• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Yuridis Penyelesaian Sengketa Indikasi Geografis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Yuridis Penyelesaian Sengketa Indikasi Geografis"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang

Saat ini globalisasi yang melanda hampir di setiap aspek kehidupan manusia adalah suatu fenomena yang sangat sulit dihindari oleh anggota masyarakat internasional. Perkembangan transaksi komersial barang dan jasapun telah mengubah sistem perdagangan dan meningkatkan taraf hidup manusia secara global. Seiring dengan globalisasi perdagangan yang semakin kompleks, masyarakat internasional sepakat untuk membentuk suatu sumber hukum internasional1 yang berfungsi sebagai pedoman untuk melegalisasi, melegitimasi dan menjustifikasikan transaksi komersial masyarakat global.

Sejalan dengan ketatnya persaingan dalam dunia usaha dan banyaknya konvensi-konvensi internasional yang telah diratifikasi Indonesia, peranan merek menjadi sangat penting, karena disebabkan beberapa hal, antara lain: 1) Merek merupakan alat pembeda antara produk yang satu dengan yang lainnya; 2) merek berfungsi sebagai penunjuk kualitas suatu produk; dan 3) merek berfungsi sebagai tanda pengenal atau identitas yang akan memudahkan konsumen untuk menentukan pilihannya.2

1 Mochtar Kusuma Atmadja dan Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional, Edisi ke-2, Cet.1,

Pusat Studi Wawasan Nusantara, Hukum dan Pembangunan dan PT Alumni, 2003, hal. 114-115.

2 Yopi Mariadi, Antisipasi Terhadap Pelanggaran Hak Merek, Kolom Opini Harian Analisa, 23

(2)

Dalam beberapa kasus telah terbukti bahwa nama produk Indonesia seperti kopi Manu Mandailing atau Mandhaeling Coffee dan Kopi Gayo atau Gayo Coffee yang telah diklaim oleh Belanda seperti saat ini, bahkan digunakan untuk produk lain atau diisi dengan kopi yang berasal dari daerah lain bahkan negara lain, demikian juga di pasaran dunia telah dikenal nama batik Malaysia bahkan batik Thailand, suatu hal yang tentunya tidak dikehendaki mengingat batik adalah suatu ciri khas Indonesia.

Kopi Gayo adalah produk kopi Arabica yang memiliki cita rasa khas yang tidak dimiliki oleh kopi-kopi sejenis dari daerah lain di Indonesia, sehingga dengan hadirnya Lembaga Perlindungan Konsumen Kopi Gayo (LPK2G) di tengah-tengah percaturan perdagangan kopi Gayo, dapat menjadi wasit bagi para pihak di dalam menyelenggarakan perdagangan yang sehat dan saling menghormati hak dan kewajibannya masing-masing. Jika melihat secara lebih mendalam, isu indikasi geografis akhir-akhir ini mengemuka ke permukaaan dan menjadi isu sentral diakibatkan karena adanya pendaftaran merek dagang ‘Kopi Gayo’ yang dilakukan oleh perusahaan kopi Belanda yang bernama Holland Coffee di negeri Belanda. Merek dagang adalah suatu hal yang wajar dan lumrah untuk dimiliki oleh masing-masing perusahaan atau pengusaha untuk menjual produknya agar lebih dikenal dan laku di pasaran.3

(3)

Untuk kasus Kopi Gayo, harus memilah dan memilih apakah Holland Coffee melakukan proses pengkaburan asal geografis kopi yang dipasarkannya atau tidak?, kalau yang dilakukan adalah pengkaburan asal geografis dimana di dalam mereknya disebut Kopi Gayo tetapi kopinya tidak berasal dari Gayo tetapi berasal dari daerah lain maka itu baru dapat disebut sebagai perbuatan melawan hukum (onrechtmatige

daad) dan rakyat Gayo dapat melakukan tuntutan secara hukum di muka pengadilan

sesuai dengan asas Actori Incumbit Probatio (Pasal 163 HIR) yang menyatakan “Barang siapa yang mengemukakan adanya suatu hak/peristiwa maka wajib membuktikan adanya hak/peristiwa tersebut”. Dalam hal ini harus mampu menjernihkan dan membedakan antara persoalan persaingan bisnis diantara para eksportir Kopi Gayo dengan hak alam rakyat Gayo dalam melindungi kualitas, rasa dan ciri khas Kopi Gayo agar tetap terjaga sehingga dapat memberikan nilai tambah dalam mendorong kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Gayo.4

Sebagaimana halnya dengan merek dagang,5 maka perlindungan hukum terhadap Indikasi Geografis sangat diperlukan, mengingat hak atas Indikasi Geografis ini dapat memberikan perbedaan yang jelas dari segi mutu dan karakteristik antara satu produk dengan produk lain yang sejenis yang menggunakan merek dagang biasa.

4

Ibid.

