1
Proses dan Analisa mengenai Pemberian Pembebasan Bersyarat bagi
Terpidana Kasus Penyuapan Hartati Murdaya
MAKALAH INDIVIDUAL
UJIAN AKHIR SEMESTER
(UAS)
Sosiologi Kepenjaraan Indonesia
Program Paralel
FIKRI ALI AKBAR ELMASRI
1206274670
2
Latar Belakang
Kasus mengenai tindak pidana korupsi, suap menyuap hingga money laundring atau
yang lebih dikenal sebagai pencucian uang merupakan kasus yang tidak asing lagi dalam
dinamika kejahatan kerah putih yang terjadi diIndonesia. Ini memperlihatkan bahwa
kejahatan bukan hanya pada sebatas pada pembunuhan, perampokan serta dilakukan oleh
masyarakat kelas bawah akan tetapi dapat dilakukan oleh semua kalangan dan bahkan orang
individu dengan jabatan dan penghasilan yang cukup tinggi.
Hartati Murdaya adalah salah satunya, ia ditangkap dan telah dijatuhkan vonis hukuman
karena telah terbukti melakukan penyuapan kepada bupati Amran Batalipu guna percepatan
pengurusan sertifikat HGU dan izin usaha perkebunan lahan kelapa sawit di Kabupaten Buol,
Sulawesi Tengah. Hartati sendiri ialah pemilik perusahaan dari PT Hardaya Inti Plantations
(PT HIP) yang sedang berupaya untuk menerbitkan sertifikat HGU.
Hartati mulai ditahan di Rutan Pondok Bambu pada 12 September 2012. Baru pada 4
Februari 2013 majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis 2
tahun 8 bulan penjara dan denda Rp 150 juta subsider kurungan 3 bulan penjara Hartati1.
Pembebasan besyarat atau parole merupakan proses pembinaan narapidana di luar
Lembaga Pemasyarakatan setelah menjalani sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) masa
pidananya dengan ketentuan 2/3 (dua per tiga) masa pidana tersebut minimal 9 (sembilan)
bulan2. Pembebasan bersyarat tersebut merupakan bagian dari fungsi Lembaga
Pemasyarakatan, yang merupakan salah satu dari bagian sistem peradilan pidana Indonesia,
yaitu Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan3. Ketentuan mengenai pembebasan bersyarat di
dalam peraturan perundang-undangan Indonesia, pertama kalinya termuat dengan istilah
1
http://nasional.kompas.com/read/2014/08/31/10302381/Hartati.Murdaya.Dapat.Pembebasan.Bersyarat
2
Indonesia [g], Peraturan Pemerintah tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak warga Binaan Pemasyarakatan, PP No. 32 Tahun 1999, LN No. 69 Tahun 1999, TLN No. 3846,ps.1 bagian 7
3
3 pelepasan bersyarat di dalam Kitab UndangUndangHukum Pidana (KUHP), dimana
penyusunan KUHP dibuat berdasarkan Wetboek van straftrecht voor Nederlandsch-Indie,
yang Hukum Pidana itu sendiri4. Keberadaan ketentuan pelepasan bersyarat dalam Wetboek
van straftrecht voor Nederlandsch-Indie terpengaruh oleh sistem pidana penjara di Inggris
(progressive system), dimana pembebasan bersyarat tersebut dimaksudkan sisa pidana
terakhir dalam rangka pengembalian terpidana dengan baik ke masyarakat5.
Ada sebuah teori mengenai untuk siapa pembebasan bersyarat harus diberikan yang sebagai
semacam hadiah untuk perilaku yang baik didalam sebuah institusi. Amos Butler
mengatakan, dalam membahas pertanyaan tentang siapa yang harus dibebaskan.
‘Pembebasan bersyarat harus diberikan kepada orang-orang yang dengan kemampuan untuk
mengikuti aturan dalam penjara dan memberikan bukti kemampuan mereka untuk menjaga
aturan ketika berada diluar. Yang telah mendapatkan kepercayaan dari pihak institusi dan
tentunya tidak menimbulkan polemik dalam masyarakat’6
.
Parole merupakan bentuk hadiah untuk perilaku baik selama berada dilembaga; Untuk
mengikuti aturan dari Ohio, Paroling akan didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut : 1.
