• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Kombinasi NAA dan Kinetin Terhadap Pertumbuhan dan Perubahan Planlet dari Tunas Apikal Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Kombinasi NAA dan Kinetin Terhadap Pertumbuhan dan Perubahan Planlet dari Tunas Apikal Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Botani Kelapa Sawit

Kelapa sawit (E. guineensis Jacq.) berasal dari tiga kata yaitu Elaeis berasal dari Elation berarti minyak dalam bahasa Yunani, Guneensis berasal dari bahasa

Guinea (pantai barat Afrika) dan Jacq. Berasal dari nama botanis Amerika

Jacquin.

Kelapa sawit (E. guineensis Jacq.) berkembang biak secara generatif dengan menggunakan biji, tetapi tanaman ini juga bisa dikembangbiakkan dengan kultur jaringan. Buah kelapa sawit disebut juga fructus (Gambar 2.1). Waktu yang diperlukan mulai dari penyerbukan sampai dengan buah matang siap dipanen kurang lebih 5-6 bulan. Buah kelapa sawit terdiri atas empat bagian yaitu: eksokarp, mesokarp, endokarp dan kernel. Diantara inti dan daging buah terdapat

lapisan lempung (cangkang) yang keras. Di dalam inti inilah terdapat lembaga embrio yang merupakan calon tanaman baru. Lubis (1992) menyatakan bahwa tanaman kelapa sawit dewasa memiliki 8000-10000 akar primer yang panjangnya 15-20 m dari dasar batang dengan diameter 4-10 mm. Akar sekunder akan tumbuh setelah akar primer dengan panjang sekitar 150 cm berdiameter 2-4 mm.

(2)

Daun di bentuk di dekat titik tumbuh. Daun kelapa sawit membetuk susunan daun majemuk, bersirip genap dan bertulang daun sejajar. Daun membentuk satu pelepah dengan panjang mencapai lebih dari 7,5-9 m. Jumlah anak daun pada setiap pelepah berkisar 200-400 helai. Pelepah yang dihasilkan pada tanman dewasa sekitar 40-50 pelepah. Setiap tahun tanaman kelapa sawit bisa menghasilakan 20-24 lembar daun. Bunga tanaman kelapa sawit terdiri atas bunga jantan, bunga betina atau hermafrodit. Tiap tandan bunga jantan memiliki 100-25 cabang (spikelet) yang panjangnya antara 10-20 cm dan berdiameter 1-1,5 cm. Tiap cabang berisi 500-1500 bunga kecil yang akan menghasilkan tepung sari. Tandan bunga betina memiliki 100-200 cabang dan setiap cabang terdapat 15-20 bunga betina. Satu tandan buah tanaman dewasa dapat diperoleh 600-2000 butir buah (Setyamidjaja, 2006).

Akar tanaman kelapa sawit adalah serabut. Akar pertama yang muncul dari biji yang telah tumbuh (berkecambah) adalah radilkula yang panjangnya dapat mencapai 15 cm. Akar primer mampu bertahan sampai 6 bulan yang bertugas mengambil air dan makanan terkait dengan cadangan makanan pada endosperm biji telah habis yang ditandai dengan lepasnya biji. Akar primer itu akan tumbuh akar sekunder dengan diameter 2-4 mm yang tumbuh horizontal. Akar sekunder ini akan tumbuh pula akar tertier dan kuartener yang berada dekat dengan permukaan tanah. Akar tertier dan kuartener inilah yang paling aktif mengambil air dan hara lain dalam tanah (Lubis, 1992).

Banyak varietas yang telah dihasilkan dan dapat diklasifikasikan berdasarkan pada tipe buah, bentuk luar, tebal cangkang, warna buah, dan lain-lain. Berdasarkan warna buah maka E. guineensis dikelompokkan atas (1) Nigrescens, buahnya berwarna violet sampai hitam waktu muda dan menjadi

merah kuning (orange) setelah matang, (2) Virescens, buahnya berwarna hijau waktu muda dan sesudah matang berwarna orange, (3) Albescens, buah berwarna kuning pucat, tembus cahaya karena mengandung sedikit karoten, dan (4) Poissoni sering disebut mantel atau buah dengan karpel tambahan mempunyai

(3)

sebagai tanaman komersial sedangkan dua varietas lainnya hanya dipakai dalam program pemuliaan dan sebagai koleksi (Lubis, 1992).

