• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Pelayanan dalam Penerbitan Sertifikat Hak Milik Atas Tanah di Kantor Pertanahan Kota Tanjung Balai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektivitas Pelayanan dalam Penerbitan Sertifikat Hak Milik Atas Tanah di Kantor Pertanahan Kota Tanjung Balai"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Pada dasarnya setiap manusia membutuhkan pelayanan, bahkan secara

ekstrim dapat dikatakan bahwa pelayanan tidak dapat dipisahkan dengan

kehidupan manusia. Begitu juga halnya dalam kehidupan bernegara, secara jelas

tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang

mengamanatkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia didirikan dengan

tujuan untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan

bangsa. Dimana terkandung makna bahwa negara berkewajiban melayani setiap

warga negara untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya atas barang dan jasa.

Pemenuhan hak dasar dan kebutuhan masyarakat oleh pemerintah, juga termuat

dalam sila-sila yang terkandung dalam pancasila terutama sila ke-2, yaitu

kemanusiaan yang adil dan beradab dan sila ke-5, yaitu keadilan sosial bagi

seluruh rakyat Indonesia. Konstitusi dan ideologi tersebut menjadi pedoman bagi

pemerintah sebagai upaya mendukung pelayanan publik yang prima dalam sistem

pemerintahan.

Secara umum saat ini penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia

dapat dikategorikan “buruk”. Hal ini didasarkan oleh banyaknya keluhan dan

pengaduan masyarakat terkait pelayanan, yang sering kita dengar dan baca

diberbagai media cetak maupun media elektronik. Pelayanan yang terkesan

(2)

nepotisme (KKN) serta kemampuan aparatur yang minim merupakan deretan

keluhan yang menggambarkan pelayanan publik yang kian memprihatinkan

(Ihsanuddin, 2014:2).

Dalam UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, dijelaskan

bahwa masyarakat berhak mendapatkan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan

asas dan tujuan pelayanan. Menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur

Negara Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003, pelayanan publik adalah segala kegiatan

pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya

pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan

perundang-undangan.

Jenis- jenis pelayanan yang dimaksud dalam UU No. 25 Tahun 2009 yaitu

pelayanan administratif, pelayanan barang, dan pelayanan jasa. Di dalam

pelayanan administratif terdapat pelayanan penerbitan sertifikat tanah untuk

menjamin hak milik atas tanah masyarakat.

Hak atas tanah dalam UUPA yang disebutkan dalam Pasal 16 dibedakan

menjadi:

a. Hak milik

b. Hak Guna Usaha

c. Hak Guna Bangunan

d. Hak pakai

e. Hak sewa

(3)

g. Hak memungut hasil hutan

h. Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas

yang akan ditetapkan dalam undang-undang serta hak-hak yang

sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam pasal 53.

Salah satu macam hak atas tanah yang dapat diberikan di atas tanah negara

adalah Hak Milik atas tanah. Hak milik atas tanah dapat dipergunakan dalam

berbagai bidang, baik tempat tinggal atau pemukiman, pertanian, perkebunan,

perdagangan, industri, dan penambangan dan pada saat ini juga sering

dipergunakan masyarakat sebagai investasi ataupun jaminan pinjaman baik

kepada pihak bank negara maupun swasta.

Untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak miik atas tanah bagi

seluruh rakyat Indonesia dan menekan konflik-konflik pertanahan yang mungkin

terjadi maka pemerintah mengeluarkan UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan

Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Karena ketika terjadi sengketa tanah, maka

penyelesaian secara formal mengharuskan setiap pemegang hak atas tanah bisa

membuktikan dengan bukti-bukti tertulis (sertifikat tanah). Sertifikat hak-hak atas

tanah berlaku sebagai alat bukti yang kuat sebagaimana ditegaskan dalam Pasal

19 ayat 2 huruf c UUPA dan Pasal 32 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24

Tahun 1997.

Namun, kondisi birokrasi yang terkesan lamban dan rumit dalam

pembuatan sertifikat tanah mengakibatkan sebagian besar masyarakat menjadi

(4)

pemikiran-pemikiran masyarakat yang merasa sertifikat hak tanah tidak terlalu penting.

Masyarakat merasa hanya dengan memiliki saksi-saksi, akta jual beli, dan surat

keputusan pemberian hak itu sudah menjadi bukti yang kuat untuk membuktikan

bahwa itu adalah tanah mereka. Terkecuali jika mereka akan melakukan pinjaman

ke bank maka masyarakat mulai mengurus sertifikat tanahnya agar dapat

dijadikan jaminan kepada pihak bank. Dan banyak masyarakat yang tidak

mengurus sendiri sertifikat tanahnya karena masyarakat merasa jika mereka yang

mengurus akan berbelit-belit dan membutuhkan waktu yang lebih lama, sehingga

masyarakat mengurus dengan menggunakan jasa Notaris agar sertifikat tanah

mereka cepat selesai, padahal jika mengurus sendiri biayanya akan lebih murah

karena tidak dikenakan biaya jasa Notaris (Dedy Prasetya S, 2014:3).

Kesalahan batas ukur tanah yang salah juga terjadi, baik terjadi karena

salah pengukuran batas tanah yang dilakukan oleh juru ukur Kantor Pertanaha

ataupun pihak pemilik tanah yang sengaja memberikan batas tanah yang salah

sehingga dia mendapatkan keuntungan pribadi. Tentu saja hal ini akan

mengakibatkan permasalahan di kemudian hari, terjadinya sengketa antara

pemilik tanah yang data tanahnya timpang tindih serta data tanah yang ada di

Indonesia menjadi tumpang tindih.

Sebagai salah satu faktor penting bagi terlaksananya program pembuatan

sertifikat tanah, maka tingkat kesadaran masyarakat perlu diperhatikan terutama

terhadap individu yang memiliki tanah sekaligus yang berkepentingan terhadap

pengelolaan tanah tersebut.Untuk itulah masyarakat perlu didekati agar timbul

(5)

menjadi tugas dari Kantor Pertanahan sebagai institusi yang bertugas dan

bertanggung jawab di bidang pertanahan untuk selalu berupaya melakukan

sosialisasi terhadap kebijakan-kebijakan Pemerintah di bidang pertanahan kepada

masyarakat termasuk berapa lama waktu yang dibutuhkan dan tata cara

pengurusan sertifikat.

Hal ini menandakan bahwa kualitas dari pelayanan publik belum tercapai

secara maksimal, seperti ketepatan waktu, biaya, transparansi, keprofesionalan,

dan partisipatif yang tergambar dari permasalahan-permasalahan tersebut. Hal

yang paling utama dari penyelenggaraan pelayanan publik adalah aparat, yang

harus menyadari bahwa dirinya adalah sebagai pelayan bagi masyarakat dan

masyarakatlah yang harus dilayani dengan sebaik-baiknya. Sehingga berbagai

faktor dan indikator dalam menentukan kualitas pelayanan publik dapat terpenuhi,

yang pada akhirnya akan berdampak pada semakin meningkatnya kualitas

pelayanan publik.