5 Pasal 3 UU No.15 Tahun 2001 tentang Merek: “Hak atas merek adalah hak eksklusif yang

(4)

Kebutuhan akan suatu perangkat hukum yang dapat melindungi Indikasi Geografis sangat dirasakan saat ini. Indikasi Geografis adalah merupakan salah satu karya intelektual yang erat hubungannya dengan investasi, perdagangan dan industri. Dengan semakin meningkatnya pertumbuhan investasi, perdagangan dan industri tersebut, merek telah menjadi simbol kualitas suatu barang atau jasa. Demikian pula dengan tanda yang dilindungi sebagai Indikasi Geografis sangat erat kaitannya dengan produk barang yang dihasilkan oleh suatu daerah tertentu dengan ciri dan kualitas tertentu pula yang berbeda dengan produk sejenis dari daerah atau wilayah lainnya.

Oleh karena itu perlindungan terhadap Indikasi Geografis berarti pula memberikan perlindungan terhadap faktor kepentingan ekonomi suatu daerah atau wilayah tertentu yang menghasilkan suatu produk barang yang karena ciri dan kualitasnya telah dikenal secara luas, sehingga apabila Indikasi Geografis tersebut dipergunakan oleh pihak lain yang tidak berhak, maka secara ekonomis dapat merugikan para produsen yang berhak memakai Indikasi Geografis tersebut.

(5)

sistem konstitutif.6 Pada sistem konstitutif, ketentuan tentang pendaftaran adalah merupakan suatu keharusan, karena hak atas merek tercipta melalui pendaftaran, tanpa pendaftaran maka tidak ada hak atas merek dan tidak ada perlindungan. Ketentuan tentang sistem konstitutif yang dianut UU Merek 2001, berbeda dengan sistem deklaratif yang dianut oleh Undang-Undang Nomor 21 tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Perniagaan.7 Sistem deklaratif menentukan bahwa siapa yang memakai pertama kali sesuatu merek maka menurut hukum dialah yang dianggap berhak atas merek tersebut.

Indikasi geografis8 adalah salah satu hal di bidang Hak Kekayaan Intelektual yang harus mendapatkan perhatian semua pihak. Indikasi geografis dilindungi sebagai suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan9.

Indikasi geografis dalam rezim Hak Kekayaan Intelektual (HKI) bukanlah suatu hal yang baru, istilah/pengertian indikasi geografis awal dapat ditemukan dalam

6 O.K. Saidin, Aspek Hukum Kekayaan Intelektual, Edisi 5, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006,

hal.362

7 O.K. Saidin, ibid, hal.367

8 Indikasi-geografis yaitu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang karena faktor

lingkungan geografis, termasuk faktor alam atau faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan. Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Lihat Pasal 1 butir ke-1 Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis.

9 Muhamad Djumhana, Perkembangan Doktrin dan Teori Perlindungan HKI, (Bandung : PT. Citra

(6)

Konvensi Paris (Paris Convention for the Protection of Industrial Property 1883), dan juga telah terdapat dalam perkembangan hukum internasional khususnya konvensi mengenai merek10.

Perkembangan terbaru dalam dunia HKI dalam hal indikasi geografis diatur dalam Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs), yang mana dalam TRIPs mengatur tentang standar-standar bagi perlindungan indikasi geografis yang harus ditaati oleh negara-negara peserta WTO11. Republik Indonesia dalam hal ini mengakomodir/mencoba untuk memasukkan perlindungan mengenai indikasi geografis dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek yang tercantum dalam Pasal 56 sampai dengan 60. Namun Republik Indonesia pasca pengaturan indikasi geografis di Undang-Undang Merek baru pada tahun 2007 dapat mengundangkan peraturan pemerintah tentang indikasi geografis12. Sehingga dalam kurun waktu lebih dari 5 (lima) tahun Republik Indonesia hanya melindungi indikasi geografisnya dengan suatu perlindungan semu saja. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007 tersebutlah yang mengatur tentang tata cara pendaftaran indikasi

10

Ibid.

11 Section 3 : Article 22 mengatur tentang kewajiban bagi peserta negara anggota WTO setidaknya

dua hal yaitu :

(1) Pemerintah dari negara anggota WTO harus menyediakan kesempatan hukum di setiap hukum nasionalnya bagi setiap pemilik Indikasi Geografis yang telah mendaftarkan Indikasi Geografis di negaranya. Hal ini untuk mencegah penggunaan tanda-tanda yang sama dengan Indikasi Geografis asli dari suatu produk atau barang, dan

(2) Setiap pemerintah dari negara anggota WTO harus memberikan hak bagi pemilik Indikasi Geografis, berdasarkan hukum nasional untuk mencegah penggunaan Indikasi Geografis sebagai pengindentifikasi wines berasal dari tempat yang diindikasikan dengan Indikasi Geografis.

12 Lihat Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis, diundangkan pada

(7)

geografis di Indonesia dan berdasarkan informasi yang didapat dari Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual sampai dengan saat ini permohonan indikasi geografis yang telah diajukan adalah sebanyak 6 (enam) permohonan13.

