METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional yang bersifat prospektif, untuk melihat adanya perubahan tekanan darah selama ESWL dilakukan pada penderita batu ginjal.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di divisi Bedah Urologi Departemen Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan.
Waktu penelitian dilaksanakan setelah proposal penelitian disetujui.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian Populasi
Populasi penelitian ini adalah semua pasien penderita batu ginjal yang menjalani pengobatan di divisi Bedah Urologi RSUP. H. Adam Malik, Medan.
Sampel
Semua pasien penderita batu ginjal yang menjalani pengobatan berupa ESWL di divisi Bedah Urologi RSUP. H. Adam Malik, Medan yang memenuhi kriteria inklusi.
Kriteria Inklusi:
- Semua pasien penderita batu ginjal yang menjalani pengobatan berupa ESWL.
- Pasien sadar penuh, dapat mengikuti perintah, dapat berkomunikasi dengan baik dengan dokter/perawat
37
Kriteria Eksklusi:
Semua pasien penderita batu ginjal yang termasuk kedalam kontraindikasi absolut tindakan ESWL, seperti kehamilan, perdarahan, obstruksi di bawah lokasi batu, dan infeksi saluran kemih yang tidak terkontrol.
3.4 Besar Sampel
Sampel diambil dari penderita yang datang ke RSUP H. Adam Malik yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Untuk menentukan besar sampel dapat ditentukan dengan rumus :
Keterangan : n = Besar sampel
Z α = Nilai ketetapan kesalahan tipe I (1,96)
Zβ = Nilai ketetapan kesalahan tipe II (0,842)
Sd = Simpangan baku dari rerata selisih dari kepustakaan (9,9) d = Selisih minimal yang dianggap bermakna (5)
Berdasarkan rumus diatas maka didapatkan jumlah subjek penelitian untuk penelitian ini adalah 31 sampel
3.5. Cara Penelitian.
1. Pengumpulan data pasien penderita batu ginjal yang menjalani pengobatan berupa ESWL dengan menilai kriteria inklusi.
2. Pasien diberikan analgetik yaitu ketoprofen 100 mg supositoria 2 buah, sebelum dilakukan tindakan ESWL.
3. Mesin ESWL yang dipakai dengan merk produksi Richard Wolf buatan German dengan jenis Piezolith 3000 yang sudah dioperasikan di RSUP. H. Adam Malik sejak tahun 2010. 4. Pengukuran tekanan darah dengan menggunakan monitor tekanan darah otomatis digital OMRON®, manset diletakkan di sisi lengan atas yang bersebrangan dengan sisi ginjal yang akan dilakukan ESWL.
5. Melakukan pengukuran tekanan darah sebelum dilakukan ESWL, kemudian dilakukan pengukuran setiap 15 menit selama 1 jam selama ESWL berlangsung.
6. Melakukan pencatatan dan pengolahan data. 7. Melakukan penyusunan dan penggandaan laporan. 3.6 Etika Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan melakukan pemeriksaan tekanan darah setiap 15 menit selama 1 jam selama ESWL berlangsung sebagai subjek penelitian, yang selama pelaksanaannya tidak bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan kode etik penelitian biomedik. Izin didapat dari Komisi Etika Penelitian Fakultas Kedokteran USU.
3.7 Definisi Operasional
Subjek penelitian adalah semua pasien batu ginjal yang menjalani prosedur ESWL di
39
ESWL adalah suatu teknik memecah batu saluran kencing dengan menggunakan gelombang kejut yang dihasilkan oleh mesin dari luar tubuh. Gelombang kejut yang dihasilkan oleh mesin di luar tubuh dapat difokuskan ke arah batu dengan berbagai cara. Sesampainya di batu, gelombang kejut tadi akan melepas energinya.
Berdasarkan JNC-7 (the seventh Report of the Joint National Committee), hipertensi
didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik ≥140 mmHg, dan tekanan darah diastolik ≥
90 mmHg.
Perubahan tekanan darah adalah nilai yang didapat, baik meningkatnya atau menurunnya
nilai dari tekanan darah sebelumnya.
