BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Intellectual Capital
Intangibles telah dirujuk sebagai goodwill, (ASB, 1997; IASB, 2004), dan IC adalah bagian dari goodwill. Dewasa ini, sejumlah skema klasifikasi kontemporer telah berusaha mengidentifikasi perbedaan tersebut dengan secara spesifik memisahkan IC ke dalam katagori eksternal (customer- related) capital, internal (structural) capital, dan human capital (Brennan dan Connell, 2000; Edvinsson dan Malone, 1997). Bukh (2003) menyebut bahwa IC dan aset tidak berwujud adalah sama dan seringkali saling menggantikan.
Stewart (dalam Ulum, 2009) mendefiniskan Intellectual Capital sebagai keseluruhan manusia yang berada di dalam perusahaan yang mampu menempatkan perusahaan ke dalam persaingan pasar, melalui pengetahuan, informasi, pengalaman, yang menciptakan kesejahteraan perusahaan.
Edvinson dan Malone (dalam Ulum, 2009) mendefinisikan Intellectual Capital sebagai nilai yang tersembunyi dari perusahaan, yang akan membawa perusahaan menuju kesejahteraan.
Intellectual Capital merupakan perbedaan antara nilai pasar perusahaan dengan nilai bukunya (Roslender dan Fincham, 2004 dalam Ulum, 2009)
Bontis et al. (2000) menyatakan modal intelektual memiliki tiga bagian utama, yaitu : human capital (HC), structural capital (SC), dan customer capital (CC). Secara sederhana HC melukiskan individual knowledge suatu perusahaan yang ditunjukkan oleh karyawannya. Sedangkan SC merupakan non-human knowledge dalam perusahaan, seperti database, struktur organisasi, strategi, dan lain sebagainya yang dapat membuat nilai perusahaan lebih besar dari nilai bukunya. CC adalah pengetahuan yang terdapat di dalam sistim pemasaran dan hubungan dengan pelanggan.
2.1.2 Value Added Intellectual Capital (VAICTM)
Metode VAICTM, dikembangkan oleh Pulic (1998), didesain untuk menyajikan informasi tentang penciptaan nilai dari aset berwujud (tangible asset) dan aset tidak berwujud (intangible assets) yang dimiliki perusahaan.
keberhasilan bisnis dan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam penciptaan nilai (value creation) (Pulic, 1998) sementara VA dihitung sebagai selisih antara output dan input.
Tan et al. (2007) menyatakan bahwa output (OUT) merepresentasikan revenue dan mencakup seluruh produk dan jasa yang dijual di pasar, sedangkan input (IN) mencakup seluruh beban yang digunakan dalam memperoleh revenue. Menurut Tan et al. (2007), hal penting dalam model ini adalah bahwa beban karyawan (labour expenses) tidak termasuk dalam beban. Karena peran aktifnya dalam proses value creation, maka beban karyawan tidak dihitung sebagai biaya. Tan et al., 2007 menyebutkan aspek kunci dalam model Pulic adalah memperlakukan tenaga kerja sebagai value creating entity, sehingga VA dipengaruhi oleh efisiensi dari Human Capital (HC) dan Structural Capital (SC).
Hubungan lainnya dari VA adalah capital employed (CE), yang dalam hal ini disebut dengan VACA (value added capital employed). VACA merupakan indikator untuk VA yang diciptakan oleh satu unit dari physical capital. Pulic (1998) mengasumsikan bahwa apabila sebuah perusahaan menghasilkan return yang lebih besar dari setiap 1 unit dari CE, maka berarti perusahaan tersebut telah memanfaatkan CE dengan baik. Sehingga menurut Tan et al., 2007 pemanfaatan CE yang lebih baik merupakan bagian dari intellectual capital.
2007). Pulic (1998) berargumen bahwa total salary dan wage costs adalah
indikator dari HC perusahaan.
