MAKALAH KAPITA SELEKTA HEWAN
PENGENDALIAN KALSIUM
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kapita Selekta Hewan
Dosen Pengampu: DR. R. Susanti
Disusun oleh: Anita Sulistyawati NIM. 0402516011
PENDIDIKAN IPA KONSENTRASI BIOLOGI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kalsium merupakan mineral yang sangat vital dan diperlukan oleh tubuh dalam jumlah yang lebih besar dibanding mineral lainnya. Tubuh manusia dewasa mengandung sekitar 1100 g kalsium yang sebagian besar yaitu sekitar 99% berada dalam tulang dan sisanya sebesar 1% berada pada cairan ekstraseluler dan jaringan lunak.
Tulang merupakan massa padat yang tidak selamanya dalam keadaan tetap, artinya tulang mengalami proses penyusunan kembali (modeling) dan juga mengalami proses resorpsi (remodeling) yang merupakan suatu mekanisme untuk menjaga homeostasis kadar kalsium pada cairan ekstraseluler. Mekanisme pengendalian kalsium sendiri merupakan proses yang kompleks dan melibatkan banyak agen-agen pengendali yang mengkoordinasi kerjanya yaitu hormon-hormon pada sistem endokrin seperti paratohormon, kalsitonin, dan kalsitrol. Selain itu, banyak pula faktor-faktor lain yang mempengaruhi konsentrasi kalsium tubuh seperti hormon-hormon lain misalnya estrogen ataupun ion-ion lain seperti phospat.
Mengingat fungsi kalsium sendiri dalam tubuh manusia sangatlah vital diantaranya adalah sebagai pembawa pesan kedua, penjaga stabilitas membran, turut dalam beberapa reaksi enzimatis, penting dalam transmisi syaraf, koagulasi darah, dan tentu sebagai mineral penyusun tulang, maka dalam makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai mekanisme pengendalian kalsium dengan lebih rinci serta beberapa penyakit yang berkaitan dengan kalsium yang salah satunya akan dibahas secara lebih mendalam berdasarkan jurnal yang terkait yaitu mengenai osteoporosis.
1.2 Tujuan
BAB II
KONSEP DASAR SISTEM
2.1 Kalsium
2.1.1 Kalsium sebagai Mineral Makro
Kalsium merupakan mineral yang paling banyak dalam tubuh yaitu sekitar 1,5-2% berat badan orang dewasa yaitu sekitar 1 kg kalsium (Gardner, 2003). Sebesar 99% kalsium dalam tubuh berada dalam tulang dalam bentuk mineral hidroksiapatit dengan rumus kimia Ca10(PO4)6(OH)2,dan 1% berada dalam cairan ekstraseluler dan jaringan lunak. Kalsium dalam plasma normalnya memiliki konsentrasi 10 mg/dL, dimana sebagian dalam bentuk ion Ca2+ sekitar 50%, berikatan dengan protein plasma seperti albumin dan globulin sekitar 40%, dan dalam ikatan kompleks lain seperti sitrat, HCO3- sekitar 10%. Berikut ini adalah tabel mengenai konsentrasi kalsium dalam cairan plasma dalam keadaan normal (Barret, 2012):
Tabel 1. Distribusi (mmol/L) kalsium dalam plasma manusia normal
Total yang dapat berdifusi 1,34
Terionisasi (Ca2+) 1,18
Berkompleks dengan sitrat, HCO3-, dst. 0,16
Total yang tidak dapat berdifusi (terikat protein) 1,16 Berikatan dengan albumin 0,92
Berikatan dengan globulin 0,24
Kalsium plasma total 2,50
Kalsium yang terionisasi dalam cairan plasma bertindak sebagai second messenger yang penting dan diperlukan untuk reaksi-reaksi tubuh. Sementara kalsium dalam tulang terdiri atas dua tipe yaitu cadangan yang dapat dipertukarkan dengan cepat, dan cadangan kalsium stabil yang jauh lebih besar dan dipertukarkan secara lambat.
(Barret, 2012). Pertukaran kalsium dalam tubuh dengan tulang dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar 1. metabolisme kalsium pada manusia dewasa yang mengkonsumsi 25 mmol/ 1000 mg
kalsium per hari
(Sumber :Ganong’s review of medical physiology, 24th edition, 2012)
Sejumlah besar kalsium disaring dalam ginjal, namun 98-99% yang disaring akan diserap kembali. Sekitar 60% direarbsorpsi di tubulus proksimal dan sisanya terjadi di lekung Henle dan tubulus distal. Selain itu ekskresi kalsium terjadi melalui urin dan feses dengan jumlah yang sama antara kalsium yang dikonsumsi. Penyerapan kalsium terjadi pada usus oleh suatu sistem dalam brush border sel epitel yang melibatkan ATPase yang diatur oleh hormon kalsitrol. Penyerapan kalsium juga menurun oleh zat-zat yang membentuk garam tak larut dengan Ca2+ misalnya fosfat dan oksalat atau oleh alkali yang mendorong pembentukan sabun kalsium yang tak larut.
