• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEMUAN ARKEOLOGIS DI DAERAH SUKADANA PRO (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TEMUAN ARKEOLOGIS DI DAERAH SUKADANA PRO (1)"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Ida Fitriana Luluk Nura Yusfita

Rica Filasari Yuan Erinda Santi

Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang

ABSTRACT

Firstly the Lampung society described by Tome Pires as two main place that is Sekampung and Tulangbawang. Some of archeological remains in that place, especially in Sukadana because this place passed by these location. Sukadana reflected the clasic society. This invention as a ancient settlement. According to archeological review, there is a ancient settlement in Sukadana period of Sriwijaya Kingdom.

Keyword: archeological remains, Sukadana, Lampung, ancient settlement, Sriwijaya Kingdom.

Perkembangan sejarah dan budaya masyarakat Lampung telah melalui banyak babakan mulai dari prasejarah, klasik hingga Islam. Pada masa klasik di Lampung hampir tidak ditemukan suatu kerajaan yang identik dengan pusat peradaban. Munculnya istilah Lampung memang masih baru terdengar oleh umum. Karena jarangnya sumber dari masa klasik yang menyinggung keberadaan Lampung, meskipun juga ada beberapa kitab yang sedikit menyinggung mengenai adanya Lampung yaitu Nagarakrtagama dan Amanat Galunggung (Muljana, 1979:146).

(2)

kawasan sepanjang Way Sekampung merupakan kawasan yang cukup ramai pada masa klasik khususnya ketika Sriwijaya menguasai Lampung.

Pada kajian kali ini dibahas tentang pemukiman kuno yang terdapat di daerah Sukadana, Provinsi Lampung. Menurut tinjauan arkeologis, daerah Sukadana merupakan salah satu tempat yang banyak ditemukan benda-benda arkeologis, dibandingkan dengan daerah lainnya di Lampung. Daerah Sukadana merupakan salah satu daerah yang dilalui oleh beberapa sungai seperti Way Sekampung dan Way Tulangbawang. Sehingga tidak heran jika di daerah ini banyak ditemukan benda-benda arkeologis yang menunjukan suatu permukiman pada zaman klasik masa Kerajaan Sriwijaya. Karena pada masa zaman prasejarah hingga klasik banyak manusia yang memilih hidup di dekat sungai karena mengantungkan hidupnya pada alam.

TUJUAN

Tulisan ini bertujuan untuk menelaah tentang temuan arkeologis di daerah Sukadana Provinsi Lampung sebagai realisasi pemukiman kuno pada masa Kerajaan Sriwijaya. Yang pertama dijabarkan tentang objek penelitian arkologis di daerah Sukadana Provinsi Lampung. Selain itu, dibahas pula tentang temuan yang dihasilkan pada objek penelitian tersebut dan yang terakhir tentang realisasi temuan arkeologis tersebut sebagai pemukiman kuno pada masa Kerajaan Sriwijaya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Objek Penelitian Arkeologis di Daerah Sukadana Provinsi Lampung

Dalam catatan Tome Pires mengenai kawasan Lampung terdapat dua nama yaitu Sekampung dan Tulangbawang. Dua nama ini disebutnya sebagai suatu negeri dalam arti bukan kerajaan (Cortesao, 1967:136 dalam Saptono, 2000:117). Sekampung dapat diidentifikasikan sebagai kawasan di sekitar Way Sekampung sekarang. Meskipun Sekampung dikatakan bukan kerajaan, tetapi diberitakan oleh Tome Pires sebagai negeri yang berlimpah ruah. Lokasinya berada dekat Tana Malaio dan Tulangbawang. Sekampung sudah menjalin perdagangan dagang dengan Sunda dan Jawa dan komoditas yang diperjual belikan antara lain kapas, emas, madu, lilin, rotan, lada beras, dan hasil bumi lainnya (Cortesao, 1967:158 dalam Saptono, 2000:117). Sedangkan aliran sungai Way Sekampung dan Way Tulanbawang sendiri mengalir di daerah Sukadana, Provinsi Lampung.

