• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960 Tentang Perjanjian Bagi Hasil Tanah Pertanian di Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektivitas Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960 Tentang Perjanjian Bagi Hasil Tanah Pertanian di Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat Chapter III V"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

PERJANJIAN BAGI HASIL TANAH PERTANIAN

A. Gambaran Umum Daerah Penelitian

1. Sejarah Kabupaten Langkat

Pada masa pemerintahan Belanda, Kabupaten Langkat masih berstatus keresidenan dan kesultanan atau kerajaan dengan pimpinan pemerintahan yang disebut Residen dan berkedudukan di Binjai dengan Residennya Morry Agesten. Residen mempunyai wewenang mendampingi Sultan Langkat di bidang orang- orang asing saja sedangkan bagi orang-orang asli pribumi berada di tangan pemerintahan kesultanan Langkat. Kemudian Kesultanan Langkat berturut-turut dijabat oleh Sultan Haji Musa Almahadamsyah (1865 – 1892 ), Sultan Tengku Abdul Aziz Abdul Jalik Rakhmatsyah (1893 – 1927 ), dan Sultan Mahmud (1927 – 1946).

(2)

1. Luhak Langkat Hulu, yang berkedudukan di Binjai dipimpin oleh T.Pangeran Adil yang membagi wilayah ini menjadi 3 ( tiga ) kejuruan dan 2 ( dua ) distrik yakni:

a. Kejuruan Selesai b. Kejuruan Bahorok c. Kejuruan Sei Bingai d. Distrik kwala e. Distrik Salapian

2. Luhak Langkat Hilir, yang berkedudukan di Tanjung Pura dipimpin oleh Pangeran Tengku Jambak/ T.Pangeran Ahmad yang kemudian membagi wilayah ini menjadi 2 ( dua ) kejuruan dan 4 ( empat ) distrik yakni : a. Kejuruan Stabat

b. Kejuruan Bingei c. Distrik Secanggang d. Distrik Padang Tualang e. Distrik Cempa

f. Distrik Pantai Cermin

3. Luhak Teluk Haru, berkedudukan di Pangkalan Berandan dipimpin oleh Pangeran Tumenggung (Tengku Djakfar) yang kemudian membagi wilayah ini menjadi 1 (satu) kejuruan dan 2 (dua) distrik yakni:

(3)

c. Distrik Sei Lepan.

Pada awal tahun 1942, kekuasaan pemerintah Kolonial Belanda beralih ke Pemerintahan Jepang, namun sistem pemerintahan tidak mengalami perubahan hanya sebutan Keresidenan berubah menjadi SYU, yang di pimpin oleh Syucokan kemudian diganti dengan Bunsyu dipimpin oleh Bunsyuco setelah itu kekuasaan jepang ini berakhir pada saat kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 ( tujuh belas ) Agustus 1945.

Pada awal kemerdekaan Republik Indonesia, Sumatera dipimpin oleh seorang Gubernur yaitu Mr.T.M.Hasan, sedangkan Kabupaten Langkat tetap dengan status keresidenan dengan asisten residennya atau kepala pemerintahannya dijabat oleh Tengku Amir Hamzah, yang kemudian di ganti oleh Adnan Nur Lubis dengan sebutan Bupati. Kemudian pada tahun 1947-1949, terjadi agresi militer Belanda I dan II dan Kabupaten Langkat terbagi menjadi 2 (dua) yaitu Pemerintahan Negara Sumatera Timur (NST) yang berkedudukan di Binjai dengan Kepala Pemerintahannya Wan Umaruddin dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkedudukan di Pangkalan Berandan yang di pimpin oleh Tengku Ubaidulah.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 07 Tahun 1956 secara administratif Kabupaten Langkat menjadi daerah otonom yang berhak mengatur rumah tangganya sendiri dengan kepala daerahnya ( Bupati ) Netap Bukit. Mengingat luas Kabupaten Langkat maka Kabupaten Langkat dibagi menjadi 3 ( tiga ) kewedanan yaitu:

(4)

3. Kewedanan Teluk Haru berkedudukan di Pangkalan Berandan.

Pada tahun 1963 wilayah kewedanan dihapus sedangkan tugas-tugas administrasi pemerintahan langsung dibawah Bupati serta Asisten Wedana (Camat) sebagai perangkat terakhir. Kemudian untuk melaksanakan pembangunan yang merata, Kabupaten Langkat dibagi atas 3 ( tiga ) wilayah pembangunan yaitu:

1. Wilayah Pembangunan I ( Langkat Hulu ) meliputi : a. Kecamtan Bahorok dengan 19 ( sembilan belas ) desa b. Kecamatan Salapian dengan 22 ( dua puluh dua ) desa c. Kecamatan Kuala dengan 16 ( enam belas ) desa d. Kecamatan Selesai dengan 13 ( tiga belas ) desa e. Kecamatan Binjai dengan 7 ( tujuh ) desa

f. Kecamatan Sei Bingai dengan 15 ( lima belas ) desa 2. Wilayah Pembangunan II (Langkat Hilir) meliputi :

a. Kecamatan Stabat dengan 18 (delapan belas) desa dan 1 ( satu ) kelurahan b. Kecamtan Secanggang dengan 14 ( empat belas ) desa

c. Kecamatan Hinai dengan 12 ( dua belas ) desa

d. Kecamatan Padang Tualang dengan 18 ( delapan belas ) desa

e. Kecamtan tanjung Pura dengan 15 ( lima belas ) desa dan 1 ( satu ) kelurahan

(5)

c. Kecamtan Sei Lepan dengan 5 ( lima ) desan dan 5 ( lima ) kelurahan d. Kecamatan Babalan dengan 5 ( lima ) desa dan 3 ( tiga ) kelurahan

e. Kecamatan Pangkalan Susu dengan 14 ( empat belas ) desa dan 2 (dua) kelurahan

f. Kecamatan Besitang dengan 8 ( delapan ) desa dan 3 ( tiga ) kelurahan. Setiap wilayah pembangunan di pimpin oleh seorang pembantu Bupati. Desamping itu dalam melaksanakan otonomi daerah Kabupaten Langkat di bantu atas dinas-dinas otonom, Instansi Pusat baik Departemen maupun non Departemen yang kesemuanya merupakan pembantu–pembantu Bupati dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan.

2. Kondisi Wilayah

(6)

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka dan Prov.D.I.Aceh b. Sebelah Selatan berbatas dengan Dati II Karo

c. Sebelah Timur berbatas dengan Dati II Deli Serdang

d. Sebelah Barat berbatas dengan Dati D.I.Aceh ( Aceh Tengah )

Secara topografi, Daerah Tingkat II Langkat dibedakan atas 3 ( tiga ) bagian yaitu :

a. Pesisir Pantai dengan ketinggian 0 – 4 m diatas permukaan laut b. Daratan rendah dengan ketinggian 0 – 30 m diatas permukaan laut c. Daratan tinggi dengan ketinggian 30 – 1200 m diatas permukaan laut

3. Sejarah singkat khusus Kecamatan Salapian

Kecamatan Salapian merupakan salah satu bahagian wilayah Kecamatan di Kabupaten Langkat yang pada masa lalu Pemerintah Kecamatan Salapian berstatus sebagai Distrik dibawah Pemerintah Kejuruan Bahorok yang berkedudukan di Bandar Muda dan dipimpin oleh seorang Raja Kecil Kejuruan bernama Datok Tengku Bagi. Dari catatan sejarah setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, Pemerintahan Kejuruan Muda terbagi menjadi dua Kecamatan yakni Kecamatan Kuta Mbaru, yang berkedudukan di Maryke dan di pimpin oleh seorang Asisten Wedana yang bernama Ranggut Sembiring dan Kecamatan Salapian yang berkedudukan di Tanjung Langkat dan di pimpin oleh seorang Asisten Wedana bernama Terus Bangun.

Berdasarkan hasil wawancara dengan pemuka masyarakat dan sekretaris camat47 yang telah banyak mengikuti sejarah pemerintahan Kecamatan Salapian,

47Hasil wawancara yang dilakukan dengan Bapak Edy, selaku sekertaris camat di Kecamatan

(7)

diperoleh informasi bahwa pemberian nama kata “ Salapian “ ialah diangkat dari nama sungai yaitu sungai Piam, dimana letak geografis sungai Piam tersebut melintas sebahagian wilayah Ibukota Kelurahan Tanjung Langkat Kecamatan Salapian.

4. Letak Geografis Kecamatan Salapian

Wilayah Kecamatan Salapian terletak di jalur lintas tujuan wisata Bukit Lawang Kecamtan Bahorok, dengan luas wilayah lebih kurang 22,33 Km2 atau sekitar 223,323Ha yang berbatasan dengan:

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Sirapit b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Kuala c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Karo d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Kutambaru

(8)

Tabel 1. Nama desa, Luas Wilayah, Jarak Ibukota Kecamatan ke Kantor Kepala Desa dan Klasifikasi Desa di Kecamatan Salapian Kabupaten

Langkat Tahun 2016.

No Desa Luas ( km2) Jarak ( km2) Swadaya Swakarya swasembada

1 Ujung Bandar 39,11 17,0 -

-Sumber: Statistik Daerah Kecamatan Salapian tahun 2016

Dari tabel tersebut diatas bahwa keseluruhan desa dan kelurahan di Kecamatan Salapian merupakan desa Swakarya.48Ditinjau dari segi jumlah penduduk

48 Swadaya adalah Kekuatan ( tenaga ) sendiri, Swakarya ialah hasil kerja sendiri, dan

(9)

maka Kecamatan Salapian memiliki kepadatan penduduk 187 jiwa/Km2 dimana distribusi Jumlah Peduduk, Rumah Tangga dan Lapangan Pekerjaan setiap Desa atau Kelurahan dapat dilihat dari tabel berikut:

Tabel 2. Jumlah Penduduk, Rumah Tangga dan Lapangan Pekerjaan setiap Desa atau Kelurahan di Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat

Tahun 2016.

9 Ujung Teran 1263 311 1050 13 24 56 14 109 35 1,301

10 Minta Kasih 1614 398 1388 6 34 21 14 490 5 1,958

11 Tanjung

Langkat

3570 878 2326 20 83 348 31 321 75 3,204

12 Naman Jahe 3716 914 2813 10 36 117 10 1070 100 4,156

13 Tanjung

Jumlah 26924 6626 16724 86 357 689 148 11668 655 30,490

Sumber : Statistik Daerah Kecamatan Salapian tahun 2016.

