• Tidak ada hasil yang ditemukan

Revolusi Media Televisi dan Kampanye Pem (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Revolusi Media Televisi dan Kampanye Pem (1)"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

REVOLUSI MEDIA TELEVISI DAN

KAMPANYE PEMILIHAN UMUM 2014

DI INDONESIA

DEDY MASRY

Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas ddy.79id@gmail.com

ABSTRAKSI

Menjelang pesta politik 2014 yang akan menentukan nasib bangsa Indonesia lima tahun ke depan, terlihat ada gejala revolusi media, khususnya televisi. Televisi muncul sebagai kekuatan baru yang mampu menggoyang opini publik dengan tayangan dan iklan-iklan yang disajikan, terutama bagi masyarakat awam. Kampanye politik melalui media televisi dinilai sangat efektif dan praktis karena jangkauannya yang luas dan bisa menembus ruang internal golongan manapun. Kecerdasan audiens sangat diperlukan, apalagi para penguasa atau yang memiliki akses terhadap media massa banyak terjun ke dunia politik, sehingga kenetralan dan objektifitas sebuah pesan yang ditayangkan melalui televisi sangat diragukan serta independensi yang dipertanyakan. Tingkat kepopuleran seorang tokoh politik juga sangat dipengaruhi oleh akses yang dimiliki kepada media. Makin besar akses yang dimiliki kepada suatu media, kesempatan untuk mempengaruhi opini publik juga semakin besar dan kesempatan memperoleh simpati dan dukungan masyarakat juga semakin meningkat.

PENDAHULUAN

Pemilihan Umum (Pemilu) 2014 akan dilaksanakan dua kali yaitu Pemilu Legislatif pada tanggal 9 April 2014 yang akan memilih para anggota dewan legislatif dan Pemilu Presiden pada tanggal 9 Juli 2014 yang akan memilih Presiden dan Wakil Presiden. Masa depan Indonesia 5 tahun kedepan ditentukan oleh pilihan rakyat Indonesia atas wakilnya yang akan duduk di kursi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) melalui Pemilu Legislatif serta pilihan akan pemimpin bangsa 5 tahun ke depan dalam Pemilu Presiden.

Bukan pilihan yang mudah bagi bangsa Indonesia untuk dapat memilih wakil-wakil rakyat yang tepat yaitu yang memiliki kredibilitas, kapabilitas dan tanggungjawab yang tinggi dalam menyuarakan suara-suara rakyat. Kenyataan yang ada selama ini tidak sedikit dari para wakil rakyat yang terpilih, buta dan tuli dalam melihat dan mendengarkan nasib serta suara-suara rakyat yang telah memilihnya. Mereka lebih mengutamakan kepentingan-kepentingan partai, kelompok, golongan dan diri pribadinya daripada mempedulikan rakyat yang mereka wakili. Ini dibuktikan dengan banyaknya para wakil rakyat yang duduk di kursi persakitan tersandung berbagai macam kasus.

Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Indonesia berikutnya akan diselenggarakan pada tahun 2014. Ini akan menjadi pemilihan presiden langsung ketiga di Indonesia dan bagi presiden yang terpilih akan mempunyai jabatan tersebut pada jangka waktu sampai lima tahun.

Media massa memiliki peran penting dalam Pemilu Legislatif Dan Pemilu Presiden 2014. Khusus untuk pilpres, publik melalui media mendapat informasi utuh mengenai bakal calon presiden. Informasi dan publikasi media dalam memberitakan kualitas dan rekam jejak calon presiden menjadi salah satu faktor penentu yang dapat merobah dan membentuk opini serta menjadi masukan bagi pemilih dalam menentukan pilihannya.