Kantor Pertanahan Kota Tanjung Balai merupakan unsur pelaksana

Pemerintahan Kota Tanjung Balai dalam bidang Pertanahan yang dipimpin oleh

seorang kepala kantor yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada

Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah yang melaksanakan sebagian urusan

rumah tangga daerah dalam bidang pertanahan dan melaksanakan tugas

(6)

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk

mengadakan penelitian dengan judul: "Efektivitas Pelayanan dalam Penerbitan

Sertifikat Hak Milik Atas Tanah di Kantor Pertanahan Kota Tanjung Balai".

1.2.Fokus Penelitian

Dalam penalitian kualitatif perlu dibuat batasan masalah yang berisi fokus

atau pokok permasalahan yang diteliti. Ini bertujuan untuk memperjelas dan

mempertajam pembahasan. Penelitian ini difokuskan untuk mengetahui dan

mendeskripsikan keefektivitasan pelayanan dalam penerbitan sertifikat hak milik

atas tanah di Kantor Pertanahan Kota Tanjung Balai.

1.3.Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan

diatas, maka rumusan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah:

“Bagaimana Efektivitas Pelayanan dalam Penerbitan Sertifikat Hak Milik Atas

Tanah di Kantor Pertanahan Kota Tanjung Balai?"

1.4.Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui efektivitas pelayanan penerbitan sertifikat hak milik

atas tanah di Kantor Pertanahan Kota Tanjung Balai.

2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi dalam kegiatan

penerbitan sertifikat hak milik atas tanah di Kantor Pertanahan Kota

(7)

1.5.Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1. Bagi Universitas, dapat memberikan masukan bagi bidang studi Ilmu

Administrasi Negara mengenai kajian kualitas pelayanan penerbitan

sertifikat hak milik atas tanah.

2. Bagi Instansi, untuk dapat memberikan masukan kepada Kantor

Pertanahan Kota Tanjung Balai dalam memberikan pelayanan yang

sesuai untuk diterapkan dalam kegiatan penerbitan sertifikat hak milik

atas tanah.

3. Bagi penulis, untuk mengembangkan kemampuan dalam berpikir

dalam menganalisa setiap gejala dan permasalahan yang dihadapi di

lapangan.

1.6.Kerangka Teori

Untuk memudahkan penelitian diperlukan pedoman dasar berpikir, yaitu

kerangka teori. Sebelum melakukan penelitian lebih lanjut, seorang peneliti perlu

menyusun kerangka teori sebagai landasan berpikir untuk menggambarkan dari

sudut mana peneliti menyoroti masalah yang telah dipilih (Nawawi; 1993:40).

1.6.1. Efektivitas

1.6.1.1. Pengertian Efektivitas

Dalam suatu organisasi dapat diukur tingkat keberhasilannya dengan

mengamati efektif tidaknya organisasi tersebut dalam menjalankan tugasnya.

(8)

yang luas mencakup berbagai faktor didalam maupun diluar organisasi, yang

berhubungan dengan tingkat keberhasilan organisasi dalam usaha untuk mencapai

tujuan atau sasaran organisasi.

James L. Gibsondkk (Pasolong 2007:3), efektivitas adalah pencapaian

sasaran dari upaya bersama. Derajat pencapaian bersama menunjukkan derajat

efektivitas. Sondang P. Siagian (2002:171), efektivitas adalah tercapainya

berbagai sasaran yang telah ditentukan sebelumnya tepat pada waktunya dengan

menggunakan sumber-sumber tertentu yang sudah dialokasikan untuk berbagai

kegiatan.

Dari pengertian-pengertian efektivitas diatas dapat disimpulkan bahwa

efektivitas berarti tercapainya sasaran, target, tujuan dengan menggunakan waktu

yang sesuai dengan apa yang direncanakan sebelumnya tanpa mengabaikan mutu.

Berdasarkan pengertian-pengertian yang telah dipaparkan diatas, maka ada

beberapa unsur-unsur penting dalam efektivitas, yaitu:

1. Pencapaian tujuan, suatu kegiatan dikatakan efektif apabila dapat mencapai

tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya.

2. Ketepatan waktu, adanya kesesuaian waktu pelaksanaan program hingga

berakhirnya program sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan

sebelumnya.

3. Manfaat, adanya manfaat yang dirasakan oleh penerima program.

4. Hasil, adanya hasil dari program yang telah terlaksana sesuai dengan harapan

(9)

1.6.1.2. Pendekatan Efektivitas

Tingkat efektivitas dapat diukur dengan membandingkan antar rencana

atau target yang telah ditentukan dengan hasil yang dicapai, maka usaha atau hasil

pekerjaan tersebut ialah yang dikatakan efektif. Namun, jika usaha atau hasil

pekerjaan yang dilakukan tidak tercapai sesuai dengan apa yang direncanakan

maka hal itu dikatakan tidak efektif.

Terdapat sejumlah jenis pendekatan yang dikemukakan oleh para ahli

dalam membahas efektivitas organisasi. Menurut Lubis dan Husaini, terdapat

empat pendekatan yang dapat digunakan untuk mengukur efektivitas organisasi,

yaitu:

1. Pendekatan sasaran (goal approach)

Pendekatan ini memusatkan perhatiannya dalam mengukur efektivitas

pada aspek output, yaitu dengan mengukur keberhasilan organisasi publik

dalam mencapai tingkatan output yang direncanakan. Beberapa sasaran

yang dianggap penting dalam kinerja suatu organisasi adalah efektivitas,

efisiensi, produktivitas, keuntungan, pengembangan, stabilitas dan

kepemimpinan.

2. Pendekatan sumber (system resource approach)

Pendekatan ini mengukur efektivitas dari sisi input, yaitu dengan

mengukur keberhasilan organisasi publik dalam mendapatkan

sumber-sumber yang dibutuhkan untuk mencapai performansi yang baik. Indikator

(10)

memanfaatkan lingkungan, menginterpretasikan lingkungan, kemampuan

memelihara kegiatan organisasi dan dan kemampuan untuk bereaksi serta

menyesuaikan diri dengan lingkungan.

3. Pendekatan proses (process approach)

Pendekatan ini menekankan pada aspek internal organisasi publik, yaitu

dengan mengukur efektivitas layanan publik melalui berbagai indikator

internal organisasi, seperti efisiensi dan iklim organisasi. Indikator yang

digunakan adalah komunikasi, perhatian, kerjasama, loyalitas,

desentralisasi, pengambilan keputusan, dan sebagainya.

