• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Yuridis Kekuatan Hukum atas Sertipikat Rumah Susun Hunian atau Campuran Pasca Terbitnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 (Studi di Kota Medan )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Yuridis Kekuatan Hukum atas Sertipikat Rumah Susun Hunian atau Campuran Pasca Terbitnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 (Studi di Kota Medan )"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan rumah susun merupakan salah satu alternatif pemecahan

masalah kebutuhan perumahan dan pemukiman terutama di daerah perkotaan yang

jumlah penduduknya terus meningkat, karena pembangnan rumah susun dapat

mengurangi penggunaan tanah, membuat ruang-ruang terbuka kota yang lebih luas

dan dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk peremajaan kota bagi daerah yang

kumuh. Menurut AP Parlindungan, pembangunan Rumah Susun, terutama di wilayah

perkotaan merupakan suatu keharusan, sebagai akibat terbatasnya tanah untuk

perumahan tersebut dan permintaan akan papan yang semakin tinggi.1

Perumahan dengan sistem lebih dari satu lantai diartikan sebagai perumahan

yang dibagi atas bagian-bagian yang dimiliki bersama dan satuan-satuan yang

masing-masing dimiliki secara terpisah untuk dihuni, dengan memperhatikan faktor

sosial budaya yang hidup di masyarakat. Perumahan dengan sistem lebih dari satu

lantai yang dikenal dengan rumah susun yang dibangun untuk mengantisipasi

kebutuhan akan perumahan, terutama bagi golongan masyarakat menengah kebawah

dan mereka yang berpenghasilan rendah.2

1 AP. Parlindungan, Komentar Atas Undang-Undang Perumahan dan Pemukiman dan

Undang-Undang Rumah Susun,Mandar Maju Bandung, 2001, hal. 91 2

(2)

Pemerintahan menganggap perlu untuk mengembangkan konsep

pembangunan perumahan yang dapat dihuni bersama di dalam suatu gedung

bertingkat, dimana satuan-satuannya dapat dimiliki secara terpisah yang dibangun

baik sevara horizontal maupun secara vertikal. Pmbangunan perumahan yang

demikian itu sesuai dengan kebutuhan masyaratakat kita dewasa ini terutamat

masyarakat perkotaan dengan mempergunakan sistem condominium. Dalam

perkembangannya saat ini disamping sebgai akibat dari semakin padatnya penduduk

dan pesatnya perdanganan dimana tanah-tanah dipusat-pusat kota sudah semakin

terbatas, bagi golongan ekonomi yang lebih tinggi yang memerlukan fasilitas yang

lebih baik, komunikasi yang cepat dan lancar, pembangunan rumah susun semakin

diminati. Pembangunan rumah susun untuk golongan ekonomi lemah berbeda dengan

untuk golongan ekonomi tinggi yang di sebut flat, apartemen dan condominium

dengan sifat mewah dan mempunyai fasilitas yang lengkap dan sifat-sifat khusus.3 Condominium menurut arti kata berasal dari bahasa Latin yang terdiri dari

dua kata, yaitu : ‘con’ yang berarti bersama-sama dan ‘dominium’ yang berarti

pemilikan. Dalam perkembangan selanjutnya, condominium mempunyai ati sebagai

suatu pemilikan bangunan terdiri dari bagian-bagian yang masing-masing merupakan

suatu kesatuan yang dapat digunakan dan dihuni secara terpisah, serta dimiliki secara

individual berikut bagian-bagian lain dari bangunan itu dan tanah di atas mana

(3)

bangunan itu berdiri yang karena fungsinya digunakan bersama, dimiliki secara

bersama-sama oleh pemilik bagian yang dimiliki secara individual tersebut di atas.4 Adapun konsep pembangunan rumah susun ini lahir untuk menjawab

keterbatasan tanah yang tersedia, dengan mempertimbangkan efesiensi dan efektivitas

penggunaan tanah, mengingat kurang memungkinkan untuk membangun perumahan

secara mendatar/horizontal. Hal tersebut di atas mendorong pemerintah untuk

membuat Undang dan Peraturan tentang Rumah Susun yaitu

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 (yang telah diubah dengan Undang-Undang-Undang-Undang Nomor

11 Tahun 2011)jo.Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988.

Melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 yang mulai berlaku pada

tanggal 31 Desember 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor

20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun (Undang-Undang Rumah Susun), telah

digariskan ketentuan dan kebijakan mengenai hal ihwal rumah susun di Indonesia.

Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 telah dilakukan tindak lanjut

mengenai pokok-pokok pikiran yang terdapat dalam Undang-Undang Rumah Susun

tersebut.

Menurut Pasal 7 Peraturan Pemerinta Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah

Susun, Rumah Susun yang digunakan untuk hunian atau bukan hunian secara mandiri

atau secara terpadu sebagai kesatuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 yaitu

4

(4)

Pengaturan dan Pembinaan Rumah Susun meliputi ketentuan-ketentuan mengenai

persyaratan teknis dan administratif pembangunan Rumah Susun, ijin layak huni,

pemilikan Rumah Susun, penghunian, pengelolaan, dan tata cara pengawasannya.

Jelaslah bahwa pada saat Undang-Undang Rumah Susun tersebut sedang dalam

proses pembentukannya, tidak ada pemikiran lain pada lembaga legislatif, selain

memperuntukkan Undang-Undang Rumah Susun bagi tempat hunian. Mungkin pada

saat itu kurang terpikir pemanfaatan Rumah Susun bagi keperluan lain selain bagi

tempat tinggal.

