji untuk mengungkapkan permintaan, penawaran, harga, program pemasaran, dan perkiraan penjualan yang dapat dicapai oleh perusahaan, atau pangsa pasar yang dapat dikuasai oleh perusahaan (Husnan dan Muhammad, 2000).

Studi pasar dan pemasaran dapat dikatakan merupakan “darah daging” setiap studi kelayakan. Bagi suatu proyek baru, pengetahuan dan analisis pasar bersifat menentukan karena banyak keputusan tentang investasi tergantung dari hasil analisis pasar (Simarmata, 1992).

Sutojo (1983) menyebutkan bahwa dalam mengkaji aspek pasar dan pemasaran, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut.

• Bagaimana produk tersebut dalam masa kehidupannya di pasar dewasa ini. • Berapa permintaan produk di masa lampau dan sekarang, bagaimana

komposisi permintaan tiap segmen pasar serta bagaimana kecenderungan perkembangan permintaan.

• Bagaimana proyeksi permintaan produk pada masa mendatang serta berapa persen dari permintaan dapat diambil.

(26)

10 Kegunaan dari analisis pasar adalah menentukan besar, sifat, dan pertumbuhan permintaan total akan produk yang bersangkutan, deskripsi tentang produk dan harga jual, situasi pasar dan adanya persaingan, berbagai faktor yang ada pengaruhnya terhadap pemasaran produk, dan program pemasaran yang sesuai untuk produk (Edris, 1993).

2. Aspek Teknik dan Teknologi

Aspek teknis dan teknologi merupakan salah satu aspek penting bagi proyek karena merupakan jawaban dari pertanyaan dapat tidaknya produk tersebut dibuat. Hal ini sangat dirasakan jika bidang usaha yang digunakan bersifat manufacturing atau poros intinya adalah teknologi (Simarmata, 1992).

Sutojo (1983) menyebutkan bahwa evaluasi aspek teknis dan teknologi meliputi hal-hal sebagai berikut.

• Penentuan lokasi proyek, yaitu lokasi dimana suatu proyek akan didirikan, baik untuk pertimbangan lokasi maupun lahan proyek. Peubah-peubah yang perlu diperhatikan antara lain iklim dan keadaan tanah, fasilitas transportasi, ketersediaan tenaga kerja, tenaga listrik dan air, keadaan dan sikap masyarakat, dan rencana masa depan perusahaan untuk perluasan.

• Penentuan kapasitas produksi ekonomis yang merupakan volume atau jumlah satuan produk yang dihasilkan selama waktu tertentu.

• Pemilihan teknologi yang tepat yang dipengaruhi oleh kemungkinan pengadaan tenaga ahli, bahan baku dan bahan pembantu, kondisi alam dan lainnya tergantung proyek yang didirikan.

• Penentuan proses produksi yang akan dilakukan dan tata letak pabrik yang dipilih, termasuk tata letak bangunan dan fasilitas lain.

3. Aspek Manajemen dan Organisasi

(27)

11 pembangunan dan implementasi bisnis dapat direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan sehingga rencana bisnis dapat dinyatakan layak atau sebaliknya.

Aspek manajemen operasional adalah suatu fungsi atau kegiatan manajemen yang meliputi perencanaan organisasi, staffing, koordinasi, pengarahan, dan pengawasan terhadap operasi perusahaan (Umar, 2005). Manajemen operasi meliputi bentuk organisasi atau badan usaha yang dipilih, struktur organisasi, deskripsi dan spesifikasi jabatan, jumlah tenaga kerja yang digunakan, anggota direksi, dan tenaga-tenaga lainnya (Husnan dan Muhammad, 2000).

4. Aspek Legalitas

Aspek legaitas penting karena menyangkut hukum yang mengatur tingkah laku badan usaha. Untuk menampung aspirasi dalam mencapai tujuan usaha diperlukan suatu wadah untuk melegalkan kegiatan. Dalam evaluasi yuridis, salah satu pokok pengamatan yang merupakan kekuatan yang menunjang gagasan usaha adalah tentang izin-izin yang harus dimiliki karena dapat dikatakan bahwa izin usaha merupakan syarat legalisasi usaha (Ariyoto, 1990).

Menurut Husnan dan Muhammad (2000), dalam pengkajian aspek yuridis atau hukum, hal yang perlu diperhatikan meliputi bentuk badan usaha yang akan digunakan dan berbagai akte, sertifikat, serta izin yang diperlukan.

5. Aspek Lingkungan

(28)

12

6. Aspek Finansial

Evaluasi aspek finansial dilakukan untuk memperkirakan jumlah dana yang diperlukan. Selain itu juga dipelajari struktur pembiayaan serta sumber dana yang menguntungkan (Djamin, 1984).

Dari aspek finansial dapat diperoleh gambaran tentang struktur permodalan bagi perusahaan yang mencakup seluruh kebutuhan modal untuk dapat melaksanakan aktivitas mulai dari perencanaan sampai pabrik beroperasi. Secara umum, biaya dikelompokkan menjadi biaya investasi dan biaya modal kerja. Kemudian dilakukan penilaian aliran dana yang diperlukan dan kapan dana tersebut dapat dikembalikan sesuai dengan jumlah waktu yang ditetapkan, serta apakah proyek tersebut menguntungkan atau tidak (Edris, 1993).