4. Pendekatan integratif (integrative approach)

Pendekatan ini merupakan gabungan dari ketiga pendekatan diatas, yang

muncul sebagai akibat adanya kelemahan dan kelebihan dari

masing-masing pendekatan. Termasuk dalam pendekatan ini antara lain adalah

pendekatan konstituensi, yakni pendekatan bidang sasaran dan kerangka

ketergantungan. Pendekatan konstituensi memusatkan perhatiannya pada

konstituensi organisasi, yaitu berbagai kelompok di dalam dan di luar

organisasi yang mempunyai kepentingan terhadap performansi organisasi,

seperti karyawan, pemilik, konsumen, dan sebagainya.

Sondang P Siagian mengemukakan bahwa efektivitas suatu organisasi

dapat diukur dari berbagai hal, yaitu kejelasan tujuan, kejelasan strategi,

pencapaian tujuan, proses analisa, dan perumusan kebijakan yang mantap,

tersedianya sarana dan prasarana yang efektif dan efisien, sistem pengawasan dan

(11)

Ada beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk mengukur efektivitas

kerja dari organisasi yang memberikan pelayanan, antara lain :

1. Faktor waktu.

Ketepatan waktu dan kecepatan waktu dari pelayanan yang diberikan

oleh pemberi layanan. Hanya saja penggunaan ukuran tentang tepat

tidaknya atau cepat tidaknya pelayanan yang diberikan berbeda dari

satu orang ke orang lain.

2. Faktor kecermatan.

Faktor ketelitian dari pemberi pelayanan kepada pelanggan.

Pelanggan akan cenderung memberikan nilai yang tidak terlalu tinggi

kepada pemberi layanan apabila terjadi banyak kesalahan dalam proses

pelayanan meskipun diberikan dalam waktu singkat.

3. Faktor gaya pemberian layanan.

Faktor ini melihat cara dan kebiasaan pemberi layanan dalam

memberikan jasa kepada pelanggan.

1.6.2. Pelayanan Publik

1.6.2.1. Pengertian Pelayanan

Pada dasarnya, pelayanan dapat didefinisikan sebagai aktivitas seseorang,

sekelompok orang dan/atau organisasi baik langsung maupun tidak langsung

untuk memenuhi kebutuhan.

Menurut Davidow (Waluyo, 2007:127), pelayanan adalah hal-hal yang

(12)

terhadap pelanggan. Menurut Kotler dalam Sinambela (2006 : 4), pelayanan

adalah setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan

dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk

secara fisik. Monir (Pasolong, 2007:128), pelayanan adalah proses pemenuhan

kebutuhan melalui aktivitas orang lain secara langsung.

Jika dihubungkan dengan administrasi publik, pelayanan adalah kualitas

birokrat terhadap masyarakat (Sinambela, 2008 : 6).

1.6.2.2. Pengertian Pelayanan Publik

Sinambela (Pasolong, 2007:128) mendefinisikan pelayanan publik

sebagai setiap kegiatan yang dilakukan pemerintah terhadap sejunmlah manusia

yang memiliki setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau

kesatuan dan menawarkan kepuasaan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu

produk secara fisik. Pelayanan publik menurut Kurniawan (Pasolong, 2007:128)

adalah pemberian pelayanan (melayani) keperluan orang lain atau masyarakat

yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan

tatacara yang telah ditetapkan.

Menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor

63/KEP/M.PAN/7/2003, pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang

dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan

kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan

(13)

kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur negara

sebagai abdi masyarakat.

Menurut Undang-Undang No.23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah

yaitu pelayanan harus memperhatikan spesifikasi jenis pelayanan ini penting

untuk menghindari kesalahan dalam penentuan persyaratan, waktu, prosedur,

maupun biaya.

a. Persyaratan

Persyaratan adalah syarat yang harus dipenuhi dalam pengurusan suatu

jenis pelayanan, baik persyaratan teknis maupun administratif. Persyaratan

pelayanan merupakan suatu tuntuan yang harus dipenuhi, dalam proses

penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Persyaratan pelayanan dapat berupa dokumen atau barang/hal lain,

tergantung kebutuhan masing-masing jenis pelayanan.

b. Prosedur

Prosedur adalah tata cara pelayanan yang dibakukan bagi penerima

pelayanan. Prosedur pelayanan merupakan proses yang harus dilalui

seorang pelanggan untuk mendapatkan pelayanan yang diperlukan.

Disamping itu, penyelenggara pelayanan wajib memiliki Standar

Operasional Prosedur (SOP).

c. Waktu

Waktu pelayanan adalah jangka waktu yang diperlukan untuk

menyelesaikan seluruh proses pelayanan dari setiap jenis pelayanan.

(14)

pelayanan(dari tahap awal amapai akhir) dijumlahkan untuk mengetahui

keseluruhan waktu yang dibutuhkan.

d. Biaya

Biaya adalah ongkos yang dikenakan kepada penerima layanan dalam

mengurus/memperoleh pelayanan dari penyelenggara yang besarnya

ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara penyelenggara dan masyarakat.

1.6.2.3. Asas dan Tujuan Pelayanan Publik

Untuk dapat memberikan pelayanan yang memuaskan bagi pengguna,

penyelenggaraan pelayanan harus memenuhi asas-asas pelayanan berdasarkan

Undang-Undang No. 25 tahun 2009 (pasal 4), yaitu:

1. Kepentingan umum. Artinya, pemberian pelayanan tidak boleh

mengutamakan kepentingan pribadi dan atau golongan.

2. Kepastian hukum. Artinya, jaminan terwujudnya hak dan kewajiban

dalam penyelenggaraan pelayanan.

3. Kesamaan hak. Artinya, pemberian pelayanan tidak membedakan

suku, ras, agama, golongan, gender dan status ekonomi.

4. Keseimbangan hak dan kewajiban. Artinya, pemenuhan hak harus

sebanding dengan kewajiban yang harus dilaksanakan, baik oleh

pemberi maupun penerima pelayanan.

5. Keprofesionalan. Artinya, pelaksana pelayanan harus memiliki

(15)

6. Partisipatif. Artinya, peningkatan peran serta masyarakat dalam

penyelenggaraan pelayanan dengan memperhatikan aspirasi,

kebutuhan dan harapan masyarakat.

7. Persamaan perlakuan/tidak diskriminatif. Artinya, setiap warga negara

memperoleh pelayanan yang adil.

8. Keterbukaan. Artinya, setiap penerima pelayanan dapat dengan

mudah mengakses dan memperoleh informasi mengenai pelayanan

yang diinginkan.

9. Akuntabilitas. Artinya, proses penyelengaraan pelayanan harus dapat

dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundangundangan.

10.Fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan. Artinya,

pemberian kemudahan terhadap kelompok rentan sehingga tercipta

keadilan dalam pelayanan.

11.Ketepatan waktu. Artinya, penyelesaian setiap jenis pelayanan

dilakukan tepat waktu sesuai dengan standar pelayanan.