Pelaksanaan kewajiban bahwa Indonesia sebagai anggota WTO dan ketentuan

TRIPs adalah pemerintah bersama-sama dengan DPR melakukan penyempurnaan dan

penyelarasan peraturan nasional di bidang HKI. Penyempurnaan undang-undang di bidang kekayaan intelektual tersebut bukan hanya menyempurnakan undang-undang yang telah ada tetapi juga melahirkan beberapa cabang baru HKI di Indonesia, undang-undang tersebut adalah:14

1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten 2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek 3. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta

4. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman.

5. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang 6. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri

7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

Di tengah gencarnya penerapan kesepakatan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) mengenai pengakuan atas hak kekayaan intelektual (TRIPS) dalam beberapa tahun terakhir, upaya-upaya meningkatkan perlindungan atas produk-produk yang menunjukkan kekhasan daerah tertentu makin meningkat. Itulah yang dinamakan sebagai indikasi geografis, yang menunjukkan bahwa barang yang dibuat memang

13 Informasi dari Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Subdit Indikasi Geografis Direktorat

Merek.

(8)

berasal dan dijual dari wilayah aslinya dengan menunjukkan cita rasa yang unik dan kualitas yang khas15.

Pada intinya konsep dasar indikasi geografis sangatlah sederhana, tetapi ketika dikaitkan dengan perlindungan hukum di masing-masing negara, menjadi sangat kompleks perlindungannya karena implementasi perlindungan indikasi geografis tergantung pada pendekatan masing-masing negara karena akan selalu berkaitan dengan satu atau lebih terhadap suatu peraturan atau kebijakan, yaitu meliputi kebijakan yang berkaitan dengan persaingan curang (passing off), perlindungan konsumen, dalam bidang pertanian, perlindungan merek dagang, merek jasa, merek kolektif, dan sertifikat merek. Oleh karenanya indikasi geografis perlu diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan khusus (sui generis). Tidak ada satupun dalam suatu perjanjian internasional, baik dalam TRIPs Agreement, Paris

Convention, Lisbon Agreement dan Madrid Agreement yang mengatur mengenai satu

peraturan yang sama yang harus dibuat oleh setiap negara untuk melindungi indikasi geografisnya karena WIPO memberikan kebebasan kepada masing-masing negara untuk memberikan perlindungan hukum indikasi geografis sesuai dengan sistem hukum yang dianut oleh masing-masing negara.16 Hal ini terjadi karena banyak negara berpendapat bahwa pengaturan HKI yang ada tidak cukup dapat melindungi

traditional knowledge khususnya indikasi geografis secara kuat.17

15 Alwi, Pengembangan Indikasi Geografis (Online)

http://www.sinarharapan.co.id/berita/0512/10/lua03.html, diakses pada tanggal 8 Maret 2010.

16

WIPO Magazine, Geographical Indications: From Darjeeling to Doha, July 2009, hal.1. (http://wipo.int/wipo_magazine/en/2009/04/article_0003.html. Diakses Senin, 8 Maret 2010, pukul 12.10 WIB)

17 Muhamad Djumhana, Perkembangan Doktrin dan Teori Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual,

(9)

Indikasi geografis khususnya bagi Indonesia sudah tentu memiliki nilai ekonomi yang tinggi yang seharusnya dilindungi oleh negara sejak dahulu. Indikasi geografis sangat erat kaitannya dengan komoditas Indonesia khususnya hasil-hasil alam Indonesia yang mana berdasarkan komoditas dapat dibagi dalam 2 (dua) bagian yaitu komoditas dengan reputasi internasional dan nasional18.

Indikasi geografis dimengerti oleh konsumen sebagai citra tentang asal dan kualitas produk. Banyak diantaranya yang telah mendapatkan reputasi yang berharga yang apabila tidak dilindungi secara baik, akan dapat disalahgunakan oleh pelaku komersial yang tidak jujur. Penyalahgunaan indikasi geografis akan merugikan baik konsumen maupun produsen. Konsumen ditipu dan dirugikan karena ciri khas dan kualitas produk yang dibeli tidak sesuai dengan seharusnya, sedang produsen dirugikan karena menurunnya mutu dan tidak sesuainya ciri khas produk akan mengakibatkan kekecewaan konsumen yang berakibat merusak reputasi produk tersebut19.

Sebagai negara yang memiliki komoditi yang telah dikenal dunia, Indonesia tentu memiliki potensi yang sangat tinggi. Berbagai macam komoditi Indonesia telah dikenal secara baik oleh masyarakat dunia, sering berjalannya transformasi teknologi dan informasi serta seiring dengan praktek perdagangan bebas internasional

18 KOPI GAYO : Pengembangan Indikasi Geografis Bagian 2,

http://kopigayo.blogspot.com/2010/02/pengembangan-indikasi-geografis-bagian_14.html, diakses pada hari Selasa, 9 Maret 2010.

19

(10)

permasalahan indikasi geografis sering muncul dan menimbulkan kerugian bagi negara lain, khususnya bagi negara-negara berkembang20.

