• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Progressive Muscle Relaxation terhadap Kualitas Tidur Pasien Kanker Payudara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektivitas Progressive Muscle Relaxation terhadap Kualitas Tidur Pasien Kanker Payudara"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kanker payudara

2.1.1. Definisi kanker payudara

Kanker payudara adalah suatu penyakit pertumbuhan sel, akibat adanya onkogen yang menyebabkan sel normal menjadi sel kanker pada jaringan payudara (Bruner & Suddarth, 2001). Kanker payudara adalah tumor ganas yang menyerang jaringan payudara. Jaringan payudara tersebut terdiri dari kelenjar susu (kelenjar pembuat air susu), saluran kelenjar (saluran air susu), jaringan penunjang payudara.

Kanker payudara tidak menyerang kulit payudara yang berfungsi sebagai pembungkus. Kanker payudara menyebabkan sel dan jaringan payudara berubah bentuk menjadi abnormal dan bertambah banyak secara tidak terkendali. Kanker payudara adalah gangguan dalam pertumbuhan sel normal dimana sel abnormal timbul dari sel-sel normal, berkembang cepat dan menginfiltrasikan jaringan limfe dan pembuluh darah di dalam payudara.

2.1.2. Tanda dan Gejala Kanker Payudara Adapun tanda dan gejala yang ditemukan yatiu: a. Adanya benjolan pada payudara

b. Perubahan ukuran atau bentuk payudara

(2)

d. Perubahan pada warna atau tekstur kulit pada payudara, puting susu maupun aerola (daerah berwarna coklat tua disekeliling puting susu)

e. Payudara tampak kemerahan f. Kulit disekitar puting susu bersisik

g. Puting susu tertarik kedalam atau terasa gatal

h. Nyeri payudara atau pembengkakan salah satu payudara (Andrews, Gilly, 2010).

2.1.3. Faktor-faktor resiko kanker payudara

Faktor-faktor yang menyebabkan resiko kanker payudara sebagai berikut (Smeltzer & Bare, 2010).

a. Riwayat pribadi tentang kanker payudara

Resiko mengalami kanker payudara pada payudara sebelahnya meningkat hampir 1% setiap tahun

b. Hubungan keluarga langsung.

Resiko meningkatnya dua kali jika ibunya terkena kanker sebelum usia 60 tahun. Resiko meningkat 4 sampai 6 kali jika kanker payudara terjadi pada dua orang saudara langsung.

c. Menarke dini.

(3)

d. Nulipara dan usia lanjut saat kelahiran anak pertama.

Wanita yang mempunyai anak pertama setelah usia 30 tahun mempunyai resiko dua kali lipat untuk mengalami kanker payudara dibanding dengan wanita yang mempunyai anak pertama mereka pada usia sebelum 20 tahun.

e. Menopause pada usia lanjut.

Menopause setelah usia 50 tahun meningkatkan resiko untuk mengalami kanker payudara.

f. Riwayat penyakit payudara jinak.

Wanita yang mempunyai tumor payuadara disertai epitel poliferatif mempunyai resiko dua kali lipat untuk mengalami kanker payudara.

g. Pemajanan terhadap radiasi ionisasi setelah masa pubertas dan sebelum usia 30 tahun beresiko hampir dua kali lipat.

h. Obesitas.

Resiko terendah diantara wanita pascamenopause. Wanita yang didiagnosa penyakit ini mempunyai angka kematian lebih tinggi, yang paling sering berhubungan dengan diagnosis yang lambat.

i. Kontrasepsi oral.

Wanita yang menggunakan kontrasepsi oral beresiko tinggi untuk mengalami kanker payudara.

j. Terapi penggantian hormon.

(4)

k. Masukan alkohol.

Beberapa temuan riset menunjukka bahwa wanita muda yang yang minum alkohol lebih rentan untuk mengalami kanker payudara.

2.1.4. Tipe kanker payudara

Karsinoma duktal menginfiltrasi adalah tipe histologis yang paling umum, merupakan 75% dari semua jenis kanker payudara. Kanker jenis ini biasanya bermetastasis ke nodus aksila. Prognosisnya lebih buruk dibanding dengan tipe kanker lainnya (Smeltzer & Bare, 2010).

Karsinoma lobular manginfiltrasi jarang terjadi, merupakan 5%-10% kanker payudara. Tumor ini biasanya terjadi pada suatu area penebalan yang tidak baik pada payudara bila dibandingkan dengan tipe duktal menginfiltrasi. Tipe ini lebih umum multisentris, dengan demikian dapat terjadi penebalan beberapa area pada salah satu atau kedua payudara. Karsinoma duktal menginfiltrasi dan lobular menginfiltrasi mempunyai keterlibatan nodus aksilar yang serupa, meskipun tempat metastasisnya berbeda. Karsinoma duktal biasanya menyebar ke tulang, paru, hepar atau otak sementara karsinoma lobular biasanya bermetastasis ke permukaan meningeal atau tempat-tempat tidak lazim lainnya (Smeltzer & Bare, 2010).

(5)

Kanker musinus menempati sekitar 3% dari kanker payudara. Penghasil lendir, juga tumbuh dengan lambat sehingga kanker ini mempunyai prognosis yang lebih baik dari lainnya (Smeltzer & Bare, 2010).

Kanker duktal-tubular jarang terjadi, menempati hanya sekitar 2% dari kanker. Karena metastasis aksilaris secara histologi tidak lazim, maka prognosisnya lebih baik (Smeltzer & Bare 2010).

Karsinoma inflamatori adalah tipe kanker payudara yang jarang (1% sampai 2%) dan menimbulkan gejala-gejala yang berbeda dari kanker payudara lainnnya. Tumor setempat ini nyeri tekan dan sangat nyeri, payudar secara abnormal keras dan membesar. Kulit di atas tumor ini merah dan hitam. Sering terjadi edema dan retraksi puting susu (Smeltzer & Bare 2010).

Karsinoma duktal in situ (DCIS) secara histologis dibagi menjadi dua subtipe mayor: komedo dan nonkomedo. Pengobatan yang paling umum pada tipe ini adalah mastektomi dengan angka kesembuhan 98% atau 99% (Smeltzer & Bare, 2010).