(3)

untuk pemukiman kebanyakan berupa ladang dan sawah. Sungai yang mengalir di daerah ini antara lain Way Raman, Way Batanghari, dan Way Sukadana yang merupakan anak Way Seputih, serta Way Sekampung dengan beberapa anak sungainya (Saptono, 2000:108). Penelitian di Daerah Sukadana dilaksanakan terhadap beberapa objek arkeologi di Desa Bumijawa, Negeritua, dan Godongwani.

1) Desa Bumijawa

Desa Bumijaya berada di sebelah barat Sukadana. Data etnohistoris yang berkaitan dengan Bumijawa menyebutkan bahwa di daerah Lampung terdapat empat kanegerian yaitu ratu dipuncak yang berkedudukan di Bukit Pesagi daerah Kenali, Ratu Balau (di Tulangbawang), Ratu Pogung (di Krui), dan Ratu Pemanggilan (di Tegineneng). Empat kanegerian ini berasal dari satu induk yang berkedudukan di daerah Martapura (Sumatra Selatan). Ratu Dipuncak mempunyai anak sembilan yang disebut “Jurai Siwa” (sembilan saudara). Salah satu anggota Jurai Siwa tersebut adalah Nuban yang kemudian menurunkan masyarakat Bumijawa.

2) Desa Negeritua

Desa Negeritua terletek di sebelah selatan Sukadana. Menurut cerita rakyat setempat, leluhur masyarakat Negeritua berasal dari Pagarruyung (Sumatra Barat). Permukiman Negeritua pertama kali terletak di daerah Karyamukti, tepi Way Sekampung (Saptono, 2000:110).

3) Desa Gedongwani

Desa Gedongwani terletak di sebelah selatan Sukadana. Desa ini berada pada daerah aliran Way Sekampung. Objek arkeologis yang ada di daerah ini terbagi dalam tiga klaster (cluster). Klaster pertama (Gedongwani l) berada di dekat pertemuan antara Way Gerem dan Way Sekampung. Pada lokasi ini terdapat makam Baituhit. Klaster kedua (Gedongwani ll) berada di sebelah timur laut Gedongwani l berjarak sekitar 500 m. di lokasi ini terdapat komplek makam Raden Candradinata. Klaster ketiga (Gedongwani lll) terletak di sebelah timur laut Gedongwani ll berjarak sekitar 500 m.

(a) Gedongwani l

Klaster Gedongwani l sekarang berupa kebun yang ditanami singkong. Lahan ini berada di sebelah barat laut pertemuan Way Sekampung dengan Way Gerem. Pada salah satu lahan disebutkan merupakan bekas rumah pesirah marga. Pengamatan di sekitar lahan ini ditemukan fragmen keramik, gerabah, kerak besi, dan besi tua. Pada tepi jalan raya di dekat makam Baituhit terdapat lahan bekas tempat tinggal Pesirah Marga (Saptono, 2000:111).

(b) Gedongwani ll

Klaster Gedongwani ll merupakan ujung perkampungan sebelah tenggara. Makam Raden Cakradinata terdapat di sebelah barat permukiman pada kebun di tepi sebelah utara Way Sekampung.

(4)

Lahan klaster Gedongwani lll berupa kebun kelapa dan pada pengamatan pada perkarangan penduduk di sekitar makam ini banyak ditemukan fragmen keramik (Saptono, 2000:112).

Temuan Arkeologis di Daerah Sukadana Provinsi Lampung

Di obyek penelitian di daerah Sukadana Provinsi Lampung, banyak ditemukan keramik. Keramik yang ditemukan pada suatu situs menunjukkan adanya sistem pertukaran dengan daerah lain. Pertukaran ini bisa berupa perdagangan. Dengan ditemukannya mata uang, semakin memperkuat adanya kegiatan perdagangan. Aktifitas sehari-hari dapat dilihat dari tipologi gerabah dan keramik. Gerabah yang ditemukan di situs Gedongdalem yang terletak di Bumijawa yang menceminkan adanya bekas pemukiman kuno kampung Bumijawa, lihat gambar 1. Situs ini berada di sebelah utara Way Batanghari dan luasnya sekitar 200 x 100 m. Pada sisi timur dan barat situs terdapat parit yang menjadi batas pemukiman. Pada lahan ini terdapat sebaran keramik dan gerabah dalam jumlah yang banyak. Menurut keterangan penggarapan lahan, di lokasi ini sering ditemukan mata uang (Saptono, 2013:126).