2.1.2 Fungsi dan Peranan Kalsium
a. Pembentukan tulang
Almatsier (2004) menyebutkan bahwa kalsium dalam tulang mempunyai dua fungsi : (a) sebagai bagian integral dari struktur tulang, (b) sebagai tempat menyimpan kalsium. Proses pembentukan tulang dimulai pada awal perkembangan janin, dengan membentuk matriks yang kuat, tetapi masih lunak dan lentur yang merupakan cikal bakal tulang tubuh. Selanjutnya setelah beranjak dewasa matriks akan berikatan dengan garam-garam mineral seperti kalsium dan phospat sehingga terbentuk struktur yang padat.
b. Pembentukan gigi
Mineral yang membenuk dentin dan email yang merupakan bagian tengah dan luar dari gigi adalah mineral yang sama dengan pembentuk tulang, yaitu hidroksiapatit. Namun, kristal dalam gigi lebih padat dan kadar airnya lebih rendah. Protein dalam email gigi adalah keratin, sedangkan dalam dentin adalah kolagen. Pertukaran anatra kalsium gigi dan kalsium tubuh berlangsung dengan lambat dan terbatas pada kalsium yang terdapat dalam lapisan dentin. Sedikit pertukaran mungkin juga terjadi diantara saliva dan email gigi. Kekurangan kalsium selama masa pembentukan gigi dapat menyebabkan meningkatnya kerentanan terhadap kerusakan gigi (Almatsier, 2004).
c. Pertumbuhan
Kalsium secara nyata diperlukan untuk pertumbuhan kerena bagian penting dalam pembentukan tulang dan gigi, juga dibutuhkan dalam jumlah yang lebih kecil untuk mendukung fungsi sel dalam tubuh.
d. Pembekuan darah
e. Katalisator reaksi-reaksi biologik
Kalsium berfungsi sebagai katalisator berbagai reaksi biologik, seperti absorpsi vitamin B12, tindakan enzim pemecah lemak, lipase pankreas, ekskresi insulin oleh pankreas, pembentukan dan pemecahan asetilkolin. Kalsium yang diperlukan untuk mengkatalisis reaksi-reaksi ini diambil dari pesediaan kalsium dalam tubuh (Almatsier, 2004).
f. Kontraksi otot
Pada waktu otot berkontraksi kalsium berperan dalam interaksi protein di dalam otot, yaitu aktin dan miosin. Bila darah kalsium kurang dari normal, otot tidak bisa mengendur sesudah kontraksi. Tubuh akan kaku dan dapat menimbulkan kejang. Beberapa fungsi kalsium lain adalah meningkatkan fungsi transpor membra sel, kemungkinan dengan bertindak sebagai stabilisator membran, dan transmisi ion melalui membran organel sel (Almatsier, 2004).
2.2 Tulang
2.2.1 Fisiologi, Modeling, dan Remodeling Tulang
Tulang adalah bentuk khusus jaringan ikat dengan kerangka kolagen yang mengandung Ca2+ dan PO43- yang membentuk hidroksiapatit atau Ca10(PO4)6(OH)2 (Ganong, 2005). Tulang tersusun atas sel-sel tulang yaitu osteosit, osteoblas, dan osteoklas, dan matriks tulang dimana matriks tulang tersusun atas matriks organik yang terdiri dari kolagen, protein, dan proteoglikan, serta matriks anorganik yang tersusun atas mineral kalsium dan fosfor. Matriks organik dan anorganik akan bergabung membentuk osteoid. Berikut ini adalah sel-sel tulang yang berperan dalam modeling dan remodeling tulang (Kini dan Nandeesh, 2012):
a. Osteoblas dan Osteosit
bervariasi mulai dari lempengan hingga bulat yang menggambarkan tahap aktivitas selulernya dan pada tahap kedewasaannya, osteoblas akan membentuk lining sel yang melapisi permukaan tulang. Osteoblas juga memiliki kemampuan untuk meregulasi pembentukan osteoklas dan mendeposisi matriks tulang. Beberapa sel osteoblas yang terperangkap dalam matriks tulang akan membentuk sel osteosit dimana sel ini telah berhenti menghasilkan osteoid. Meskipun demikian osteosit bekerja sebagai mekannosensor yang bisa menginstruksi osteoklas dimana dan kapan meresorpsi tulang serta osteoblas dimana dan kapan untuk membentuknya kembali.