3.8 Kerangka Teori
3.9 Kerangka konsep
Pengukuran tekanan darah akan dilakukan sebanyak 5x, sebelum dilakukan ESWL dan dilanjutkan setiap 15 menit selama 1 jam. Perubahan tekanan darah selama tindakan ESWL berlangsung akan dicatat dan kemudian dianalisis dengan analysis of variance (ANOVA). Bila hasil yang didapat dengan sebaran selisih normal, maka digunakan repeated anova dengan post hoc Bonferroni. Bila sebaran selisih tidak normal, lakukan transformasi, gunakan uji Friedman
41 BAB IV
HASIL PENELITIAN.
4.1 Karakteristik Subjek Penelitian.
Penelitian melibatkan pasien batu ginjal yang dilakukan tindakan Extracorporeal shock wave lithotripsy ( ESWL ) sebanyak 31 orang yang berasal dari Departemen Bedah Rumah Sakit H.
Adam Malik Medan. Karakteristik subjek penelitian digambarkan pada tabel berikut ini: Tabel 4.1.1 Karakteristik Subjek Penelitian berdasarkan umur dan jenis kelamin
Kelompok Usia Frequensi Persen.
20-30 tahun 1 3.2
31-40 tahun 6 19.4
41-50 tahun 13 41.9
51-65 tahun 11 35.5
Jenis Kelamin
Laki-laki 22 71.0
perempuan 9 29.0
Total 31 100.0
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa subjek penelitian lebih banyak dengan umur 41 – 50 tahun (41,9%), diikuti dengan kelompok umur 51 – 60 tahun (35,5%) dan terendah pada kelompok umur 20 -30 tahun (3,2%) dengan jenis kelamin sebagian besar laki-laki (71%).
4.2 Perubahan Tekanan Darah Sistole.
Tabel 4.2.1 Rerata Tekanan Darah Sistole di awal dan setiap waktu 15 menit Tekanan Darah
Sistole
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
awal 31 100 159 143.00 16.438
15' 31 100 173 137.71 16.941
30' 31 100 178 136.71 16.989
45' 31 99 181 137.32 18.267
60' 31 78 165 133.90 19.580
Tabel di atas menjelaskan bahwa adanya perubahan rerata tekanan darah sistole setelah 15 menit tindakan sampai dengan 60 menit setelah tindakan Extracorporeal shock wave lithotripsi ( ESWL ) yaitu terjadinya penurunan rerata tekanan darah sistole awal setiap 15 menit
43
Tabel 4.2.2 Rerata Perubahan Tekanan Darah Sistole dari waktu ke waktu selang 15 menit Perubahan
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa tekanan darah sistole yang diukur setelah 15 menit tindakan Extracorporeal shock wave lithotripsy ( ESWL ) sebagian besar mengalami penurunan (61%) dengan rerata penurunan sebesar 11,42 ± 7,09 mmHg dan yang mengalami kenaikan
sebesar 29% dengan rerata kenaikan sebesar 5,89 ± 4,68 mmHg dan lainnya adalah tetap tidak berubah (10%).
Tekanan darah sistole yang diukur 15 menit selanjutnya (setelah 30 menit dari awal) sebagian besar mengalami penurunan kembali (55%) dengan rerata penurunan sebesar 16,8 ± 4,32 mmHg dibandingkan dengan sebelumnya dan yang mengalami kenaikan sebesar 32% dengan rerata kenaikan sebesar 7,4 ± 6,24 mmHg dan lainnya adalah tetap tidak berubah (13%).
Tekanan darah sistole yang diukur 15 menit selanjutnya (setelah 45 menit dari awal) lebih banyak mengalami kenaikan kembali (45%) dengan rerata kenaikan sebesar 5,43 ± 4,09 mmHg dibandingkan dengan sebelumnya dan yang mengalami penurunan sebesar 39% dengan rerata kenaikan sebesar 4,75 ± 4,31 mmHg dan lainnya adalah tetap tidak berubah (16%).
