• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Hiperplasia Endometrium Pada Kasus Mioma Uteri Di RSUP. H. Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Hiperplasia Endometrium Pada Kasus Mioma Uteri Di RSUP. H. Adam Malik Medan"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Mioma uteri

Mioma uteri merupakan tumor jinak yang umum dijumpai pada wanita

usia reproduksi (20 – 25%), namun pada usia lebih dari 30 tahun kejadiannya

biasanya lebih tinggi, mendekati angka 40%.3,4Angka kejadian mioma uteri di

Amerika Serikat sebesar 8 orang per 1000 wanita tiap tahunnya, sedangkan

di Indonesia kasus mioma uteri ditemukan sebesar 2,39% - 11,70% dari

semua penderita ginekologi yang dirawat. Berdasarkan temuan otopsi, Novak

menemukan 27% wanita berumur 25 tahun mempunyai sarang mioma, dan

ditemukan lebih banyak pada wanita yang berkulit hitam. Jarang sekali

mioma uteri ditemukan pada wanita umur 20 tahun, paling banyak pada umur

35 – 45 tahun (± 25%). Mioma uteri belum pernah dilaporkan

sebelummenarche, walaupun menarche dini berhubungan positif dengan

ukuran, jenis, dan lokasi dari mioma uteri, namun lebih erat berhubungan

dengan kejadian mioma uteri multipel. Setelah menopause hanya kira – kira

10% mioma yang masih dapat tumbuh.3,5,6,7,8

Mioma uteri juga dijumpai (dengan menggunakan USG) sekitar 1 –

2% pada wanita hamil. Kehamilan memiliki efek protektif terhadap terjadinya

mioma uteri, walaupun mekanisme protektif tersebut masih belum dipahami

(2)

paritas dan peningkatan usia saat kehamilan aterm. Hal ini sejalan dengan

peningkatan risiko mioma uteri pada keadaan infertil.10 Mioma uteri risiko

rendah berhubungan dengan faktor – faktor yang yang menurunkan kadar

estrogen, seperti wanita yang sangat kurus, menarche >13 tahun11,

merokok12, paritas yang tinggi13 dan wanita yang sering berolahraga.

Penggunaan kontrasepsi oral tidak berhubungan dengan peningkatan risiko

mioma uteri.6

Diperkirakan sekitar lebih dari 40% saudara tingkat pertama dari

wanita yang menderita mioma akan menderita mioma uteri juga dalam

kehidupannya.14 Hal ini mungkin tanpa gejala, dan jumlah serta lokasi sulit

diprediksi. Sementara mioma umum terjadi di semua ras, tampaknya wanita

kulit hitam memiliki insidensi sedikit lebih tinggi dari wanita etnis lain,

meskipun mioma umum terjadi pada semua ras. Di Amerika warna kulit hitam

3-9 kali lebih tinggi menderita mioma uteri.3,5,10,14 Mioma uteri ini

menimbulkan masalah besar dalam kesehatan dan terapi yang paling efektif

belum ditemukan, karena sedikit sekali informasi mengenai etiologi mioma

uteri itu sendiri.

2.1.1. Jenis mioma uteri

Pada prinsipnya, mioma uteri dapat tumbuh disemua bagian dari

uterus. Menurut tempatnya di uterus dan menurut arah pertumbuhannya,

maka mioma uteri dibagi atas 3 jenis, yaitu13 :

(3)

 Mioma intramural

 Mioma subserosum

Jenis mioma uteri yang paling sering adalah jenis intramural (54%),

diikuti jenis subserosum (48,2%), jenis submukosum (6,1%) dan varian jenis

intraligamenter (4,4%). Bentuk khusus yang lain dari mioma uteri adalah

bonggol otot pada serviks dan portio. Bentuk ini sangat jarang ditemukan

(0,5%).15

2.1.2. Patogenesis

Mioma uteri merupakan neoplasma jinak yang muncul dari otot polos

uterus. Penyebab pasti mioma uteri sampai saat ini masih belum ditemukan.

(4)

Meyer dan De Snoo mengajukan teori Cell Nest atau teori genitoblas.