12.Kecepatan, kemudahan dan keterjangkauan. Artinya, setiap jenis

pelayanan dilakukan secara cepat, mudah dan terjangkau.

Secara teoritis, tujuan pelayanan publik pada dasarnya adalah memuaskan

masyarakat. Untuk mencapai kepuasaan itu dituntut kualitas pelayanan prima

(16)

1. Transparansi. Yaitu pelayanan yang bersifat terbuka, mudah dan dapat

diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara

memadai serta mudah dimengerti.

2. Akuntabilitas. Yaitu pelayanan yang dapat dipertanggung jawabkan

sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

3. Kondisional. Yaitu pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan

kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang

pada prinsip efisiensi dan efektivitas.

4. Partisipatif. Yaitu pelayanan yang dapat mendorong peran serta

masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan

memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.

5. Kesamaan hak. Yaitu pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi

dilihat dari aspek apapun khususnya suku, ras, agama, golongan, status

sosial dan lain-lain.

6. Keseimbangan hak dan kewajiban. Yaitu pelayanan yang

mempertimbangkan aspek keadilan antara pemberi dan penerima

pelayanan publik.

1.6.2.4. Kriteria Pelayanan Publik

Menurut Zethaml & Haywood Farmer (Pasolong, 2007 : 133), ada tiga

karakteristik utama tentang pelayanan, yaitu:

1. Intangibility

Pelayanan pada dasarnya bersifat performance dan hasil pengalaman

(17)

diukur, diraba atau dites sebelum disampaikan untuk menjamin

kualitas. Berbeda dengan barang yang dihasilkan oleh suatu pabrik

yang dapat dites kualitasnya sebelum disampaikan pada pelanggan.

2. Heterogeinity

Pemakai jasa atau klien atau pelanggan memilk kebutuhan yang sangat

heterogen. Pelanggan dengan pelayanan yang sama mungkin

mempunyai prioritas berbeda. Demikian pula performance sering

bervariasi dari suatu prosedur ke prosedur lainnya bahkan dari waktu

ke waktu.

3. Inseparability

Produksi dan konsumsi suatu pelayanan tidak terpisahkan.

Konsekuensinya didalam industri pelayanan kualitas tidak direkayasa

kedalam produksi disektor pabrik kemudian disampaikan kepada

pelanggan. Kualitas terjadi selama interkasi antara klien/pelanggan

dengan penyedia jasa.

Menurut Keputusan MenPAN Nomor 06/1995 tentang Pedoman

Penganugerahan Piala Abdisatyabakti Bagi Unit Kerja/Kantor Pelayanan

Percontohan, sebagaimana tertera pada lampirannya diatur mengenai kriteria

pelayanan masyarakat yang baik, yaitu sebagai berikut (Santosa, 2008:63):

1. Kesederhanaan. Kriteria ini mengandung arti bahwa prosedur atau tata

cara pelayanan diselenggarakan secara mudah, lancar, cepat, tepat,

tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan oleh

(18)

2. Kejelasan dan Kepastian. Kriteria ini mengandung arti adanya

kejelasan dan kepastian mengenai:

a) Prosedur atau tatacara pelayanan.

b) Persyaratan pelayanan.

c) Unit kerja dan atau pejabat yang berwenang dan

bertanggungjawab dalam memberikan pelayanan.

d) Rincian biaya atau tarif pelayanan dan tatacara

pembayarannya.

e) Jadwal waktu penyelesaian pelayanan.

3. Keamanan. Kriteria ini mengandung arti bahwa proses serta hasil

pelayanan dapat memberi rasa aman, kenyamanan, dan dapat

memberikan kepastian hukum bagi masyarakat.

4. Keterbukaan. Kriteria ini mengandung arti bahwa prosedur, tatacara,

persyaratan, satuan kerja/pejabat penanggungjawab pemberi layanan,

waktu penyelesaian, rincian biaya/tarif, serta hal-hal yang berkaitan

dengan proses pelayanan wajib diinformasikan pada masyarakat agar

mudah diketahui.

5. Efisien. Kriteria ini mengandung arti:

a) Persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal yang

berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan

dengan tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan

(19)

b) Dicegah adanya pengulangan pemenuhan peryaratan dalam hal

proses pelayanan masyarakat yang bersangkutan

mempersyaratkan adanya kelengkapan persyaratan dari satuan

kerja/instansi pemerintahan lain yang terkait.

6. Ekonomis. Kriteria ini mengandung arti bahwa biaya pelayanan harus

ditetapkan secara wajar dengan memperhatikan:

a) Nilai barang dan atau jasa pelayanan masyarakat dan tidak

menuntut biaya yang terlalu tinggi diluar kewajaran.

b) Kondisi dan kemampuan masyarakat untuk membayar.

c) Ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

7. Keadilan Merata. Kriteria ini mengandung arti bahwa

cakupan/jangkauan pelayanan harus diusahakan seluas mungkin

dengan distribusi yang merata dan diberlakukan secara adil bagi

seluruh lapisan masyarakat.

8. Ketepatan Waktu. Kriteria ini mengandung arti bahwa pelaksanaan

pelayanan masyarakat dapat diselesaikan dalam kurun waktu telah

ditentukan.

1.6.2.5. Jenis-Jenis Pelayanan Publik

Bentuk pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dapat dibedakan

dalam beberapa jenis pelayanan, yaitu:

1. Pelayanan administratif.

Pelayanan yang diberikan olah unit pelayanan berupa pencatatan,

(20)

secara keseluruhan menghasilkan produk akhir berupa dokumen,

misalnya sertifikat, rekomendasi, keterangan, dan lain-lain. Contoh

pelayanan ini, antara lain : Sertifikat tanah, IMB, pelayanan

administrasi kependudukan (KTP, akte kelahiran, akte kematian),

dan lain sebagainya.

2. Pelayanan barang.

Pelayanan yang diberikan oleh unit pelayanan berupa kegiatan

penyediaan dan atau pengolahan bahan berwujud fisik termasuk

distribusi termasuk penyampaiannya kepada konsumen langsung

(sebagai unit/individu) dalam suatu sistem. Secara keseluruhan

kegiatan tersebut menghasilkan produk akhir berwujud benda atau

yang dianggap benda yang memberikan nilai tambah secara

langsung bagi penggunanya. Contoh pelayanan ini, antara lain:

listrik, pelayanan air bersih, pelayanan telepon, dan lain

sebagainya.

