• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Argumen Informal Dalam Keran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pemanfaatan Argumen Informal Dalam Keran"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Pemanfaatan Argumen Informal Dalam Kerangka Pendekatan Saintifik Untuk Membantu Siswa SMA Melakukan Transisi ke Bukti Formal

Oleh

Hasan Hamid (hasan.hamid66@gmail.com)

Pendidikan Matematika, FKIP Universitas Khairun

(Sub Tema: Strategi Pembelajaran Dalam Pelaksanaan Kurikulum 2013)

Abstrak

Memahami dan mengkonstruksi bukti dari suatu lemma, teorema, akibat dan proposisi adalah salah satu pekerjaan yang sangat sulit, yang selalu dirasakan oleh siswa, mahasiswa maupun para matematikawan. Kesulitan ini pula yang sering dirasakan oleh para siswa dalam memahami bukti maupun mengkonstruksi bukti pada materi yang memerlukan proses pembuktian, untuk itu maka perlu dilakukan strategi dalam melakukan suatu pembuktian dengan memanfaatkan argumen informal yang didisain sesuai dengan kerangka pembuktian yang logis. Pemanfaatan informal argumen yang terdisain secara logis diharapkan menjadi transisi ke bukti formal, sehingga bisa membantu siswa dalam memahami bukti dan mengkonstruksi bukti. Disamping strategi yang didisain, maka pendekatan saintifik dalam pembelajaran memahami bukti dan mengkonstruksi bukti sangatlah dibutuhkan.

Kata Kunci: Argumen informal, bukti formal, transisi ke bukti formal, pendekatan saintifik.

A. Pandahuluan

Griffiths (dalam Weber, 2003) menyatakan bahwa bukti matematik adalah

suatu cara berpikir formal dan logis yang dimulai dengan aksioma dan bergerak

maju melalui langkah-langkah logis sampai pada suatu kesimpulan. Yang

dimaksud logis di sini, adalah semua langkah pada setiap argumen harus

dijustikasi oleh langkah sebelumnya. Menurut Healy dan Hoyles (Chen & Lin,

2009), bukti dalam matematika adalah jantung pemikiran matematika dan

penalaran deduktif. Sedangkan menurut (Yuanqian Chen, 2008) bukti adalah

langkah-demi-langkah yang mendemonstrasikan suatu pernyataan yang valid,

Selden dan Selden (Lee & Smith, 2009) menegaskan bahwa bukti dapat dianggap

sebagai bentuk khusus dari argumentasi di mana logika deduktif bertindak sebagai

(2)

2014) mendefinisikan bukti sebagai rangkaian implikasi logis yang menghasilkan

validasi teoritis dari suatu pernyataan. Bukti menurut Educational Development

Center (2003) adalah suatu argumentasi logis yang menetapkan kebenaran suatu

pernyataan. Menurut Hoyles (Armawa 2006), Kegiatan pembuktian dalam

matematika berperan sebagai metode uji untuk pengetahuan matematika yang

terpercaya, yang berbeda dengan metode induktif yang diterapkan dalam bidang

ilmu pengetahuan alam.

Untuk memahami bukti sangatlah terkait dengan gaya bahasa yang

digunakan dalam pembuktian, apabila tidak memahami gaya bahasa yang terdapat

dalam pembuktian akan menyulitkan peserta didik dalam pembuktian. Memahami

bukti dapat diartikan memahami bagaimana sistematika bukti itu dikemukakan,

dan dapat mengungkapkan kembali bukti tersebut dengan pemahaman dan gaya

bahasa peserta didik. Ketidakmampuan memahami bukti ini terlihat ketika mereka

harus mengkonstruksi bukti sebuah pernyataan atau teorema matematika dengan

pemahaman dan gaya bahasa mereka sendiri. Walaupun dalam contoh-contoh

pembuktian dari pernyataan dan sifat-sifat pada beberapa materi matematika di

kelas XI kelompok matematika peminatan telah diperkenalkan pembuktian, dan

ini sejalan dengan kompetensi dasar 3.12 dalam KI 3 dan kompetensi dasar 4.9

dalam KI 4 (Permendikbud No.59 Tahun 2014), namun penyederhanaan dalam

mengkonstruksi langkah-langkah pembuktian belum terlihat penjelasan dari setiap

premis-premis yang dipilih, inilah yang akan menyulitkan siswa memahami dan

mengkonstruksi kembali bukti tersebut.