Tekanan darah sistole yang diukur 15 menit selanjutnya (setelah 60 menit dari awal) lebih banyak mengalami penurunan kembali (48%) dengan rerata penurunan sebesar 10 ± 19,99 mmHg dibandingkan dengan sebelumnya dan yang mengalami kenaikan sebesar 39% dengan rerata kenaikan sebesar 3,67 ± 2,74 mmHg dan lainnya adalah tetap tidak berubah (13%).
Tabel 4.2.3 Perbedaan Tekanan Darah awal Sistole dan Setelah 15 menit
45
penurunan tekanan sistole setelah 15 menit tindakan Extracorporeal shock wave lithotripsy ( ESWL ) adalah signifikan.
Tabel 4.2.4 Perbedaan rerata perubahan Tekanan Darah antar waktu Setelah 15 menit
Waktu Pengukuran
Berdasarkan uji statistik dengan t-test yang dapat dilihat pada tabel di atas, bahwa pada tindakan Extracorporeal shock wave lithotripsy ( ESWL ) perbedaan penurunan tekanan sistole setelah 15 menit dengan 30 menit hanya berkisar 1 ± 7,78 yang menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna (p>0,05), demikian juga antara kenaikan tekanan sistole setelah 30 menit dengan 45 menit hanya berkisar 0,61 ± 6,04 yang menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna (p>0,05) dan juga antara penurunan tekanan sistole setelah 45 menit dengan 60 menit, hanya berkisar 3,42 ± 15,2 yang menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna (p>0,05).
Tabel 4.2.5 Perbedaan Tekanan Darah awal Sistole dan Setelah 60 menit
60' - SISTOLE awal
Z -3.167
Asymp. Sig. (2-tailed) .002
a. 60' < SISTOLE awal b. 60' > SISTOLE awal c. 60' = SISTOLE awal
Tabel di atas menjelaskan bahwa dari uji statistik dengan Freidmen test menunjukkan pada tindakan Extracorporeal shock wave lithotripsy ( ESWL ) ada perbedaan bermakna antara tekanan darah awal sistole dengan tekanan darah sistole setelah 60 menit (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa terjadinya penurunan tekanan sistole setelah 60 menit adalah signifikan.
4.3 Perubahan Tekanan Darah Diastole
47
Tabel 4.3.2 Rerata Perubahan Tekanan Darah Diastole dari waktu ke waktu selang 15 menit
Perubahan
Tekanan Diastole N Persen Minimum Maximum Mean
Std.
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa tekanan darah diastole yang diukur setelah 15 menit tindakan Extracorporeal shock wave lithotripsy ( ESWL ) sebagian besar mengalami penurunan (61,3%) dengan rerata penurunan sebesar 7 ± 4,03 mmHg dan yang mengalami kenaikan sebesar 12,9% dengan rerata kenaikan sebesar 4,25 ± 4,03 mmHg dan lainnya adalah tetap tidak berubah (25,8%).
Tekanan darah diastole yang diukur 15 menit selanjutnya (setelah 30 menit dari awal) sebagian besar mengalami penurunan kembali (61,3%) dengan rerata penurunan sebesar 5,37 ± 4,13 mmHg dibandingkan dengan sebelumnya dan yang mengalami kenaikan sebesar 22,6% dengan rerata kenaikan sebesar 5 ± 4,62 mmHg dan lainnya adalah tetap tidak berubah (16,1%).
Tekanan darah diastole yang diukur 15 menit selanjutnya (setelah 45 menit dari awal) lebih banyak mengalami kenaikan kembali (61,3%) dengan rerata kenaikan sebesar 5,68 ± 5,3209 mmHg dibandingkan dengan sebelumnya dan yang mengalami penurunan sebesar 22,6% dengan rerata kenaikan sebesar 2,57 ± 1,13 mmHg dan lainnya adalah tetap tidak berubah (16,1%).