(29)

III. METODOLOGI

A. Kerangka Pemikiran

Pengembangan industri sirup glukosa harus mempertimbangkan beberapa faktor, yaitu analisis pasar dan pemasaran, analisis ketersediaan bahan baku, analisis teknis dan teknologis, analisis manajemen operasi dan organisasi, analisis legalitas, analisis lingkungan, dan analisis finansial. Hasil dari analisis-analisis tersebut dapat memberikan gambaran mengenai permasalahan-permasalahan yang mungkin ada, sehingga dapat disusun rekomendasi pengembangannya.

Teknik yang dilakukan dalam melakukan studi kelayakan industri sirup glukosa ini adalah mengumpulkan data-data yang dibutuhkan, baik data primer maupun sekunder. Data yang telah terkumpul kemudian diolah dan dihitung perincian biaya investasinya. Sebelum perincian biaya, terlebih dahulu ditentukan asumsi-asumsi. Asumsi-asumsi finansial yang digunakan antara lain umur ekonomis proyek, biaya-biaya operasional, kapasitas produksi, jumlah produk yang terjual, dan sebagainya. Alir kerangka pemikiran sebagai langkah-langkah penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1.

B. Pendekatan Studi Kelayakan

(30)
[image:30.595.210.476.82.684.2]

14 Gambar 3.1. Kerangka pemikiran penelitian

Selesai Penyusunan laporan

Analisis finansial • Penentuan asumsi

• Sumber dana dan struktur pembiayaan

• Biaya investasi

• Proyeksi rugi laba

• Proyeksi arus kas

• PBP, IRR, NPV, B/C Ratio, BEP

• Analisis sensitivitas

Analisis lingkungan dan legalitas • Analisis dampak lingkungan

• Peraturan pemerintah

• Perizinan

Analisis manajemen dan organisasi • Struktur organisasi

• Deskripsi kerja

• Spesifikasi kerja

• Kebutuhan tenaga kerja

Analisis teknik dan teknologi • Ketersediaan bahan baku

• Penentuan kapasitas produksi dan lokasi

• Pemilihan teknologi proses dan mesin dan peralatan

• Neraca massa dan energi

• Perencanaan tata letak

Analisis pasar dan pemasaran • Identifikasi potensi pasar

Segmenting, targetting, positioning, marketing mix Tabulasi data

Data cukup?

Pengumpulan data (primer dan sekunder) Studi pustaka, mempelajari deskripsi produk

dan industri Mulai

Survei lapang Tidak

(31)

15

[image:31.595.121.546.81.701.2]

Gambar 3.2. Diagram alir tahapan persiapan rencana investasi proyek (Djamin, 1984) Selesai Pelaporan Pelaksanaan investasi Keputusan Eksternalitas Rangking dari studi

kelayakan

Kriteria terukur Kriteria tidak terukur

Evaluasi kriteria Alternatif kelayakan Analisis finansial Analisis teknis Analisis pasar Studi kelayakan (+)

Dilakukan analisis lanjut (-)

Tidak dilanjutkan/batal

(32)

16

C. Metode Penelitian

Tahapan yang harus dilakukan pada studi kelayakan ini adalah melakukan analisis masalah dan meneliti aspek-aspek yang berhubungan dengan perancangan kelayakan industri tersebut yaitu aspek pasar dan pemasaran, aspek teknik dan teknologi, aspek manajemen operasi dan organisasi, aspek lingkungan dan legalitas, dan aspek finansial. Metode studi kelayakan ini terdiri dari pengumpulan data dan analisis data.

1. Pengumpulan Data

Data dan informasi dikumpulkan untuk keperluan analisis aspek-aspek yang berkaitan dengan proses perencanaan suatu analisis industri. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara dan survei lapangan. Wawancara dilakukan dengan pihak terkait serta para pakar bidang teknik dan teknologi yang sesuai. Survei lapangan dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai berbagai aspek ketersediaan bahan baku dan pasar. Data sekunder diperoleh dari laporan, artikel, jurnal, data statistik dari instansi-instansi pemerintah, swasta, balai penelitian, dan sebagainya.

2. Analisis Data

Analisis yang dilakukan meliputi analisis pasar dan pemasaran, teknik dan teknologi, manajemen dan organisasi, lingkungan dan legalitas, dan finansial. Analisis data dilakukan dengan dua metode pendekatan, yaitu analisis secara kualitatif dan kuantitatif.

a. Analisis Pasar dan Pemasaran

Aspek-aspek yang dikaji pada analisis pasar dan pemasaran meliputi analisis potensi pasar dan strategi pemasaran untuk mencapai pangsa pasar tersebut. Semua aspek tersebut diukur dengan teknik yang sesuai dengan kebutuhan penelitian dan sumber data yang diperoleh.

(33)
[image:33.595.216.407.143.401.2]

17 (marketing mix). Langkah-langkah dalam analisis pasar dan pemasaran ini dapat dilihat pada Gambar 3.3.

Gambar 3.3. Alir proses analisis pasar dan pemasaran

b. Analisis Teknik dan Teknologi

Analisis teknik dan teknologi meliputi ketersediaan bahan baku, penentuan kapasitas produksi dan lokasi, pemilihan teknologi proses, mesin dan peralatan, neraca massa dan energi, dan perencanaan tata letak, kebutuhan luas ruang produksi, dan site plant dari pabrik tersebut. Alir proses analisis aspek teknik dan teknologi dapat dilihat pada Gambar 3.4.