Rekam Jejak dari kareketer pemohon sebagaimana ditetapkan dalam institusi. 2. Sifat dan
karakter dari kejahatan yang dilakukan. 3. Catatan sebelumnya dan lingkungnya. 4. Informasi
yang diperoleh dari wawancara pribadi dengan pemohon 5. Lingkungan kemungkinan jika
dibebaskan. 6. Semua fakta lainnya mengenai kelayakan pembebasan bersyarat7.
4
R. Achmad S. Soemadipradja dan Romli Atmasasmita, Sistem Pemasyarakatan Di Inodonesia, (Bandung: Penerbit Binacipta, 1979), hlm. 17.
5
E.Y. Kanter dan S. R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, cet. 3, (Jakarta: Storia Grafika, 2002), hlm. 473
6
Helen Leland Witmer, History, Theory and Results of Parole, The, (Spring, 1927) Page 47
7
4
Pembahasan
Hartati Murdaya ialah seorang pelaku tindak pidana penyuapan yang telah
mendapatkan pembebasan bersyarat. Berikut ialah Press Release Proses dari pemberian
pembebasan bersyarat bagi Hartati8 :
1. Narapidana tindak pidan korupsi an. Siti Hartati Murdaya ditahan di RUTAN kelas
IIA Jakarta Timur sejak tanggal 12 Septemeber 2012. Yang bersangkutan divonis
pada Tanggal 24 April 2013 dengan pidana penjara selama 2 tahun 8 bulan penjara
dan pidana denda sebesar Rp. 150.000.000 dengan subsider pidana kurungan selama 3
bulan penjara.
2. Proses usulan Pembebasan bersyarat atas nama Siti Hartati Murdaya dimulai dari
sidang TPP UPT dan dilanjutkan ke sidang TPP Kantor Wilayah selanjutnya
diusulkan kepada Direktrorat Jenderal Pemasyarakatan.
3. Pada tanggal 24 juni 2014, TPP Direktorat Jenderal Pemasyarakatan melaksanakan
sidang terhadap usulan pembebasan bersyarat, cuti bersyarat, cuti menjelang bebas,
dan mutasi narapidana. Diantara agenda sidang tersebut salah satunya adalah
membahas usulan Siti Hartati Murdaya.
4. Tahapan Pembinaan narapidana atas nama Siti Hartati Murdaya sebagai berikut :
1/3 masa pidana Tanggal 29 Juli 2013
1/2 masa pidana Tanggal 10 Januari 2014
2/3 masa pidana Tanggal 19 Juni 2014-12
Ekspirasi Tanggal 10 Mei 2015
5. Pada Tanggal 30 Juni 2014, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan berkirim surat
kepada KPK terkait rekomendai hasil sidang TPP Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
8
5 yang salah satunya adalah meminta rekomendasi kepada KPK terhadap usulan PB Siti
Hartati Murdaya dengan nomor PAS-PK.01.05.06-238 tertanggal 30 Juni 2014.
6. Setelah melewati batas masa waktu 12 hari sejak diterimanya surat permohonan
rekomendasi, maka sesuai dengan PP No. 99 Pasal 43B ayat 4, maka pada Tanggal 17
Juli 2014 Direktorat Jenderal Pemasyarakatan mengajukan Nota Dinas kepada
Menteri terkait persetujuan pemberian Pembebasan Bersayarat.
7. Pada tanggal 23 Juli 2014, maka Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI
Nomor M.HH-26.PK.01.05.06 Tahun 2014 Tanggal 22 Juli 2014 tentang pb terkait
PP No. 99 Tahun 2012 atas nama Siti Hartati Murdaya dikirim ke RUTAN Kelas II A
Jakarta Timur untuk dilaksanakan PBnya.
8. Pada Tanggal 12 Agustus 2014, tanggapan KPK atas permintaan rekomendasi PB Siti
Hartati Murdaya melalui surat nomor B-4186/55/08/2014 diterima, yang menyarakan
bahwa KPK tidak dapat mengeluarkan surat rekomendasi usulan PB narapidana
tindak pidana korupsi atas nama Siti Hartati Murdaya kerena Tim Jaksa Penuntut
Umum tidak pernah mengajukan yang bersangkutan sebagai saksi yang bekerja sama
(Justice Collaborator).
