• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengelompokoan Mahasiswa Di Kampus (Studi Kasus di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengelompokoan Mahasiswa Di Kampus (Studi Kasus di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik)"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang masyarakatnya bersifat majemuk.

Kemajemukan dapat dilihat secara horizontal dan vertikal. Kemajemukan secara

horizontal adanya kesatuan sosial yang berbeda-beda seperti suku bangsa, agama,

kedaerahan, adat istiadat, dan lain sebagainya, sedangkan kemajemukan secara

vertikal adanya kesatuan sosial yang bersifat lapisan sosial di masyarakat yang

berbeda-beda seperti pendidikan, ekonomi serta kedudukan sosial politik (Pelly,

2005).

Kemajemukan yang dimiliki bangsa Indonesia merupakan faktor yang

tidak dapat dihindari. Kemajemukan tersebut dapat menimbulkan kesalahpahaman

sehingga terjadi pertikaian atau konflik dalam berinteraksi antara satu dengan

yang lainnya, baik secara sengaja maupun tidak. Konflik juga terjadi karena

adanya perbedaan pandangan antar masing-masing individu dan memiliki

sentimen-sentimen (primordial) dan sentimen berdasarkan lapisan sosial tertentu.

Hal tersebut dapat dilihat dengan terwujudnya hubungan kedekatan sesama suku

bangsa, agama, kedaerahan, serta sesama lapisan sosial tertentu. Kenyataan

tersebut juga dapat terwujud di lingkungan kampus.

Kampus secara harafiah adalah lapangan atau “tegal” yang diambil dari

bahasa latin yaitu “campus” yang memiliki arti “lapangan luas” kemudian

(2)

(universitas, akademi), tempat semua kegiatan belajar-mengajar dan administrasi

berlangsung1. Ruang kuliah diklaim sebagai terminal ilmu, dimana mahasiswa tidak sekedar datang untuk kuliah, ujian dan kumpul tetapi kampus menjadi agen

pengembangan bakat dan penanaman nilai-nilai, sehingga dari ruang kuliah dan

berbagai kegiatan kampus itu diharapkan akan lahir mahasiswa yang kreatif,

kritis, bertanggung jawab dan bermoral. Selain sebagai tempat menimba ilmu

dalam bidang pendidikan, kampus menjadi tempat berkumpulnya kemajemukan

mahasiswa. Kemajemukan di kampus menyebabkan terjadinya interaksi sesama

mahasiswa dengan ada yang bergaul secara berkelompok dengan alasan yang

berbeda-beda.

Sebagai mahkluk sosial, manusia tidak terlepas dari interaksi sosial.

Manusia senantiasa hidup bersama, berinteraksi dan bergantung satu sama lain

untuk mempertahankan hidupnya dengan melakukan hubungan dan pengaruh

timbal balik dengan manusia lain dalam rangka memenuhi kehidupannya

(Soekanto, 2012:54). Apabila dua orang bertemu, interaksi sosial dimulai pada

saat itu. Mereka saling menegur, berjabat tangan, saling berbicara atau bahkan

mungkin berkelahi. Aktivitas semacam itu merupakan bentuk-bentuk interaksi

sosial. Mahasiswa dalam lingkungan kampus pasti mengalami interaksi sosial

dengan sesama mahasiswa. Dengan kata lain, lebih sering disebut dengan kata

“bergaul” untuk menjalin hubungan antarsesama. Dalam lingkungan kampus

terjadi pergaulan sesama mahasiswa dengan cara yang berbeda seperti adanya

(3)

pergaulan hanya sesama asal daerah, sesama agama serta suku bangsa dengan

memiliki tujuan yang dapat menguntungkan individu ataupun kelompok.

Interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan sosial karena

tanpa interaksi sosial, tidak mungkin ada kehidupan berkelompok. Bertemunya

orang perorang secara badaniah tidak akan menghasilkan pergaulan hidup dalam

suatu kelompok sosial. Pergaulan semacam itu baru akan terjadi apabila

orang-orang perorang-orangan atau kelompok-kelompok manusia bekerjasama, berbicara dan

untuk mencapai suatu tujuan, mengadakan persaingan, pertikaian, dan lain

sebagainya. Pertemuan berdasarkan perbedaan kelompok merupakan kegiatan

sehari-hari yang tidak dapat dihindarkan misalnya dalam hal pekerjaan, sekolah,

kegiatan jual beli, acara keagamaan atau bahkan hanya sekedar bertegur sapa.

Aktivitas seperti itu merupakan bentuk interaksi sosial dan merupakan kunci dari

semua kehidupan, karena tanpa interaksi tidak akan mungkin ada kehidupan

bersama (Soekanto, 2012:54-55). Seperti halnya interaksi sosial yang terjadi di

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sumatera Utara merupakan

kampus yang memiliki kemajemukan mahasiswa dalam lingkungan kecil.

Fakultas tersebut merupakan tempat berkumpulnya mahasiswa yang terdapat di

dalamnya keberagaman suku bangsa, seperti suku bangsa Batak Toba, Karo,

Mandailing, Nias, Melayu, Jawa, Tionghoa; serta perbedaan agama yang

mencakup agama Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha; dan juga memiliki

asal daerah yang berbeda pula. Dengan keadaan tersebut, maka dengan tidak

(4)

hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian lapangan. Inilah yang menjadi daya

tarik bagi peneliti untuk melihat wujud-wujud pengelompokan mahasiswa dalam

bergaul di kampus.

1.2. Ruang Lingkup Permasalahan dan Lokasi Penelitian

1.2.1. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah bagaimana keberadaan

pengelompokan-pengelompokan mahasiswa yang terwujud di FISIP USU?. Rumusan masalah

tersebut diuraikan ke dalam 3 (tiga ) pertanyaan penelitian, yakni :

1. Pengelompokan-pengelompokan apa saja yang terwujud di kalangan

mahasiswa FISIP USU?

