B BAABB IIII
T
TIINNJJAAUUAANN PPUUSSTTAAKKAA
A. Asuhan Keperawatan
1. Pengertian
Asuhan keperawatan merupakan proses atau rangkaian kegiatan praktik keperawatan langsung pada klien di berbagai tatanan pelayanan
kesehatan yang pelaksanaannya berdasarkan kaidah profesi
keperawatan dan merupakan inti praktik keperawatan (Ali, 2009). Penerapan proses keperawatan dalam asuhan keperawatan untuk klien merupakan salah satu wujud tanggung jawab dan tanggung gugat
perawat terhadap klien. Pada akhirnya, penerapan proses keperawatan ini akan meningkatkan kualitas layanan keperawatan pada klien (Asmadi, 2008).
Proses keperawatan adalah suatu metode yang sistematis dan ilmiah yang digunakan perawat untuk memenuhi kebutuhan klien
dalam mencapai atau mempertahankan keadaan biologis, psikologis, sosial dan spiritual yang optimal, melalui tahap pengkajian, identifikasi diagnosis keperawatan, penentuan rencana keperawatan, serta evaluasi
tindakan keperawatan (Suarli & Bahtiar, 2009).
2. Tujuan proses keperawatan
Menurut Asmadi (2008), proses keperawatan merupakan suatu upaya pemecahan masalah yang tutjuan utamanya adalah membantu
ilmiah, keterampilan teknis, dan keterampilan interpersonal. Penerapan
proses keperawatan ini tidak hanya ditujukan untuk kepentingan klien, tetapi juga profesi keperawatan itu sendiri.
Tujuan penerapan proses keperawatan bagi klien, antara lain :
a. Mempertahankan kesehatan klien.
b. Mencegah sakit yang lebih parah/penyebaran penyakit/komplikasi
akibat penyakit.
c. Membantu pemulihan kondisi klien setelah sakit. d. Mengembalikan fungsi maksimal tubuh.
e. Membantu klien terminal meninggal dengan tenang.
Tujuan penerapan proses keperawatan bagi profesionalitas keperawatan, antara lain :
a. Mempraktikkan metode pemecahan masalah dalam praktik
keperawatan.
b. Menggunakan standar praktik keperawatan.
c. Memperoleh metode yang baku, rasional, dan sistematis.
d. Memperoleh hasil asuhan keperawatan dengan efektifitas yang tinggi.
3. Metode Asuhan Keperawatan
Terdapat beberapa metode pemberian asuhan keperawatan, yaitu metode kasus, metode fungsional, metode tim, dan metode
Meskipun sebagian sistem pemberian asuhan ini disusun untuk
mengelola asuhan di Rumah Sakit, sebagian dapat diadaptasikan ke tempat lain. Memilih model pengelolaan pemberian asuhan klien yang paling tepat untuk setiap unit atau organisasi bergantung pada
keterampilan dan keahlian staf, ketersediaan perawat profesional yang terdaftar, sumber daya ekonomi dari organisasi tersebut, keakutan
klien, dan kerumitan tugas yang harus diselesaikan (Marquis & Huston, 2010).
a. Metode Kasus
Metode Kasus merupakan metode pemberian asuhan
keperawatan yang pertama kali digunakan. Pada metode ini satu perawat akan memberikan asuhan keperawatan kepada seorang klien secara total dalam satu periode dinas. Jumlah klien yang
dirawat oleh satu perawat tergantung pada kemampuan perawat tersebut dan kompleksnya kebutuhan klien.
Setelah perang Dunia II, jumlah pendidikan keperawatan dari
berbagai jenis program meningkat dan banyak lulusan bekerja di Rumah Sakit. Agar pemanfaatan tenaga yang bervariasi tersebut
b. Metode Fungsional
Pada Metode Fungsional, pemberian asuhan keperawatan ditekankan pada penyelesaian tugas dan prosedur. Setiap perawat diberi satu atau beberapa tugas untuk dilaksanakan kepada semua
klien di suatu ruangan. Komunikasi antar perawat sangat terbatas sehingga tidak ada satu perawat yang mengetahui tentang satu
klien secara komprehensif kecuali mungkin kepala ruangan. Keterbatasan itu sering menyebabkan klien merasa kurang puas terhadap layanan atau asuhan yang diberikan. Pada metode ini,
kepala ruangan menentukan tugas setiap perawat dalam suatu
ruangan. Perawat akan melaporkan tugas yang dikerjakannnya kepada kepala ruangan dan kepala ruangan tersebut bertanggung jawab dalam membuat laporan klien (Sitorus, 2006).
