BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Plastik
Plastik adalah senyawa polimer yang terbentuk dari polimerisasi
molekul-molekul kecil (monomer) hidrokarbon yang membentuk rantai yang panjang dengan
struktur yang kaku. Plastik merupakan senyawa sintesis dari minyak bumi (terutama
hidrokarbon rantai pendek) yang dibuat dengan reaksi polimerisasi monomer yang
sama sehingga terbentuk rantai panjang dan kaku dan akan menjadi padat setelah
temperatur pembentukannya (Wardania, 2009)
Plastik merupakan kemasan makanan yang sangat populer dan menjadi pilihan
favorit penjual makanan. Tidak sedikit penjual makanan yang menggunakan plastik
sebagai pengemas makanan, namun tidak sedikit juga penjual makanan yang khawatir
akan dampak penggunaan plastik terutama plastik kresek hitam dan kemudian beralih
menggunakan kertas cokelat sebagai pengemas makanan. Tapi tanpa disadari, kertas
cokelat tersebut juga sudah dilapisi plastik dan ini menunjukkan betapa populernya
penggunaan plastik dalam kehidupan sehari-hari. Kelebihan dari kemasan plastik
yang ringan, fleksibel, multiguna, kuat, tidak bereaksi, tidak berkarat, dapat diberi
warna dan harganya yang murah seakan membutakan masyarakat tentang dampak
yang ditimbulkan, seperti terjadinya perpindahan zat-zat penyusun dari plastik ke
dalam makanan, terutama jika makanan tersebut tidak cocok dengan plastik yang
mengemasnya. Zat-zat penyusun tersebut cukup tinggi potensinya untuk
Menurut Syarief yang dikutip oleh Hesty Herlina (2009) komponen utama
plastik sebelum membentuk polimer adalah monomer, yakni rantai yang paling
pendek. Polimer merupakan gabungan dari beberapa monomer yang akan membentuk
rantai yang sangat panjang. Bila rantai tersebut dikelompokkan bersama -sama dalam
suatu pola acak, menyerupai tumpukan jerami maka disebut amorp, jika teratur hampir sejajar disebut kristalin dengan sifat yang lebih keras dan tegar.
Menurut Nurminah dan Julianti (2006), klasifikasi plastik menurut struktur
kimianya terbagi atas dua macam yaitu:
1. Linear, bila monomer membentuk rantai polimer yang lurus (linear) maka akan
terbentuk plastik thermoplastik yang mempunyai sifat meleleh pada suhu tertentu, melekat mengikuti perubahan suhu dan sifatnya dapat balik (reversible) kepada sifatnya yakni kembali mengeras bila didinginkan.
2. Jaringan tiga dimensi, bila monomer berbentuk tiga dimensi akibat polimerisasi
berantai, akan terbentuk plastik thermosetting dengan sifat tidak dapat mengikuti perubahan suhu (irreversible). Bila sekali pengerasan telah terjadi maka bahan tidak dapat dilunakkan kembali.
Kemasan plastik saat ini mendominasi industri makanan di Indonesia,
menggeser penggunaan kemasan logam dan gelas. Hal ini disebabkan karena
kelebihan dari kemasan plastik yaitu ringan, fleksibel, multiguna, kuat, tidak bereaksi,
tidak karatan dan bersifat termoplastis (heat seal), dapat diberi warna dan harganya yang murah. Kelemahan dari plastik karena adanya zat monomer dan molekul kecil
dari plastik yang mungkin bermigrasi ke dalam bahan pangan yang dikemas
Plastik dibuat dengan cara polimerisasi yaitu menyusun dan membentuk
secara sambung menyambung bahan-bahan dasar plastik yang disebut monomer.
