PENGARUH PEMBERIAN INFUSA DAUN JATI BELANDA (Guazuma ulmifolia Lamk.) TERHADAP KADAR TRIGLISERIDA
DALAM PLASMA TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh:
Veronica Dwi Wijayanti
NIM : 038114105
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2007
Jangan pernah merasa sendiri menghadapi hidup
Kelak kita akan mengerti betapa bijaknya hidup ini
Betapapun pahitnya kehidupan kita sekarang
Percayalah semua yang indah pasti akan ada waktunya
Jalani hidup apa adanya, maka kau akan merasa bahagia
(Heksa)
Kupersembahkan skripsi ini untuk :
Tuhan Yesus Kristus, Bunda Maria,
Ibu Bapak tercinta, Nenek, Bude, Kakakku Ana
Dan Almamaterku
PRAKATA
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan
anugerahnya, sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Pengaruh Pemberian Infusa Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.)
Terhadap Kadar Trigliserida Dalam Plasma Tikus Putih Jantan Galur Wistar”.
Keberhasilan skripsi ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak yang sangat
membantu penulis dalam menyusun skripsi. Oleh karena itu penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Rita Suhadi, M.Si, Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma.
2. Drs. Mulyono, Apt. selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan
waktu, tenaga dan atas segala masukan serta sarannya dalam penyusunan
skripsi ini.
3. Dr. Sabikis, Apt. selaku dosen penguji atas segala arahan, kritik, saran dan
waktunya.
4. Erna Tri Wulandari, M.Si., Apt., selaku dosen penguji atas segala arahan,
kritik, saran dan waktunya.
5. Ig. Y. Kristio Budiasmoro, S.Si, M.Si, selaku dosen pembimbing akademik
atas segala arahan, saran dan kritik.
6. Mas: Parjiman, Heru, Kayat, Andrie dan segenap laboran Fakultas Farmasi
USD yang telah membantu jalannya penelitian hingga dapat terselesaikan
dengan baik.
7. Shinta dan Rini, atas perhatian, bantuan, dukungan, kebersamaan dan
persahabatan yang indah selama ini.
8. Toto_Yank : Gallaeh, Rinto, Doni, Angga, Surya, Yudha, Ariyanto, Willy,
Hermanto, atas dukungan, persahabatan dan kebersaman selama ini.
9. Wenny, Tawiq, Ari, Tirza, Kuyank, Melin, Melon, dan teman-teman
Che_mistry 2003, atas persahabatan dan kebersamaannya selama ini.
10.See Bee, Dedy, Bu Raya, Aiu, Deci, Yeye, Ita, Cik Anis, Pras, Mas Adi atas
persahabatan dan kebersamaannya selama ini.
11. Teman-teman kos : Avi, Sinta, Vita, Melon, Yeyen, Ika, Marlin, Mila, Fila,
Mb Mimi, Uun, Eni, Desy, atas kebersamaan dan dukungannya selama ini.
12.Hence, Dewiq, Andis, Donny, Pepenk, Yu2n, Gembul, Eko Pitik, Mas Iwan,
Leman, Pras, Indu, atas kebersamaan dan dukungannya selama ini.
13.Semua pihak yang telah banyak membantu penyusunan skripsi ini.
Harapan penulis karya ini bermanfaat dan dapat mendorong mahasiswa
angkatan berikutnya untuk berkarya lebih baik bagi kemajuan dunia farmasi di
Indonesia. Oleh karena itu penulis menerima saran dan kritik yang membangun
guna tercapainya kesempurnaan tulisan ini.
INTISARI
Kegemukan (obesitas) merupakan salah satu problem yang terjadi di masyarakat. Hal ini menyebabkan terjadinya berbagai macam penyakit, misalnya hiperlipidemia yang dapat mengakibatkan aterosklerosis. Salah satu tanda hiperlipidemia adalah peningkatan kadar trigliserida. Penelitian ini dilakukan untuk memberikan informasi kepada masyarakat bagaimana pengaruh pemberian infusa daun jati belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) terhadap kadar trigliserida dalam plasma tikus putih jantan galur Wistar.
Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni menggunakan rancangan acak lengkap pola satu arah dengan subjek uji tikus putih jantan galur Wistar. Sebanyak 48 ekor tikus putih jantan galur Wistar dibagi secara acak ke dalam enam kelompok, yaitu : kelompok I sebagai kontrol negatif, kelompok II sebagai kontrol negatif semu, kelompok III sampai VI merupakan kelompok perlakuan dan diberikan infusa daun jati belanda dengan dosis 625mg/kgBB, 1250mg/kgBB, 2500mg/kgBB dan 5000mg/kgBB.
Selama 7 hari perlakuan, masing-masing kelompok diberi pakan AD2 sebanyak 25 g yang dicampur pelet tinggi lemak dan protein dengan perbandingan 2:1, kecuali kelompok I. Data pertambahan berat badan per hari, jumlah konsumsi pakan kumulatif dan kadar lemak trigliserida dianalisis menggunakan analisis variansi (ANOVA) satu arah, jika berbeda bermakna maka dilanjutkan dengan uji LSD.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa infusa daun jati belanda dapat menurunkan kadar trigliserida dalam plasma tikus putih jantan galur Wistar. Dosis infusa yang paling efektif adalah 1250mg/kgBB dengan penurunan kadar trigliserida sebesar 41,30% dari kontrol negatif semu.
Kata kunci : kadar trigliserida, jati belanda
ABSTRACT
Obesity was one of healthy problem in Indonesian. Obesity can cause many kind of disease, for example hyperlipidemia. It has been associated with atherosclerosis. Hyperlipidemia is signed with elevation of triglyceride level. One of the way to prevent obesity was using Guazuma folium. The research was concern to observe the influence of Guazuma folium infusion to triglyceride level in the Wistar male rats.
This research was pure experimental, that use one way complete random design. Fourty eight male rats divided to 6 groups. Each group was given Guazuma folium infusion for 7 days. During this time, each group was fed bu AD2 mixed with high fat and high protein pellet. One way analysis of variance (ANOVA) and LSD was used to analyze daily gain weight, amount of cumulative food consumption and triglyceride level.
The result show Guazuma folium infusion decrease triglyceride level in the Wistar male rats. The most effective infusion dose was 1250mg/kgBW, triglyceride level degradation 41,30% to negative control.
Keyword: triglyceride level, Guazuma
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL... . i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
PRAKATA... vi
INTISARI... viii
ABSTRACT... ix
DAFTAR ISI... x
DAFTAR TABEL... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN... xvi
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Permasalahan... 2
C. Keaslian Penelitian... 3
D. Manfaat Penelitian... 4
1. Manfaat Teoritis... 4
2. Manfaat Praktis... 4
E. Tujuan Penelitian... 5
1. Tujuan umum………. 5
2. Tujuan khusus……… 5
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA... 6
A. Tanaman Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.)... 6
1. Klasifikasi……….. 6
2. Morfologi……….. 6
3. Kandungan Kimia………. 7
4. Kegunaan………..………... 9
B. Kegemukan (Obesitas)……… 9
1. Definisi………. 9
2. Penentuan Kegemukan... 10
3. Penyebab Kegemukan... 13
4. Resiko Kegemukan... 16
C. Lipida... 17
1. Klasifikasi Lipida... 17
2. Penyerapan dan Metabolisme Lipida... 18
3. Trigliserida (Triasilgliserol)... 20
4. Lipoprotein... 22
5. Dislipidemia... 24
6. Penetapan Kadar Trigliserida... 26
D. Metode Penyarian... 29
1. Infundasi... 29
2. Maserasi... 30
3. Perkolasi... 30
4. Penyarian Berkesinambungan... 31
E. Landasan Teori... 31
F. Hipotesis... 32
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 33
A. Jenis dan Rancangan Penelitian………. 33
B. Metode Uji yang Dilakukan……….. 33
C. Variabel Penelitian………. 33
1. Variabel bebas……… 33
2. Variabel tergantung……… 33
3. Variabel pengacau terkendali………. 34
4. Variabel pengacau tak terkendali………... 34
D. Definisi Operasional……….. 33
E. Bahan ………. 35
F. Alat………. 36
G. Tata Cara Penelitian……… 37
1. Determinasi tanaman………. 37
2. Cara memperoleh bahan……… 37
3. Pembuatan infusa………. 37
4. Penentuan dosis infusa daun jati belanda ……… 38
5. Pengelompokan dan perlakuan subjek uji……… 38
6. Pengujian ……… 39
7. Pengambilan dan Pengolahan Plasma Darah Tikus... 39
8. Penetapan Kadar Trigliserida………. 40
H. Cara Analisis Data………. 40
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 42
A. Determinasi Tanaman... 42
B. Pembuatan dan Penentuan Dosis Infusa Daun Jati Belanda... 42
C. Uji Infusa Daun Jati Belanda ... 43
1. Pertambahan Berat Badan Tikus... 43
2. Jumlah Konsumsi Pakan Tikus... 50
3. Kadar Trigliserida dalam Plasma... 53
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 58
A. Kesimpulan... 58
B. Saran... 58
DAFTAR PUSTAKA ... 59
LAMPIRAN... 62