Selesai

Penentuan strategi bauran pemasaran Penentuan strategi pembentukan dan

pengembangan pasar Analisis potensi pasar sirup glukosa

Data cukup? Pencarian data

Mulai

Tidak

(34)
[image:34.595.178.505.78.454.2]

18 Gambar 3.4. Alir proses analisis aspek teknik dan teknologi

Ketersediaan bahan baku dianalisis dengan melihat data produksi tapioka, penggunaan tapioka, dan ekspor tapioka. Jika kebutuhan bahan baku tidak terpenuhi, maka dilakukan pencarian terhadap bahan baku lain yang bisa digunakan.

Penentuan kapasitas produksi dilakukan dengan memperhatikan ketersediaan bahan baku, pasar, dan kemampuan investasi. Ketiga komponen tersebut dianalisis sehingga didapatkan kapasitas produksi industri sirup glukosa ini.

Pemilihan jenis teknologi dan proses produksi didasarkan pada kemudahan proses produksi dan perkiraan biaya produksi. Pemilihan mesin dan peralatan ditentukan berdasarkan teknologi dan proses produksi yang dipilih. Neraca massa disusun untuk melihat laju alir, jumlah input, dan jumlah output masing-masing

Selesai

Penyusunan tata letak pabrik

Penyusunan diagram keterkaitan antaraktivitas, kebutuhan luas ruang produksi, jumlah mesin, dan jumlah operator

Penyusunan neraca massa dan energi Pemilihan teknologi proses, mesin,

dan peralatan Penentuan kapasitas produksi

Penentuan lokasi pabrik Bahan baku

cukup?

Pencarian data bahan baku Mulai

Tidak

Ya

(35)

19 komponen bahan pada setiap proses. Neraca energi disusun untuk melihat kesetimbangan energi di setiap proses dan keseluruhan proses serta menghitung jumlah energi yang dibutuhkan pada setiap proses dan keseluruhan proses.

Penentuan tata letak pabrik dilakukan dengan menganalisis keterkaitan antaraktivitas, kemudian menentukan kebutuhan luas ruang dan alokasi area. Untuk menganalisis keterkaitan antaraktivitas, perlu ditentukan derajat hubungan aktivitas. Derajat hubungan aktivitas dapat diberi tanda sandi sebagai berikut. • A (absolutely necessary) menunjukkan bahwa letak antara dua kegiatan harus

saling berdekatan dan bersebelahan.

• E (especially important) menunjukkan bahwa letak antara dua kegiatan harus bersebelahan.

• I (important) menunjukkan bahwa letak antara dua kegiatan cukup berdekatan. • O (ordinary) menunjukkan bahwa letak antara dua kegiatan tidak harus saling

berdekatan.

• U (unimportant) menunjukkan bahwa letak antara dua kegiatan bebas dan tidak saling mengikat.

• X (undesirable) menunjukkan bahwa letak antara dua kegiatan harus saling berjauhan atau tidak boleh saling berdekatan.

Sandi derajat hubungan aktivitas diletakkan pada bagian dalam kotak bagan keterkaitan antaraktivitas. Alasan-alasan yang mendukung kedekatan hubungan meliputi keterkaitan produksi, keterkaitan pekerja, dan aliran informasi. Alasan keterkaitan produksi meliputi urutan aliran kerja, penggunaan peralatan, catatan dan ruang yang sama, kebisingan, kotor, debu, getaran, serta kemudahan pemindahan barang. Alasan keterkaitan pekerja meliputi penggunaan karyawan yang sama, pentingnya berhubungan, jalur perjalanan, kemudahan pengawasan, pelaksanaan pekerjaan serupa, perpindahan pekerja, dan gangguan pekerja. Alasan informasi meliputi penggunaan catatan yang sama, hubungan kertas kerja, dan penggunaan alat komunikasi yang sama (Apple, 1990). Pada bagan keterkaitan antaraktivitas, alasan-alasan pendukung ini disesuaikan penempatannya dalam kotak agar tidak tumpang tindih dengan kode derajat hubungan antaraktivitas.

(36)

20 1. Mengidentifikasi semua kegiatan penting dan kegiatan tambahan.

2. Membagi kegiatan tersebut ke dalam kelompok kegiatan produksi dan pelayanan.

3. Mengelompokkan data aliran bahan atau barang, informasi, pekerja, dan lainnya.

4. Menentukan faktor atau subfaktor mana yang menunjukkan keterkaitan (produksi, pekerja, dan aliran informasi).

5. Mempersiapkan bagan keterkaitan antaraktivitas.

6. Memasukkan kegiatan yang sedang dianalisis ke sebelah kiri bagan keterkaitan antaraktivitas. Urutannya tidak mengikat, namun dapat juga diurutkan menurut logika ketergantungan kegiatan.

7. Memasukkan derajat hubungan antaraktivitas di dalam kotak yang tersedia. Bagan keterkaitan antaraktivitas yang telah dibuat kemudian diolah lebih lanjut menjadi diagram keterkaitan antaraktivitas. Berikut ini tahapan proses pembuatan diagram keterkaitan antaraktivitas.