Misalnya, plastik jenis Polivinil Chlorida (PVC), sesungguhnya adalah monomer dari vinil klorida. Di samping bahan dasar berupa monomer, di dalam plastik juga terdapat bahan non plastik yang disebut aditif yang diperlukan untuk memperbaiki sifat-sifat
plastik itu sendiri. Bahan aditif tersebut berupa zat-zat dengan berat molekul rendah,
yang dapat berfungsi sebagai pewarna, antioksidan, penyerap sinar ultraviolet, anti lekat, dan masih banyak lagi (Koswara, 2006).
Plastik dibagi menjadi dua berdasarkan sifat-sifatnya terhadap perubahan suhu,
yaitu: (1) termoplastik: meleleh pada suhu tertentu, melekat mengikuti perubahan suhu dan mempunyai sifat dapat balik (reversibel) kepada sifat aslinya, yaitu kembali mengeras bila didinginkan. (2) termoset: tidak dapat mengikuti perubahan suhu (irreversibel). Bila sekali pengerasan telah terjadi maka bahan tidak dapat dilunakkan kembali (Simanjuntak, 2010).
2.2 Plastik Sebagai Wadah Makanan
Akhir-akhir ini banyak dibahas di berbagai media bahwa plastik itu berbahaya
bagi kesehatan. Orang awam tentu saja agak sulit membedakan mana plastik yang
aman dan yang tidak aman. Namun kita tidak perlu khawatir, sebab sudah diatur dan
ditetapkan secara internasional sehingga di negara manapun di dunia ini
menggunakan kode dan simbol yang sama. Namun demikian masyarakat masih
banyak yang tidak mengetahui hal tersebut. Padahal sangatlah penting mengetahui
kode dan simbol tersebut sebab berkaitan dengan jenis bahan dan dampak
The Society of Plastic Industry pada tahun 1998 di Amerika Serikat
mengeluarkan kode pengenal plastik yang diadopsi oleh lembaga pengembangan
sistem kode, seperti ISO (International Organization for Standardization). Secara
umum tanda pengenal plastik tersebut : (1) berada atau terletak dibagian bawah. (2)
berbentuk segitiga. (3) di dalam segitiga tersebut terdapat angka. (4) serta nama jenis
plastik di bawah segitiga.Menurut IATP (Institute for Agriculture and Trade Policy)
(2008) tanda pengenal plastik itu dibagi menjadi 7 buah kelompok :
Tabel 2.1. Kode dan Jenis Plastik pada Wadah Makanan
Nomor Kode Jenis Plastik Keterangan
PETE atau PET (polyethylene terephthalate)
Direkomendasikan hanya untuk sekali pemakaian karena dapat mengeluarkan zat karsinogenik bila digunakan untuk menyimpan air hangat atau panas.
HDPE
(high density polyethylene)
Direkomendasikan hanya untuk sekali pemakaian karena pelepasan senyawa antimoni trioksida terus meningkat seiring waktu.
PVC
(polyvinyl chloride)
Plastik jenis ini sebaiknya tidak untuk mewadahi pangan yang mengandung lemak/minyak, alkohol dan dalam kondisi panas.
LDPE
(low density polyethylene)
Sulit dihancurkan, tetapi baik untuk tempat makanan karena sulit bereaksi secara kimiawi dengan makanan yang dikemas dengan bahan ini.
PP (polypropylene)
Merupakan pilihan bahan plastik terbaik, terutama untuk tempat makanan dan minuman seperti tempat menyimpan makanan, botol minuman dan terpenting botol minum untuk bayi.
PS (polystyrene)
Plastik jenis ini harus dihindari, dapat mengeluarkan bahan styrene ke dalam makanan ketika makanan tersebut bersentuhan.