(10)

Dari tabel tersebut diatas dapat dilihat bahwa jumlah penduduk di Kecamatan Salapian untuk tahun 2016 sebanyak 26.924 jiwa, dengan jumlah Rumah Tangga sebanyak 6.626 Kepala Keluarga. Ditinjau dari sudut Rumah Tangga berdasarkan lapangan pekerjaan yang dimiliki maka distributor terbesar terdapat pada lapangan pekerjaan di bidang Pertanian yaitu 16,724 Rumah Tangga, dibidang Industri/ Kerajinan sebesar 86 Rumah Tangga, dibidang PNS/ABRI sebanyak 357 Rumah Tangga, dibidang Perdagangan sebesar 689 rumah tangga, dibidang Angkutan sebanyak 148 rumah tangga, di bidang Buruh Tani sebanyak 11.768 Rumah Tangga dan lainnya sebanyak 655 rumah tangga. Dimana Jumlah Penduduk berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin dapat dilihat dari tabel berikut ini.

Tabel 3. Jumlah Penduduk berdasarkan Penggolongan Umur dan Jenis Kelamin di Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat.

No Kelompok Umur Laki – Laki Perempuan Jumlah

1 00-04 1499 1447 2946

2 05-09 1412 1350 2762

3 10-14 1348 1295 2643

4 15-19 1268 1207 2475

5 20-24 1148 1130 2278

6 25-29 1105 1090 2195

7 30-34 1030 1053 2083

8 35-39 972 992 1964

9 40-44 899 902 1801

10 45-49 807 815 1622

11 50-54 689 675 1364

(11)

13 60-64 319 319 638

14 65-69 200 229 429

15 70-74 152 180 332

16 75+ 158 203 361

Jumlah 13,535 13,389 26.924

Sumber : Statistik Daerah Kecamatan Salapian tahun 2016

(12)

Tabel 4. Klasifikasi Luas Wilayah Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat Menurut Desa / Kelurahan dan jenis Penggunaan Tanah Tahun 2016 ( Ha ). No Desa / Kelurahan

1 Ujung Bandar - 1932 1979 3911

2 Parangguam - 1059 1752 2811

3 Tambunan - 142 792 934

4 Lau Tepu 40 116 375 531

5 Pama Tambunan - 357 359 716

6 Glugur Langkat - 514 483 997

7 Bandar Telu - 500 464 964

8 Turangi - 445 412 857

9 Ujung Teran 184 2030 98 2319

10 Minta Kasih - 293 331 623

11 Tanjung Langkat 35 155 330 520

12 Naman Jahe - 158 1754 1912

13 Tanjung Keliling - 542 1233 775

14 Ponco Warno 6 543 514 1063

15 Adin tengah - 718 1071 1789

16 Lau Glugur - 683 94 1594

17 Pancor Ido - 121 168 289

Jumlah 268 10,307 12,209 23,605

(13)

Dari tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian besar Wilayah Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat terdiri dari tanah kering yakni seluas 10,307 Hektar dari keseluruhan kecamatan Salapian Kabupaten Langkat tanah sawah seluas 268 Hektar dan lainnya seluas 12,209 Hektar. Luasnya wilayah baik tanah sawah maupun tanah kering menunjukkan bahwa daerah ini merupakan daerah yang masih banyak dipergunakan untuk pertanian. Ditinjau dari sumber penghasilan utama di Kecamatan Salapian kabupaten langkat dan petani pada tahun 2016 dapat dilihat dari tabel sebagai berikut.

Tabel 5. Sumber Penghasilan Utama dan Jumlah Petani di Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat pada Tahun 2016.

No Desa / Kelurahan Sumber Penghasilan

Utama Petani

1 Ujung Bandar Pertanian 600

2 Parangguam Pertanian 978

3 Tambunan Pertanian 96

4 Lau Tepu Pertanian 484

5 Pama Tambunan Pertanian 871

6 Glugur Langkat Pertanian 169

7 Bandar Telu Pertanian 230

8 Turangi Pertanian 1120

9 Ujung Teran Pertanian 1050

10 Minta Kasih Pertanian 1388

11 Tanjung Langkat Pertanian 2326

(14)

13 Tanjung Keliling Pertanian 1730

14 Ponco Warna Pertanian 1227

15 Adin Tengah Pertanian 429

16 Lau Glugur Pertanian 378

17 Pancor Ido Pertanian 835

Jumlah 16,724

Sumber :Statistik Daerah Kecamatan Salapian tahun 2016.

Dari tabel diatas dapat di tarik kesimpulan bahwa wilayah di Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat merupakan wilayah yang merupakan wilayah yang bermata pencaharian berasal dari pertanian. Ditinjau dari segi produksi tanaman khususnya di daerah penelitian yaitu di Desa Ujung Teran, baik lahan sawah maupun lahan kering dapat dilihat dari tabel berikut.

Tabel 6. Jumlah Produksi tanaman padi, Palawija49dan Sayuran di Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat Tahun 2016. No. Nama Desa Padi (Ton ) Palawija (Ton) Sayuran (Ton)

1 Ujung Teran 1.006,00 360,00 11,00

Jumlah 1.006,00 360,00 11,00

Sumber : Statistik Daerah Kecamatan Salapian tahun 2016.

Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa tanaman padi yang diproduksi dari lahan sawah maupun lahan kering memberikan kontribusi yang paling besar yaitu sebesar 1.600,00 Ton apabila dibandingkan dengan produksi Palawija yaitu sebesar 418,00 Ton serta produksi Sayuran sebesar 11,00 Ton.

49 Yang dikategorikan tanaman palawija dalam hal ini adalah jagung, ubi kayu, ubi jalar,

(15)

5. Karakteristik Responden.

Pemaparan tentang karakteristik responden secara sistematik dapat dilihat tabel frekuensi dibawah ini. sebagaimana disebutkan bahwa dalam penelitian ini penentuan desa yang menjadi lokasi penelitian diambil dengan cara memilik. Dan dari 17 (tujuh belas) desa atau kelurahan yang terdapat di Kecamatan Salapian dipilih sebanyak 1 (satu) desa sebagai sampel yang juga ditentukan secaraPurposive,dengan menetapkan 25 (dua puluh lima) Kepala Keluarga sebagai responden. Hal ini dapat dilihat dari tabel dibawah ini.

Tabel 7. Jumlah Sampel pada Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian berdasarkan Rumah Tangga. n=50

No. Nama Desa Jarak ke ibukota (km2) Pemilik Penggarap

1 Ujung Teran 5,5 25 25

Jumlah 25 25

Sumber Data : Statistik Daerah Kecamatan Salapian tahun 2016.

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa jarak daerah sampel ke Ibukota Kecamatan adalah lebih kurang 5,5 Km2. Dari jarak sampel tersebut dapat digolongkan menjadi desa yang jauh dari kota sehingga ada kemungkinan perbedaan pola pikir dan tingkat kehidupan yang berpengaruh terhadap ikatan sosial dalam masyarakat desa tersebut.

(16)

sebanyak 50 (lima puluh) Kepala Keluarga. Adanya jumlah responden sebanyak 50 (lima puluh) Kepala Keluarga tersebut juga dilengkapi dengan sejumlah informasi dari aparat Pemerintah, Aparat Desa dan juga Tokoh Masyarakat yang dipilih dari daerah Penelitian, yang diharapkan dapat memberikan masukan dan gambaran tentang masalah yang diteliti.

Dari data kuisioner yang disebar dapat diketahui jenis pekerjaan pemilik tanah ataupun penggarap tanah yang terlibat dalam perjanjian bagi hasil. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 8. Distribusi Frekuensi Pekerjaan Pemilik dan Penggarap di Desa Ujung Teran.

n=50

No. Pekerjaan Pemilik % Penggarap % Jumlah

1 Petani Murni 10 40 21 84 31 ( 62% )

2 PNS/Pensiunan 7 28 - - 7 ( 14% )

3 Dagang 4 16 2 8 6 ( 12 % )

4 Sopir 2 8 2 8 4 ( 8% )

5 Lain-lain 2 8 - - 2 ( 4% )

Jumlah 25 100 25 100 50

Sumber: Wawancara dengan kelompok tani di Desa Ujung Teran Tahun 2016.

(17)

responden atau 16%, sopir sebanyak 2 (dua) responden atau 8% dan lainnya sebanyak 2 (dua) responden atau setara dengan 8%.

Sedangkan jenis pekerjaan penggarap yang melaksanakan perjanjian bagi hasil secara beturut-turut yang paling banyak adalah petani murni dengan 21 (dua puluh satu) responden atau 84%, dagang dan sopir masing-masing sebanyak 2 (delapan) responden atau setara dengan 8%. Diketahui bahwa penghasilan mayoritas penduduk di Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat adalah di sektor pertanian.

Dari wawancara dengan responden juga diketahui bahwa ada petani penggarap yang bukan petani murni, menjadi penggarap karena di dorong dengan keinginan untuk mandiri dan menikmati bagaimana bertani dan ingin mengkonsumsi hasil panen sendiri, sedangkan yang pekerjaannya supir atau dagang motivasinya adalah untuk mencari tambahan penghasilan. Dimana ditinjau dari segi tingkat usia, dapat dilihat dari tabel berikut ini.

Tabel 9. Distribusi Frekuensi Umur Responden di Desa Ujung Teran.

n= 50

No. Umur Pemilik % Penggarap % Jumlah

1 20-30 1 4 3 12 4 ( 8% )

2 31-40 5 20 11 44 16 ( 32% )

3 41-50 5 20 9 36 14 ( 28 % )

4 51-60 8 32 2 8 10 ( 20% )

5 61+ 6 24 - - 6 ( 12% )

Jumlah 25 100 25 100 50

(18)

Dari data tabel 9 diatas dapat dilihat bahwa pemilik tanah maupun penggarap tanah yang terlibat dalam perjanjian bagi hasil di dominasi oleh usia produktif yakni usia 20 (dua puluh) sampai dengan usia 57 (lima puluh tujuh) dimana pemilik tanah hingga usia 57 (lima puluh tujuh) tahun 19 (sembilan belas) responden atau sama dengan 76% dan sisanya adalah 61+ sebanyak 6 (enam) responden atau sama dengan 24%. Sedangkan penggarap tanah usia 20 (dua puluh) sampai dengan usia 57 ( lima puluh tujuh ) tahun sebanyak 25 (dua puluh lima) responden atau sama dengan 100%, sedangkan usia penggarap yang telah mencapai 60 (enam puluh) keatas sudah tidak ada lagi. Dari sudut pendidikan, maka pemilik lahan dan penggarap lahan di Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian memiliki tingkat pendidikan yang dapat dilihat dari tabel berikut ini.