1. Mendaftar semua kegiatan pada template kegiatan diagram keterkaitan antaraktivitas.

2. Memasukkan nomor kegiatan dari bagan keterkaitan antaraktivitas pada sisi pojok dan tengah setiap template t kegiatan diagram keterkaitan antaraktivitas untuk menunjukkan derajat kedekatan antaraktivitas.

3. Melanjutkan prosedur untuk setiap template yang tersedia sampai keseluruhan kegiatan tercatat.

4. Menyusun model dalam sebuah diagram keterkaitan aktivitas, memasangkan yang A terlebih dahulu, kemudian E, dan seterusnya.

5. Menggambarkan pola aliran sementara.

Kebutuhan luas ruang produksi tergantung pada jumlah mesin dan peralatan, tenaga kerja atau operator yang menangani fasilitas produksi, serta jumlah dan jenis sarana yang mendukung kegiatan produksi.

(37)

21 baku produksi untuk setiap operasi perlu diketahui. Jumlah mesin yang dibutuhkan (Mj) dapat dihitung dengan formula berikut.

Pij = tingkat produksi yang diinginkan untuk produk jenis ke-i pada

mesin tipe j, diukur dalam satuan keluaran per periode produksi. Tij = waktu produksi untuk produk jenis ke-i pada mesin tipe j diukur

dalam jam per unit.

Cij = jumlah jam dalam periode produksi yang tersedia untuk

memproduksi produk ke-i pada mesin tipe j.

Mj = jumlah mesin tipe j yang dibutuhkan per periode produksi.

n = jumlah jenis produk.

Kebutuhan luas ruang produksi tergantung pada jumlah mesin dan peralatan, tenaga kerja atau operator yang menangani fasilitas produksi, serta jumlah dan jenis sarana yang mendukung kegiatan produksi. Metode yang digunakan dalam menentukan kebutuhan luas ruang produksi adalah metode pusat produksi. Pusat produksi terdiri dari mesin dan semua perlengkapan untuk mendukung proses produksi serta luasan untuk melaksanakan operasi.

c. Analisis Manajemen dan Organisasi

(38)
[image:38.595.184.443.92.334.2]

22 Gambar 3.5. Alir analisis aspek manajemen dan organisasi

d. Analisis Lingkungan dan Legalitas

Analisis lingkungan meliputi sejauh mana keadaan lingkungan dapat menunjang perwujudan pendirian industri, terutama sumber daya yang diperlukan, seperti air, energi, manusia, dan ancaman alam sekitar, serta analisis mengenai dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh pendirian industri ini. Analisis legalitas meliputi mekanisme perizinan dan peraturan-peraturan yang berlaku.

e. Analisis Finansial

Kriteria-kriteria yang digunakan dalam analisis finansial meliputi net present value, internal rate of return, net benefit cost ratio, break even point, payback period, dan analisis sensitivitas. Kriteria-kriteria ini digunakan untuk melihat kelayakan industri secara finansial.

1. Net Present Value (NPV)

Net present value (NPV) adalah metode untuk menghitung selisih antara nilai sekarang investasi dan nilai sekarang penerimaan kas bersih (operasional maupun terminal cash flow) di masa yang akan datang pada tingkat bunga tertentu

Selesai

Menentukan struktur organisasi, deskripsi dan spesifikasi kerja, dan kebutuhan tenaga kerja

Menentukan bentuk usaha yang dipilih Mempertimbangkan :

• Data perkiraan investasi yang diperlukan dari penggunaan mesin dan bahan baku

• Data kapasitas produksi

• Teknologi proses yang digunakan Menentukan tujuan perusahaan

(39)

23 (Husnan dan Muhammad, 2000 dan Hernanto, 1991). Menurut Gray et al. (1993), formula yang digunakan untuk menghitung NPV adalah sebagai berikut.

dengan Bt = keuntungan pada tahun ke-t Ct = biaya pada tahun ke-t i = tingkat suku bunga (%)

t = periode investasi (t = 0,1,2,3,…,n) n = umur ekonomis proyek

Proyek dianggap layak dan dapat dijalankan apabila NPV > 0. Jika NPV < 0, maka proyek tidak layak dan tidak perlu dijalankan. Jika NPV sama dengan nol, berarti proyek tersebut mengembalikan persis sebesar opportunity cost faktor produksi modal.

2. Internal Rate of Return (IRR)

Internal rate of return (IRR) adalah tingkat suku bunga pada saat NPV sama dengan nol dan dinyatakan dalam persen (Gray et al., 1993). Menurut Sutojo (2002), IRR merupakan tingkat bunga yang bilamana dipergunakan untuk mendiskonto seluruh kas masuk pada tahun-tahun operasi proyek akan menghasilkan jumlah kas yang sama dengan investasi proyek. Tujuan penghitungan IRR adalah mengetahui persentase keuntungan dari suatu proyek tiap tahunnya. Menurut Kadariah et al. (1999), rumus IRR adalah sebagai berikut.

dengan NPV(+) = NPV bernilai positif

NPV(-) = NPV bernilai negatif

i(+) = suku bunga yang membuat NPV positif

(40)

24 Proyek layak dijalankan bila niai IRR lebih besar atau sama dengan dari nilai suku bunga yang berlaku.

3. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)

Net benefit cost ratio (Net B/C) merupakan angka perbandingan antara jumlah present value yang bernilai positif dan present value yang bernilai negatif (modal investasi). Perhitungan net B/C dilakukan untuk melihat berapa kali lipat manfaat yang diperoleh dari biaya yang dikeluarkan (Gray et al., 1993). Formulasi perhitungan net B/C adalah sebagai berikut.