c. Metode Tim
Metode Tim berkembang pada awal tahun 1950-an, saat berbagai pemimpin keperawatan memutuskan bahwa pendekatan
tim dapat menyatukan perbedaan katagori perawat pelaksana. Tujuan dari keperawatan tim adalah untuk memberikan perawatan
yang berpusat pada klien. Keperawatan tim melibatkan semua anggota tim dalam perencanaan asuhan keperawatan klien, melalui penggunaan konferensi tim dan penulisan rencana asuhan
d. Metode Keperawatan Primer
Metode penugasan yang paling dipuji dan dipraktikkan saat ini adalah keperawatan primer. Tanggung jawab mencakup periode 24 jam, dengan perawat kolega yang memberikan perawatan bila
perawat primer tidak ada. Perawatan yang diberikan direncanakan dan ditentukan secara total oleh perawat primer (Swansburg,
2000). Perawat primer bertanggung-jawab untuk mengadakan komunikasi dan koordinasi dan juga akan membuat rencana pulang klien jika diperlukan. Jika perawat primer tidak bertugas,
kelanjutan asuhan akan didelegasikan kepada perawat lain (Sitorus,
2006).
4. Sifat-sifat Proses Keperawatan
Proses keperawatan memiliki beberapa sifat yang
membedakannya dengan metode lain. Sifat pertama adalah dinamis, artinya setiap langkap dalam proses keperawatan dapat kita perbarui jika situasi yang kita hadapi berubah. Sifat kedua adalah siklus, artinya
proses keperawatan berjalan menurut alur (siklus) tertentu : pengkajian, penetapan diagnosis, perencanaan, implementasi dan
evaluasi. Sifat ketiga adalah saling ketergantungan, artinya masing-masing tahapan pada proses keperawatan saling bergantung satu sama lain. Sifat terakhir adalah fleksibilitas, artinya urutan pelaksanaan
proses keperawatan dapat berubah sewaktu-waktu, sesuai dengan
5. Komponen Proses Keperawatan
a. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Disini, semua data data dikumpulkan secara sistematis guna
menentukan status kesehatan klien saat ini. Pengkajian harus dilakukan secara komprehensif terkait dengan asfek biologis,
psikologis, sosial, maupun spiritual klien. Tujuan pengkajian adalah untuk mengumpulkan informasi dan membuat data dasar klien. Metode utama yang dapat digunakan dalam pengumpulan
data adalah wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik serta
diagnostik (Asmadi, 2008). b. Diagnosa keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah pernyataan yang
menguraikan respon aktual atau potensial klien terhadap masalah kesehatan yang perawat mempunyai izin dan berkompeten untuk mengatasinya. Respon aktual dan potensial klien didapatkan dari
data dasar pengkajian, tinjauan literatur yang berkaitan, catatan medis klien masa lalu, dan konsultasi dengan profesional lain, yang
kesemuanya dikumpulkan selama pengkajian (Potter & Perry, 2005).
c. Perencanaan
Tahap perencanaan memberikan kesempatan kepada
merumuskan rencana tindakan keperawatan guna mengatasi
masalah yang dialami klien. Perencanaan ini merupakan suatu petunjuk tertulis yang menggambarkan secara tepat rencana tindakan keperawatan yang dilakukan terhadap klien sesuai dengan
kebutuhannya berdasarkan diagnosis keperawatan.
Tahap perencanaan dapat disebut sebagai inti atau pokok
dari proses keperawatan sebab perencanaan merupakan keputusan awal yang memberi arah bagi tujuan yang ingin dicapai, hal yang akan dilakukan, termasuk bagaimana, kapan, dan siapa yang akan
melakukan tindakan keperawatan. Karenanya, dalam menyusun
rencana tindakan keperawatan untuk klien, keluarga dan orang terdekat perlu dilibatkan secara maksimal (Asmadi, 2008).
d. Implementasi
Implementasi yang merupakan komponen dari proses keperawatan adalah katagori dari prilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang
dipekirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Dalam teori, implementasi dari rencana asuhan keperawatan
mengikuti komponen perencanaan dari proses keperawatan. Namun demikian, di banyak lingkungan perawatan kesehatan, implementasi mungkin dimulai secara langsung setelah pengkajian
e. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat
pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan secara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan
lainnya. Jika hasil evaluasi menunjukkan tercapainya tujuan dan kriteria hasil, klien bisa keluar dari siklus proses keperawatan. Jika sebaliknya, klien akan masuk kembali ke dalam siklus tersebut
mulai dari pengkajian ulang (reassessment). Secara umum,
evaluasi ditujukan untuk:
1) Melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan. 2) Menentukan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau
belum.
3) Mengkaji penyebab jika tujuan asuhan keperawatan belum tercapai (Asmadi, 2008).