2.2 Kultur Jaringan Kelapa Sawit

Kultur jaringan terdiri dari dua kata yaitu kultur yang memiliki arti budidaya dan jaringan yang berarti sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi yang sama (Nugroho & Sugito, 2005). Menurut George & Sherrington (1984), kultur jaringan tanaman merupakan teknik menumbuhkembangkan bagian tanaman baik berupa sel, jaringan atau organ dalam kondisi aseptik secara in vitro. Meskipun pada prinsipnya semua sel dapat ditumbuhkan, sebaiknya dipilih bagian tanaman yang masih muda dan mudah tumbuh. Dalam perkembangan kultur jaringan ditemukan banyak keragaman dari tanaman-tanaman yang diregenerasi dari kultur sel maupun kultur akar. Kemudian Larkin & Scowcroft (1981) menyebutkan keragaman pada tanaman yang diregenerasi pada in vitro tersebut sebagai keragaman somaklonal.

Perbanyakan melalui kultur in vitro dapat dilakukan melalui 3 cara, yaitu pembentukan tunas adventif, proliferasi tunas lateral, dan embriogenesis somatik. Proliferasi tunas lateral dapat dilakukan dengan cara mengkulturkan tunas aksilar atau tunas terminal ke dalam media yang mempunyai komposisi yang sesuai untuk proliferasi tunas sehingga diperoleh penggandaan tunas dengan cepat. Setiap tunas yang dihasilkan dapat dijadikan sebagai sumber untuk penggandaan tunas selanjutnya sehingga diperoleh tunas yang banyak dalam waktu yang relatif lebih singkat (Astuti, 2014). Menurut Mariska & Sukmadjaja (2003), faktor perbanyakan dengan teknik kultur in vitro jauh lebih tinggi dengan cara konvensional. Selain itu, teknologi ini juga lebih menjamin keseragaman, bebas penyakit dan biaya pengangkutan yang lebih murah.

2.3 Media Kultur Jaringan

(4)

PengaturTumbuh sangat besar peranannya didalam mengarahkan pertumbuhan sel tanaman. Kombinasi Zat Pengatur Tumbuh yang benar dapat menghasilkan pertumbuhan sel yang optimal (Wattimena, 1992).

Keberhasilan dalam teknologi serta penggunaan metode in vitro terutama disebabkan pengetahuan lebih baik tentang kebutuhan hara sel dan jaringan yang dikulturkan. Hara terdiri dari komponen yang utama dan komponen tambahan. Komponen utama meliputi hara mineral, sumber karbon (gula), vitamin dan Zat Pengatur Tumbuh. Komponen lain seperti senyawa nitrogen organik, berbagai asam organik, metabolit dan ekstrak tambahan tidak mutlak, tetapi dapat menguntungkan ketahanan sel dan perbanyakannya (Wetter & Constabel, 1991). Vitamin yang sering digunakan dalam media kultur jaringan adalah tiamin (B1), asam nikotin (niacin), dan piridoksin (B6). Vitamin ini berperan dalam reaksi enzimatik yang penting bagi pertumbuhan jaringan tanaman (George &Sherington, 1984). Selain itu penambahan mio-inisitol kedalam media juga diketahui dapat memperbaiki pertumbuhan bahan tanaman yang dikultur.

2.4 Zat Pengatur Tumbuh

Kombinasi media dasar dan zat pengatur tumbuh yang tepat akan meningkatkan aktivitas pembelahan sel dalam proses morfogenesis dan organogenesis (Lestari, 2011). Jenis dan konsentrasi ZPT tergantung pada tujuan dan tahap pengkulturan. Contohnya, pada kultur untuk menumbuhkan dan menggandakan tunas aksilar atau merangsang tumbuhnya tunas-tunas adventif, ZPT yang digunakan adalah campuran sitokinin dengan auksin rendah (yusnita, 2004).