Tabel 10. Distribusi Frekuensi Pendidikan Terakhir Responden. n=50

No. Pendidikan Pemilik % Penggarap % Jumlah

1 Tidak Sekolah 2 8 7 28 9 ( 18% )

2 SD 5 20 8 32 13 ( 26% )

3 SMP 4 16 6 24 10 ( 20% )

4 SMA 11 44 4 16 15 ( 30% )

5 D3/Sarjana Muda 3 12 - - 3 ( 6% )

Jumlah 25 100 25 100 50

Sumber: Wawancara dengan kelompok tani di Desa Ujung Teran Tahun 2016.

(19)

atau sama dengan 44% , Sekolah Dasar sebanyak 5 (lima) responden atau sama dengan 20%, Sekolah Menengah Pertama sebanyak 4 (empat) responden, Sarjana Muda sebanyak 3 (tiga) responden atau sama dengan 12% dan yang tidak bersekolah sebanyak 2 (dua) responden atau sama dengan 8%.

Sedangkan sebagai penggarap lahan yang pada umumnya memiliki pendidikan Sekolah Dasar yaitu sebanyak 8 (delapan) responden atau setara dengan 32%, yang tidak bersekolah sebanyak 7 (tujuh) responden atau sama dengan 28%, Sekolah Menengah Pertama sebanyak 6 (enam) responden atau sama dengan 24%, dan Sekolah Menengah Atas sebanyak 4 (empat) responden atau sama dengan 16%. Dari wawancara dengan responden dapat diketahui bahwa, pemilik dan penggarap lahan yang bersekolah di Sekolah Dasar adalah pemilik dan penggarap lahan yang bersekolah di sekolah rakyat atau Inpres.

B. Perjanjian Bagi Hasil Tanah Pertanian di Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat

1. Latar Belakang Timbulnya Perjanjian Bagi Hasil

Lembaga bagi hasil berfungsi untuk sebagai lembaga sosial yang bertujuan untuk menolong sesama terutama pada sanak keluarga. Biasanya sebelumdibelahken

(20)

masyarakat pribumi yaitu lingkungan sanak keluarga dan diluarnya para tetangga dan kenalan – kenalan yang baik.50

Tabel 11. Hubungan Keluarga antara Pemilik dan Penggarap Lahan di Desa Ujung

Teran Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat. n=50

No. Keterangan Jumah %

1 Ada 15 30

2 Tidak ada 35 70

Jumah 50 100

Sumber: Wawancara dengan kelompok tani di Desa Ujung Teran Tahun 2016.

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa, dalam perjanjian bagi hasil yang terjadi di Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat, yang diutamanakan adalah sanak keluarga, hal ini terbukti dari jumlah hubungan antara pemilik dan penggarap yang masih merupakan keluarga berjumlah 15 (lima belas) responden atau sama dengan 30%. Selanjutnya apabila pihak keluarga yang tidak berminat untuk menggarap tanah, baru kemudian diberikan kepada orang lain yang tidak mempunyai hubungan keluarga.

Perjanjian bagi hasil merupakan suatu bentuk perjanjian yang dilaksanakan diatas tanah pertanian yang sudah ada dan berkembang sejak dahulu. Perjanjian ini pada dasarnya dilakukan untuk membantu perekonomian pihak yang lemah. Mengenai perlaksanaan perjanjian bagi hasil ini terdapat faktor yang berkaitan dengannya yang dapat dilihat pada tabel berikut ini.

(21)

Tabel 12. Distribusi Frekuensi Kesulitan Pemilik Tanah untuk mencari Penggarap.

n=50

No. Keterangan Jumlah %

1 Sulit 5 10

2 Tidak Sulit 45 90

Jumlah 50 100

Sumber: Wawancara dengan kelompok tani di Desa Ujung Teran Tahun 2016.

Berdasarkan tabel 12 diatas dapat dijelaskan bahwa pada umumnya pemilik tanah tidak kesulitan dalam mencari penggarap tanahnya dengan sistem perjanjian bagi hasil, dimana terdapat 45 ( empat puluh lima ) responden atau sama dengan 90% menyatakan tidak sulit dalam mencari penggarap dan sebanyak 5 ( lima ) responden menyatakan sulit untuk mencari calon penggarap tanahnya.

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden beserta Kepala Desa dapat diketahui bahwa tidak sulit mencari penggarap tersebut adalah karena adanya hubungan keluarga dan juga karena banyaknya masyarakat petani yang tidka memiliki lahan, atau memiliki lahan namun luas lahannya tidak mencukupi untuk menghidupi keluarganya.51

Pemilik tanah pada umumnya berasal dari tanah warisan dan penggarap yang tidak memiliki lahan untuk dikerjakan dilatarbelakangi dengan beberapa faktor dimana penggarap merupakan warga dari daerah lain yang pindah ke desa untuk

51Hasil Wawancara yang dilakukan dengan para responden dan bpk. Surya Darma Sitepu

(22)

mencari pengahasilan untuk menghidupi keluarga. Pemilik tanah yang merasa agak sulit dalam mencari penggarap dikarenakan oleh lokasi tanah jauh dari tempat tinggal sehingga orang enggap untuk menggarapnya.

Tabel 13. Distribusi Jumlah Penggarap Kesulitan Mencari Tanah Garapan.

n=50

No. Keterangan Jumlah %

1 Sulit 3 6

2 Kadang Sulit 7 14

3 Tidak Sulit 40 80

Jumlah 50 100

Sumber: Wawancara dengan kelompok tani di Desa Ujung Teran Tahun 2016.

Berdasarkan tabel 13 diatas dapat dijelaskan bahwa tingkat kesulitan penggarap untuk mencari tanah garapan tidaklah sama. Hal ini dapat dilihat dari responden yang menjadi penggarap dalam perjanjian bagi hasil tersebut adalah bervariasi, yakni 40 (empat puluh) responden atau sama dengan 80% menyatakan tidak sulit dalam mencari tanah garapan, 7 (tujuh) responden atau sama dengan 14% menyatakan kadang sulit mencari tanah garapan dan 3 (tiga) responden menyatakan sulit mencari tanah garapan.

(23)

pemilik yang sudah berada di daerah lain dan juga ada pemilik yang bukan petani murni sehingga tidak dapat atau tidak tau dalam mengelolah tanahnya. Pemilik yang tinggal di tempat lain diketahui bahwa sebelumnya tanah tersebut didapatkannya dengan membeli namun tidak dapat mengerjakannya sendiri. Sedangkan penggarap tanah yang kadang sulit mencari tanah garapan disebabkan karena penggarap merupakan pendatang di desa sehingga pemilik kurang mengenal dan mempercayainya. Penggarap yang merasa sulit mencari tanah garapan untuk digarap tersebut memiliki alasan karena di desa tersebut kebanyakan penduduk tidak memiliki lahan pertanian dengan kata lain banyak calon penggarap namun lahan yang tersedia sudah sangat terbatas.52 Selanjutnya alasan penggarap tidak sulit untuk mencari tanah garapan dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 14. Distribusi Jumlah Alasan Penggarap Tidak Sulit mencari Tanah Garapan.

n=50

No. Keterangan Jumlah %

1 Pemilik Sudah Tua/Pensiunan 35 70

2 Pemilik memiliki banyak lahan 5 10

3 Pemilik bedara di daerah lain 10 20

Jumlah 50 100

Sumber: Wawancara dengan kelompok tani di Desa Ujung Teran Tahun 2016.

Dari tabel 14 tersebut diatas dapat dilihat bahwa alasan penggarap merasa tidak sulit untuk mendapatkan tanah garapan untuk digarapnya adalah karena pemilik lahan 52Hasil wawancara yang dilakukan dengan para Responden di Desa Ujung Teran Kecamatan

(24)

sudah berumur tua sehingga tidak dapat mampu lagi mengerjakan sendiri tanahnya sebanyak 35 (tiga puluh lima) responden atau sama denga 70%, pemilik tanah berada pada daerah lain sebanyak 10 (sepuluh) responden atau sama dengan 20% dan pemilik tanah memiliki banyak lahan sebanyak 5 (lima) responden atau sama dangan 10%.

Tabel 15. Distribusi Frekuensi Alasan Pemilik Lahan memilih Sistem Bagi Hasil.

n=50

No. Keterangan Jumalah %

1 Berbagi walau masih mampu mengerjakan 7 14

2 Tidak ada waktu mengerjakan 9 18

3 Tidak mampu mengerjakan 24 48

4 Pemilik bukan petani 10 20

Jumlah 50 100

Sumber: Wawancara dengan kelompok tani di Desa Ujung Teran Tahun 2016.

(25)

berbagi lahan dengan kerabat walaupun mampu mengerjakannya adalah sebanyak 7 (tujuh) atau sama dengan 14%. Sedangkan alasan penggarap memilih sistem bagi hasil dapat dilihat dari tabel berikut ini:

Tabel 16. Distribusi jumlah Alasan Penggarap memilih sistem bagi hasil.

n=50

No. Keterangan Jumlah %

1 Luas Lahan tidak cukup memenuhi kebutuhan 6 12

2 Karena tidak mempunyai lahan 34 68

3 Mencari penghasilan tambahan 7 14

4 Terpaksa karena menunggu pekerjaan lain -

-Jumlah 50 100

Sumber: Wawancara dengan kelompok tani di Desa Ujung Teran Tahun 2016.

(26)

yang ingin mencari penghasilan tambahan lain adalah penggarap yang bekerja sebagai supir dan angkutan.53

2. Asas yang dipergunakan dalam Perjanjian Bagi Hasil

Di dalam seminar hukum adat dan Pembinaan Hukum yang diadakan di Universitas Gajah Mada pada Januari 1975 oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional yang di hadiri oleh sebagian besar pakar hukum adat dari seluruh Indonesia berkesimpulan sebagai berikut bahwa Hukum Indonesia asli yang tidak tertulis dalam bentuk perundang-undangan Republik Indonesia yang mengandung unsur agama. Selanjutnya diuraikan dalam kesimpulan seminar tersebut bahwa dalam penyusuanan Hukum Nasional, maka pengambilan bahan-bahan dari Hukum Adat pada dasarnya mengandung arti:

a. Penggunaan konsepsi-konsepsi dan asas-asas dari hukum adat untuk dirumuskan dalam norma-norma hukum yang memenuhi kebutuhan masyarakat.

b. Penggunaan lembaga-lembaga hukum adat yang dimodernisasi dan disesuaikan dengan kebutuhan zaman.

c. Memasukkan konsep-konsep dan asas-asas hukum adat kedalam lembaga – lembaga hukum baru.54

Untuk mengetahui asas-asas hukum yang dipakai dalam perjanjian bagi hasil di Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat adalah sebagai berikut:

a. Asas Konsensualisme

53Hasil wawancara yang dilakukan dengan para responden di Desa Ujung Teran Kecamatan

Salapian Kabupaten Langkat pada tanggal 15 Februari 2016.