B. Konsep Dokumentasi Asuhan Keperawatan
1. Pengertian
Dokumentasi adalah bagian dari keseluruhan tanggung jawab perawat untuk perawatan klien. Catatan klinis memfasilitasi pemberian perawatan, meningkatkan kontinuitas perawatan, dan membantu
Dokumentasi merupakan suatu catatan yang asli yang dapat
dijadikan bukti hukum, jika suatu saat ditemukan masalah yang berhubungan dengan kejadian yang terdapat dalam catatan tersebut. Sedangkan dokumentasi keperawatan merupakan bukti pencatatan dan
pelaporan perawat yang berguna untuk kepentingan klien, perawat dan tim kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan dengan dasar
komunikasi yang akurat dan lengkap secara tertulis (Hutahaean, 2010). Dokumentasi proses keperawatan merupakan bagian dari media komunikasi antara perawat yang melakukan asuhan keperawatan dengan
perawat lain atau dengan tenaga kesehatan lain, serta pihak-pihak yang
memerlukannya dan yang berhak mengetahuinya (Dinarti, 2009). 2. Tujuan dan Manfaat Dokumentasi
Menurut Ali (2009), dokumentasi keperawatan bertujuan untuk :
a. Menghindari kesalahan, tumpang-tindih dan ketidaklengkapan informasi dalam asuhan keperawatan.
b. Terbinanya koordinasi yang baik dan dinamis antara sesama atau
dengan pihak lain melalui dokumentasi keperawatan yang efektif. c. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas keperawatan.
d. Terjaminnya kualitas asuhan keperawatan.
f. Tersedianya data-data dalam penyelenggaraan penelitian karya ilmiah,
pendidikan, dan penyusunan atau penyempurnaan standar asuhan keperawatan.
g. Melindungi klien dari tindakan malpraktik.
Ali (2009) juga menyatakan dokumentasi keperawatan sangat bermanfaat dalam asuhan keperawatan yang profesional, antara lain
sebagai berikut :
a. Meningkatkan mutu asuhan keperawatan karena dokumentasi merupakan suatu kesinambungan informasi asuhan keperawatan yang
sisitematis, terarah, dan dapat dipertanggung-jawabkan.
b. Sebagai bahan pertanggungjawaban dan pertanggunggugatan di depan hukum jika diperlukan.
c. Sebagai alat pembinaan dan pertahan akuntabilitas perawat dengan
keperawatan.
d. Sebagai sarana komunikasi terbuka antara perawat dan klien.
e. Sebagai sarana komunikasi antar perawat atau perawat dengan profesi
lain.
f. Sebagi sumber data untuk penelitian dan pengembanagan
keperawatan.
g. Mengawasi, mengendalikan, dan menilai kualitas asuhan keperawatan yang diberikan oleh perawat (sesuai kompetensi masing-masing
Potter & Perry (2005) juga menjelaskan tentang tujuan dalam
pendokumentasian yaitu : a. Komunikasi
Sebagai cara bagi tim kesehatan untuk mengkomunikasikan (menjelaskan) perawatan klien termasuk perawatan individual,
edukasi klien dan penggunaan rujukan untuk rencana pemulangan. b. Tagihan finansial
D
Dookkuummeennttaassii ddaappaatt memennjjeellaasskkaann sseejjaauuhh mmaannaa lleemmbbaaggaa ppeerraawwaattaann
m
meennddaappaattkkaann ggaannttii ruruggii ((rreeiimmbbuurrssee)) atataass pepellaayyaannaann yayanngg didibbeerriikkaann
b
baaggii kklliieenn..
c. Edukasi D
Deennggaann cacattaattaann iinnii pepesseerrttaa ddiiddiikk bebellaajjaarr tetennttaanngg popollaa yayanngg hhaarruuss d
diitteemmuuii ddaallaam mbeberrbbaaggaaii mamassaallaahh kkeesseehhaattaann ddaann mmeennjjaaddii mamammppuu uunnttuukk
m
meennggaannttiissiippaassii ttiippee ppeerraawwaattaann yyaanngg didibbuuttuuhhkkaann kklliieenn..