Hubungan ketiga adalah value added structural capital (STVA), yang
menunjukkan kontribusi structural capital (SC) dalam penciptaan nilai. STVA
mengukur jumlah SC yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 rupiah dari VA dan
merupakan indikasi bagaimana keberhasilan SC dalam penciptaan nilai (Tan et
al., 2007). SC bukanlah ukuran yang independent sebagaimana HC, ia dependent
terhadap value creation (Pulic, 1999). Artinya, menurut Pulic (1999), semakin
besar kontribusi HC dalam value creation, maka akan semakin kecil kontribusi
SC dalam hal tersebut. Pulic (1999) menyatakan bahwa SC adalah VA dikurangi
HC, yang hal ini telah diverifikasi melalui penelitian empiris pada sektor industri
tradisional (Pulic, 2000).
Rasio terakhir adalah menghitung intellectual capital perusahaan dengan
menjumlahkan koefisien-koefisien yang telah dihitung sebelumnya. Hasil
penjumlahan tersebut dirumuskan dalam indikator baru yang unik, yaitu VAICTM
(Tan et al., 2007). Keunggulan metode VAICTM adalah karena data yang
dibutuhkan mudah diperoleh dari berbagai sumber dan jenis perusahaan. Data
yang dibutuhkan untuk menghitung berbagai rasio tersebut adalah angka-angka
keuangan yang standar yang umumnya tersedia dari laporan keuangan
perusahaan.
Alternatif pengukuran IC lainnya terbatas hanya menghasilkan indikator
keuangan dan non-keuangan yang unik yang hanya untuk melengkapi profil suatu
non-keuangan, tidak tersedia atau tidak tercatat oleh perusahaan yang lain (Tan et al., 2007). Konsekuensinya, kemampuan untuk menerapkan pengukuran IC alternatif tersebut secara konsisten terhadap sample yang besar dan terdiversifikasi menjadi
terbatas (Firer dan Williams, 2003)
2.1.3 Kinerja Keuangan Perusahaan
Untuk mengukur kinerja perusahaan dalam memperoleh laba dan peningkatan nilai, biasanya digambarkan dalam kinerja keuangan perusahaan
tersebut.
ROA merupakan salah satu rasio profitabilitas yang dapat mengukur
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari aktiva yang digunakan. ROA merupakan perbandingan antara laba bersih setelah bunga dan pajak (EAT) dengan total aktiva yang dimiliki perusahaan. ROA yang positif menunjukkan
bahwa dari total aktiva yang dipergunakan untuk beroperasi, perusahaan mampu memberikan laba bagi perusahaan. Sebaliknya apabila ROA negatif, menunjukkan
bahwa dari total aktiva yang dipergunakan, perusahaan mendapatkan kerugian (Van Horne, 2005)
2.1.4 Nilai Perusahaan
Semula teori perusahaan didasarkan pada asumsi bahwa maksud atau
baik keuntungan jangka pendek maupun jangka panjang sangat penting, teori perusahaan (theory of the firm) sekarang mempostulatkan bahwa maksud atau tujuan utama perusahaan adalah untuk memaksimumkan kekayaan atau nilai perusahaan (value of the firm). Hal ini dicerminkan dari nilai sekarang atas semua keuntungan perusahaan yang diharapkan di masa depan.
Nilai dari perusahaan bergantung tidak hanya pada kemampuan menghasilkan arus kas, tetapi juga bergantung pada karakteristik operasional dan keuangan dari perusahaan yang diambil alih. Beberapa variabel kuantitatif yang sering digunakan untuk memperkirakan nilai perusahaan sebagai berikut:
2.1.4.1 Nilai Buku
Nilai buku per lembar saham (BVS) digunakan untuk mengukur nilai shareholders equity atas setiap saham, dan besarnya nilai BVS dihitung dengan cara membagi total shareholders equity dengan jumlah saham yang beredar. Adapun komponen dari shareholders equity yaitu agio saham (paidup capital in excess of par value) dan laba ditahan (retained earning).
