1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
Tujuh puluh satu tahun sudah negara Indonesia berdiri sebagai hasil usaha
dari para pejuang melawan penjajah. Para pejuang menyatukan kekuatan tanpa
membatasi diri pada kelompok suku, agama, ras, dan daerah, yang nyatanya
sangat beragam.1 Perjuangan tersebut didasari akan kesadaran bahwa hidup dan
sumber daya alam mereka telah dieksploitasi untuk kepentingan kaum penjajah.
Perjuangan dengan mengorbankan banyak hal pun terjadi, hingga akhirnya
membuahkan hasil yang disebut kemerdekaan.
Kemerdekaan adalah jembatan, jembatan emas untuk menyempurnakan
masyarakat.2 Soekarno mengkritik pendapat beberapa orang bahwa untuk
merdeka, sebuah bangsa harus siap-sempurna dalam berbagai hal terlebih dahulu.
Kesempurnaan masyarakat, menurut Soekarno merupakan perkara terkemudian
yang dapat dikerjakan setelah kemerdekaan tercapai dan tugas menyempurnakan
masyarakat itulah yang kemudian disebut dengan nation building dalam konteks bangsa Indonesia.
Nation Building merupakan istilah yang merujuk pada usaha membina bangsa supaya para warga negaranya sadar akan harga dirinya sebagai suatu
bangsa merdeka yang berdaulat dan mampu membangun suatu negara hukum
modern.3 Di Indonesia, cita-cita pembangunan bangsa dilaksanakan berdasarkan
Pancasila yakni terciptanya keadilan sosial, dimana hal tersebut berarti keadaan
atau sifat suatu masyarakat adil dan makmur, berbahagia buat semua orang, tidak
ada penghinaan, tidak ada penindasan, tidak ada penghisapan.4
Negara dalam arti luas berarti sebuah kesatuan sosial yang diatur secara
institusional dan melampaui masyarakat-masyarakat terbatas (keluarga, suku)
untuk mewujudkan kepentingan bersama.5 Di dalam kesatuan sosial tersebut,
terdapat lembaga-lembaga sosial yang memegang peranan sebagai sistem norma
atau aturan-aturan mengenai suatu aktifitas masyarakat yang khusus. Oleh karena
1
J. Nasikun, Sistem Sosial Indonesia (Yogyakarta: Ombak Dua, 2015), 33. 2
Soekarno, Revolusi Indonesia (Yogyakarta: Galangpress, 2007), 29. 3
A. Heuken, Yulia Gunawan, dkk., Ensiklopedi Politik Pembangunan Pancasila: Dari Kes sampai Par (Jakarta: Cipta Loka Caraka, 1988), 223.
4
Heuken, Ensiklopedi Politik, 237. 5
itu, maka lembaga keagamaan dapat dipahami sebagai lembaga sosial yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam melakukan hubungan
dengan Tuhan, misalnya melalui tempat peribadahan.6
Indonesia sebagai negara dengan penduduk yang majemuk didasarkan
pada Pancasila dan oleh karena itu maka cita-cita pembangunan bangsa Indonesia
juga harus sesuai dengannya. Cita-cita pembangunan bangsa Indonesia menurut
Pancasila ialah terciptanya masyarakat yang adil dan makmur dan inilah tujuan
dari nation building di Indonesia.7 Konsep adil dan makmur harus meresap dalam berbagai sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara, dengan demikian maka
hukum harus mengikat semua dan peradilan harus tegas tanpa pandang bulu.
Dalam rangka memastikan hal tersebut, peranan lembaga-lembaga sosial sangat
dibutuhkan khususnya lembaga agama.
Jonathan Lusthaus menyatakan bahwa sebanyak apapun budaya
dikembangkan, dimodernisasi atau bahkan menjadi sekuler, nilai-nilai agama
sering tetap menjadi bagian penting dari pandangan dunia yang mempengaruhi
tidak hanya orang tetapi juga pendapatnya.8 Hal ini berarti bahwa agama memiliki
peluang yang besar untuk berperan dalam upaya nation building. Di samping peluang yang besar, agama-agama di Indonesia juga memiliki tantangan dalam
melaksanakan perannya. Tantangan itu hadir seiring terjalinnya interaksi – relasi
antara agama dan negara. Dalam interaksi ini, jika siapa berada “di bawah” maka
ia menjadi alat. Demo 411 dan 212 di Jakarta terkait kasus penistaan agama oleh
saudara Cagub nomor 2 Basuki T. Purnama (Ahok) mempertontonkan tendensi
agama “memperalat” negara demi tujuan politis.
Tantangan dan peluang ini menghadirkan tanya: bagaimana peran
agama-agama dalam nation building di Indonesia dapat terwujud? Soekarno atau yang biasa dikenal bung Karno, sudah sangat dahulu bahkan sepanjang hidup dan
6
Agung Tri Haryanta, Eko Sujatmiko, Kamus Sosiologi (Surakarta: Aksara Sinergi Media, 2012), 131.
7
A. Heuken, Yulia Gunawan, dkk., Ensiklopedi Politik Pembangunan Pancasila: Dari A sampai E (Jakarta: Cipta Loka Caraka, 1988), 29.
8 Jonathan Lusthaus, “Religion and state violence: legitimation in Israel, the USA and
Iran”, Contemporary Politics 17, no. 1, (March 2011), 2.
karirnya sebagai presiden pertama Indonesia, menggumuli pertanyaan tersebut.
Tulisan-tulisannya begitu banyak mengenai relasi agama – negara yang tentu juga
secara implisit menggambarkan jawaban dari pertanyaan tersebut. Secara khusus
melalui pidato Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah (JASMERAH) yang
dikemukakan tanggal 17 Agustus 1966, Soekarno menjelaskan hal tersebut.