2. Faktor apa yang mendasari mahasiswa bergabung dalam pengelompokan

FISIP USU?

3. Bagaimana dampak yang ditimbulkan oleh adanya gejala pengelompokan

(grouping) mahasiswa dalam pergaulan di FISIP USU?

1.2.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas

Sumatera Utara Medan. Alasan pemilihan lokasi karena di FISIP USU cenderung

terjadi pengelompokan-pengelompokan mahasiswa. Alasan lainnya adalah karena

peneliti merupakan mahasiswa FISIP, Sehingga data tentang pengelompokan

(5)

1.3. Tinjauan Pustaka

Bicara tentang pengelompokan mahasiswa di kampus, terlebih dahulu

harus dipahami berbagai konsep yang berkaitan dengan hal tersebut.

Manusia adalah makhluk individu yang tidak dapat melepaskan diri dari

hubungan dengan manusia lain. sebagai akibat dari hubungan yang terjadi di

antara individu-individu (manusia) kemudian lahirlah kelompok-kelompok sosial

yang dilandasi oleh kesamaan-kesamaan kepentingan bersama. Manusia adalah

makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat (Homosocious/Zoopoliticon) yang

tidak pernah lepas dari masyarakat, karena sejak manusia lahir pasti sudah terikat

dengan masyarakat. Akibatnya, sifat kodrati manusia tidak mungkin dapat hidup

seorang diri tanpa bantuan orang lain sehingga manusia membentuk sebuah

kelompok. Manusia itu berkelompok karena kesadaran akan kepentingan bersama

yang nantinya akan mengadakan kerjasama dengan semua pihak dalam usaha

mencapai tujuan, meskipun dalam banyak hal kehidupan masyarakat kita

mengetahui ada kepentingan manusia yang tidak sama bahkan saling bertentangan

(Wursanto, 2005:57).

Kelompok (group) adalah kumpulan dari individu yang berinteraksi satu

sama lain, pada umumnya hanya melakukan pekerjaan, untuk meningkatkan

hubungan antar individu, atau bisa saja keduanya.

Menurut Mardikanto (1993) kelompok adalah himpunan yang terdiri dari

dua tau lebih individu (manusia) yang memiliki ciri-ciri: (1) memiliki ikatan yang

(6)

struktur dan pembagian tugas yang jelas, (4) memiliki kaidah-kaidah atau norma

tertentu yang disepakati bersama, dan (5) memiliki keinginan dan tujuan bersama.

Menurut Horton dan Hunt (1999) kelompok adalah sejumlah orang yang

memiliki pola interaksi yang terorganisasi dan terjadi secara berulang-ulang.

Defenisi lain diungkapkan oleh Kartono (2001) kelompok adalah kumpulan dua

atau lebih individu yang kehadirannya masing-masing individu memiliki arti dan

nilai bagi individu lainnya. Sedangkan Page dan Mac dalam Soekanto (2006)

menjelaskan kelompok sebagai himpunan atau kesatuan-kesatuan manusia yang

hidup bersama, memiliki hubungan timbal balik, dan memiliki kesadaran untuk

saling tolong-menolong. Kelompok juga sebagai tempat untuk memenuhi

kebutuhan hidup manusia baik kebutuhan sosiologis, ekonomis, maupun

kebutuhan psikologis. Dengan berkelompok manusia dapat mengembangkan

potensi yang dalam dalam dirinya ( Soekanto, 2006).

Pengelompokan adalah penggolongan diri ke dalam suatu komunitas

tertentu karena adanya kesamaan seperti agama, suku bangsa, asal daerah, serta

memiliki kesamaan lain. Pengelompokan selalu terjadi di dalam masyarakat. Hal

tersebut terjadi karena dalam suatu masyarakat memiliki keberagaman dalam suku

bangsa, kedaerahan, demikian juga dalam hal strata sosialnya yaitu strata sosial

atas, menengah dan bawah. Perbedaan strata ini dapat dilihat dari ekonomi

maupun pendidikan.

Kelompok atau pengelompokan terwujud karena adanya adanya sistem

interaksi sosial. Mengutip Gillin dan Gillin dalam Soekanto (2012:55)

(7)

yang menyangkut hubungan antara orang-perorangan, antara kelompok-kelompok

manusia, maupun antara perorangan dengan kelompok manusia. Apabila dua

orang bertemu, interaksi sosial dimulai pada saat itu. Mereka saling menegur,

berjabat tangan, saling berbicara atau bahkan mungkin berkelahi.

Aktivitas-aktivitas semacam itu merupakan bentuk-bentuk interaksi. Ada dua syarat

terjadinya interaksi sosial :

1. Adanya kontak sosial (social contact), yang dapat berlangsung dalam

tiga bentuk, yaitu antarindividu, antarindividu dengan kelompok,

antarkelompok. Selain itu, suatu kontak dapat pula bersifat langsung

maupun tidak langsung.

2. Adanya komunikasi, yaitu seseorang memberi arti pada perilaku orang

lain, perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang tersebut.

Orang yang bersangkutan kemudian memberi reaksi terhadap perasaan

yang ingin disampaikan oleh orang tersebut (Soekanto, 2012:62)

Individu sebagai makhluk sosial tidak bisa dipisahkan dengan interaksi

sosial dan bentuk-bentuk interaksi sosial, selain itu juga individu juga tidak dapat

dipisahkan dari situasi tempat ia berada dan situasi ini sangat berpengaruh

terhadap kelompok yang terbentuk akibat situasi tersebut. Kelompok itu terdiri

dari dua atau lebih individu, yang ada secara bersama-sama dalam satu hubungan

psikis tertentu, dan saling mempengaruhi satu sama lainnya. Yang terpenting

dalam sebuah kelompok bukanlah persamaan dan perbedaan satu sama lainnya,

(8)

Dalam kehidupan, individu memang tidak dapat lepas dari kelompok.