(27)

Dalam hukum adat tidak dikenal ketentuan sebagaimana disebut dalam Pasal 1320 KUHPerdata, dimana sahnya suatu perjanjian diperlukan adanya 4 (empat) syarat yaitu kesepakatan, kecakapan untuk bertindak, sesuatu hal yang tertentu dan suatu sebab yang halal. Yang terpenting dalam masyarakat adat adalah dalam pelaksanaan perjanjian bukan unsur subjektif ataupun objektif, tetapi terlaksana atau terjadinya suatu perjanjian itu didasarkan pada kesepakatan yang dikenal dengan konsensualisme.

Kesepakatan dari mereka yang mengikatkan dirinya adalah merupakan pertemuan atau kesesuaian pendapat satu sama lain atas isi perjanjian. Hal yang paling penting pada suatu transaksi adalah bahwa masing-masing pihak menyatakan persetujuannya sesuai dengan pihak lawannya.55 Asas konsensualisme ini merupakan unsur esensial yang terdapat dalam perjanjian bagi hasil di Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat karena tanpa adanya konsensus maka suatu perjanjian tidak akan mungkin terlaksana.

b. Asas Kepercayaan

Seseorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain harus dapat menimbulkan kepercayaan diantara kedua belah pihak bahwa satu sama lain akan memenuhi prestasinya dikemudian hari, sebab tanpa ada unsur

55Mariam Darus Badrulzaman,Kerangka Dasar Hukum Perjanjian ( Kontrak ),(Elips Projek,

(28)

kepercayaan, maka para pihak tidak akan mungkin melakukan suatu perjanjian. Dengan adanya dasar kepercayaan ini, maka kedua belah pihak mengikatkan dirinya dalam suatu perjanjian yang mempunyai kekuatan mengikat dan merupakan undang-undang bagi mereka yang melakukan perjanjian.

c. Asas Rukun

Asas ini merupakan asas yang intinya berhubungan erat dengan pandangan dan sikap orang dalam menghadapi hidup bersama, dimana didalam adat diterima sebagai suatu yang ideal yaitu masyarakat yang aman, tentram dan sejahtera. Asas ini terlihat bahwa dalam kehidupan bermasyarakat, hubungan itu tidak dapat dipisahkan satu sama lain, artinya saling bergantungan, sehingga asas ini akan mewujudkan dan melanggengkan kehidupan bersama. Oleh karena itu tidak hanya tertuju kepada kehidupan dari sisi untung ataupun rugi saja, tetapi diarahkan pula kepada keseluruhan kehidupan yang ada pada seseorang dari semua perasaan, dengan segala sentimennya, sebagai cinta, benci, simpati termasuk yang baik maupun yang buruk.

d. Asas Musyawarah

(29)

dalam kekerabatan dan ketetanggaan, baik untuk memulai suatu pekerjaan. Apalagi dalam menyelesaikan perselisihan antara satu dengan yang lain. Dalam menyelesaikan suatu perselisihan selalu diutamakan jalan penyelesaian secara rukun dan damai dengan musyawarah dan mufakat, di dalam keluarga, di dalam kekerabatan dan ketetanggaan, baik untuk memulai suatu pekerjaan. Apalagi dalam menyelesaikan perselisihan anatara satu dengan yang lain.

Menyelesaikan suatu perselisihan selalu diutamakan jalan penyelesaian secara rukun dan damai dengan musyawarah dan mufakat, serta saling memaafkan dan tidak secara emosional. Sesuatu sengketa langsung diselesaikan melalui Pengadilan, melainkan mereka terlebih dahulu menempuh jalan musyawarah untuk menyelesaikan sesuatu masalah dan pengadilan itu adalah merupakan upaya terakhir bilamana musyawarah mengalami jalan buntu.

e. Asas Keseimbangan

Asas ini merupakan asas umum yang dikenal dalam hukum adat. Walaupun dalam perjanjian bagi hasil itu tidak selamanya terjadi pembagian hasil secara seimbang namun ada kemungkinan pembagian hasil dengan cara lain sesuai kesepakatan dan kebiasaan yang berlaku di sesuatu tempat. Keadaan tersebut tidak terbatas sampai pada hubungan yang teratur saja, melainkan berlaku juga terhadap tanah yang dipergunakan secara tidak sah dan tidak terbatas hanya berlaku atas tanah pertanian yang ditanami saja.

(30)

Bentuk perjanjian bagi hasil yang dilakukan oleh masyarakat pada Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 17. Distribusi bentuk perjanjian bagi hasil dan status tanah di Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat.

n=50

Sumber: Wawancara dengan kelompok tani di Desa Ujung Teran Tahun 2016.

(31)

persetujuan, dengan demikian penggarap sudah boleh menggarap tanah pemilik lahan dan apabila penggarapan tanah itu tidak ditentukan dengan cara lain, maka antara pemilik dan penggarap secara diam-diam telah terjadi persetujuan pengusahaan tanah dengan sistem perjanjian bagi hasil. jadi dapat disimpulkan bahwa perjanjian bagi hasil yang dilakukan oleh masyarakat pada Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian adalah perjanjian yang dibentuk secara lisan dan tanpa adanya saksi.

Tabel 18. Distribusi peran Kepala Desa dan Camat dalam Perjanjian Bagi Hasil di Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat.

n=50

No. Pemberitahuan Pemilik % Penggarap % Jumlah % 1 Diberitahukan

Jumlah 25 100 25 100 50 100

Sumber: Wawancara dengan kelompok tani di Desa Ujung Teran Tahun 2016.

(32)

sedangkan yang tidak melaporkan sama sekali atau yang dilakukan secara diam – diam jumlahnya sangat dominan yaitu sebanyak 40 ( empat puluh ) responden atau setara dengan 80%.

Berdasarkan data temuan diatas, ternyata bentuk perjanjian bagi hasil atas tanah pertanian di Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat tidak sesuai dengan apa yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 02 Tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil. perjanjian bagi hasil yang dilakukan di desa Ujung Teran tidak dibuat dihadapan Kepala Desa dan tidak dalam bentuk tertulis juga, pada kenyataannya ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 02 Tahun 1960 dengan jelas telah menyatakan bahwa perjanjian bagi hasil harus dibuat oleh pemilik dan penggarap sendiri secara tertulis di hadapan Kepala Desa.

Tabel 19. Distribusi Jumlah Bentuk Imbalan Hasil dalam Perjanjiang Bagi Hasil.

n=50

No. Keterangan Jumlah %

1 Hasil Panen 38 76

2 Uang 5 10

3 Hasil Panen dan Uang 7 14

Jumlah 50 100

Sumber: Wawancara dengan kelompok tani di Desa Ujung Teran Tahun 2016.

(33)

wawancara dapat diketahui bahwa pembagian hasil dalam bentuk uang atau gabungan uang dan hasil panen biasanya dilakukan oleh pemilik yang bertempat tinggal di luar daerah, dan hasil panen tersebut diuangkan sesuai dengan harga pasar yang ada di masyarakat.56

4. Objek Perjanjian Bagi Hasil

Tabel 20. Distribusi Jenis Tanah dalam perjanjian. n=50

No. Keterangan Jumlah %

1 Tanah Sawah 48 96

2 Tanah Kering 2 4

Jumlah 50 100

Sumber: Wawancara dengan kelompok tani di Desa Ujung Teran Tahun 2016.

Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa jenis tanah yang digunakan dalam pelaksanaan perjanjian bagi hasil tersebut mayoritas adalah tanah sawah yakni sebanyak 48 (empat puluh delapan) responden atau sama dengan 96% dan sisanya adalah tanah kering sebanyak 2 ( dua ) responden atau sama dengan 4%.

Dari hasil wawancara terhadap responden juga dari informan yakni tokoh masyarakat dapat diketahui bahwa pada umumnya tanah yang digunakan atau yang dijadikan objek perjanjian bagi hasil adalah tanah sawah, yang artinya yang dijadikan objek perjanjian bukanlah tanah atau lahan itu sendiri melaikan sesuatu yang tumbuh atau dan yang akan tumbuh dikemudian hari pada tanah tersebut. dan tanah sawah

56Hasil wawancara dengan bpk. Surya Darma Sitepu selaku Kepala Desa Ujung Teran

(34)

tersebut yang ditanami padi dengan perhitungan dalam 1 ( satu ) tahun dengan 1 (satu) kali panen. Dengan kata lain tanah sawah tersebut apabila ditanami penggarap dengan tanaman berumur pendek lainnya misalnya tanaman palawija maka hasil tersebut sepenuhnya menjadi keuntungan penggarap tanah. Meskipun masyarakat petani tersebut mewajibkan tanah yang dijadikan tempat dilaksanakannya perjanjian bagi hasil tersebut yang ditanami padi.57

Tabel 21. Distribusi jumlah tanaman yang menjadi objek sesuai dengan jenis tanah dalam perjanjian bagi hasil. n=50

No. Keterangan Jenis Tanaman Jumlah %

1 Tanah Sawah Padi 48 96

2 Tanah Kering Padi 2 4

Jumlah 50 100

Sumber: Wawancara dengan kelompok tani di Desa Ujung Teran Tahun 2016. Dari Tabel diatas dapat kita lihat bahwa terdapat 96% tanah sawah dalam perjanjian bagi hasil ditanami padi dan tanah kering terdapat 4% yang ditanami padi dan palawija. Dari hasil wawancara dengan responden juga diketahui bahwa apabila ada tanaman palawija yang ditanam diatas tanah yang diperjanjikan tersebut, maka itu sepenuhnya menjadi hak dari pada penggarap.58 Apabila dilihat dari segi luasnya lahan yang diperjanjikan, dapat diketahui mayoritas luas lahan tersebut adalah kurang dari 3 ( tiga ) hektar dan hanya terdapat beberapa responden yang merupakan pemilik

57Hasil wawancara yang dilakukan dengan responden di Desa Ujung Teran Kecamatan

Salapian Kabupaten Langkat pada tanggal 5 Maret 2016.