Lain darpada itu, hal yang demikian juga lebih membuktukan pada

masyarakat, bahwa para pembentuk Undang-Undang Rumah Susun telah konsekuen

menyiapkan Undang-Undang Rumah Susun demi menjamin dan mengusahakan agar

rakyat pada umumnya dapat memiliki tempat tinggal, artinya prinsip demi

kemakmuran rakyat memang benra-benar ditonjolkan Konsep usaha pemerataan

pemenuhan kebutuhan pokok akan perumahan dengan peningkatan usaha-usaha

penyedian perumahan layak, dengan harga yang dapat dijangkau oleh daya beli

rakyat terutama golongan masyarakat yang mempunyai penghasilan rendah menjadi

bergeser karena ternyata pembangunan rumah susun yang kemudian berkembang

adalah bukan untuk golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah akan tetapi

lebih banyak dibangun adalah rumah susun mewah untuk golongan masyarakat

berpenghasilan ekonomi menengah ke atas.

Bahkan akhir-akhir ini juga banyak pengambang yang membangun Rumah

(5)

oleh masyarakat dan lebih praktis, dimana lantai 1 (satu) sampai dengan 5 (lima)

untuk hunian atau kios-kios (komersial) sedangkan lantai selanjutnya digunakan

untuk pemilik atau yang disebut Apartemen atau untuk hotel, dan harga jual (nilai

komersial) pada rumah susun campuran di tentukan oleh :5

1. Untuk hunian harga jual lebih mahal jika dibandingkan dengan hunian.

2. Harga jual juga ditentukan oleh letak lantai;

a. Untuk pemilik, semakin tinggi letak lantainya, semakin mahal (tinggi)

harga jualnya atau nilai komersialnya,

b. Untuk hunian, semakin rendah lantainya, semakin mahal (tinggi) harga

jualnya atau nilai komersialnya.

Para pemilik dalam suatu lingkungan Rumah Susun baik untuk pemilik

maupun hunian wajib membentuk Perhimpunan Penghuni untuk mengatur dan

mengurus kepentingan bersama yang bersangkutan sebagai pemilikan, penghunian

dan pengelolaannya.

Disamping adanya pembangunan rumah susun yang sejak awalnya sudah

ditetapkan peruntukkannya untuk hunian, pemilik atau campuran, terjadilah krisis

ekonomi yang menyebabkan minat konsumen menurun yang memaksa pengembang

untuk merubah sistem satuan rumah susun menjadi sistem sewa sehingga

diperuntukkan dan penggunaan yang semula adalah rumah susun menjadi “service

apartment” atau bahkan menjadi hotel. Sebaliknya banyak terdapat pula bangunan

5

(6)

bertingkat dengan sistem sewa yang ingin merubah sistem satuan rumah susun. Pada

perubahan rumah susun menjadi service apartment atau hotel, apabila hal tersebut

dilakukan hanya pada satu bangunan rumah susun meliputi satu lingkungan rumah

susun, maka akan terdapat ketimpangan pada pembentukan Perhimpunan Pemilik dan

Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS), karena bangunan yang disewakan seluruh

Nilai Perbandingan Proporsional (NPP) dimiliki pengembang mempunyai suara

mayoritas dalam menentukan kehidupan bersama dalam rumah susun.6

Adanya perkembangan bentuk dan penggunaan rumah susun tersebut,

menimbulkan adanya konsekwensi-konsekwensi dalam kelanjutan hidup bersama

dalam rumah susun tersebut dan terjadilah pelanggaran persyaratan administrastif dari

ketentuan-ketentuan rumah susun. Lebih lanjut mengenai perkembangan bentuk dan

penggunaan Satuan Rumah Susun (SRS), khususnya yang akan di angkat oleh

peneliti, adalah mengenaiCondominium Hotel (Condotel)yang dibangun oleh sebuah

developer (pengembang) dengan proses pembebasan tanah, dan dipindahtangankan

memalui transaksi jual beli kepada konsumen, baik sebelum bangunan tersebut siap

untuk digunakan atau dioperasikan, maupun setelah bangunan itu selesai dibangun

dan siap untuk digunakan.

Ada beberapa konsep dan ataupun program yang dibuat sedemikian rupa oleh

pihakdeveloper (pengembang) guna memasarkan rumah susun (condominium) yang

dibangunnya maupun untuk peningkatan penghasilan bagi para investornya, antara

6

(7)

lain dengan mengoperasikan rumah susun (apartemen) -nya sebagai kondominium

hotel, service apartment, maupun dibentuknya suatu divisi leasing (lembaga

penyewaan, dalam hal ini unit satuan rumah susun dimaksud).

Apabila rumah susun yang dibangun oleh pengembang bertujuann untuk

masyarakat dengan golongan penghasilan rendah, pengembang menjalankan

tujuannya untuk membidik peminat dengan strategi harga dan lokasi yang

menggiurkan, maka bagaimanakah dengan kiat pengembang rumah susun kelas atas

dan mewah dalam menjual produknya. Condotel atau condominiumyang

dioperasikan sebagai hotel adalah salah satu jawabannya. Sama seperti konsep

apartment service, unit condotel, ini biasanya dijual strata titlekepada pembeli

individual, kemudian langsung diserahkan ke operator untuk dioperasikan sebagai

hotel.

Kelebihan condotel adalah adanya jaminan kualitas hidup yang lebih baik.

Oleh karena itu, saat ini banyak pengembang yang menawakan jenis condominium

yang di operasika sebagai hotel, atau disebut sebagai condotel. Condominiumini

dikelola oleh pihak ketiga (operator), milai dari desain interior kondominium hingga

operasionalnya. Tujuannya untuk memenuhi kualifikasi yang telah ditentukan oleh

Operator dan berlaku di seluruh dunia.