(6)

2.1.5. Stadium kanker payudara

Stadium kanker payudara mengacu pada ukuran tumor dan seberapa jauh kanker telah menyebar di dalam payudara, ke jaringan terdekat dan ke organ lain. Stadium kanker payudara dapat dijabarkan sebagai berikut (Smeltzer & Bare, 2010).

a. Carcinoma in Situ adalah kanker terbatas pada kelenjar atau saluran penghasil susu (saluran yang menghubungkan kelenjar tersebut ke puting susu) dan belum menyebar ke jaringan payudara di sekitarnya.

b. Stadium I adalah tumor berdiameter lebih kecil atau sama dengan 2 cm, dengan hasil negatif untuk pemeriksaan kanker pada kelenjar getah bening di ketiak. c. Stadium II adalah tumor berdiameter lebih besar dari 2 cm, dengan hasil negatif

untuk pemeriksaan kanker pada kelenjar getah bening atau diameter tumor kurang dari atau sama dengan 5 cm, dengan hasil positif untuk pemeriksaan kanker pada kelenjar getah bening.

d. Stadium IIIA adalah tumor berdiameter lebih besar dari 5 cm, dengan hasil positif untuk pemeriksaan kanker pada kelenjar getah bening, atau tumor dari ukuran berapapun dengan kelenjar getah bening melekat satu sama lain atau melekat di jaringan di sekitarnya.

(7)

f. Stadium IV adalah ketika tumor dari ukuran berapapun menyebar (bermetastasis) ke tempat yang jauh, seperti ke tulang, paru-paru atau kelenjar getah bening yang jauh dari payudara.

2.2. Tidur

2.2.1. Pengertian tidur

Tidur merupakan keadaan dimana terjadi perubahan kesadaran atau ketidaksadaran parsial dimana seorang individu dapat dibangunkan (Tortora dan Derrickson, 2009). Tidur juga dapat diartikan sebagai periode istirahat untuk tubuh dan pikiran, yang selama masa ini kemauan dan kesadaran ditangguhkan sebagian atau seluruhnya dan fungsi - fungsi tubuh sebagian dihentikan. Selain itu ,tidur juga telah dideskripsikan sebagai status tingkah laku yang ditandai dengan posisi tak bergerak yang khas dan sensitivitas reversibel yang menurun, tapi siaga terhadap rangsangan dari luar (Potter & Perry, 2010).

2.2.2. Fisiologi tidur

(8)

stimulasi dari korteks serebri termasuk rangsangan emosi dan proses pikir. Dalam keadaan sadar, neuron dalam RAS akan melepaskan katekolamin seperti norepineprin. Demikian juga pada saat tidur, disebabkan adanya pelepasan serum serotonin dari sel khusus yang berada di pons dan batang otak tengah, yaitu bulbar synchronizing regional (BSR), sedangkan bangun tergantung dari

keseimbangan impuls yang diterima di pusat otak dan sistem limbik. Dengan demikian, sistem pada batang otak yang mengatur siklus atau perubahan dalam tidur adalah RAS dan BSR (Potter & Perry, 2003).

2.2.3. Tahapan tidur

Tahapan tidur dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu Non Rapid Eye Movement (NREM) dan Rapid Eye Movement (REM). Tidur NREM terdiri dari

empat tahapan. Kualitas dari tahap satu sampai tahap empat menjadi semakin dalam. Tidur yang dangkal merupakan karakteristik dari tahap satu dan tahap dua dan pada tahap ini seseorang lebih mudah terbangun. Tahap tiga dan empat melibatkan tidur yang dalam disebut tidur gelombang rendah, dan seseorang sulit terbangun. Tidur REM merupakan fase terakhir siklus tidur dan terjadi pemulihan psikologis (Potter & Perry, 2003).

Tahapan tidur memiliki karakteristik tertentu yang dianalisis dengan bantuan Electroencefalograph yang menerima dan merekam gelombang otak, electrooculograph yang merekam pergerakan mata dan electromyograph yang

merekam tonus otot (Lilis, Taylor & Lemone, 2001). a. Tidur Non Rapid Eye Movement (NREM)

(9)

Tahap satu NREM merupakan tahap transisi antara bangun dan tidur dimana seseorang masih sadar dengan lingkungannya, merasa mengantuk, frekuensi nadi dan nafas sedikit menurun, dan berlangsung selama lima menit. Kualitas tidur tahap ini sangat ringan, seseorang dapat mudah terbangun karena stimulasi sensori seperti suara (Potter & Perry, 2003).

Tahap dua merupakan tahap tidur ringan dan proses tubuh terus menurun dengan ciri: tanda - tanda vital menurun, metabolisme menurun dan tahap ini berlangsung 10 - 20 menit (Hidayat, 2006; Tartowo & Wartonah, 2004). Pada tahap ini seseorang terbangun masih relatif mudah, dan berlangsung selama 10 - 20 menit (Potter & Perry, 2003). Hubungan dengan dengan lingkungan terputus secara aktif dan hampir seluruh menusia yang dibangunkan pada tahap ini mengatakan bahwa mereka benar – benar tertidur (Maas, 2002). Menurut Potter & Perry (2003), 50% total waktu tidur manusia dewasa normal dihabiskan pada tahap dua NREM.

Tahap tiga yaitu menunjukkan medium deep sleep yang merupakan tahap awal dari tidur yang dalam. Orang yang tidur pada tahap ini sulit untuk dibangunkan dan jarang terjadi pergerakan tubuh dan mata, otot - otot dalam keadaan relaksasi penuh, adanya dominasi sistem saraf parasimpatis (Hidayat, 2006), tanda - tanda vital menurun namun tetap teratur (Potter & Perry, 2003).