Osteoblas memiliki reseptor terhadap hormon paratiroid, estrogen, growth hormon, serta bereaksi atas aktivitas fisik dan banyak lagi. Berikut adalah gambar ilustrasi mengenai evolusi sel-sel tulang berdasarkan asalnya:
Gambar 2. mekanisme perubahan sel osteoblas dan osteoklas dalam pembentukan tulang
(sumber: physiology of bone formation, remodeling and metabolism, Kini & Nandeesh, 2012)
b. Osteoklas
Osteoklas adalah satu-satunya sel yang memiliki kemampuan untuk
meresorpsi tulang yang merupakan sel dengan inti banyak dan berasal dari
sel prekusor monosit dan makrofag. Kemampuan osteoklas meresorpsi
menyebabkan kondisi asam sehingga dapat melarutkan mineral-mineral
tulang. Sel osteoklas secara ultrastruktur pada gambar di bawah ini:
Gambar 3. ultrastruktur sel osteoklas dengan pompa proton H+
(sumber: vitamin D, endocrin system, and osteoclast, Bonekey report, 2014)
2.2.2 Struktur Tulang
Tulang tersusun atas tulang kompak (keras) dan tulang trabekular atau
sponge. Tulang kompak bersifat keras dan permukaannya dilindungi oleh lapisan
semacam sarung yang disebut periosteum kecuali bagian persendian. Fungsi dari
periosteum adalah menutrisi tulang. Tulang sponge adalah bagian tulang yang
berongga-rongga menyerupai sponge dan berada pada bagian dalam tulang keras.
Tulang sponge banyak ditemukan pada tulang-tulang tipis, tulang belakang,
sternum, dan berisi sum-sum tulang tempat pembentukan sel darah (Goodenough,
2012).
Tulang kompak tersusun atas lapisan kolagen yang tersusun konsentris
yang disebut osteon. Pada bagian tengah osteon terdapat pembuluh darah yang
disebut kanal havers. Osteosit yang terperangkap dalam matriks tulang dan
tersusun konsentris membentuk lamela. Osteosit memperoleh nutrien dari
kanalikuli yang bercabang-cabang. Ruang di antara lamela disebut lakuna. Berikut
(s
2.2.3 Pertumbuhan Selama perkem
rawan dan kemudi
Pengecualiannya adal
tempat sel mesenki
pertumbuhan akan ter
oleh suatu lempeng
dipengaruhi sejumlah
menyatu dengan korpus
VEGF yang menyeba
adalah gambar pertum
Gambar 4. Struktur tulang manusia
(sumber: biology of humans, Goodenough, 2012)
an Tulang
kembangan janin, sebagian besar tulang dibentuk
udian diubah menjadi tulang keras me
dalah pada klavikula, mandibula, dan tulang teng
nkim membentuk tulang secara langsung.
terjadi pemisahan daerah khusus di ujung setia
ng tulang rawan yang aktif berproliferasi. P
ah hormon IGF-1. Pertumbuhan tulang berhenti
korpus dan dilanjutkan dengan sel tulang raw
ebabkan osifikasi dan vaskularisasi (Ganong,
umbuhan tulang:
. Pelebaran tulang
nti setelah epifisis
rawan menyekresi
Gambar 5. Proses pertumbuhan tulang
(sumber: biology of humans, Goodenough, 2012)
2.3 Sistem Endokrin
Sistem endokrin merupakan sistem tanpa saluran khusus yang berfungsi
dalam mengkoordinasi sistem tubuh dalam menjaga homeostasis, dimana sistem
ini merupakan salah satu model persinyalan dalam tubuh bekerja sama dengan
sistem syaraf. Sistem endokrin memiliki kelenjar endokrin yang berfungsi
mengeluarkan sekret yang disebut hormon (Goodenough, 2012).
2.3.1 Hormon dan Tipe Persinyalan
Hormon merupakan suatu sinyal kimiawi yang ada di dalam tubuh yang
disekresikan oleh kelenjar endokrin akan mengalir bersama aliran darah menuju
ke sel target. Sel target berlokasi cenderung jauh dan memiliki reseptor khusus
berupa molekul protein yang bisa mengikat hormon tertentu saja (Reece, 2011).
Seperti yang disebutkan di atas bahwa sistem endokrin hanyalah salah satu
tipe persinyalan dalam tubuh sedangkan masih banyak tipe lain diantanya adalah
parakrin, autokrin, sinaps, dan gap junction. Parakrin adalah tipe persinyalan yang
sel targetnya merupakan sel tetangganya, sedangkan autokrin adalah tipe
targetnya. Gap junction adalah tipe persinyalan dengan menggunakan kanal
sebagai jembatan sinyal dan sinaps adalah persinyalan yang melewati celah di
antara sel-sel neuron yang menggunakan neurotransmiter sebagai sekret. Berikut
adalah gambar beberapa macam tipe persinyalan dalam tubuh :
Gambar 6. Tipe persiyalan dalam tubuh
(sumber : biology, Campbell, 2005)
Hormon dapat dibedakan menjadi beberapa tipe diantaranya adalah tipe
hormon larut lemak dan larut air. Hormon larut lemak umumnya berasal dari
golongan steroid seperti estrogen sedangkan hormon larut air pembentuknya
berasal dari asam amino dan polipeptida seperti paratohormon (Reece, 2011).
Hormon larut lemak umumnya reseptor terletak pada bagian intraseluler
karena sifat hormon yang hidrofobik dan berukuran kecil sehingga bisa melintasi
membran fosfolipid. Sedangkan hormon larut air reseptor umumnya berada pada
membran sel sehingga hanya bertindak sebagai first mesengger yang
membutuhkan second messenger sebagai penerus pesan menuju inti sel.