Secara eksplisit disadari bahwa masalah pembuktian ini masih belum

banyak mendapatkan perhatian dalam pembelajaran di sekolah menengah atas

(SMA). Menurut Maya dan Sumarmo (2009) pembelajaran di sekolah menengah

masih lebih menekankan pada bagaimana memahami suatu konsep, menerapkan

konsep tersebut dalam contoh, dan kemudian mengerjakan soal latihan yang

berkaitan dengan konsep tersebut, yang tidak jauh dari contoh soal yang sudah

diberikan. Dengan kata lain bahwa peserta didik masih terbiasa menganalogikan

(3)

ini mengakibatkan peserta didik menjadi kesulitan mengerjakan soal latihan yang

berbeda dari contoh soal apalagi soal-soal menyangkut pembuktian. Untuk itu

maka perlu dipikirkan strategi lain yang dapat memberikan kemudahan kepada

peserta didik, strategi tersebut diantaranya pemotongan (chunking) dengan

pengkategorian/pengkodean dan alasan baik itu berupa pernyataan atau teorema

dalam melakukan pembuktian, pemotongan (chunking) ini bisa diasumsikan

sebagai argumen informal menuju bukti formal, inilah salah satu langkah agar

peserta didik mampu memahami bukti dan mengkonstruksi bukti yang diinginkan.

Kemampuan pembuktian matematika telah ditegaskan oleh Sumarmo

(2011) terbagi dua yakni: (1) Kemampuan membaca bukti yaitu kemampuan

menemukan kebenaran atau kesalahan dari suatu pembuktian serta kemampuan

memberikan alasan setiap langkah dalam pembuktian. (2) kemampuan

mengkontruksi bukti yakni kemampuan menyusun suatu bukti pernyataan

matematik berdasarkan definisi, prinsip, dan teorema serta menuliskannya dalam

bentuk pembuktian lengkap (pembuktian langsung atau tidak langsung). Hal ini

juga terkait dengan indikator kemampuan pembuktian, Sumarmo (2011)

menjelaskan bahwa kemampuan pembuktian dalam matematika meliputi: (1)

mengidentifikasi premis bersama implikasinya dan kondisi yang mendukung, (2)

memvalidasi bukti, yakni mengorganisasikan dan memanipulasi fakta untuk

menunjukkan kebenaran suatu statement bukti, dan (3) membuat koneksi antara

fakta dengan unsur dari konklusi yang akan dibuktikan.

B. Pendekatan Saintifik Dalam Pembelajaran Matematika

Dalam panduan pembelajaran berbasis kompetensi mata pelajaran

matematika kurikulum 2013 ditegaskan bahwa: Model pembelajaran yang

diperlukan adalah yang memungkinkan terbudayakannya kecakapan berpikir

sains, terkembangkannya “sense of inquiry” dan kemampuan berpikir kreatif

siswa (Alfred De Vito, 1989). Model ini lebih menekankan pada bagaimana

peserta didik dilibatkan secara aktif memperoleh pengetahuan, dan dipandang

sebagai subjek belajar sedangkan guru hanyalah sebagai fasilitator, sehingga

(4)

konsep, dan nilai-nilai baru yang diperlukan untuk kehidupannya. Proses

pencarian pengetahuan yang berkenaan dengan materi pelajaran matematika inilah

yang perlu dilatih sebagai suatu aktivitas proses sains sebagaimana dilakukan oleh

para ilmuwan (scientist).

Dijelaskan juga bahwa fokus proses pembelajaran diarahkan pada

pengembangan keterampilan siswa dalam memproseskan pengetahuan,

menemukan dan mengembangkan sendiri fakta, konsep, dan nilai-nilai yang

diperlukan (Semiawan: 1992). Hal ini sejalan dengan konsep pembelajaran

berbasis keterampilan proses sains yang dikemukaka oleh (Houston, 1988) bahwa

pembelajaran berbasis keterampilan proses sains yang lebih menekankan pada

kemampuan peserta didik dalam menemukan sendiri (discover) pengetahuan yang

didasarkan atas pengalaman belajar, hukum-hukum, prinsip-prinsip dan

generalisasi, sehingga lebih memberikan kesempatan bagi berkembangnya

keterampilan berpikir tingkat tinggi.