(10)

disorientasi. Tahap ini mempunyai nilai dan fungsi perbaikan yang sangat penting untuk penyembuhan fisik kebanyakan hormon perkembangan manusia diproduksi malam hari dan puncaknya selama tidur pada tahap ini. Tahap ini jumlahnya 25% dari total jam tidur anak - anak, menurun pada dewasa muda, lebih menurun pada dewasa pertengahan dan dapat hilang pada lansia (White, 2003).

b. Tidur Rapid Eye Movement (REM)

Tahap tidur REM terjadi setelah 90-110 menit tertidur ditandai dengan peningkatan denyut nadi, pernafasan dan tekanan darah, otot-otot relaksasi (Maas, 2002) serta peningkatan sekresi gaster (Potter & Perry, 2003). Karakteristik tidur REM adalah pernafasan ireguler, mata cepat tertutup dan terbuka, sulit dibangunkan, sekresi gaster meningkat, metabolisme meningkat dan biasanya disertai mimpi aktif (Hidayat, 2006; Tartowo & Wartonah, 2004).

Mimpi terjadi selama tidur baik NREM maupun REM, tetapi mimpi dari tidur REM lebih nyata dan diyakini penting secara fungsional untuk konsolidasi memori jangka panjang (Potter & Perry, 2003).

2.2.4. Siklus Tidur

(11)

Perry, 2003).

Pada satu siklus sampai tiga siklus pertama, tahap tiga dan tahap empat NREM mendominasi, sementara pada akhir siklus, tahap dua NREM serta tahapan REM mendominasi dan tahap empat NREM dapat tidak muncul (Craven & Hirnle, 2001). Jika seseorang terbangun atau dibangunkan oleh tidurnya, maka individu tersebut akan kembali tidur dengan mengulangi siklus tidur dari tahap satu NREM (Taylor & Lilis, 2001).

Menurut White (2003), lamanya satu siklus tidur keseluruhan sekitar 70 – 90 menit. Durasi untuk masing - masing tahap tidur berbeda, tahap satu NREM yaitu 5% tidur, tahap dua NREM yaitu 46% tidur, tahap tiga NREM yaitu 12% tidur, tahap empat NREM yaitu 12% tidur, REM 25% tidur.

Siklus ini merupakan salah satu dari irama sirkardian yang merupakan siklus dari 24 jam kehidupan manusia. Keteraturan irama sirkardian ini juga merupakan keteraturan tidur seseorang. Jika terganggu, maka fungsi fisiologik dan psikologik dapat terganggu (Potter & Perry, 2003).

2.2.5. Fungsi Tidur

Salah satu teori menyatakan bahwa tidur adalah saat memulihkan dan mempersiapkan energi untuk periode bangun berikutnya, denyut nadi saat tidur juga menurun yang dapat memelihara jantung (Mc. Cante & Hueter, 2002 dalam Potter & Perry, 2003).

(12)

khusus seperti sel otak (Home, 1983; Mandleson, 1987; Born, Muth, dan Fehm, 1988 dalam Potter & Perry, 2003).

Tidur REM terlihat penting untuk pemulihan kognitif. Tidur REM dihubungkan dengan perubahan dalam aliran darah serebral, peningkatan aktivitas kortikal, peningkatan konsumsi oksigen dan pelepasan epinefrin. Hubungan ini dapat membantu penyimpanan memori dan pembelajaran (Potter & Perry, 2003). Secara umum, ada dua efek fisiologis dari tidur yaitu efek pada sistem saraf yang dapat memulihkan kepekaan dan keseimbangan diantara berbagai susunan saraf dan efek pada struktur tubuh dengan memulihkan kesegaran dan fungsi organ tubuh (Hidayat, 2006).

2.2.6. Parameter tidur

Parameter tidur adalah indikator untuk menentukan bagaimana kualitas tidur seseorang. Adapun parameter tidur tersebut menurut Buysse et al.,(1989) adalah:

a. Waktu yang dibutuhkan untuk dapat tidur

Waktu yang dibutuhkan untuk dapat tidur ( Sleep Latency ) adalah waktu yang dihabiskan oleh seseorang sejak munculnya keinginan untuk tidur sampai tercapainya tidur tahap Rapid Eye Movement (Buysse et al., 1989).

b. Total jam tidur

(13)

c. Frekuensi terbangun

Frekuensi terbangun (Number Of Awakenings) adalah sering atau tidaknya seseorang terbangun dari tidurnya yang dapat dipengaruhi oleh lingkungan atau akibat adanya keinginan untuk buang air kecil. Seorang dewasa muda normal, selama tidur malam akan terbangun sekitar satu sampai dua kali. Terbangun di malam hari berpengaruh pada pengurangan total waktu tidur (Buysse et al., 1989; Amir, 2007).

d. Lama waktu tidur siang hari

Individu yang kurang tidur pada malam hari akan menambah jam tidurnya pada siang/sore hari (Buysse et al., 1989)

e. Perasaan segar saat bangun pagi

Perasaan segar pada saat bangun di pagi hari (Refreshing On Awakenings) jika seseorang tidur sesuai dengan jumlah tidur pada tahap perkembangannya (Buysse et al., 1989).

f. Kepuasan tidur

Waktu tidur seorang wanita lebih sedikit dibanding waktu tidur seorang pria. Kepuasan tidur bergantung pada kondisi lingkungan, kesehatan fisik dan kesehatan jiwa (Buysse et al., 1989).

g. Kedalaman tidur

(14)

gelisah, lesu dan apatis, kehitaman di sekitar mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, mata perih, perhatian terpecah-pecah, sakit kepala dan sering menguap atau mengantuk (Hidayat, 2006).

h. Perasaan mengantuk disiang hari

Pada umumnya, perasaan mengantuk di siang hari (Daytimeys Fuctions) terjadi karena kelelahan di siang hari baik karena aktivitas ataupun kondisi fisik seseorang ((Buysse et al., 1989).

2.2.7. Faktor-faktor yang mempengaruhi tidur

Sejumlah faktor mempengaruhi kuantitas dan kualitas tidur. Seringkali faktor tunggal tidak hanya menjadi penyebab masalah tidur. Faktor fisiologis, psikologis, dan lingkungan dapat mengubah kuantitas dan kualitas tidur ( Potter & Perry, 2005).