3. Pelayanan jasa.

Pelayanan yang diberikan oleh unit pelayanan berupa sarana dan

prasarana serta penunjangnya. Pengoperasiannya berdasarkan suatu

sistem pengoperasian tertentu dan pasti. Produk akhirnya berupa

jasa yang mendatangkan manfaat bagi penerimanya secara

langsung dan habis terpakai dalam jangka waktu tertentu. Contoh

pelayanan ini, antara lain : Pelayanan angkutan darat/air/udara,

(21)

Ketiga jenis pelayanan tersebut, orientasinya adalah pelanggan atau

masyarakat (publik). Artinya, kinerja pelayanan publik instansi pemerintah harus

berorientasikan publik sehingga dapat mengubah paradigma aparatur dari

“dilayani” menjadi “melayani”.

Hakikat pelayanan publik adalah pemberian pelayanan prima kepada

masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai

abdi masyarakat. Oleh karena itu, pengembangan kinerja pelayanan publik

senantiasa menyangkut tiga unsur pokok, yaitu : unsur kelembagaan

penyelenggara pelayanan, proses pelayanan serta sumber daya manusia pemberi

layanan. Dalam hubungan ini maka upaya peningkatan kinerja pelayanan publik

senantiasa berkenaan dengan pengembang tiga unsur tersebut (Surjadi, 2009 : 9).

1.6.3. Sertifikat Tanah

1.6.3.1. Pengertian Sertifikat Tanah

Dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) dijelaskan bahwa untuk

mewujudkan jaminan kepastian hukum dan kepastian hak atas tanah maka perlu

dilakukan kegiatan pendaftaran oleh pemerintah sesuai dengan

ketentuan-ketentuan yang telah diatur.

Salah satu kegiatan pendaftaran tanah adalah pemberian tanda bukti hak.

Tanda yang diberikan kepada pemegang hak atas tanah adalah sertifikat. Menurut

PP No. 10 Tahun 1960 disebutkan bahwa sertifikat tanah adalah salinan buku

tanah dan surat ukur yang dijahit menjadi satu bersama-sama dengan kertas

(22)

No.24 Tahun 1997, sertifikat tanah adalah surat tanda bukti hak sebagaimana

dimaksud dalam pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah , hak atas

pengelolaan tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan

yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan.

Berdasarkan pengertian di atas ,dapat disimpulkan bahwa sertifikat tanah

terdiri atas buku tanah dan surat ukur yang asli dijahit menjadi sampul. Buku

tanah yaitu dokumen dalam bentuk daftar yang memuat data yuridis dan data fisik

suatu objek pendaftaran tanah yang sudah ada haknya. Sedangkan surat ukur

adalah dokumen yang memuat data fisik suatu bidang tanah dalam bentuk peta

dan uraian.

Sertifikat tanah diterbitkan untuk kepentingan pemegang hak yang

bersangkutan dengan data fisik dan data yuridis yang telah didaftar dalam buku

tanah. Data fisik (pemetaan) meliputi letak tanah, batas-batas tanah , luas tanah

dan bangunan/tanaman yang ada diatasnya. Sedangkan data yuridis berupa status

tanah (jenis haknya), subjeknya, hak-hak pihak ketiga yang membebaninya dan

jika terjadi peristiwa hukum atau perbuatan hukum, wajib didaftarkan.

Selanjutnya, sertifikat tanah hanya boleh diserahkan kepada pihak yang namanya

tercantum dalam buku tanah sebagai pemegang hak atau kepada pihak yang

diberikan kuasa oleh pemegang hak.

1.6.3.2. Fungsi Sertifikat Tanah

(23)

1. Sertifikat tanah sebagai alat pembuktian yang kuat sebagaimana

disebutkan dalam pasal 19 ayat (2) huruf C UUPA. Seseorang atau

badan hukum akan mudah membuktikan dirinya sebagai pemegang

hak atas suatu bidang tanah. Apabila telah jelas namanya tercantum

dalam sertifikat itu. Semua keterangan yang tercantum dalam sertifikat

itu mempunyai kekuatan hukum dan harus diterima sebagai keterangan

yang benar sepanjang tidak ada bukti lain yang dapat membuktikan

sebaliknya.

2. Sertifikat hak atas tanah memberikan kepercayaan bagi pihak

bank/kreditor untuk memberikan pinjaman uang kepada pemiliknya.

Dengan demikian, apabila pemegang hak atas tanah itu seorang

pengusaha akan memudahkan baginya mengembangkan usahanya

karena kebutuhan akan modal mudah diperoleh.

3. Bagi pemerintah, dengan adanya sertifikat hak atas tanah

membuktikan bahwa tanah yang bersangkutan telah terdaftar pada

kantor agraria. Ini tentu akan membantu dalam memperbaiki

administrasi pertanahan di Indonesia.

1.6.4. Hak Milik Atas Tanah

1.6.4.1. Pengertian Hak Milik Atas Tanah

Tanah merupakan salah satu sumber kehidupan yang sangat vital bagi

manusia, baik dalam fungsinya sebagai sarana untuk mencari penghidupan

(24)

peternakan, perikanan, industri, maupun yang dipergunakan sebagai tempat untuk

bermukim dengan didirikannya perumahan sebagai tempat tinggal.

Ketentuan yuridis yang mengatur mengenai eksistensi tanah yaitu terdapat

dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Pokok-pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA), yang merupakan pelaksanaan dari

ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa

bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh

Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Adapun

pengejawantahan lebih lanjut mengenai hukum tanah banyak tersebar dalam

berbagai peraturan perundang-undangan lainnya seperti Peraturan Pemerintah

Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak

Pakai atas Tanah; Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional

Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan

Pembatalan Keputusan Pemberian Hak atas Tanah; dan lain-lain.

Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi yang

disebut permukaan bumi. Tanah yang dimaksudkan di sini bukan mengatur tanah

dalam segala aspeknya, melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya yaitu

tanah dalam pengertian yuridis yang disebut hak. Tanah sebagai bagian dari bumi

disebutkan dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA yaitu “atas dasar hak menguasai dari

negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam

hak atas permukaan bumi yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan

dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain

(25)

Konsep hak-hak atas tanah yang terdapat dalam hukum agraria nasional

membagi hak-hak atas tanah dalam dua bentuk (Supriadi, 2007: 64):

1. hak-hak atas tanah yang bersifat primer yaitu hak-hak atas tanah yang

dapat dimiliki atau dikuasai secara langsung oleh seorang atau badan

hukum yang mempunyai waktu lama dan dapat dipindahtangankan kepada

orang lain atau ahli warisnya seperti Hak Milik (HM), Hak Guna Usaha

(HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Pakai (HP).

2. hak-hak atas tanah yang bersifat sekunder yaitu hak-hak atas tanah yang

bersifat sementara seperti hak gadai, hak usaha bagi hasil, hak

menumpang, dan hak menyewa atas tanah pertanian.

Dari berbagai macam hak atas tanah tersebut, hak milik merupakan

satu-satunya hak primer yang mempunyai kedudukan paling kuat dibandingkan dengan

hak-hak yang lainnya. Hal ini dipertegas dalam ketentuan Pasal 20 ayat (1) UUPA

yang berbunyi:

“Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat, terpenuh, yang dapat

dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6.”