C. Pemanfaatan Argumen Informal dalam Mengkonstruksi Bukti Formal

Matematika sebagai ilmu pengetahuan dengan penalaran deduktif

mengandalkan logika dalam meyakinkan akan kebenaran suatu pernyataan. Faktor

intuisi dan pola berpikir induktif banyak berperan pada proses awal dalam

merumuskan suatu konjektur (conjecture) yaitu dugaan awal dalam matematika.

Proses penemuan dalam matematika dimulai dengan pencarian pola dan struktur,

contoh kasus dan objek matematika lainnya. Selanjutnya, semua informasi dan

fakta yang terkumpul secara individual ini dibangun suatu koherensi untuk

kemudian disusun suatu konjektur. Setelah konjektur dapat dibuktikan

kebenarannya atau ketidakbenaranya maka selanjutnya ia menjadi suatu teorema.

Pernyataan-pernyataan matematika seperti definisi, teorema dan pernyataan

lainnya pada umumnya berbentuk kalimat logika, dapat berupa implikasi,

biimplikasi, negasi, atau berupa kalimat berkuantor. Operator logika seperti and,

(5)

Penelitian tentang kemampuan pembuktian seperti Garuti et al, 1996;

Raman, 2003; Weber & Alcock, 2004 (Zhen, Pablo & Weber, 2013)

menganjurkan bahwa untuk menuliskan bukti formal secara ketat (rigorous),

setidaknya didasarkan pada argumen informal, meskipun tidak valid untuk

menyimpulkan sifat-sifat tentang konsep dengan pemeriksaan contoh tunggal

atau diagram konsep, wawasan yang diperoleh dari mempelajari diagram atau

contoh dapat menyarankan sifat yang mungkin benar dan berguna untuk

membangun bukti yang sah.

Dalam beberapa tahun terakhir, literatur tentang pendidikan matematika

telah bergerak/memulai untuk merekomendasikan bahwa bukti-bukti dasar dari

siswa dijadikan penjelasan informal dan telah mulai menganalisis jenis argumen

informal yang siswa dapat dan tidak dapat memformalkan ke bukti-bukti formal,

misalnya, Alcock & Weber, 2010; Pedemonte, 2007; Pedemonte & Reid, 2011

((Zhen, Pablo & Weber, 2013).

Dalam logika dan filsafat, argumen adalah suatu usaha untuk membujuk

seseorang dari sesuatu, dengan memberikan alasan untuk menerima kesimpulan

tertentu sebagai bukti. Argumen merupakan serangkaian pernyataan yang

mempunyai ungkapan pernyataan penarikan kesimpulan (Anonim). Dalam

argumen terdapat kata-kata seperti: Jadi, maka, oleh karena itu, dsb. Argumenter

diri dari pernyataan yang terbagi atas 2 kelompok, yaitu; Pernyataan sebelum kata

“jadi” yang disebut premis dan kelompok lain yang terdiri atas satu pernyataan

yang disebut konklusi.

Menurut Stylianides (Zhen, Pablo & Weber, 2013) bahwa argumen harus

memenuhi tiga standar untuk memenuhi syarat sebagai bukti yakni (i) penggunaan

inferensi yang berlaku, (ii) harus didasarkan pada fakta-fakta yang adalah benar

dan dapat diterima, dan (iii) menggunakan representasi yang sesuai, baik untuk

yang mengamati bukti dan komunitas matematika yang lebih luas.

Argumen informal sebagaimana dipelajari dalam logika formal, disajikan

(6)

argumen formal dipelajari dalam logika formal (sering disebut logika simbolik,

atau logika matematika) dan disajikan dalam bahasa formal.

Menurut Aberdein (2008) logika informal berkaitan dengan semua aspek

inferensi, termasuk yang tidak dapat ditangkap oleh bentuk logis. Selanjutnya

dijelaskan oleh Van Bendegem dan Van Kerkhove (2008) yakni bahwa

matematika memang sekitar bukti formal, tetapi argumen informal tetap dapat

berperan di dalamnya. Induktif, probabilistik, komputerisasi, visual, intuitif,

analogis atau model penalaran metafora adalah salah satu kandidat.