d. Pengkajian C
Caattaattaann mmeemmbbeerriikkaann ddaattaa yayanngg ddiigguunnaakkaann peperraawwaatt ununttuukk
m
meennggiiddeennttiiffiikkaassii dadann mmeenndduukkuunngg didiaaggnnoossaa kekeppeerraawwaattaann ddaann
m
meerreennccaannaakkaann iinntteerrvveennssii yyaanngg sseessuuaaii.. e. Riset
P
Peerraawwaatt dadappaatt memenngggguunnaakkaann cacattaattaann kklliieenn sseellaammaa ststuuddii rriisseett uunnttuukk
m
meenngguummppuullkkaann iinnffoorrmmaassii tteennttaanngg ffaakkttoorr--ffaakkttoorr tteerrtteennttuu.. f. Audit dan pemantauan
T
Tiinnjjaauuaann tteerraattuurr tetennttaangng iinnffoorrmmaasisi ppaaddaa ccaattaattaann klkliieenn mmeemmbbeerrii
d
daassaarr uunnttuukk evevaalluuaassii tteennttaanngg kkuuaalliittaass ddaann kkeetteeppaattaann peperraawwaattaann yyaanngg
d
g. Dokumentasi legal P
Peennddookkuummeennttaassiiaann yayanngg akakuurraatt adadaallaahh sasallaahh sasattuu ppeerrttaahahannaan n ddiirrii
t
teerrbbaaiikk tteerrhhaaddaapp ttuunnttuuttaann yyaanngg bbeerrkkaaiittaann ddeennggaann aasusuhhaann kkeeppeerraawwaattaann..
3. Komponen Dokumentasi
Menurut Handayaningsih (2009), ada beberapa komponen dari
dokumentasi yaitu sebagai berikut : a. Komunikasi
Untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan seorang perawat perlu memahami teknik komunikasi yang benar. Dokumentasi
merupakan komunikasi secara tertulis sehingga perawat dituntut untuk dapat mendokumentasikan secara benar. Keterampilan dokumentasi yang efektif memungkinkan perawat untuk mengkomunikasikan
kepada tenaga kesehatan lainnya dan menjelaskan apa saja yang sudah, sedang, dan yang akan dikerjakan oleh perawat.
b. Proses keperawatan
Dokumentasi proses keperawatan mencakup pengkajian, identifikasi masalah, perencanaan tindakan dan pelaksanaan tindakan,
kemudian perawat mengevaluasi respon klien terhadap proses dan hasil tindakan keperawatan secara subjektif maupun objektif.
c. Standar Dokumentasi Keperawatan
Standar dokumentasi adalah suatu pernyataan tentang kualitas dan
memberikan informasi bahwa adanya suatu ukuran terhadap kualitas
dokumentasi keperawatan. 4. Prinsip-prinsip Dokumentasi
Menurut Hutahaean (2010), pendokumentasian proses keperawatan
perlu dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut :
a. Dokumentasi harus dilakukan segera setelah selesai melakukan
kegiatan keperawatan, yaitu mulai dari pengkajian pertama, diagnosa keperawatan, rencana dan tindakan serta evaluasi keperawatan.
b. Bila memungkinkan, catat setiap respon klien ataupun keluarga
tentang informasi atau data yang penting tentang keadaannya.
c. Pastikan kebenaran setiap data yang akan dicatat.
d. Data klien harus objektif dan bukan merupakan penafsiran perawat. e. Dokumentasikan dengan baik apabila terjadi perubahan kondisi atau
munculnya masalah baru, serta respon klien terhadap bimbingan perawat.
f. Hindari dokumentasi yang baku, karena sifat individu atau klien adalah
unik dan setiap klien mempunyai masalah yang berbeda.
g. Hindari penggunaaan istilah penulisan yang tidak jelas dari setiap
catatan yang dicatat.
i. Untuk memperbaiki kesalahan dalam pencatatan atau salah tulis,
sebaiknya data yang salah dicoret dan diganti dengan data yang benar, kemudian tanda tangani.
j. Untuk setiap dokumentasi, cantumkan waktu, tanda tangan, dan nama
jelas penulis.
k. Wajib membaca setiap tulisan dari anggota tim kesehatan yang lain,
sebelum menulis data terakhir yang akan dicatat.
l. Dokumentasi harus dibuat dengan tepat, jelas dan lengkap.
5. Model Dokumentasi Keperawatan
Hutahaean (2010) menyatakan model dokumentasi keperawatan
merupakan model dokumentasi dimana data-data klien dimasukkan dalam suatu format, catatan dan prosedur dengan tepat yang dapat memberikan gambaran perawatan secara lengkap dan akurat.
Model dokumentasi keperawatan tersebut terdiri dari komponen yaitu sebagai berikut (Hutahaean, 2010) :
a. Model dokumentasi SOR (Source-Oriented-Record)
Model dokumentasi SOR merupakan model dokumentasi yang berorientasi pada sumber. Model ini dapat diterapkan pada klien rawat
inap, yang didalamnya terdapat catatan pesan dokter yang ditulis oleh dokter, dan riwayat keperawatan yang di tulis oleh perawat. Namun demikian, secara umum catatan ini berisi pesan dari dokter.
Catatan-catatan dalam model ini ditempatkan atas dasar disiplin orang atau
terdiri dari lima komponen yaitu lembar penerimaan berisi biodata,
lembar instruksi dokter, lembar riwayat medik atau penyakit, catatan perawat, serta catatan dan laporan khusus..