Gambar 1. Temuan gerabah

(https://www.google.com/search?q=temuan+gerabah+pada+daerah+sukadana)

Gerabah yang ditemukan di situs Gedongdalem berjumlah tiga buah yang merupakan bagian bibir, badan dan dasar. Secara tipologis gerabah tersebut berasal dari bentuk tempayan. Frgamen keramik yang ditemukan di beberapa situs juga merupakan bagian bibir, badan dan dasar. Analisis tipologis keramik menunjukkan berasal dari bentuk mangkuk (MK), piring (PR), cangkir (CK) sendok (SD), tutup (TTP), botol (BTL), vas dan ada yang tidak diketahui bentuknya.

Tabel 1. Tipologi Keramik Sukadana

Situs MK PR CK SD TTP BTL VAS ? Jumlah

Gedongdalem 48 37 2 1 - 3 1 1 93

(5)

Gedongwangi I 4 - - - 4

Gedongwangi II 7 19 - 1 1 - - - 28

Gedongwangi III 7 - - 1 - - - - 8

Jumlah 67 59 2 3 1 4 1 1 138

Hasil analisis keramik secara tipologis menunjukkan bahwa bentuk mangkuk paling banyak ditemukan, kemudian berturut-turut bentuk piring, botol, sendok, cangkir, tutup, dan vas. Satu-satunya tutup yang ditemukan di situs Gedongwani II berupa tutup botol (mungkin botol minuman) yang bertuliskan “TAN TJIN TJIANG & Co Telok Betong”. Berdasarkan tipologis temuan keramik dapat menggambarkan bahwa artefak tersebut merupakan benda keperluan sehari-hari.

Keramik asing mempunyai ciri-ciri tertentu yang dapat menunjukkan asal daerah dan pertanggalannya. Hasil analisis pertanggalan. Hasil analisis pertanggalan terlihat sebagaimana matriks berikut:

Tabel 2. Asal dan Pertanggalan Keramik Sukadana

Situs Cina Annam Eropa Jumlah

Keramik dari Cina paling banyak ditemukan, kemudian dari Eropa, dan Annam. Pertanggalan keramik Cina yang ditemukan berasal dari zaman dinasti Song (960-1279, atau abad X –XIII), Yuan (1280-1368, atau abad XVII-XX). Keramik Annam berasal dari abd XIV-XVI, sedangkan keramik Eropa dari abad XVIII-XX (Saptono, 2000:119-120).

(6)

Gambar 2. Prasasti Palas Pasembah

(https://www.google.com/search?q=Prasasti+Palas+Pasembah)

Situs Palas Pasembah berada di Desa Palas Pasemah, Kecamatan Palas, Kabupaten Lampung Selatan. Lokasi situs berada di tepi Way Pisang sebelah utara. Di sebelah utara merupakan kawasan permukiman sedangkan di sebelah selatan lahan perkebunan. Lahan situs merupakan taman purbakala yang luasnya sekitar 15 x 15 m (Utomo, 2007:10).

2) Prasati Bungkuk

Gambar 3. Prasasti Bungkuk

(https://www.google.com/search?q=prasasti+bungkuk)

Prasasti Bungkuk ditemukan di tepi Way Sekampung. Pada saat ini sudah tidak berada di tempat asalnya tetapi tersimpan di Rumah Informasi Taman Purbakala Pugung Raharjo (Utomo, 2007:9).

(7)

Gambar 4. Prasasti Batu Bedil

(https://www.google.com/search?q=prasasti+batu+bedil)

Situs Batu Bedil secara administratif berada di Desa Gunung Meraksa, Kecamatan Pulau Panggung, Kabupaten Tanggamus. Secara geografis lokasi ini berada di wilayah hulu Way Sekampung (Saptono, 2013:128).