!"#$" %&' " ( ")%

!"#$" %&' " ( ")%

Jika net B/C bernilai lebih dari satu, berarti NPV > 0 dan proyek layak dijalankan, sedangkan jika net B/C kurang dari satu, maka proyek sebaiknya tidak dijalankan (Kadariah et al., 1999).

4. Break Even Point (BEP), dan Payback Period (PBP)

Break even point atau titik impas merupakan titik di mana total biaya produksi sama dengan pendapatan. Titik impas menunjukkan bahwa tingkat produksi sama besarnya dengan biaya produksi yang dikeluarkan. Menurut Kotler (1993), hubungan antara biaya tetap dan biaya variabel dapat disajikan pada rumus berikut.

* +,++,+ .+/ +0 1 +-2 +1 - 3 / 4++3

Payback period merupakan kriteria tambahan dalam analisis kelayakan untuk melihat periode waktu yang diperlukan dalam melunasi seluruh pengeluaran

, untuk Bt-Ct > 0

(41)

25 investasi. Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai PBP adalah sebagai berikut.

3 4

dengan n = periode investasi pada saat nilai kumulatif Bt - Ct negatif

yang terakhir (tahun)

m = nilai kumulatif Bt - Ct negatif yang terakhir (Rp)

Bn = benefit bruto pada tahun ke-n (Rp)

Cn = biaya bruto pada tahun ke-n (Rp)

5. Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas dilakukan untuk mengkaji sejauh mana perubahan parameter aspek finansial berpengaruh terhadap keputusan yang dipilih. Apabila nilai unsur tertentu berubah dengan variasi yang relatif besar tetapi tidak berakibat terhadap investasi, maka dapat dikatakan bahwa keputusan untuk berinvestasi pada suatu proyek tidak sensitif terhadap unsur yang dimaksud. Sebaliknya bila terjadi perubahan yang kecil saja mengakibatkan perubahan keputusan investasi, maka dinamakan keputusan untuk berinvestasi tersebut sensitif terhadap unsur yang dimaksud. Analisis sensitivitas terhadap unsur-unsur yang terdapat di dalam aliran kas meliputi perubahan harga bahan baku, biaya produksi, berkurangnya pangsa pasar, turunnya harga jual produk per unit, ataupun tingkat bunga pinjaman (Soeharto, 2000).

(42)

IV. SEKILAS TENTANG PESANTREN RAUDLATUL ULUM

DAN KABUPATEN PATI

A. Pesantren Raudlatul Ulum

Pesantren Raudlatul Ulum yang berlokasi di Desa Guyangan, Kecamatan Trangkil, Kabupaten Pati, Jawa Tengah didirikan oleh Al Maghfurulah K. H. Suyuthi Abdul Qodir pada awal tahun 1950. Sejak awal berdirinya, pesantren ini terus menerus mengalami dinamika perkembangan dari hanya memiliki belasan santri hingga memiliki + 3.200 santri pada tahun ajaran 2008/2009 dan dari hanya memiliki sarana prasarana pendidikan yang amat sederhana hingga prasarana yang cukup representatif.

Pesantren Raudlatul Ulum mengelola beberapa unit pendidikan dengan berbagai jenjang. Unit-unit pendiikan di lingkungan Pesantren Raudlatul Ulum antara lain adalah sebagai berikut.

1. TK/RA (Raudlatul Athfal) Raudlatul Ulum. 2. Madrasah Ibtidaiyah ( MI) Raudlatul Ulum.

3. Madrasah Diniyah Raudlatul Ulum, yang terdiri dari: • Madrasah Diniyah Tsanawiyah (MDTs) dan • Madrasah Diniyah Persiapan Aliyah (MDPA)

4. Madrasah Tsanawiyah (MTs) Raudlatul Ulum, dengan status terakreditasi “A” Departemen Agama dan mu’adalah (disamakan) dengan Al Azhar Cairo Mesir.

5. Madrasah Aliyah (MA) Raudlatul Ulum, dengan status dengan status

terakreditasi “A” Departemen Agama dan mu’adalah (disamakan) dengan Al Azhar Cairo Mesir.

(43)

27

B. Kabupaten Pati

Kabupaten Pati terletak di daerah pantai utara Pulau Jawa dan di bagian timur dari Propinsi Jawa Tengah. Secara administratif kabupaten Pati mempunyai luas wilayah 150,368 ha yang terdiri dalam 21 kecamatan, 401 desa, 5 kelurahan, 1,106 dukuh serta 1,474 RW dan 7,524 RT.