BIOGRAFI PENULIS ... 88
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel I. Klasifikasi BMI menurut WHO……….. 12
Tabel II. Klasifikasi BMI menurut WHO tahun 2000 untuk penduduk dewasa Asia………. 13
Tabel III. Struktur dan Komposisi Lipoprotein Plasma Manusia…………. 23
Tabel IV. Klasifikasi awal kolesterol dan trigliserida……….. 25
Tabel V. Komposisi AD2... 34
Tabel VI. Komposisi pelet... 34
Tabel VII. Isi pereaksi Triglycerides FS*... 35
Tabel VIII. Hasil uji ANOVA terhadap kenaikan berat badan tikus... 45
Tabel IX. Pertambahan berat badan tikus perhari rata-rata (ADG) selama perlakuan 7 hari……….. 46
Tabel X. Hasil uji ANOVA terhadap ADG... 49
Tabel XI. Hasil uji ANOVA terhadap konsumsi pakan kumulatif... 52
Tabel XII. Hasil pengukuran kadar trigliserida sebelum dan sesudah perlakuan dengan menggunakan infusa daun jati belanda……….53
Tabel XIII. Hasil Uji Mann-Whitney terhadap Kadar Trigliserida………… 56
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Struktur kafein... ………. 9
Gambar 2. Mekanisme pencernaan lipida...……… 18
Gambar 3. Mekanisme penyerapan lipida...……… 19
Gambar 4. Metabolisme lipida ………. 20
Gambar 5. Struktur Trigliserida... 21
Gambar 6. Pembentukan triasilgliserol dari glukosa... 23
Gambar 7. Reaksi dasar pengukuran kadar trigliserida dengan metode enzimatik fotometrik………. 26
Gambar 8. Kurva hubungan berat badan tikus (gram) dan waktu (hari) selama diberi perlakuan menggunakan infusa daun jati belanda...43
Gambar 9. Kurva hubungan pertambahan berat badan (gram) dan waktu (hari) selama diberi perlakuan menggunakan infusa daun jati belanda……… 44
Gambar 10. Kurva hubungan konsumsi pakan tikus (gram) terhadap waktu (hari) selama diberi perlakuan menggunakan infusa daun jati belanda ……….. 49
Gambar 11. Kurva hubungan konsumsi pakan kumulatif (gram) dan waktu (hari) selama diberi perlakuan menggunakan infusa daun jati belanda……… 50
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Data pertambahan berat badan setiap kelompok tikus
selama perlakuan setelah dikurangkan berat badan
mula-mula………62
Lampiran 2. Hasil analisis data pertambahan berat badan selama perlakuan dengan ANOVA satu arah………..64
Lampiran 3. Hasil analisis data ADG setelah perlakuan dengan ANOVA satu arah………..66
Lampiran 4. Data konsumsi pakan kumulatif setiap kelompok tikus selama perlakuan……….68
Lampiran 5. Hasil analisis data konsumsi pakan kumulatif selama perlakuan dengan ANOVA satu arah………70
Lampiran 6. Data hasil pengukuran kadar trigliserida sebelum dan sesudah perlakuan ………72
Lampiran 7. Hasil analisis data kadar trigliserida dengan uji Kruskal-Wallis………..74
Lampiran 8. Hasil analisis data kadar trigliserida dengan uji Mann-Whitney………75
Lampiran 9. Foto tanaman jati belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) ……… 83
Lampiran 10. Foto daun jati belanda……… 84
Lampiran 11. Surat Determinasi Tanaman ……….. 85
Lampiran 12. Komposisi AD2 dan pelet... 86
Lampiran 13. Leaflet pereaksi Triglycerides FS* ... 87
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kegemukan (obesitas) saat ini merupakan problem yang banyak terjadi di
masyarakat. Kegemukan menjadi suatu problem karena membuat penampilan
seseorang kurang menarik dan juga mengganggu perkembangan pribadi
(Priyani,1998). Kegemukan pada dasarnya bukan suatu penyakit yang berbahaya,
tetapi dianggap cukup merisaukan karena pada kenyataannya merupakan salah
satu faktor penyebab berbagai penyakit kronik atau non infeksi seperti diabetes
mellitus tipe II atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM),
hipertensi, penyakit kardiovaskuler, batu empedu, hiperlipidemia, dan infertilitas
(Linder, 1985). Hiperlipidemia sendiri dapat mengakibatkan terjadinya
aterosklerosis, yang merupakan faktor utama pencetus penyakit jantung koroner
(PJK).
Upaya-upaya untuk mengurangi kegemukan meliputi terapi diet dan
latihan fisik, tetapi upaya tersebut seringkali menemui kendala baik dari individu
itu sendiri maupun dari lingkungan sekitarnya (Priyani, 1998). Hal inilah yang
menyebabkan seseorang lebih memilih terapi farmakologis. Salah satu obat yang
sering digunakan dalam terapi farmakologis adalah anorektika yang berfungsi
untuk menekan nafsu makan. Namun pada umumnya memiliki resiko efek
samping dan ketergantungan yang besar. Contoh efek samping yang terjadi
adalah buang air kecil terus menerus, rasa tidak nyaman pada perut, dan obstipasi
(Anonim, 1991). Oleh karena itu, untuk mengurangi resiko tersebut, digunakan
obat tradisional. Pengobatan dengan obat tradisional rata-rata biasanya lebih
murah karena bahan yang digunakan sebagai bahan obat banyak tersedia di
lingkungan sekitar dan efek samping yang ditimbulkan relatif lebih kecil.
Jati belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) merupakan salah satu obat
tradisional yang dipercaya dapat menurunkan berat badan. Beberapa penelitian
farmakologi menyebutkan bahwa daun jati belanda ternyata dapat menghambat
pertambahan berat badan dan mengurangi kelebihan lemak. Salah satunya adalah
penelitian Setiyani (2005) tentang efek pemberian campuran infusa daun jati
belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) dan daging daun lidah buaya (Aloe vera L.).
Penelitian tersebut memberikan hasil bahwa campuran infusa daun jati belanda
(Guazuma ulmifolia Lamk.) dan daging daun lidah buaya (Aloe vera L.) mampu
menurunkan berat badan tikus putih jantan galur Wistar sebesar 20,61% dari
kontrol positif.
Namun berdasarkan hasil penelitian tersebut belum dapat diketahui
hubungan antara penurunan berat badan dengan kadar trigliserida. Oleh karena
itu, penelitian ini dilakukan untuk membuktikan pengaruh infusa daun jati belanda
terhadap kadar trigliserida dalam plasma tikus putih jantan galur Wistar.
B. Permasalahan
1. Apakah infusa daun jati belanda berpengaruh terhadap kadar trigliserida
2. Pada dosis berapakah infusa daun jati belanda memiliki efek yang optimal
untuk memberikan pengaruh paling besar terhadap kadar trigliserida dalam
plasma tikus putih jantan galur Wistar.
C. Keaslian Penelitian
Sejauh pengetahuan penulis, sampai saat ini belum pernah dilakukan
penelitian tentang pengaruh pemberian infusa daun jati belanda (Guazumae
folium) terhadap kadar trigliserida dalam plasma tikus putih jantan galur Wistar.
Namun ada berbagai kajian dan penelitian yang secara ilmiah dilakukan untuk
membuktikan khasiat daun jati belanda. Adapun penelitian tentang jati belanda,
antara lain:
1. Ekstrak daun jati belanda yang diberikan secara oral dengan konsentrasi
15% dan 30% dapat menurunkan kadar kolesterol total serum kelinci.
Pemberian ekstrak daun jati belanda dengan konsentrasi yang semakin
meningkat menyebabkan penurunan kadar kolesterol total serum kelinci
(Farida, 2000).
2. Pemberian lendir daun jati belanda secara oral dengan dosis 350 mg/kg
BB menunjukkan adanya penghambatan kenaikan bobot badan tikus
dibandingkan dengan pemberian air suling sebagai kontrol. Efek
penghambatan kenaikan bobot badan yang disebabkan pemberian lendir
daun jati belanda dengan dosis 350 mg/kg BB lebih kecil dibandingkan
dengan efek seduhan daun jati belanda dosis 500 mg/kg BB. Efek
seduhan daun jati belanda tidak berkorelasi dengan makanan dan
minuman yang dikonsumsi (Pramono, 2000).
3. Ekstrak etanol daun jati belanda menurunkan secara bermakna (p<0,05)
aktivitas enzim lipase serum sebesar 15,33 +/- 7,61 U/l pada Rattus
norvegicus yang diberi ekstrak etanol daun jati belanda konsentrasi 30%
sebanyak 0,5 ml/200g BB/hari selama 30 hari (Rahardjo, 2004).
4. Pemberian campuran infusa daun jati belanda (Guazuma ulmifolia
Lamk.) dan daging daun lidah buaya (Aloe vera L.) mampu menurunkan
berat badan tikus putih jantan galur Wistar sebesar 20,61% dari kontrol
positif (Setiyani, 2005).
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk pengembangan
ilmu pengetahuan, khususnya di bidang ilmu kesehatan tentang
penggunaan infusa daun jati belanda sebagai obat tradisional untuk
hiperlipidemia.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi pada
masyarakat tentang manfaat daun jati belanda sebagai obat alternatif untuk
E. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan infusa daun jati
belanda dapat mempengaruhi kadar trigliserida dalam tubuh.