Umumnya yang bertindak sebagai pembawa pesan kedua adalah cAMP (cyclic
adenosine monophospat). Berikut adalah gambar mekanisme pengikatan hormon
Gambar 7. Mekanisme pen
(s
Pada hormon la hormon berikatan den reseptor yang kemudi Selanjutnya ikatan de protein ataupun enzim
pengikatan hormon pada target intraseluler dan membran
(sumber: biology of humans, Goodenough, 2012)
on larut lemak, reseptor ada di dalam sel yang dengan reseptor di sitoplasma membentuk kom udian bergerak menuju nukleus dan berikatan n dengan DNA menyebabkan aktifnya prose
im tertentu sebagai respon dari hormon (Campbe on larut air mekanisme sedikit berbeda yaitu den
dua seperti cAMP yang bekerja melalui kaskad di membran sel, hal ini menyebabkan aktifn septor yang kemudian menyebabkan pembentuka
n dengan kaskade enzim lalu muncullah respon ifnya protein atau ntukan cAMP dari respon (Campbell,
mekanisme ke
kerja hormon adalah umpan balik negatif. Umpa bila suatu respon dapat menghentikan produksi
la mencapai kondisi homeostasis misalnya umpan balik positif merupakan mekanisme kerj mbah produksi sendiri sebagai respon dari sti on prolaktin (Goodenough, 2012).
hormon sendiri dapat dibedakan menjadi dimana hormon dihasilkan oleh kelenjar endokr ndokrin sederhana yang hormonnya dihasilkan ole
f (Campell, 2005).
mon dalam Mekanisme Pengendalian Kalsiu on-hormon yang berkaitan dengan mekanism
antaranya adalah hormon paratiroid ekalsiferol (kalsitrol), dan hormon kalsitoni
tu per satu berikut ini: aratiroid (PTH)
on paratiroid merupakan hormon yang dihasilka Kelenjar paratiroid adalah 4 buah massa di be njar-kelenjar ini mengeluarkan hormon paratir uga paratohormon. Kelenjar ini mengandung se chief merupakan tempat pembentukan hormon g aparatus Golgi yang mencolok, RE, dan granul
Gambar 7. Kelenjar paratiroid (sumber: google.com)
mpan balik negatif oduksi sendiri dari nya pada insulin kerja hormon untuk stimulus misalnya
di jalur endokrin ndokrin dan jalur oleh kelenjar pada
sium
sme pengendalian (PTH), 1,25-tonin (CT), yang
Hormon paratiroid merupakan merupakan suatu hormon polipeptida yang terdiri dari 84 asam amino dengan berat molekul 9500 dengan kadar normal dalam darah adalah 10-55 pg/mL (Ganong, 2005). Berikut adalah gambar struktur hormon paratiroid:
Gambar 8. Struktur hormon paratiroid
(sumber: google.com)
Biosintesis hormon paratiroid dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Proses sintesis hormon ini dimulai dengan precursor hormon dengan jumlah asam amino 115 yang disebut sebagai preproparatiroid hormon (pre-proPTH).
2) Pre-proPTH yang sudah terbentuk akan masuk ke dalam ribosom pada retikulum endoplasma, yang memungkinkan masuknya kedalam ruang sisterna yang akan memisahkan rangkaian ‘pre’ sehingga akan
terbentuk proPTH yang terdiri dari 90 asam amino.
Gambar 8. Biosintesis hormon paratiroid
(sumber: google.com)
Reseptor PTH berada di tulang dan ginjal dimana reseptor hormon paratiroid terletak pada membrane sel dan menggunakan cAMP terkopel protein G sebagai second messenger untuk bekerja pada sel target.
Fungsi hormon
Gambar 9. Mekanisme sekresi PTH
(sumber: google.com)
mon paratiroid adalah untuk meningkatkan gan cara (Goodenough, 2012) :
gsung untuk me-resorpsi tulang, mengeluarkan
g ginjal untuk meningkatkan rearbsobsi kalsium balikannya ke darah yang terjadi di tubulus pr ya terjadi di lekung henle dan tubulus distal. Se osfat.
si pembentukan 1,25 dihidroksikolekalsiferol pa katkan absorbsi Ca2+di usus
akan dipaparkan mengenai peran hormon par
mon Paratiroid pada Tulang
hormon paratiroid pada tulang telah diketahui se dinasi sel untuk meresorpsi tulang agar bisa di a. Fase resorpsi ada dua yaitu fase cepat dan fa n sebagai berukut:
epat Absorpsi Kalsium
menyebabkan pemindahan garam-garam tulang ng, yaitu :
triks tulang disekitar osteosit yang terletak d
an kadar kalsium
kan kalsium dalam
um dari filtrat urin us proksimal ginjal . Serta menurunkan
ol pada ginjal yang
paratiroid pada sel
ui sebelumnya yaitu dikeluarkan pada n fase lambat yang
ng dari dua tempat
2) Disekitar osteoblas yang terletak disepanjang permukaan tulang.