Kabupaten Pati, dari segi letaknya, merupakan daerah yang strategis di bidang ekonomi sosial budaya dan memiliki potensi sumber daya alam serta sumber daya manusia yang dapat dikembangkan dalam semua aspek kehidupan masyarakat seperti pertanian, peternakan, perikanan, perindustrian, pertambangan dan penggalian, dan pariwisata. Dari data yang diperoleh, potensi utama kabupaten ini adalah pada sektor pertanian. Potensi pertanian cukup besar meliputi pertanian tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan. Kondisi alam, letak geografis, dan peninggalan sejarah merupakan potensi bagi pengembangan pariwisata di Kabupaten Pati seperti Waduk Gunungrowo, Goa Pancur, dan lain–lain.

Kabupaten Pati merupakan salah satu dari 35 daerah kabupaten atau kota di Jawa Tengah bagian timur, terletak diantara 1100, 50’ - 1110, 15’ bujur timur dan 60, 25’ – 70,00’ lintang selatan. Batas-batas wilayah Kabupaten Pati adalah sebagai berikut.

Sebelah utara : dibatasi wilayah Kabupaten Jepara dan Laut Jawa.

Sebelah barat : dibatasi wilayah Kabupaten Kudus dan Kabupaten Jepara. Sebelah selatan : dibatasi wilayah Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Blora. Sebelah timur : dibatasi wilayah Kabupaten Rembang dan Laut Jawa.

(44)
[image:44.595.131.494.122.605.2]

28 Tabel 4.1. Luas dan persentase penggunaan lahan sawah dan lahan bukan sawah

di Kabupaten Pati tahun 2007 (Ha)

Penggunaan Tanah Luas (Ha) Persentase (%)

1. Lahan Sawah 58,348 38.77

1.1. Pengairan Teknis 18,150 12.07

1.2. Pengairan I/2 Teknis 8,871 5.90

1.3. Pengairan sederhana 7,092 4.72

1.4. Pengairan Desa / Non P.U 1,981 1.32

1.5. Tadah Hujan 22,162 14.74

1.6. Pasang Surut - 0.00

1.7. Lainnya 92 0.06

2. Lahan Bukan Sawah 92,020 61.20

2.1. Rumah dan Pekarangan 28,730 19.11

2.2. Tegal 27,129 18.04

2.3. Padang Rumput 2 0.00

2.4. Hutan rakyat 1,667 1.11

2.5. Hutan Negara 17,866 11.88

2.6. Perkebunan 2,249 1.50

2.7. Rawa – rawa 19 0.01

2.8. Tambak 10,931 7.27

2.9. Kolam 90 0.06

2.10. Tanah Lainnya 3,337 2.22

Jumlah 150,368 100.00

Sumber : Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Pati dalam Pati dalam Angka (2008)

(45)
[image:45.595.139.487.109.323.2]

29 Tabel 4.2. Jumlah penduduk dan pertumbuhan penduduk

di Kabupaten Pati tahun 2001 – 2007

Tahun Jumlah Penduduk Pertumbuhan

Penduduk (%)

Laki-laki Perempuan Jumlah

2007 615,780 632,101 1,247,881 0.38

2006 613,628 629,579 1,243,207 1.45

2005 604,927 620,496 1,225,423 0.54

2004 600,700 617,567 1,218,267 0.79

2003 596,598 612,116 1,208,714 -

2002 585,265 602,337 1,187,602 0.58

2001 581,960 598,776 1,180,736 0.70

(46)

V. ANALISIS BAHAN BAKU

A. Spesifikasi Bahan Baku

Bahan baku utama yang digunakan dalam industri sirup glukosa ini adalah tapioka kasar. Tapioka jenis ini banyak dihasilkan oleh industri tapioka di Kabupaten Pati. Pusat produksi tapioka di Kabupaten Pati terletak di Kecamatan Margoyoso yang letaknya tidak jauh dari lokasi industri ini. Penggunaan tapioka kasar ini didasarkan pada faktor harga yang berhubungan dengan pembiayaan. Harga tapioka kasar lebih murah daripada tapioka yang sudah dihaluskan.

Tapioka kasar ini didapatkan dengan membeli langsung kepada produsen tapioka di pusat-pusat pengolahan tapioka. Karena jarak antara pusat pengolahan tapioka dan lokasi industri ini berdekatan, maka biaya transportasi pengangkutan bahan baku juga menjadi relatif kecil.

Tapioka yang digunakan dari produsen tapioka dapat berupa tapioka yang sudah dikeringkan maupun yang belum dikeringkan (tapioka basah). Tapioka yang sudah dikeringkan dapat disimpan dalam waktu lama, namun biasanya pada musim penghujan, para produsen tapioka tidak dapat menghasilkan tapioka kering karena pengeringan yang dilakukan masih mengandalkan sinar matahari, sehingga pada saat itu, industri ini dapat menggunakan tapioka basah sebagai bahan baku. Dalam penggunaan tapioka basah, penyediaan bahan baku harus direncanakan dengan baik karena umur simpannya yang jauh lebih pendek daripada tapioka kering. Menurut Jati (2007), waktu maksimal penyimpanan tapioka basah adalah empat hari, karena biasanya setelah waktu tersebut, tapioka akan mengeluarkan bau, dan dikhawatirkan dapat mempengaruhi mutu dari produk yang akan dihasilkan.