2. Tujuan Khusus
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pengaruh pemberian
infusa daun jati belanda terhadap kadar trigliserida dalam plasma tikus
putih jantan galur Wistar serta seberapa besar dosis yang efektif untuk
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Tanaman Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.)
1. Klasifikasi
Divisio : Spermatophyta
Sub divisio : Angiospermae
Class : Dicotiledone
Famili : Sterculiaceae
Genus : Guazuma
Spesies : Guazuma ulmifolia Lamk.
(Backer and Backhuizen, 1963)
2. Morfologi
Tumbuhan berupa semak atau pohon, tinggi 10 m sampai 20 m,
percabangan ramping. Bentuk daun bundar telur sampai lanset, panjang helai daun
4 cm sampai 22,5 cm, lebar 2 cm sampai 10 cm, pangkal menyerong berbentuk
jantung, bagian ujung tajam, permukaan daun bagian atas berambut jarang,
permukaan bagian bawah berambut rapat; panjang tangkai daun 5 mm sampai 25
mm, mempunyai daun penumpu berbentuk lanset atau berbentuk paku, panjang 3
mm sampai 6 mm. Perbungaan menyerupai mayang, panjang 2 cm sampai 4 cm,
berbunga banyak, bentuk bunga agak ramping dan berbau wangi; panjang gagang
bunga lebih kurang 5 mm; kelopak bunga lebih kurang 3 mm; mahkota bunga
berwarna kuning, panjang 3 mm sampai 4 mm; tajuk terbagi dalam 2 bagian,
berwarna ungu tua kadang-kadang kuning tua, panjang 3 mm sampai 4
mm, bagian bawah berbentuk garis, panjang 2 mm sampai 2,5 mm; tabung bunga
sari berbentuk mangkuk; bakal buah berambut, panjang buah 2 cm sampai 3,5 cm.
Buah yang telah masak berwarna hitam (Anonim, 1978).
3. Kandungan Kimia
Kandungan utama daun jati belanda adalah tanin, lendir dan damar
(Anonim, 1978). Kandungan lain diantaranya adalah alkaloida, kafein, triterpen
(sterol), karotenoid, flavonoid, resin, glukosa, asam lemak, asam fenolat,
karbohidrat, serta minyak lemak (Suharmiati dan Maryani, 2003).
a. Tanin
Tanin merupakan substrat kompleks yang biasanya terjadi sebagai
campuran polifenol yang sulit diseparasi karena tidak dapat dikristalkan.
Tanin dapat tersebar luas dalam tumbuhan berpembuluh dalam angiospermae
khususnya dalam jaringan kayu (Harborne, 1984).
Secara kimiawi terdapat dua jenis utama tanin yaitu tanin terkondensasi
(flavolan) secara biosintesis dapat dianggap terbentuk dengan cara kondensasi
katekin tunggal yang membentuk senyawa dimer dan oligomer yang lebih
tinggi (Harborne, 1984). Tanin yang terhidrolisis dapat dihidrolisis oleh asam
atau enzim seperti tannase (Evan’s, 1989). Tanin terhidrolisiskan dan
glikosida dapat diekstraksi dengan air panas atau campuran etanol-air
Dalam dunia kesehatan tanin digunakan sebagai astringen yang
mengakibatkan pengurangan bengkak (edema), radang, dan sekresi pada
gastrointestinal dan pada abrasi kulit (Harborne, 1984).
b. Lendir (musilago)
Musilago juga sering disebut sebagai gum yang merupakan eksudat dari
berbagai jenis tumbuhan (familia Leguminosae dan Sterculiaceae), larut dalam
air dan digunakan sebagai pencahar (Anonim, 1995a). Musilago yang terkadung
dalam jati belanda bersifat sebagai pelicin atau pelumas. Dengan adanya
pelumas ini, makanan tidak diberi kesempatan untuk diabsorpsi (Suharmiati dan
Maryani, 2003).
c. Damar
Damar termasuk dalam golongan resin. Damar akan berikatan dengan
asam empedu yang terbentuk dari kolesterol dan segera diekskresikan melalui
feses. Kecepatan asam empedu yang diekskresikan oleh tubuh akan disertai
terbentuknya asam empedu kembali dengan cepat. Proses ini akan mengurangi
kadar kolesterol dan penyerapan lemak dalam tubuh (Anonim, 1995a).
d. Kafein
Kafein merupakan golongan alkaloid Xantin yang dapat diperoleh dari
kopi, teh, dan guarana. Kafein merangsang sistem saraf pusat, otot lurik, sebagai
diuretik, dan bekerja terhadap sistem kardiovaskular (Anonim, 1995a).
Aktivitas enzim lipase pankreas akan dihambat oleh adanya kafein. Enzim
ini berfungsi menghidrolisis trigliserida menjadi 2 monogliserida dan 2 asam
monogliserida dan asam lemak pun akan berkurang (Rahardjo, Ngatijan,
Pramono, 2005).
O N
CH3
N CH3
N N
H3C
O
Gambar 1. Struktur kafein (Anonim, 2007)
4. Kegunaan
Masyarakat Indonesia sudah sejak lama mengenal dan memakai air
masakan daun jati belanda untuk melangsingkan atau mengatasi kegemukan.
Selain daunnya, bagian lain dari tanaman jati belanda yang berkhasiat obat adalah
kulit, buah, dan bijinya. Bagian dalam kulitnya biasa dipakai sebagai obat untuk
menyembuhkan penyakit cacing, bengkak kaki atau kaki gajah, astringens dan
diaforetik . Buahnya dapat digunakan sebagai obat batuk rejan . Rebusan biji yang
dibakar dapat diminum sebagai obat sembelit (Hasim, 2004).
B. Kegemukan (Obesitas)
1. Definisi
Kegemukan (obesitas) pada manusia merupakan masalah kesehatan yang
mengganggu, karena obesitas dapat disertai dengan peningkatan terjadinya
berbagai penyakit, yang mencakup penyakit kardiovaskular dan vesica biliaris
serta diabetes. Disamping itu individu yang kegemukan mempunyai peningkatan
angka mortilitas. Obesitas adalah peningkatan berat badan 20% atau lebih diatas
rata-rata orang sehat dengan tinggi badan, rangka, usia, dan jenis kelamin yang
Obesitas pada dasarnya merupakan penimbunan lemak yang berlebihan
dalam tubuh yang timbul akibat pemasukan kalori lebih banyak dari yang
dibutuhkan tubuh. Kelebihan kalori ini disebabkan oleh gangguan psikis,
metabolik dan gangguan pada pusat saraf yang berhubungan dengan pengaturan
pemasukan makanan ataupun karena kurangnya aktivitas seseorang
(Anonim,1991).
Obesitas dapat digolongkan menjadi obesitas hiperplastik dan obesitas
hipertropik. Obesitas hiperplastik adalah obesitas yang terjadi sejak kecil,
sedangkan obesitas hipertropik adalah obesitas yang terjadi pada masa dewasa.
Jumlah kadar lemak meningkat pada kedua macam obesitas ini. Namun pada
obesitas hiperplastik peningkatan ini lebih nyata. Oleh karena itu, diduga bahwa
orang yang obesitas sejak kecil ditemukan jaringan adiposa dengan sel adiposit
yang jumlah dan ukurannya lebih besar daripada normal. Sebagai akibatnya,
penurunan berat orang dewasa yang sejak kecil gemuk lebih sulit daripada orang
dewasa yang gemuk sesudah dewasa (Linder, 1985). Obesitas digolongkan
menjadi 3 kelompok (Anonim, 2007b).
a. Obesitas ringan : kelebihan berat badan 20-40% .
b. Obesitas sedang : kelebihan berat badan 41-100% .
c. Obesitas berat : kelebihan berat badan >100%.
2. Penentuan Kegemukan
Pengukuran lemak dalam tubuh seseorang bukan hal yang mudah. Ada
a. Hydrostatic weighing
Teknik pengukuran ini sering juga disebut sebagai underwater weight.
Jaringan non lemak lebih tebal atau padat daripada jaringan lemak. Oleh karena
itu, semakin tebal atau padat tubuh seseorang, semakin banyak jaringan non
lemaknya. Berat badan diukur dengan skala volume. Caranya adalah dengan
mencelupkan seluruh badan di dalam tangki berisi air dan jumlah air yang
dipindahkan diukur volumenya. Dari nilai densitas tubuh tersebut dapat
diperkirakan persentase lemak tubuh (Anonim, 2001).
b. Pengukuran lipatan kulit
Ketebalan lipatan kulit di beberapa bagian tubuh diukur dengan jangka
(suatu alat terbuat dari logam yang menyerupai forseps). Alat ini akan
meninggalkan suatu lipatan pada kulit di sejumlah area tubuh. Lemak di bawah
area tersebut memberikan informasi mengenai lemak total dalam jaringan tubuh
(Schmidt, 2002).
c. Bioelectrical impedance
Penderita berdiri diatas skala khusus dan sejumlah arus listrik yang tidak
berbahaya dialirkan ke seluruh tubuh lalu dianalisa. Alat ini dapat mendeteksi
jumlah air pada tubuh orang tersebut. Semakin banyak jumlah air, maka semakin
banyak jumlah jaringan non lemak di dalam tubuh (Schimdt, 2002).
d. Tabel tinggi dan berat badan
Tabel ini telah digunakan sejak lama untuk menentukan apakah seseorang
mengalami kelebihan berat badan. Tabel biasanya memiliki suatu kisaran berat
yang terbaik yang harus digunakan tidak diketahui secara pasti. Banyak tabel yang
bisa digunakan, dengan berbagai kisaran berat badan yang berbeda. Beberapa
tabel ada yang menyertakan ukuran kerangka, umur dan jenis kelamin, sedangkan
tabel yang lainnya tidak. Kekurangan dari tabel ini adalah tabel tidak
membedakan antara kelebihan lemak dan kelebihan otot. Dilihat dari tabel,
seseorang yang sangat berotot bisa tampak gemuk, padahal sesungguhnya tidak
(Schmidt, 2002).
e. Body Mass Index (BMI)
BMI merupakan suatu pengukuran yang menghubungkan
(membandingkan) berat badan dengan tinggi badan. BMI merupakan rumus
matematika dimana berat badan (dalam kilogram) dibagi dengan tinggi badan
(dalam meter) pangkat dua (BMI = kg/m2). Seseorang dikatakan mengalami obesitas jika memiliki nilai BMI sebesar 30 kg/m2 atau lebih besar dari 30 kg/m2.