Tekanan darah diastole yang diukur 15 menit selanjutnya (setelah 60 menit dari awal) lebih banyak mengalami kenaikan kembali (58,1%) dengan rerata kenaikan sebesar 3,72 ± 2,63 mmHg dibandingkan dengan sebelumnya dan yang mengalami penurunan sebesar 22,6% dengan rerata kenaikan sebesar 5 ± 4,62 mmHg dan lainnya adalah tetap tidak berubah (19,4%).
Tabel 4.3.4 Perbedaan Tekanan Darah awal Diastole dan Setelah 15 menit berturut-turut berikutnya
Within Groups 13072,581 120 108,938
49
2 ,742 2,651 1,000 -6,37 7,85
3 2,903 2,651 1,000 -4,21 10,02
Banforoni test
Berdasarkan uji statistik dengan ANOVA test yang dapat dilihat pada tabel di atas, bahwa pada tindakan Extracorporeal shock wave lithotripsy ( ESWL ) perbedaan penurunan tekanan diastole awal dengan setelah 15 menit, 30 menit, 45 menit sampai dengan 60 menit menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna (p>0,05), demikian juga antara kenaikan tekanan diastole setelah 30 menit dengan 45 menit hanya berkisar 0,61 ± 6,04 yang menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna (p>0,05).
Prinsip kerja alat ESWL adalah menggunakan gelombang kejut. Gelombang kejut adalah gelombang tekanan yang berenergi tinggi yang dapat dialirkan melalui udara maupun air. Ketika berjalan melewati dua medium yang berbeda, energi tersebut dilepaskan, menyebabkan batu terfragmentasi. Gelombang kejut tidak menyebabkan kerusakan bila melewati substansi dengan kepadatan yang sama. Oleh karena air dan jaringan tubuh memiliki kepadatan yang sama, gelombang kejut tidak merusak kulit dan jaringan dalam tubuh. Batu saluran kemih memiliki kepadatan akustik yang berbeda, dan bila dikenai gelombang kejut, batu tersebut akan pecah, Setelah batu terfragmentasi, batu akan keluar dari saluran kemih (Pahira dan Pevzner, 2007).
Hasil penelitian ini menemukan adanya penurunan yang bermakna tekanan darah sistole dari awal sebelum tindakan ESWL dan setelah 60 menit dilakukan tindakan, sedangkan berdasarkan tekanan diastole menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan tekanan darah sistole sebelum dan sesudah tindakan ESWL. Kondisi ini dapat terjadi karena banyak hal yang mempengaruhinya, diantaranya kemampuan lithotripter, ukuran, lokasi (ureter, pelvis dan kaliks), dan komposisi (tingkat kekerasan) dari batu, serta kebiasaan pasien, dan pelaksanaan ESWL itu sendiri. (Turk C et al, 2014).
Aspek metabolik, kondisi batu itu sendiri dan minimalnya kerusakan jaringan ginjal akibat tindakan ESWL dengan alat HM-3 serta minimalnya rasa nyeri dan cemas yang terjadi dianggap yang paling bertanggung jawab terhadap terjadinya penurunan tekanan darah selama tindakan ESWL berlangsung (Sato Yet al 2008).
51
Lingeman menyatakan secara singkat bahwa pemberian gelombang kejut dengan frekuensi yang lebih sedikit juga memberikan efek terhadap stabilnya tekanan darah setelah tindakan ESWL. Rerata tekanan darah pasien dapat menjadi turun dari 35% sampai 25% tergantung dari jumlah gelombang kejut yang diberikan (Huang WS et al, 2009).
Morris et al dalam penelitiannya menyatakan bahwa meningkatnya pemberian gelombang kejut dari 1000-2000 kali, dapat meningkatkan rasa takut pasien 1,4% sampai 12,8% sehingga dapat dianggap sebagai pencetus meningkatnya tekanan darah. Dhar et al juga sejalan dengan hal tersebut, bahwa usia lebih tua meningkat 2,2 kali setiap peningkatan usia 10 tahun, untuk terjadinya subcapsular hematom yang dapat mencetuskan terjadinya peningkatan tekanan darah setelah ESWL. Janetscheck et al memberikan hipotesis bahwa tingkat kekakuan dari kapsul renal meningkat seiring bertambahnya usia sehingga memberikan tekanan intrarenal yang tinggi dan odem parenkim ginjal yang luas yang dapat berpengaruh terhadap tekanan darah (Huang WS et al, 2009).