1. Faktor fisiologis a. Penyakit

(15)

Obat-obatan dapat mempengaruhi proses tidur, seperti: Hipnotik dapat menyebabkan rasa kantuk yang berlebihan pada siang hari, bingung dan penurunan energi. Diuretik dapat menyebabkan nokturia. Antidepresan dan Stimulan dapat menekan tidur REM dan Menurunkan total waktu tidur. Alkohol dapat mengganggu tidur REM dan membangunkan tidur pada malam hari. Kafein dapat mencegah untuk dapat tertidur. dan Penyekat Beta dapat menyebabkan terbangun dari tidur.

c. Nutrisi

Terpenuhinya kebutuhan nutrisi yang cukup dapat mempercepat proses tidur. Protein yang tinggi dapat mempercepat terjadinya proses tidur, karena adanya tryptophan yang merupakan asam amino dari protein yang dicerna. Demikian sebaliknya, kebutuhan gizi yang kurang dapat juga mempengaruhi proses tidur bahkan terkadang sulit untuk tidur (Potter & Perry 2005).

2. Faktor Psikologis

(16)

3. Faktor lingkungan

Lingkungan fisik tempat seseorang tidur berpengaruh penting pada kemampuan untuk tertidur. Ventilasi yang baik adalah esensial untuk tidur yang tenang. Ukuran, kekerasan, dan posisi tempat tidur yang mempengaruhi kualitas tidur. Tempat tidur rumah sakit seringkali lebih keras daripada dirumah. Jika seseorang biasanya tidur dengan individu lain, maka tidur sendiri menyebabkan ia terjaga. Sebaliknya, tidur tanpa ketenangan atau teman tidur yang mengorok juga mengganggu tidur (Potter & Perry, 2005).

2.2.8. Kualitas tidur pasien kanker payudara

Semua orang membutuhkan tidur untuk bertahan hidup, memperbaiki sistem kekebalan. Durasi tidur setiap orang berbeda-beda tergantung dari banyak faktor, termasuk umur. Bayi membutuhkan tidur 16 jam/hari, anak-anak membutuhkan 9 jam/hari, sedangkan orang dewasa mayoritas 7-8 jam/hari. Kurang tidur pada seseorang dapat menciptakan “utang tidur” yang menuntut tubuh agar utang dilunasi di hari selanjutnya ((Potter & Perry, 2010).

(17)

Kualitas tidur merupakan hal yang penting untuk penyembuhan, serta meningkatkan fungsi imun dan kesehatan mental. Selain itu, kurang tidur diketahui berhubungan dengan depresi, kecemasan, dan menurunkan fungsi kognitif. Pada pasien kanker, gangguan tidur dapat memengaruhi kualitas hidup pasien, sistem kekebalan tubuh, kemampuan kognitif, dan kemampuan untuk melakukan kegiatan sehari-hari (Delsigne, 2013). Gangguan tidur dapat dicegah jika diketahui penyebab yang melatarbelakangi gangguan tidur tersebut, sehingga kualitas hidup dapat terjaga.

Menurut Hidayat (2006), kualitas tidur seseorang dikatakan baik apabila tidak menunjukkan tanda - tanda kekurangan tidur dan tidak mengalami masalah dalam tidurnya. Tanda - tanda kekurangan tidur dapat dibagi menjadi tanda fisik (ekspresi wajah (area gelap di sekitar mata, bengkak di kelopak mata, konjungtiva kemerahan dan mata terlihat cekung), kantuk yang berlebihan (sering menguap), tidak mampu untuk berkonsentrasi (kurang perhatian), terlihat tanda - tanda keletihan seperti penglihatan kabur, mual dan pusing) dan tanda psikologis (menarik diri, apatis dan respons menurun, merasa tidak enak badan, malas berbicara, daya ingat berkurang, bingung, timbul halusinasi, dan ilusi penglihatan atau pendengaran, kemampuan memberikan pertimbangan atau keputusan menurun.

(18)

tidur pada pasien kanker payudara tersebut berupa gangguan pada pemanjangan waktu laten tidur, yaitu waktu yang dibutuhkan sampai akhirnya tertidur. Dua hal yang menjadi penyebab utama nyeri adalah perkembangan penyakit dan efek samping pengobatan (Meyers, 2012). Perkembangan penyakit dapat menyebabkan nyeri pada tulang dan saraf, sedangkan pengobatan terkait efek samping, seperti mukositis dan neuropati perifer, juga dapat menyebabkan nyeri pada pasien kanker payudara (Meyers, 2012). Banyaknya penderita kanker payudara merasakan beberapa tingkatan nyeri mulai dari ringan sampai hebat, dari akut sampai kronik yang disebabkan oleh kanker itu sendiri atau nyeri pasca pembedahan dimana pada penelitian terbaru lainnya melaporkan kejadian 47 % (13% berat, 39 % sedang dan ringan 48 %) nyeri pasca mastektomi 2-3 tahun setelah operasi (Fine, Burton, & Passik, 2011), kemoterapi juga dapat menyebabkan nyeri saat pemasangan intrevena dan nyeri pada abdomen saat pemasangan intraperitonium atau nyeri akibat kemoterapi itu sendiri seperti mukositis, sakit kepala (Casasola, 2010) dan terapi radiasi yang menyebabkan nyeri yang dirasakan panas didaerah kulit yang terkena radiasi (Breastcancer Organization, 2015).

(19)

terbakar sebagai tanda awal. (2) Penyebaran kanker ke bagian tubuh lain. Nyeri yang disebabkan oleh kanker itu sendiri biasanya terjadi pada penderita stadium lanjut karena sel kanker telah menyebar ke bagian lain tubuh . Contohnya jika kanker telah bermetastase ke tulang, maka akan menyebabkan nyeri pada punggung, pinggul dan tulang lainnya. Kanker yang telah bermetastase ke otak akan menyebabkan sakit kepala. Jika kanker telah menyebar ke kelenjar adrenal di ginjal, penderita akan merasakan nyeri tumpul pada punggung pinggul dan tulang lainnya. Kanker yang telah bermetastase ke otak akan menyebabkan sakit kepala. Jika kanker telah menyebar ke kelenjar adrenal di ginjal, penderita akan merasakan nyeri tumpul pada punggung. Jika menyebar ke hati , penderita akan merasakan nyeri di bagian kanan atas abdomen (Breastcancer Organization, 2015).

