PENDAHULUAN Latar Belakang
Tanaman ubikayu (Manihot esculenta Crantz.) merupakan sumber karbohidrat yang mempunyai kedudukan strategis sebagai bahan baku pangan, pakan maupun berbagai industri pangan dan non pangan. Selain untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri, ubikayu juga merupakan komoditas penghasil devisa negara melalui ekspor dalam bentuk tepung, pati maupun bentuk olahan lainnya. Bertambahnya jumlah penduduk, berkembangnya industri peternakan dan industri berbahan baku ubikayu mendorong permintaan ubikayu meningkat tajam. Apalagi ke depan, dengan ditetapkannya ubikayu sebagai salah satu tanaman sumber energi alternatif terbarukan, dapatdipastikan permintaan ubikayu akan lebih
meningkat lagi. FAO menyebut ubikayu sebagai tanaman abad 21 karena beragamnya kegunaan tanaman ini yang berpotensi besar untuk
mengentaskan kemiskinan di pedesaan serta meningkatkan ekonomi nasional (Howeler et al., 2013).
lainnya (Kemendagri, 2013). Pada tahun 2014 terjadi penurunan hasil produksi
rata-rata yang tidak terlalu signifikan yaitu sebesar 139,71 ton per hektar (BPS 2014).
Ubi kayu merupakan komoditi unggulan Provinsi Sumatera utara, pada tahun 2011, produksi ubi kayu tertinggi dihasilkan Kabupaten Simalungun diikuti Serdang Bedagei, Deli serdang dan Toba Samosir. Produksi ubi kayu terendah ada di Kabupaten Karo (Gusti dan Harahap, 2012). Produksi ubikayu Sumatera Utara tahun 2012 sebesar 1.171.520 ton, naik sebanyak 79.809 ton atau 7,31 persen dibandingkan produksi ubikayu tahun 2011. Kenaikan produksi ubikayu disebabkan bertambahnya luas panen sebesar 820 hektar atau naik 2,16 persen dan
peningkatan produktivitas sebesar 14,51 kw/ha atau 5,04 persen (BPS Sumut, 2013).
Permintaan ubikayu dari tahun ke tahun mengalami peningkatan,baik untuk pemenuhan kebutuhan pangan maupun industri. Peran ubikayu dalam bidang industri akan terus mengalami peningkatan seiring dengan adanya program pemerintah untuk menggunakan sumber energi alternatif yang berasal dari hasil pertanian (liquid biofuel), seperti biodiesel dan bioetanol serta diversifikasi pangan berbasis pangan lokal.Untuk dapat mendukung program pemerintah tersebut, maka produksi ubikayu harus ditingkatkan. Peningkatan produksi ubikayu dapat dilakukan melalui peningkatan luas panen dan penerapan teknik budidaya yang tepat (Sundari, 2010).
lahan secara intensif, tahan terhadap kekeringan dan serangan OPT, dan biaya produksi yang cukup rendah. Kementerian Pertanian sebagai instansi pembina telah melakukan beberapa langkah pengembangan ubikayu. Namun disadari bahwa terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi. Adapun permasalahan pengembangan produksi dan konsumsi ubikayu antara lain: a). Pemilikan lahan sempit, modal usaha tani dan tenaga kerja keluarga terbatas b). Siklus pertanaman yang panjang c). Dukungan sistem pemasaran yang lemah d). Teknologi inovatif belum optimal e). Perbenihan (Kemendagri, 2013).
Bibit ubikayu yang berkualitas merupakan modal utama dalam meningkatkan produksi. Oleh karena itu penyediaan bibit menjadi sangat penting. Penyediaan bibit secara lokal melalui Jabalsim dapat mengatasi kelangkaan bibit berkualitas pada saat musim tanam. Pada kondisi persediaan bibit yang kurang, dapat digunakan stek mini (panjang 5-6 cm, dengan 3-4 mata tunas) dengan hasil yang tidak berbeda dibandingkan stek biasa. Pada cara ini bibit perlu disemaikan dulu selama bulan sebelum ditanam di lapang (Litbang, 2011).
yaitu genotipe Pulut, genotipe Mentega, genotipe Roti, genotipe Malaysia, genotipe Putih dan lain-lain.
Berdasarkan penjelasan beberapa uraian di atas perlu dilakukannya penelitian mengenai analisis pertumbuhan dan perkembangan beberapa genotipe ubikayu.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan dari beberapa genotipe ubi kayu.
Hipotesis
Ada perbedaan pertumbuhan dan perkembangan pada beberapa genotipe ubikayu.
Kegunaan Penelitian
Botani Tanaman
Secara taksonomi ubikayu ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut : kingdom : Plantae, Divisi : Spermatophyta, Subdivisi : Angiospermae, Kelas : Dicotyledonae, Ordo : Euphorbiales, Famili : Euphorbiaceae, Genus : Manihot, Spesies : Manihot esculenta Crantz. (Steenis et al., 2003).