Turun temurun artinya hak milik atas tanah dapat berlangsung terus

selama pemiliknya masih hidup dan bila pemiliknya meninggal dunia, maka hak

miliknya dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya sepanjang memenuhi syarat sebagai

(26)

dengan hak atas tanah yang lain, tidak mempunyai batas waktu tertentu, mudah

dipertahankan dari gangguan pihak lain, dan tidak mudah hapus. Terpenuh artinya

hak milik atas tanah memberi wewenang kepada pemiliknya lebih luas bila

dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain, dapat menjadi induk bagi hak atas

tanah yang lain, dan penggunaan tanahnya lebih luas bila dibandingkan dengan

hak atas tanah yang lain (Urip Santoso,2007: 90-91).

Pernyataan di atas mengandung pengertian betapa penting dan

berharganya menguasai hak atas tanah dengan title “Hak Milik” yang secara

hukum memiliki kedudukan terkuat dan terpenuh sehingga pemilik hak dapat

mempertahankan haknya terhadap siapapun. Namun demikian bukan berarti

bahwa sifat terkuat dan terpenuh yang melekat pada hak milik menjadikan hak ini

sebagai hak yang mutlak, tidak terbatas, dan tidak dapat diganggu gugat, karena

dalam situasi dan kondisi tertentu hak milik ini dapat pula dibatasi. Pembatasan

yang paling nyata diatur dalam ketentuan UUPA antara lain terdapat dalam

pasal-pasal sebagai berikut:

a. Pasal 6 : Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Seseorang

tidak dibenarkan mempergunakan atau tidak mempergunakan hak

miliknya (atas tanah) semata hanya untuk kepentingan pribadinya,

apalagi jika hal itu dapat merugikan kepentingan masyarakat karena

sesuai dengan asas fungsi social ini hak milik dapat hapus jika

(27)

b. Pasal 7: Untuk tidak merugikan kepentingan umum maka pemilikan

dan penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan.

c. Pasal 17 : Dengan mengingat ketentuan dalam pasal 7 maka untuk

mencapai tujuan yang dimaksud dalam pasal 2 ayat (3) diatur luas

maksimum dan/atau minimum tanah yang boleh dipunyai dengan

sesuatu hak tersebut dalam pasal 16 oleh satu keluarga atau badan

hukum.

d. Pasal 18 : Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa

dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah

dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak dan

menurut cara yang diatur dengan undang-undang.

e. Pasal 21 ayat (1) : Hanya Warga Negara Indonesia dapat mempunyai

hak milik.

Mengenai keabsahan dan kehalalan hak milik, telah dikenal dua asas,

pertama asas “Nemo plus juris transfere potest quam ipse habel”, artinya tidak

seorangpun dapat mengalihkan atau memberikan sesuatu kepada orang lain

melebihi hak miliknya atau apa yang dia punyai. Kedua, asas “Nemo sibi ipse

causam possessionis mutare potest”, artinya tidak seorangpun mengubah bagi

dirinya atau kepentingan pihaknya sendiri, tujuan dari penggunaan objeknya

(28)

Kedua asas tersebut semakin mengukuhkan kekuatan sifat terkuat dan

terpenuh hak milik atas tanah. Kewenangan yang luas dari pemiliknya untuk

mengadakan tindakan-tindakan di atas tanah hak miliknya, kekuatan pemiliknya

untuk selalu dapat mempertahankan hak miliknya dari gangguan pihak lain, dan

segala keistimewaan dari hak milik mempunyai nilai keabsahan dan kehalalan

yang dijamin kedua asas tersebut.

Adapun mengenai jaminan perlindungan dan kepastian hukum bagi hak

milik atas tanah terdapat penegasannya lebih lanjut yaitu melalui suatu

mekanisme yang dinamakan ‘Pendaftaran Tanah” atau “Recht Kadaster.”

Pasal 1 angka (1) Ketentuan Umum dalam Peraturan Pemerintah Nomor

24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dinyatakan bahwa Pendaftaran Tanah

adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus,

berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan

dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta

dan daftar mngenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk

pemberian sertifikat sebagai surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah

yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak

tertentu yang membebaninya. Berkaitan dengan hal ini terdapat 2 macam asas

hukum, yaitu asas itikad baik dan asas nemo plus yuris (Adrian Sutedi, 2008:

(29)

a. Asas itikad baik, yaitu bahwa orang yang memperoleh sesuatu hak

dengan itikad baik akan tetap menjadi pemegang hak yang sah

menurut hukum. Asas ini bertujuan untuk melindungi orang yang

beritikad baik.

b. Asas nemo plus yuris, yaitu bahwa orang tidak dapat mengalihkan hak

melebihi hak yang ada padanya. Asas ini bertujuan melindungi

pemegang hak yang selalu dapat menuntut kembali haknya yang

terdaftar atas nama siapapun.

Dari kedua asas tersebut melahirkan 2 sistem pendaftaran tanah, yaitu:

1. Sistem publikasi positif, yaitu bahwa apa yang sudah terdaftar itu

dijamin kebenaran data yang didaftarkannya dan untuk keperluan

itu pemerintah meneliti kebenaran dan sahnya tiap warkah yang

diajukan untuk didaftarkan sebelum hal itu dimasukkan dalam

daftar-daftar. Jadi kelebihan pada sistem pendaftaran ini adalah

adanya kepastian dari pemegang hak, oleh karena itu ada dorongan

bagi setiap orang untuk mendaftarkan haknya. Kekurangannya

adalah bahwa pendaftaran tersebut tidak lancar dan dapat saja

terjadi pendaftaran atas nama orang yang tidak berhak dapat

menghapuskan hak orang yang berhak.

2. Sistem publikasi negatif, yaitu bahwa daftar umum tidak

(30)

dalam daftar umum tidak merupakan bukti bahwa orang tersebut

yang berhak atas hak yang telah didaftarkan. Kelebihan dari system

pendaftaran ini yaitu kelancaran dalam prosesnya dan pemegang

hak yang sebenarnya tidak dirugikan sekalipun orang yang

terdaftar bukan orang yang berhak. Tetapi kekurangannya adalah

bahwa orang yang terdaftarkan akan menanggung akibatnya bila

hak yang diperolehnya berasal dari orang yang tidak berhak

sehingga orang menjadi enggan untuk mendaftarkan haknya.