Di Indonesia khususnya permasalahan mengenai indikasi geografis sering menimbulkan permasalahan hukum yang mengakibatkan kerugian bagi semua orang bahkan sampai menimbulkan konflik antar negara. Salah satu permasalahan yang ada terkait masalah indikasi geografis adalah permasalahan Kopi Gayo yang mana permasalahan timbul akibat dari didaftarkannya Kopi Gayo sebagai suatu merek di Belanda yang menyebabkan adanya larangan ekspor ke Eropa21.

Hal tersebut tentu menyebabkan konflik dan kerugian bagi Indonesia, sebagai negara penghasil komoditas Kopi Gayo. Selain itu adanya pendaftaran merek atas indikasi geografis milik negara lain berdasarkan aturan internasional adalah merupakan suatu pelanggaran dan untuk itu sudah sepatutnya hak masyarakat Indonesia atas indikasi geografis tersebut dipertahankan sebab memiliki nilai ekonomis yang sangat berharga bagi masyarakat.

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk mengambil judul penelitian ini adalah : Analisa Yuridis Penyelesaian Sengketa Indikasi Geografis (Tinjauan Yuridis Undang-undang No.15 Tahun 2001 tentang Merek).

20 Muhamad Djumhana, op.cit., hal 81.

21 Kopi Gayo didaftarkan oleh Belanda, http://dvshr.multiply.com/journal/item/70, diakses pada

(11)

B. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah yang menjadi latar belakang diaturnya perlindungan hukum terhadap Indikasi Geografis?

2. Bagaimanakah prosedur untuk memperoleh perlindungan hukum terhadap Indikasi Geografis tentang merek menurut Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001?

3. Bagaimana penyelesaian hukum dan sengketa indikasi geografis tersebut?

C. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran sementara dan pemeriksaan yang telah dilakukan di Perpustakaan Ilmu Magister Hukum maupun pada Perpustakaan Magister Kenotariatan di lingkungan Universitas Sumatera Utara atau USU Medan, sejauh yang diketahui peneliti tidak ditemukan judul yang sama dengan judul penelitian ini.

Adapun judul penelitian yang ada kaitannya dengan masalah indikasi geografis adalah berdasarkan penelitian Aflah (027005002/Hk) dengan judul Perlindungan Hukum Terhadap Indikasi Geografis.

(12)

dipertanggung jawabkan keasliannya secara akademis, karena belum ada yang belum melakukan penelitian yang sama dengan judul penelitian ini.

D. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan pokok permasalahan maka penelitian ini bertujuan untuk : 1. Untuk mengetahui latar belakang diaturnya perlindungan hukum terhadap

Indikasi Geografis.

2. Untuk mengetahui bagaimana prosedur untuk memperoleh perlindungan hukum terhadap Indikasi Geografis tentang merek menurut Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001.

3. Untuk mengetahui bagaimana penyelesaian hukum dan sengketa indikasi geografis tersebut.

E. Manfaat Penelitian

(13)

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Kerangka teori adalah kerangka penelitian atas butir-butir pendapat teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi dasar perbandingan pegangan teoritis.22 Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan pedoman atau petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati.23

Dengan lahirnya beberapa peraturan hukum positif diluar KUH Perdata sebagai konsekuensi dari asas-asas hukum yang terdapat pada lapangan hukum, kekayaan dan hukum perikatan inilah diperlukan kerangka teori yang akan dibahas dalam penelitian ini dengan aliran hukum positif yang dianalisis dari John Austin, yang mengartikan:

“Hukum itu sebagai a command of the lawgiver (perintah dari pembentuk undang-undang atau penguasa), yaitu suatu perintah mereka yang memegang kekuasaan tertinggi atau yang memegang kedaulatan, hukum dianggap sebagai suatu sistem yang logis, tetap, dan bersifat tertutup (closed logical system). Hukum secara tegas dipisahkan dari moral dan keadilan tidak didasarkan pada penilaian baik buruk”24

Perlindungan terhadap HKI pada umumnya berhubungan dengan perlindungan terhadap penerapan ide dan informasi yang memiliki nilai komersil. Pemikiran perlunya perlindungan terhadap sesuatu hal yang berasal

22 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal.80

23 Lexi Molloeng, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Remaja Rosda Karya, Bandung, 1993, hal.35 24 Lili Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Alumni, Bandung,

(14)

dari kreativitas manusia yang berupa ide-ide tersebut sebenarnya telah mulai ada sejak lahirnya revolusi industri dari Perancis. Untuk itulah suatu ketentuan hukum yang dapat melindungi hak-hak kekayaan intelektual tersebut.