Tabel I. Klasifikasi BMI menurut WHO tahun 1998 (Suharmiati dan Maryani, 2003)
BMI (kg/m2) Klasifikasi <18,5 Underweight
18,5-24,9 Normal
≥ 25 Overweight
25-29,9 Pre-obese
30-34,9 Obese I
35-39,9 Obese II
≥ 40 Obese III
Untuk penduduk Asia, para ahli membuat klasifikasi BMI tersendiri
Tabel II. Klasifikasi BMI menurut WHO tahun 2000 untuk penduduk dewasa Asia (Suharmiati dan Maryani, 2003)
BMI (kg/m2) Klasifikasi <18,5 Underweight
18,5-22,9 Normal
≥ 23 Overweight
23-24,9 Pre-obese
25-29,9 Obese I
≥ 30 Obese II
3. Penyebab Kegemukan
Kelebihan berat badan merupakan hasil interaksi antara faktor genetik dan
lingkungan. Penelitian terhadap anak-anak yang diadopsi menunjukkan adanya
korelasi antara berat badan mereka dengan orangtua biologis, bukan dengan orang
tua yang mengadopsinya (Priyani, 1998).
Secara ilmiah, obesitas terjadi akibat mengkonsumsi kalori lebih banyak
dari yang diperlukan oleh tubuh. Penyebab terjadinya ketidakseimbangan antara
asupan dan pembakaran kalori ini masih belum jelas. Terjadinya obesitas
melibatkan beberapa faktor:
a. Faktor genetik.
Obesitas cenderung diturunkan, sehingga diduga memiliki penyebab
genetik. Tetapi anggota keluarga tidak hanya berbagi gen, tetapi juga makanan
dan kebiasaan gaya hidup, yang bisa mendorong terjadinya obesitas. Seringkali
sulit untuk memisahkan faktor gaya hidup dengan faktor genetik. Penelitian
terbaru menunjukkan bahwa rata-rata faktor genetik memberikan pengaruh
b. Faktor lingkungan.
Gen merupakan faktor yang penting dalam berbagai kasus obesitas, tetapi
lingkungan seseorang juga memegang peranan yang cukup berarti. Lingkungan
ini termasuk perilaku atau pola gaya hidup (misalnya apa yang dimakan dan
berapa kali seseorang makan serta bagaimana aktivitasnya). Seseorang tentu saja
tidak dapat mengubah pola genetiknya, tetapi dia dapat mengubah pola makan dan
aktivitasnya.
Lingkungan berperan dalam membentuk pola makan seseorang. Orang
gemuk memiliki gaya makan yang ditandai dengan makan banyak, makan terlalu
sering dan makan terlalu cepat, sehingga terapi untuk menurunkan berat badan
diarahkan untuk mengubah gaya makan tersebut (Linder, 1985).
c. Faktor psikis.
Pikiran seseorang bisa mempengaruhi kebiasaan makannya. Banyak orang
yang memberikan reaksi terhadap emosinya dengan makan. Salah satu bentuk
gangguan emosi adalah persepsi diri yang negatif. Gangguan ini merupakan
masalah yang serius pada banyak wanita muda yang menderita obesitas, dan bisa
menimbulkan rasa tidak nyaman dalam pergaulan sosial.
Ada dua pola makan abnormal yang bisa menjadi penyebab obesitas yaitu
makan dalam jumlah sangat banyak (binge) dan makan di malam hari (sindroma
makan pada malam hari). Kedua pola makan ini biasanya dipicu oleh stres dan
kekecewaan. Binge mirip dengan bulimia nervosa, dimana seseorang makan
dalam jumlah sangat banyak, bedanya pada binge hal ini tidak diikuti dengan
dikonsumsi sangat banyak. Pada sindroma makan pada malam hari, adalah
berkurangnya nafsu makan di pagi hari dan diikuti dengan makan yang
berlebihan, agitasi dan insomnia pada malam hari (Anonim, 2007b).
d. Faktor kesehatan.
Beberapa penyakit bisa menyebabkan obesitas, diantaranya adalah
Hipotiroidisme, Sindroma Cushing, beberapa kelainan saraf yang bisa
menyebabkan seseorang banyak makan (Anonim, 2007b).
e. Faktor perkembangan.
Penambahan ukuran atau jumlah sel-sel lemak (atau keduanya)
menyebabkan bertambahnya jumlah lemak yang disimpan dalam tubuh. Penderita
obesitas, terutama yang menjadi gemuk pada masa kanak-kanak, bisa memiliki sel
lemak sampai 5 kali lebih banyak dibandingkan dengan orang yang berat
badannya normal. Jumlah sel-sel lemak tidak dapat dikurangi, karena itu
penurunan berat badan hanya dapat dilakukan dengan cara mengurangi jumlah
lemak di dalam setiap sel (Anonim, 2007b).
f. Aktivitas fisik.
Kurangnya aktivitas fisik kemungkinan merupakan salah satu penyebab
utama dari meningkatnya angka kejadian obesitas di tengah masyarakat yang
makmur. Orang-orang yang tidak aktif memerlukan lebih sedikit kalori.
Seseorang yang cenderung mengkonsumsi makanan kaya lemak dan tidak
melakukan aktivitas fisik yang seimbang, akan mengalami obesitas (Anonim,
4. Resiko Kegemukan
Resiko kegemukan dapat digolongkan menjadi dua yaitu psikososial dan
medis. Resiko psikososial meliputi hambatan fisik, sosial dan psikologis. Orang
gemuk mempunyai banyak kesulitan dalam melakukan aktivitas fisik sehingga
mengurangi kesempatan untuk melakukan berbagai kegiatan sosial. Pada orang
gemuk dapat timbul rasa rendah diri, tertekan, serta keputusasaan (Noer, 1996).
Orang gemuk cenderung sering sakit. Untuk lebih mengerti secara
keseluruhan adanya hubungan antara resiko dan kegemukan, perlu diketahui
kelainan metabolik yang mungkin timbul pada orang gemuk. Kelainan metabolik
yang terjadi pada orang gemuk berhubungan dengan besarnya lapisan lemak, dan
akan normal kembali dengan pengurangan berat badan (Noer, 1996).
Obesitas bukan hanya tidak enak dipandang mata tetapi merupakan dilema
kesehatan yang mengerikan. Obesitas secara langsung berbahaya bagi kesehatan
seseorang. Obesitas meningkatkan resiko terjadinya sejumlah penyakit menahun
seperti: diabetes tipe 2 (timbul pada masa dewasa), hipertensi, stroke, infark
miokardium, gagal jantung, batu kandung empedu dan batu kandung kemih, gout
dan artritis gout, osteoartritis, sleep apneu (kegagalan untuk bernafas secara
normal ketika sedang tidur, menyebabkan berkurangnya kadar oksigen dalam
darah), sindroma Pickwickian, yaitu obesitas disertai wajah kemerahan,
C. Lipida
Lipida adalah senyawa-senyawa organik yang tidak larut dalam air dan
larut dalam pelarut organik seperti eter, kloroform, serta benzena (Murray, 1990).
Senyawa organik ini terdapat dalam semua sel dan berfungsi sebagai komponen
struktur sel, sebagai simpanan bahan bakar metabolik, sebagai bentuk untuk
mengangkut bahan bakar, sebagai pelindung dinding sel, dan juga sebagai
komponen pelindung kulit vertebrata (Ophardt, 2003). Lipid yang mempunyai
titik lebur tinggi dan bersifat padat pada suhu kamar disebut lemak atau gaji,
sedangkan yang bertitik lebur rendah dan bersifat cair pada suhu kamar disebut
minyak. Beberapa senyawa lipida mempunyai aktivitas biologis yang sangat
penting dalam tubuh, diantaranya vitamin dan hormon (Sediaoetama, 2004).
1. Klasifikasi Lipida
Berikut merupakan klasifikasi lipid menurut Bloor :
a. Lipid sederhana, merupakan senyawa ester asam lemak dengan
berbagai alkohol.