Keuntungan model dokumentasi SOR :
1) Menyajikan data yang berurutan dan mudah diidentifikasi. 2) Memudahkan perawat melakukan cara pendokumentasian.
3) Proses pendokumentasian menjadi sederhana. Kerugian model dokumentasi SOR :
1) Sulit untuk mencari data sebelumnya.
2) Waktu pelaksanaan asuhan keperawatan memerlukan waktu yang
banyak.
3) Memerlukan pengkajian data dari beberapa sumber untuk menentukan masalah dan intervensi yang akan diberikan kepada
klien.
4) Perkembangan klien sulit dipantau.
b. Model dokumentasi POR (Problem-Oriented-Record)
Model dokumentasi POR (Problem-oriented record) merupakan model dokumentasi yang berorientasi pada masalah, dimana model ini
berpusat pada data klien yang didokumentasikan dan disusun menurut maslah klien. Komponen-komponen model dokumentasi POR adalah data dasar, daftar masalah, daftar rencana awal asuhan keperawatan,
dan catatan perkembangan.
1) Fokus catatan asuhan keperawatan lebih menekankan pada
masalah klien dan proses penyelesaian masalah daripada tugas dokumentasi.
2) Pendokumentasian asuhan keperawatan dilakukan secara kontinu.
3) Evaluasi dan penyelesaian masalah didokumentasikan dengan jelas.
4) Daftar masalah merupakan check list untuk masalah klien. Kerugian Model dokumentasi POR (Problem-oriented record) : 1) Dapat menimbulkan kebingungan jika setiap hal harus dimasukkan
dalam daftar masalah.
2) Pencatatan dengan menggunakan bentuk SOAPIER, dapat menimbulkan pengulangan yang tidak perlu.
3) Perawat yang rutin dalam memberikan asuahan keperawatan makin
diabaikan dalam pendokumentasian proses keperawatan ini. c. Model keperawatan POR (Progress-Oriented-Record)
Model keperawatan POR (Progress-oriented-record) merupakan
model dokumentasi yang berorientasi pada perkembangan dan kemajuan klien.
d. Model dokumentasi CBE (Charting By Exception)
Model dokumentasi CBE (charting by exception) adalah sistem dokumentasi yang hanya mencatat hasil atau penemuan yang
dimaksud dalam hal ini menyangkut keadaan yang tidak sehat yang
mengganggu kesehatan klien.
e. Model dokumentasi PIE (Problem-Intervension-Evaluation)
Model dokumentasi PIE (problem-intervension-evaluation)
merupakan suatu pendekatan orientasi proses pada dokumentasi keperawatan dengan penekanan pada masalah keperawatan, intervensi
dan evaluasi keperawatan.
f. Model dokumentasi POS (Process-Oriented-System)
Model dokumentasi POS (process-oriented-system) yang disebut
juga dengan model dokumentasi fokus adalah suatu model
dokumentasi yang berorientasi pada proses keperawatan mulai dari pengumpulan data klien, diagnosis keperawatan, penyebab masalah, dan definisi karakteristik yang dinyatakan sesuai dengan keadaan
klien.
g. Sistem dokumentasi core
Sistem dokumentasi core merupakan sistem dokumentasi pusat
yang merupakan bagian terpenting dari sistem dokumentasi dalam proses keperawatan. Komponen sistem dokumentasi core adalah
C. Konsep Supervisi
1. Pengertian
Supervisi berasal dari kata super (bahasa latin yang berarti di atas) dan videre (bahasa latin yang berarti melihat). Bila dilihat dari asal kata aslinya, supervisi berarti “melihat dari atas”. Pengertian supervisi secara
umum adalah melakukan pengamatan secara langsung dan berkala oleh “atasan” terhadap pekerjaan yang dilakukan bawahan untuk kemudian bila
ditemukan masalah, segera diberikan bantuan yang bersifat langsung guna mengatasinya (Suarli & Bahtiar, 2009).
Kron & Grey (1987) mengartikan supervisi sebagai kegiatan yang
merencanakan, mengarahkan, membimbing, mengajar, mengobservasi, mendorong, memperbaiki, memercayai, dan mengevaluasi secara berkesinambungan anggota secara menyeluruh sesuai dengan kemampuan
dan keterbatasan yang dimiliki anggota.