Menurut Meyer asal mioma uteri adalah sel matur, bukan dari selaput otot

yang matur. Mioma uteri dipercaya berasal dari mutasi somatik pada sel

miometrium, hasil dari kegagalan proses pertumbuhan. Beberapa penelitian

Glucose-6-phospate dehydrogenase menunjukkan bahwa mioma uteri

berasal dari monoklonal. Tumor tumbuh sebagai klon abnormal secara

genetik muncul dari sel progenitor tunggal (tempat asal mulanya proses

mutasi).6,13,14,15,16

Perbedaan kecepatan pertumbuhan dapat menunjukkan perbedaan

sitogenetik yang muncul pada masing-masing tumor. Mioma uteri multipel

dalam satu uterus tidak berkaitan secara klonal satu dengan yang lainnya,

masing – masing mioma tumbuh secara individualis. Kehadiran mioma uteri

multipel (dimana memiliki tingkat kekambuhan yang lebih tinggi dibandingkan

yang tunggal) dianggap merupakan predisposisi genetik terhadap

pembentukan mioma uteri. Namun, warisan mioma uteri dalam keluarga

masih masih belum diteliti dengan baik. Tidak pasti apakah mioma uteri

tumbuh secara individu atau berasal dari mioma yang lain.6

Baru-baru ini penelitian sitogenetik, molekuler dan epidemiologi

mendapatkan peranan besar komponen genetik dalam patogenesis dan

patobiologi mioma uteri. Penelitian sitogenetik dari jenis mioma uteri tunggal

menemukan bahwa sepertiga mengalami aberasi kromosom, diantaranya

translokasi antara kromosom 12 dan 14, delesi lengan pendek dari

(5)

2.1.3. Hormon steroid

Secara umum estrogen, progesteron dan androgen merupakan

hormon yang banyak berperan dalam sistem reproduksi wanita. ketiga

hormon ini diproduksi oleh ovarium. Bahan dasar pembentukan hormon –

hormon ini adalah kolesterol dan proses pembentukan hormon – hormon,

disebut juga steroidogenesis ini dibantu oleh beberapa enzim dan protein

regulator. Kemudian hormon steroid ini akan aktif dan bekerja pada organ

target.6

(6)

Dalam melakukan proses terhadap organ target, hormon – hormon ini

membutuhkan protein reseptor intraseluler. Terdapat beberapa mekanisme

bekerjanya hormon steroid pada organ, diantaranya6:

1. hormon steroid berdifusi melalui membran sel

2. hormon steroid berikatan dengan protein reseptor

3. interaksi kompleks hormon-reseptor dengan DNA nukleus

4. sintesis RNA mesenger

5. transport mRNA menuju ribosom

6. sintesis protein dalam sitoplasma yang menghasilkan aktifitas sel

spesifik.

Utamanya reseptor – reseptor hormon steroid mempengaruhi

transkripsi gen, namun juga regulasi pasca transkripsi dan non-genomik.

Reseptor steroid meregulasi transkripsi gen melalui beberapa mekanisme,

tidak semuanya membutuhkan interaksi langsung dengan DNA, namun

umumnya hormon steroid bekerja sesuai mekanisme yang ada pada gambar

di atas.3 Peran estrogen yang penting adalah memodifikasi aktifitas

hormonnya sendiri dan yang lainnya dengan mempengaruhi konsentrasi

reseptor. Estrogen meningkatkan respon jaringan target untuknya sendiri dan

terhadap progesteron serta androgen dengan meningkatkan konsentrasi

(7)

Gambar 3. Mekanisme kerja hormon steroid15

2.1.4. Reseptor estrogen

Ada dua jenis reseptor estrogen yang telah diidentifikasi. Reseptor ini

dikenal sebagai reseptor estrogen alpha (ER-α) dan reseptor estrogen beta

(ER-β). Reseptor estrogen alpha ditranslasi dari 6.8 – kilobase mRNA

mengandung 8 ekson yang berasal dari lengan panjang kromosom 6.

Reseptor ini memiliki berat molekul sekitar 66.000 dengan 595 asam amino.