9. Pelaksanaan Pembebasan Bersyarat sangat berbeda dengan bebas lainnya yaitu klien
pemsyarakatan mempunyai kewajiban tertentu selain harus mematuhi syarat syarat
diantaranya wajib lapor ke Balai Pemasyarakatan Jakarta Pusat, wajib mengikuti
bimbingan yang diberikan oleh PK Bapas, tidak boleh bepergian ke luar negeri, wajib
mematuhi tata tertib selama menjadi Klien Pemasyarakatan terhitung sejak menjalani
Pembebasan Bersyarat ditambah 1 tahun (masa percobaan (masa percobaan dihitung
sejak tanggal ekspirasi yaitu 10 Mei 2015 ditambah 1 tahun menjadi 10 Mei 2016).
Setelah pelaksanaan yang bersangkutan wajib melapor setiap bulan dan dimulai
6
10.Pemberian Pembebasan Bersyarat kepada narapidana umum dan narapidana tindak
pidana khusus didasari oleh Undang Undang Pemasyarakatan No.12 Tahun 2013 dan
Surat Edaran Menteri Hukum dan HAM No 13 Tahun 2014.
11.Kondisi tingkat hunian Lapas dan Rutan dalam keadaan over crowded yaitu dengan
kapasitas 105.000 dihuni oleh 160.658 orang yang sangat berpotensi menimbulkan
gangguan keamanan dan ketertiban di dalam Lapas dan Rutan.
12.Remisi dan PB merupakan hak yang diberikan kepada setiap narapidana sebagaimana
yang diamanatkan pada Pasal 14 Undang Undang No.12 Tahun 1995.
Kontroversi dari adanya Pembebasan Bersyarat
Pemberian Pembebasan Bersyarat terhadap terpidana kasus penyuapan Hartati
Murdaya dianggap kurang tepat dikarenakan sebagai cermin buruk bagi upaya pemberantasan
korupsi. Kondisi ini juga sangat ironis dan kotradiksi dengan upaya pemberantasan korupsi
yang dilakukan oleh institusi penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi9.
Pembebasan bersyarat Hartati dinilai juga cacat hukum. Karena tidak memenuhi syarat
ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 99 tahun 2012 Tentang
Perubahan. Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1999 tentang Syarat Dan Tata
Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan (atau lebih dikenal dengan PP
99/2012). Dalam Pasal 43 A Ayat 1 huruf a syarat bagi seorang koruptor untuk mendapatkan
pembebasan bersyarat adalah narapidana yang bersedia bekerja sama dengan penegak hukum
untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya atau lebih dikenal
7
Selanjutnya dalam Pasal 43 A Ayat 3 jelas menyebutkan “Kesediaan untuk bekerjasama
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus dinyatakan secara tertulis oleh instansi
penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan11. Sedangkan KPK
sudah menyatakan bahwa Hartati bukanlah pelaku yang mau bekerja sama (Justice
Collaborator). Dengan demikian syarat PB bersyarat untuk Hartati tidak terpenuhi12.
Selain itu pada pasal 43 B yang pada intinya menyebutkan Direktur Jenderal
Pemasyarakatan dalam memberikan pertimbangan kepada Menteri Hukum dan HAM wajib
meminta rekomendasi dari instansi terkait, yakni Kepolisian Negara Republik Indonesia,
Kejaksaan Agung, dan/ atau Komisi Pemberantasan Korupsi dalam hal Narapidana dipidana
karena melakukan tindak pidana korupsi13.
KPK sebagai institusi yang menangani kasus korupsi yang melibatkan Hartati sudah sudah
secara nyata menolak kapasitas Hartati sebagai Justice Collaborator. Selain itu KPK juga
sudah menolak permintaan surat dari Dirjen Pemasyarakatan untuk meminta rekomendasi
agar Hartati mendapatkan PB14.
11
Ibid.
12
Ibid.
13
Ibid.
14
8
Kesimpulan
Pembebasan besyarat atau parole merupakan proses pembinaan narapidana di luar
Lembaga Pemasyarakatan setelah menjalani sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) masa
pidananya dengan ketentuan 2/3 (dua per tiga) masa pidana tersebut minimal 9 (sembilan)
bulan15. Pembebasan bersyarat tersebut merupakan bagian dari fungsi Lembaga
Pemasyarakatan, yang merupakan salah satu dari bagian sistem peradilan pidana Indonesia,
yaitu Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan.
Pemberian Pembebasan Bersyarat terhadap terpidana kasus penyuapan Hartati Murdaya jug
menimbulkan polemik serta kontrovesri kerena dianggap sebagai cermin buruk bagi upaya
pemberantasan korupsi. Kondisi ini juga sangat ironis dan kotradiksi dengan upaya
pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh institusi penegak hukum seperti Komisi
Pemberantasan Korupsi
15