Daun ketela pohon termasuk daun tunggal. Jadi pada satu tangkai ada satu helai, pada ketiak daun terdapat tunas. Tanaman ini termasuk tumbuhan monokotil. Perdu yang tidak bercabang atau kadang bercabang dua, tinggi bisa mencapai 4 m, bergetah putih dan mengandung sianida pada konsentrasi yang berbeda-beda. Umbi akar besar, memanjang dengan kulit berwarna coklat suram. Batang berkayu dengan tanda berkas daun yang tampak dengan jelas. Daun tungal tersusun secara spiral, panjang tangkai daun 5-30 cm, helaian daun rata sampai terbagi 3 - 10 sampai pangkal daunnya. Perbungaan dalam tandan di ujung batang dengan panjang 3-10 cm. Buah bulat telur bersayap 6 dengan diameter 1-1,5 cm, terdapat n 3 biji di dalamnya (Sharma, 1993).
Batang tanaman singkong berkayu, beruas-ruas dengan ketinggian mencapailebih dari 3 m. Warna batang bervariasi, ketika masih muda umumnyaberwarna hijau dan setela tua menjadi keputihan, kelabu, atau hijau kelabu.Batang berlubang, berisi empelur berwarna putih, lunak, dengan struktur seperti gabus (Silitonga, 2014).
Secara morfologi, tanaman ubikayu baru akan berbunga pada umur 8 – 10 bulan dan sangat tergantung genotipe dan lingkungan tumbuh
sering, beberapa varietas lain jarang berbunga atau bahkan tidak berbunga sama sekali. Produksi bunga sangat penting untuk pembiakan. Tumbuhnya bunga sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti banyaknya cahaya dan suhu. Bunga ubikayu dihasilkan pada dahan reproduktif. Bunga jantan berkembang dekat puncak rangkaian bunga, sedangkan bunga betina tumbuh dekat dasar rangkaian bunga (Ekanayake et al., 1997).
Umbi yang terbentuk merupakan akar yang menggelembung dan berfungsi sebagai tempat penampung makanan cadangan. Bentuk umbi biasanya bulat memanjang, terdiri atas: kulit luar tipis (ari) berwarna kecokelat-coklatan (kering); kulit dalam agak tebal berwarna keputih-putihan (basah); dan daging berwarna putih atau kuning (tergantung varietasnya) yang mengandung sianida dengan kadar berbeda (Suprapti, 2005).
Syarat Tumbuh Iklim
Ubikayu merupakan tanaman tropis. Wilayah pengembangan ubikayu berada pada 30o LU dan 30o LS. Namun demikian, untuk dapat tumbuh, berkembang dan berproduksi, tanaman ubi kayu menghendaki persyaratan iklim tertentu (Sundari, 2010).
Untuk dapat berproduksi optimal, ubikayu memerlukan curah hujan 150-200 mm pada umur 1-3 bulan, 250-300 mm pada umur 4-7 bulan, dan 100-150 mm pada fase menjelang dan saat panen. Berdasarkan karakteristik iklim di Indonesia dan kebutuhan air tersebut, ubikayu dapat dikembangkan di hampir semua kawasan, baik di daerah beriklim basah maupun beriklim kering sepanjang air tersedia sesuai dengan kebutuhan tanaman tiap fase pertumbuhan. Pada umumnya daerah sentra produksi ubikayu memiliki tipe iklim C, D, dan E, serta jenis lahan yang didominasi oleh tanah alkalin dan tanah masam, kurang subur, dan peka terhadap erosi (Wargiono, et al., 2006).
Tanah
Ubikayu dapat tumbuh di berbagai jenis tanah. Pada daerah di mana jagung dan padi tumbuh kurang baik, ubi kayu masih dapat tumbuh dengan baik dan mampu berproduksi tinggi apabila ditanam dan dipupuk tepat pada waktunya. Sebagian besar pertanaman ubi kayu terdapat di daerah dengan jenis tanah Aluvial, Latosol, Podsolik dan sebagian kecil terdapat di daerah dengan jenis tanah Mediteran, Grumusol dan Andosol. Tingkat kemasaman tanah (pH) untuk tanaman ubi kayu minimum 5 (Sundari, 2010).
Genotipe Ubikayu
Gen-gen tidak dapat menyebabkan berkembangnya karakter terkecuali mereka berada pada lingkungan yang sesuai, dan sebaliknya tidak ada pengaruh terhadap berkembangnya karakteristik dengan mengubah tingkat keadaan lingkungan terkecuali jika gen yang diperlukan ada. Namun, harus disadari bahwa keragaman yang diamati terhadap sifat-sifat yang terutama disebabkan oleh perbedaan gen yang dibawa oleh individu yang berlainan dan terhadap variabilitas didalam sifat yang lain. pertama-tama disebabkan oleh perbedaan lingkungan dimana individu berada (Allard, 2005).
Varietas atau klon introduksi perlu diuji adapta bilitasnya pada suatu lingkungan untuk mendapatkan genotipe unggul pada lingkungan tersebut. Pada umumnya suatu daerah memiliki kondisi lingkungan yang berbeda terhadap genotip. Respon genotip terhadap lingkungan ini biasanya terlihat dalam penampilan fenotipik dari tanaman yang bersangkutan (Darliah et al., 2001).