Penelitian terbaru reseptor estrogen beta di kode pada gen yang berlokasi di

kromosom 14,q22 – q24.6

Uterus merupakan jaringan target yang sensitif terhadap estrogen

memiliki kedua reseptor dalam jumlah yang banyak. Namun reseptor ini juga

(8)

ginjal, hari dan jantung. RE-β juga dijumpai pada jaringan otak, paru, saluran

pencernaan dan folikel ovarium.6,15

Pada seluruh sel endometrium dan miometrium, ekspresi reseptor

estrogen mencapai maksimum pada fase folikuler akhir. Selama fase luteal

awal, ekspresi reseptor estrogen menurun, diikuti dengan peningkatan pada

pertengahan dan akhir fase luteal. Perubahan ini menggambarkan perubahan

siklus estradiol (meningkatkan ekspresi reseptor estrogen). Walaupun

reseptor estrogen beta dijumpai pada endometrium manusia, namun kurang

menonjol dibandingkan reseptor estrogen alpha dan memperlihatkan

perubahan yang minimal selama siklus menstruasi.6

2.1.5. Reseptor estrogen pada mioma uteri

Lingkungan dalam mioma uteri bersifat hiperestrogenik dan

hipersensitif terhadap estrogen. Mioma uteri menciptakan lingkungan

hiperestrogeniknya sendiri, yang diperlukan untuk pertumbuhan dan

pemeliharaan mereka (mioma uteri). Mioma uteri memiliki reseptor estrogen

dan progesteron yang lebih banyak dari sekelilingnya (jaringan miometrium

normal),13,15,16,17 sehingga mioma uteri mengikat estrogen lebih banyak dan

mioma uteri juga sangat sedikit merubah estradiol menjadi estrone lemah.

Hermon juga menemukan kondisi yang sama pada saat fase proliferasi dan

fase sekresi. Tidak dijumpai perbedaan reseptor estrogen yang signifikan

berdasarkan ukuran massa mioma uteri.18 Selain itu, teori mengenai kadar

(9)

miosit normal. Aromatase sitokrom 450 merupakan kelompok enzim yang

terlibat dalam biosintesis hormon steroid juga aktivasi metabolik karsinogen.

Isoform sitokrom yang spesifik ini mengkatalisasi konversi androgen menjadi

estrogen pada beberapa jaringan. Diduga sel – sel mioma uteri mensintesis

estrogen in-situ.17 Estrogen dapat menyebabkan pembesaran tumor dengan

meningkatkan produksi ekstraseluler matriks.6,13,19

(10)

2.2. Hiperplasia Endometrium

Hiperplasia endometrium adalah kondisi abnormal yang merupakan

pertumbuhan endometrium yang berlebihan. Terminologi ini mencakup

berbagai macam kondisi. Beberapa di antaranya adalah jelas jinak dan

beberapa berpotensi menjadi ganas. Sayangnya, ada begitu banyak

klasifikasi yang berbeda selama bertahun-tahun yang menunjukkan

kebingungan yang signifikan mengenai makna dari hiperplasia endometrium.

Selama bertahun-tahun, hiperplasia endometrium dianggap gambaran

histologis dari rangkaian antara proliferasi endometrium normal dan

adenokarsinoma in situ. Teori ini didasarkan pada studi pertama kali

dilaporkan oleh Gusberg dan Kaplan pada tahun 1963. Dalam penelitian

tersebut, para penulis melaporkan bahwa 20% dari pasien yang menjalani

histerektomi ditemukan memiliki adenokarsinoma dan kanker endometrium

tersebut berkembang di hampir 12% pasien, dengan rata-rata follow-up 5,3

tahun. Mereka menyimpulkan bahwa risiko kanker secara signifikan lebih

tinggi pada wanita dengan hiperplasia endometrium daripada mereka yang

tidak dan bahwa setelah 10 tahun resiko kumulatif untuk kanker adalah

sekitar 30%.dalam14

Hiperplasia endometrium merupakan temuan histopatologi yang sulit

untuk dibedakan dengan karakteristik standar. Lesi ini memiliki rentang

persepsi yang luas mulai anggapan keadaan endometrium yang an-ovulasi

sampai dengan lesi pre-kanker. Terkadang pada pasien yang lebih tua,

(11)

berkembang secara spontan, dan dalam sebagian besar kanker endometrium

dijumpai fase prakanker hiperplasia endometrium. Sekitar sepertiga

karsinoma endometrium dipercaya diawali oleh hiperplasia endometrium.