Condotel dioperasikan sebagai hotel, maka tamu diberi kebebasan untuk

menginap ataupun menetap selama beberapa malam ataupun beberapa jam saja. Akan

tetapi bila dibandingkan dengan hotel, condotel memiliki kelebihan tersendiri.

(8)

dapat menikmati suasana hunian apartemen yang biasanya di lengkapi dengan dapur

dan living room. Fasilitas dan flexibilitasnya itulah yang mebuat pasar condotel

menjadi meluas, karena dianggap telah menjangkau semua orang, tergantung dari

tingkat kemampuan masing-masing. Karena apabila dilihat dari sisi investor,condotel

merupakan peluang investasi yang menarik, dan dari sisi penghuni (penyewa) akan

menjadi hunian strategis, aman, nyaman dengan kualitas tinggi.

Condotel memiliki fasilitas lengkap, mulai dari pantry, dining room, hingga

living room. Maka, ekspatriat, pebisnis, ataupun kalangan professional yang biasa

tinggal di hotel sebagai long staying guest adalah layak dianggap sebagai

orang-orang yang berpotensial.

Condotel merupakan salah satu bentuk investasi yang sangat baru dan juga

dikatakan oleh sebagian masyarakat selaku investor ataupun pengembangannya

memilikioppurtunity (peluang untuk berbisnis ataupun berinvestasi di dalam bidang

properti) yang bagus. Investasi dalam bentuk condotel ini walaupun dapat

dikategorikan tergolong sebagai sesuatu yang baru, tapi nampaknya diminati oleh

masyarakat.

Karakteristik condotel sangat khas, dan biasanya banyak dikembangkan di

kawasan pusat bisnis seperti Jakarta, Medan, Surabaya atau di daerah tujuan wisata,

seperti Bandung dan juga Bali. Lokasi-lokasi yang strategis di pusat bisnis, rekreasi,

dan pusat menjadikan masyarakat memerlukan hunian-hunian yang short term

(jangka pendek) dengan perputaran yang tinggi. Pusat bisns sepertiCentral Business

(9)

ataupun masyarakat ekerja hanya dapat menghabiskan waktunya untuk tinggal satu

hari, ataupun satu minggu dan diwajibkan untuk bekerja dan melakukan kembali

aktivitasnya, hal inilah yang memicu para pengembang untuk menyiapkancondotel.

Demi menarik minat pembelinya untuk menanamkan modalnya di condotel,

seringkali pengembang atau manajemen condotel menawarkan janji-janji yang

menarik perhatian konsumen untuk membelinya. Diantaranya adalah –ental

guarantee atau garansi sewa, maupun fasilitas menginap gratis kepada investor

condotel. Standar rata-rata garansi sewa condotel berada di perkiraan antara 9%

(sembilan persen) per tahun atau 10% (sepuluh persen) per tahun. Sementara untuk

hak menginap gratis selama setahun rata-rata diberikan selama 21 (duapuluhsatu)

sampai dengan 30 (tigapuluh) hari.

Suatu produk untuk sampai kepada konsumen tidak terjadi secara langsung

tetapi melalui jalur pemasaran yatu produsen dan atau media perantara, maka akibat

dari proses industrialisasi dalam membangun condotel timbul permasalahan hukum

sehubungan dengan adanya spesifikasi bangunan yang cacat ataupun tidak sesuai

dengan apa yang diperjanjikan yang merugikan pihak konsumen, baik dalam arti

finansial, maupun non finansial, contoh nyata yang terjadi dalam praktek adanya

wanprestasi dari pengembang, yaitu serah terima dan spesifikasi bangunan yang

dilakukan tidak sesuai dengan iklanataupun apa yang dijanjikan, ataupun terdapat

adanya wanprestasi dari pihak pengelola yang merugikan pihak konsumen, baik itu

(10)

Mengenai hal terserbut harus diambil suatu kejelasan siapa yang bertanggung

jawab untuk perlindungan para konsumen yang telah terikat suatu perjanjian dalam

transaksi jual beli. Tidak sedikit konsumen di Indonesia yang kurang mengerti

hukum, oleh karena itu apabila ada konsumen yang dirugikan belum ada keberanian

dari para konsumen untuk mengambil langkah lebih lanjut. Hal inilah yang

mengakibatkan para pengembang yang curang dan tidak bertanggung jawab merasa

di untungkan.

Suatu perkembangan bar dalam masyarakat dewasa ini, khususnya di

negara-negara maju adalah makin meningkatnya perhatian terhadap masalah perlindungan

konsumen. Apabila dimasa lalu pihak pengembang yang dipandang sangat berjasa

bagi perkembangan perekonomian suatu negara dan mendapat perhatian lebih besar,

maka dewasa ini perlindungan terhadap konsumen lebih mendapat perhatian sesuai

makin meningkatnya perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia (HAM). Praktek

monopoli dan tidak adanya perlindungan konsumen telah meletakkan posisi

konsumen dalam tingkat yang terendah dalam menghadapi para pengembang.

Oleh karenanya pihak konsumen yang dipandang lebih lemah hukum perlu

mendapatkan perlindungan lebih besar dibandingkan masa-masa yang lalu.

Sehubungan dengan itu di berbagai negara khususnya di negara-negara maju dan di

dunia internasional telah dilakukan pembaharuan-pembaharuan hukum yang

berkaitan dengan tanggungjawab pengembang, terutama dalam rangka

(11)

akibat bangunan condotel yang diperjual belikan sebagai suatu pertimbangan untuk

melakukan investasi dalam bidang properti.

Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, perlu suatu penelitian lebih lanjut

mengenai kekuatan hukum atas sertipikat satuan rumah susun non hunian pasca

terbitnya Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 yang akan dituangkan ke dalam judul

tesis “Analisis Yuridis Kekuatan Hukum Atas Sertipikat Satuan Rumah Susun

Hunian Atau Campuran Pasca Terbitnya Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 (Studi

di Kota Medan)”.

B. Rumusan Masalah

Adapun permasalahan pokok yang akan diteliti lebih lanjut dalam tesis ini

adalah:

1. Bagaimana peraturan yang mengatur status kepemilikan sertipikat hak atas

tanah satuan rumah susun hunian atau campuran dalam Undang-Undang No.

20 Tahun 2011 tentang Rumah susun ?

2. Apakah permasalahan yang timbul dalam penghunian dan perpanjangan

rumah susun ?

3. Bagaimana tanggung jawab para pemilik satuan rumah susun dengan sistem

strata title dalam pemeliharaan hak atas tanah dan bangunan serta fasilitas

rumah susun ?

C. Tujuan Penilitian

Berdasarkan permasalahan yang telah ditemukan di atas maka tujuan yang

(12)

1. Untuk mengetahui ketentuan peraturan yang mengatur status kepemilikan

sertipikat hak atas tanah satuan rumah susun hunian atau campuran dalam

Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah susun.

2. Untuk mengetahui permasalahan yang timbul dalam penghunian dan

perpanjangan rumah susun.

3. Untuk mengetahui tanggung jawab para pemilik satuan rumah susun dengan

sistem strata title dalam pemeliharaan hak atas tanah dan bangunan serta

fasilitas rumah susun.

D. Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian dan manfaat penelitian merupakan satu rangkaian yang

hendak dicapai bersama, dengan demikian dari penelitian ini di harapkan dapat

memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Secara akademis-teoritis, penelitian ini dapat dijadikan masukkan bagi ilmu

pengetahuan, khususnya mengenai kekuatan hukum atas sertipikat satuan

rumah susun hunian atau campuran pasca terbitnya Undang-Undang No. 20

Tahun 2011.

2. Secara sosial-praktis, adalah memberikan sumbangan pemikiran terhadap

mahasiswa-mahasiswa atau praktisi-praktisi hukum dalam mengetahui tentang

kekuatan hukum atas sertipikat satuan rumah hunian atau campuran pasca

(13)

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi yang ada dan sepanjang penelusuran kepustakaan yang

ada di lingkungan Universitas Sumatera Utara, khususnya di lingkungan Magister

Kenotarian Universitas Sumatera Utara Medan, belum ada penelitian sebelumnya

yang berjudul tesis “Analisis Yuridis Kekuatan Hukum Atas Sertipikat Satuan

Rumah Susun Hunian Atau Campuran Pasca Terbitnya Undang-Undang No. 20

Tahun 2011 (Studi di Kota Medan)”. Akan tetapi ada beberapa penelitian yang

menyangkut masyarakat adat Melayu antar lain penelitian yang di lakukan oleh:

1. Saudari Muchairani (NIM. 087011041), Mahasiswi Magister Kenotarian

Universitas Sumatera Utara, dengan judul penelitian “Analisis Yuridis

Kepemilikan Hak Atas Tanah Pada Satuan Rumah Susun”, dengan rumusan

masalah :

a. Bagaimanakah status kepemilikan hak atas tanah pada satuan rumah

susun ?

b. Apakah kepemilikan hak atas tanah pada satuan rumah susun sesuai

dengan asas pemisahan horizontal yang dianut oleh UUPA ?

c. Bagaimana prosedur hukum perjanjian jual beli atas satuan rumah susun ?

2. Saudara Fandy Japto (NIM. 107011048), Mahasiswa Magister Kenotarian

Universitas Sumatera Utara, dengan judul penelitian “Tinjauan Yuridis

Pembanguna Rumah Susun Yang Dibangun Dengan Pemanfaatan Barang

Milik Negara Berupa Tanah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun

(14)

a. Bagaimana pengaturan pemanfaatan barang milik negara dalam pembangunan

rumah susun di atas tanah Negara?

b. Bagaimana perbedaan perlakuan hukum atas rumah susun yang dibangun di

atas Tanah Negara dengan pembangunan rumah susun di atas tanah hak?

c. Bagaimana peran pemerintah dalam pennyelenggaraan pembangunan rumah

susun saat ini?

Permasalahan-permasalahan yang dibahas dalam penelitian-penelitian tersebut

berbeda dengan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini. Dengan

demikian penelitian ini adalah asli baik dari segi substansi maupun dari

permasalahan, sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka teori

Dalam setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis,

teori adalah untuk menerangkan dan menjelaskan gejala spesifik untuk proses tertentu

terjadi.7

Kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam

membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis.

Kerangka teori dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori,

tesis, sebagai pegangan baik disetujui.8

7 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1986, hal. 122

(15)

Bagi suatu penelitian, teori dan kerangka teori mempunyai kegunaan.

Kegunaan tersebut paling sedikit mencakup hal-hal sebagai berikut:9 a. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam fakta;

b. Teori sangat berhuna di dalam klasifikasi fakta;

c. Teori merupakan ikhitiar dari hal-hal yang diuji kebenarannya.