Temuan Arkeologis di Daerah Sukadana Provinsi Lampung Sebagai Realisasi Pemukiman Kuno Pada Masa Kerajaan Sriwijaya

Pemukiman sebagai suatu tempat manusia menetap dan melakukan aktifitas kehidupan telah muncul sejak zaman prasejarah dan berkembang hingga kini. Pada zaman prasejarah ketika sistem bercocok tanam mulai dikenal, merupakan awal manusia mulai bertempat tinggal secara menetap. Pada masa ini mulai ada tanda-tanda cara hidup menetap di suatu pekampungan yang terdiri atas tempat-tempat tinggal sederhana yang dialami secara berkelompok oleh beberapa keluarga. Kegiatan-kegiatan dalam kehidupan perkampungan yang terutama ditujukan untuk mencukupi kebutuhan bersama, mulai diatur dan dibagi antar anggota masyarakat (Soejono, 1992:167-168).

Asal mula arkeologi pemukiman dimulai ketika para ahli arkeologi di Amerika yang memperoleh inspirasi dari beberapa kajian tentang pemukiman yang dilakukan oleh para ahli antropologi budaya. Mereka kemudian mencari arah baru bagi penelitian arkeologi. Pola pemukiman kuno dapat dipelajarinya dengan menggunakan konsep “pola pemukiman”, ada tiga macam variasi dalam studi arkeologi tentang pola pemukiman, yakni:

1) Studi yang memusatkan perhatian pada struktur individual suatu pemukiman seperti rumah atau bangunan tertentu.

2) Studi yang memberi perhatian pada pemukiman lokal, seperti misalnya suatu desa.

(8)

Masing-masing kajian ini memiliki daya tariknya sendiri-sendiri. Selain itu kerangka teori serta metode yang digunsksn biasanya juga teori-teori yang berbeda-beda (Putra, 1997:24).

Provinsi Lampung berbatasan dengan Selat Sunda di sebelah selatan, Laut Jawa di timur, Provinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu di utara dan Samudera Hindia di sebelah barat. Keadaan alam Lampung di sebelah barat dan selatan, di sepanjang pantai, merupakan daerah yang berbukit-bukit sebagai sambungan dari jalur pegunungan Bukit Barisan; di tengah-tengah merupakan dataran rendah; sedangkan ke dekat pantai di sebelah timur, di sepanjang ke dekat pantai di sebelah timur, di sepanjang tepi Laut Jawa terus ke utara, merupakan daerah rawa-rawa perairan yang luas. Di Lampung terdapat beberapa sistem aliran sungai diantaranya, Way Sekampung (panjang 265 km), Way Semangka (panjang 90 km), Way Jepara (panjang 50 km), Way Tulangbawang (panjang 136 km), dan Way Mesuji (panjang 220 km) (Saptono, 2013:127-128).

Way Tulangbawang pada abad XVII merupakan jalur perdagangan antara daerah pedalaman dengan kawasan pantai yang selanjutnya diantarpulaukan. Aktifitas perdagangan pada masa ini berkaitan erat dengan kekuasaan Palembang di utara dan Banten di selatan. Di daerah hulu Tulangbawang banyak dijumpai situs-situs dari masa prasejarah yang menunjukkan adanya suatu komunitas. Kawasan Tulangbawang berada di pantai timur bagian utara Propinsi Lampung. Kajian tentang permukiman di sepanjang Way Tulangbawang mengambil sampel pada beberapa permukiman kuno yang terdapat di sepanjang Way Tulangbawang (Saringendyanti, 2000:145-146).

Dari artefak yang ditemukan dalam penelitian di Tulangbawang berupa fragmen keramik dan fragmen gerabah. Selain itu juga ditemukan beberapa artefak logam yang merupakan benda koleksi penduduk setempat. Mengingat tinggalan tersebut bersifat movable maka validitasnya sangat rendah. Data tersebut akan dipakai sebagai pelengkap atau penunjang. Artefak yang dianalisis meliputi fragmen keramik dan gerabah yang ditemukan secara in situ (Saringendyanti, 2000:156). Temuan-temuan itu diperkirakan dari masa Kerajaan Sriwijaya.