Kebijakan hukum tentang pembatasan kepemilikan hak atas tanah yang

diterapkan dalam pasal-pasal UUPA tersebut dalam tatanan teoritis idealis tampak

mencerminkan cita-cita dari pembentukan UUPA itu sendiri yang pada pokoknya

bertujuan untuk:

1. Meletakan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional yang

akan merupakan alat untuk membawakan kemakmuran, kebahagiaan dan

keadilan bagi Negara dan rakyat, terutama rakyat tani, dalam rangka

masyarakat yang adil dan makmur;

2. Meletakan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan, dan kesederhanaan

dalam hukum pertanahan;

3. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai

(31)

Dalam tatanan praktis, bukan hal mudah untuk mewujudkan cita-cita

pembentukan UUPA tersebut karena konflik kepentingan antara berbagai pihak

senantiasa menjadi duri dalam pencapaian tujuan tersebut sehingga pelaksanaan

kebijakan yang mengatur masalah hak-hak atas tanah tidak berjalan sebagaimana

mestinya. Perselisihan yang terjadi baik secara horizontal maupun vertikal banyak

mewarnai ranah pertanahan Indonesia, khususnya mengenai hak milik ini

sehingga pada akhirnya banyak melahirkan sengketa hak milik.

Dalam praktek, pencabutan hak atas tanah milik yang tidak dilandasi

amanat Pasal 18 UUPA seringkali terjadi. Masyarakat dituntut untuk melepaskan

haknya dengan alih-alih untuk kepentingan umum dengan diperkuat oleh asas

fungsi sosial hak atas tanah yang termuat dalam pasal 6 UUPA, tetapi ganti

kerugian yang diberikan tidak seimbang dengan nilai hak yang dilepaskan

sehingga banyak masyarakat yang pada akhirnya tidak dapat bermukim kembali

secara layak karena ganti kerugian yang diterima tidak mampu untuk

menggantikan kedudukannya seperti sedia kala. Bagi penduduk yang masih

memiliki lahan luas, mungkin hal tersebut tidak terlalu dipermasalahkan, namun

bagi sebagian besar penduduk yang hanya memiliki sebidang lahan sempit,

kenyataan pahit ini harus diterimanya dengan terpaksa. Ironisnya, kenyataan ini

malah akan semakin menyeret pada proses pemiskinan penduduk yang entah

disadari atau tidak oleh para pembuat kebijakan bahwa proses pemiskinan tersebut

(32)

1.6.4.2. Kewenangan Dan Kewajiban Pemegang Hak Milik Atas Tanah

Semua hak atas tanah yang tersebut diatas memberikan kewenangan untuk

menggunakan tanah, tetapi sifat-sifat khusus haknya, tujuan penggunaan tanahnya

dan batas waktu penguasaannya merupakan tolok pembeda antara hak milik atas

tanah yang satu dengan yang lain. Kewenangan yang dimiliki dalam

menggunakan hak milik atas tanah dengan ketentuan sebagai berikut :

a) Tidak boleh menimbulkan kerugian bagi pihak lain, dalam hal ini

berkaitan dengan penyalahgunaan hak (misbruik van recht atau abus

de droit) yang pada intinya melarang penggunaan hak seseorang

mengganggu atau menimbulkan kerugian bagi orang lain.

b) Sesuai dengan isi dan sifat hak itu sendiri yaitu kewenangan

penggunaan hak atas tanah tidak boleh melebihi atau berlainan dengan

isi dan sifat hak itu sendiri.

c) Sesuai dengan ketentuan Rencana Tata Ruang atau Tata Guna Tanah,

yaitu kewenangan penggunaan hak atas tanah harus memperhatikan

ketentuan-ketentuan yangada mengenai tata ruang/tat guna tanah,

seperti garis sempadan, beberapa bagiantanah yang boleh dibangun,

batas tinggi bangunan dan lain-lain peratutaran yangditetapkan oleh

(33)

d) Tidak boleh digunakan untuk praktek-praktek pemerasan,yaitu

mewajibkan pemegang hak atas tanah pertanian untuk mengerjakan

atau mengusahakan sendiri secara aktif dan mencegah cara-cara

pemerasan serta mencegah penggunaan hak untuk menguasai atas

kehidupan dan pekerjaan orang lain yang melampui batas.

e) Tidak boleh menggunakan ruang atas tanah dan ruang bawah tanah

yang tidak berkaitan langsung dengan penggunaan tanah (permukaan

tanah). (Oloan Sitorus,H.M.Zaki Sierrad, ibid, hal 78-79).

Hak-hak atas tanah tersebut selain memiliki kewenangan-kewenangan

jugaberisikan kewajiban untuk menggunakan dan memelihara potensi tanah yang

bersangkutan. Didalam UUPA kewajiban-kewajiban tersebut bersifat umum,

yang artinya berlaku terhadap setiap hak atas tanah, diatur dalam :

1) Pasal 6, yang menyatakan bahwa semua hak atas tanah mempunyai

fungsi sosial. Adapun konsekuensi dari fungsi dari hak atas tanah ini

adalah :

a) Penggunaan tanah harus sesuai dengan perencanaan,

peruntukan, dan penggunaan tanah sebagaimana dalam pasal

(34)

b) Setiap hak atas tanah dapat dicabut demi kepentingan umum,

denagn catatan kepada si empunya tanah yang dicabut haknya

diberikan kompensasi yang layak.

c) Setiap jengkal tanah tidak boleh ditelantarkan, dalam UUPA

ditegaskan bahwa penelantaran tanah merupakan salah satu

cara untuk mengakhiri hak atas tanah.

d) Tanah bukan merupakan komoditi perdagangan.

2) Pasal 15 dihubungkan dengan pasal 52 ayat (1) tentang kewajiban

memelihara tanah yang dihaki;

3) Pasal 10 khusus mengenai tanah pertanian, yaitu kewajiban

bagi pihak yang mempunyainya untuk mengerjakan

atau mengusahakannya sendiri secara aktif.

Selain apa yang ditentukan dalam pasal-pasal tersebut diatas, dalam

menghadapi suatu kasus-kasus kongkrit, perlu diperhatikan juga

kewajiban-kewajiban secara khusus yang dicantumkan dalam surat keputusan pemberian

haknya atau dalamsurat perjanjiannya serta dalam peraturan-peraturan

perundang-undangan yang berlaku, baik peraturan Pemerintah Pusat maupun Pemerintah

(35)

1.6.4.3. Asas Fungsi Sosial Hak Milik Atas Tanah

Asas ini ditemukan pada pasal 6 UUPA dinyatakan bahwa semua

hak atastanah mempunyai fungsi sosial. Menurut Penjelasan Umumnya yang

dimaksud dengan fungsi sosial hak atas tanah adalah hak atas tanah apa pun yang

ada pada seseorang, tidaklah dapat dibenarkan, bahwa tanahnya itu akan

dipergunakan (atau tidak dipergunakan) semata-mata untuk kepentingan

pribadinya, apalagi kalau hal itu menimbulkan kerugian bagi masyarakat.