Menurut Hendaryono & Wijayani (1994), ZPT dalam tanaman terdiri dari lima kelompok yaitu auksin, giberalin, sitokinin, etilen, dan inhibitor dengan ciri khas serta pengaruh yang berlainan yang berlainan terhadap fungsi fisiologis. Zat pengatur tumbuh sangat diperlukan sebagai komponen media bagi pertumbuhan dan diferensiasi. Tanpa penambahan ZPT dalam media, pertumbuhan sangat terhambat bahkan mungkin tidak tumbuh sama sekali.

(5)

endogen di dalam sel, sehingga menjadi faktor pemicu dalam proses tumbuh dan perkembanganjaringan. Untuk memacu pembentukan tunas dapat dilakukandengan memanipulasi dosis auksin dan sitokinineksogen (Poonsapaya et al., 1989).Kombinasiyang tepat pada kultur endosperm dapat menginduksi

pembentukan kalus (Miyashita et al., 2009).

2.5 Variasi Somaklonal

Variasi somaklonal adalah keragaman genetik pada tumbuhan yang dihasilkan selama kultur jaringan (Larkin & Scowcroft, 1981). Keragaman genetik terjadi dalam kultur jaringan disebabkan oleh jumlah kromosom ganda (fusi, endomitosis), perubahan struktur kromosom, perubahan gen, dan perubahan sitoplasma (Griffith et al., 1993; Kumar 1995). Menurut Van Harten (1998) variasi somaklonal mungkin disebabkan oleh mitotik yang tidak biasa, ketidakstabilan ukuran kromosom dan delesi gen. Kejadian ini banyak ditemukan pada kultur kalus, protoplas dan kultur sel. Seperti yang dikemukakan oleh Leroy et al., (2000) perubahan kromosom terjadi dengan frekuensi yang tinggi pada

tahap awal kalus atau kultur sel cair sebagai penyebab abnormalitas.

Beberapa pendapat mengenai terjadinya abnormalitas genetik, seperti kerusakan pada ekspresi gen yang disebabkan oleh fitohormon (Jones, 1991; Paranjothy et al., 1993), struktur kalus (Pannertier et al., 1981; Ahee et al., 1981 & Duran-Gasselin et al., 1993), lamanya subkultur dan umur kalus (Paranjhoty et al., 1993), jenis eksplan yang digunakan, level ploidi sumber eksplan dan

kecepatan proliperasi (Skirvin et al., 1994; Karp, 1995).

2.6 Marka Molekuler

Dasar teknik marka molekuler pada Polymerase Chain Reaction (PCR) menjadi salah satu marka yang biasanya digunakan untuk karakterisasi dari variabilitas genetik, identifikasi genotif, analisis instabilitas genetik, dan tujuan seleksi dan pemuliaan (Tingey & Tufo, 1993). Antara teknik simple sequence repeat (SSR) yang biasanya digunakan pada identifikasi dihibrid pada F1 hibrid

Gambar

Gambar 2.1. Tanaman Kelapa Sawit

Referensi

Dokumen terkait

mei atau juli 2015 wisuda kerja di jkt. bergabung di

Kerjakan soal analisis korelasi product moment dan analisis variansi 1 jalur berikut secara individual2. Jawaban dikerjakan di kertas

Hasil penelitian menunjukkan (1) terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara status sosial ekonomi keluarga terhadap prestasi belajar dengan nilai koefisien

Berdasarkan analisis ketersediaan, kebutuhan dan jaringan sistem penyediaan air bersih untuk Desa Paputungan yang bersumber dari Sungai Dahiyango dapat

Teknik ini cocok diterapkan di siswa SD kelas V karena “pada usia ini siswa mampu mengembangkan daya nalarnya dengan melatih anak untuk mengungkapkan pendapat, gagasan atau

Menggunakan larutan penjerap sebagai contoh uji (blanko) dan dikerjakan sesuai dengan penentuan contoh uji untuk mengetahui kontamonasi, baik terhadap pereaksi yang digunakan

Hubungan Pola Konsumsi Purin dengan Peningkatan Kadar Asam Urat. Hasil penelitian ini sebagian besar

Penerapan Hukum Lotka dapat digunakan pada Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (JSP) Universitas Gadjah Mada pada tahun 2016 hingga 2018 di mana tiap volume/tahun