OTHER
(SAN (styrene acrylonitrile), ABS (acrylonitrile butadiene styrene), PC (polycarbonate), Nylon)
2.3 Bahaya Plastik Kresek Daur Ulang Sebagai Wadah Makanan Siap Santap Dalam kehidupan sehari-hari plastik kresek memang memiliki banyak
kegunaan. Namun plastik juga memiliki kelemahan, yaitu tidak tahan panas, dapat
mencemari produk akibat migrasi komponen monomer yang akan berakibat buruk
terhadap kesehatan konsumen. Beberapa jenis kemasan plastik berpotensi
menimbulkan gangguan kesehatan termasuk diantaranya kantung plastik kresek
berwarna serta kemasan plastik berbahan dasar polistiren dan polivinil klorida (PVC). Banyak dari kantung plastik kresek daur ulang dibuat dari plastik bekas yang riwayat
penggunaannya tidak jelas melalui proses daur ulang yang tidak terjamin
kebersihannya dan proses daur ulang dalam pembuatan plastik kresek juga
menggunakan bahan kimia tertentu (Handayani, 2003).
Dalam kegunaannya plastik kresek juga menjadi pembungkus makanan
termasuk makanan siap santap yang dijajakan penjual. Makanan siap santap adalah
makanan yang umumnya telah diproses melalui proses pemanasan. Di Indonesia,
sebagian besar makanan siap santap diproses dengan panas tinggi dalam waktu yang
cukup lama karena pada umumnya masyarakat Indonesia terbiasa menyantap
makanan yang benar-benar matang (Ratih dan Hariyadi, 2005). Dewasa ini pangan
disajikan dalam berbagai bentuk dan variasi, salah satunya adalah makanan olahan
siap saji atau siap santap. Pelaku usaha bisnis rumah makan atau lebih umum disebut
dengan penjual makanan semakin menjamur dengan berbagai jenis menu dan aneka
konsep rumah makan, demikian juga dengan penjual makanan jajanan pinggir jalan.
berniat untuk menikmati makanan tersebut di tempat lain atau untuk diberikan kepada
orang lain atau kerabat (Ayodya, 2007). Biasanya para penjual makanan pinggir jalan
memberikan plastik kresek sebagai wadah makanan siap santap yang dibeli oleh
pembeli. Namun ada sisi negatif dari pemberian plastik kresek ini terhadap makanan
siap santap yang dibeli karena makanan panas yang dibeli oleh pembeli tersebut dapat
bereaksi dengan komponen kimia pembuat plastik kresek tersebut. Makanan tersebut
langsung dikonsumsi oleh konsumen dan dapat menimbulkan efek kesehatan.
Menurut Nurhadi dalam Handayani (2003), plastik yang dijadikan bahan
kemasan makanan dibuat dari berbagai bahan kimia seperti polypropilene, polyetilene, polyvinyl chloride, dan polycarbonate. Selain itu, sejenis bahan pelembut (plastikizers) turut dimasukkan agar produk plastik tersebut bertekstur licin dan mudah dilenturkan untuk dibentuk dalam aneka bentuk yang menarik. Bahan
pelembut ini kebanyakannya terdiri dari kumpulan phthalate. Untuk membuatnya menjadi kaku maka ditambahkan filler, misalnya untuk tutup botol air kemasan, lalu ada senyawa compound dalam proses pewarnaan, membuat agar tahan panas, dan lain-lain. Kestabilan semua bahan akan menjamin keamanan produk plastik tersebut.
Pada tahun 1997 sewaktu Indonesia mengalami krisis moneter, adalah awal
ditemukannya plastik kresek berbau. Hal itu disebabkan karena pada saat itu
produsen kesulitan mendapatkan bahan baku plastik untuk didaur ulang. Akibatnya,
plastik yang sudah lama dan rusaklah yang didaur ulang. Itulah sebabnya, mengapa
plastik kresek hitam itu bau. Sebenarnya plastik kresek itu tidak berbau dan berwarna.
Jadi, bila ada plastik yang bau dan berwarna gelap jangan gunakan untuk
makanan seperti gorengan juga tidak boleh. Karena, plastik itu didesain bukan untuk
makanan. Sentuhan antara makanan dan plastik itu akan mengeluarkan pelarut yang
berbahaya bagi kesehatan. Ditambah lagi, dengan bau tidak sedap yang muncul dari
plastik tersebut.