Pola pemukiman memanjang sejajar dengan aliran sungai, berdasarkan tipologi artefak yang ditemukan menunjukkan aktifitas berupa kegiatan rumah tangga sehari-hari banyak dijumpai pada situs-situs pemukiman sepanjang Way Sekampung. Situs-situs tersebut kebanyakan berada pada kelokan sungai. Benteng tanah tersebut sengaja dibuat sebagai tempat perlindungan atau pagar/batas dari pemukiman. Objek yang berada disekitar benteng pada umumnya terdiri dari unsur bangunan tradisi megalitik seperti punden, lumpung batu dan menhir (Saringendyanti, 2000: 60).

(9)

masyarakat ini mempunyai pola pemukiman yang berpindah-pindah dari tempat yang satu ke tempat yang lain. Perpindahan ini dikarenakan kualitas lahan yang sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan lagi. Hal yang menarik adalah bahwa setiap ada perpindahan lokasi nama kampung tidak mengalami perubahan. Kelompok masyarakat yang bermukim di daerah Sukadana dapat ditelaah melalui data-data arkeologis. Namun, masyarakat Negeritua sedikit sukar untuk ditelaah hal ini dikarenakan situs-situs peninggalan masyarakat Negeritua ini banyak yang telah terganggu (Djajadiningrat, 1983:130-137, Graaf & Pigeud 1985:151).

Keterangan etnohistoris menyebutkan bahwa masyarakat Bumijawa berasal dari Bukit Pesagi yang sebelumnya tinggal di daerah Martapura sekarang. Kawasan ini dalam tradisi disebut sebagai Sekalaberk yang cakupan wilayahnya di sekitar Danau Ranau. Pada masa klasik memang kawasan ini merupakan kawasan yang potensial (Soekmono, 1985:48). Dari pembahasan ini dapat disimpulkan bahwa hasil-hasil temuan arkeologis di daerah Sukadana Provinsi Lampung merupakan suatu realisasi dari pemukiman kuno pada masa Kerajaan Sriwijaya. Dengan bukti-bukti peninggalan yang telah ditemukan, dapat dinyatakan bahwa sekitar-sekitar temuan arkeologis yang ada di daerah Sukadana Provonsi Lampung merupakan wujud dari pemukiman kuno pada masa Kerajan Sriwijaya.

KESIMPULAN

Daerah Sukadana yang berada di Provinsi Lampung terdiri dari beberapa desa yang antara satu desa dengan desa lainnya relatif jauh. Secara umum dapat dikatakan merupakan daerah yang berpenduduk jarang. Pemukiman penduduk hanya terkonsentrasi di sepanjang jalan desa. Bentang daerah merupakan atau berupa pedataran rendah. Pada beberapa wilayah atau lokasi terdapat rawa-rawa. Lahannya selain dimanfaatkan untuk pemukiman kebanyakan berupa ladang dan sawah. Penelitian di Daerah Sukadana dilaksanakan terhadap beberapa objek arkeologi di Desa Bumijawa, Negeritua, dan Godongwani.

Dari obyek penelitian di daerah Sukadana Provinsi Lampung, banyak ditemukan fragmen-fragmen gerabah, ditemukan juga prasasti-prasasti yang mendukung adanya suatu kehidupan perkampungan kuno, yakni Prasasti Palas Pasembah, Prasati Bungkuk, dan Prasasti Batu Bedil.

(10)

penunjang bukti bahwa adanya suatu pemukiman pada masa itu. Kelompok masyarakat yang bermukim di daerah Sukadana dapat ditelaah melalui data-data arkeologis tersebut. Pada masa klasik diperkirakan kawasan ini sangat potensial ditemukan hasil-hasil temuan arkeologis di daerah Sukadana Provinsi Lampung merupakan suatu realisasi dari pemukiman kuno pada masa Kerajaan Sriwijaya. Dengan bukti-bukti peninggalan yang telah ditemukan, dapat dinyatakan bahwa sekitar-sekitar temuan arkeologis yang ada di daerah Sukadana Provonsi Lampung merupakan wujud dari pemukiman kuno pada masa Kerajan Sriwijaya.