Ketika individu lahir, ia adalah bagian dari kelompok kecil yang dinamakan

keluarga. Selanjutnya, individu mulai menjadi anggota dari berbagai kelompok di

lingkungan rumah, sekolah, tempat kerja dan juga di tengah masyarakat individu

beraktivitas dan berkembang bersama orang-orang di dalam kelompok. Hal itu

dapat menimbulkan interaksi sosial dan juga saling mempengaruhi antar individu

dalam kelompok tersebut.

Thomas (2008) dalam buku Dinamika Kelompok mengemukakan

beberapa teori tentang terbentuknya kelompok:

1. Teori Kontrak Sosial atau Perjanjian Sosial

Teori ini dikembangkan oleh Rousseau, Hobes dan Locke. Mereka

sama-sama berangkat dari sebuah pemikiran awal yang menyatakan bahwa

terbentuknya sebuah negara adalah karena adanya kesepakatan dari

masyarakat atau individu-individu dalam masyarakat untuk melakukan

kesepakatan atau perjanjian. Mereka sama-sama mendasarkan

analisis-analisi mereka pada anggapan dasar bahwa manusialah sebagai sumber

kewenangan sebuah negara.

2. Teori Hasrat Sosial

Teori ini berpendapat bahwa manusia yang tadinya hidup terpisah-pisah

kemudian hidup dalam pergaulan antar manusia disebabkan karena pada

diri tiap individu terdapat hasrat sosial yang senantiasa mendorong untuk

(9)

3. Teori Tenaga yang Menggabungkan

Pencetus teori ini adalah P.J. Bowman. Ia mengemukakan bahwa

kelompok terbentuk karena manusia senantiasa hidup bersama dalam

suatu pergaulan yang didorong oleh tenaga-tenaga yang menggabungkan

atau mengintergrasikan individu ke dalam suatu pergaulan.

4. Teori kedekatan (Propinguiri Theorty)

Merupakan teori yang sangat dasar tentang terbentuknya kelompok yang

menjelaskan bahwa kelompok terbentuk karena adanya afilasi

(perkenalan) di antara orang-orang tertentu.

5. Teori Keseimbangan

Teori keseimbangan ( a blance theory of group formation) yang

dikembangkan oleh Theodore Newcomb. Teori ini menyatakan bahwa

seseorang yang tertarik pada yang lain karena adanya kesamaan sikap di

dalam menanggapi suatu tujuan.

6. Teori Alasan Praktis (Practical Theory)

Teori ini menyatakan bahwa kelompok terbentuk karena kelompok

cenderung memberikan kepuasan atas kebutuhan-kebutuhan sosial yang

mendasar dari orang-orang yang berkelompok. Kebutuhan-kebutuhan

sosial praktis tersebut dapat berupa alasan ekonomi, status sosial,

kemanan, politis dan alasan sosial lainnya.

Hampir semua manusia memiliki kelompok bergaul dalam kehidupannya

atau disebut kelompok sosial, baik keluarga atau kelompok lain seperti teman

(10)

manusia yang hidup bersama, karena adanya hubungan di antara mereka.

Mengutip Sarwono dan Eko dalam kajian Widyaningsih (2010), menjelaskan

bahwa tidak semua kelompok itu bisa dikatakan sebagai kelompok sosial, oleh

karena itu ada beberapa syarat tertentu untuk disebut sebagai kelompok, yakni

persyaratan fisik yang harus dipenuhi, seperti ada beberapa individu yang

berinteraksi dan saling tergantung untuk mencapai tujuan bersama, dan ada pula

persyaratan non-fisik, seperti persepsi sebagai satu kesatuan serta perasaan

sebagai bagian dari kelompok. Selain itu syarat tersebut juga terdapat beberapa

syarat lainnya untuk disebut sebagai kelompok sosial menurut Soekanto

(2005:115), yakni:

a. Setiap anggota kelompok harus sadar bahwa dia merupakan bagaian dari

kelompok yang bersangkutan.

b. Ada hubungan timbal balik antara anggota yang satu dengan anggota

yang lainnya.

c. Ada suatu faktor yang dimiliki bersama, sehingga hubungan antara

mereka bertambah erat. Faktor-faktor tersebut dapat berupa nasib yang

sama, kepentingan yang sama, tujuan yang sama, ideologi politik yang

sama dan lain-lain.

d. Berstruktur, berkaidah dan mempunyai pola perilaku.

e. Bersistem dan berproses.

Tidak hanya terdapat syarat tertentu pada suatu kelompok. Kelompok pun

(11)

(2010) tentang Interaksi Sosial Himpunan Mahasiswa Lampung di Yogyakarta

menjelaskan bahwa kelompok sosial mempunyai ciri-ciri tertentu, yaitu :

a) Adanya motif yang sama

Kelompok sosial terbentuk karena anggota-anggotanya mempunyai motif

yang sama. Motif yang sama ini merupakan pengikat sehingga setiap

kelompok tidak bekerja sendiri-sendiri, melainkan bekerja sama untuk

mencapai suatu tujuan tertentu yang telah disepakati.