Letak peran PTH dalam proses ini adalah pertama, membran sel osteoblas dan osteosit memiliki protein reseptor untuk mengikat PTH. PTH nantinya akan mengaktrifkan pompa kalsium dengan kuat sehinga menyebabkan perpindahan garam-garam kalsium fosfat dengan cepat dari cristal tulang amorf yang terletak dekat dengan sel. PTH diyakni merangsang pompa ini dengan meningkatkan permeabilitas kalsium pada sisi cairan tulang dari membran osteositik, sehingga mempermudah difusi ion kalsium ke dalam membran sel cairan tulang. Selanjutnya pompa kalsium di sisi lain dari membran sel memindahkan ion kalsium yang tersisa ke dalam CES. Berikut adalah gambar ilustrasi fase cepat resorpsi kalsium:
Gambar 9. Fase cepat resorpsi kalsium
(sumber: google.com)
a.2) Fase Lambat Absorpsi Kalsium
Pada fase ini, yang berperan adalah Osteoklas. Walaupun pada dasarnya osteoklas tidak memiliki membran reseptor untuk PTH, melainkan osteoblas. Aktifasi sistem osteoklastik terjadi dalam dua tahap, yaitu: 1) Aktifasi yang berlangsung dengan segera dar osteoklas yang sudah terbentuk
Pembentukan osteoklas baru dimulai dengan ikatan antara hormon paratiroid dengan reseptor yang berada pada sel osteoblas. Sel osteoblas kemudian mengeluarkan respon berupa pembentukan protein RANK-L (Receptor activator of nuclear factor kappa-B)dan osteoprotegrin. RANK-L merupakan suatu protein yang nantinya akan berikatan dengan reseptor RANK yang dimiliki oleh sel-sel prekusor osteoklas. Dimana ikatan antara RANK-L dan RANK menyebabkan aktifnya mekanisme pembentukan sel-sel osteoklas yang menyebabkan penambahan jumlah osteoklas sehingga dapat meresorpsi tulang dengan lebih cepat. Disamping pembentukan protein tersebut dibentuk juga osteoprotegrin, yaitu suatu protein yang juga dapat berikatan dengan sisi aktif RANK-L dimana fungsinya untuk mencegah ikatan yang berlebihan dengan prekusor pada sel prekusor osteoklas yang dapat melindungi tulang dari resorpsi yan berlebihan (Kini, 2012). Berikut adalah gambar mekanisme pembentukan osteoklas oleh koordinasi PTH:
Gambar 10. Pembentukan sel osteoklas
(sumber: google.com)
b) Peran Hormon Paratiroid pada Ginjal
pada ginjal sebesar 60% terjadi pada tubulus proksimal dan sisanya 40% terjadi di tubulus distal dan lekung Henle. Selain itu, hormon paratiroid juga menstimulasi pembentukan 1,25-dihidroksikolekalsiferol atau kalsitrol yang merupakan bentuk aktif dari vitamin D yang nantinya berfungsi untuk membentuk pompa protein pada usus halus sehingga meningkatkan penyerapan kalsium.
b. 1,25-dihidroksikolekalsiferol (kalsitrol)
1,25-dihidroksikolekalsiferol atau kalsitrol adalah suatu hormon yang merupakan bentuk aktif dari vitamin D2 (ergokalsiferol) yang berasal dari makanan maupun dari simpanan vitamin D (7-dihidrokolesterol) pada kulit. Prosesnya terjadi kulit yaitu dengan bantuan sinar matahari 7-dihidroksikolesterol akan diubah menjadi provitamin D3 kemudian vitamin D3 yang masuk melalui plasma darah menuju ke hati bersama dengan vitamin D2 yang berasal dari makanan. Di hati, vitamin D dikatalis oleh enzim 25-hidroksilase membentuk 25-hidroksikolekalsiferol yang tahap terakhir diaktifkan di tubulus ginjal dengan bantuan hormon paratiroid.
Kalsitr reseptor di tubulus ginj disajikan pa
Gambar 11. Biosintesis hormon kalsitrol
(sumber: google.com)
sitrol merupakan golongan hormon steroid yang di banyak tempat seperti usus halus, di kelenjar us ginjal, bahkan di tulang. Mekanisme reseptor ka
n pada gambar berikut ini:
Gambar 12. Kalsitrol pada sel target
(sumber: google.com)
a) Peran 1,25-dihidroksikolekalsiferol pada usus halus
Vitamin D dapat meningkatkan absorpsi kalsium dalam usus. 1,25-dihidroksikolekalsiferol berfungsi untuk meningkatkan absorpsi kalsium oleh usus dengan cara meningkatkan pembentukan protein pengikat kalsium di sel epitel usus. Protein pengikat kalsium ini berfungsi di brush border untuk mengangkut kalsium ke dalam sitoplasma sel dan selanjutnya kalsium bergerak melalui membran basolateral sel dengan cara difusi terfasilitasi. Protein-proteinnya disebut kalbidin-D9K+ (mampu mengikat 2 Ca2+ ) dan kalbindin-D25k (mampu mengikat 4 Ca2+) (Ganong, 2005).