KAJIAN TEORITIS/KONSEP

(2)

Jika merujuk pada Undang-Undang No. 8 Tahun 2012 dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kampanye yaitu kegiatan-kegiatan penyampaian visi, misi, dan program pada waktu tahapan kampanye Pemilu. Dalam Undang-undang ini, selain waktu, diatur juga soal materi kampanye, metode kampanye, larangan dalam kampanye dan sanksi atas pelanggaran kampanye, yang semua itu nantinya akan diatur secara lebih teknis dalam peraturan-peraturan KPU. Permasalahannya, untuk kegiatan-kegiatan diluar tahapan, penyelenggara Pemilu biasanya tidak bisa mengambil tindakan atau memberikan sanksi terhadap pihak-pihak, baik partai politik maupun orang-perorang yang melakukan kampanye di luar yang telah diatur dalam undang-undang. Kampanye-kampanye atau kegiatan berbentuk Kampanye-kampanye melalui media dan pemasangan atribut ini telah terlalu banyak memenuhi ruang-ruang dan kehidupan kita. Intensitas kegiatan berbentuk kampanye semakin meningkat masa liburan dan hari besar keagamaan. Kampanye merupakan salah satu bentuk komunikasi politik yang dilakukan oleh para calon atau elit politik.

Fagen (1966), mengartikan komunikasi politik sebagai segala komunikasi yang terjadi dalam suatu sistem politik dan antara sistem tersebut dengan lingkungannya. Menurut Dahlan (1999) komunikasi adalah unsur yang esensial dalam demokrasi. Batasan demokrasi banyak ditentukan oleh komunikasi. komunikasi menentukan watak dan mutu demokrasi pada suatu masyarakat. Bachtiar Aly (2010), menyebut komunikasi politik sebagai proses penyampaian pesan politik dari elit politik kepada masyarakat secara timbal balik agar pesan-pesan politik yang disampaikan memperoleh respons yang diharapkan seperti terjadinya proses pengambilan keputusan politik secara demokratis, transparan dan tanggung gugat (akuntabiIitas).

Jauh-jauh hari sudah banyak Parpol atau calon tertentu yang sudah berkampanye secara terselubung. Mereka mulai merebut simpati massa melalui pendekatan-pendekatan persuasif. Semuanya mendadak menjadi baik hati, lebih perhatian dan lebih peduli terhadap masyarakat. Menjelang pemilu adalah masa dimana Parpol atau calon melakukan pendekatan kepada massa untuk menarik dukungan dan simpati. Kampanye dan pemilu pada dasarnya dianggap sebagai suatu ajang berlangsungnya proses komunikasi politik tertentu yang sangat tinggi intensitasnya. Ini dikarenakan dalam proses interaksi politik berlangsung dalam tempo yang singkat.

Para peserta kampanye berusaha menyakinkan masyarakat sebagai pemberi suara bahwa kelompok/partainya merupakan kelompok terbaik dibanding dengan kelompok-kelompok lain sehingga layak untuk dipilih dan memenangkan Pemilu. Pada dasawarsa terakhir, media massa dipandang sebagai satu alat kampanye yang sangat ampuh digunakan untuk mempublikasikan kelebihan bakal calon atau partai politik tertentu karena media massa merupakan sarana penyampaian pesan secara langsung kepada masyarakat luas. Menurut Soehadi, media massa adalah perantara atau alat-alat yang digunakan oleh massa dalam hubungannya satu sama lain. keefektifan media massa dalam menyampaikan pesan politik telah menjadikannya sebagai ajang pertempuran politik. Sekarang ini adalah abad atau masa informasi yang membuat siapapun yang memiliki akses kepada media massa memiliki kemampuan untuk membuat opini publik sesuai dengan apa yang diinginkannya.

Menurut Mc Quail, secara umum media massa memiliki berbagai fungsi bagi khalayaknya yaitu pertama, sebagai pemberi informasi; kedua, pemberian komentaratau interpretasi yang membantu pemahaman makna informasi; ketiga, pembentukan kesepakatan; keempat, korelasi bagian-bagian masyarakat dalam pemberian respon terhadap lingkungan; kelima, transmisi warisan budaya; dan keenam, ekspresi nilai-nilai dan simbol budaya yang diperlukan untuk melestarikan identitas dan kesinambungan masyarakat

METODOLOGI

(3)

ANALISIS DAN HASIL ANALISIS

Perhelatan politik yang akan digelar beberapa bulan ke depan merupakan hal yang lumrah bagi negara yang menganut sistem demokrasi. Menjelang agenda lima tahunan tersebut, saat ini bangsa Indonesia sudah dihadapkan kepada pilihan-pilihan yang akan menentukan nasib bangsa lima tahun berikutnya. Kampanye mulai gencar dilaksanakan untuk menarik simpati masyarakat dan mengumpulkan suara sebanyak-banyaknya, yang pada akhirnya menjadi pemenang dalam pertarungan politik tersebut. Kampanye dilakukan agar tingkat popularitas partai/golongan mendapat tempat di hati masyarakat, karena tingkat popularitas adalah salah satu faktor yang mempengaruhi dukungan masyakat.