Gambar 5. Hubungan hiperplasia endometrium dengan kanker endometrium20

Gangguan endometrium ini berhubungan dengan stimulasi estrogen

yang berkepanjangan pada keadaan an-ovulasi atau produksi estrogen

meningkat dan pengaruh hormon progesteron yang tidak adekuat.

Hiperplasia terjadi biasanya terjadi pada wanita perimenopause, dengan

siklus haid yang an-ovulasi, namun dapat juga terjadi pada kondisi termasuk

obesitas, penyakit ovarium polikistik, fungsi dari sel granulosa tumor ovarium

(12)

2.2.1. Insidensi

Insidensi terjadinya hiperplasia endometrium berhubungan dengan

usia : 40-50 tahun (40%), 50-60 tahun (25%), <40 tahun (hanya 15%).

Perubahan hiperplasia endometrium menjadi proses keganasan

membutuhkan waktu sekitar 1-2 tahun. Jika tidak diobati, setidaknya 50%

pasien dengan hiperplasia adenomatosa atipikal akan berkembang mejadi

kanker endometrium, sedangkan hanya 20% - 25% dari penderita hiperplasia

adenomatosa akan berkembang menjadi kanker.23

Pengambilan sampel jaringan endometrium, baik dari biopsi

endometrium maupun dilatase dan kuretase (D&K), diperlukan untuk

menegakkan diagnosis hiperplasia endometrium. Pengobatan tergantung

pada usia, keinginan untuk kesuburan masa depan, risiko bedah, dan

dijumpai gambaran atipikal pada spesimen patologi.24

2.2.2. Faktor risiko

Beberapa faktor dapat meningkatkan risiko terjadinya hiperplasia

endometrium. Obesitas merupakan faktor risiko yang kuat terhadap kanker

endometrium. Wanita yang mengalami obesitas (indeks massa tubuh > 30)

memiliki peningkatan risiko dua sampai tiga kali lipat. Alasan diyakini karena

tingkat estrogen yang beredar meningkat yang merupakan hasil dari konversi

androstenedion menjadi estron pada jaringan adiposa dan penurunan

hormon seks yang berikatan dengan globulin. Demikian pula, kombinasi

(13)

mengurangi risiko. Kondisi lain yang menyebabkan stimulasi estrogen jangka

panjang pada endometrium, termasuk sindrom ovarium polikistik (sindrom

Stein-Leventhal) dan tumor feminisasi ovarium, juga dikaitkan dengan

peningkatan risiko karsinoma endometrium.12,14,20

2.2.3. Patologi

Hiperplasia endometrium merupakan proliferasi non-invasif jaringan

endometrium yang menyebabkan pola morfologi kelenjar dengan bentuk

yang ireguler, dilatasi dan ukuran yang bervariasi. Kriteria utama untuk

menegakkan diagnosis hiperplasia adalah penebalan endometrium yang

disebabkan oleh karena peningkatan jumlah dan ukuran proliferasi kelenjar

yang tidak teratur Saat ini, klasifikasi hiperplasia endometrium dibagi atas

simpel atau kompleks, dan dengan gambaran sitologi atipik atau non-atipik.

Semua jenis hiperplasia ditandai dengan peningkatan rasio kelenjar

-stroma, kelenjar yang ireguler, dan variasi dalam ukuran kelenjar. Di samping

itu, dijumpai aktivitas mitosis yang jelas, meskipun jumlahnya sangat

bervariasi dan mungkin kurang dibandingkan proliferasi endometrium. Jumlah

stroma yang memisahkan kelenjar membedakan bentuk-bentuk hiperplasia

sederhana dan kompleks, terlepas dari dijumpainya atipikal. Biasanya disertai

peningkatan kompleksitas kelenjar. Hiperplasia simpel ditandai dengan

proliferasi jinak dari kelenjar endometrium, ireguler dan dilatasi, tidak terlalu

padat atau sel – sel atipik. Sedangkan pada hiperplasia kompleks ditandai

(14)