58Hasil wawancara yang dilakukan dengan para responden di Desa Ujung teran Kecamatan

(35)
(36)

BAB IV

PERLINDUNGAN PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN BAGI HASIL TANAH PERTANIAN

A. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Bagi Hasil

1. Hak Pemilik dan Penggarap Lahan

Hak pemilik lahan merupakan kewajiban bagi penggarap dan atau sebaliknya. Walaupun tidak diperjanjikan secara tertulis dalam perjanjian bagi hasil tersebut, namun pemilik lahan dan penggarap lahan telah memahami apa yang menjadi hak dan kewajiban untuk masing – masing pihak.

Tabel 22. Hak Pemilik dan Penggarap lahan dalam perjanjian bagi hasil lahan pertanian di Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat.

n=50

No. Keterangan Pemilik % Penggarap %

1 Meneriman dan mengelolah

Sumber: Wawancara dengan kelompok tani di Desa Ujung Teran Tahun 2016.

(37)

bersama, walaupun kesepakatan itu dilakukan secara tegas dan atau diam – diam sesuai dengan kebiasaan setempat.

Apabila dalam keadaan dimana penggarap tidak mengerjakan atau tidak mengelolah lahan dengan baik, maka biasanya seteleh selesai panen dalam perjanjian bagi hasil diakhiri dan lahan tersebut diminta kembali oleh pemilik lahan untuk diserahkan kepada penggarap lahan yang lain. Berkaitan dengan hal ini, Bapak Surya Darma Sitepu, selaku Kepala Desa Ujung Teran mengatakan bahwa jika dalam hal terdapat penggarap yang tidak mengelolah lahan dengan baik dan sungguh-sungguh, sehingga hasilnya kurang memuaskan atau gagal panen, maka biasanya pemilik lahan akan mengambil kembali lahannya tersebut dari penggarap setelah selesai panen dan dengan sendirinya perjanjian itu telah berakhir, sebaliknya apabila penggarap sungguh-sungguh mengerjakan lahan dengan baik dan hasilnya pun sangat memuaskan maka pemilik lahan akan terus mepertahankan penggarap tersebut untuk mengusahakan tanah itu kembali.59

2. Kewajiban Pemilik dan Penggarap Lahan

Tabel 23. Kewajiban Pemilik dan Penggarap pada Perjanjian Bagi Hasil Lahan Pertanian di Desa Ujung Teran Kecamatan

Salapian Kabupaten Langkat. n=50

No. Pemilik Penggarap Jumlah %

1 Menyediakan lahan dan

59Hasil wawancara yang dilakukan dengan bpk. Surya Darma Sitepu selaku Kepala Desa di

(38)

perlengkapan persawahan, menyerahkan sebagian hasil kepada pemilik, mengembalikan sawah kepada pemilik setelah berakhirnya perjanjian bagi hasil.

Sumber: Wawancara dengan kelompok tani di Desa Ujung Teran Tahun 2016.

(39)

disahkan. Menurutnya, hal itu tidak menjadi suatu permasalahan karena yang terpenting adalah perjanjian tersebut telah sesuai dengan adat kebiatsaan yang berlaku ditempat tersebut, dan keadaan itu sudah berlangsung sejak dahulu, sehingga perjanjian yang dibuat oleh masyarakat seperti apa sedia kala tanpa harus melakukan perubahan.60

B. Jangka Waktu Perjanjian Bagi Hasil

Jangka waktu dalam perjanjian bagi hasil merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam suatu perjanjian yaitu tentang berapa lama suatu perjanjian itu berlangsung. Di Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat, dari hasil penelitian diketahui bahwa masalah jangka waktu umumnya tidak dibicarakan pada saat mengadakan perjanjian, tetapi mengenai jangka waktu ini akan disesuaikan menurut kebiasaan yang berlaku ditempat tersebut. Perjanjian bagi hasil akan berakhir dengan sendirinya, setelah selesai panen. Untuk lebih jelasnya mengenai jangka waktu perjanjian bagi hasil ini dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 24. Jangka Waktu Perjanjian Bagi Hasil atas tanah pertanian di Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat.

n=50

No. Keterangan Jumlah %

1 Ditentukan -

-2 Tidak ditentukan 50 100

Jumlah 50 100

Sumber: Wawancara dengan kelompok tani di Desa Ujung Teran Tahun 2016.

60Hasil wawancara yang dilakukan dengan bpk. Edy selaku Sekretaris Camat di Kecamatan

(40)

Berdasarkan pada tabel diatas, dapat dilihat bahwa jangka waktu perjanjian bagi hasil atas tanah pertanian tidak ditentukan secara tegas. Sebanyak 50 ( lima puluh ) responden atau sama dengan 100% menyatakan bahwa perjanjian bagi hasil ini berlaku hanya untuk sekali panen, sesuah selesai panen, maka berakhir pula perjanjian yang dibuat oleh para pihak dan tidak tertutup kemungkinan perjanjian itu akan diperpanjang kembali, asal saja kedua belah pihak sepakat untuk itu, dengan demikian perjanjian dapt berlangsung secara berkelanjutan selama penggarap masih berkeinginan untuk mengolah lahan atau selama pemilik masih mengizinkan penggarap untuk mengerjakannya. Dalam keadaan tersebut, penentuan jangka waktu minimal dan memadai sangat diperlukan, tujuannya agar pihak penggarap tidak merasa dirugikan.

Ketentuan mengenai jangka waktu perjanjian bagi hasil atas tanah pertanian yang berlaku di Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat, sebagaimana yang telah dijelaskan diatas sagatlah berbeda dengan ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 02 Tahun 1960 yang terdapat dalam pasal 4 ayat (1) menyatakan bahwa perjanjian bagi hasil untuk lahan sawah sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan tanah kering minimal 5 (lima) tahun. Dalam keadaan seperti ini dapat kita lihat bahwa apa yang berlaku pada masyarakat di Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat dalam melaksanakan perjanjian bagi hasil, umumnya mengikuti ketentuan sebagaimana diatur menurut hukum adat kebiasaan yang berlaku ditempat tersebut. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Ter Haar, bahwa perjanjian paruh hasil tanam dapat diakhiri pada setiap kali panen.61

(41)

Menurut Kepala Desa dan perangkatnya di daerah sampel, ketentuan hukum adat tersebut sudah cukup memadai dan bahkan jika ketentuan Undang-Undang Nomor. 02 Tahun 1960 yang menetapkan jangka waktu minimal 3 (tiga) tahun untuk tanah sawah dan 5 (lima) tahun untuk tanah kering itu diterapkan kepada masyarakat, dikhawatirkan akan menimbulkan masalah baru dimana banyak pemilik lahan yang enggan menyerahkan tanahnya untuk diusahai oleh penggarap berdasarkan perjanjian bagi hasil ini. Hal ini tentu dapat berdampak buruk terhadap penggarap dimana artinya penggarap akan sulit memperoleh tanah garapan.62

C. Imbangan Pembagian Hasil

Di Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat, berdasarkan hasil penelitian di daerah sampel dapat diketahui bahwa imbangan pembagian hasil dalam perjanjian bagi hasil sangatlah bervariasi antara lahan yang satu dengan lahan yang lain. Oleh karena itu, imbangan pembagian hasil lahan di Desa Ujung Teran dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 25. Imbangan Bagi Hasil Lahan Sawah muapun Lahan Kering Di desa Ujung Teran Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat.

n=50

No. Keterangan Jumlah %

1 ½ pemilik, ½ penggarap 3 6

2 1/3 pemilik, 2/3 penggarap 43 86

3 2/3 pemilik, 1/3 penggarap 2 4

4 ¼ pemilik, ¾ penggarap -

-5 Tidak ditentukan 2 4

Jumlah 50 100

Sumber: Wawancara dengan kelompok tani di Desa Ujung Teran Tahun 2016.

62Hasi wawancara yang dilakukan dengan bpk. Surya Darma Sitepu selaku Kepala Desa di

(42)

Dari tabel 25 diatas diketahui bahwa imbangan pembagian hasil tanah sawah pada umumnya dilaksanakan dengan imbangan 1/3 untuk bagian pemilik dan 2/3 untuk bagian penggarap atau sebanyak 43 ( empat puluh tiga ) responden atau sama dengan 86% dengan ketentuan bahwa pemilik hanya menyediakan lahan sedangkan yang membajak, menyediakan bibit, pupuk, obat – obatan dan lainnya adalah tanggungan si penggarap. Sementara terdapat 3 ( tiga ) responden atau sama dengan 6% menyatakan bahwa besarnya imbangan pembagian hasil adalah ½ untuk bagian pemilik, ½ untuk bagian penggarap yang artinya setengah bagian si pemilik lahan dan setengah bagian si penggarap lahan yang di bagi dari hasil bersih ( netto ) setelah dipotong dari pengeluaran bibit, pupuk, obat – obatan dan lainnya. Terdapat juga 2 ( dua ) responden atau sama dengan 4% dimana 2/3 bagian pemilik lahan dan 1/3 bagian untuk penggarap lahan dengan ketentuan bahwa pihak pemilik yang menyediakan semua kebutuhan operasional pengolahan tanah, seperti membajak, meyediakan bibit, pupuk, obat – obatan dan lainnya, sedangkan pihak penggarap hanya menyediakan tenaga untuk membersihkan lahan, menanam, merumput, memupuk, menyemprot hama dan lainnya. Kemudian juga terdapat 2 ( dua ) responden atau sama dengan 4% menyatakan bahwa imbangan pembagian hasil tidak ditentukan.

(43)

kerabatnya.63 Penggarap dalam hal ini biasanya memberikan hasil panenya berdasarkan keinginan penggarap.

Ketentuan mengenai imbangan pembagian hasil akan diperhitungkan setelah di potong dengan hasil bruto yaitu biaya untuk bibit, pupuk, obat-obatan dan lainnya. Bagian untuk pemilik diangkut sendiri olehnya ditempat dimana pembagian itu dilaksanakan, biasanya di lahan dimana padi itu dipanen yang jelas pemilik akan menerima bagian gabah padi secara fisik.