Selanjutnya akan dikemukakan konsep pengkategorian pemotongan

(chunking), potongan bisa merujuk ke kalimat, kelompok kata, atau bahkan satu

kata, tapi selalu mengacu pada unit yang berarti dalam bukti, proses pemotongan

(chunking) pembuktian ini diadopsi Milos Savic (2012) yakni:

Inferensi Informal (II) adalah kategori yang mengacu pada sepotong bukti yang

tergantung pada penalaran akal sehat. Sementara kesimpulan resmi tidak

mencerminkan sebuah contoh logika, ketika seseorang tergantung pada akal sehat,

kita melakukannya secara otomatis dan tidak membawa ke pikiran logika formal.

Misalnya, diberikan, kita dapat menyimpulkan dengan penalaran akal sehat, tanpa

perlu memanggil logika formal.

Logika formal (FL) proses pembuktian berdasarkan kerangka dari Modus

Tollens dan Hukum DeMorgan.

Definisi (DEF) mengacu pada sepotong dalam bukti yang menyerukan definisi

istilah matematika.

Asumsi (A) adalah kode untuk sepotong yang menciptakan/memperkenalkan

objek matematika atau mengasumsikan sifat dari sebuah objek dalam bukti.

Kategori ini dibagi lagi menjadi dua subkategori: "Pilihan" dan ". Hipotesis"

Asumsi (pilihan) mengacu pada pengenalan simbol untuk mewakili suatu objek

(sering tetap, tapi bisa berubah-rubah) tentang mana sesuatu akan terbukti - tapi

tidak asumsi sifat tambahan yang diberikan dalam hipotesis. Sebaliknya, Asumsi

(hipotesis) mengacu pada asumsi hipotesis dari teorema atau argumen (sifat

(7)

Referensi Interior (IR) adalah kategori untuk sepotong dalam bukti yang

menggunakan sepotong sebelumnya sebagai keyakinan untuk kesimpulan.

Kategori lain yang diamati dan dihitung adalah: Aljabar (ALG) adalah kategori

untuk setiap aljabar komputasi dilakukan dalam sepotong bukti.

Sebuah potongan yang merangkum kesimpulan dari teorema atau argumen

disebut pernyataan kesimpulan (C)

Sebuah potongan yang menyatakan kesimpulan dari bukti atau argumen dengan

kontradiksi dikategorikan sebagai pernyataan kontradiksi (CONT).

Sebuah pembatas (D) adalah kata atau kelompok kata yang menandakan awal

atau akhir dari sebuah subargumen. Hal sesuai yyang disampaikan oleh Konior

(1993), yang menggambarkan pembatas (yang juga disebut delimitators) sebagai

"tanda-tanda batas beberapa segmen teks, sangat sering dimasukkan dengan cara

yang halus ke dalam matematika 'singkatan' dari teks bukti. Pembatas umum

termasuk "sekarang," "selanjutnya," "pertama," "terakhir," "kasus 1," "dalam

kasus kedua," "bagian,"  ", "", "kasus dasar" (dalam induksi bukti), dan

"dengan induksi" (dalam induksi bukti).

Referensi Exterior (ER) adalah seperti referensi interior, kecuali bahwa referensi

berasal dari luar buktinya bukan dari dalam. Potongan "menurut Teorema 6"

adalah contoh dari referensi eksterior di baris ". . . Sekarang, berdasarkan

Teorema 6,. . . . ".

Memberikan label sebuah objek baru (biasanya lebih pendek) relabeling (REL).

Maksud dari Pernyataan (Statement of intent) (SI) disediakan untuk pernyataan

kecil dalam bukti yang menunjukkan apa yang dimaksudkan di seluruh argumen.

Kesamaan bukti (SIM) adalah serangkaian yang memberikan indikasi bahwa

bagian dari bukti akan diulang dengan dasarnya argumen yang sama yang

sebelumnya diberikan di bagian lain dari bukti.

Contoh 1: Untuk sembarang segitiga ABC, dengan panjang sisi-sisi a, b, c dan

A,  B,  C berlaku

(Matematika SMA Kelas XI/Buku

Siswa Kur. 2013, hal 181).