b) Adanya sikap in-group dan out-group

Apabila orang lain di luar kelompok bertingkah laku khusus, maka mereka

akan tersingkirkan dari kelompok. Dan sikap penolakan yang ditunjukkan

oleh kelompok yang oleh kelompok itu disebut dengan sikap out-group atau

sifat terhadap “orang luar”. Jika kelompok manusia itu menunjukkan orang

luar untuk membuktikan kesediaannya berkorban bersama dan

kesetiakwanannya, baru kemudian menerima ornag itu dalam segala

kegiatan kelompok. Sikap menerima ini disebut sikap in-group atau sikap

terhadap “orang dalam”.

c) Adanya solidaritas

Adanya solidaritas yang tinggi di dalam kelompok tergantung kepada

kepercayaan setiap anggota akan kemampuan anggota lainnya untuk

melakukan tugas dengan baik.

d) Adanya struktur kelompok

Struktur kelompok adalah suatu sistem mengenai relasi antara

(12)

mereka masing-masing dalam interaksi kelompok untuk mencapai suatu

tujuan tertentu. Di dalam struktur kelompok terdapat susunan kedudukan

fungsional dan juga susunan hierarkis antara anggota kelompok.

e) Adanya norma kelompok

Norma kelompok di sini adalah pedoman-pedoman yang mengatur tingkah

laku individu dalam suatu kelompok.

Kelompok bisa saja membatasi independensi individu, namun setiap

individu pasti menjadi anggota suatu kelompok tertentu. Hal ini dikarenakan

kelompok memberikan manfaat tertentu bagi individu. Mengutip Burn dalam

Kajian Ika (2010) menjelaskan tentang tiga manfaat kelompok, yaitu:

a. Kelompok memenuhi kebutuhan individu untuk merasa berarti dan dimiliki.

Adanya kelompok membuat individu tidak merasa sendirian, ada orang lain

yang membutuhkan dan menyayanginya.

b. Kelompok sebagai sumber identitas diri. Individu yang tergabung dalam

kelompok bisa mendefenisikan dirinya sebagai anggota suatu kelompok.

c. Kelompok sebagai sumber informasi tentang dunia dan tentang diri kita.

Hubungan-hubungan yang terjadi dalam kelompok tersebut antara lain

menyangkut hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi dan juga suatu

kesadaran. Kelompok-kelompok yang terwujud tersebut menjadi bagian di dalam

kehidupan masyarakat luas. Menurut Koentjraningrat (2009:116), masyarakat

adalah sekumpulan manusia yang saling “bergaul” atau dengan dengan istilah

ilmiah saling “berinteraksi”. Secara khusus menurut antropologi masyarakat

(13)

adat-istiadat tertentu yang bersifat kontiniu dan yang terikat oleh suatu rasa identitas

bersama.

Kampus dapat juga dilihat sebagai masyarakat karena di dalam kampus

terjadi interaksi antarsesama warganya (mahasiswa). Dikatakan kampus sebagai

masyarakat, karena di dalam kampus terdapat masyarakat kampus yang menjalin

interaksi yang cenderung lama. Dikatakan lama meskipun hari itu juga interaksi

akan berakhir, tetapi besok harinya akan terjalin kembali interaksi sosial sesama

mahasiswa dengan memiliki identitas tertentu .

Masyarakat kampus terdiri dari mahasiswa yang berbeda suku bangsa,

kedaerahan maupun lapisan sosial. Di dalam kampus mahasiswa berinteraksi

antarsesama mereka. Interaksi tersebut didasari oleh berbagai kepentingan. Para

mahasiswa tersebut cenderung berinteraksi dengan sesama suku bangsa, agama,

kedaerahan maupun sesama strata sosial di dalam kampus, misalnya adanya

mahasiswa yang bergaul hanya sesama suku bangsa Batak, Minangkabau, Melayu

serta sesama orang kaya. Interaksi warga yang cenderung sesama golongan

sesungguhnya didasarkan atas sentimen-sentimen yang dimiliki mereka. Geertz

(1973b:250) menyebutnya dengan istilah sentimen Primordial.

Mengutip pandangan Geertz, Suparlan (1973b:250) menyatakan bahwa:

“Primordialitas/ ikatan-ikatan primordial adalah sesuatu

(14)

Dengan kata-kata sederhana, Geertz menjelaskan bahwa primordialitas

sebagai sebuah dunia jati diri perorangan atau pribadi, yang secara kolektif

diratifikasi2 dan secara publik diungkapkan, yang merupakan sebuah keteraturan dunia. Primordialitas adalah sesutu yang utama, yaitu perasaan yang dipunyai

orang per-orang, berkenaan dengan kehadirannya atau kehidupannya di dunia ini

sebagai suatu takdir bahwa dia dilahirkan dan dibesarkan dalam suatu lingkungan

keluarga dan kerabat, keyakinan keagamaan, bahasa, berbagai adat serta sistem –

sistem makna yang ada dalam kebudayaannya, yang di rasakan sebagai dunia

kehidupannya yang utama karena tidak dapat terpisahkan dari dirinya. Selain

sentimen primordialitas, interaksi sosial yang terwujud juga didasarkan pada

kedudukan atau poisisi mereka di dalam suatu lapisan tertentu. Orang yang

menempati suatu lapisan tertentu akan cenderung berinteraksi dengan sesama

mereka, misalnya sesama orang kaya akan memilih berteman dengan sesama

orang kaya.