Berdasarkan hasil penelitian Chakraburtty (2014), kecemasan pada pasien kanker payudara dapat menyebabkan gangguan tidur meliputi kecemasan ketika menjalani tes skrining kanker, menunggu hasil tes, menerima diagnosis kanker, menjalani pengobatan kanker, atau mengantisipasi kambuhnya kanker. Kecemasan juga dapat dialami pasien yang merasakan nyeri berat, mengalami cacat, sedikit teman atau anggota keluarga yang peduli dengan mereka, kanker yang tidak membaik setelah diberi perawatan/terapi, atau memiliki riwayat trauma fisik atau emosional parah (Chakraburtty, 2014). Tingkat kecemasan pasien kanker

dapat meningkat atau menurun di waktu-waktu tertentu (Chakraburtty, 2014). Pasien akan menjadi lebih cemas ketika kanker mulai menyebar atau

(20)

banyak mengenai kanker yang dideritanya dan pengobatan yang mereka terima (Chakraburtty, 2014).

2.3. Progressive muscle relaxation (PMR)

2.3.1. Pengertian progressive muscle relaxation (PMR)

Teknik relaksasi otot progresif adalah teknik relaksasi otot dalam yang memerlukan imajinasi, ketekunan, atau sugesti (Herodes, 2010) dalam (Setyoadi & Kushariyadi, 2011). Terapi relaksasi otot progresif yaitu terapi dengan cara kontraksi otot kemudian dilakukan relaksasi otot (Gemilang, 2013).

Mengurangi kontraksi otot merupakan komponen dari terapi komplementer yang digunakan untuk menurunkan angka kecemasan dan memberikan kenyamanan (Snyder & Lindquist, 2006). Sebagai contoh, relaksasi otot sering menjadi bagian dari guided imagery. Banyak teknik yang ditawarkan untuk memberikan relaksasi otot. Salah satu yang sering digunakan adalah progressive muscle relaxation yang diperkenalkan oleh Edmund Jacobson pada tahun 1938.

Relaksasi otot memberikan sensasi kesadaran terhadap otot dan ketegangan yang ada pada diri individu dan menurunkan ketegangan tersebut. Kesadaran tersebut dapat dicapai dengan mengkontraksikan otot - otot dan merelaksasikannya dengan fokus terhadap otot tersebut dan membayangkan otot tersebut bebas dari ketegangan yang dirasakan (Snyder & Lindquist, 2006). progressive muscle relaxation merupakan salah satu teknik untuk mengurangi

(21)

Lindquist, 2006). Ketika otot tubuh terasa tegang, kita akan merasakan ketidaknyamanan, seperti sakit pada leher, punggung belakang, serta ketegangan pada otot wajahpun akan berdampak pada sakit kepala. Jika ketegangan otot ini dibiarkan akan menganggu aktivitas dan keseimbangan tubuh seseorang (Marck, 2011).

Progressive muscle relaxation merupakan kombinasi latihan pernafasan

yang terkontrol dengan rangkaian kontraksi serta relaksasi kelompok otot. Kegiatan ini menciptakan sensasi dalam melepaskan ketidaknyamanan dan stress (Potter dan Perry, 2005). Dengan melakukan tindakan progressive muscle relaxation secara berkelanjutan, seorang individu dapat merasakan relaksasi otot pada berbagai kelompok otot yang diinginkan setelah kontraksi otot.

Alat untuk mengukur adanya kontraksi otot dan relaksasi otot yaitu dengan menggunakan neraca pegas/dinamometer manual yaitu pada kelompok otot pergelangan tangan (otot extensor carpi radialis longus), kelompok otot lengan bawah (otot trisep), Kelompok otot siku dan lengan atas (otot bisep), Kelompok otot bahu (otot deltoid dan otot trapezius), Kelompok otot kepala dan leher (otot sternokleidomastoid), Kelompok otot punggung (otot latissimus dorsi), Kelompok

otot kaki dan paha (otot quadriceps, otot biceps femoris).

Kelompok otot dada (otot pectoralis major) dan kelompok otot perut (otot rectus abdominis) mengukur ekspansi dada dengan pita ukur yaitu letakkan pita

(22)

otot antar tulang rusuk berkontraksi, maka tulang rusuk terangkat, volume rongga dada akan membesar sehingga tekanan udara di dalamnya menjadi lebih kecil daripada tekanan udara luar, sehingga udara masuk ke paru-paru dan pernafasan dada jika ekspirasi bila otot antar tulang rusuk relaksasi, maka posisi tulang rusuk akan menurun, akibatnya volume rongga dada akan mengecil sehingga tekanan udara membesar, akibatnya udara terdorong ke luar dari paru-paru. Pernapasan perut jika inspirasi bila otot diafragma berkontraksi, maka posisi diafragma akan mendatar, akibatnya volume rongga dada bertambah besar, tekanan mengecil, sehingga udara masuk ke paru-paru dan pernafasan perut jika ekspirasi bila otot diafragma relaksasi, maka posisi diafragma naik/melengkung, sehingga rongga dada mengecil, tekanan membesar, akibatnya udara terdorong keluar.

Dalam buku aslinya 'Progressive Relaxation', Dr Jacobson mengembangkan serangkaian 200 latihan relaksasi otot yang berbeda dan program pelatihan yang memerlukan waktu berbulan - bulan untuk menyelesaikan. Saat ini serangkaian teknik tersebut telah disederhanakan menjadi 15 - 20 latihan dasar, yang telah ditemukan dan memberikan efek yang sama dengan gerakan aslinya jika dilakukan secara teratur (Jacobson, 1938 dalam Snyder & Lindquist, 2006).

2.3.2. Indikasi terapi progressive muscle relaxation

Menurut Setyoadi dan Kushariyadi (2011) bahwa indikasi dari terapi relaksasi otot progresif, yaitu:

1. Klien yang mengalami insomnia.

(23)

menunjukkan hasilnya bahwa PMR efektif dapat membantu pasien mencapai keadaan santai dan bisa tidur dengan baik.