Pidato-pidato kenegaraan bung Karno yang lainnya juga memuat pemikiran akan
hal tersebut.
Berdasarkan Undang-undang Administrasi Kependudukan Nomor 23
Tahun 2006 terdapat enam agama yang diakui negara yakni Islam, Kristen
Protestan, Kristen Katolik, Buddha, Hindu dan Kong Hu Cu. Demografi
agama-agama di Indonesia menempatkan agama-agama Islam menempati posisi teratas (87 %),
disusul oleh Kristen Protestan (7%), Kristen Katolik (2.9%), Hindu ( 1,69%),
Budha (0,72%) dan Kong Hu Cu (0,05%).9 Fakta di lapangan menunjukkan
bahwa selain keenam agama tersebut, ada pula agama-agama suku yang masih
eksis hingga saat ini. Sebut saja Aluk Todolo di Toraja, Marapu di Sumba,
Parmalim di Sumatera Utara, Kejawen di Jawa, Kaharingan di Kalimantan. Peran agama-agama ini dapat dimaksimalkan mengingat agama merupakan salah satu
elemen masyarakat yang fungsi dan peranannya ditentukan oleh masyarakat itu
sendiri.10
Dalam hubungannya dengan negara dan politik, sangat diharapkan
agama-agama di Indonesia mampu menjalankan peran keimaman dan kenabian serta
peran sosial.11 Peran tersebut dapat dirangkum dalam dua poin, yaitu:1) membina
dan mengembangkan kehidupan beragama serta meningkatkan peranannya dalam
pembangunan bangsa; 2) mengharmonisasikan perkembangan agama dengan
meningkatkan semangat saling membantu dan menghormati untuk mengukuhkan
persatuan dan kesatuan Indonesia.12
9
Boy Tonggor Siahaan, “Membaca Demografi Agama-agama di Indonesia” http://pgi.or.id/membaca-demografi-agama-agama-di-indonesia/ diakses 20 Oktober 2016.
10
Daniel L. Pals, Seven Theories of Religion (Yogyakarta: IRCiSoD, 2011), 139. 11 Ignas Kleden, “Kekuasaan, Ideologi dan Peran agama
-agama di Masa Depan” dalam Agama-agama Memasuki Milenium Ketiga, ed. Martin L. Sinaga (Jakarta: Grasindo, 2000), 27.
12
Berdasarkan latar belakang di atas serta keoptimisan penulis bahwa agama
dapat berperan dalam upaya nation building di Indonesia, maka penulis mengangkat judul:
“Peran Agama-agama dalam Nation Building
Menurut Soekarno”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis melalui penelitian ini hendak menjawab
pertanyaan:
Bagaimana peran agama-agama dalam nation building menurut Soekarno?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan peran agama-agama dalam nation building menurut Soekarno.
1.4 Manfaat Penelitian Secara Teoritis
Besar harapan penulis bahwa tulisan ini dapat memberikan sumbangan pemikiran
mengenai peran agama-agama dalam nation building menurut Soekarno.
Secara Praktis
Secara praktis, penulis mengharapkan bahwa setelah membaca hasil penelitian ini,
masyarakat Indonesia menyadari pentingnya peran agama-agama dalam nation building menurut Soekarno.
1.5 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif sebagai upaya
untuk merumuskan peran agama-agama dalam upaya nation building di Indonesia. Hal ini mengingat bahwa metode ini sangat relevan dalam studi
humaniora, termasuk di dalamnya penelitian teks. H. Kaelan mengutip Kirk dan
segi kualitas secara ilmiah karena menyangkut pengertian, konsep, nilai serta
ciri-ciri yang melekat pada objek penelitian lainnya.13
Metode penelitian ini akan menghadirkan data yang bersifat deskriptif
seperti teks, kata-kata, simbol, gambar, dan sangat jarang berupa angka, dengan
begitu maka laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk
memberikan gambaran penyajian laporan tersebut.14 Proses analisis data pada
penelitian ini akan menggunakan analisis data secara induktif dengan alasan
bahwa dengan menggunakan metode logika ini dalam studi kepustakaan akan
dapat dirumuskan konstruksi teoretis (grounded theory), suatu sistem keagamaan, budaya atau sistem sosial tertentu yang misalnya di dalamnya terkandung nilai
agama yang merupakan objek material penelitian.15 Dengan demikian, maka
penulis harus berupaya meletakkan objek penelitian (lietarur-literatur) dalam
kaitannya dengan Soekarno segala aspek yang mempengaruhinya secara wajar.16
1.6 Sistematika Penulisan
Penulis akan membagi tulisan ini ke dalam lima bagian, yakni sebagai
berikut: Bagian pertama membahas tentang pendahuluan yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian dan sistematika
penulisan. Bagian kedua tentang teori agama dan pengertian nation building. Bagian ketiga ini membahas tentang hasil penelitian dan pembahasan mengenai peran agama-agama dalam nation building menurut Soekarno. Kemudian pada
bagian keempat berisi analisis konsep hasil penelitian. Terakhir, bagian kelima
berisi kesimpulan dari temuan-temuan yang diperoleh dari hasil penelitian dan
saran-saran yang berupa kontribusi dan rekomendasi untuk penelitian yang
mendatang.
13
H. Kaelan, Metode Penelitian Kualitatif Interdisipliner (Yogyakarta: Paradigma, 2012), 5.
14
Kaelan, Metode Penelitian, 12. 15
Kaelan, Metode Penelitian, 17. 16