Teori menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis artinya

mendudukkan masalah penelitian yang telah di rumuskan didalam kerangka teoritis

yang relevan, yang mampu menerangkan masalah tersebut. Perkembangan ilmu

hukum tidak terlepas dari teori hukum sebagai landasannya dan tugas teori hukum

adalah untuk menjelaskan niali-nilai hukum dan postulat-postulatnya hingga

dasar-dasar filsafatnya yang paling dalam.10

Adapun kerangka teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam

penelitian ini adalah teori positivme sebagaimana dikemukakan oleh Jhon Austin.

Aliran hukum positif yang dianalitis dari Jhon Austin, mengartikan:11

“Hukum itu sebagai a command of the lawgiver (perintah dari pembentuk undang-undang atau penguasa), yaitu suatu perintah mereka yang memegang kekuasan tertinggi atau yang memegang kedauatan, hukum dianggap sebagai suatu sistem yang logis, tetap dan bersifat tertutup (closed logcal system). Hukum secara tegas dpisahkan dari moral dan keadilan tidak didasarkan pada penilaian baik-buruk”.

Hukum pada hakikatnya adalah sesuatu yang abstrak, tetapi dalam

manifestasinya bisa berwujud konkrit. Suatu ketentuan hukum baru dapat dinilai baik

9Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum,UI Press, Jakarta, 1986, hal. 121 10W. Friedman, Teori dan Filsafat Umum, Raja Grafindo, Jakart, hal. 2

(16)

jika akibat-akibat yang dihasilkan dari penerapannya adalah kebaikan, kebahagiaan

yang sebesar-besarnya dan kekurangannya penderitaan.12

Menurut teori postivisme, tujuan hukum adalah mewujudkan keadilan

(rechtsgerechtigheid), kemanfaatan (rechsutileteit) dan kepastian hukum

(rechtszekerheid).13

Adam Smith (1723-1790), Guru Besar dalam filosofi moral dan ahli teori

hukum dari Glasgow University pada tahun 1750,14telah melahirkan ajaran mengenai keadilan (justice). Smith mengatakan bahwa: “tujuan keadilan adalah untuk

melindungi diri dari kerugiaan”(the end of justice is to secure from injury).15

Satjipto Raharjo menyebutkan bahwa hukum berfungsi sebagai salah satu alat

perlindungan bagi kepentingan manusia. Hukum melindungi kepentingan seseorang

dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam

rangka kepentingan tersebut. Pengalokasian kekuasaan ini dilakukan secara terukur,

dalam arti, ditentukan keluasan dan kedalamannya. Kekuasaan yang demikian itulah

yang disebut hak. Tetapi tidak setiap kekuasaan dalam masyarakat bisa disebut

sebagai hak, melainkan hanya kekuasaan tertentu yang menjadi alasan melekatnya

hak itu pada seseorang.16

12 Lili Rasjidi dan I.B Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993, hal. 79

13Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofi Dan Sosiologis),PT.Gunung Agung Tbk, Jakarta, 2002, hal.85

14

Bismar Nasution, Mengkaji Ulang Hukum Sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi, Pidato Pada Pengukuhan Guru Besar, USU-Medan, 17 April 2004, hal 4-5 . sebagaimana dikutip dari Neil Mac Cormick, :Adam Smith On Law”, Valvario University Law Review, Vol. 15, 1981, hal. 244

15Ibid , sebagaimana dikutip dari R. L. Meek, D.D. Raphael dan P.G. Stein,e,d Lecture of

Jurisprundence,Indianapolis, Liberty Fund, 1982, hal. 9

16

(17)

Allots memandang bahwa hukum sebagai sistem merupakan proses

komunikasi, oleh karena itu hukum menjadi subjek bagi persoalan yang sama dalam

memindahkan dan menerima pesan, seperti sistem komunikasi yang lain.

Ciri yang membedakan hukum adalah keberadaannya sebagai fungsi yang

otonom dan membedakan kemlompok sosial atau masyarakat politis. Ini dihasilkan

oleh mereka yang mempunyai kompetensi dan kekuasaan yang sah. Suatu sistem

hukum tidak terdiri dari norma-norma tetapi juga lembaga-lembaga termasuk fasilitas

dan proses.17

Konsep hak milik atas satuan tumah susun dalam hukum agraria, seperti kita

ketahui bahwa hukum tanah dikenal ada 2 (dua) asas pemisahan dalam pemilikan

tanah, yakni asas pemisahan vertikal dan asas pemisahan horizontal.18 1) Asas pemisahan vertikal

Yang dimaksud dengan asas pemisahan vertikal ialah suatu asas yang

persilnya secara vertikal, sehingga hal ini mengandung arti:

a) Pemilik bidang tanah adalah juga pemilik segala sesuatu baik yang

terkandung di dalam tanah itu sendiri ataupun yang ada berdiri di atas

tanah tersebut, misalnya bangunan-bangunan ataupun tumbuh-tumbuhan

yang ada di atas tanah itu.

17 Otje Salman dan Anthon F. Susanto, Teori Hukum, Mengingat, Mengumpulkan dan

Membuka Kembali, Bandung, Refika aditama, 2005, hal. 96

18 Mimi Rosmidi akis dan Imam Koeswahyono, Konsepsi Hak Milik Atas satuan Rumah

(18)

b) Karena itu, dalam asas pemisahan ini tidak dimungkinkan seseorang atau

pihak melakukan penumpangan diatas tanah orang lain, baik apakah

penumpang tersebut berupa penumpang pembuat/pendirian bangunan

ataupun penanam tumbuh-tumbuhan/pepohonan.

c) Jadi dengan perkataan lain, pemilik dari sebidang tanah atau sepersil

tanah tertentu sudahlah jelas status diri dan haknya, yakni sebagai pemilik

penuh yang berhak atas segala sesuatu yang berkenaan dengan bidang

atau persil tanah miliknya tersebut serta segala sesuatu yang ada pada

tanah tersebut.