1) Lemak
2) Malam
b. Lipid kompleks, merupakan senyawa ester asam lemak dengan
gugus alkalis yang mengandung nitrogen dan substituen lain.
1) Fosfolipid
2) Glikolipid (glikosfingolipid)
c. Lipid prekursor dan derivat, bentuk ini mencakup asam-asam lemak,
gliserol, steroid, vitamin larut lemak serta berbagai hormon.
(Murray, 1990)
2. Penyerapan dan Metabolisme Lipida
Sebagian besar pencernaan lipid terjadi di usus halus. Globula lemak
dipecah oleh garam-garam empedu menjadi bentuk droplet. Droplet yang
bercampur dengan garam empedu akan membentuk gumpalan yang disebut misel.
Misel ini kemudian dihidrolisis oleh enzim lipase pankreas menjadi monogliserida
dan asam lemak. Asam-asam lemak, monogliserida-monogliserida, fosfat,
kolesterol bebas dan bahan penyusun lain dari lemak yang terbentuk oleh proses
pencernaan, diserap ke dalam sel mukosa intestin. Penyerapan terjadi dengan jalan
difusi pasif, terutama setengah bagian atas usus kecil (Ophardt, 2003).
Gambar 2. Mekanisme pencernaan lipida (Ophardt, 2003)
Monogliserida, kolesterol dan asam lemak masuk sel mukosa secara difusi
pasif. Asam lemak yang mengandung kurang dari 10-12 atom karbon berjalan dari
lemak bebas (tidak diesterifikasi). Asam lemak yang mengandung lebih dari
10-12 atom karbon akan diesterifikasi ke trigliserida di dalam sel mukosa. Di
samping itu sejumlah kolesterol yang diabsorpsi akan diesterifikasi. Trigliserida
dan ester kolesterol kemudian diselubungi dengan lapisan protein, kolesterol dan
fosfolipid untuk membentuk kilomikron yang akan meninggalkan sel dan masuk
dalam pembuluh limfe (Guyton & Hall, 1996).
Gambar 3. Mekanisme penyerapan lipida (Ophardt, 2003)
Kilomikron bertanggung jawab atas pengangkutan semua lipida dari
makanan di dalam sirkulasi darah. Pembentukan kilomikron meningkat
bersamaan dengan semakin besarnya jumlah trigliserida yang diserap. VLDL
berasal dari hati dan merupakan alat pengangkut trigliserida dari hati ke jaringan
ekstrahepatik. Apolipoprotein B disintesis oleh ribosom dalam retikulum
endoplasma kasar dan disatukan dengan lipoprotein dalam retikulum endoplasma
halus yang merupakan tempat utama sintesis trigliserida. Reaksi dengan
lipoprotein lipase mengakibatkan hilangnya kurang lebih 90% trigliserida dan
Gambar 4. Metabolisme lipida (Murray, 1990)
Keterangan :
A : Lipoprotein A B-48 : Apolipoprotein B-48 © : Apolipoprotein C E : Apolipoprotein E
HDL : High Density Lipoprotein TG : Trigliserida
C : Kolesterol dan ester kolesteril P : Fosfolipid
3. Trigliserida (Triasilgliserol)
Trigliserida adalah bentuk lemak paling efisien untuk menyimpan kalor
bagi proses-proses yang membutuhkan energi dalam tubuh. Trigliserida tidak
membutuhkan banyak tempat dan kurang teroksidasi. Trigliserida banyak
didapatkan dalam jaringan lemak; merupakan 99% dari volume sel. Jumlah sel
lemak ditentukan pada masa kanak-kanak, dimana makan yang berlebih akan
meningkatkan jumlah jaringan lemak. Disamping digunakan sebagai sumber
lain kalau dibutuhkan. Sebagai jaringan lemak, trigliserida juga mempunyai
fungsi fisik yaitu sebagai bantalan tulang dan organ-organ vital; melindungi
organ-organ tadi dari guncangan atau rusak. Jantung, ginjal, epididimus dan
kelenjar air susu yang terbungkus oleh jaringan lemak. Lemak bawah kulit juga
berfungsi sebagai insulator dari panas maupun dingin (Linder, 1985). Trigliserida
merupakan lemak netral yang dimobilisasi selama kelaparan. Pada individu yang
mempunyai berat badan normal, lemak ini merupakan penyusun 10% dari berat
badan (Ganong, 1995).
H2C O C R1
CH
H2C O C R3
O C O R2
O
O
Gambar 5. Struktur trigliserida (Murray, 1990) Keterangan :
R : Asam lemak dengan berbagai panjang rantai karbon dan derajat kejenuhan
Trigliserida merupakan ester gliserol dengan 3 asam lemak. Proporsi
molekul trigliserida di alam yang mengandung residu asam lemak sama dalam 3
posisi ester sangat kecil. Hampir seluruhnya merupakan asilgliserol campuran
(Murray, 1990) . Asam lemak sendiri dibedakan atas 2 kelompok, yaitu asam
lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh. Asam lemak jenuh tidak mempunyai
ikatan rangkap, terutama ditemukan dalam lemak hewan dan minyak dari daerah
rangkap atau lebih, ditemukan pada sebagian besar tumbuh-tumbuhan (Anonim,
1995a).
Sebagian asam lemak tak jenuh majemuk tidak dapat disintesis oleh tubuh
dan merupakan asam lemak esensial, sehingga harus didapatkan dari luar atau dari
makanan maupun suplemen. Asam linoleat, asam linolenat dan asam arakhidonat
termasuk dalam golongan lemak esensial (Murray, 1990). Defisiensi dari asam
lemak ini dapat mengakibatkan penyakit kulit seperti eksema bersisik dan rambut
di daerah lesi menjadi tidak normal dan mudah rontok (Sediaoetama, 2004).
Defisiensi lemak atau gangguan absorpsi lemak erat kaitannya dengan
fungsi lemak sebagai pelarut vitamin. Defisiensi vitamin yang larut lemak, seperti
vitamin A dan vitamin K dapat terjadi akibat adanya defisiensi lemak.
Gejala-gejala defisiensi vitamin tersebut dapat timbul pada gangguan sekresi empedu
(Sediaoetama, 2004).
Selain dari makanan, trigliserida dapat berasal dibentuk secara endogen.
Gliserol untuk sintesis triasilgliserol pada jaringan adiposa berasal dari glukosa
darah. Glukosa yang masuk ke dalam hepar akan diubah menjadi triasilgliserol
dan masuk ke dalam darah lewat VLDL. Senyawa asilgliserol pada hepar terus
menerus mengalami hidrolisis untuk membentuk gliserol bebas, yang akan
berdifusi ke dalam darah. Gliserol bebas ini akan diubah kembali menjadi glukosa
lewat mekanisme glukoneogenesis di dalam hepar dan ginjal. Jadi, terdapat suatu
siklus berkesinambungan dimana glukosa diangkut dari hepar dan ginjal ke dalam
jaringan adiposa, dan gliserol dikembalikan dari jaringan adiposa untuk disintesis
yang berlebih akan mengakibatkan kenaikan sintesis asam lemak, esterifikasi
asam-asam lemak dan sekresi VLDL, yang dapat meninggikan kadar
triasilgliserol dalam serum (Murray, 1990).
Gambar 6. Pembentukan triasilgliserol dari glukosa (Marks, Marks and Smith, 1996)
4. Lipoprotein
Lipida tidak larut dalam air, maka untuk transportasinya dalam plasma
dibutuhkan senyawa polar sebagai pembungkusnya (apolipoprotein). Kesatuan
apolipoprotein dan senyawa-senyawa lipid disebut sebagai lipoprotein.
Trigliserida, fosfolipid, kolesterol di dalam darah sebagai makromolekul yang
membentuk kompleks dengan protein tertentu (apoprotein) menyusun lipoprotein.
Bagian luar lipoprotein yang bersifat hidrofilik terdiri atas apolipoprotein, lipid
polar (bagian luar), kolesterol bebas, fosfolipid. Dalam inti yang bersifat
hidrofobik terdiri atas trigliserida (lemak netral), kolesterol (Katzung, 1992).
Hiperlipoproteinemia merupakan kelainan metabolik, yang melibatkan
peningkatan konsentrasi lipoprotein plasma. Sedangkan hiperlipemia adalah
keadaan peningkatan kadar trigliserida dalam plasma. Dua gejala klinis utama
hiperlipoproteinemia adalah pankreatitis akut dan aterosklerosis. Pada pasien
pada pasien dapat mencegah terjadinya serangan berulang dari penyakit ini
(Katzung, 1992).