Protein ini akan tetap berada di dalam sel selama beberapa minggu setelah 1,25 hidroksikalsiferol dibuang dari tubuh, sehingga memiliki efek yang berkepanjangan terhadap absorbsi kalsium. Efek lain yang ditimbulkan adalah pembentukakn ATPase terstimulasi kalsium di brush border sel epitel dan pembentukan suatu alkalin forfatase di sel epitel.
b) Peran 1,25-dihidroksikolekalsiferol pada tulang, ginjal, dan kelenjar paratiroid
Pada tulang, mekanisme secara spesifik masih belum jelas, namun diketahui bahwa kalsitrol membantu dalam sintetik osteoblas sehingga membentuk tulang. Sedangkan pada gijal kalsitrol berfungsi untuk meningkatkan penyerapan ion kalsium dan pada kelenjar paratiroid kalsitrol mencegah pembentukan paratohormon secara langsung agar tidak meresorpsi tulang terlalu banyak. Dari sini tampak bahwa kerja kalsitrol dan PTH sedikit antagonis meskipun tidak semua.
c. Hormon Kalsitonin
membentuk hor kelenjar tiroid da
(s
Hormon kalsit yang reseptornya dite Hormon berikatan den cAMP). Berikut adala
Kalsitonin sendi proteolitik ekspresi ge pre-prokalsitonin denga
uk hormon-hormon tiroksin. Berikut adalah g oid dan sel-selnya:
Gambar 13. Struktur kelenjar tiroid
(sumber: biology of humans, Goodenough, 2012)
lsitonin merupakan hormon polipeptida dengan 32 ditemukan di tulang pada sel osteoklas dan tubul n dengan reseptor sel target di membran plasma (m
dalah struktur hormon kalsitonin:
Gambar 12. Kalsitrol pada sel target
(sumber: buku fisiologi kedokteran, Ganong, 200 sendiri berasal dari asam amino dengan CT m
gen CALC1 hingga CALC4 pada kromosom 11 dengan panjang 141 AA. Irisan yang lain berup
h gambar struktur
an 32 asam amino ubulus ginjal.
a (mekanisme
005)
lain disebut CGRP yang merupakan vasodilator yang menstimulasi laju filtrasi glomerular pada ginjal, irisan yang lain berupa peptida bernama amilin dengan panjang 37 AA yang dicerap oleh sel beta pada pankreas. Berikut adalah bagan mekanisme pembentuakan hormon kalsitonin:
Gambar 14. Biosintesis hormon kalsitonin
(sumber: google.com)
(sumber: artikel v
Pada tulang, k sehingga dapat menin Sedangkan, pada tubul ekskresi ion kalsium y
Apabila seluruh disajikan seperti dalam
Gambar 15. Reseptor kalsitonin pada osteoklas
el vitamin D endocrin system and osteoclast, bonekey rep
, kalsitonin diketahui dapat menghambat proli ningkatkan osteoblas untuk mendeposisi kalsium ubulus ginjal diketahui kalsitonin berperan dalam
yang berlebih ke dalam urin (Ganong, 2005). uruh hormon ini dilihat dalam sistem yang ut lam gambar berikut:
report, 2014)
oliferasi osteoklas lsium pada tulang. lam meningkatkan , 2005).
Gambar 16. Mekanisme hormon dalam menjaga homeostasis kalsium tubuh
(sumber: Biology, Campbell, 2005)
Dari gambar dapat diketahui bahwa dalam plasma ion kalsium harus selalu
dalam keadaan homeostasis yaitu sekitar 10mg/100ML dimana apabila terjadi
kenaikan kadar ion kalsium maka kelenjar tiroid akan mensekresikan hormon
kalsitonin yang fungsinya menhambat sel pembentukan osteoklas tulang sehingga
dapat meningkatkan kerja osteoblas dalam mendeposisi mineral kalsium di tulang.
Selain itu kalsitonin juga berfungsi meningkatkan ekskresi kalsium melalui urin
pada tubulus ginjal sehingga konsentrasi ion kalsium kembali dalam keadaan
seimbang. Sebaliknya melalui mekanisme umpan balik negatif, apabila darah
kekurangan ion kalsium maka kelenjar paratiroid akan menghasilkan hormon
paratiroid yang fungsinya menstimulus sel-sel tulang untuk meresorpsi kalsium
dan juga tubulus ginjal untuk menggiatkan rearbsorpsi kalsium kembali ke darah.