Analisis kampanye dan opini publik

Opini publik merupakan pendapat dari suatu kelompok masyarakat yang diperoleh dari diskusi sosial dari pihak-pihak yang berkepentingan. Opini publik identik dengan kebebasan, keterbukaan dalam mengungkapkan ide-ide. Untuk membentuk opini publik atau seseorang, diperlukan adanya pemahaman terhadap mereka yang berkaitan dengan kepercayaan terhadap sesuatu, sikap (attitude), persepsi atau pengalaman tentang suatu objek/peristiwa. (R.P. Abelson)

Opini publik sangat bernilai bagi seseorang yang terlibat dalam ranah politik dengan alasan: (1) opini publik mewakili citra superioritas, sehingga ada keyakinan bahwa siapa yang menguasai opini publik, maka ia akan bisa mengendalikan orang lain. (2) opini publik mewakili realitas faktual sehingga individu merasa harus merespon sebagai cara untuk menunjukkan eksistensi diri. (3) opini publik berhubungan dengan citra, rencana dan operasi/aksi. Seringkali opini publik ini merefleksikan apa yang menjadi kemauan banyak orang. Karena itu, seorang yang terlibat dalam dunia politik akan berlomba-lomba memanfaatkan opini publik sebagai basis argumentasi atas alasan untuk memutuskan sesuatu.

Opini publik hanya dapat berkembang dinegara-negara demokratis dimana terdapat kebebasan bagi tiap individu untuk mengembangkan pendapatnya dengan lisan, tertulis, gambar-gambar, isyarat dan lambang lainnya yang dapat dimengerti. Kebebasan untuk menyatakan opini pengembangannya tidak akan terlepas dari sistem pers yang dianut oleh masyarakat itu sendiri.

Media adalah salah satu faktor yang bisa mempengaruhi opini publik. Tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan manusia pada zaman modern ini tidak terlepas dari peran media. Pembentukan mental manusia juga banyak dipengaruhi oleh media, karakter manusia juga sedikit banyak dipengaruhi oleh media. Maka media semakin marak digunakan sebagai penggiring opini masyarakat menuju pencitraan yang diinginkan. Dengan demikian, media pun telah menjadi alat pembentuk citra. Terlebih lagi pada masa kampanye, baik di tingkat daerah, maupun di tingkat nasional. Semua kandidat benar-benar memanfaatkan media secara maksimal. Para kandidat juga tidak segan-segan mengeluarkan dana kampanye yang besar demi menggiring opini masyarakat melalui penguasaan media. Maka tidak mengherankan jika para politikus negri ini adalah seorang penguasa media.

Begitu besarnya peran media massa dalam pembentukan opini publik, dan menjadikannya sebagai alat mengontruksi masyarakat. Kampanye yang dilakukan melalui media massa ini, seharusnya berlangsung secara jujur dan objektif. Tanpa bersifat menjatuhkan pencitraan orang lain dan memprofokasi pihak lain. Pemberitaan dan pengiklan yang dilakukan tidak membuat orang lain berburuk sangka apalagi “memanas-manasi” karena fenomena perilaku masyarakat kita yang biasanya mudah bersifat “beringas” ketika mendapatkan suatu berita atau informasi. Dan disamping itu sebagai masyarakat, kita dituntut untuk bisa berlaku arif dan bijaksana dalam menyikapi pemberitaan yang diperoleh serta tidak mudah terpancing sebelum mengetahui kebenaran suatu berita.

Jadi, kampanye politik yang dilakukan pada media massa yang bisa mempengaruhi bahkan membentuk opini publik hendaklah dilakukan secara jujur, objektif, tidak provokatif dan menjatuhkan pencitraan orang lain .