Interaksi sosial yang cenderung berinteraksi dengan sesama warga

tertentu, tentu akan menimbulkan stereotip terhadap kelompok lain di luar

kelompok. Stereotip adalah gambaran yang dimiliki seseorang terhadap

sekelompok orang lain, misalnya suku bangsa Minangkabau menganggap suku

bangsa Batak kasar, akibatnya mereka membentuk suatu pengelompokan yang

hanya bersuku bangsa Minangkabau saja. Revida (2009) mengungkapakan

stereotip biasanya terbentuk atas dasar kejadian yang sudah ada sebelumnya,

kemudian diperkuat oleh pengamatan pribadi secara sepintas yang biasanya

2

(15)

berkonotasi negatif. Pengamatan ini hanya melihat dari sisi luarnya saja tanpa

mengetahui latar belakang sikap dan perilaku yang membentuknya sehingga

stereotip bisa menumbuhkan fanatisme dan kecurigaan yang akhirnya akan

menyebabkan masing-masing kelompok menutup diri dan memperkuat stereotip

tersebut. Segala pandangan-pandangan tersebut dapat menghambat terjadinya

interaksi dengan kultur serta latar belakang yang berbeda sehingga terjadinya

pengelompokan yang hanya memiliki kesamaan.

Pengelompokan yang cenderung bergaul dengan sesama anggota yang

memiliki kesamaan, tentu akan menimbulkan dampak. Dampak adalah benturan;

pengaruh yang mendatangkan akibat, baik positif maupun negatif. Pengaruh

adalah daya yang timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut membentuk watak,

kepercayaan dan perbuatan orang, serta keadaan dimana ada hubungan timbal

balik atau hubungan sebab akibat yang mempengaruhi (KBBI, online 2017).

Dampak positif adalah memberi kesan dengan dampak yang positif yang bisa

menguntungkun bagi orang yang ikut serta dalam kelompok itu sendiri, misalnya

pengelompokan berdasarkan agama, jika seseorang bergabung dalam kelompok

ini maka akan terjalin keeratan untuk belajar tentang agama yang dianut. Dampak

negatif adalah memberi kesan negatif dengan tujuan agar mereka mengikuti atau

mendukung keinginannya yang buruk dan menimbulkan akibat tertentu, misalnya

pengelompokan mahasiswa sesama suku bangsa Minangkabau yang memandang

suku bangsa Batak Toba orang yang kasar sehingga terjadi perenggangan antar

(16)

Dalam kajian Lailatul (2014), tentang Konflik dalam Lembaga

Kependidikan menjelaskan bahwa konflik adalah suatu proses sosial dimana

individu atau kelompok berusaha memenuhi keinginannya dengan jalan

menentang, mengancam, berprasangka, dan juga dengan kekerasan. Mengutip

Suparlan (2005), Prof. Irwan Abdullah menguraikan 5 (lima) jenis-jenis konflik,

diantaranya:

1. Konflik hubungan yaitu konflik yang muncul karena adanya emosi negatif,

misalnya miss komunikasi/ tindakan negatif yang berulang-ulang yang

diwujudkan suatu kelompok terhadap kelompok lain. pada dasarnya konflik ini

bersifat personal.

2. Konflik data yaitu konflik karena kurang informasi dalam mendukung

keputusan bijak sehingga menimbulkan pertentangan.

3. Konflik kepentingan yaitu persaingan untuk memperoleh kepentingan dengan

cara menjelekkan lawan, misalnya penerima pegawai sesuai dengan suku

bangsa tertentu.

4. Konflik struktural yaitu konflik yang mencerminkan perbedaan strata yang

cenerung tidak seimbang dimana masing-masing posisi bersaing dalam

menemukan akses sumber ekonominya.

5. Konflik nilai yaitu sistem nilai yang berbeda yang dipaksa oleh suatu

kelompok dengan yang lainnya, misalnya orang Batak memaksa orang lain

(17)

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Setiap penelitian tentunya memiliki tujuan dan manfaat yang sangat

penting, karena melalui tujuan dan manfaat itulah maka suatu penelitian dapat

dimengerti oleh peneliti maupun dibaca publik. Adapun tujuan dari penelitian ini

ialah untuk mendeskripsikan keberadaan pengelompokan mahasiswa yang

terwujud di kampus dengan menitikberatkan perhatian pengelompokan di FISIP

USU, mencakup pengelompokan apa saja yang terwujud di kalangan mahasiswa,

faktor yang mendasari terjadinya pengelompokan di kampus, serta dampak yang

ditimbulkan adanya gejala sosial pengelompokan di FISIP USU.

Adapun manfaat dari penelitian ini secara akademisi ialah sebagai salah

satu sumbangsih tentang pengelompokan mahasiswa dalam pergaulan di FISIP

USU. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat berguna bagi mahasiswa atau

pembaca dalam memahami wujud-wujud pengelompokan yang terjadi di

lingkungan kampus. Penelitian ini juga diharapkan menjadi bahan masukan dalam

berinteraksi sesama mahasiswa ataupun masyarakat luar. Selain itu juga sebagai

alat penyampai aspirasi mahasiswa mengenai pengelompokan dalam bergaul yang

seharusnya di kampus.

1.5. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini merupakan penelitian etnografi bersifat kualitatif dengan

(18)

1.5.1. Teknik Observasi

Observasi3 atau pengamatan dilakukan untuk melihat bagaimana keberadaan pengelompokan yang terwujud. Observasi yang digunakan adalah

observasi non partisipasi. Hal tersebut karena peneliti hanya ingin melihat

pengelompokan apa saja yang terwujud tanpa harus ikut terlibat di dalam

kehidupan pengelompokan mahasiswa. Dalam observasi non partisipasi peneliti

akan mengamati tentang:

 Bagaimana wujud-wujud pengelompokan yang terjadi di FISIP USU?

 Siapa saja yang terlibat dalam pengelompokan tersebut?

 Kegiatan apa yang dilakukan dalam pengelompokan?

 Apakah ada orang lain yang terlibat di luar kelompok tersebut?

Misalnya pengelompokan berdasarkan agama apakah mengundang

Pendeta atau Ustadz untuk memimpin ibadah?