Marquis & Huston (2010) mengemukakan supervisi adalah suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk membantu tenaga
keperawatan dalam melakukan pekerjaan mereka secara efektif. Dari beberapa pengertian tersebut, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa
supervisi merupakan suatu kegiatan yang mengandung dua dimensi pelaku, yaitu pimpinan dan anggota atau orang yang disupervisi. Kedua dimensi pelaku tersebut walaupun secara administratif berbeda level dan perannya,
namun dalam pelaksanaan kegiatan supervisi keduanya memiliki andil
2. Manfaat Supervisi
Apabila supervisi dapat dilakukan dengan baik, akan diperoleh banyak manfaat. Manfaat tersebut diantaranya adalah sebagai berikut
(Suarli & Bahtiar, 2009) :
a. Supervisi dapat meningkatkan efektifitas kerja. Peningkatan efektifitas
kerja ini erat hubungannya dengan peningkatan pengetahuan dan keterampilan bawahan, serta makin terbinanya hubungan dan suasana kerja yang lebih harmonis antara atasan dan bawahan.
b. Supervisi dapat lebih meningkatkan efesiensi kerja. Peningkatan efesiensi kerja ini erat kaitannya dengan makin berkurangnya
kesalahan yang dilakukan bawahan, sehingga pemakaian sumber daya (tenaga, harta dan sarana) yang sia-sia akan dapat dicegah.
Apabila kedua peningkatan ini dapat diwujudkan, sama artinya dengan telah tercapainya tujuan suatu organisasi. Tujuan pokok dari
supervisi ialah menjamin pelaksanaan berbagai kegiatan yang telah direncanakan secara benar dan tepat, dalam arti lebih efektif dan efesien, sehingga tujuan yang telah ditetapkan organisasi dapat dicapai dengan
memuaskan (Suarli & Bahtiar, 2009).
Menurut Suyanto (2009), selain tugas dan fungsi yang dimiliki
a. Dalam keperawatan, fungsi supervisi adalah untuk mengatur dan
mengorganisir proses pemberian pelayanan keperawatan menyangkut pelaksanaan standar asuhan yang telah disepakati.
b. Fungsi utama supervisi modern adalah menilai dalam memperbaiki
faktor-faktor yang mempengaruhi proses pemberian pelayanan asuhan keperawatan.
c. Fungsi utama supervisi dalam keperawatan adalah mengkoordinasi, menstimulasi, dan mendorong kearah peningkatan kualitas asuhan keperawatan.
d. Fungsi supervisi adalah membantu (assistensing), memberi suport
(supporting) dan mengajak untuk diikutsertakan (sharing). 3. Teknik Supervisi
Muninjaya (2004) menyebutkan teknik supervisi dapat dilakukan sebagai
berikut :
a. Pengamatan Langsung
Supervisi langsung oleh pimpinan ke lapangan bertujuan untuk
mengamati kegiatan staf pada saat mereka sedang melaksanakan tugas-tugasnya. Pengamatan dilakukan dengan membandingkan hasil
pengamatan dengan standar program. Data atau informasi tentang pelaksanaan suatu program yang diperoleh melalui cara seperti ini mempunyai kualitas yang terbaik (akurat). Syaratnya, harus ada
motivasi tinggi pada pimpinan untuk turun ke lapangan dan dilakukan
b. Laporan lisan
Pimpinan juga dapat memperoleh data langsung tentang pelaksanaan suatu program denagan mendengarkan laporan lisan staf atau pengaduan masyarakat. Dengan pengawasan melalui laporan
lisan, pimpinan hanya memperoleh informasi terbatas tentang kemajuan program atau laporan kasus penyalahgunaan wewenang oleh
staf dari laporan masyarakat. Dalam hal ini, pimpinan juga harus peka dengan raut wajah staf dan cara mereka melapor, jika seandainya laporan yang diterima tidak benar apalagi jika tidak ditunjang dengan
data (fakta).
c. Laporan tertulis
Staf penanggung jawab program diminta membuat laporan singkat tentang hasil kegiatannya. Informasi nya hanya terbatas pada hal-hal
yang dianggap penting oleh staf. Format laporan staf harus dibuat. Sistem pencatatan dan pelaporan yang secara rutin dibuat oleh staf dapat dimanfaatkan untuk menegembangkan program asalkan laporan
tersebut sudah dianalisis dengan baik.
4. Prinsip-prinsip supervisi
Menurut Suyanto (2009), supervisi dapat dijalankan dengan baik jika seorang supervisor dapat memahami prinsip-prinsip supervisi dalam keperawatan sebagai berikut :
a. Didasarkan atas hubungan profesional bukan pribadi.
c. Bersifat edukatif, supportif, dan informal.
d. Memberikan perasaan aman pada staf dan pelaksana keperawatan. e. Membentuk hubungan yang demokratis antara supervisor dan staf. f. Harus objektif dan sanggup mengadakan self evaluation.
g. Harus progresif, inovatif, fleksibel dan dapat mengembangkan kelebihan masing-masing perawat yang disupervisi.
h. Konstuktif dan kreatif dalam mengembangkan diri sesuai disesuaikan dengan kebutuhan.
i. Dapat meningkatkan kinerja bawahan dalam upaya meningkatkan
kualitas asuhan keperawatan.