Kantong kresek hitam daur ulang mengandung beberapa zat aditif yang sangat
berbahaya bagi manusia. Plastik kresek hitam daur ulang tersebut mengandung zat
aditif seperti ester ftalat, ester adipat atau diethylhexyl adipate (DEHA) yang merupakan zat kimia pelentur atau dikenal plasticizer. Kemudian zat pewarna berupa senyawa krom (Cr), Titan dioksida (TiO2), zat stabilizer seperti Plumbun (Pb),
Cadmium (Cd), Seng (Zn), Sn(CH3)3 dan epoxidized soybean oil (ESBO) (Hadi, 2002).
Pada tahun 2010, Pusat Data dan Informasi Persatuan Rumah Sakit Seluruh
Indonesia (PERSSI) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) juga pernah
mengimbau agar masyarakat tidak menggunakan tas kresek hitam untuk
membungkus makanan siap santap. BPOM menjelaskan tas plastik jenis ini
kebanyakan merupakan produk daur ulang. Sementara itu, penggunaan sebelumnya
tidak diketahui, apakah bekas wadah pestisida, limbah rumah sakit, kotoran hewan
dan manusia, atau limbah logam berat. Proses daur ulang itu juga diketahui
menggunakan berbagai bahan kimia yang berbahaya bagi kesehatan (Suhendra,
2009).
Plastik kresek daur ulang berbahaya bila dijadikan pembungkus langsung
pada makanan siap santap. Oleh karena itu sebaiknya untuk membawa makanan
2.4 Efek Toksik Plastik Kresek Hitam Daur Ulang bagi Tubuh
Plastik kresek hitam daur ulang mengandung beberapa zat aditif yang sangat
berbahaya bagi manusia. Plastik kresek hitam daur ulang tersebut mengandung zat
aditif seperti ester ftalat, ester adipat (DEHA) dan ESBO yang merupakan zat kimia pelentur atau dikenal plasticizer. Kemudian zat pewarna berupa senyawa krom (Cr), dan TiO2 (Titan dioksida), zat stabilizer seperti Plumbun (Pb), Cadmium (Cd), Seng
(Zn), Sn(CH3)3.
2.4.1 Plasticizer
Plasticizer atau bahan pelembut atau bahan pelentur dalam pembuatan plastik
kresek adalah ester ftalat, ester adipat (DEHA) dan ESBO. DEHA mempunyai aktivitas mirip dengan hormon estrogen (hormon kewanitaan pada manusia).
Berdasarkan hasil uji pada hewan, DEHA dapat merusakkan sistem peranakan dan
menghasilkan janin yang cacat, selain mengakibatkan kanker hati (Awang MR,
1999). Meskipun dampak DEHA pada manusia belum diketahui secara pasti, hasil
penelitian yang dilakukan pada hewan sudah sepantasnya membuat kita berhati-hati.
Sementara ester ftalat dapat mengganggu sistem endokrin dan infeksi hati (Hadi,
2002).
2.4.2 Kromium (Cr)
Kromium bersifat karsinogenik terhadap alat pernafasan dan toksik bagi kulit,
mata, alat pernafasan, alat pencernaan, serta bisa ditransfer ke embrio melalui
2.4.3 Timbal (Pb)
Logam Pb dapat masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan, makanan, dan
minuman. Logam Pb tidak dibutuhkan oleh manusia, sehingga bila makanan tercemar
oleh logam tersebut, tubuh akan mengeluarkannya sebagian. Sisanya akan
terakumulasi pada bagian tubuh tertentu seperti ginjal, hati, kuku, jaringan lemak, dan
rambut (Astawan, 2008).