Banyaknya studi tentang komplikasi pasca operasi sejak Human Model -3 (HM – 3) telah diperkenalkan . Sekarang diakui bahwa gelombang kejut dapat menyebabkan kerusakan akut ginjal . Bukti kuat telah dikembangkan yang berimplikasi ESWL sebagai penyebab kerusakan ginjal akut dan kerusakan sekitarnya jaringan sekitarnya . Hipertensi oleh karena tindakan ESWL masih kontroversi dan masih berlangsung hingga sekarang (Krambeck EA et al, 2006).
Kerusakan ekstrarenal dan ginjal akut pernah dilaporkan pada percobaan hewan dan pada manusia. Struktural dan fungsional berubah pada fungsional ginjal akut juga pernah dilaporkan. Faktor-faktor risiko seperti usia, kegemukan, hipertensi dan diabetes dapat menjadi faktor predisposisi pada pasien-pasien ESWL dalam peningkatan cidera ginjal akut. Kerusakan
akut ekstrarenal, pankreas, erosi lambung dan duodenum, pankreatitis dan kerusakan mukosa pada kolon juga dilaporkan. Akan tetapi, tidak ada kesimpulan yang pasti tentang hubungan antara seperti kerusakan struktural dan fungsional yang akut, dan kondisi kesehatan yang tidak cocok secara kronis seperti hipertensi, gagal ginjal, dan diabetes (Sato Y et al, 2008).
Ada beberapa hipotesis tentang mekanisme dari terjadinya hipertensi setelah ESWL. Beberapa pengarang menafsirkan ESWL sebagai jenis khusus dari trauma ginjal dengan insidensi tinggi dari perdarahan intrarenal dan subkapsular dan iskemia dari intrarenal. Ini semua akan menghasilkan fibrosis sehingga mengurangi perfusi ke ginjal dan meningkatkan pelepasan dari rennin dan angiotensin II, yang akan menghasilkan hipertensi (Huang WS,et al 2009).
Isu tentang hipertensi setelah ESWL masih menjadi kontroversial. Jewet et al, menghubungkan hanya satu penelitian prospektif secara acak pada hipertensi. Penelitian tersebut tidak memberikan hasil temuan yang akurat tentang perkembangan hipertensi setelah ESWL (Sato Y et al, 2008).
53 BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap pasien-pasien batu ginjal yang menjalani tindakan Extracorporeal shock wave lithotripsy ( ESWL ), maka diperoleh hasil adanya penurunan tekanan sistole yang signifikan setelah 15 menit tindakan Extracorporeal shock wave lithotripsy ( ESWL ) serta tidak ada perbedaan tekanan sistole dari mulai 15 menit setelah tindakan ESWL sampai dengan setelah 60 menit tindakan ESWL. Begitu juga dengan tekanan darah diastole, diperoleh tidak ada perbedaan bermakna tekanan diastole awal dengan setelah 15 menit, 30 menit, 45 menit sampai dengan 60 menit.
Terjadinya penurunan tekanan darah baik sistole maupun diastole yang tidak signifikan yang terjadi selama tindakan Extracorporeal shock wave lithotripsy ( ESWL ), memberikan gambaran secara keseluruhan kepada kita bahwa tidak ada perubahan tekanan darah yang terjadi dengan tindakan ESWL yang dilakukan pada penderita batu ginjal.
6.2 SARAN.
1. Walaupun tindakan ESWL merupakan salah satu therapi non-invasif yang aman, tetap diperlukan adanya inform concent yang baik dan jelas sehingga dapat memberikan sugesti yang baik kepada pasien yang akan menjalani tindakan ESWL.
2. Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk melihat komplikasi lainnya dari tindakan Extracorporeal shock wave lithotripsy ( ESWL ) yang terjadi dengan onset yang akut.