Observasi yang dilakukan dilengkapi dengan kamera photo untuk

mengabadikan hal-hal yang tidak terobservasi di lapangan baik data pribadi

informan atau hasil penelitian pribadi. Di samping itu, hasil foto yang dilakukan

dapat dijadikan sebagai penegasan data yang diperoleh di lapangan.

1.5.2. Teknik Wawancara Mendalam (depht interview)

Wawancara mendalam adalah suatu kegiatan dimana terjadi percakapan

yang telah terstruktur, dimana pewawancara akan memberikan

pertanyaan-pertanyaan untuk dijawab oleh orang yang akan diwawancarai sesuai dengan

3

(19)

aspek-aspek yang akan diteliti. Dalam wawancara ini peneliti akan menggunakan

tape recorder untuk merekam segala sesuatu informasi yang diungkapkan

informan. Hal tersebut digunakan karena daya ingat manusia yang terbatas dan

akan sulit mengingat semua yang diucapkan informan jika hanya mendengar saja.

Selain itu, dengan alat ini akan mempermudah peneliti dalam melakukan

wawancara serta menuangkan kembali hasil rekaman ke dalam catatan lapangan

setelah wawancara berakhir. Seperti dalam penelitian ini aspek yang akan dikaji

ialah “pengelompokan mahasiswa di Kampus”.

Menurut Webster’s New Collagiate Dictionary, seorang informan adalah

seorang pembicara asli yang berbicara dengan menggunakan kata-kata, frasa, dan

kalimat dalam bahasa atau dialek sebagai sumber informasi. Informan akan

memberikan informasi yang sesuai dengan apa yang diketahui dan menjadi

sumber informasi yang sesuai dengan pemahaman informan atas pertanyaan

ataupun masalah yang diberikan.

Pemilihan dan penetapan informan sangatlah penting dalam penelitian.

Meskipun hampir setiap orang dapat menjadi informan, namun tidak setiap orang

dapat menjadi informan yang baik. Informan yang baik yaitu informan yang dapat

memberikan jawaban ataupun informasi yang ditanyakan dan dapat membantu

menyelesaikan permasalahan dengan informasi yang diberikan. Pemilihan dan

penetapan informan yang tepat dapat membantu dan mempermudah proses

penelitian.

Adapun informan yang saya wawancarai untuk memperoleh data

(20)

 Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera

Utara yang membentuk wujud pengelompokan berdasarkan suku bangsa

yaitu Ikatan Mahasiswa Imam Bonjol (IMIB) dan Forum Mahasiswa Nias

(ForMaN-USU).

 Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera

Utara yang membentuk wujud pengelompokan berdasarkan agama yaitu

Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat FISIP (HMI Kom FISIP) dan

Gerakan Kristen Mahasiswa Indonesia Komisariat FISIP (GMKI Kom

FISIP).

 Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera

Utara yang membentuk wujud pengelompokan berdasarkan asal daerah

yaitu Ikatan Mahasiswa Simalungun (IMAS-USU) dan Ikatan Mahasiswa

Dairi (IMADA).

Wawancara yang dilakukan adalah wawancara mendalam (depth

interview). Wawancara mendalam dilakukan untuk mendapatkan data-data dengan

mengajukan pertanyaan mendalam berkaitan tentang pengelompokan mahasiswa

yang terwujud di FISIP USU. Proses wawancara dilakukan di FISIP atau

diberbagai arena yang memungkinkan dan disetujui oleh informan.

Aspek-aspek yang akan menjadi pertanyaan kepada mahasiswa yang

membentuk wujud pengelompokan berdasarkan suku bangsa di FISIP USU:

a) Bagaimana sejarah singkat Ikatan Imam Bonjol (IMIB) dan Forum

Mahasiswa Nias (ForMaN)?

(21)

c) Mengapa memilih masuk dalam pengelompokan tersebut?

d) Apa yang menjadi faktor atau mendasari mahasiswa bergabung

dalam pengelompokan?

e) Bagaimana dampak yang terjadi dengan bergabungnya mahasiswa

dalam pengelompokan?

f) Kegiatan apa saja yang dilakukan dalam pengelompokan?

g) Apakah menurut mahasiswa wujud pengelompokan adalah hal

yang wajar di kalangan mahasiswa?

Pertanyaan wawancara kepada mahasiswa yang membentuk wujud

pengelompokan berdasarkan agama di FISIP USU:

a) Bagaimana sejarah singkat Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan

Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI)

b) Bagaimana struktur kepemimpinan pengelompokan?

c) Mengapa memilih masuk dalam pengelompokan tersebut?

d) Apa yang menjadi faktor atau mendasari mahasiswa bergabung

dalam pengelompokan?

e) Bagaimana dampak yang terjadi dengan bergabungnya mahasiswa

dalam pengelompokan?

f) Kegiatan apa saja yang dilakukan dalam pengelompokan?

g) Bagaimana pandangan mahasiswa terhadap pengelompokan di

FISIP

Pertanyaan wawancara kepada mahasiswa yang membentuk wujud

(22)

a) Bagaimana sejarah singkat Ikatan Mahasiswa Simalungun (IMAS)

dan Ikatan Mahasiswa Asal Dairi (IMADA)?

b) Bagaimana struktur kepemimpinan pengelompokan?

c) Mengapa memilih masuk dalam pengelompokan tersebut?

d) Apa yang menjadi faktor atau mendasari mahasiswa bergabung

dalam pengelompokan?

e) Bagaimana dampak yang terjadi dengan bergabungnya mahasiswa

dalam pengelompokan?

f) Kegiatan apa saja yang dilakukan dalam pengelompokan?

g) Bagaimana pandangan mahasiswa terhadap pengelompokan di

FISIP?