2.4.4 Cadmium (Cd)
Kadmium bisa memberikan efek toksik pada hati, ginjal, paru-paru, jantung,
tulang, kerapuhan pada tulang dan sistem reproduksi. Toksisitas Cd secara akut
menunjukkan gejala seperti gejala flu (metal fume fever), yaitu lemah, lesu, sakit kepala, menggigil, berkeringat, nyeri otot, dan edema pulmo. Toksisitas Cd secara
kronis menunjukkan gejala kanker paru-paru, emfisiema, kanker prostat, kerusakan
ginjal, kerusakan hepar, anemia, diskolorasi gigi, osteomalasia, osteoporosis, dan
anosmia (Widowati dkk, 2008).
2.4.5 Seng (Zn)
Toksisitas Zn bersifat akut dan kronis. Toksisitas Zn jarang terjadi karena
konsumsi Zn, karena gangguan alat pencernaan dan diare yang diakibatkan oleh
minuman dan makanan yang terkontaminasi peralatan yang dilapisi Zn. Gejala
defisiensi Zn berupa terhambatnya pertumbuhan, rambut rontok, diare, kelambatan
kematangan seksual, impoten, lesi mata, lesi kulit, dan kehilangan nafsu makan serta
gangguan perkembangan mental pada anak/bayi, kehilangan berat badan, proses
penyembuhan luka yang memerlukan waktu lama, gangguan syaraf perasa, kelelahan
kehamilan, gangguan sistem syaraf, gangguan daya tahan tubuh, dan masalah kulit
(Widowati dkk, 2008).
2.5 Konsep Perilaku Kesehatan
Menurut Skinner (1938), perilaku kesehatan (healthy behaviour) adalah respons
seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit,
dan faktor-faktor yang mempengaruhi sehat-sakit (kesehatan) seperti lingkungan,
makanan, minuman, dan pelayanan kesehatan.
Menurut Benyamin Bloom (1908) perilaku manusia dibagi kedalam tiga
domain yaitu kognitif (cognitive), afektif (affective), dan psikomotor (pshycomotor).
Dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil
pendidikan kesehatan, yaitu: (1) pengetahuan peserta terhadap materi pendidikan
yang diberikan (knowledge). (2) sikap atau tanggapan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan (attitude). (3) praktek atau tindakan yang dilakukan oleh peserta didik sehubungan dengan materi pendidikan yang diberikan (practice) (Notoatmodjo, 2005).
2.5.1 Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang
terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan
sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan
pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi
terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera
Sebelum seseorang mengadopsi perilaku (berperilaku baru), ia harus tahu
terlebih dahulu apa arti atau manfaat perilaku tersebut bagi dirinya atau keluarganya
(Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan tersebut dapat berupa hasil tahu dari indera
manusia, misalnya peringatan yang dikeluarkan BPOM terkait larangan penggunaan
plastik kresek terutama plastik kresek hitam daur ulang sebagai pembungkus
makanan, informasi yang diperoleh dari masyarakat sekitar tentang bahaya plastik
kresek, dan kemudahan penggunaan plastik kresek sebagai wadah dan pembungkus
makanan.
Dari hasil penelitian yang dilakukan Nova Yanti Siregar (2011) pada ibu rumah
tangga pengguna wadah plastik penyimpanan makanan dan minuman di Kelurahan
Sidorame Timur Kecamatan Medan Perjuangan, sebagian besar pengetahuan ibu
rumah tangga dikategorikan sedang yaitu sebesar 65 (73,9%), baik sebesar 23
(26,1%).
2.5.2 Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek tertentu yang sudah melibatkan faktor pendapat
dan emosi yang bersangkutan (senang/tidak senang, setuju/tidak setuju, baik/tidak
baik dan sebagainya) (Notoadmodjo, 2005).
Campbell (1950) (dalam Notoadmodjo, 2005) mendefinisikan sikap sangat
sederhana, yakni suatu sindroma atau kumpulan gejala dalam merespons stimulus
atau objek, sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian, dan gejala
Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek, proses selanjutnya akan
menilai atau bersikap terhadap stimulus atau objek tersebut. Dalam menentukan sikap
yang utuh, pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi memegang peranan penting.