Hukum pada hakikatnya adalah sesuatu yang abstrak, tetapi dalam manifestasinya bias berwujud konkrit. Suatu ketentuan hukum baru dapat dinilai baik jika akibat-akibat yang dihasilkan dari penerapannya adalah kebaikan, kebahagiaan yang sebesar-besarnya dari berkurangnya penderitaan.25

Menurut teori Konvensional, tujuan hukum adalah mewujudkan keadilan (rechtsgerechtigheid). Kemanfaatan (rechtsutiliteit) dan kepastian hukum (rechtszekerheid).26

Dalam hal mewujudkan keadilan, Adam Smith27 telah melahirkan ajaran mengenai keadilan (justice). Smith mengatakan bahwa, “tujuan keadilan adalah untuk melindungi diri dari kerugian (the end of justice is to

secure from injury)”.

Nenurut pendapat Satjipto Rahardjo :

“melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut. Pengalokasian kekuasaan ini dilakukan secara terukur, dalam arti, ditentukan keluasan dan kedalamannya.

25 Lili Rasjidi dan I.B. Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Remaja Rosdakarya, Bandung,

1993, hal. 79

26 Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), PT. Gunung Agung

Tbk, Jakarta, 2002, hal. 85

27 Bismar Nasution, Mengkaji Ulang Hukum Sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi, pidato pada

(15)

Kekuasaan yang demikian itulah yang disebutkan sebagai hak. Tetapi tidak setiap kekuasaan dalam masyarakat biasa disebut sebagai hak, melainkan hanya kekuasaan tertentu saja, yaitu kekuasaan yang diberikan oleh hukum kepada seseorang”. 28

Menurut G.W. Paton, hak yang diberikan oleh hukum itu ternyata tidak hanya mengandung unsur perlindungan dan kepentingan tetapi juga kehendak. 29

Salah satu ciri yang melekat pada hak yang dilindungi hukum, menurut Fritzgerald, bahwa hak itu dilekatkan kepada seseorang yang disebut sebagai pemilik atau subjek dari hak itu, ia juga disebut sebagai orang yang memiliki title atas barang yang menjadi sasaran dari hak dan setiap hak itu mempunyai title, yaitu suatu peristiwa tertentu yang menjadi alasan melekatnya hak itu pada pemiliknya.30

HaKI adalah hak kekayaan pribadi yang dapat dimiliki dan diperlukan sama dengan bentuk-bentuk kekayaan lainnya dan Indikasi Geografis merupakan salah satu bentuk kekayaan yang dilindungi sebagai hak kekayaan intelektual. Hak kekayaan intelektual adalah salah satu hak yang diberikan oleh hukum. Hal ini dapat dilihat dalam konsep harta kekayaan, bahwa setiap barang selalu ada pemiliknya yang disebut sebagai pemilik barang dan setiap pemilik barang mempunyai hak atas barang miliknya yang lazim disebut hak milik.31

28

Satjipto Rahadjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Cetakan ke- V, Bandung, 2000, hal. 53

29 G.W. Paton, A Text-book of Jurisprudence, London : Oxford University Press, 1964, hal. 250. 30 P.J. Fritzgerald, Salmond on Jurisprudence, London : Sweet & Mazwell, 1966, hal. 221.

31 Rachmadi Usman, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual (Perlindungan dan Dimensi Hukumnya

(16)

Hak milik (eigendomsrecht) adalah hak yang paling kuat dan sempurna dan diatur dalam Pasal 570 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disingkat KUH Perdata). Oleh karena itu HaKI dapat dikualifikasikan sebagai hak milik yang mengandung unsur kepentingan dan harus dilindungi oleh hukum dari perbuatan-perbuatan yang merugikan.

Dalam hak milik terdapat hubungan hukum antara seseorang dengan barang atau objek yang menjadi sasaran kemilikan. Oleh karena itu jika ada seseorang yang mengatakan bahwa ia mempunyai hak atas kebendaan milik orang lain, maka ia harus membuktikan hak itu terlebih dahulu, sebagaimana diatur dalam pasal 572 KUH Perdata.32

Hak adalah kekuasaan yang dimiliki oleh seseorang yang dimilki oleh seseorang yang diberikan oleh hukum untuk mendapatkan, untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu objek hukum tertentu. Benda immaterial atau atau benda tidak berwujud yang berupa hak itu dapat dicontohkan seperti hak tagih, hak atas benda berupa jaminan, hak atas kekayaan intelektual dan sebagainya.33

Sebagaimana telah dikemukakan pada bagian sebelumnya, bahwa hak merek adalah termasuk salah satu jenis HaKI. Merek adalah sesuatu yang ditempelkan atau dilekatkan pada suatu produk. Setelah konsumen membeli

paling utama jika dibandingkan dengan hak-hak kebendaan lainnya, yang memberikan hak kepada pemiliknya untuk menikmati dan menguasai sepenuhnya dengan sebebas-bebasnya.