Analisis peran televisi dalam menentukan pilihan rakyat

(4)

Tidak dapat dipungkiri bahwa pesatnya kemajuan teknologi membuat media massa elektronik ini menjelma menjadi sebuah saluran kampanye terhadap masyarakat. Hal ini dikarenakan hampir setiap orang memiliki media ini. Oleh karena itu banyak partai atau calon yang akan berkompetisi dalam Pemilu memanfaatkan hal ini untuk menyampaikan visi dan misi mereka kepada masyarakat luas. Banyak sedikitnnya penayangan yang berhubungan dengan transformasi ataupun sosialisasi visi dan misi dari sebuah Partai maupun calon yang dijagokannya akan sangat mempengaruhi penilaian masyarakat terhadapnya. Oleh karena itu, bagi yang ingin mendapat kemenangan suara harus mampu “menguasai” media ini dengan penayangan iklannya. Tetapi tidak sedikit biaya tentunya. Televisi memiliki kemampuan yang besar untuk mempengaruhi pola pikir masyarakat, terutama masyarakat awam. Apalagi televisi mampu menjangkau semua golongan, termasuk yang memiliki kekurangan fisik tunarungu dan tunanetra. Seorang tunarungu masih bisa melihat tayangan di televisi, sedangkan tunanetra masih bisa mendengarkan. Hal inilah yang membuat televisi dijadikan sebagai saluran kampanye yang efektif. Namun kita juga tidak boleh melupakan salah satu tujuan usaha yaitu tentunya profit. Artinya kita jangan mudah terpedaya oleh media massa yang mengatasnamakan berimbang dan tidak memihak. Karena penayangan iklan tentunya tidak gratis. Banyak sedikitnya penayangan ditentukan oleh besar kecilnya biaya. Selain itu juga kita perlu melihat siapa yang ada di balik media itu. Sedekat apakah hubungan antara sebuah media dengan pemerintah, Parpol, maupun tokoh politik lainnya? Ini sebagai parameter untuk mengukur netralitas sebuah media. Karena ini mempengaruhi pada setiap pemberitaan oleh media.

Tentunya kita sering melihat sebuah media lebih condong pada pemerintah atau partai tertentu. Kalau kita jeli dalam mencermati berita oleh media cetak ataupun elektronik, terkadang pemeberitaan selalu menyudutkan salah satu pihak dan mengunggulkan pihak yang lain. Selalu mencari kesalahan pihak ‘lawan’ tanpa melihat juga kesalahan pihak yang dibela.

Suatu pesan atau berita yang sering diulang-ulang akan dapat menarik perhatian seseorang dibanding dengan pesan yang kurang banyak diungkapkan. Terlebih jika suatu berita serentak di berbagai surat kabar maupun televisi ditayangkan. Dalam surat kabar, sebuah berita besar atau yang menjadi topik utama selalu ditempatkan di halaman depan dengan judul yang menarik dan membuat penasaran ditambah dengan foto yang mendukung.

Semakin sering seorang tokoh atau berita tentang partai dimuat di halaman itu, maka akan semakin terkenallah dia. Kita coba ingat kembali berita dalam surat kabar pada waktu menjelang Pemilu 2004. Siapakah calon, tokoh, atau partai yang sering ‘berpose’ di halaman utama. Tentunya kita sering melihat berita tentang tokoh baru tersebut, tentunya seorang figur Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Nama dan partainya begitu sering muncul, ditambah dengan berita yang membuat simpati pada tokoh tersebut akibat disia-siakan oleh pemerintah sewaktu menjabat menteri.

Ternyata media massa baik surat kabar maupun televisi berpengaruh sangat besar bagi pemenangan dalam Pemilu. Komunikasi politik lebih efektif melalui sarana tidak langsung atau menggunakan media tersebut. Karena pesan yang disampaikan akan serentak diketahui oleh orang banyak di segala penjuru dan juga dapat diulang-ulang penayangannya. Persepsi, interpretasi, maupun opini publik mudah dipengaruhi lewat iklan maupun berita dalam media. Maka untuk menghindari terjadinya disfungsi media, media harus bisa menjadi penengah atau perantara antara pemerintah, elit partai, dan masyarakat. Di masa reformasi ini, dimana sudah mulai ada kebebasan pers seharusnya pers harus mengubah pola kerjanya yang semula ‘menjilat’ pemerintah karena terpaksa, tetapi sekarang harus netral dan sebagai alat kritik sosial bagi pemerintah maupun masyarakat.