Misalnya, seorang ibu mengetahui dampak penggunaan plastik kresek hitam daur
ulang sebagai wadah makanan siap santap. Pengetahuan tersebut akan membawa ibu
untuk berpikir dan berusaha untuk mencegah dan meminimalkan penggunaan plastik
kresek hitam daur ulang sebagai wadah makanan. Dalam berpikir ini komponen
emosi dan keyakinan ikut bekerja sehingga ibu berniat (kecenderungan bertindak)
untuk mengganti plastik kresek dengan keranjang belanja.
Dari hasil penelitian yang dilakukan Hesty Herlina Ompusunggu (2009), sikap
siswa kelas X di SMU Negeri 14 Medan terhadap penggunaan plastik sebagai tempat
penyimpanan makanan dan minuman lebih banyak dalam kategori baik yakni
sebanyak 56 orang (72,73 %). Sedangkan siswa yang memiliki kategori sedang
sebanyak 10 orang (12,99%) dan dalam kategori kurang sebanyak 11 orang (14,28%).
2.5.3 Tindakan atau Praktek
Tindakan adalah gerakan atau perbuatan dari tubuh setelah mendapat
rangsangan ataupun adaptasi dari dalam maupun luar tubuh suatu lingkungan.
Tindakan seseorang terhadap stimulus tertentu akan banyak ditentukan oleh
bagaimana kepercayaan dan perasaannya terhadap stimulus tersebut (Notoatmodjo,
2003).
Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor
pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas.
santap. Perilaku masyarakat yang sudah terbiasa menggunakan plastik sebagai wadah
saat membeli makanan siap santap sangat sulit untuk diubah. Plastik yang dianggap
lebih praktis dan murah seakan-akan membutakan masyarakat akan dampak
kesehatan yang mengikutinya.
Dari hasil penelitian yang dilakukan Nova Yanti Siregar (2011) pada ibu
rumah tangga pengguna wadah plastik penyimpanan makanan dan minuman di
Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan Medan Perjuangan tentang tindakan
responden mengenai tindakan menggunakan plastik , yang paling banyak adalah
tindakan dalam kategori sedang sebesar 70 (79,5%), baik yaitu sebesar 18 responden
(20,5%).
2.5.4 Proses Perubahan Perilaku
Menurut WHO (1988) ada empat faktor yang mempengaruhi seseorang untuk
merubah perilakunya. Adapun faktor-faktor tersebut sebagai berikut : (1) pikiran dan
perasaan. Banyak hal yang dapat dirasakan dan kita pkirkan mengenai dunia yang
kita diami ini. Pikiran dan perasaan ini dibentuk oleh pengetahuan, kepercaayaan,
sikap dan nilai yang kita miliki. (2) orang yang berarti bagi kita. Perilaku dapat
ditumbuhkan oleh orang yang amat berarti dalam hidup kita. Bila seseoranag amat
berarti bagi kita, kita akan mendengar petuahnya dan kita akan berusaha
meneladaninya. (3) sumber daya. Adapun sumber daya melipiti sarana, dana, waktu,
tenaga, pelayanan, keterampilan dan bahan. Lokasi sumber daya bahan juga amat
menentukan. Apabila sumber daya itu terdapat jauh dari masyarakat, mungkin sekali
tidak akan dipakai. Melaksanakan banyak perjalanan dalam waktu singkat juga
nilai dan pemakainnya sumber daya dimasyrakat akan membentuk pola hidup
masyarakat itu dikenal sebagai budaya. Budaya berkembang selama ratusan bahkan
ribuan tahun karena manusia hidup bersama dan saling bertukar pengalaman didalam
lingkungan tertentu (Notoatmodjo, 2003).