2. Klien sering stres.

Berdasarkan hasil penelitian Patel (2014), menyatakan adanya pengaruh efektivitas terapi relaksasi otot progresif pada stres antara staf perawat yang bekerja di Rumah Sakit Kota Vadodara.

3. Klien yang mengalami kecemasan.

Vancamport (2012) meneliti progressive muscle relaxation dalam menurunkan gejala dan tanda kecemasan, psikologi distres dan untuk meningkatkan angka kesembuhan pasien dengan penyakit skizofrenia. 4. Klien yang mengalami depresi.

Hasil penelitian Bommareddi et al (2014), menunjukkan bahwa pelatihan Jacobson's Progressive Muscle Relaxation (JPMR) memiliki efek positif

dalam mengurangi kecemasan dan depresi dan JPMR dapat digunakan sebagai terapi alternatif yang efektif.

2.3.3. Kontraindikasi terapi relaksasi otot progresif

Menurut Setyoadi dan Kushariyadi (2011) Ada beberapa hal yang dapat menjadi kontraindikasi latihan progressive muscle relaxation antara lain cedera akut atau ketidaknyamanan musculoskeletal, infeksi atau inflamasi, dan penyakit jantung berat atau akut. Latihan progressive muscle relaxation juga tidak dilakukan pada sisi otot yang sakit.

2.3.4. Prinsip kerja progressive muscle relaxation

(24)

adalah tegangan otot ketika otot berkontraksi (tegang) maka rangsangan akan disampaikan ke otot melalui jalur saraf aferent. Tension merupakan kontraksi dari serat otot rangka yang menghasilkan sensasi tegangan. Relaksasi adalah pemanjangan dari serat serat otot tersebut yang dapat menghilangkan sensasi ketegangan setelah memahami dalam mengidentifikasi sensasi tegang, kemudian dilanjutkan dengan merasakan relaks. Ini merupakan sebuah prosedur umum untuk mengidentifikasi lokalisasi ketegangan, relaksasi dan merasakan perbedaan antara keadaan tegang (tension) dan relaksasi yang akan diterapkan pada semua kelompok otot utama. Dengan demikian, dalam progressive muscle relaxation diajarkan untuk mengendalikan otot-otot rangka sehingga memungkinkan setiap bagian merasakan sensasi tegang dan relaks secara sistematis (Mc Guigan dan Lehrer, 2007).

Teknik kerja progressive muscle relaxation mencakup:

a. Mengisolasi kelompok otot yang terpilih saat fase kontraksi dan otot lain dalam keadaan rileks.

b. Mengontraksikan kelompok otot yang serupa pada kedua sisi tubuh secara bersamaam (misalnya: kedua tangan).

c. Memfokuskan perhatian pada intensitas kontraksi, rasakan ketegangan pada setiap kelompok otot.

(25)

2.3.5. Mekanisme fisiologi progressive muscle relaxation dalam pemenuhan kebutuhan tidur

Kesulitan tidur adalah masalah umum dan signifikan pada seseorang yang mengalami penyakit kanker payudara (Hananta, 2014). Berdasarkan penelitian Hananta, 2014 yaitu gangguan tidur pasien kanker payudara dengan hasil penelitiannya diketahui bahwa nyeri pada pasien diketahui dapat menyebabkan gangguan tidur.

(26)

Menurut Smeltzer & Bare (2010) menyatakan bahwa endorfin dan enkefalin ditemukan dalam konsentrasi yang kuat dalam sistem saraf pusat. Endorfin dan enkefalin adalah zat kimiawi endogen (diprodukasi oleh tubuh) yang berstruktur seperti opioid. Morfin dan obat-obatan opioid lainya menghambat transmisi yang menyakitkan dengan meniru endorfin dan enkefalin.

Serabut interneural inhibitor yang mengandung enkefalin terutama diaktifkan melalui aktivitas serabut perifer non-nosiseptor (serabut yang normalnya tidak mentransmisikan stimuli nyeri atau yang menyakitkan) pada tempat reseptor yang sama dengan reseptor nyeri atau nosiseptor dan serabut desenden, berkumpul bersama dalam suatu sistem yang disebut descending control. Endorfin dan enkefalin juga dapat menghambat imfuls nyeri dengan memblok transmisi impuls ini di dalam otak dan medula spinalis (Smeltzer & Bare, 2010).

Keberadaan endorfin dan enkefalin ini juga membantu dalam mempengaruhi suasana menjadi rileks sehingga mudah untuk memulai tidur dan meningkatnya jumlah enkefalin dan serotonin yang dapat menyebabkan tidur dan relaksasi. Perasaan rileks diteruskan ke hipotalamus untuk menghasilkan Corticotropin Releasing Factor (CRF). CRF merangsang kelenjar Pituitary untuk

(27)

2.3.6. Pelaksanaan dan cara kerja alat dinamometer manual/neraca pegas terhadap progressive muscle relaxation (PMR)

Davis (2007), progressive muscle relaxation memberikan cara dalam mengidentifikasi otot dan kumpulan otot tertentu serta membedakan antara perasaan ketika otot kontraksi dan relaks. Dalam pelaksanaannya, otot akan mendapatkan kontraksi otot terlebih dahulu kemudian menghentikan kontraksi otot dan merasakan hilangnya kontraksi otot secara rileks. Untuk hasil yang maksimal, dianjurkan untuk melakukan latihan progressive muscle relaxation sebanyak 2 kali sehari selama satu minggu dengan waktu 15 menit (Davis, 2007). Waktu yang diperlukan untuk melakukan progressive muscle relaxation sehingga dapat menimbulkan efek yang maksimal adalah selama satu sampai dua minggu dan dilaksanakan selama satu sampai dua kali 15 menit per hari (Davis, 2007). Dalam buku aslinya 'Progressive Relaxation', Dr Jacobson mengembangkan serangkaian 200 latihan relaksasi otot yang berbeda dan program pelatihan yang memerlukan waktu berbulan-bulan untuk menyelesaikan. Saat ini serangkaian teknik tersebut telah disederhanakan menjadi 15-20 latihan dasar yang telah ditemukan dan memberikan efek yang sama dengan gerakan aslinya jika dilakukan secara teratur (Jacobson, 1938 dalam Conrad & Roth, 2007).