32 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita,

Jakarta, 1999, hal. 171. Pasal 572 KUH Perdata menyatakan bahwa : “Tiap-tiap hak milik harus dianggap bebas adanya. Barangsiapa membeberkan mempunyai hak atas kebendaan milik orang lain, harus membuktikan hak itu,”

33 O.K. Saidin, Op.cit., hal. 12, sebagaimana dikutip dari pendapat Mahadi dalam bukunya “Hak

(17)

suatu barang dengan merek tertentu, konsumen hanya bisa mengkonsumsi barang atau benda berwujud (materil) yang dibelinya sedangkan mereknya hanya bisa memberikan kepuasan saja pada konsumen. Hal ini menunjukkan bahwa merek ternyata adalah benda tidak berwujud (immateril) yang tidak dapat memberikan apapun secara fisik, jadi pada hak merek ada suatu benda yang tidak terlihat dan tidak berwujud, yang merupakan hak kekayaan immaterial, yang terlihat atau terjelma sebenarnya adalah perwujudan dari hak merek tersebut yang ditempelkan pada produk barang yang bersangkutan.

Untuk menganalisis mengenai perlindungan hukum terhadap indikasi geografis khususnya mengenai kasus gayo coffee (Kopi Gayo), peneliti menggunakan beberapa teori hukum yaitu teori hukum alam, teori sistem hukum dan teori critical legal studies. Indikasi geografis sebagai salah satu sistem hukum Hak Kekayaan Intelektual tentu memiliki nilai yang tinggi secara historis dan ekonomis. Berdasarkan teori hukum alam, sekelompok atau seorang pencipta/penemu memiliki hak moral untuk menikmati hasil karyanya, termasuk didalamnya keuntungan yang dihasilkan oleh keintelektualannya34.

Thomas Aquinas selaku salah satu pelopor hukum alam mengatakan bahwa hukum alam merupakan hukum akal budi, karena itu hanya diperuntukan bagi makhluk yang rasional. Hukum alam lebih merupakan

34 HD Effendy Hasibuan, Perlindungan Merek : Studi Mengenai Putusan Pengadilan Indonesia dan

(18)

hukum yang rasional, artinya hukum alam dalam partisipasi makhluk rasional itu sendiri dalam hukum abadi. Selanjutnya Aquinas mengatakan bahwa hak untuk memperoleh kepemilikan adalah salah satu dari persoalan-persoalan yang diserahkan hukum alam kepada negara sebagai badan yang tepat untuk mengatur kehidupan sosial, artinya hak milik pribadi mempunyai fungsi sosial35.

Pendapat Thomas Aquinas yang juga sebagai pendukung aliran hukum alam dalam perkembangannya sangat berkaitan. Beliau menyatakan bahwa hukum alam merupakan bagian dari hakekat kehidupan manusia yang berakal (rasional). Hukum alam adalah hukum Tuhan, dalam hal manusia sebagai makhluk berakal, manusia menerapkan bagian dari hukum Tuhan tersebut dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dapat membedakan yang baik dan buruk36 untuk mencapai suatu tujuan tertentu yaitu kebaikan.

Selain dari pendekatan hukum moral dan keadilan, dapat juga dikaitkan dengan teori utilitarian dari Jeremy Bentham yang pada hakekatnya hukum dibentuk untuk mencapai kebahagiaan dari sebagian terbesar warga masyarakat yaitu dengan teorinya “The Greatest Happiness of the Greatest

Number”. Atas dasar inilah baik buruknya suatu perbuatan diukur apakah

perbuatan itu mendatangkan kebahagiaan atau tidak37. Sehingga dapat

35 W.Friedman, Teori dan Filsafat Hukum-Telaah Kritis Atas Teori-Teori Hukum (Terjemahan Edisi

Indonesia), (Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada, 1993), hal.64.

36 Otje Salman, Ikhtisar Filsafat Hukum, CV. Armico, Bandung, 1987, hal.7. 37

(19)

diartikan bahwa undang-undang yang banyak memberikan kebahagiaan pada bagian terbesar masyarakat akan dinilai sebagai undang-undang yang baik38. Jadi peraturan perundang-undangan nasional suatu negara dan konvensi atau perjanjian internasional dalam bidang HKI harus diciptakan untuk kebahagiaan masyarakat itu sendiri. Dalam hal ini perlindungan indikasi geografis dilakukan melalui perangkat hukum apabila perlindungan hukum tersebut memberikan kemanfaatan terbesar bagi bagian terbesar warga masyarakat lokal. Hukum harus diciptakan berdasarkan rasa keadilan masyarakat demi kebahagiaan warga masyarakat yang bersangkutan.

TRIPs Agreement memberikan perlindungan indikasi geografis yang dituangkan dalam Pasal 22-24. Perlindungan tersebut memberikan keuntungan bagi negara-negara anggota peserta sebagai berikut39:

a. Membantu produsen untuk mendapatkan harga yang lebih tinggi bagi produknya;

b. Sebagai jaminan kepada konsumen untuk mendapatkan produk yang berkualitas;

c. Dalam rangka membangun ekonomi pedesaan;

d. Melindungi pengetahuan lokal dan memperkuat tradisi lokal.