Analisis dampak penguasa media terhadap objektifitas dan netralitas kampanye politik

Di era modernisasi kampanye politik di Indonesia pasca Orde Baru, televisi memang memainkan peranan yang sangat menentukan dalam mempengaruhi perilaku pemilih. Saiful Mujani dan Liddle dalam Personality, Party and Voter (2010) bahkan mengatakan bahwa lebih dari 88 persen pemilih di pemilu 2009 mengikuti kampanye politik melalui televisi. Dengan angka penetrasi yang demikian tinggi, menjadi wajar jika politisi beramai-ramai meningkatkan popularitasnya melalui layar kaca.

Inilah era telepolitics di mana televisi menggantikan organisasi partai politik sebagai saluran sosialisasi politik. Tayangan-tayangan televisi dari debat presiden, berita, talk show, sampai iklan politik telah memberi masyarakat akses yang luas terhadap informasi politik. Bentuk-bentuk kampanye langsung telah berganti menjadi kampanye melalui televisi dan media massa.

(5)

kanal dominan yang menghubungkan antara pemerintah, partai politik, dan warga. Proses komunikasi politik tidak terjadi secara langsung melalui komunikasi interpersonal. Perjumpaan secara fisik berganti dengan citra artifisial yang direproduksi media. Alih-alih dianggap sebagai warga negara, individu-individu lebih tepat disebut sebagai penonton dalam kultur baru ini.

Sedangkan tahapan kedua, media tidak lagi hanya menjadi arena politik dan kontestasi ideologis. Media telah menjadi aktor politik itu sendiri. Televisi melakukan proses menyaring berita yang akan disiarkan. Penyaringan ini dilakukan secara selektif oleh gatekeepers yang menentukan mana yang pantas diberitakan dan mana yang harus disembunyikan. Media membentuk dan memobilisasi opini publik mengenai persepsi dan pemahaman politik. Tujuannya, tentu saja, membentuk agar agenda media – beserta berbagai kepentingan politik di belakangnya – menjadi agenda publik.

Tahapan ketiga yang merupakan tahapan terakhir memperlihatkan bentuk dari kekuatan media yang “tak terlihat”. Tahap ini terjadi ketika masyarakat atau lebih luas sistem sosial dan politik mengadopsi bagaimana nalar media bekerja. Masyarakat terjebak dalam rutinitas yang diciptakan oleh media. Semisal tentang bagaimana logika media mengeluarkan atau menahan satu isu, melakukan konfrontasi, membuka ruang polemik, sampai personifikasi isu, dan sebagainya.

Televisi telah menjadi elemen komunikasi politik yang perannya melampaui partai politik dan warga. Aktor-aktor politik harus menggunakan media untuk memastikan pesan-pesannya – baik berupa program-progam politik, pernyataan sikap, maupun kampanye – sampai kepada publik. Pengaruh media jauh melampaui apa yang bisa dilakukan oleh partai politik dalam menyampaikan pesan-pesannya. Konsekuensinya, akses terhadap media menjadi perhatian utama aktor-aktor politik yang saling bersaing.

Wajar jika saat ini, para pemilik televisi yang juga politikus mendapatkan ruang yang lebih banyak di televisinya. Berbeda dengan partai-partai politik yang tidak memiliki televisi. Tak perlu repot-repot menghitung statistik kuantitas kemunculan Hary Tanoe, Surya Paloh, sampai Aburizal Bakrie di stasiun televisi miliknya. Yang harus diperhatikan, bahaya sekaligus kelemahan kelemahan kampanye politik melalui televisi segera terlihat terang benderang ketika nalar publik sudah bekerja seiring dengan logika industri televisi.

Banyaknya penguasa televisi yang juga terjun dalam bidang politik membuat kenetralan televisi sebagai media diragukan. Pasalnya, media televisi yang harusnya bersifat netral terhadap berita-berita di masyarakat, terutama berita politik, dapat berperan pula sebagai pembentuk opini masyarakat baik langsung maupun tak langsung.