Bentuk perubahan perilaku sangat bervariasi, sesuai dengan konsep yang
digunakan oleh para ahli dalam pemahamannya terhadap perilaku. Menurut WHO,
perubahan perilaku dikelompokkan menjadi tiga : (1) perubahan alamiah (natural change), merupakan perubahan yang disebabkan karena kejadian alamiah. (2) perubahan terencana (planned change), merupakan perubahan perilaku karena memang direncanakan sendiri oleh subjek. (3) kesediaan untuk berubah (readdiness to change), merupakan perubahan yang terjadi apabila terdapat suatu inovasi atau program-program baru, maka yang terjadi adalah sebagaian orang cepat mengalami
perubahan perilaku dan sebagian lagi lamban. Hal ini karena setiap orang mempunyai
kesediaan untuk berubaah yang berbeda-beda (Notoatmodjo, 2003).
Dalam kehidupan sehari-hari plastik kresek banyak digunakan para pedagang
untuk membungkus barang termasuk makanan. Plastik kresek sangat diminati sebagai
pembungkus atau penyimpan makanan karena plastik kresek memiliki beberapa
keunggulan yaitu kuat tetapi ringan, tidak berkarat, dapat diberi label atau cetakan
dengan berbagai kreasi, dan mudah di ubah bentuk. Namun dibalik keunggulannya
plastik kresek daur ulang memiliki kelemahan yaitu kemungkinan terjadinya migrasi
zat-zat monomer. Migrasi zat-zat aditif dipengaruhi oleh suhu makanan atau
Pada kenyataannya sulit sekali untuk meminimalkan pemakaian plastik kresek
sebagai wadah makanan karena alasan tidak praktis dan terlalu repot. Padahal plastik
tersebut yang tidak aman sebagai wadah makanan karena terdapat bahaya kesehatan
yang mengintai penggunanya (Koswara, 2006).
Perilaku penggunaan plastik kresek sebagai wadah makanan siap santap
merupakan bentuk perubahan perilaku readdiness to change atau kesediaan untuk berubah. Akibat kemajuan teknologi yang pesat, maka plastik kresek menjadi
kebutuhan primer dalam proses jual beli dagangan termasuk makanan. Kelebihan
plastik kresek tersebut membuat masyarakat cepat menerima keberadaannya sebagai
wadah makanan tanpa memikirkan dampak kesehatan yang mengikutinya. Walaupun
dampak kesehatan tidak langsung dirasakan, namun masyarakat perlu berhati-hati
dalam penggunaan plastik kresek terhadap makanan.
2.6 Perilaku Konsumen dan Faktor yang Mempengaruhinya.
Menurut James F. Engel et al. (1968) berpendapat bahwa perilaku konsumen
didefinisikan sebagai tindakan-tindakan individu yang secara langsung terlibat dalam
usaha memperoleh dan menggunakan barang-barang jasa ekonomis termasuk proses
pengambilan keputusan yang mendahului dan menentukan tindakan-tindakan
tersebut.
Ada dua kekuatan dari faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen, yaitu
kekuatan sosial budaya dan kekuatan psikologis. Hal ini sesuai dengan pendapat
William J. Stanton (1981) yang menyatakan : “sociocultural and psychological force which influence consumers’ buying behavior”. Kekuatan sosial budaya terdiri dari
keluarga. Sedangkan kekuatan psokologis terdiri dari pengalaman belajar,
kepribadian, sikap dan keyakinan, gambaran diri (self-concept) (Mangkunegara, 2002).
2.7 Kerangka Konsep
Untuk melihat gambaran pengetahuan, sikap, dan tindakan konsumen tentang
penggunaan plastik kresek hitam sebagai wadah makanan siap santap disajikan dalam
kerangka konsep dibawah ini :
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian Keterangan:
Kerangka konsep penelitian menggambarkan bahwasanya pengetahuan akan
mempengaruhi sikap, lalu sikap akan mempengaruhi tindakan responden yaitu
penggunaan plastik kresek hitam sebagai wadah makanan siap santap. Pengetahuan
Sikap
Tindakan
(Penggunaan plastik kresek