2.1.4.2 Nilai Pasar Saham
Bagaimanapun nilai ini dapat berubah secara cepat. Faktor analisis
berkompetisi dengan pengaruh spekulatif murni dan berhubungan dengan
sentimen masyarakat dan keputusan pribadi.
2.1.4.3 Nilai Intrinsik
Nilai intrinsik perusahaan disebut juga sebagai nilai wajar, yang
merupakan keseluruhan nilai kini dari aliran tunai bersih bebas. Untuk
menentukan nilai intrinsik perusahaan adalah dengan rumusan sebagai berikut :
Nilai perusahaan = ( !"!!!
(!!!"##)! !!!
!!! ) + (
!" (!!!"##)!!)
Keterangan :
FCFFt =Free Cash Flow to Firm tahun ke-t
WACC =Weighted average cost of capital
TV =Terminal Value yaitu nilai sisa yang dihitung dengan cara
membagikan FCFF tahun ke-t, dengan capitalization rate
2.1.5 Weighted Average Cost of Capital (WACC)
Discount rate yang digunakan untuk menentukan nilai kini perusahaan
adalah Weighted average cost of capital (WACC). Menurut Iramani dan Febrian
(2005), WACC digunakan sebagai discount rate, apabila pembiayaan atau
pendanaan perusahaan diperoleh dari berbagai sumber. Dengan demikian biaya
riil yang ditanggung oleh perusahaan merupakan keseluruhan biaya untuk semua
sumber pembiayaan yang digunakan. Menurut Fitriani et.al (2006), Cash flow
proyeksi akan didiskon dengan suatu discount rate tertentu yaitu Weighted
Average Cost of Capital (WACC) yang memperhitungkan adanya komposisi
Untuk menentukan jumlah biaya modal perlu dipertimbangkan struktur
modal perusahaan. Pada umumnya komponen struktur modal yang digunakan
dalam menghitung WACC adalah :
a. Sumber dana (saham preferen, saham biasa, hutang bank, obligasi)
b. Jumlah dana dari masing-masing sumber dana
c. Besarnya biaya dari masing-masing sumber
Sehingga untuk menghitung WACC digunakan rumusan sebagai berikut :
WACC = Wd.Kd(1-T) + Wps.Kps + Wcs.Kcs + …
Dengan :
Wd = Jumlah dana / proporsi dana dari obligasi
Kd = Biaya modal obligasi
Wps = Proporsi dana dari saham preferen
Kps = Biaya modal saham preferen
Wcs = Proporsi dana dari saham biasa
Kcs = Biaya modal saham biasa
2.1.6 Free Cash Flow to Firm (FCFF)
Free cash flow to firm adalah aliran kas yang merupakan sisa dari
pendanaan seluruh proyek yang menghasilkan net present value (NPV) positif
yang didiskontokan pada tingkat biaya modal yang relevan. Free cash flow ini lah
yang sering menjadi pemicu timbulnya perbedaan kepentingan antara pemegang
saham dan manajer (Jensen, 1986)
White et al (2003) mendefinisikan free cash flow sebagai aliran kas
aktivitas operasi dikurangi capital expenditures yang dibelanjakan perusahaan
untuk memenuhi kapasitas produksi saat ini.
Free cash flow dapat digunakan untuk penggunaan diskresioner seperti
akuisisi dan pembelanjaan modal dengan orientasi pertumbuhan (
growth-oriented), pembayaran hutang, dan pembayaran kepada pemegang saham baik
dalam bentuk dividen. Semakin besar free cash flow yang tersedia dalam suatu
perusahaan, maka semakin sehat perusahaan tersebut karena memiliki kas yang
tersedia untuk pertumbuhan, pembayaran hutang, dan dividen.