Progressive muscle relaxation memberikan kondisi tegang dan relaks,

(28)

merasakan perasaan rileks dan santai selama 15-20 detik dan rasakan perubahan kondisi tegang dan rileks (Jacobson, 1938).

Penelitian ini akan melakukan pemberian latihan progressive muscle relaxation dengan menggunakan modifikasi oleh Davis (2007) pada kelompok otot

– otot utama yang meliputi kelompok otot pergelangan tangan, kelompok otot lengan bawah, kelompok otot siku dan lengan atas, kelompok otot bahu, kelompok otot kepala dan leher, kelompok otot punggung, kelompok otot dada, kelompok otot perut, kelompok otot kaki dan paha.

Latihan progressive muscle relaxation akan dilakukan kepada kelompok intervensi dengan latihan panduan secara langsung dan latihan mandiri di rumah dengan melihat buku panduan dalam durasi waktu 15 menit per latihan dan selama 4 minggu. Relaksasi dilakukan secara bertahap dan dipraktekkan dengan berbaring atau duduk di kursi dengan kepala di topang dengan bantal. Setiap kelompok otot

di tegangkan selama 5-7 detik dan di relaksasikan selama 10- 20 detik, prosedur ini diulang paling tidak satu kali (Setyoadi & Kushariyadi,

2011). Petunjuk progressive muscle relaxation dibagi dalam dua bagian, yaitu bagian pertama dengan mengulang kembali pada saat praktek sehingga lebih mengenali bagian otot tubuh yang paling sering tegang, dan bagian kedua dengan prosedur singkat untuk menegangkan merileksasikan beberapa otot secara

(29)

Adapun urutan pelaksanaan dan cara kerja alat dinamometer manual/neraca pegas adalah sebagai berikut:

1. Kelompok otot pergelangan tangan (otot extensor carpi radialis longus)

Merentangkan lengan dan kepalkan kedua telapak tangan dengan kencang, sekuat dan semampunya lalu berikan tarikan pada neraca

pegas lalu rasakan ketegangan pada kedua pergelangan tangan anda selama 5-7 detik. Melepaskan kepalan tangannya dan rasakan tangan menjadi lemas dan semua ketegangan pada tangan menjadi hilang. Rasakan hal tersebut selama 10-20 detik. Ulangi lagi gerakan mengkontraksikan dan merileksasikan otot tangan. Rasakan pergelangan tangan menjadi semakin lemas.

2. Kelompok otot lengan bawah (otot trisep)

(30)

bawah dan telapak tangan menjadi lemas dan ketegangan hilang. Rasakan hal tersebut selama 10-20 detik. Ulangi lagi gerakan mengkontraksikan dan

merileksasikan otot lengan bawah, rasakan perbedaan pada saat kontraksi dan rileks serta rasakan lengan bawah menjadi semakin lemas.

3. Kelompok otot siku dan lengan atas (otot bisep)

(31)

4. Kelompok otot bahu (otot deltoid dan otot trapezius)

Mengangkat kedua bahu setinggi-tingginya seakan-akan bahu akan dibawa menyentuh kedua telinga dengan menarik neraca pegas. Rasakan kontraksi otot pada bahu selama 5-7 detik. Rileksasikan bahu hingga semua kontraksi otot pada bahu tadi hilang. Rasakan hal tersebut selama 10-20 detik. Mengulangi gerakan tersebut dan rasakan otot bahu semakin lemas.

5. Kelompok otot kepala dan leher (otot sternokleidomastoid)

(32)

6. Kelompok otot punggung (otot latissimus dorsi)

Melengkungkan punggung dan busungkan dada dengan menarik neraca pegas,

rasakan kontraksi otot pada punggung selama 5-7 detik. Rileksasikan

punggung sehingga kontraksinya hilang dan rasakan melemasnya punggung 10-20 detik. Ulangi gerakan dan rasakan lemasnya punggung.

7. Kelompok otot dada (otot pectoralis major) dan kelompok otot perut (otot rectus abdominis)

Mengukur ekspansi dada yaitu letakkan pita mengelilingi dada, melewati papilla mammae. Ukur saat akhir inspirasi & ekspirasi dalam, Suruh pasien menarik napas dalam untuk mengetahui penurunan diafragma (normal : 3 – 5 cm), simetris. Rasakan kontraksi pada dada selama 5-7 detik. Rileksasikan otot dada sambil mengeluarkan nafas secara perlahan-lahan rasakan hilangnya kontraksi otot pada dada dalam 10-20 detik. Mengulangi gerakan kembali dan rasakan dada semakin lemas.

(33)

hilangkan kontraksi otot serta rasakan rileksasiotot perut dalam 10-20 detik. Ulangi gerakan dan rasakan otot perut yang semakin lemas.

8. Kelompok otot kaki dan paha (otot quadriceps, otot biceps femoris)

Menekuk telapak kaki ke arah atas (dorso fleksi) dan ke arah bawah (plantar fleksi) dengan menahan tarikan neraca pegas, tekuk sebisa mungkin, dan rasakan ketegangannya selama 5-7 detik. Lemaskan otot-otot kaki dan paha, hilangkan ketegangannya dan rasakan selama 10-20 detik

2.4. Dinamometer Manual (Neraca Pegas)

Neraca pegas (dinamometer) adalah timbangan sederhana yang menggunakan pegas sebagai alat untuk menentukan massa benda yang diukurnya (Halliday, 2004). Penemu alat dinamometer adalah Gaspard de Porny di Paris Prancis dan alat ini diproduksi oleh Union Hanging Scale. Alat dinamometer manual ini dimodifikasi peneliti untuk mengukur kekuatan otot pada tindakan progressive muscle relaxation (PMR). Alat dinamometer manual mempunyai satuan ukuran yaitu kilogram (kg).