Sebagaimana diketahui, terdapat tiga bos televisi yang kini mewarnai dunia politik, yaitu Hary Tanoesoedibjo yang merupakan bos MNC TV, sebuah perusahaan yang membidangi RCTI, Global TV, dan MNC TV, Aburizal Bakrie sebagai pemilik ANTV dan TVOne, serta Surya Paloh yang memiliki Metro TV.

Penggunaan media TV tersebut sangat dirasakan oleh bos televisi tersebut, karena kerap muncul baik di iklan politik maupun di pemberitaan. Pendeklarasian Wiranto dan Hary Tanoesoedibjo menjadi capres dan cawapres yang akan melaju di pemilu 2014 misalnya, tak melihat dari hasil survey yang berkembang saat ini. Padahal, elektabilitas mereka dalam survey tergolong rendah. Pemilik TV yang juga merupakan tokoh politik tersebut menjamin bahwa kenetralan televisi dan media lain yang dikelolanya akan tetap bersifat netral.

Pemred TV One Totok Suryanto menanggapi bahwa iklan sang pemilik, Abruizal Bakrie yang ditayangkan sudah sesuai prosedur yang berlaku.Adjie Alfaraby dari Lingkaran Survey Indonesia mengaku bahwa potensi bos televisi untuk menjadi populer dengan media politik berupa TV mereka sangat besar. Fenomena ini tentu semakin membuat berbagai pihak mempertanyakan independensi media, terutama dalam media yang merupakan kepemilikan dari tokoh politik.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

(6)

Saran

Berdasarkan hasil pembahasan, penulis memiliki beberapa saran, yaitu: (1) bagi para kandidat yang akan mengikuti pertarungan politik ketika melakukan kampanye supaya membentuk opini publik yang positif dan melakukan pencitraan diri tanpa menjatuhkan pencitraan orang lain, (2) media massa seharusnya bersifat independen dan netral dalam penyampaian berita, sekalipun ada unsur kepentingan pribadi atau kelompok tertentu, (3) sebagai masyarakat umum, kita harus cerdas dalam menyikapi segala hal yang berbau provokasi, apalagi di musim kampanye seperti sekarang.

DAFTAR PUSTAKA

Aly, Bachtiar. 2010. “Komunikasi Politik sebagai Penjuru Penyelesaian.

Creswell, John. W. 1998. Qualitative Inquiry and Research Design; Choosing Among Five Traditions, London, SAGE Publications.

Dahlan, M. Alwi. 1999. “Teknologi Informasi dan Demokrasi”. Jurnal ISKI No. 4 Oktober.

Rosady Ruslan, Manajemen Humas dan Komunikasi: Konsep dan Aplikasi, Edisi Revisi, Rajawali Press. Jakarta.2001

Yuniati, Yenni. 2002, “Pengaruh berita di Surat Kabar terhadap Persepsi Mahasiswa tentang Politik”, Mediator: Jurnal Komunikasi Vol. 3 Nomor 1 Tahun 2002, Diterbitkan oleh Fikom Unisba, Bandung.

Majalah Indonesia 2014, No.1 Edisi Desember 2013, PT.Sukses Media: Jakarta Sunajo, Djoenasi. 1984. Opini Publik. Liberti: Yogyakarta

Referensi

Dokumen terkait

Metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau

Media evaluasi yang diterapkan adalah dengan menggunakan Computer Based Test (CBT) dengan perancangan menggunakan aplikasi software Hot Potatoes dengan memasukan

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan penyajian data-data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif merupakan data yang diperoleh di lapangan dengan

Kami sangat gembira kerana mempunyai seorang guru darjah yang baik sepertinya.... Ketua darjah saya / Ketua

Pada bagian di atas kolarn reaktor, kondensat hasil pendinginan sistem ventilasi kolarn reaktor (KLA 60) di kembalikan ke kolarn penyimpanan bahan bakar bekas (JAA 02).

SKRIPSI EVALUASI PENERAPAN ANALISIS COST-VOLUME-PROFIT ..... ADLN Perpustakaan

Dari hasil pengujian diperoleh kesimpulan bahwa kesesuaian model analisis untuk motivasi, kebiasaan belajar dan lingkungan belajar berpengaruh signifikan terhadap prestasi

HUBUNGAN EKSPRESI INTERFERON-