Dari hal tersebut diatas dapat diketahui bahwa imbangan pembagian hasil pada perjanjian bagi hasil atas tanah pertanian di Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat, sesuai dengan yang daitur dalam Undang – Undang Nomor 02 Tahun 1960 jo. Instruksi Presiden Nomor 13 Tahun 1980, yang menyatakan bahwa bagian pemilik dan penggarap adalah 1 ( satu ) berbanding 1 ( satu ), namaun apabila di suatu tempat telah berlaku ketentuan dimana bagian pemilik lebih besar dari pada bagian penggarap maka yang diberlakukan adalah ketentuan yang menguntungkan penggarap. Dalam hal ini di Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat, ternyata imbangan pembagian hasil untuk penggarap lebih menguntungkan bila dibandingkan dengan yang di tetapkan dalam pasal 4 Instruksi Presiden Nomor 13 Tahun 1980. Oleh sebab itu ketentuan yang berlaku dalam masyarakat khususnya di Desa Ujung Teran dapat terus dipertahankan karena telah sesuai dengan Keputusan bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pertanian Nomor 211 Tahun 1980 jo.

63Hasil wawancara yang dilakukan dengan para responden di Desa Ujung Teran Kecamatan

(44)

Nomor 714/Kpts/Um/9/1980 bagian kedua angka 6 titik 5. Kesesuaian atauran mengenai imbangan pembagian hasil anata yang berlaku di masyarakat adat dengan apa yang ditetapkan pemerintah dalam peraturan perundang-undangan, ternyata bukan dikarenakan masyarakat patuh terhadap ketentuan yang dimaksud, melainkan disebabkan karena sudah merupakan kebiasaan adat setempat. Hal ini terbukti bahwa semua responden yakni 50 (lima puluh) atau sebesar 100% tidak mengetahui keberadaan Undang-Undang Nomor 02 Tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil. Pada keadaan seperti ini dapat disimpulkan bahwa di Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat, pelaksanaan imbangan pembagian hasil atas tanah pertanian tidak melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku, hal ini disebabkan karena secara kebetulan ketentuan yang dipakai oleh masyarakat selama ini khusus mengenai imbangan pembagian hasil sejalan dengan yang ditentukan di Undang – Undang Nomor 02 Tahun 1960.

D. Berakhirnya Perjanjian Bagi Hasil

(45)

Tabel 26. Distribusi Alasan Pemutusan Perjanjian Bagi Hasil di Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat.

n=50

No. Keterangan Jumlah %

1 Penggarap tidak mau mengerjakan lahan pertanian

32 64

2 Penggarap tidak patuh lagi kepada pemilik lahan

9 18

3 Penggarap sudah memiliki lahan sendiri 2 4 4 Penggarap pindah ke tanah garapan orang lain 2 4 5 Penggarap sudah merasa cukup dengan

mengerjakan tanahnya sendiri

2 4

6 Pemilik ingi mengelolah sendiri lahan pertanian

2 4

7 Pemilik tanpa alasan yang jelas memindahkan tanahnya kepada orang lain

1 2

Jumah 50 100

Sumber: Wawancara dengan kelompok tani di Desa Ujung Teran Tahun 2016.

(46)

sama dengan 4% yang masing – masing menyatakan bahwa alasan pemutusan perjanjian bagi hasil dikarenakan penggarap sudah memiliki lahan sendiri, penggarap sudah pindah ke tanah garapan orang lain, penggarap sudah cukup dengan mengerjakan tanahnya sendiri dan pemilik ingin mengelolah sendiri lahan pertanian serta terdapat 1 ( satu ) responden atau sama dengan 2% menyatakan bahwa alasan pemutusan perjanjian bagi hasil ini dikarenakan pemilik tanpa alasan yang jelas telah memindahkan tanahnya kepada pihak lain.

E. Penyelesaian Sengketa Dalam Perjanjian Bagi Hasil

Perjanjian bagi hasi yang dilakukan oleh masyarakat di Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat terkadang timbul sengketa antara pemilik lahan dan penggarap lahan. Pada tabel di bawah ini dapat dilihat bahwa jumlah sengketa yang timbul di Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat dalam melaksanakan perjanjian bagi hasil.

Tabel 27. Distribusi Sengketa Antara Pemilik Lahan dan Penggarap Lahan Dalam Perjanjian Bagi Hasil di Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian

Kabupaten Langkat. n=50

No. Keterangan Jumlah %

1 Tidak Pernah 41 82

2 Pernah 9 18

Jumlah 50 100

(47)

Dari data pada tebel diatas, dapat diketahui bahwa dari 50 ( lima puluh ) responden atau sama denga 100% yang dijadikan sampel, terdapat 9 ( sembilan responden atau sama dengan 18 % yang pernah mengalami sengketa dimana masalah yang disengketakan adalah tentang besarnya perimbangan pembagian hasil yang diterima oleh masing – masing pihak dan mengenai jangka waktu perjanjian yang telah dibuat, selebihnya terdapat 41( empat puluh satu ) responden atau sama dengan 82% yang menyatakan tidak pernah bersengketa sama sekali.

Sengketa yang terjadi dalam perjanjian bagi hasil ini umumnya terjadi karena perjanjian yang dibuat oleh para pihak tidak dibuat secara tertulis atau lisan, terkadang pihak pemilik lahan dan penggarap lahan melupakan biaya yang telah dikeluarkan sebelumnya untuk pengolahan lahan seperti biaya membajak, bibit, pupuk, obat-obatan dan lainnya sehingga timbul sengketa mengenai jumlah biaya yang harus dikurangi dari hasil panen sebelumnya yang dibagi kepada pihak penggarap lahan maupun pihak pemilik lahan.

Tabel 28. Distribusi Cara Penyelesaian Sengketa antara Pemilik dan Penggarap di Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat.

n=50

No. Keterangan Jumlah %

1 Belum pernah terjadi sengketa 41 82

2 Dimusyawarahkan bersama 7 14

3 Dimusyawarahkan melalui keluarga 2 4

4 Diselesaikan lewat pengadilan -

-Jumlah 50 100

(48)

Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa bila terjadi sengketa antara pemilik lahan dan penggarap lahan baik mengenai biaya pengolahan tanah maupun tentang jangka waktu berakhirnya perjanjian bagi hasil, maka menurut 7 ( tujuh ) responden atau sama dengan 14% menyatakan sengketa mengenai perjanjian bagi hasil ini diselesaikan melalui musyawarah bersama antara pemilik dan penggarap lahan, kemudian terdapat 2 ( dua ) responden atau sama dengan 4% menyatkan penyelesaian sengketa ini dilakukan dengan cara musyawarah melalui keluarga kedua belah pihak, sedangkan selebihnya sebanyak 41 ( empat puluh satu ) responden atau sama dengan 82% menyatakan belum pernah mengalami sengketa dalam perjanjian bagi hasil, baik karena perimbangan pembagian hasil maupun tentang berakhirnya jangka waktu perjanjian bagi hasil ini. Dari kenyataan di masyarakat di daerah sampel bahwa para responden belum pernah menyelesaikan sengketa mengenai perjanjian bagi hasil ini lewat pengadilan, karena kalaupun terdapat sengketa di lapangan biasanya hanya menyangkut masalah – masalah kecil sajam sehingga dapat diselesaikan melalui musyawarah antara kedua belah pihak, kadangkala juga diikutsertakan keluarga untuk menyelesaikannya.

F. Faktor-faktor yang menghambat dalam pelaksanaan Undang – Undng Nomor 02 Tahun 1960 di Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat

(49)

Dari beberapa pertanyaan yang diajukan kepada responden, berdasar pada ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 02 Tahun 1960 mengenai syarat formal dari suatu perjanjian tentang bagi hasil, maka berdasarkan temuan di daerah sample dapat diketahui bahwa perjanjian bagi hasil yang dilakukan oleh masyarakat di Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat adalah dengan cara lisan tanpa adanya saksi (100%), dan juga tidak dibuat dihadapan Kepala Desa/Kelurahan disertai pengesahan dari Camat. Hal ini turut dikuatkan oleh keterangan dari beberapa tokoh masyarakat dan Kepala Desa/ Kelurahan serta Aparat Pemerintah di Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat.64 Yang menyatakan bahwa tidak pernah diadakannya perjanjian bagi hasil dalam bentuk tertulis ataupun yang dibuat dengan adanya saksi. Masyarakat di daerah sampel menyatakan bahwa perjanjian dibuat dengan dasar suka sama suka, tanpa adanya suatu paksaan. Dalam keadaan seperti ini sudah menjadi ciri khas tersendiri, dimana kesepakatan yang dibuat para pihak yakni pemilik lahan dan penggarap lahan yaitu secara lisan, dan secara otomatis kesepakatan itu telah mengikat kedua belah pihak, walaupun pada kenyataannya perjanjian bagi hasil ini tidak dibuat dalam keadaan tertulis. Selanjutnya dapat diketahui bahwa berdasarkan hasil wawancara dengan para informan diketahui bahwa hubungan kekeluargaan yang masih sangat erat di masyarakat desa Ujung Teran, merupakan suatu indikasi mengapa perjanjian bagi hasil tersebut sudah cukup dengan dilakukan hanya secara lisan saja.65

64Wawancara dengan tokoh masyarakat dan Bpk. Surya Darma Sitepu selaku Kepala Desa Di

Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat pada tanggal 13 Maret 2016.

65Hasil wawancara yang dilakukan dengan bpk. Surya Darma Sitepu selaku Kepala Desa di

(50)

Disamping itu juga faktor saling percaya diantara para pihak juga memegang peranan yang sangat penting dalam membuat suatu perjanjian, sehingga perjanjian itu tidak perlu dibuat dalam keadaan tertulis, tetapi cukup dengan lisan saja. Hal ini disebabkan karena mereka telah lama saling mengenal dan hidup dalam bertetanggaan dalam suatu lingkungan dengan suasaan yang damai dan tenteram. Hal ini yang menurut Donald Black bahwa hukum tidak berbanding lurus dengan kenyataan – kenyataan yang ada di masyarakat sesuai dengan sosial budaya dan adat istiadat yang ada di masyarakat itu sendiri.66

Dari tabel 11 diatas, memang terdapat 35 ( tiga puluh lima ) responden atau sama dengan 70% penggarap lahan adalah pendatang, tetapi karena mereka telah tinggal dalam lingkungan penduduk asli, dan di daerah sampel juga sudah ada pula terjadi ikatan perkawinan antara pendatang dan penduduk asli, sehingga hal itu membawa suasana keadaan hubungan kekeluargaan antara sesama semakin bertambah erat dan akibatnya adalah orang – orang luar terkadang sulit membedakan antara penduduk asli dengan pendatang di desa tersebut.

Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya bahwa 100% masyarakat yang menjadi responden dan Kepala Desa selaku informan, menyatakan belum pernah atau tidak mengetahui keberadaan Undang – Undang Nomor 02 Tahun 1960 tentan Perjanjian Bagi Hasil, sehingga ditemukan indikasi bahwa Undang – Undang yang mengatur tentang Perjanjian Bagi Hasil tersebut khususnya di Desa Ujung Teran

66Otje Salman & Anthon F.Susanto,Teori Hukum ( Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka

(51)

Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat belum pernah disosialisasikan, hal ini terbukti bahwa:

1. Tidak adanya masyarakat khususnya didaerah sampel yang menjadi 50 ( lima puluh ) responden sama sekali tidak mengetahui keberadaan Undang – Undang Nomor 02 Tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil.

2. Kepala Desa dan perangkat desa selaku informan juga belum pernah mendengar atau mengetahui tentang keberdaan Undang – Undang Nomor 02 Tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil ini.

3. Tidak adanya kegiatan atau agenda kegiatan tentang sosialisasi Undang – Undang Bagi Hasil Nomor 02 Tahun 1960 di kantor Kecamatan.

4. Tidak ditemukannya arsip tentang kegiatan yang berhubungan dengan Undang – Undang Bagi Hasil Nomor 02 Tahun 1960 di Sekretariat Daerah Kabupaten Langkat, hal ini sesuai dengan keterangan yang didapatkan dari instansi tersebut.

Hasil kenyataan yang didapatkan berdasarkan temuan diatas sangatlah bertolak belakang dengan apa yang diinstruksikan oleh Presiden Republik Indonesia melalui Inpres Nomor. 13 Tahun 1980 Pasal 2 ayat ( 4 ) yang menegaskan bahwa pernertiban dan peningkatan pelaksanaan Undang – Undang Nomor 02 Tahun 1960 dilakukan dengan menyelenggarakan :

1. Penyuluhan secara terencana, teratur, intensif dan berkesinambungan kepada para petani penggarap, pemilik tanah mauun seluruh masyarakat di pedesaan. 2. Pengendalian dan pengawasan secara efektif dan efisien terhadap pelaksanaan

(52)

Dilihat dari kenyataan seperti ini, jelas tidaklah mengherankan apabila masyarakat belum atau tidak pernah mendengar atau mengetahui mengenai keberadaan Undang – Undang Nomor 02 Tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil.

Tabel 29. Distribusi tentang tanggapan responden terhdap Pelaksanaan Undang – Undang Nomor 02 Tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil.

n=50

No. Keterangan Jumlah %

1 Terlebih dahulu ingin mengetahui isi udang-undangnya

8 16

2 Merasa telah cukup dengan sistem bagi hasil yang ada

42 84

Jumlah 50 100

Sumber: Wawancara dengan kelompok tani di Desa Ujung Teran Tahun 2016.

(53)

Berdasarkan hasil wawancara dengan para responden terungkap bahwa masyarakat merasa enggan untuk melaksanakan Undang – Undang Bagi Hasil tersebut, apa lagi harus melibatkan pihak pemerintahan, dengan alasan di samping jangka waktu perjanjian yang dibuat umumnya singkat yakni hanya untuk sekali panen, juga luas lahan yang dibagi hasilkan sangatlah terbatas.67

Tabel 30. Distribusi Luas Lahan yang dimiliki oleh Pemilik dan yang digarap oleh Penggarap di Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat.

n=50

No. Keterangan Luas Pemilik % Penggarap % Jumlah %

1 ≤ 0,5 Ha 15 30 21 42 36 72

2 0,5 – 1 Ha 9 18 3 6 12 24

3 1 – 2 Ha 1 2 1 2 2 4

4 Diatas 2 Ha - - - -

-Jumlah 25 50 25 50 50 100

Sumber: Wawancara dengan kelompok tani di Desa Ujung Teran Tahun 2016

Dari data pada tabel diatas berdasarkan temua di lapangan, dapat diketahui bahwa sebanyak 15 ( lima belas ) responden pemilik atau sama dengan 30%, hanya

memiliki lahan seluas ≤ 0,5 Ha dan sebanyak 21 ( dua puluh satu ) responden

penggarap atau sama dengan 42% yang menggarap lahan pertanian seluas ≤0,5 Ha

sehingga terdaapt 72% responden hanya memiliki dan menggarap lahan kurang dari 0,5 Ha, sedangkan yang memiliki dan yang menggarap lahan diantara 0,5 Ha sampai

67Hasil wawancara yang dilakukan dengan para responden di Desa Ujung Teran Kecamatan

(54)

dengan 1 Ha hanya terdapat 12 ( dua belas ) responden atau sama dengan 24%, selebihnya terdapat 2 ( dua ) responden atau sama dengan 4% memiliki atau menggarap lahan antara 1 Ha sampai dengan 2 Ha. Kemudian dari pada itu, tidak terdapat responden yang memiliki atau menggarap lahan yang luas tanahnya diatas 2 Ha. Hal ini disebabkan karean di desa sampel lahan pertanian terus semakin menyempit akibat sebagian pertanian dipergunakan untuk perluasan pemukiman karena bertambahnya penduduk baik penduduk asli atau penduduk yang merupakan pendatang di desa tersebut.

G. Pembahasan

Pada masyarakat di Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat, dikenal beberapa perbuatan hukum yang berhubungan dengan tanah pertanian, yaitu sebagai berikut :

1. Perjanjian Bagi hasil yang di daerah setempat dikenal dengan istilah Melahi

yakni suatu perjanjian yang dilakukan secara lisan antara pemilik lahan dan penggarap lahan dengan dasar saling percaya diantara kedua belah pihak, baik terhadap tanah sawah maupun tanah kering yang biasanya disebut tanah darat. Dimana besarnya imbangan pembagian hasil tersebut ditentukan dengan kesepakatan antara kedua belah pihak misalnya 1 berbanding 2 dimana bagian satu bagian untuk pemilik dan satu bagian untuk penggarap.68

68 Hasil wawancara yang dilakukan dengan para responden dan Bpk. Surya Darma Sitepu

(55)

2. Perjanjian Sewa, yang pada dasarnya hampir sama dengan Melahi dimana imbangan pembagian hasil yang harus diberikan kepada pemilik lahan adalah hasil yang telah di perjanjiakan sebelumnya diantara kedua belah pihak artinya bagian untuk sipemilik lahan telah ditentukan dan bersifat tetap yang berarti tidak dipengaruhi oleh naik turunnya hasil panen.

Selanjutnya dapat dikemukakan bahwa apabila terjadi gagal panen dalam perjanjian bagi hasil, dan kegagalan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaian dari pihak penggarap lahan maka resiko ditanggung secara bersama.

Pada zaman dahulu di Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat, juga mengenal suatu perjanjian bagi hasil atas hewan ternak seperti babi, kambing, sapi dan kerbau yang disebut dengan istilah Pasuhken namun terdapat sedikit perbedaan dengan perjanjian bagi hasil atas lahan pertanian.

(56)

perjanjian bagi hasil adalah sapi dan kerbau, maka yang dibagi hasilkan adalah anak pertama dari induk kerbau atau sapi, maka anak pertama dari induk adalah sepenuhnya bagian dari pihak pemilik dan untuk selanjutnya apabila anak kedua lahir dari induk kerbau ataupun sapi, maka bagian ini menjadi sepenuhnya milik pihak pemelihara. Selanjutnya apabila lahir anak ketiga maka akan dibagi menjadi setengah bagian untuk pemilik dan setengah bagian untuk pemelihara sesuai dengan harga daging yang ada dipasaran.

Berdasarkan uraian tersebut diatas sudah jelas dapat diketahui bahwa istilah

Melahiatau perjanjian bagi hasil sudah sejak lama dikenal di pedesaan di Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat, baik atas tanah pertanian maupun ternak ataupun hewan.

Bagi pemilik lahan yang dulunya adalah pegawai negeri, yang sudah tua ataupun ahli waris yang berada diluar daerah terpaksa menyerahkan lahannya kepada orang lain untuk dikelola, namun ada juga yang memberikan tanahnya untuk membantu kerabatnya yang berekonomi lemah. perjanjian bagi hasil yang dilakukan oleh penggarap pada umumnya karena tidak mempunyai lahan untuk dikerjakan, kalaupun ada, namun tidaklah mencukupi untuk kebutuhan keluarga sehingga dengan terpaksa melakukan perjanjian bagi hasil tersebut, walau kadang harus menerima kenyataan yang tidak menyenangkan seperti gagal panen, tanaman terserang hama ataupun harga jual hasil tanaman murah.

(57)

pekerjaannya dagang atau pun sopir dengan kata lain bertani hanyalah merupakan pekerjaan sampingan. Disamping itu berdasarkan pasal 2 ayat ( 1 ) Undang – Undang nomor 02 Tahun 1960 tentang perjanjian bagi hasil menyatakan yang diperbolehkan menjadi penggarap dalam perjanjian bagi hasil hanyalah orang – orang tani, yang tanah garapannya, baik kepunyaannya sendiri maupun yang diperolehnya secara menyewa, dengan perjanjian bagi hasil ataupun secara lain, tidak akan melebihi dari sekitar 3( tiga ) hektar. Bunyi yang terdapat pada pasal ini menentukan batas maksimum yakni 3 ( tiga ) hektar yang bertujuan agar lahan pertanian benar – benar dikerjankan oleh para petani, baik yang mengerjakan lahannya sendiri maupun petani yang mnegerjakan lahan milik orang lain. Jadi tujuannya tidaklah lain adalah untuk membantu para petani terutama penggarap lahan yang tidak memiliki tanah garapan.