Tabel III. Komposisi Lipoprotein Plasma Manusia (Murray, 1990)
Parameter Kilomikron VLDL IDL LDL HDL
Diameter (nm) 90-1000 30-90 25-30 20-25 10-20 Berat jenis
(g/ml) <0,95 0,95-1,006 1,006-1,019 1,019-1,063 1,063-1,25 Kandungan Lipid (%)
Trigliserida 88 56 29 13 16
Fosfolipid 8 20 26 28 43
Kolesterol
Bebas 1 8 9 10 10
Teresterifikasi 3 15 34 48 31
Protein (%) 1-2 7-10 11 21 33
Kilomikron merupakan lipoprotein yang membawa kolesterol dan
trigliserida dari makanan. Setelah mengikat lemak makanan dari intestin, dibawa
masuk pembuluh limfe, dilanjutkan ke duktus torasikus dan akhirnya ke vena
cava. Setelah masuk sirkulasi, kontak dengan lipoprotein lipase jaringan, maka
dipecah untuk energi dan resintesis. VLDL (Very Low Density Lipoprotein)
berfungsi untuk mengangkut trigliserida endogen dan prekursor kolesterol dari
makanan. Sedangkan LDL (Low Density Lipoprotein) berfungsi untuk
mengangkut kolesterol dari hati ke sel perifer. Hal ini menyebabkan LDL bersifat
atherogenik. LDL menempel di daerah membran sel pada reseptor dengan
afinitas tinggi kemudian masuk menjadi endositik vesikel. Metabolisme LDL
terjadi di hepar dan jaringan perifer. HDL (High Density Lipoprotein) berfungsi
sehingga mengurangi simpanan kolesterol. Kadar HDL yang rendah
menyebabkan peningkatan risiko aterosklerosis (Ganong, 1995).
5. Dislipidemia
Saat ini penyakit jantung koroner (PJK) termasuk penyebab utama
kematian pada penduduk Indonesia berusia di atas 40 tahun. Jantung koroner
bukan tipe penyakit yang datang seketika. Penyakit ini perlahan-lahan timbul pada
penggemar makanan berkadar lemak tinggi. Dislipidemia atau hiperlipidemia
ditandai dengan peningkatan trigliserida, kolesterol, LDL, dan kolesterol total
(total plasma cholesterol) dalam darah (Hasim, 2004).
Kondisi hiperlipidemia bila berkelanjutan memicu terbentuknya
aterosklerosis (hilangnya elastisitas disertai penyempitan dan pengerasan
pembuluh darah arteri). Aterosklerosis menjadi penyebab utama terjadinya PJK.
Pada sebagian besar penderita hiperlipidemia dapat dikontrol dengan diet dan
olahraga. Namun, bisa juga dengan bantuan obat penurun kadar lipid darah atau
Tabel IV . Klasifikasi awal kolesterol dan trigliserida (Anwar, 2003)
Klasifikasi Kolesterol Total (mg/dl)
LDL Kolesterol
(mg/dl)
HDL Kolesterol
(mg/dl)
Trigliserida (mg/dl)
Target/
Normal <200 <130 - <200
Batas tinggi 200-239 130-159 - 200-400
Tinggi ≥240 >160 >60 400-1000
Sangat tinggi - - - >1000
Rendah - - <35 -
Hipertrigliseridemia bisa disebabkan oleh berbagai hal, berikut ini adalah
penyebab sekunder dari hipertrigliseridemia (Katzung, 1992) :
a. Minum alkohol
b. Nefrosis berat
c. Diabetes Melitus
d. Estrogen
e. Hipotiroidisme
f. Uremia
g. Kelebihan kortikosteroid
h. Gangguan pembuangan lipoprotein kaya trigliserida
Kadar trigliserida perlu diperiksa pada keadaan sebagai berikut yaitu bila
kadar kolesterol total > 200 mg/dl, ada PJK (Penyakit Jantung Koroner), ada
keluarga yang menderita PJK <55 tahun, ada riwayat keluarga dengan kadar
6. Penetapan Kadar Trigliserida
Penetapan kadar trigliserida dalam plasma dilakukan dengan
menggunakan metode enzimatik kolorimetrik dengan reagen GPO
(Glycerol-3-Phosphate-Oxidase). Prinsipnya adalah bahwa trigliserida dihidrolisis menjadi
gliserol dan asam lemak oleh lipoproteinlipase. Indikator yang digunakan yaitu
chinonimine yang dihasilkan dari 4-aminoantipirin dan fenol oleh hidrogen
peroksida.
Reaksi dasar yang terjadi pada penetapan kadar trigliserida adalah sebagai
berikut:
POD Trigliserida LPL Gliserol + Asam Lemak
Gliserol + ATP GK Gliserol-3-fosfat + ADP
Gliserol-3-fosfat + O2 GPO Dihidroksiaseton fosfat + H2O2
2H2O2 + 4-Aminoantipirin + 4-klorofenol Chinonimina + HCl + 4 H2O
Gambar 7. Reaksi dasar penetapan kadar trigliserida dengan metode enzimatik fotometrik (Rifai & Warnick, 2006)
Keterangan:
LPL : Lipoprotein Lipase GK : Gliserokinase
D. Metode Penyarian
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat
aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang
sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian rupa hingga memenuhi baku yang
telah ditetapkan (Anonim, 1995b).
Cara penyarian dapat dibedakan menjadi infundasi, maserasi, perkolasi,
dan penyarian berkesinambungan (Anonim, 1986). Sebagian besar ekstrak dibuat
dengan mengekstraksi bahan baku obat secara perkolasi. Seluruh perkolat
biasanya dipekatkan dengan cara destilasi dengan pengurangan tekanan, agar
bahan utama obat sesedikit mungkin terkena panas (Anonim, 1995b).
1. Infundasi
Infundasi adalah proses penyarian yang umumnya digunakan untuk
menyari zat kandungan aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati.
Penyarian dengan cara ini menghasilkan sari yang tidak stabil dan mudah
tercemar oleh kuman dan kapang. Oleh karena itu, sari yang diperoleh dengan
cara ini tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam (Anonim, 1986). Infus adalah
sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi simplisia nabati dengan air pada
suhu 90°C selama 15 menit. Pembuatan infusa adalah dengan cara bahan
dimasukkan dalam panci infus dan diberi air secukupnya, panaskan di atas tangas
air selama 15 menit terhitung mulai tercapai suhu 90°C sambil sekali-sekali
melalui ampas hingga diperoleh volume infusa yang dikehendaki (Anonim,
1995b).
2. Maserasi
Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan
dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari
akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat
aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan
zat aktif di dalam dan di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar.
Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara
larutan di luar dan di dalam sel (Anonim,1986).
3. Perkolasi
Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan
cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Prinsip perkolasi
adalah simplisia ditempatkan dalam suatu bejana silinder yang di bagian
bawahnya diberi sekat berpori. Cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah
melalui serbuk tersebut dan akan melarutkan zat aktif dari sel-sel yang dilalui
sampai mencapai keadaan jenuh (Anonim, 1986).
Cara perkolasi lebih baik daripada dengan cara maserasi karena aliran
cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang terjadi dengan
larutan yang konsentrasinya lebih rendah, sehingga meningkatkan derajat
perbedaan konsentrasi, ruangan di antara butir-butir serbuk simplisia membentuk
maka kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi lapisan batas sehingga dapat
meningkatkan perbedaan konsentrasi (Anonim,1986).
Alat yang digunakan untuk perkolasi disebut perkolator, cairan yang
digunakan untuk menyari disebut cairan penyari atau menstrum, larutan zat aktif
yang keluar dari perkolator disebut perkolat atau sari, sedangkan sisa setelah
penyarian disebut ampas atau sisa perkolasi (Anonim,1986).
4. Penyarian Berkesinambungan
Penyarian berkesinambungan menganut prinsip menghasilkan ekstrak cair
dengan dilanjutkan proses penguapan. Cairan penyari diisikan pada labu, serbuk
simplisia diisikan pada tabung dari kertas saring atau bahan lain yang cocok.
Cairan penyari dipanaskan hingga mendidih dan uap yang dihasilkan akan
mengembun karena ada pendingin balik, kemudian turun melalui serbuk simplisia
sambil melarutkan zat aktifnya dan kembali ke labu. Cairan akan menguap
kembali berulang proses seperti di atas (Anonim, 1986).
E. Landasan Teori
Daun jati belanda memiliki kandungan utama tanin, lendir (musilago),
damar, dan kafein. Tanin bersifat sebagai astringen. Senyawa ini dapat
mengendapkan mukosa protein yang ada di permukaan intestin (usus halus) yang
akan mengurangi penyerapan makanan. Menurut Robinson (1995), tanin dapat
diekstraksi dengan air panas atau campuran etanol-air. Musilago merupakan
eksudat dari berbagai jenis tumbuhan (familia Leguminosae dan Sterculiaceae),
asam empedu yang terbentuk dari kolesterol dan segera diekskresikan melalui
feses. (Anonim, 1995a). Kafein akan menghambat aktivitas enzim lipase
pankreas. Jika aktivitas enzim ini dihambat, maka penyerapan monogliserida dan
asam lemak pun akan berkurang (Rahardjo, Ngatijan, Pramono, 2005).
Dengan adanya kandungan tersebut diperkirakan tanaman jati belanda
dapat mengurangi penyerapan lemak oleh tubuh dan dapat menurunkan kadar
trigliserida dalam tubuh.
Berdasarkan penelitian Setiyani (2005), campuran infusa daun jati belanda
(Guazuma ulmifolia Lamk.) dan daging daun lidah buaya (Aloe vera L.) mampu
menurunkan berat badan tikus putih jantan galur Wistar sebesar 20,61% dari
kontrol positif.
Namun dari hasil penelitian tersebut, belum dapat diketahui hubungan
antara penurunan berat badan dengan kadar trigliserida. Oleh karena itu,
penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh infusa daun jati belanda terhadap
kadar trigliserida dalam plasma tikus putih jantan galur Wistar.