Indikasi geografis yang merupakan nama dagang yang dikaitkan, dipakai atau dilekatkan pada kemasan suatu produk dan berfungsi

38 Lili Rasjidi, Op.Cit., hal. 64. 39

(20)

menunjukkan tempat asal suatu produk karena kualitas produk sangat dipengaruhi tempat asalnya, sehingga produk itu bernilai unik di mata konsumen. Oleh karena itu indikasi geografis merupakan salah satu rezim HKI yang dipengaruhi oleh nilai-nilai masyarakat setempat atau budaya kelompok masyarakat atau bangsa dalam suatu negara40.

Alasan peneliti menggunakan teori sistem hukum adalah perkembangan perlindungan merek khususnya berkaitan dengan indikasi geografis tidak dapat terlepas dari sistem hukum yang ada, serta perlindungan hukum adalah substansi dari sistem hukum itu sendiri. Perkembangan hukum berdasarkan teori hukum sebagaimana yang dikatakan oleh Friedman tentang sistem hukum (legal system) bahwa hukum terdiri atas 3 (tiga) elemen yaitu elemen struktur (structure), substantif (substance) dan budaya hukum (legal

culture)41.

Elemen substantif yang dimaksud adalah peraturan-peraturan yang ada, norma-norma dan aturan tentang perilaku manusia atau biasanya dikenal sebagai hukum yang berlaku. Sedang mengenai budaya hukum yang dimaksudkan Friedman dalam teori sistem hukum (legal system) adalah sikap dari masyarakat terhadap hukum dan sistem hukum tentang nilai, gagasan serta harapan masyarakat tentang hukum. Dalam penelitian ini peneliti hanya membatasi hanya pada aspek struktur dan substansi dari teori sistem hukum.

40 Miranda Risang Ayu, Memperbincangkan Hak Kekayaan Intelektual, Indikasi Geografis,

PT.Alumni, Bandung, 2005, hal.2.

41 Lawrence M Friedman, American Law An Introduction (Terjemahan Edisi Indonesia), (Jakarta :

(21)

Rezim Hak Kekayaan Intelektual dalam perkembangannya dikancah perkembangan hukum internasional di dunia tidaklah terlepas dari kepentingan negara-negara maju dan negara-negara berkembang untuk masing-masing mencoba memberikan perlindungan yang menguntungkan masing-masing pihak42. Oleh karena itu dalam menganalisis permasalahan peneliti mencoba melihat melalui kerangka teori critical legal studies yang melihat hukum adalah politik.

Ide dasar dari teori critical legal studies ini bertumpu pada pemikiran bahwa hukum tidak dapat dilepaskan dari politik43 dan hukum tidaklah netral, atau dengan kata lain hukum dari proses pembuatan sampai kepada pemberlakuannya selalu mengandung pemihakan44.

2. Konsepsi

Konsepsi adalah merupakan defenisi dari operasional berbagai istilah yang dipergunakan dalam penelitian ini. Sebagaimana dikemukakan M.Solly Lubis (1994) bahwa kerangka konsep adalah merupakan konstruksi konsep secara internal pada pembaca yang mendapat stimulasi dan dorongan konseptual dari bacaan dan tinjauan pustaka.45

42

Ranggalawe.S, Masalah Perlindungan HAKI bagi Tradisional Knowledge,diakses tanggal 4 Mei 2010, http://www.lkht.net/artikel_lengkap.php?id=47.

43 Politics and law are virtually conterminous, say CLS writers. “Conceptual formalism”,which

rejects this assertion, makes impossible a correct analysis of the form and content of law. Law is non-neutral and concepts such as “the sovereignity of communal needs” are masks for highly-partisan views. L.B.Curzon, Jurisprudence, (Great Britain : Cavendish Publishing, 1993), hal 207.

44 Otje Salman dan Anton F Susanto, Teori Hukum : Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka

Kembali, Bandung : PT.Refika Aditama, 2004, hal 126.

45

(22)

Kerangka konseptual ini dibuat untuk menghindari pemahaman dan penafsiran yang keliru dan memberikan arah dalam penelitian ini, maka dirasa perlu untuk memberikan batasan judul penelitian yaitu sebagai berikut : a. Hukum adalah keseluruhan dari peraturan perundang-undangan yang

wajib ditaati oleh setiap orang dan bagi yang melanggarnya dikenakan sanksi.46

b. Perlindungan adalah serangkaian kegiatan untuk menjamin dan melindungi seseorang.47

c. Merk adalah tanda berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.48

d. Hak atas merk adalah hak khusus yang diberikan oleh negara kepada pemilik merk yang didaftar dalam daftar merk untuk jangka waktu tertentu menggunakan izin kepada seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk menggunakannya.49

e. Merk dagang adalah merk yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenisnya.50