(8)

Dalam makalah ini hanya di ambil Alternatif Penyelesaian ke-1

Perhatikan gambar berikut:

ABC lancip, dengan padan njang sisi-sisinya adalah a, b, dan c. Garis AP merupakan garis tinggi, dimana BC  AP dan garis CQ merupakan garis tinggi,

diman CQ  AB.

Dari ABP diperoleh, atau ... (1)

Dari ACP diperoleh, atau ... (2)

Dari persamaan (1) dan (2) diperoleh,

(kalikan kedua ruas dengan

)

Maka diperoleh,

... (3)

Dari ACQ diperoleh, atau ... (4)

Dari BCQ diperoleh, atau ... (5)

Dari persamaan (4) dan (5) diperoleh,

(kalikan kedua ruas dengan

)

Maka diperoleh,

... (6)

Berdasarkan persamaan (3) dan (6), maka diperoleh

A

P B

C

Q b

a

(9)

Tabel 1. Pemotongan dan Pengkodean dari bukti Contoh 1 sebagai berikut:

Potongan Bukti Kategori Pengkodean Alasan

Asumsi Pilihan AC Memilih salah

satu ABC

Aljabar ALG Melakukan

(10)

)

Contoh 2: Diketahui setiga ABC seperti gambar di samping.

Buktikan bahwa

(Matematika SMA Kelas XI/Buku Siswa Kur. 2013, hal 193).

Penyelesaian:

Untuk bukti pada contoh 2, penulis akan menggunakan konsep pemotongan (chunking) sebagai argumen informal.

Tabel 2. Pemotongan dan Pengkodean sebagai argumen informal untuk Contoh 2 sebagai berikut:

Potongan Bukti Kategori Pengkodean Alasan

(11)

Dari BCK diperoleh,

IR dan ALG Memanfaatkan langkah

IR dan ALG Memanfaatkan langkah

IR dan ALG Memanfaatkan langkah

(12)

sebagai

kesimpulan dari bukti

Bukti Formalnya:

Dengan memanfaatkan gambar yang ada, kita buatkan garis tinggi pada segitiga tersebut seperti gambar berikut ini:

Langkah 1: Membuktikan

atau

Garis BK merupakan garis tinggi, dimana AC  BK dan garis AL merupakan garis tinggi, diman BC  AL

Dari BAK diperoleh, atau

... (1)

Dari BCK diperoleh, atau

... (2)

Dari persamaan (1) dan (2) diperoleh,

... (3)

Dari BAL diperoleh, atau

... (4)

Dari CAL diperoleh, atau

... (5)

Dari persamaan (1) dan (2) diperoleh,

... (6)

Dari persamaan (3) dan (6) diperoleh,

B

K C

A

L c

b

(13)

atau

... (7)

Langkah 2: Membuktikan

atau

Dengan memanfaat persamaan (3) dan (6) diperoleh,

atau

... (8)

Dari persamaan (7) dan (8) maka diperoleh,

D. Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan yang telah sampaikan pada awal tulisan ini tentang

bukti, kemampuan pembuktian dan memahami bukti maupun mengkonstruksi

bukti, maka untuk mengatasi kesulitan peserta didik dalam memahami bukti dan

mengkonstruksi bukti perlu dilakukan suatu strategi khusus untuk membantu

mereka, strategi yang ditawarkan ini bukan satu-satu cara untuk meningkatkan

kemampuan pembuktian, keaktifan dan keseriusan peserta didik dalam belajar

pembuktian itulah yang diperlukan dalam mengembangkan kemampuan

pembuktiannya. Strategi yang ditawarkan ini yakni memanfaatkan konsep

pemotongan (chunking) dan pengkodean sebagai sebuah argumen informal ini

masih perlu dilakukan telaah yang dalam sehingga bisa menghasilkan suatu model

chunking yang lebih baik lagi.

E. Referensi

Aberdein (2008). Mathematics and Argumentation. Kluwer Academic Publishers. Printed in the Netherlands. [Online]. Tersedia:

https://fit.academia.edu/AndrewAberdein . [Diakses 20 Agustus 2014].

Arnawa, I.M. (2006). Meningkatkan Kemampuan Pembuktian Mahasiswa Dalam Aljabar Abstrak melalui Pembelajaran Berdasarkan Teori APOS. Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung. Disertasi Doktor pada SPs UPI Bandung. (Tidak Diterbitkan).