F. Hipotesis
Infusa daun jati belanda dapat memberikan pengaruh terhadap kadar
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni menggunakan
rancangan acak lengkap pola satu arah.
B. Metode Uji yang Dilakukan
Penanganan penggemukan dalam penelitian ini dilakukan dengan
pembatasan kalori yang dimakan (diet). Pengujian sediaan yang beraktivitas
menghambat kenaikan kadar lemak trigliserida dilakukan terhadap adanya
penekanan nafsu makan (anoreksia) yang termanifestasikan dengan penurunan
jumlah makanan yang dimakan dan penurunan berat badan hewan uji.
C. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas
Variabel bebas yang digunakan berupa dosis infusa daun jati
belanda, yaitu 625 mg/kgBB, 1250 mg/kgBB, 2500 mg/kgBB dan 5000
mg/kgBB.
2. Variabel tergantung
Variabel tergantung yang diamati meliputi pertambahan berat
badan, jumlah kosumsi pakan setiap hari serta kadar trigliserida sebelum
dan sesudah perlakuan.
3. Variabel pengacau terkendali
a. Hewan yang digunakan berasal dari galur yang sama yaitu tikus galur
Wistar.
b. Jenis kelamin hewan uji adalah jantan.
c. Umur hewan uji antara 1-1,5 bulan.
d. Berat badan hewan uji antara 100 sampai 210 gram.
e. Cara pemberian hewan uji secara per oral.
f. Lama perlakuan dibatasi selama 7 hari.
g. Jenis spesies tanaman yang digunakan adalah sama berasal dari tempat dan
ketinggian yang sama pula.
h. Metode penyarian yang digunakan yaitu infundasi.
4. Variabel pengacau tak terkendali
Variabel pengacau tak terkendali berupa kondisi di lingkungan luar
yang tidak diharapkan seperti stress pada tikus maupun keadaan patologi
tikus.
D. Definisi Operasional
Daun jati belanda (Guazumae folium) adalah simplisia yang berasal dari
tanaman jati belanda dengan bentuk daun bundar telur sampai lanset, panjang
helai daun 4 cm sampai 22,5 cm, lebar 2 cm sampai 10 cm, pangkal menyerong
berbentuk jantung, bagian ujung tajam, permukaan daun bagian atas berambut
jarang, permukaan bagian bawah berambut rapat. Daun yang diambil adalah daun
yang telah membuka sempurna, kurang lebih daun ke-4 sampai ke-8 dari pucuk
E. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
1. Bahan utama yang digunakan adalah daun jati belanda (Guazumae
folium).
2. Bahan untuk pembuatan pakan yaitu AD2 produksi PT. JAPFA Comfeed
Indonesia dan pelet tinggi lemak dan protein produksi PT. Matahari Sakti
dengan komposisi sebagai berikut :
Tabel V. Komposisi AD2
Kadar air : maksimal 12% Protein kasar : minimal 18% Lemak kasar : minimal 4% Serat kasar : maksimal 5% Abu : maksimal 7% Kalsium : 0,9-1,1 % Phospor : 0,7-0,9 %
Tabel VI. Komposisi pelet
Protein : 19-22 % Lemak : 22%
Abu : maksimal 15 % Serat kasar : maksimal 8 % Kadar air : maksimal 10 %
3. Hewan uji yang digunakan yaitu tikus putih jantan galur Wistar, umur
1-1,5 bulan dengan bobot 100-210 gram.
4. Pereaksi yang digunakan adalah TRIGLYCERIDES FS* (DiaSys,
Tabel VII. Isi pereaksi Triglycerides FS*
Reagen:
Good’s buffer pH 7,2 50 mmol/l 4- chlorophenol 4 mmol/l
ATP 2 mmol/l
Mg 2+ 15 mmol/l
Glycerokinase (GK) ≥0,4 kU/l Peroxidase (POD) ≥2 kU/l Lipoprotein Lipase (LPL) ≥2 kU/l
4-aminoantipyrine 0,5 mmol/l Glycerol-3-Phosphat-Oxidase (GPO) ≥0,5 kU/l
Trigliserida standar 200mg/dl (2,3 mmol/l)
F. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
1. Alat-alat untuk pembuatan sediaan uji yaitu kompor listrik, panci infus,
termometer dan alat-alat gelas.
2. Alat untuk uji farmakologi yaitu spuit injeksi dengan jarum yang berujung
tumpul (untuk per oral), kandang metabolik (metabolic cage) dan
timbangan.
3. Alat untuk pengambilan sampel yaitu pipa kapiler berheparin (Micro
haematocrit tubes, BRAND GMBH, Wertheim), tabung effendorf, sentrifuge
(Hettich WBA SS, Germany), kuvet, dan vortex (Janke-Kankel IKA®
-Labortechnik)
4. Alat untuk penentuan kadar trigliserida yaitu spektrofotometer visible
G. Tatacara Penelitian
1. Determinasi tanaman
Determinasi tanaman jati belanda dilakukan di Laboratorium
Farmakognosi-Fitokimia, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma.
2. Cara memperoleh bahan
a. Bahan utama yang digunakan adalah daun jati belanda (Guazumae
folium) yang diperoleh dari PT. Merapi Farma, Kaliurang,
Yogyakarta. Daun jati belanda yang diperoleh berupa serbuk kering.
b. Bahan untuk pembuatan sediaan uji yaitu aquadest yang diperoleh
dari Laboratorium Farmakologi-Toksikologi, Fakultas Farmasi,
USD.
c. Bahan untuk pembuatan pakan yaitu AD2 produksi PT. JAPFA
Comfeed Indonesia dan pelet tinggi lemak dan protein produksi PT.
Matahari Sakti.
d. Hewan uji yang digunakan yaitu tikus putih jantan galur Wistar,
umur 1-1,5 bulan dengan bobot 100-210 gram.
3. Pembuatan infusa
Serbuk daun jati belanda sebanyak 30 g ditambah air kurang lebih 100 ml
dalam sebuah panci, panaskan di atas tangas air selama 15 menit terhitung mulai
tercapai suhu 90°C sambil sekali-sekali diaduk. Serkai selagi panas melalui kain
flannel, tambahkan air secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume infusa
4. Penentuan dosis infusa daun jati belanda
Konsentrasi maksimum infusa daun jati belanda yang dipergunakan dalam
penelitian ini adalah 30%. Dari konsentrasi maksimum tersebut dapat diperoleh
dosis maksimum infusa daun jati belanda.
Dosis maksimum tersebut diperoleh dari rumus :
D (mg/kgBB) x BB (kg)
C (mg/ml) V (ml) =
Volume yang digunakan adalah volume maksimal untuk penggunaan per oral
pada tikus, yaitu 5 ml. Bila berat badan mencit adalah 300 gram, maka dosis
maksimal dapat ditentukan, yaitu :
D mg/kg BB x 0, 3 kg BB
300 mg/ml 5 ml =
D = 5000mg/kgBB
Dosis maksimal yang diperoleh adalah 5000 mg/kg BB kemudian dibuat rentang
dosis ke bawah. Rentang yang digunakan adalah 2 dari dosis maksimal.
Berdasarkan hal tersebut, dosis yang digunakan adalah 5000 mg/kg BB; 2500
mg/kg BB; 1250 mg/kg BB; dan 625 mg/kg BB.
5. Pengelompokan dan perlakuan subjek uji
Penelitian ini mengikuti rancangan acak lengkap pola searah, yang mana
48 ekor tikus dibagi secara acak menjadi 6 kelompok, masing-masing kelompok
terdiri dari 8 ekor. Semua kelompok diberi pakan yang sama yaitu AD2 dicampur
pakan AD2. Tiap hewan uji diadaptasikan dengan kondisi yang sama, jauh dari
kebisingan dan dihindarkan dari stres, lalu diberi perlakuan sebagai berikut:
• Kelompok I : kontrol negatif murni diberi aquadest
• Kelompok II : kontrol negatif semu diberi aquadest
• Kelompok III : diberi infusa daun jati belanda dengan dosis 625 mg/kgBB
• Kelompok IV : diberi infusa daun jati belanda dengan dosis 1250
mg/kgBB
• Kelompok V : diberi infusa daun jati belanda dengan dosis 2500
mg/kgBB
• Kelompok VI : diberi infusa daun jati belanda dengan dosis 5000
mg/kgBB
6. Pengujian
Perlakuan dalam penelitian ini dilakukan selama 7 hari. Selama perlakuan
masing-masing kelompok diberi pakan AD2 sebanyak 25 g yang dicampur
dengan pelet tinggi lemak dan protein dengan perbandingan 2:1, kecuali
kelompok I. Setiap harinya, berat badan dan jumlah konsumsi akan ditimbang,
selain itu kadar trigliserida dalam plasma sebelum dan sesudah perlakuan diukur
dan dicatat sebagai data.
7. Pengambilan dan pengolahan plasma darah tikus
Darah tikus diambil melalui mata dengan menggunakan pipa kapiler
berheparin (Micro haematocrit tubes, BRAND GMBH, Wertheim) pada hari ke 0
dan hari ke 8. Darah lalu disentrifuge selama 15 menit dengan kecepatan 3000
8. Penetapan kadar trigliserida
Plasma darah yang telah diperoleh direaksikan dengan reagen
Triglycerides FS* dan ditetapkan kadar trigliserida dalam plasma menggunakan
spektrofotometer visibel (Merck® microlab 300).