Hiperplasia umumnya dijumpai abnormalitas yang difus tetapi mungkin juga

dijumpai kelainan fokal, mungkin karena perbedaan reseptor estrogen dan

progesteron regional pada endometrium. Kriteria untuk histopatologi atipikal

termasuk nukleus yang membesar dengan ukuran yang beragam dan bentuk

yang telah kehilangan polaritas, peningkatan rasio nukleus terhadap

sitoplasma, nukleolus yang menonjol, dan kromatin yang berkelompok

dengan tidak teratur dengan parakromatin jernih. Atipik dapat dijumpai pada

keduanya simpel maupun kompleks.21,25,26,27

Beberapa menduga bahwa istilah hiperplasia endometrium

seharusnya digunakan menjelaskan lesi non-atipik dan istilah neoplasia

intraepitel endometrium digunakan untuk menjelaskan lesi dengan gambaran

inti yang atipik pada sel – sel kelenjar endometrium (membesar, membulat,

pleomorfis, dan aneuploidi). Penebalan endometrium tanpa dijumpainya

gambaran inti yang atipik, lesi disebut sebagai gangguan proliferasi

endometrium persisten atau pemadatan fokus kelenjar.6,23

2.2.4. Klasifikasi hiperplasia endometrium

Klasifikasi yang digunakan saat ini adalah kriteria WHO yang

dimodifikasi oleh Kurman, Karminski dan Norris dan direvisi pada tahun 1994,

membagi hiperplasia menjadi sederhana dan kompleks atas dasar

strukturnya masing - masing dan membagi menjadi jenis tipikal dan atipikal

(15)

Tabel 1. Klasifikasi hiperplasia endometrium menurut WHO

Hiperplasia sederhana

Hiperplasia kompleks (edenomatosa)

Hiperplasia atipikal sederhana

Hiperplasia atipikal kompleks (adenomatosa)

Risiko hiperplasia endometrium yang berkembang menjadi karsinoma

berhubungan dengan ada tidaknya dan tingkat keparahan dari sitologi

atipikal. Potensi keganasan pada hyperplasia endometrium dipengaruhi oleh

usia, penyakit ovarium yang mendasari, endokrinopati, obesitas, dan paparan

hormon eksogen. Ditandai sitologi atipikal, tingkat mitosis yang tinggi, dan

stratifikasi seluler ditandai fitur hiperplasia endometrium atipikal yang paling

sering dikaitkan dengan ditemukannya karsinoma terdiagnosis di

histerektomi.26

(16)

2.2.5. Prognosis

Progresifitas hiperplasia endometrium sampai kepada proses

keganasan tergantung jenis hiperplasia endometrium yang diketahui dari

pemeriksaan histopatologi.28,31,32

Tabel 2. Progresifitas hiperplasia endometrium – kanker13

Jenis Persentase menjadi kanker

penanganan, dan 84% dengan terapi progestin. Risiko perkembangan

hiperplasia endometrium menjadi ganas sangat bervariasi sesuai dengan

jenis hiperplasia. Dalam penelitiannya, hiperplasia endometrium yang

dilakukan terapi mengalami regresi secara spontan sekitar 74% dan tetap

stabil selama lebih dari 10 tahun sekitar 18%. Risiko perkembangan menjadi

kanker sekitar 1 % untuk pasien dengan hiperplasia sederhana tanpa atipikal,

3% dengan hiperplasia kompleks tanpa atipikal, 8% dengan hiperplasia

atipikal sederhana, dan 29% dengan hiperplasia adenomatosa atipikal

(17)

2.3. Perubahan endometrium yang berhubungan dengan mioma uteri

Dijumpai bukti dari stimulasi estrogen eksogen atau endogen

terhadap endometrium pada sebagian wanita dengan hiperplasia

endometrium. Secara umum, estrogen merangsang endometrium, tidak

seperti progesteron yang memiliki efek enti-proliferasi. Pemaparan estrogen

jangka panjang dapat menyebabkan terjadinya hiperplasia endometrium dan

kanker endometrium. Seperti yang telah dikatakan sebelumnya, mioma uteri

merupakan tumor yang bersifat hiperestrogenik dimana pada jaringan mioma

sangat banyak dijumpai reseptor estrogen dibandingkan miometrium. Selain

itu, juga enzim sitokrom 450 juga dijumpai dalam jumlah yang signifikan pada

mioma uteri. Kondisi ini membuat jaringan mioma uteri sangat sensitif

terhadap estrogen.