(14)

(2014). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 59 Tahun 2014 tentang Kurikulum SMA. Jakarta.

Kusnandi (2008). Pembelajaran Dengan Strategi Induktif-Deduktif Untuk Menumbuhkembangkan Kemampuan Membuktikan Pada Mahasiswa. Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung. Disertasi Doktor pada SPs UPI Bandung. (Tidak Diterbitkan).

Maya & Sumarmo (2009). Pengembangan Kemampuan Pembuktian Matematik Mahasiswa. Makalah Disajikan dalam Seminar Matematika dan Pendidikan Matematika di Universitas Negeri Malang Tanggal 28 Juni 2009. [Online]. Tersedia: www.rippi-maya.dosen.stkipsiliwangi.ac.id/.../ICREM-2.... [Diakses 23 Oktober 2014].

Milos Savic (2012). Where is the Logic in Student-Constructed Proofs?” Proposal accepted for Topic Study Group 14 (Reasoning, Proof and Proving in Mathematics Education), ICME-12, 2012. [Online]. Tersedia:

www.milossavic.com/.../logic_paper_-_milos_sav... [Diakses 24 Agustus 2014].

Samparadja, H, (2014). Pengaruh Pendekatan Induktif-Deduktif Berbasis Definisi Termodifikasi Dalam Pembelajaran Struktur Aljabar Terhadap Peningkatan Kemampuan Pembuktian dan Disposisi Berpikir Kreatif Matematis Mahasiswa. Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung. Disertasi Doktor pada SPs UPI Bandung. (Tidak Diterbitkan).

Sinaga B, dkk (2014). Matematika SMA/MA/SMK/MAK Kelas XI Semester 1. Cetakan ke-1. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang.

Sumarmo Utari (2011). Advanced Mathematical Thinking dan Habit Of Mind Mahasiswa. Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.

Van Bendegem & Van Kerkhove (2008). Mathematical arguments in context. Kluwer Academic Publishers. Printed in the Netherlands. [Online]. Tersedia:

http://my.fit.edu/~aberdein/argmath/vbendevkerk_matharg.pdf. [Diakses 20 Agustus 2014].

Weber, K. (2003). Students’ Difficulties with Proof. MAA [Online]: Research Sampler, [Online]. Tersedia: http://www.maa.org/t_and_l/rs_8.html [Diakses 12 Oktobe 2013]

(15)

Gambar

Tabel 1. Pemotongan dan Pengkodean dari bukti Contoh 1 sebagai berikut: Potongan Bukti Kategori Pengkodean Alasan
Tabel 2.   Pemotongan dan Pengkodean sebagai argumen informal untuk Contoh 2 sebagai berikut:

Referensi

Dokumen terkait

Selama kegiatan pembelajaran peneliti di bantu kolaborator mengamati dan mencatat hasil dalam lembar observasi yang akan digunakan sebagai dasar refleksi pada

Data yang dikumpulkan diperoleh dari citra landsat tahun 1981, 1994, 1999, 2004, 2009, dan 2014 dengan menggunakan landsat 1-3 Multispectral Scanner (MSS), landsat

Cianjur sebuah kota di propinsi Jawa Barat dengan cuaca yang dingin layaknya sebuah kota di wilayah pegunungan, berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Kabupaten

Pondasi Tiang Pancang adalah bagian-bagian konstruksi yang dibuat dari kayu, beton dan baja, yang digunakan untuk mentransmisikan beban- beban permukaan ke tingkat

Penelitian ini dilakukan untuk memberikan informasi kepada masyarakat bagaimana pengaruh pemberian infusa daun jati belanda ( Guazuma ulmifolia Lamk.) terhadap kadar trigliserida

10 Permohonan Penghakiman Terus Pengurusan Kes.. Nombor Kes Plaintif / Pemohon Defendan Kand Pendengaran Jenis Pendengaran Waktu Keputusan Giliran No. REDZUAN

Sejalan dengan perkembangan waktu dan kepentingan bisnis, telah dilakukan reorganisasi kegiatan usaha yang dilakukan oleh Perseroan Terbatas (PT) Petrogas Jatim Utama

Nervus Vestibulocochlearis merupakan nervus cranialis ke delapan. Nervus ini terdiri dari 2 komponen fungsional yang berbeda yaitu 1) nervus Vestibularis, yang membawa