DAFTAR RUJUKAN

Djajadiningrat, H. 1983. Tinjauan Kritis Tentang Sejarah Babten. Jakarta: KITLV.

Graaf, H.J & Pigeaud, Th.G.Th. 1985. Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa. Jakarta: Grafitipers.

Hardiati, E.S., Djafar, H., Soeroso, Ferdinandus, P.E.J., & Nastiti, T.S. 2010. Zaman Kuno. Dalam R.P. Seojono & R.Z. Leirissa Sejarah Nasional Indonesia II. Jakarta: Balai Pustaka.

Muljana, S. 1979. Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta: Bhratara Karya Aksara.

Putra, A. 1997. Arkeologi Pemukiman: Asal Mula dan Perkembangannya. Jurnal Humaniora, (Online), 1 (5): 16-25, (htttp://www.googleschoolar.com), diakses 22 Februari 2017.

Saptono, N. 2000. Pemukiman Kuna di Daerah Sukadana, Provinsi Lampung. Dalam Edy Sunadi & Agus Aris Munandar (Eds.), Rona Arkeologi: Penampakan Hasil Penelitian dan Pengembangan Arkeologi di Wilayah Jawa Barat, Lampung dan Kalimantan Barat (hlm. 107-122). Bandung: Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia.

Saptono, N. 2013. Permukiman Kuna di Kawasan Way Sekampung, Lampung, Pada Masa Sriwijaya. AMERTA Jurnal Penelitian dan Pengembangan Arkeologi, (Online), 31 (2): 125-140, (htttp://www.googleschoolar.com), diakses 22 Februari 2017

Soejono, R.P. 1992. Jaman Prasejarah di Indonesia. Dalam Sejarah Nasional Indonesia I. Jakarta: P.N. Balai Pustaka.

(11)

Sringendyanti, E. 2000. Kronik Arkeologi: Perspektif Hasil Penelitian Arkeologi di Jawa Barat, Kalimantan Barat dan Lampung. Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional.

Gambar

Tabel 1. Tipologi Keramik Sukadana
Gambar 2. Prasasti Palas Pasembah
Gambar 4. Prasasti Batu Bedil

Referensi

Dokumen terkait

Pada kendaraan Autonomous level 5 kita tiba di mobil tanpa pengemudi sejati. Kendaraan berkemampuan level 5 harus dapat memonitor dan bermanuver melalui semua kondisi

Perumusan masalah yang dibahas dalam penelitian tugas akhir ini yaitu bagaimana menjadwalkan pekerja operation ground handling Gapura Angkasa yang optimal dengan

Dalam usahanya untuk melaksanakan pencatatan bibliografi terbitan Indonesia tersebut, baik Perpustakaan Nasional dan Yayasan Idayu telah mencatat buku rujukan

guna melihat seberapa jauh hasil yang diperoleh dengan melakukan pengolahan pascapanen ini. Pengolahan hasil panen untuk meningkatkan pendapatan petani bisa dilakukan

Magang di kantor Pengadilan Negeri Pamekasan adalah suatu upaya bagi kami mahasiswa Fakultas Hukum Muhammadiyah Malang untuk menggali segala permasalahan hukum, potensi

Mungkin tak ada kriteria yang lebih terkenal dalam ilmu ekonomi dibandingkan dengan kriteria MR=MC atau marginal revenue=marginal cost. Bila petani ingin menjual

Pekerjaan Perpipaan meliputi pengadaan dan pemasangan pipa

Se"eah pekerjaan seesai se'ua# per'ukaan harus %ersih dari segaa 'a$a' k!"!ran dan daa' keadaan %aik se'purna# ser"a sisa dari %ahan(%ahan yang sudah digunakan