Penggunaan tanah harus disesuaikan dengan keadaannya dan sifat daripada

haknya, hingga bermanfaat baik bagi kesejahteraan dankebahagiaan yang

mempunyai maupun bermanfaat pula bagi masyarakat dan negara. Tetapi dalam

pada itu, ketentuan tersebut tidak berarti, bahwa kepentingan perseorangan akan

terdesak sama sekali oleh kepentingan umum (masyarakat). Undang Undang

Pokok Agraria memperhatikan pula kepentingan-kepentingan perseorangan

haruslah saling mengimbangi, hingga pada akhirnya akan tercapai tujuan pokok:

kemakmuran, keadilan, dan kebahagian bagi rakyat seluruhnya (pasal 2 ayat 3).

Rasionalitas dari ketentuan tersebut diatas, yaitu adanya suatu pandangan

bahwa semua hak atas tanah secara langsung maupun tidak langsung bersumber

pada Hak Bangsa sebagai kepunyaan bersama dari bangsa Indonesia. Ada

beberapa konsekuensi dari fungsi sosial dari hak atas tanah ini adalah sebagai

(36)

1) Tidak dapat dibenarkan untuk menggunakan atau tidak

menggunakan tanah hanya untuk kepentingan pribadi pemegang

haknya, apalagi sampai menimbulkan kerugian masyarakat;

2) Penggunaan tanah harus disesuaikan dengan keadaan dan sifat dari

haknya, sehingga bermanfaat bagi kesejahteraaan dan kebahagiaan

yang mempunyai maupun bermanfaat bagi masyarakat dan negara;

3) Penggunaan dan pemanfaatan tanah harus memperhatikan Rencana

Tata Ruang, instrumen penatagunaan tanah lainnya yang ditetapkan

secara sah oleh pihak yang berwenang;

4) Pemegang hak atas tanah wajib memelihara tanah denagn baik,

dalam arti menambah kesuburan dan mencegah kerusakan

tanahnya;

5) Merelakan hak atas tanahnya apabila dicabut demi kepentingan

umum. (Oloan Sitorus, 66-67).

Mengikuti alur berfikir logika yuridis pasal 6 UUPA, terdapat semacam

keharusan, bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Melalui pasal

ini pembuat undang-undang mengalokasikan berbagai fungsi mengenai hak-hak

atas tanah, termasuk hak milik. Fungsi ini dapat bersifat fasilitatif atau kontrol,

bahkan keduanya baik fungsi fasilitatif maupun fungsi kontrol. Fungsi kontrol

misalnya mewajibkan bagi siapapun pemilik tanah (perorangan/badan hukum)

untuk mengetahui dan mematuhi apa ”yang dihukumkan” atau mematuhi

kewajiban yang diidealkan olehnorma positif sehubungan dengan fungsi sosial

(37)

Fungsi sosial hak milik atas tanah dianggap sebagai norma yang

dianggapsebagai norma positif atau norma yang dipositifkan oleh Pasal 6 UUPA.

Dalam halini Sebagai norma tentang hak milik yang diidealkan. Fungsi sosial hak

milik atas tanah seakan menjadi ”doktrin pemilikan tanah”. Didalam kajian-kajian

hukum, doktrin (sering juga disebut konsep) selalu dianggap sebagai kebenaran

yang tak terbantahkan. Idealnya dalam setiap decision making, doktrin/konsep ini

harus menjaditolok untuk menentukan yang salah dan yang benar.( Yusrihadi,

ibid, hal 24).

1.7.Definisi Konsep

Konsep merupakan istilah atau definisi yang digunakan untuk

menggambarkan secara abstrak kejadian, kelompok atau individu yang menjadi

pusat perhatian ilmu sosial (Singarimbun, 1989:33). Melalui konsep peneliti

diharapkan akan dapat menyederhanakan pemikirannya dengan menggunakan

satu istilah untuk beberapa kejadian yang berkaitan satu dengan lainnya.

Adapun definisi konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Efektivitas. Efektivitas berarti tercapainya sasaran, target, tujuan dengan

menggunakan waktu yang sesuai dengan apa yang direncanakan

sebelumnya tanpa mengabaikan mutu.

2. Pelayanan Publik. Pelayanan publik adalah setiap kegiatan yang

dilakukan pemerintah terhadap sejumlah manusia yang memiliki setiap

kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan dan

(38)

produk secara fisik. Pelayanan yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah dengan melihat pelayanan Kantor Pertanahan Kota Tanjung Balai

dalam penerbitan sertifikat hak milik atas tanah melalui persyaratan,

prosedur, waktu, dan biaya,serta hambatan yang tertuang dalam

Undang-Undang No.23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah.

3. Sertifikat Tanah. Sertifikat tanah adalah surat tanda bukti hak atas tanah

dan hak atas pengelolaan.

4. Hak Milik Atas Tanah. Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat,

terpenuh, yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat

ketentuan dalam Pasal 6.

1.8.Sistematika Penulisan

BAB I: PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar belakang masalah, fokus penelitian,

perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

kerangka teori, defenisi konsep, dan sistematika penulisan.

BAB II: METODE PENELITIAN

Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian,

informan penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik

analisis data.

(39)

Bab ini memuat tentang gambaran atau karakteristik lokasi

penelitian berupa sejarah singkat, visi dan misi, dan struktur

organisasi.

BAB IV: PENYAJIAN DATA

Bab ini menguraikan hasil penelitian lapangan dan

dokumentasi yang diperoleh yang akan dianalisis.

BAB V: ANALISIS DATA

Bab ini berisikan analisa data dari setiap data yang

disajikan yang diperoleh setelah melakukan penelitian di

lapangan.

BAB VI: PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran atas hasil penelitian

Referensi

Dokumen terkait

(1) Menteri, menteri teknis terkait, gubernur atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya melakukan pembinaan terhadap masyarakat dan penanggung jawab usaha

Journal Policy , meliputi: bagaimana policy terkait menjaga Aims and Scope tetap terjaga, bagaimana policy terkait proses review untuk menjaga kualitas artikel,

pada entitas pertama, hanya mempunyai satu hubungan dengan satu kejadian pada entitas yang kedua dan sebaliknya.. • One to Many atau Many to One 

Pelaksanaan pembelajaran matematika MI Ma’arif NU Mangunsari yang terintegrasi dengan nilai-nilai karakter, dapat diintegrasikan melalui kegiatan diantaranya yaitu

pengembangan Belanja Modal yang belum dibayarkan dan direalisasikan dimana pekerjaan pembangunan yang dilakukan oleh pihak ketiga telah selesai dilakukan dan

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Matematika .... Materi Hasill Belajar

pendamping lokal desa yang mendampingi setiap lima desa. Untuk mengetahui bagaimana kebijakan pemerintah dalam penempatan. pendamping desa di kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir.

Terdiri dari 7 pertanyaan positif dan 3 pertanyaan negatif Baik 8-10 Cukup 4-7 Kurang 0-3 Ordinal - Afektif orang tua dalam menangani hambatan komunikasi pada anak