1.1Latar Belakang
Wilayah Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki garis pantai kurang lebih
81.000 km, dengan keragaman biota yang ada, serta ditunjang oleh banyaknya
penduduk disekitar daerah pantai, ini merupakan sumber daya yang harus
dimanfaatkan sebaik – baiknya, melalui usaha budidaya ikan laut ekonomis, yang
sekarang sedang dikembangkan dan digalakkan oleh pemerintah, dan diharapkan
akan mampu menambah pendapatan petani, nelayan, serta devisa negara melalui
ekspor (Cholik et al, 1995).
Potensi lestari sumber daya ikan di laut Indonesia diperkirakan mencapai 6,7 juta
ton, yang terdiri dari potensi perairan wilayah sekitar 4,4 juta ton dan dari perairan
ZEEI (Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia) sekitar 3,3 juta ton per tahun. Dilihat
dari jenis ikannya, potensi sumber daya perikanan laut tersebut terdiri ikan pelagis
4,04 juta ton/tahun, ikan demersal 1,59 juta ton/tahun, cakalang 0,3 juta ton/tahun,
tuna 0,18 juta ton/tahun, udang 0,11 juta ton/tahun dan jenis komoditas lainnya
sekitar 0,5 juta ton/tahun.
Potensi lahan pertambakan seluas 840.000 Ha dan baru diusahakan seluas 300.000
Ha. Wilayah laut teritorial (laut pesisir) juga sangat potensial untuk
pengembangan budidaya laut (marine culture) bagi berbagai jenis ikan. Kita jauh
tertinggal jika dibandingkan dengan negara – negara Asia lainnya, seperti Jepang,
Korea Selatan, Taiwan, Thailand, Filiphina, Malaysia (Sukardi, 1997).
Upaya pemanfaatan sumber daya perikanan secara optimal dan lestari merupakan
terutama untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan/petani ikan, memenuhi
kebutuhan gizi masyarakat, memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha,
serta meningkatkan ekspor untuk menghasilkan devisa negara.
Sumber daya ikan adalah milik bersama, baik berupa sumber daya ikan di laut
ataupun di kawasan pantai yang tidak dapat dimiliki secara pribadi. Dalam
pengolahan sumber daya milik bersama tersebut, semua orang berhak
memanfaatkan segala potensinya dan karenanya persaingan antara pelaku
perikanan baik nelayan dengan pengusaha, sangat ketat dan sulit dikendalikan.
Untuk memanfaatkan sumber daya perikanan secara optimal dan lestari, masih
banyak kendala dan masalah yang harus dihadapi, terutama yang menyangkut
sistem perbankkan yang tidak kondusif bagi investasi usaha perikanan, sistem
perijinan yang masih kurang efisien, sistem charter kapal asing yang merupakan
lahan pencurian, penangkapan ikan dengan cara merusak lingkungan, pelayanan
di pelabuhan perikanan yang mengakibatkan biaya ekonomi tinggi, tidak
terpadunya rencana tata ruang di wilayah laut dan pantai sehingga mengurangi
adanya kepastian hukum dalam berusaha dan menimbulkan kesenjangan sosial,
kurang tegasnya tindakan terhadap pelanggar, peraturan, serta penyalahgunaan
wewenang dalam perjanjian dan pengawasan (Sukardi, 1997).
Wilayah propinsi Sumatera Utara memiliki perairan umum yang cukup luas dan
sangat potensial dalam mengembangkan perikanan. Wilayah perairannya dibagi
menjadi dua yaitu pantai barat Sumatera Utara yang terdiri dari Kabupaten Nias,
Tapanuli Tengah, Sibolga, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal dan pantai timur
setempat selalu berhubungan erat dengan kondisi lingkungan, umumnya
masyarakat mempunyai mata pencaharian dari perikanan laut
(Dinas Perikanan Sumut, 2007).
Hasil tangkapan nelayan di pantai timur Sumatera Utara sebagian besar
dikonsumsi oleh masyarakat setempat. Konsumsi lokal terutama dalam bentuk
segar maupun awetan (ikan asin) disamping untuk konsumsi lokal, produksi
perikanan juga memenuhi tujuan perdagangan terutama tujuan ekspor. Untuk
tujuan ini, produksi ikan laut dikonsumsi dalam bentuk pengawetan seperti
penggaraman, pindang (perebusan), peragian (terasi dan kecap asin). Ikan laut
juga dikonsumsi dalam bentuk pengasapan, pembekuan dan juga tepung ikan.