1.5.3. Studi Dokumentasi

Selain teknik interview (wawancara) yang menjadi dasar teknik penelitian

ini, peneliti juga menggunakan metode tambahan seperti studi dokumentasi yang

bertujuan untuk mempermudah penulis dalam mencari data. Dokumen dapat

berupa catatan lapangan, catatan pribadi, rekaman wawancara, foto dan lain

sebagainya.

1.5.4. Studi Pustaka

Studi pustaka sangat dibutuhkan oleh peneliti. Jenis-jenis kepustakaan

yang peneliti gunakan yaitu beberapa buku, jurnal, artikel, skripsi dan beberapa

data-data yang bersumber dari media cetak dan eletronik yang berkaitan dengan

masalah pengelompokan mahasiswa di kampus. Sumber-sumber data yang

(23)

tentang hal-hal mana saja yang diperlukan. Hal tersebut membantu peneliti dalam

mengetahui wujud-wujud pengelompokan serta yang mendasari terjadinya

pengelompokan di Fakultas Ilmu Soisal dan Ilmu Politik Universitas Sumatera

Utara.

1.6. Analisis Data

Penelitian ini menggunakan analisas data interpretatif kualitatif, yakni

mengalisis data tentang Pengelompokan Mahasiswa di FISIP USU. Analisis data

dilakukan dengan mengklasifikasikan data-data yang diperoleh dari lapangan ke

dalam tema-tema, kategori-kategori. Peneliti melakukan pengecekan ulang atau

check and recheck terhadap data yang diperoleh dari hasil wawancara dan

observasi. Keseluruhan data yang diperoleh dari lapangan kemudian diolah secara

sistematis, sehingga peneliti kemudian menemukan tema-tema yang saling

berkaitan. Kemudian diuraikan ke dalam bagian-bagian sub judul pada bab sesuai

dengan temanya masing-masing, sehingga ditemukan sebuah kesimpulan yang

dapat menjawab persoalan penelitian.

1.7. Pengalaman Penelitian

Setelah proposal di acc oleh dosen pembimbing pada tanggal 1 Maret

2017, peneliti merasa lega karena proposal akhirnya berlalu walau akan banyak

tantangan kedepannya lagi. Karena sudah acc, peneliti tidak langsung melakukan

penelitian karena masih memilah-milah bagaimana cara wawancara yang tepat.

(24)

bingung saat penelitian lapangan. Berhubung belum adanya outline4 skripsi yang

disusun peneliti sehingga mengakibatkan kebingungan.

Selang semingggu semenjak acc proposal, akhirnya peneliti

memberanikan diri untuk memulai penelitian di FISIP. Sejujurnya peneliti belum

menemukan apa yang akan ditulis di bab 3 dan 4. Meskipun begitu peneliti

berusaha untuk melakukan penelitian karena terkadang tema-tema tersebut bisa

muncul saat melakukan penelitian. Akhirnya tanggal 9 Maret 2017 peneliti

melakukan wawancara dengan mahasisa FISIP yaitu Yosephine Tamba yang saat

itu kira-kira pukul 11 siang, kami duduk di koridor. Dia adalah mahasiswa jurusan

Antropologi 2013. Sebelum melakukan wawancara terlebih dahulu peneliti

menjelaskan tentang judul skripsi dan rumusan masalah penelitian. Peneliti

sengaja memulai wawancara dengan teman jurusan karena dengan begitu akan

mulai berani untuk melakukan wawancara dengan mahasisa jurusan lain.

Yosephine menjelaskan bahwa dia tidak masuk dalam pengelompokan khusus di

FISIP tetapi dia tetap menjawab apa faktor pengelompokan itu sendiri sehingga

mahasiswa masuk dalam pengelompokan.

Hari berikutnya peneliti kembali melakukan wawancara pada tanggal 10

Maret 2017 dengan melakukan wawancara dengan Fernando Ginting yaitu

jurusan Sosiologi. Seperti biasa peneliti kembali menjelaskan tentang

permasalahan mengenai skripsi. Melakukan wawancara di koridor FISIP. dia

menerima peneliti dengan baik dan terbuka. Dalam penelitian ini informan

menjelaskan bahwa dia masuk dalam pengelompokan berdasarkan suku bangsa

(25)

yaitu IMKA. Dia juga menjelaskan bahwa faktor masuk ke dalam IMKA tentu

karena sesuai dengan identitasnya. Informan juga menjelaskan faktor serta

dampak dari adanya pengelompokan.

Selama seminggu peneliti tetap melakukan penelitian di FISIP dengan

mengandalkan panduan wawancara (interview guide) . Akhirnya peneliti memilih

untuk jeda sejenak karena masih adanya kebingungan bagi peneliti apa yang akan

ditulis di dalam skripsi ini. Peneliti bingung untuk membuat outline. Selama

berhari-hari berpikir untuk membuat outline, karena sudah putus asa akhirnya

peneliti meminta bantuan kepada senior untuk membuat outline. Akhirnya ada

seorang senior yang sangat baik untuk memantu peneliti untuk membuat outline.

setelah berunding akhirnya outline pun jadi. Peneliti akhirnya merasa gagal

karena selama ini peneliti hanya melakukan wawancara seputar pertanyaan

mengapa mahasiswa masuk dalam pengelompokan. Padahal sesungguhnya

peneliti harus menjelaskan sekitar sejarah pengelompokan, struktur

pengelompokan. Karena pengelompokan berdasarkan agama, suku bangsa dan

daerah, akhirnya peneliti kembali melakukan penelitian. Sebelum melakukan

penelitian terlebih dahulu peneliti menyerahkan outline kepada dosen

pembimbing pada tanggal 28 Maret 2017.