(34)

untuk memegang dinamometer tersebut agar tidak mengganggu proses pengukuran, 2) penunjuk skala bagian yang berfungsi untuk menunjukkan skala (hasil pengukuran), 3) pegas bagian dari dinamometer (neraca pegas) yang sangat vital, 4) skala sebagai angka yang tertera dalam dinamometer yang menunjukkan hasil pengukuran dan pengait sebagai tempat dimana benda diletakkan.

Kalibrasi adalah kegiatan untuk menentukan kebenaran konvensional nilai penunjukkan alat ukur dan bahan ukur dengan cara membandingkan terhadap standar ukur yang mampu ditelusur (traceable) ke standar nasional maupun internasional untuk satuan ukuran internasional dan bahan-bahan acuan tersertifikasi (Morris, 2001). Kalibrasi alat ukur neraca pegas (timbangan gantung) dengan menggunakan standar ISO 9000 dan ISO 17025 (Morris, 2001). Dalam penelitian ini alat neraca pegas tidak dilakukan kalibrasi untuk memastikan ketelitian suatu alat ukur sebelum digunakan agar hasil pengukuran akurat, tetapi hanya melakukan pemutaran sekrup yang ada dibagian atas dinamometer tanpa beban hingga garis penunjuk skala menunjukkan pada titik nol (Giancolly, 2004). Pada setiap satu responden penunjuk skala harus berada pada titik nol sebelum dilakukan pada responden lain.

(35)

yang dikategorikan baik bila beban yang ditarik setiap orang 5 kg pada setiap kelompok otot dimana nilai dari dinamometer manual telah dikonversi dengan alat dinamometer digital oleh pakar fisioterapi olahraga yang telah dilakukan di Poltekkes Yayasan Rumah Sakit Umum Dr. Rusdi Medan.

2.5. Aplikasi teori adapatasi Callista Roy

Menurut teori adaptasi Callista Roy bahwa suatu sitem memiliki keseluruhan bagian – bagian yang saling berhubungan, sistem juga memiliki input, output, control dan proses feedback. Suatu sistem dapat digambarkan sebagai satu

kesatuan yang mempunyai input (masukan), kontrol dan proses feedback (mekanisme koping) dan output (keluaran/hasil) (Tomey & Aligood, 2006).

(36)

psikologis (stress emosional) dan faktor lingkungan sedangkan stimulus residual adalah tingkat pengetahuan karena belum jelas apakah tingkat pengetahuan mempengaruhi gangguan tidur. Adanya input berupa stimulus – stimulus tersebut klien berusaha melakukan proses kontrol melalui mekanisme koping untuk mempertahankan kondisi tubuh serta berinteraksi dengan perubahan – perubahan yang terjadi.

Mekanisme koping adalah setiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan terhadap stressor, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri. Mekanisme koping dalam berinteraksi terhadap perubahan tersebut meliputi regulator dan kognator. Regulator adalah proses koping yang meliputi neural, kimia dan endokrin tubuh. Penelitian ini memfokuskan pada subsistem regulator dan dalam penelitian ini regulator adalah pemberian latihan progressive muscle relaxation.

(37)
(38)

Gambar 2.1 dibawah ini menggambarkan keterkaitan antara efektivitas progressive muscle relaxation terhadap kualitas tidur pasien kanker payudara pada landasan teori adaptasi Callista Roy.

Input Kontrol Output

Feedback

Gambar 2.1 Aplikasi teori adaptasi Callista Roy pada progressive muscle relaxtion terhadap kualitas tidur pasien kanker payudara -Stimulus fokal: Kualitas tidur

yang buruk

-Stimulus kontekstual meliputi faktor fisiologis (nyeri dan obat-obatan), faktor psikologis (stress emosional) dan faktor lingkungan

Subsitem regulator : latihan progressive muscle relaxation (PMR)

(39)

2.6. Kerangka Konsep

Kerangka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas progressive muscle relaxation terhadap pola tidur pasien kanker payudara. Banyak faktor yang mempengaruhi pola tidur pasien kanker payudara yaitu sakit fisik, obat-obatan, lingkungan (suhu dan kebisingan ruangan) dan dampak psikologis /psikososial dari kanker (depresi, ansietas/kecemasan, stres).

Pada penelitian ini tidak meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi pola tidur pasien kanker payudara, namun pada penelitian ini akan mengidentifikasi pola tidur pasien kanker payudara pada kelompok kontrol dan intervensi sebelum dan setelah diberikan progressive muscle relaxation.

(40)

Gambar

Gambar 2.1 Aplikasi teori adaptasi Callista Roy pada progressive muscle relaxtion terhadap kualitas tidur pasien kanker payudara
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

dinyatakan positif bila di dalam tabung durham terbentuk gas dan dinyatakaan negatif apabila tidak adanya gelembung (Gambar 2). Hasil uji penegasan ditunjukkan pada Tabel 2,

MTs Negeri 1 Manado adalah satu - satunya MTs Negeri yang ada di Kota Manado yang berlokasi di Kelurahan Bailang Kecamatan Bunaken Kota Manado). Berdasarkan hasil penelusuran

Hasil analisis menunjukkan bahwa untuk tipe perairan selat, model prediksi pasang surut NaoTide memberikan keakuratan lebih baik dengan persentase error sebesar

Dalam skripsi ini penulis mencoba mendeskripsikan kesenian wayang sebagai media perkembangan budaya Islam ruang lingkup penelitian pada Perkumpulan Langen Suara

Sumber data yang digunakan dalam kategori perdagangan besar dan eceran; reparasi mobil dan sepeda motor adalah data output barang dari industri domestik (dari Subdit Neraca Barang dan

• Disebut masa kemunduran karena masa-masa ini dunia Islam dalam proses penghancuran oleh bangsa Mongol dibawah pimpinan Jengiskan dan keturunannya serta Timur Lenk yang

Guidelines, [m]ajor white collar criminals often [were] sentenced to small fines and little or no imprisonment .” United States v. 2009) (internal quotation marks and

dari pemerintah daerah, begitulah sistem otonomi di Negara Kesatuan, sehingga akan sulit dikatakan bahwa fungsi pengawasan yang dilakukan oleh DPRD bisa.. berjalan