Pengukuran dengan spektrofotometer dilakukan pada panjang gelombang
546 nm, dengan temperatur 20-25 ºC. Penentuan kadar trigliserida dilakukan
dengan membandingkan absorbansi trigliserida dalam plasma darah dengan
absorbansi trigliserida dalam larutan standar, dengan rumus sebagai berikut :
(mg/dl)
Setiap analisis statistik dilakukan dengan menggunakan program SPSS.
Penimbangan berat badan dan pertambahan berat badan setiap hari dicatat
sebagai data. Rata-rata pertambahan berat badan tikus atau ADG (Average Daily
Gain) dihitung dengan rumus:
perlakuan
Data ADG dan pertambahan berat badan dianalisis menggunakan ANOVA
satu arah dengan taraf kepercayaan 95%, dilanjutkan dengan uji LSD jika
diperoleh hasil yang signifikan.
Konsumsi pakan kumulatif didapat dengan cara menjumlahkan konsumsi
arah dengan taraf kepercayaan 95%, dilanjutkan dengan uji LSD jika diperoleh
hasil yang berbeda bermakna.
Kadar trigliserida sebelum dan sesudah perlakuan dengan menggunakan
infusa daun jati belanda dianalisis dengan menggunakan ANOVA satu arah
dengan taraf kepercayaan 95%, dilanjutkan dengan uji LSD jika diperoleh hasil
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Determinasi Tanaman
Determinasi tanaman dilakukan di laboratorium Farmakognosi-Fitokimia,
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma secara makroskopik. Determinasi
dilakukan dengan cara membandingkan ciri-ciri morfologi tanaman jati belanda
yang digunakan dengan buku acuan yang ada. Buku acuan yang digunakan yaitu
Flora Of Java edisi I. Hasil determinasi adalah sebagai berikut:
1b, 2b, 3b, 4b, 12b, 13b, 14b, 17b, 18b, 19b, 20b, 21b, 22b, 23b, 24b, 25b, 16b,
27a, 28b, 29b, 30b, 31a, 32a, 33a, 34a, 35a, 36d, 37b, 38b, 39b, 41b, 42b, 44b,
45b, 46e, 50a……….94 (Sterculiaceae)
1b, 6b, 10b, 12b, 15b, 17a, 18b...10 (Guazuma ulmifolia Lamk.)
Hasil determinasi menunjukkan bahwa tanaman yang digunakan dalam penelitian
adalah Guazuma ulmifolia Lamk. (Backer dan Backhuizen, 1963).
B. Pembuatan dan Penetapan Dosis Infusa Daun Jati Belanda
Serbuk daun jati belanda sebanyak 30 g ditambah air kurang lebih 100 ml
dalam sebuah panci infus, panaskan di atas tangas air selama 15 menit terhitung
mulai tercapai suhu 90°C sambil sekali-sekali diaduk. Serkai selagi panas melalui
kain flannel, tambahkan air secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume
infusa yang dikehendaki.
Konsentrasi maksimum infusa daun jati belanda yang dipergunakan dalam
penelitian ini adalah 30%. Dari konsentrasi maksimum tersebut dapat diperoleh
dosis maksimum infusa daun jati belanda. Volume yang digunakan adalah volume
maksimal untuk penggunaan per oral pada tikus, yaitu 5 ml. Bila berat badan
mencit adalah 300 gram, maka dosis maksimal yang didapatkan yaitu 5000 mg/kg
BB. Dari dosis maksimum tersebut kemudian ditetapkan tiga peringkat dosis
dengan cara menentukan kelipatannya. Dalam penelitian ini digunakan angka
kelipatan sebesar ½ kalinya, sehingga didapatkan 3 peringkat dosis lainnya yaitu :
2500 mg/kg BB, 1250 mg/kg BB, dan 625 mg/kg BB.
C. Uji Infusa Daun Jati Belanda
Pengujian infusa daun jati belanda dilakukan menggunakan hewan uji
tikus putih jantan galur Wistar yang berumur 1,5 sampai 2 bulan dengan berat
badan awal 100-210 gram. Hewan uji ini diberi pakan AD2 dicampur pelet tinggi
lemak dan protein dengan perbandingan 2:1. Selama 7 hari sebelum mendapat
perlakuan menggunakan infusa daun jati belanda, dilakukan penggemukan pada
tikus. Setelah itu, tikus diberi perlakuan dengan infusa daun jati belanda selama 7
hari dan diamati perubahan berat badan pada tikus. Sebelum dan sesudah
diberikan infusa daun jati belanda, sampel darah tikus diambil untuk ditetapkan
kadar trigliserida dalam plasmanya.
1. Pertambahan Berat Badan Tikus
Selama 7 hari dilakukan penggemukan dengan cara, tikus diberi pakan
murni. Setelah itu, selama 7 hari selain diberi pakan AD2 dan pelet, tikus diberi
infusa daun jati belanda secara per oral. Berat badan tikus diamati setiap hari
dengan cara ditimbang menggunakan neraca analitik.
KURVA BB
Gambar 8. Kurva hubungan berat badan tikus (gram) dan waktu (hari) selama diberi perlakuan menggunakan infusa daun jati belanda
Keterangan :
1. Kelompok I : kontrol negatif murni, diberi aquadest. 2. Kelompok II : kontrol negatif semu, diberi aquadest.
3. Kelompok III : diberi infusa daun jati belanda dosis 625 mg/kgBB. 4. Kelompok IV : diberi infusa daun jati belanda dosis 1250 mg/kgBB. 5. Kelompok V : diberi infusa daun jati belanda dosis 2500 mg/kgBB. 6. Kelompok VI : diberi infusa daun jati belanda dosis 5000mg/kgBB.
Selama tikus diberi perlakuan menggunakan infusa daun jati belanda ,
terlihat pada gambar 8, bahwa semua kelompok kurvanya saling berhimpitan dan
relatif mendatar, kecuali kelompok I yaitu kelompok negatif murni yang hanya
diberi pakan AD2. Kurva pada kelompok I tidak berhimpit dengan kelompok lain,
hal ini menunjukkan bahwa pelet tinggi lemak dan protein yang diberikan dapat
Penghambatan kenaikan berat badan tikus dapat dilihat lebih jelas dengan
menggunakan tabel pertambahan berat badan setiap kelompok perlakuan. Berat
badan tikus pada hari pengamatan dikurangi dengan berat badan tikus mula-mula
pada hari ke-0 digunakan sebagai data pertambahan berat badan.
Kurva Pertambahan BB
Gambar 9. Kurva hubungan pertambahan berat badan (gram) dan waktu (hari) selama diberi perlakuan menggunakan infusa daun jati belanda
Keterangan :
1. Kelompok I : kontrol negatif murni, diberi aquadest. 2. Kelompok II : kontrol negatif semu, diberi aquadest.
3. Kelompok III : diberi infusa daun jati belanda dosis 625 mg/kgBB. 4. Kelompok IV : diberi infusa daun jati belanda dosis 1250 mg/kgBB. 5. Kelompok V : diberi infusa daun jati belanda dosis 2500 mg/kgBB. 6. Kelompok VI : diberi infusa daun jati belanda dosis 5000mg/kgBB.
Pada gambar 9, selama tikus diberi perlakuan dengan infusa daun jati
belanda, terlihat kurva pertambahan berat badan linier dan saling berhimpit
kecuali pada kelompok negatif murni dan kelompok negatif semu. Pada kelompok
negatif semu terjadi penurunan berat badan pada hari ke-2 tetapi kembali
tikus relatif mengalami kenaikan dan pemberian infusa daun jati belanda tidak
mampu menghambat kenaikan berat badan tikus.
Untuk mengetahui adanya pengaruh pemberian infusa daun jati belanda
terhadap berat badan tikus selama perlakuan maka dilakukan analisis variansi
(ANOVA) satu arah terhadap data pertambahan berat badan selama perlakuan.
Sebelumnya dilakukan analisis variansi, terlebih dahulu data diuji normalitas dan
variansi. Setelah memenuhi, maka dilakukan analisis variansi, dapat dilihat pada
lampiran 2 atau pada tabel VIII. Berdasarkan uji ANOVA satu arah dengan taraf
kepercayaan 95%, diperoleh bahwa tidak terdapat perbedaan penurunan berat
badan yang bermakna antar kelompok tikus.
Tabel VIII. Hasil uji ANOVA terhadap kenaikan berat badan tikus
Berat
47.081 5 9.416 .252 .936
1346.509 36 37.403
1393.591 41
Between Groups Within Groups Total
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Perbedaan penurunan berat badan per hari dapat dilihat dengan
perhitungan ADG (Average Daily Gain). ADG didapat dengan cara menghitung
selisih kenaikan berat badan selama perlakuan kemudian dibagi dengan jumlah
hari selama perlakuan. Data ADG selama perlakuan dapat dilihat pada tabel IX.
Pada tabel ADG dapat dilihat bahwa kenaikan berat badan paling kecil terjadi
pada kelompok negatif murni dan yang kedua adalah pada kelompok IV yaitu