2) Pemisahan Horizontal

Yang dimaksud dengan pemisahan horizontal ialah suatu asas yang membagi,

membatasi dan memisahkan pemilik atas sebidang tanah berikut segala

sesuatu yang berkenaan tanah tersebut secara horizontal, sehingga hal ini

membawa akibat hukum:

a) Belum tentu pemilik sebidang tanah itu adalah juga pemilik dari segala

sebaliknya, belum tentu juga pemilik segala tanaman atau bangunan yang

berdiri diatas sebidang tanah adalah juga emilik dari tanah yang

bersangkutan serta segala isinya yang terkandung didalamnya.

b) Karena itu, dalam asa pemisahan ini sangat dimungkinkan seseorang atau

suatu pihak melakukan penumoangan diatas tanah orang lain, baik

penumpangan itu berupa penumpangan pendirian rumah/bangunan

(19)

c) Jadi dengan perkataan lain, pemilik dari sebidang tanah atau persil tanah

tertentu belum tentu adalah juga pemilik dari segala sesuatu yang ada

diatas tanah tersebut.

Berkaitan dengan asas kepemilikan yang dianut dalam rumah susun,

berdasarkan, Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985, oleh Imam Koeswahyono

mengemukakan sebagai berikut:19

“Berdasarkan dua pendapat diatas, maka berarti asas hukum tanah 9hukum agraria sempit) adalah asas pemisahan horizontal yakni: pemilikan atas benda diatas tanah tidak berarti atau dapat terpisah dengan pemilikan atas tanah tempat terletaknya benda-benda tadi. Sebagai kebalikannya adalah asas perlekatan accessi yang berlaku pada kurun waktu sebelum diundangkannya undang-undang pokok agraria. Adanya konsep rumah susun condominium sebagai fenomena baru yang dibutuhkan masyarakat modern, justru sudah sesuai dengan asas hukum tanah yang ditetapkan oleh UUPA, akan tetapi, kita tetap mempertahankan asas yang lama maka akan menimbulkan kesulitan dalam aplikasinya”.

Pendapat imam koeswahyono diatas, selaras dengan pendapat dari A. Ridwan

Halim yang mengemukakan sebagai berikut;20 “Bila kita telah menyimak perihal kedua asas pemisahan horizontal, maka dapatlah kita simpulkan bahwa kedua asa

pemisahan tersebut dianut atau dikenal dalam hukum rumah susun”.

Adapun bukti-bukti tau dasar-dasar yang mebuktikan kebenaran kesimpulan

ialah sebagai berikut:20

1) Dikatakan bahwa asas pemisahan vertikal dikenal alam hukum rumah susun

berhuung dalam hukum rumah susun dikenal adanya pemisahan vertikal yang

membagi-bagi secara terpisah-pisah suatu bangunan rumah susun itu atas

(20)

satuan-satuan rumah susun yang saling terpisah, dengan tujuan agar tiap-tiap

satuan rumah susun itu dapat dimiliki ataupun dihuni secara sendiri, terpisah

dari satuan-satuan rumah susun lainnya.

2) Dikatakan bahwa asas pemisahan horizontal 106 dikenal juga dalam hukum

rumah susun berhubung dalam hukum rumah susun adanya pemisahan

horizontal yang membagi, memisahkan dan membedakan antara status

satuan-satuan rumah susun merupakan hak milik pribadi masing-masing dari pada

mede-eigenaars” dengan tanah dimana gedung rumah susun mereka itu

berdiri yang merupakan hak milik bersama dari para mede-eigenaarstersebut.

Hasilnya keedua asas pemisahan tersebut dikenal dalam hukum rumah susun

kita.

Lebih lanjut A. Ridwan Halim mengemukakan sebagai berikut: “Tetapi

meskipun demikian, kedua asas pemisahan tersebut dalam penerapannya terbukti

telah mampu turut menunjang terwujudnya “ wajah kelembagaan hukum” yang baru,

yakni hukum rumah susun itu sendiri yang merupakan salah satu dari hukum

kondominium yang senantiasa mengatur perpaduan antara objek hak milik pribadi

masing-masing dan objek hak milik dari para “mede-eigenaars”dalam satu kesatuan

fungsional”.21

Alasan tujuan dan atau dasar pembentukan Undang-Undang Rumah Susun

adalah:22

21

Ibid.,hal. 83

(21)

1) Demi mewujudkan kesejeahteraan umum dan penungkatan taraf hidup rakyat,

khususnya dalam usaha pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok akan

perumahan sebagaimana diamanatkan dalam Garis-Garis Besar Haluan

Negara.

2) Demi terlaksananya tujuan/cita-cita luhur tersebut diperlukan perumahan yang

layak dengan harga yang dapat dijangkau oleh daya beli rakyat, terutama

golongan masyarakat yang mempunyai penghasilan rendah.

3) Dibangunnya perumahan dengan sistem lebih dari satu lantai, disebabkan

dalam rangka peningkatan daya guna dan hasil guna tanah bagi pembangunan

perumahan, perlu lebih di tingkatkannya kualitas lingkungan perumahn

dimaksud, terutama di daerah-daerh yang berpenduduk padat, padahal luas

tanah yang tersedia terbatas.