Di lapangan penelitian tidak ditemukan adanya lahan pertanian yang luasnya mencapai 3 ( tiga ) hektar, paling banyak ialah luas lahan yang kurang dari 0,5 Ha. Selanjutnya dari hasil wawancara dengan para responden maupun dengan informan dapat diketahui bahwa perjanjian bagi hasil biasanya tidak ditentukan besarnya imbangan pembagian hasil panen, karena diantara mereka telah saling percaya, di samping terdapat juga ikatan adat istiadat yang masih sangat erat, sehingga perjanjiannya pun tidak perlu dibuat secara tertulis apalagi di hadapan Kepala Desa dan kemudian disahkan oleh Camat.69

69Hasil wawancara yang dilakukan dengan para responden dan bpk. Surya Darma Sitepu

(58)

Walaupun perjanjian bagi hasil dilakukan secara lisan tanpa dihadiri oleh saksi, dan batasan jangka waktu yang juga tidak ditentukan, namun kedua hal tersebut tidak menjadi penyebab timbulnya sengketa diantara para pihak, karena masih terdapat suatu pegangan kuat yakni apa yang sudah di ucapkan atau yang sudah di bicarakan itulah yang harus di pegang. Jadi perjanjian tidak perlu dibuat secara tertulis karena janji yang sudah terucap tersebut, itu lebih berharga dari pada uang atau meas karena janji sudah dianggap menjadi hutang yang patut untuk dibayar. Hal ini tentunya sejalan dengan prinsip umum yang dikenal dalam hukum perjanjian yakni asasPacta Sunt Servandadimana janji itu adalah mengikat kedua belah pihak.

yang terdapat di Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat dengan yang dijumpai di daerah lain seperti di Kabupaten Lahat Provinsi Sumatera Selatan dan Kecamatan Limapuluh Kabuaten Asahan maka pada dasarnya adalah sama kalaupun ada perbedaan maka hal itu tidak terlalu jauh berbeda.

1. Di daerah Kabupaten Lahat, Provinsi Sumatera Selatan70, maka yang menjadi imbangan pembagian hasil para pihak bervariasi yaitu :

a. ½ : ½ ( ½ untuk bagian pemilik lahan dan ½ bagian untuk penggarap lahan ) b. 1/3 : 2/3 ( 1/3 untuk bagian pemilik lahan dan 2/3 bagian untuk penggarap

lahan )

c. 2/3 : 1/3 ( 2/3 untuk bagian pemilik lahan dan 1/3 bagian untuk penggarap lahan)

70Hasmonel, Status Kepemilikan Tanah yan g Dikaitkan dengan perjanjian bagi hasil di

(59)

d. 2/5 : 3/5 ( 2/5 untuk bagian pemilik lahan dan 3/5 untuk bagian penggarap lahan)

e. 3/5 : 2/5 ( 3/5 untuk bagian pemilik lahan dan 2/5 untuk bagian penggarap lahan)

2. Di Kecamatan Limapuluh Kabupaten Asahan71, maka yang menjadi bagian imbangan bagi hasil para pihak bervariasi yaitu :

a. 1/3 : 2/3 ( 1/3 bagian untuk pemilik lahan dan 2/3 bagian untuk penggarap lahan )

b. ½ : ½ ( ½ bagian untuk pemilik lahan dan ½ bagian untuk penggarap lahan ) c. 3 ½ kaleng per rantai untuk pemilik sedangkan sisanya untuk penggarap

Umumnya pemilik lahan hanya menyediakan lahan, sedangkan modal kerja untuk produksi ditanggung oleh penggarap. Namun di Kecamata Limapuluh Kabupaten Asalah masih ada temuan lain yaitu pemilik lahan ikut menyediakan modal untuk produksi sendangkan penggarap hanya menyediakan tenaga untuk mengolah lahan. Timbulnya variasi dalam menentukan besarnya imbangan pembagian hasil panen tersebut sangatlah dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti tingkat kesuburan tanah dan letak maupun kondisi alam.

Perbedaan perjanjian bagi hasil yang ditentukan menurut Undang – Undang Nomor 02 Tahun 1960 dengan perbedaan perjanjian bagi hasil yang ditemukan di

71Basrah Amershah, dkk., Pelaksanaan Undang – undang Nomor 02 Tahun 1960 tentang

(60)

masyarakat khususnya di Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat dapat dilihat pada tabel berikut dibawah ini.

Tabel 31. Perbedaan Perjanjian Bagi Hasil Tanah Pertanian menurut Undang-undang Nomor 2 Tahun 1960 dengan Perjanjian Bagi Hasil Tanah

Pertanian di Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat. No. Perjanjian Bagi Hasil menurut

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960

Perjanjian Bagi Hasil di Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat.

1. Dalam Pasal 2 ayat (2) dinyatakan hanyalah orang-orang tani yang dapat melakukan perjanjian bagi hasil.

Di Desa Ujung Teran, perjanian yang dilakukan bukan hanya melibatkan orang tani saja namun ada juga yang merupakan

pensiunan PNS/ABRI,

pedangang, sopir, angkutan. 2. Dalam Pasal 3 dinyatakan bahwa

perjanjian harus dilakukan di depan kepala desa dan kemudian disahkan oleh camat.

Di Desa Ujung Teran, Perjanjian Bagi Hasil Tanah Pertanian dilakukan dengan cara lisan saja dan tanpa adanya saksi.

3. Dalam Pasal 4 dinyatakan bahwa perjanjian bagi hasil diadakan untuk waktu yang dinyatakan pada pasal 3 yaitu dengan ketentuan bahwa bagi sawah waktu itu adalah sekurangnya tiga tahun dan untuk tanah kering sekurangnya lima tahun.

Di Desa Ujung Teran, perjanjian bagi hasil yang dilakukan oleh masyarakat tidak pernah di tentukan jangka waktunya hanya saja apabila musim panen tiba, hasil kemudian langsung dibagi kepada pemilik dan penggarap. 4. Dalam penjelasan pasal 7 dinyatakan

bahwa perbandingan imbangan bagi hasil yaitu untuk tanaman padi dan tanaman palawija adalah 1 : 1.

Di Desa Ujung Teran,

pembagian hasil tidaklah ditentukan melainkan lebih dominan pada perbandingan 1/3 dan 2/3 dimana 1/3 untuk pemilik lahan dan 2/3 untuk penggarap lahan.

5. Dalam pasal 12 dinyatakan bahwa perjanjian bagi hasil hanya dapat dilakukan untuk tanaman berumur pendek dan tidak untuk tanaman keras.

Di Desa Ujung Teran, walaupun jumlahnya sangatlah kecil di

(61)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Setelah melakukan pembahasan dari bab ke bab, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Perjanjian bagi hasil sudah lama dikenal oleh masyarakat di Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat, namun pelaksanaannya dilakukan menurut hukum adat kebiasaan yang ada pada masyarakat tersebut, hal ini dapat terjadi dikarenakan oleh para pihak masih saling percaya, sistem kekerabatan di masyarakat tersebut masih sangatlah erat, para pihak masih ada hubungan kekeluargaan, pengelolahan dan pengusahaan tanah atau lahan yang dilakukan dengan sistem bagi hasil, disamping bertujuan untuk membantu para petani, terutama petani penggarap yang tidak mempunyai lahan, juga untuk memproduktifkan lahan agar menjadi tidak terlantar.

(62)

bagi para pihak yang masih memiliki hubungan kekeluargaan dekat imbangan pembagi hasil tersebut tidak ditentukan, pemilik hanya menyerahkan tanah atau lahan sedangkan segala biaya produksi dan tenaga kerja ditanggung oleh penggarap, hasil tanah yang dibagi adalah hasil kotor, jangka waktu perjanjian bagi hasil ini tidak ditentukan, dasar perjanjian bagi hasil adalah kekeluargaan, kesepakatan dan saling percaya diantara para pihak, kalaupun terjadi gagal panen, tetapi kegagalan itu bukan karena kesalahan atau kelalaian pihak penggarap, maka resiko tetap ditanggung oleh kedua belah pihak secara tanggung renteng ( dalam keadaan pemilik juga mengeluarkan biaya untuk bibit, obata – obatan, pupuk dan lainnya ), dan apabila terjadi sengketa, biasanya diselesaikan melalui musyawarah antara kedua belah pihak dan di desa sampel belum pernah terjadi sengketa mengenai perjanjian bagi hasil sampai ke pengadilan, karena sengketa yang timbul hanya menyangkut hal – hal kecil saja.

(63)

diberlakukannya Undang – Undang Bagi Hasil tersebut akan dimanfaatkan oleh aparat untuk kepentingan pribadi yang akhirnya akan memberakat pihak masyarakat, dan tidak adanya sosialisasi juga pengawasan serta langkah – langkah penertiban dari instansi terkait sebagaimana yang telah diperintahkan oleh Undang – undang.

B. Saran

1. Perlunya peran aktif dari semua instansi, termasuk lembaga Perguruan Tinggi untuk melakukan sosialisasi dan penyuluhan hukum secara maksimal agar peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh pemerintah dapat terlaksana secara efektif dan efisien.

2. Undang-Undang Nomor 02 Tahun 1960 merupakan salah satu produk hukum positif di Indonesia, namun dari beberapa hasil penelitian dinyatakan bahwa undang-undang ini tidaklah berjalan seefektif di masyarakat, sehingga sudah perlu di evaluasi atau ditinjau kembali pemberlakuannya agar sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Gambar

Tabel 3. Jumlah Penduduk berdasarkan Penggolongan Umur dan JenisKelamin di Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat.
Tabel 4. Klasifikasi Luas Wilayah Kecamatan Salapian Kabupaten LangkatMenurut Desa / Kelurahan dan jenis Penggunaan Tanah Tahun 2016 ( Ha ).
Tabel 5. Sumber Penghasilan Utama dan Jumlah Petani di KecamatanSalapian Kabupaten Langkat pada Tahun 2016.
Tabel 6. Jumlah Produksi tanaman padi, Palawija49 dan Sayuran di DesaUjung Teran Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat Tahun 2016.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pajak Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar perhitungan Bea Masuk ditambah pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang- undangan yang

Penilaian Tingkat Kinerja Bank Umum memakai pendekatan Risiko ( Risk-based Bank Rating/RBBR) , sedangkan Penilaian Tingkat Kinerja Bank Perkreditan Rakyat menggunakan

Adapun yang menjadi buku utama penulis dalam mengumpulkan data adalah buku-buku Fiqh Muamalah, kitab-kitab fiqh, dan dokumen yang penyusun peroleh di lapangan berupa

Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara variabel kehandalan dengan kepuasan pasien di Poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum GMIM Pancaran Kasih Manado

Didasari dengan kebutuhan fungsional sistem yang ditunjukkan pada Gambar 1, sistem akan mengelola data diri pencari kerja, daftar kompetensi diri, riwayat pendidikan,

adalah transformator tiga fasa, karena suplai tegangan dan arus yang masuk dari.. pembangkit tenaga listrik adalah tegangan dan arus

Sebagai instalasi tenaga listrik yang dialiri arus maka pada transformator akan terjadipanas yang sebanding dengan arus yang mengalir serta temperatur udara

Tabel 4.9 Perbandingan efisiensi transformator tiga fasa dengan belitan tersier. dengan transformator tiga fasa tanpa