Dharma (2003) menyatakan agar dapat memimpin secara efektif, seorang supervisor harus mampu berkomunikasi dengan jelas, mengharapkan yang terbaik dari orang-orangnya, berpegang pada tujuan,
dan berusaha memperoleh komitmen. Keempat prinsip ini boleh jadi tidak mencakup semua hal yang dipandang perlu dihayati dan dilaksanakan oleh seorang supervisor. Namun, pengalaman telah menujukkan bahwa
keempat prinsip itu paling menonjol di kalangan para supervisor yang efektif.
5. Pelaksana supervisi
Supervisi dilaksanakan oleh atasan yang memiliki kelebihan dalam organisasi. Idealnya, kelebihan tersebut tidak hanya dari aspek status dan
kedudukan, tetapi juga pengetahuan dan keterampilan. Berdasarkan hal
supervisi dengan baik ada beberapa syarat atau karakteristik yang harus
dimiliki oleh pelaksana supervisi (Suarli & Bahtiar, 2009). Adapun karakteristik yang dimaksud adalah sebagai berikut:
a. Sebaiknya pelaksana supervisi adalah atasan langsung dari yang
disupervisi.
b. Pelaksana supervisi harus memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang
cukup untuk jenis pekerjaan yang akan disupervisi.
c. Pelaksana supervisi harus memiliki ketrampilan melakukan supervisi, artinya memahami prinsip-prinsip pokok supervisi serta teknik
supervisi.
d. Pelaksana supervisi harus memiliki sifat edukatif dan suportif, bukan otoriter.
e. Pelaksana supervisi harus mempunyai waktu yang cukup, sabar, dan
selalu berupaya meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan prilaku bawahan yang disupervisi.
Menurut Suyanto (2009), Supervisi keperawatan dilaksanakan oleh
personil atau bagian yang bertanggung jawab antara lain: a. Kepala Ruangan
Kepala ruangan bertanggung-jawab untuk melakukan supervisi pelayanan keperawatan yang diberikan kepada klien di ruang perawatan yang dipimpinnya. Kepala ruangan mengawasi pearawat
langsung maupun tidak langsung disesuaikan dengan metode
penugasan yang diterapkan di ruang tersebut. b. Pengawas perawatan
Ruang perawatan dan unit pelayanan yang berada di bawah unit
pelaksana fungsional (UPF) mempunyai pengawas yang bertanggung-jawab mengawasi jalannya pelayanan keperawatan.
c. Kepala bidang perawatan
Sebagai top manajer dalam keperawatan, kepala bidang perawatan bertanggung-jawab untuk melakukan supervisi baik secara langsung
atau tidak langsung melalui para pengawas perawatan.
6. Kompetensi yang dimiliki supervisor
Arwani (2005) menyebutkan ada beberapa kompetensi yang yang harus dimiliki oleh supervisor, yaitu sebagai berikut :
a. Kompetensi utama yang harus dikuasai supervisor keperawatan adalah kemampuan memberikan pengarahan dan petunjuk yang jelas sehingga dapat dimengerti oleh staf dan pelaksana keperawatan.
b. Kompetensi kedua adalah supervisor harus mampu memberikan saran, nasihat, dan bantuan yang benar-benar dibutuhkan oleh staf dan
pelaksana keperawatan.
c. Kompetensi ketiga adalah kemampuan dalam memberikan motivasi untuk meningkatkan semangat kerja staf dan pelaksana keperawatan.
d. Kompetensi keempat adalah kemampuan memberikan latihan dan
e. Kompetensi kelima bersinggungan dengan kemampuan dalam
melakukan penilaian secara objektif dan benar terhadap kinerja keperawatan.
7. Bentuk supervisi klinik keperawatan
Supratman & Sudaryanto (2008) menyatakan model supervisi klinik keperawatan di Indonesia belum jelas seperti apa dan bagaimana
implementasinya di Rumah Sakit. Belum diketahui model yang sesuai dan efektif yang dapat diterapkan. Salah satu model supervisi klinik adalah model akademik. Model ini diperkenalkan oleh Farington (1995) untuk
membagi pengalaman supervisor kepada perawat pelaksana sehingga ada
proses pengembangan kemampuan profesional yang berkelanjutan (CPD/ continuing Profesional Development). Dalam model akademik proses supervisi klinik meliputi tiga kegiatan, yaitu edukatif, suportif, dan
manajerial.