4) Didalam sistem rumah (perumahan) susun terserbut perlu di perhatikannya

faktor sosial budaya yang hidup dalam masyarakat.

Rumah susun di Indonesia, dibagi menjadi 3 (tiga) macam yaitu sebagai

berikut:23

a) Rumah susun sederhana (Rusun), yang pada umumnya dihuni oleh golongan

yang kurang mampu. Biasanya dijual atau disewakan oleh Perumnas

(BUMN).

23 M. Rizal Alif, Analisis Kepemilikan Hak Atas Tnah Satuan Rumah Susun di dalam

(22)

b) Rumah susun menengah (Apartemen), biasanya dijual atau disewakan oleh

perumnas/pengembang swasta kepada masyarakat konsumen menengah ke

bawah.

c) Rumah susun mewah (Apartemen/condominium), selain dijual kepada

masyarakat konsumen menengah ke atas juga kepada orang asing atau

expatriateoleh pengembang swasta.

Semua pembangunan Rumah Susun/ Apartemen/ Condominium tersebut

diatas, termasuk flat,town house, baik untuk hunian maupun non hunian atau

campuran keduanya, semuanya mengacu kepada Undang-Undang Rumah susun

sebagai dasr hukum pengaturannya. Hal ini disebabkan dalam bahasa hukum

semuanya disebut rumah susun.24

Tujuan pembangunan rumah susun adalah:25

1) Untuk pemenuhan kebutuhan perumahan yang layak dalam lingkungan yang

sehat;

2) Untuk mewujudkan pemukiman yang serasi, selaras, dan seimbang;

3) Untuk meremajakan daerah-daerah kumuh;

4) Untuk mengoptimalkan sumber daya tanah perkotaan;

5) Untuk mendorong pemukiman yang berkepadatan pernduduk.

2. Konsepsi

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsepsi

dalam penelitian ini untuk mengabunggkan teori dengan observasi, antara abstrak dan

24Ibid.

(23)

kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang

digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut definisi operasional.26

Menurut Burhan Ashshofa, suatu konsep merupakan abstraksi mengenai suatu

fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari jumlah karakteristik kejadian,

keadaan, kelompok atau individu tertentu.27

Adapun uraian daripada konsep yang dipakai dalam penelitian ini adalah:

a. Sertipikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam pasal 19

ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf,

hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing

sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan.28

b. Sertifikat hak milik sarusun yang selanjutnya disebut SHM sarusun adalah

tanda bukti kepemilikan atas sarusun di atas tanah hak milik, hak guna

bangunan atau hak pakai di atas tanah negara, serta hak guna bangunan atau

hak pakai di atas tanah hak pengelolaan.29

c. Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu

lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara

fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan

satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara

26 Samadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta,Tahun 1998, hal. 31

27Burhan Ashshofa,Metodologi Penelitian Huku,Rineka Cipta, Jakarta, 1996, hal. 19 28 Gunardi & Markus Gunawan, Himpunan Peraturan Tentang Kenotariatan, PT. Raja GrafindoPersada, Jakarta, 2007, hal. 133

(24)

terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian

bersama, benda bersama, dan tanah bersama.30

d. Satuan rumah susun adalah unit rumah susun yang tujuan peruntukan utamnya

digunakan secara terpisah sebagai tempat hunian, yang mempunyai sarana

penghubung ke jalan umum.31

e. Penghuni adalah orang yang menempati sarusun, baik sebagai pemilik

maupun bukan pemilik.32

G. Metode Penelitian

Menurut Sunaryati Hartono, metode penelitian adalah cara atau jalan atau

proses pemeriksaan atau penyelidikan yang menggunakan cara penalaran dan

teori-teori yang logis-analitis (logika), berdasarkan dalil-dalil, rumus-rumus, dan teori-teori-teori-teori

satu ilmu (atau beberapa cabang ilmu) tertentu untuk menguji kebenaran (atau

mengadakan verifikasi) satu hipotesis atau teori tentang gejala- gejala atau peristiwa

hukum tertentu.33

Penelitian hukum merupakan satu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada

metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu

atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya, kecuali itu juga

diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk

30Pasal 1 Ayat 1, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun

31Pasal 1 Angka 3,Ketentuan Umum, Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 Tentang Rumah

Susun

32Pasal 1 Ayat 19, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun

(25)

kemudian mengusahakan satu pemecahan atas permasalahan yang timbul di dalam

gejala yang bersangkutan.34

Penelitian hukum pada dasarnya dibagi 2 (dua) jenis penelitian yaitu

penelitian normatif dan penelitian empiris. Penelitian normatif merupakan dengan

menggunakan data sekunder sehingga disebut pula penelitian kepustakaan. Penelitian

dilakukan dengan metode yuridis normatif dengan melakukan kajian yang

komprehensif dengan penelitian kepustakaan.

1. Sifat dan Metode Pendekatan

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada

metode, sitematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu

atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya. Saat ini sangat

diperlukan metode yang akan dipergunakan untuk memberikan gambaran dan

jawaban atas masalah yang akan dibahas.

Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis yaitu

analisis data yang dilakukan tidak keluar dari lingkup permasalahan yaitu tentang

kekuatan hukum atas sertipikat satuan rumah susun dan berdasarkan teori atau konsep

yang bersifat umum diaplikasikan untuk menjelaskan tentang seperangkat data atau

menunjukkan komparisi atau hubungan seperangkat data dengan seperangkat data

yang lain.35

34Zainudin Ali,Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hal. 14

(26)

Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan yuridis normatif. Sedangkan

pendekatan yuridis normatif yaitu pendekatan hukum dengan melihat

peraturan-peraturan, baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder atau pendekatan

terhadap masalah dengan cara melihat dari segi peraturan perundang-undangan yang

berlaku. Dengan mengingat permasalahan yang diteliti pada peraturan

perundang-undangan yaitu hubungan peraturan yang satu dengan peraturan yang lainnya serta

kaitannya dengan penerapannya dalam praktek.