Selain itu, PTH juga menstimulasi pembentukan vitamin D bentuk aktif di ginjal
dengan bantuan enzim tertentu yang nantinya vitamin D aktif ini meningkatkan
penyerapan kalsium dari makanan pada usus halus sehingga kalsium darah
2.4 Penyakit yang berkaitan dengan Pengendalian Kalsium
a. Hiperparatiroidisme:Kelebihan hormon PTH karena pembesaran kelenjar (tumor) paratiroid yang menyebabkan kadar kalsium dalam darah melebihi normal (hiperkalsemia) yang dapat memunculkan penyakit-penyakit lain misalnya osteoporosis, batu ginjal, dsb.
b. Hipoparatiroidisme : kombinasi dari gejala akibat tidak memadai produksi hormon paratiroid. Hal ini menyebabkan penurunan kadar kalsium (hipokalsemia).
c. Rickets : penyakit yang pelunakan tulang pada anak-anak berpotensi menyebabkan pataht ulang dan kelainan bentuk dimana penyebab utama adalah kekurangan vitamin D
3.1 Analisis Jurnal
disini adalah vita
dalam kurun wakt
Hasil:Dari hasil peng
BAB III PEMBAHASAN
l
roid hormone and optimal vitamin D status in
n penelitain ini adalah memperkirakan jumlah
gah kenaikan konsentarasi PTH pada wanita pos m
litian ini dilakukan terhadap 197 wanita pos
kurang-kurangnya sudah menopause dalam satu
njadi 4 grup usia yaitu:
50 years)
60 years)
70 years)
years)
variabel yang diukur adalah level kalsium, phospa
(OH)D, dan kadar hormon paratiroid. Vitamin
vitamin D serum yaitu 25(OH)D, dimana pene
aktu mulai Februari 2011 hingga November 2012.
ngukuran didapatkan data sebagai berikut
in postmenopausal
ah optimal vitamin
a pos menopause.
pos menopause dan
satu tahun terakhir)
, phospat, alkalin
in D yang diukur
nelitian dilakukan
Pembahasan
Tabel 1: data pada ta
hidroksikolekalsiferol
Vitamin D yang diukur
hidroksikolekalsiferol
Sedangkan vitamin D
diukur karena kadar ka
sel target dimana ia di
pengaruh kadar vitam
yang akan ditampilka
dihasilkan sebagai aki
sehingga dalam pene
kalsium.
tabel tersebut merupakan data mengenai distr
rol, hormon paratiroid, kalsium, fosfor, dan al
diukur adalah vitamin D dalam plasma yaitu da
rol yang dapat menunjukkan konsentrasi vit
n D dalam bentuk aktif yaitu 1,25-dihidroksikole
r kalsitrol tidak dapat menggambarkan kadar se
a dihasilkan. Hormon paratiroid diukur untuk m
tamin D serum dengan kenaikan atau penuu
kurangan vitamin D serum yaitu <20 ng/mL
ri total wanita posmenopause dan sebanyak 47,7%
rum sebesar < 10ng/Ml dimana yang paling renda
stribusi serum
25-n alkali25-n fosfatase.
u dalam bentuk
kerusakan tulang
dengan fosfat dan
n secara signifikan
ukuran ALP terdapat
ahun) dan grup 2
L pada penelitian
47,7% nya dengan
(51–60 tahun) yaitu rata-rata 11,6 ng/mL. Artinya rata-rata wanita
postmenopouse ini kekurangan vitamin D.
Tabel 2: tabel ini menunjukkan data distribusi jumlah pasien dengan vitamin D
plasma dibawah 10 ng/mL dan di atas 10 ng/mL dibandingkan dengan kadar
hormon paratiroid. Dari tabel diketahui bahwa total pasien yang memiliki kadar
vitamin D plasma dibawah 10 ng/mL adalah sebanyak 94 orang atau 47,7%
dengan sebaran sebanyak 30,5% memiliki kadar hormon PTH di bawah 75 pg/dL
dan sisanya 17,3% dengan kadar hormon PTH di bawah 75 pg/dL. Sedangkan
pasien dengan vitamin D plasma di atas 10 ng/mL sebanyak 103 orang dengan
sebaran 43,2% memiliki kadar hormon PTH di bawah 75 pg/dL dan sisanya 9,1%
dengan kadar hormon PTH di bawah 75 pg/dL.
Apabila dihubungkan dengan teori, maka diketahi bahwa konsentrasi vitamin D
optimal dapat mencegah kenaikan PTH, dimana tingginya konsentrasi PTH dalam
tubuh dapat menyebabkan resorpsi tulang yang lebih banyak sehingga dapat
meningkatkan resiko penyakit osteoporosis. Osteoporosis adalah penurunan massa
tulang yang bisa menyebabkan tulang rapuh dan patah. Penurunan massa tulang
dihubungkan dengan banyak faktor seperti ketidakseimbangan hormon, penuaan
atau gaya hidup dimana wanita pos menopause lebih beresiko mengalami
osteoporosis karena ketidakseimbangan kerja osteoklas dan osteoblas yang bisa
saja disebabkan oleh kurangnya vitamin D dan kalsium.
Data penelitian juga menunjukkan bahwa semakin rendah kadar vitamin D maka
kadar hormon paratiroid juga meningkat sehingga suplementasi vitamin D
berfungsi membantu penyerapan kalsium maka bisa digunakan sebagai treatmen
untuk mencegah osteoporosis pada wanita postmenopause, dimana vitamin D
berperan untuk mencegah kenaikan PTH yang bisa menyebabkan resorpsi kalsium
dari tulang. Pada penelitian ini didapatkan konsentrasi vitamin D optimal yang
Kesimpulan: suplementasi vitamin D merupakan cara yang efektif dan murah
yang dapat digunakanuntuk mencegah osteoporosis dengan mencegah kenaikan
PTH
3.2 Pembahasan Pertanyaan saat Presentasi
Pertanyaan:
a. apakah pembentukan vitamin D aktif antara anak-anak dan orang dewasa
sama
b. bagaimana rearbsorbsi kalsium pada ginjal?
c. Apa kaitan antara kalsium dengan penyakit kifosis, lordosis, skoliosis, dan
orang kerdil?