(47)
[image:47.595.127.519.103.347.2]

31 Tabel 5.1. Standar mutu tapioka menurut SNI 01-3451-1994

No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan

1 E.coli Koloni/g Maks. 10

2 Kapang Koloni/g Maks. 10 000

3 Raksa mg/kg Maks. 0.05

4 Arsen mg/kg Maks. 0.5

5 Angka lempeng total Koloni/g Maks. 1000 000

6 Timbal mg/kg Maks. 1

7 Tembaga mg/kg Maks. 10

8 Seng mg/kg Maks. 40

9 Derajat putih % Min. 94.5

10 Kekentalan Engler 3-4

11 Derajat asam ml 1N

NaOH/100 g Maks. 3

12 Kadar air % (b/b) maks. 15

13 Kadar abu % (b/b) Maks. 0.6

14 Serat dan benda asing % (b/b) Maks. 0.6

Sumber : Badan Standarisasi Nasional (1994)

Bahan baku penunjang yang digunakan adalah air, enzim α-amilase, enzim

glukoamilase, larutan HCl 30%, larutan NaOH 30%, dan arang aktif. Spesifikasi bahan penunjang tersebut disesuaikan dengan yang ada di pasaran.

B. Ketersediaan Bahan Baku

(48)
[image:48.595.168.457.105.273.2]

32 Tabel 5.2. Perkembangan jumlah industri dan produksi

tapioka di Kabupaten Pati

Tahun Jumlah Industri Produksi per Tahun (Ton)

2001 51 80,061

2002 59 92,291

2003 73 118,991

2004 80 127,441

2005 83 132,741

2006 88 140,681

2007 94 144,703

2008 109 159,322

Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Pati (2001-2008)

Industri tapioka di Kabupaten Pati tersebar di beberapa kecamatan. Industri tapioka paling banyak terdapat di Kecamatan Margoyoso, kemudian disusul oleh Kecamatan Trangkil. Pada 2008, jumlah industri tapioka terdaftar di Kecamatan Margoyoso sebanyak 80 industri dengan produksi sebesar 116,950 ton dan di Kecamatan Trangkil sebanyak 24 industri dengan produksi sebesar 34,322 ton. Penyebaran wilayah produksi dan jumlah produksi tapioka di Kabupaten Pati dapat dilihat pada Tabel 5.3 berikut.

Tabel 5.3. Penyebaran wilayah produksi dan jumlah produksi tapioka di Kabupaten Pati

Kecamatan Jumlah Industri Jumlah Produksi per Tahun (Ton)

Margoyoso 80 116,950

Trangkil 24 34,322

Tayu 1 1,200

Tlogowungu 1 1,850

Pati 1 3,000

Sukolilo 1 600

Cluwak 1 1,400

Jumlah 109 159,322

Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Pati (2001-2008)

[image:48.595.134.494.499.642.2]
(49)
[image:49.595.126.497.167.348.2]

33 merupakan penghasil singkong yang cukup besar. Data luas panen, produksi, dan produktifitas singkong di Kabupaten Pati dapat dilihat pada Tabel 5.4.

Tabel 5.4. Luas panen, produksi, dan produktifitas singkong di Kabupaten Pati

Tahun Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/Ha)

1998 11,669 288,912 24.76

1999 12,161 310,962 25.57

2000 11,450 274,174 23.95

2001 13,851 317,177 22.90

2002 15,123 224,575 14.85

2003 11,620 242,792 20.89

2004 18,259 397,498 21.77

2005 12,726 361,838 28.43

2006 14,020 364,255 25.98

2007 11,595 228,004 19.66

Sumber: Pati dalam Angka (2002-2008)

Selama sepuluh tahun terakhir, rata-rata luas panen, produksi, dan produktifitas singkong di Kabupaten Pati berturut-turut adalah sebesar 13,247 ha, 301,019 ton, dan 23.00 ton/ha. Dengan produksi sebesar itu, diperkirakan bahwa produksi singkong yang ada saat ini masih cukup aman untuk memenuhi kebutuhan bahan baku.

Air yang digunakan oleh industri ini dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu air untuk bahan baku produksi dan air untuk sanitasi. Air untuk sanitasi diperoleh dari air tanah. Air untuk bahan baku produksi diperoleh dari PDAM. Kebutuhan air untuk produksi per hari adalah 3800 liter atau 3.8 m3.

Bahan baku penunjang lain yang digunakan adalah enzim α-amilase,

(50)

VI. ANALISIS PASAR DAN PEMASARAN

A. Potensi Pasar

Sirup glukosa banyak dibutuhkan oleh berbagai industri makanan dan minuman. Sirup glukosa lebih banyak dipilih sebagai pemanis dibandingkan gula pasir karena sifatnya yang stabil dan tidak mudah mengkristal, sehingga produk yang dihasilkan lebih baik. Selain itu, sirup glukosa juga dapat dikonsumsi secara langsung sebagai pengganti gula pasir.

[image:50.595.145.480.395.532.2]

Sampai saat ini, kebutuhan sirup glukosa Indonesia masih banyak yang dipenuhi dari impor. Impor glukosa di Indonesia pada tahun 2008 mencapai 1,795,170 kg dengan nilai US$ 1,188,172. Tabel 6.1 memperlihatkan perkembangan ekspor dan impor glukosa di Indonesia.