Outline yang sudah jelas sesuai bentuk daftar isi, akhirnya peneliti

semangat untuk melakukan penelitian. Waktu yang cukup banyak terbuang

selama 1 bulan akhirnya membuat peneliti melakukan wawancara sembari

langsung mengerjakan skripsi. Pada tanggal 10 April 2017 akhirnya saya

(26)

anggota IMIB dan menjadi ketua IMIB tahun 2015. Sebelumnya peneliti sudah

menghubungi Achil dengan meminta nomor kontaknya kepada teman jurusan.

Kami pun akhirnya melakukan wawancara di koridor FISIP sekitar pukul 14.00

WIB. Kami melakukan wawancara dengan terlebih dahulu peneliti menjelaskan

tentang permasalahan skripsi. Informan pun menjelaskan tentang sejarah singkat

IMIB serta faktor dan dampak bergabung dalam pengelompokan. Beruntungnya,

karena penelitian ini untuk skripsi, informan menyarankan untuk melihat

AD/ART5 pengelompokan agar lebih jelas tentang IMIB. Informan pun mengirimkannya melalui email seminggu kemudian. Sesungguhnya peneliti

sempat putus asa untuk menghubungi informan karena tidak adanya pulsa

informan dan juga paket internet. Tetapi peneliti tetap semangat untuk melakukan

penelitian. seiring dengan penelitian, malam harinya peneliti langsung

mengerjakan ke dalam skripsi.

Pada tanggal 17 April 2017 peneliti melakukan wawancara dengan

Andriaman Lukas, seorang anggota ForMaN. Kebetulan dia adalah junior di

jurusan dan dia bersedia untuk melakukan wawacara. Sama seperti sebelumnya,

peneliti terlebih dahulu menghubungi informan dengan meminta kontaknya

kepada senior. Kami melakukan wawancara di kantin FISIP agar lebih santai.

Peneliti kemudian menjelaskan tentang permasalahan yang akan dikaji dalam

skripsi. Informan kemudian menjelaskan tentang sejarah singkat ForMaN,

kemudia menjelaskan faktor-faktor serta dampaknya. Informan juga mengirimkan

AD/ART sebagai pelengkap untuk bahan skripsi. Kemudian pada tanggal 20 April

(27)

2017 peneliti kembali melakukan wawancara dengan informan karena ada

permasalahan lain yang harus dijawab tentang pengelompokan sebagai pelangi

dalam kehidupan mahasiswa.

19 Maret 2017 peneliti kembali melakukan wawancara dengan informan

yang berasal dari pengelompokan agama (HMI) yaitu Yusria, kami melakukan

wawancara di koridor FISIP sekitar pukul 11.00 WIB. Dia menjadi bagian dari

kepengurusan HMI sehingga memudahkan peneliti untuk melakukan wawancara.

Sebelumnya peneliti sudah menghubungi informan dan menjelaskan tentang

permasalahan dalam penelitian. Informan kemudian menjelaskan seputar HMI,

bagaimana cara masuknya serta faktor apa saja yang mendasari mahasiswa

bergabung dalam pengelompokan serta dampak. Informan juga menyerahkan

suatu skripsi tentang HMI tentu ini sangat membantu peneliti untuk melengkapi

bahan skripsi.

Peneliti senantiasa melakukan penelitian sembari langsung mengerjakan

skripsi. Peneliti sempat putus asa untuk mencari informan berdasarkan asal

daerah. Sebelumnya peneliti sudah melakukan penelitian dengan wawancara yang

dilakukan terhadap informan yang berasal dari pengelompokan asal daerah yaitu

Lady, tetapi hanya menjelaskan tentang faktor dan dampak. Hal itu karena

wawancara ini dilakukan pada awal-awal Maret sebelum outline dibuat oleh

peneliti. Meksipun begitu peneliti tetap bersemangat,. Peneliti kemudian mencari

tahu tentang IMADA dan akhirnya sekilas sejarah IMADA ditemukakan dari

(28)

Meskipun peneliti telah kehilangan beberapa hari setelah acc proposal

tetapi itu tidak menjadi penghalang dalam menyelesaikan penelitian. Segala

penelitian yang dilakukan menjadikan peneliti untuk tetap bersemangat dalam

mengerjakan skripsi. Sekecil apa pun usaha pasti akan ada hasilnya. Setiap

wawancara yang dilakukan adalah wawancara persahabatan. Hal ini dilakukan

agar selama wawancara tidak kaku dan mendapat hasil yang sesuai dengan

Referensi

Dokumen terkait

Studi yang dilakukan oleh Studdert 10 , dengan mengevaluasi penyelesaian kasus malpraktik melalui jalur hukum di.. pengadilan Amerika didapatkan bahwa rata-rata waktu

Terbukti bahwa penyemprotan desinfektan kombinasi glutaraldehid dan poli dimetil ammonium klorida sangat efektif dalam membasmi mikroorgaisme yang terdapat pada kandang ayam

Tujuan penelitian ini ialah mengetahui silabus yang digunakan untuk mengajar vokal klasik baik SMK N2 Kasihan juga jurusan musik ISI Yogyakarta, persiapan pengajar

Pendekatan disain ini bukan dengan cara memperkuat struktur bangunan tetapi adalah dengan mereduksi gaya gempa yang akan bekerja pada bangunan atau menambah suatu sistem pada

Stewart &Vailette (2001:197) argue about some various aspects of meaning that influence the changes of meaning that will be exposed as follows :1)

[r]

Relevansinya teori negara hukum ini dengan hak angket DPR terhadap KPK adalah untuk menganalisis kedudukan hak angket tersebut dalam konsep negara hukum apakah sudah

[r]