Bahasan:
a. Pembentukan vitamin D aktif pada anak-anak dan orang dewasa sama
yaitu dimulai dari kulit D3 dan juga berasal dari makanan atau D2 yang
kemudian menuju hati untuk diubah ke bentuk 25-hidroksikolekalsiferol
dengan bantuan enzim 25-hidroksilase dan juga diaktifkan di ginjal
dengan bantuan hormon paratiroid oleh enzim 1 alpha-hidroksilase
menjadi 1,25-dihidroksikolekalsiferol
b. Pada ginjal hormon paratiroid menstimulasi rearbsorpsi kalsium dengan cara menghambat penyerapan phospat dari tubulus ginjal sehingga menyebabkan penurunan konsentrasi phospat plasma. Hal ini dilakukan karena ion pphospat dan ion kalsium akan bergabung membentuk garam yang tidak larut air, sehingga penurunan konsentrasi phospat dapat meningkatkan konsentrasi kalsium yang terionisasi. Dimana sebanyak 60% direarbsorpsi di tubulus proksimal dan sisanya 40% direarbsorpsi di tubulus distal dan lekung Henle.
c. penyakit kifosis, lordosis, dan skoliosis merupakan penyakit akibat
kelainan tulang belakang dimana strukturnya berbeda dari yang normal.
Jika dilihat dari penyebabnya, bisa akibat bawaan lahir, penyakit
neuromuskuler seperti osteoporosis juvenil, polio, distrofi otot, akibat
penyakit ini hubungannya dengan kalsium adalah tergantung pada
penyebabnya. Bila disebabkan oleh osteoporosis sudah barang tentu
karena kekurangan kalsium yang menurunkan massa tulang namun bila
bawaan lahir dan idiopatik belum dapat dipastikan selalu karena
kekurangan kalsium.
Untuk kekerdilan hubungannya dengan kalsium sebenarnya berkaitan
dengan hormon lain yaitu Growth Hormon, dimana hormon ini adalah
hormon yang berfungsi untuk mengatur pertumbuhan tulang untuk
memanjang atau membesar. Hal ini bisa terjadi karena GH memiiki
reseptor pada sel osteoblas yang berfungsi dalam pembentukan sel-sel
tulang dan matriks tulang yang juga merupakan senyawa yang berasal dari
kalsium. Secara tidak langsung osteoblas meningkatkan pembentukan
hormon IGF-I dan 2 yang fungsinya menstimulasi proliferasi dan
diferensiasi pada sel osteoblas. Untuk orang kerdil biasanya disebabkan
karena tidak mencukupinya produksi hormon ini yang mengakibatkan
tulang tidak terbentuk secara optimal dan kalsium tidak dapat
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan di atas maka dapat disimpulkan bahwa
mekanisme pengendalian kalsium dilakukan oleh tiga hormon penting dalam
sistem endokrin yaitu hormon paratiroid, 1,25-dihidroksikolekalsiferol, dan
hormon kalsitonin. Hormon paratiroid bersama-sama dengan
1,25-dihidroksikolekalsiferol menstimulasi peningkatan kalsium darah sedangkan
hormon kalsitonin bekerja untuk menurunkan kadar kalsium dalam darah.
Kelaainan atau ketidakseimbangan pada beberapa hormon ini dapat menyebabkan
penyakit. Salah satu contoh penyakit yang peling umum terjadi adalah
osteoporosis yang umumnya diderita oleh wanita pada fase podt menopause.
Penyakit ini diindikasikan dapat dicegah berdasarkan dari hasil penelitian melalui
Daftar Pustaka
Almatsier. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Barret, E. Kim et al. 2012. Ganong’s review of medical physiology 24th edition.
Mc Graw Hill. China.
Campbell, Reece & Mitchell. 2005.Biologi. Erlangga. Jakarta.
Ganong, W.F. 2005. Buku ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 22. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
Goodenough, Judith and McGuire, Betty. 2012. Biology of Humans: concepts,
application, and issues. Pearson. San Fransisco
Kini, Usha and Nandeesh, B.N. 2012. Physiology of Bone Formation,
Remodeling, and Metabolism. Springer. India.
Reece, Urry, Gain, et al. 2011.Campbell Biology. Pearson. San Fransisco.
Takashi, N., Udagawa and Suda. 2014. Vitamin D endocrin system and osteoclast.
Article. doi:10.1038/bonekey.2013.229.
Yikilkan, Ulya, et al. 2013. Parathyroid hormone and optimal vitamin D status in
postmenopausal women. Turkish Journal of Medical Science.