Keseluruhan bentuk konsumsi ini tentu saja mengalami proses pengolahan
(Dinas Perikanan Sumut, 2001).
Diketahui produksi ikan tangkap di Kabupaten Serdang Bedagai pada tahun 2016
sebesar 24.035 ton. Produksi ini terbilang rendah dibandingkan dengan beberapa
daerah lain yang memiliki luas daerah lebih kecil dari Serdang Bedagai, seperti,
Kota Sibolga dan Kabupaten Batubara, hal ini disebabkan karena belum
optimalnya pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya kelautan.
Belum optimalnya pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya kelautan dan
perikanan juga disebabkan oleh praktek-praktek pemanfaatan dan pengelolaan
yang tidak bertanggung jawab dan pelanggaran berbagai peraturan, sehingga
terjadi kehilangan sumberdaya yang cukup besar setiap tahunnya. Produksi ikan
Tabel 1.1 Produksi Ikan Laut Menurut Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara
4. Kabupaten Mandailing Natal 11.015,6 5. Kabupaten Tapanuli Selatan 217,1 6. Kabupaten Tapanuli Tengah 51.272
7. Kota Sibolga 54.840
8. Kabupaten Labuhan Batu 7.508,6
9. Kabupaten Asahan 112.234
10. Kabupaten Deli Serdang 18.967,4
11. Kabupaten Langkat 32.958
12. Kabupaten Serdang Bedagai 24.035
13. Kabupaten Tanjung balai 22.511,6
14. Kota Medan 104.288,8
15. Kabupaten Labuhan Batu Utara 115,7 16. Kabupaten Batubara 27.836,4
Jumlah. 484.314,8
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Sumatera Utara, 2017
Daerah dengan produksi terbesar di Sumatera Utara adalah Kabupaten Asahan,
Kota Medan, dan Kota Sibolga, sementara Kabupaten Serdang Bedagai berada di
urutan ke 7, hal ini menjadi menarik karena beberapa daerah yang memiliki luas
lebih kecil dibandingkan Serdang Bedagai mampu menghasilkan produksi yang
lebih besar, lemahnya pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan diyakini
sebagai penyebabnya
Rendahnya produksi ikan tangkap akan mempengaruhi pendapatan yang diperoleh
oleh nelayan ikan tangkap, dengan semakin rendah produksi yang dihasilkan akan
Tabel 1.2. Rata – Rata Pendapatan Nelayan Ikan Tangkap di Desa Pekan Tanjung Beringin Kecamatan Tanjung Beringin.
No Tahun Pendapatan Nelayan Ikan Tangkap/Trip (Rp)
1 2012 180.000
Tabel 1.2. menunjukan bahwa pendapatan nelayan ikan tangkap dari tahun 2012 –
2016 mengalami fluktuasi, kenaikan pendapatan terlihat pada tahun 2013 dan
2016. Angka tersebut menunjukan bahwa diperlukan analisis lebih lanjut untuk
mengetahui masalah dan faktor apa saja yang mempengaruhi pendapatan nelayan
ikan tangkap di Desa Pekan Tanjung Beringin Kecamatan Tanjung Beringin yang
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan ikan tangkap.
Untuk meningkatkan produksi ikan tangkap perlu dilakukan berbagai upaya untuk
mengatasi permasalahan yang ada, khususnya di Desa Pekan Tanjung Beringin
Kecamatan Tanjung Beringin. Pengembangan usaha ikan tangkap mampu
meningkatkan pendapatan nelayan ikan tangkap serta membantu program
pemerintah dalam usaha meningkatkan pendapatan daerah dan nasional. Karena
itu, peneliti tertarik melakukan penelitian untuk menganalisis faktor – faktor yang
mempengaruhi pendapatan nelayan ikan tangkap di Desa Pekan Tanjung Beringin
1.2Identifikasi Masalah
1) Bagaimana pengaruh faktor sosial (pendidikan, pengalaman melaut) dan
faktor ekonomi (jumlah tenaga kerja, modal, dan frekuensi melaut) terhadap
pendapatan nelayan ikan tangkap di daerah penelitian?
1.3Tujuan Penelitian
1) Menganalisis pengaruh faktor sosial (pendidikan, pengalaman melaut) dan
faktor ekonomi (jumlah tenaga kerja, modal, dan frekuensi melaut) terhadap