a. Kegiatan Edukatif
Kegiatan educative adalah kegiatan pembelajaran secara tutorial
antara supervisor dengan perawat pelaksana. Supervisor mengajarkan pengetahuan dan keterampilan serta membangun pemahaman tentang
reaksi dan refleksi dari setiap intervensi keperawatan. Supervisor melatih perawat untuk mengeksplore strategi atau tehnik-tehnik lain dalam bekerja (Supratman & Sudaryanto, 2008). Penerapan kegiatan educative dapat
dilakukan dengan memberikan bimbingan dan arahan kepada perawat
umpan balik. Kegiatan ini dilakukan secara berkelanjutan untuk mengawal
pelaksanaan pelayanan keperawatan yang aman dan profesional. Hasil yang diharapkan dari kegiatan ini adalah: perawat selalu mendapat pengetahuan yang baru, terjadi peningkatan pemahaman, peningkatan
kompetensi, peningkatan keterampilan berkomunikasi, dan peningkatan rasa percaya diri (Barkauskas, 2000).
b. Kegiatan Suportif
Kegiatan supportive adalah kegiatan yang bertujuan untuk mengidentifikasi solusi dari suatu permasalahan yang ditemui dalam
pemberian asuhan keperawatan baik yang terjadi diantara sesama perawat maupun dengan pasien. Supervisor melatih perawat menggali ”emosi”
ketika bekerja. Kegiatan supportive dirancang untuk memberikan dukungan kepada perawat agar dapat memiliki sikap yang saling
mendukung di antara perawat sebagai rekan kerja profesional sehingga memberikan jaminan kenyamanan dan validasi (Supratman & Sudaryanto, 2008). Penerapan kegiatan supportive dapat dilakukan dengan cara
mengadakan pertemuan untuk mendiskusikan suatu kasus atau case conference. Hasil yang diharapkan dari kegiatan ini adalah: kemampuan
memberikan dukungan, peningkatan coping di tempat kerja, membina hubungan yang baik di antara staf, kenyamanan di tempat kerja, kepuasan perawat, mengurangi kecemasan, mengurangi konflik, dan mengurangi
ketidakdisplinan kerja (Barkauskas, 2000).
Kegiatan manajerial dilakukan dengan melibatkan perawat dalam
perbaikan dan peningkatan standar, contoh: mengkaji standar operasional prosedur (SOP) yang ada kemudian diperbaiki hal-hal yang perlu (Supratman & Sudaryanto, 2008). Fungsi manajerial ini berupa
pemeriksaan nilai-nilai profesional dan standar keperawatan dari pandangan individu dan bagaimana mereka menegakkan dengan kebijakan
serta visi dan misi dari organisasi. Hal yang sama juga bisa dilihat dari dari pengurangan konflik, pemecahan masalah dan mempromosikan tim kerja kedalam tim multiprofesional dalam bagian fungsi manajerial (Karvinen,
2006).
Swansburg (2000) menyatakan kegiatan manajerial mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
1
1)).. PPeerreennccaannaaaann
Perencanaan dapat didefinisikan sebagai upaya untuk memutuskan apa yang akan dilakukan, siapa yang melakukan, bagaimana, kapan dan dimana hal tersebut dilakukan. Perencanaan merupakan fungsi yang
dituntut dari semua manajer sehingga tujuan dan kebutuhan individu maupun organisasi dapat terpenuhi. Perencanaan yang adekuat mendorong
pengelolaan terbaik sumber daya yang ada. Dalam perencanaan yang efektif, manajer harus mengidentifikasi tujuan jangka pendek dan jangka panjang serta melakukan perubahan yang diperlukan untuk menjamin
2
2)).. PPeennggoorrggaanniissaassiiaann
Pengorganisasian adalah pengelompokan aktivitas-aktivitas untuk mencapai tujuan objektif, penugasan suatu kelompok manajer dengan autoritas pengawasan setiap kelompok, dan menentukan cara dari
pengorganisasian aktivitas yang tepat dengan unit lainnya (Swansburg, 2000).
3
3)).. PPeennggaarraahhaann//ppeerrggeerraakkaann
Pengarahan/pergerakan adalah tindakan fisik dari manajemen keperawatan, proses interpersonal dimana personel keperawatan mencapai
objektif keperawatan. Manajer keperawatan akan belajar sesuatu dari
prilaku manusia. Bawahan adalah manusia seutuhnya yang harus dikelola yang akan memberikan respon terhadap institusi tempatnya bekerja (Swansburg, 2000).
4
4)).. KKoonnttrrooll aattaauu PPeennggeennddaalliiaann
Pengontrolan atau pengendalian adalah melihat bahwa segala sesuatu dilaksanakan sesuai dengan rencana yang disepakati, instruksi
yang telah diberikan serta prinsip-prinsip yang telah diberlakukan. Manajer perawat akan merealisasikan cara terbaik dalam menjamin