Hiperplasia endometrium sering dijumpai pada pinggiran mioma

submukosa.6 Penelitian awal pada awal 1930-an menunjukkan

antar-hubungan antara kista folikel ovarium, hiperplasia endometrium dan mioma

uteri. Mereka menunjukkan sebab dan akibat hubungan antara hiperestrogen

stimulasi ovarium dan hiperplasia endometrium. Abnormalitas stimulus

estrogenik mengakibatkan hiperplasia endometrium. Beberapa penelitian

yang dilakukan sebelum era molekuler ditemukan hiperplasia endometrium

sering berhubungan dengan mioma uteri.

Beberapa wanita yang memiliki suatu neoplasma ovarium (sel tumor

granulosa ovarium), yang menghasilkan kelebihan estrogen endogen akan

(18)

mengeluhkan terjadi perdarahan melalui vagina. Penyebab kelebihan

estrogen umumnya karena obesitas, polikistik ovarium, atau perimenopause

berkepanjangan dengan pola perdarahan anovulasi. Perkembangan

hiperplasia sekunder untuk anovulasi pada menarche sangat jarang, dan

mudah reversibel, dengan melakukan normalisasi siklus menstruasi dengan

pil kontrasepsi oral. Hiperplasia endometrium dan kanker yang berhubungan

dengan stimulasi estrogen memiliki prognosis yang baik.15,22,28

Hiperplasia endometrium lebih sering ditemukan sehubungan dengan

mioma uteri yang kecil, berbeda dengan ukuran yang besar, akibat

peregangan dan tekanan, lebih mungkin menghasilkan atrofi endometrium.

Sehubungan dengan kondisi endometrium pada wanita dengan mioma

menunjukkan bahwa sejumlah besar dikaitkan dengan jenis siklus yang

non-ovulasi dan sering dijumpai dengan hiperplasia endometrium. Pada penelitian

yang dilakukan oleh King mencatat sering dijumpai hubungan antara

hiperplasia endometrium dan mioma uteri. Dari 114 kasus mioma uteri sekitar

71% menunjukkan adanya hiperplasia endometrium. Penelusuran lebih lanjut

menemukan biasanya kombinasi hiperplasia endometrium dan

miometrium.dalam33

Pada tahun 1935, Witherspoon mendeskripsikan beberapa

perubahan patologis, dimana secara etiologi berhubungan erat, antara : (1)

mioma uteri, (2) degenerasi mikrokistik pada ovarium dengan luteinisasi

inkomplit, dan (3) hiperplasia kistik kelenjar endometrium. Pada penelitian

(19)

pasien dilakukan kuretase dan didiagnosis. Sebanyak 20 orang (45%)

dilakukan laparotomi dan ditemukan multipel kista folikel pada setiap kasus.

Setelah empat tahun sembilan bulan seluruh pasien menjalani operasi

karena multipel mioma uteri. Lapisan miometrium memperlihatkan gambaran

hiperplasia pada 24 kasus (55%). Pada endometrium juga dijumpai

(20)

2.4. Kerangka Teori

M IOM ETRIUM

ESTROGEN

PATOLOGIS

ENDOM ETRIUM

PATOLOGIS

M IOM A UTERI

HIPERPLASIA

(21)

2.5. Kerangka Konsep

PEM ERIKSAAN

HISTOPATOLOGI

M IOM A UTERI

HE (+)

ENDOM ETRIUM

Gambar

Gambar 1. Jenis mioma uteri13
Gambar 2. Alur steroidogenesis13
Gambar 3. Mekanisme kerja hormon steroid15
Gambar 4. Pengaruh hormon steroid dan reseptor hormon terhadap mioma uteri9
+4

Referensi

Dokumen terkait

Teknik Listrik (lenianc D3) - Kelas xeriasama PLN. POLITEKNIK NE6tRI

was not used due to the assumption of Hapke model (particles are larger than wavelengths of light). The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing

POLITEKNIK NEGERI KUPANG.

Sekarang ini banyak sekali lembaga pendidikan baik swasta maupun negeri yang menggunakan teknologi komputer utnuk mempercepat dan memepermudah suatu kasus dalam ilmu

[r]

Tahaptahap dari pembuatan aplikasi ini adalah pengumpulan data, yaitu data tentang berbagai informasi dari majalah aura, yang didalamnya terdapat berbagai macam kue-kue basah

[r]

Website yang baik adalah website yang dapat menarik perhatian pengguna internet, sehingga mereka tertarik untuk membuka website dan melihat informasi yang terdapat