Tabel 6.1. Data ekspor-impor glukosa di Indonesia

Tahun Ekspor Impor

Bobot (kg) Nilai (US$) Bobot (kg) Nilai (US$)

2003 270 3,042 456,401 311,663 2004 1,857 4,448 2,785,795 1,035,894 2005 11,070 16,336 4,404,286 1,659,165 2006 3,118 5,438 14,077 27,743 2007 100 158 2,682,312 1,471,589 2008 2,086 3,630 1,795,170 1,188,172 Sumber : Departemen Perindustrian (2009)

(51)

35 Kebutuhan gula pasir dalam negeri juga semakin meningkat. Produksi gula dalam negeri sekarang ini tidak mampu memenuhi permintaan yang semakin meningkat, sehingga dilakukan impor gula. Peningkatan permintaan gula ini sebagian besar didorong dari peningkatan tingkat konsumsi gula masyarakat, peningkatan jumlah penduduk, dan berkembangnya industri makanan dan minuman. Untuk itu, sirup glukosa ini dapat dijadikan sebagai alternatif pengganti gula pasir, baik untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri maupun konsumsi rumah tangga.

Tabel 6.2. Data Proyeksi Surplus/Defisit Gula Tahun 2006-2008

Tahun Penawaran (ton) Permintaan (ton) Surplus/Defisit (ton)

2006 2,357,219 2,598,831 -241,612

2007 2,478,016 2,629,258 -151,242

2008 2,605,002 2,660,041 -55,039

Sumber : Departemen Pertanian (2006)

Kabupaten Pati memiliki industri makanan dan minuman yang cukup banyak dengan berbagai skala produksi. Pada 2008, industri makanan dan minuman pengguna gula atau glukosa yang sudah terdaftar di Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Pati berjumlah 81 industri dengan berbagai skala. Industri-industri ini dapat dijadikan target pemasaran produk sirup glukosa di Kabupaten Pati.

(52)
[image:52.595.112.498.108.311.2]

36 Tabel 6.3. Data Industri/Usaha Makanan dan Minuman Pengguna Gula

atau Glukosa Terdaftar di Kabupaten Pati

Jenis Produksi Jumlah

Usaha

Jumlah Produksi (kg)

Asumsi Penggunaan

Gula (kg)1)

Es lilin 2 141,000 28,200

Kecap 26 3,358,550 1,679,275

Kue basah 1 370 148

Makanan dari coklat dan kembang gula 1 3,000 1,800

Makanan ringan 5 28,114,000 5,622,800

Minuman ringan 15 2,285,600 457,120

Nata de coco 3 89,650 17,930

Roti dan sejenisnya 24 1,627,894 651,158

Sirup 4 708,000 424,800

Jumlah 81 36,328,064 8,883,231

1) Asumsi didasarkan pada rata-rata komposisi gula pada setiap produk

[image:52.595.110.499.113.311.2]

Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Pati (2001-2008) Industri makanan dan minuman pengguna gula atau glukosa di Kabupaten Pati tersebar di beberapa wilayah kecamatan. Industri terbanyak berada di Kecamatan Pati dan Juwana. Sebaran industri tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.4.

Tabel 6.4. Data Sebaran Industri/Usaha Makanan dan Minuman Pengguna Gula atau Glukosa Terdaftar di Beberapa Kecamatan di Kabupaten Pati

Kecamatan Jumlah Usaha

Batangan 1

Dukuhseti 2

Gembong 1

Jakenan 2

Juwana 14

Margorejo 5

Margoyoso 7

Pati 25

Pucakwangi 2

Sukolilo 3

Tayu 8

Tlogowungu 1

Trangkil

Gambar

Tabel 1.1. Data impor gula tebu pada 2003-2008
Tabel 1.3. Data ekspor dan impor tapioka pada 2003-2008
Tabel 2.1. Standar mutu sirup glukosa menurut SNI 01-2978-1992
Gambar 3.1.  Kerangka pemikiran penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Melalui penelitian risiko yang dihadapi pada PT Dexton Indo Persada diharapkan dapat diperoleh data dan kesimpulan dari apa saja risiko yang dihadapi oleh perusahaan, yang

Untuk membuat sebuah aplikasi MVC, sebenarnya sama dengan yang dijelaskan pada bab 2, tetapi yang membedakan adalah adanya implementasi PersistenceAware, yang merupakan sebuah

mempersiapkan anak agar kompeten dalam olahraga, melainkan bermakna lebih luas sehingga mencakup ragam pengalaman gerak yang bermakna untuk. menyesesuaikan diri dengan

Teknik lain untuk mengamankan pesan, yang serupa dengan teknik pengamanan pesan pada permasalahan pemecahan fungsi hash adalah dengan menambahkan jumlah dijit hasil fungsi

Dengan laju bit (bit rate) sebesar 184 Mbps mungkin tidak menjadi masalah jika dimainkan dari harddisk pada komputer desktop, tetapi akan menjadi masalah

5 Ceklist monitoring dan evaluasi praktek menyuntik yang aman √ 6 Ceklist monitoring dan evaluasi pengelolaan linen kotor di ruangan √ 7 Ceklist monitoring dan evaluasi pembuangan

Dari pendasaran di atas, keyakinan atas apa yang terjadi pada karamah wali seperti misalnya pada Manaqib Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani atau pada cerita-cerita Sunan

Data Tabel 2 menunjukan indeks kesamarataan spesies pohon pada sub blok lindung dan sub blok perhutanan sosial termasuk ke dalam komunitas stabil, kecuali Indeks