46 Edi Warman, Perlindungan Hukum bagi Korban Kasus-Kasus Pertanahan, Penerbit Pustaka

Bangsa Press, Medan, 2003, hal.59

47

Ibid, hal.59

48 Perpustakaan Nasional, Undang-undang Hak Atas Kekayaan Intelektual, Penerbit Indonesia Legal

Centre Publishing CV., Karya Gemilang, Jakarta, 2010, hal.77

49 Pasal 3 Undang-undang No.15 Tahun 2001 tentang Merek 50

(23)

f. Merk jasa adalah merk yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenisnya.51

g. Merk terkenal adalah merk dagang yang secara umum telah dikenal dan dipakai pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau badan, yang digunakan di Indonesia maupun diluar negeri.52

h. Perlindungan merk adalah kekuatan hukum yang melindungi pemilik merk untuk kepentingan suatu merk yang terdiri dari tiga standar perlindungan yang berlaku umum terhadap suatu kemungkinan yang membingungkan di antara merk, suatu persamaan/penambahan dari merk-merk dan persaingan curang merk-merk.53

G. Metode Penelitian

1. Sifat dan Jenis Penelitian

Metodologi penelitian merupakan suatu sistem dan suatu proses yang mutlak harus dilakukan dalam suatu kegiatan peneliti dan pengembangan ilmu pengetahuan. Dalam pelaksanaannya diperlukan dan ditentukan alat-alatnya, jangka waktu yang diperlukan untuk proses penelitian, cara-cara yang dapat ditempuh apabila menemui kesulitan pada proses penelitian54.

51 Pasal 1 ayat (3) Undang-undang No.15 Tahun 2001 tentang Merek 52

Sudago Gautama dan Rizawanto Winata, Pembaharuan Hukum Merek Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997, hal.57

53 Subekti, Hukum Merk, Intermasa, Jakarta, 1984, hal.13

54 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat),

(24)

Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah juridis normatif dengan mempelajari peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap Indikasi Geografis serta menganalisa data-data berkaitan dengan indikasi geografis khususnya mengenai faktor alam (tanaman/tumbuh-tumbuhan), dalam hal ini khususnya berkaitan dengan permohonan pendaftaran indikasi geografis pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI) yang telah diajukan sejak diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis, dengan dihubungkan pendaftaran indikasi geografis milik Indonesia yang didaftarkan sebagai suatu merek atau indikasi geografis di negara lain.

Penelitian ini dilakukan dengan memperhatikan kualitas dan kedalaman data yang diperoleh. Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelian kepustakaan (library research) untuk mendapatkan konsep-konsep, teori-teori dan informasi-informasi serta pemikiran konseptual dari penelitian pendahulu baik yang berupa peraturan perundang-undangan dan karya ilmiah lainnya.

2. Sumber Data

Sumber data diperoleh dari :55

55 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1998, hal. 195,

(25)

a. Data Sekunder, seperti : hasil-hasil penelitian, laporan-laporan, artikel, majalah dan jurnal ilmiah seminar atau pertemuan ilmiah lainnya yang relevan dengan penelitian ini.

b. Data Primer terdiri dari : 1) Norma atau kaedah dasar 2) Peraturan dasar

3) Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan perlindungan hukum terhadap Indikasi Geografis, yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek dan penjelasannya serta peraturan-peraturan pelaksananya, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Persetujuan TRIPs (TRIPs Agreement).

c. Data penunjang (data tersier) yang mencakup bahan yang memberi petunjuk-petunjuk dan penjelasan terhadap data primer dan data sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum, serta bahan-bahan primer, sekunder dan tersier di luar bidang hukum yang relevan dan dapat dipergunakan untuk melengkapi data yang diperlukan dalam penelitian ini.

3. Teknik Pengumpulan Data

(26)

data primer, sekunder maupun tersier yang berkaitan dengan penelitian ini. Disamping itu penelitian ini juga dilakukan dengan wawancara oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI) dan analisa kasus sengketa merk kopi Gayo.

4. Analisa Data

Referensi

Dokumen terkait

ini terdapat pada semester genap yang pelaksanaan pembelajarannya bersifat teori dan praktik. Kompetensi menerapkan dasar-dasar teknik digital berdasarkan silabus mata

Hal tersebut dapat diterapkan untuk mempelajari pola radiasi antena, karena perhitungan yang digunakan melibatkan rumus yang kompleks dan dilakukan secara berulang-ulang sehingga

Printscreen gambar site, dan share gambar kepada rakan guru bagi subjek yang sama untuk Duplikasi. Guru edit nama site, share Public in School dan pilih can contribute.. CARTA

[r]

MADUKORO BLOK AA -

coli O157:H7 hasil isolasi dari feses ayam memiliki sifat virulensi yang secara fenotipe sama dengan isolat kontrol. McKane dan Kandel (1998) menyatakan bahwa

“Studi Petrogenesis Granit Dengan Metode Petrografi dan Geokimia Pada Lintasan Sungai Waniopi, Gunung Netoti, Komplek Terobosan Netoni (Rn(, Kampung Jambuani, Distrik

Pemilihan alat ukur kecepatan aliran fluida menggunakan sensor temperatur LM35DZ, dilihat dari sisi kualitas, harga dan kelebihannya, sensor LM35DZ memiliki