2. Sumber Data

Sumber data penelitian ini diperoleh dari penelitian kepustakaan (Library

Research) dan penelitian lapangan (Field Research). Melalui penelitian kepustakaan

diperoleh jenis data sekunder.36 Data penelitian kepustakaan dimaksud meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.37

a. Bahan hukum primer yaitu merupakan bahan-bahan yang mengikat sebagai

landasan utama yang dipakai dalam rangka penelitian ini diantaranya adalah

Undang-Undang Dasar 1945, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang

Pokok Agraria, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah

Susun, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran

Tanah.

(27)

b. Bahan hukum sekunder yaitu merupakan bahan pustaka yang meliputi

buku-buku hasil karya para sarjana, hasil penelitian dan penemuan ilmiah yang

berkaitan dengan permasalahan yang dibahas.

c. Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang berfungsi memberikan

penjelasan terhadap bahan primer dan bahan hukum sekunder, berupa kamus

hukum dan kamus lainnya.

Data penelitian lapangan dimaksud merupakan salah satu metode

pengumpulan data dalam penelitian kualitatif yang tidak memerlukan pengetahuan

mendalam akan literatur yang digunakan dan kemampuan tertentu dari pihak peneliti.

Penelitian lapangan biasa dilakukan untuk memutuskan ke arah mana penelitiannya

berdasarkan konteks, oleh karena itu maka akan wawancara kepada :

a. Kepala kantor pertanahan Kota Medan.

b. Kepala seksi Pantia A kantor pertanahan Kota Medan.

c. Kepala Subseksi Pendaftaran kantor pertanahan Kota Medan.

3. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang digunakan untuk mengumpulkan data yang

dipergunakan dlam penelitian ini dilakukan dengan mengadakan studi dokumen yaitu

dengan melakukan inventaris dan sistematisasi literatur yang berkaitan dengan

kekuatan hukum atas sertipikat satuan rumah susun non hunian pasca terbitanya

Undang-Undang No. 20 Tahun 2011, selain itu dilakukan pengumpulan data

(28)

mengumpulkan data dan informasi dari pihak yang berkaitan dengan berkaitan

dengan kekuatan hukum atas sertipikat satuan rumah susun non hunian pasca

terbitnya Undang-Undang No. 20 Tahun 2011.

Wawancara dilakukan dengan berpedoman pada pertanyaan yang telah

disusun terlebih dahulu sehingga diperoleh data yang diperlukan sebagai data

pendukung dalam penelitian hukum normatif dalam penulisan tesis ini.

4. Analisis Data

Dalam suatu penelitian sangat di perlukan suatu analisis data yang berguna

untuk memberikan jawabannya terhadap permasalahan yang diteliti. Analisis data

dalam penelitian ini menggunakan metode kualitiatif. Penelitian dengan

menggunakan metode kualitatif bertolak dari asumsi tentang realitas atau fenomena

sosial yang bersifat unik dan kompleks. Padanya terdapat regularitas atau pola

tertentu, namun penuh dengan variasi (keragaman).38

Analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke

dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar.39 Sedangkan metode kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskripstif berupa kata-kata

tertulisa maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.39

Data sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research)

dan data primer yang diperoleh dari penelitian lapangan (field research) kemudian

disusun secara berurutan dan sistematis dan selanjutnya dianalisis dengan

38 Burhan Bungi,Analisa Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofi dan Metodologis

Kearah Penguasaan Modal Aplikasi,PT. Raja Grafindo, Jakarta, Tahun 2003, hal. 53

(29)

menggunakan metode kualitatif, yaitu untuk memperoleh gambaran tentang pokok

permasalahan dengan menggunakan metode berpikir dedukatif, yaitu cara berpikir

Referensi

Dokumen terkait

TBC adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini menyerang paru-paru sehingga pada bagian dalam alveolus terdapat

Penyusunan hirarki yaitu dengan menentukan tujuan yang merupakan sasaran sistem secara keseluruhan pada level teratas. Level berikutnya terdiri dari kriteria-kriteria

Tugas Akhir dengan judul, “ EVALUASI KINERJA KEUANGAN PADA PT ADHI KARYA (PERSERO) TBK DENGAN RASIO KEUANGAN TAHUN 2013-2015 ” telah disetujui oleh Dosen Pembimbing

Hasil penelitian memperoleh beberapa alternative strategi pemasaran yang dapat dilakukan oleh pengelola pantai Arta diantaranya: (1) Mempertahankan posisi sebagai

PT Oriflame merupakan salah satu Network Marketing yang melibatkan kelompok kecil untuk mencapai tujuan perusahaan melalui kelompok tugas/kerja sesuai dengan

Berdasarkan hasil rekapitulasi kriteria item pada variabel Budaya Kerja yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Garut memperoleh hasil dari tanggapan responden

Dari kedua contoh di atas maka peneliti ingin memfokuskan penelitian tentang idgam yang dilihat dari sudut morfologi dan fonologi yang disebut dengan morfofonemik.. Penelitian

Berdasarkan hasil analisis dilakukan terhadap organisasi dan kejadian yang berhubungan dengan model bisnis dari KOPP, maka dapat dibangun entitas data dan