Free cash flow menunjukkan gambaran bagi investor bahwa dividen yang
dibagikan oleh perusahaan tidak sekedar “strategi” menyiasati pasar dengan
maksud meningkatkan nilai perusahaan. Bagi perusahaan yang melakukan
pengeluaran modal, free cash flow akan mencerminkan dengan jelas mengenai
perusahaan manakah yang masih mempunyai kemampuan di masa depan dan
yang tidak (Uyara dan Tuasikal, 2003). Cara untuk mendapatkan FCFF adalah
dengan mengestimasi arus kas sebelum dilakukan pembayaran klaim, yaitu :
FCFF = EBIT(1-tax) + depresiasi – capital expenditure – !non-cash working
capital
Capital expenditure adalah pengeluaran yang menciptakan manfaat masa depan
yang biasanya digunakan untuk membeli aktiva tetap, dihitung dengan
mengurangkan aset tetap tahun kini dengan tahun sebelumnya, sedangkan
non-cash working capital adalah investasi jangka pendek bersih yang dibutuhkan
untuk melaksanakan setiap aktivitas, dihitung dengan mengurangkan antara aset
2.1.7 Growth (Pertumbuhan)
Growth (pertumbuhan) memegang peranan yang sangat penting di dalam
menentukan nilai perusahaan, kesalahan dalam menentukan growth akan
mengakibatkan kesalahan didalam melakukan proyeksi arus kas tunai bersih
bebas (FCFF) yang merupakan komponen utama di dalam nilai perusahaan.
Growth merupakan komponen untuk menentukan arus kas tunai bersih
bebas (FCFF). Untuk menentukan growth digunakan beberapa pendekatan, yakni:
1. Pendekatan data historis
Apabila pada data historis perusahaan, ditemukan bahwa growth cenderung
stabil, maka growth tersebut dapat digunakan kembali sebagai dasar dalam
melakukan prediksi growth di masa yang akan datang. Pertumbuhan
perusahaan dapat diprediksi dengan memperhatikan rencana jangka pendek
maupun jangka panjang perusahaan.
2. Pendekatan forecast analysis
Pada umumnya, pendekatan ini yang paling aktual untuk digunakan di dalam
penentuan growth perusahaan di masa yang akan datang, karena pendekatan
ini merupakan hasil analisis dari para analis manajemen keuangan. Forecast
analis dapat dipergunakan dan biasanya cukup akurat karena mereka sudah
terbiasa mengamati pertumbuhan banyak perusahaan dalam jangka waktu
yang cukup lama dan memiliki intuisi yang cukup kuat. Para analis
memperhatikan banyak aspek antara lain perekonomian secara makro,
rencana ekspansi perusahaan di masa yang akan datang, laju inflasi, dan lain
Apabila growth historis perusahaan tidak stabil atau tidak konstan, maka
pendekatan inilah yang digunakan untuk memprediksi pertumbuhan
perusahaan di masa depan.
3. Pendekatan Growth in Operating Income
Pendekatan ini digunakan untuk menentukan growth yang memiliki
kecenderungan pertumbuhan yang stabil, dapat dihitung dengan rumusan :
Expected Growth(g) = Reinvestment Rate x ROC
Reinvestment Rate = !!"#$!!"#$"%&'(&)*!!∆!"!#$%!!!"#$%&'!!"#$%"& !"#$ !!!
ROC = EBIT(1-T)/Capital invested
2.2 Penelitian Terdahulu
1. Penelitian yang dilakukan oleh Basyar (2009)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh modal intelektual
(Intellectual Capital/IC) yang diukur menggunakan metode Value Added
Intellectual Coefficient (VAIC) terhadap Return On Asset perusahaan
perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2007 –
2009. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Value Added Intellectual
Coeffisient (VAIC) yang terdiri dari HCE, SCE, dan CEE secara
bersamaan (simultan) berpengaruh positif secara signifikan terhadap
terhadap Return on Asset (ROA) perusahaan perbankan.
2. Solikhah, Rohman, dan Meiranto (2010)
Melakukuan penelitian tentang Implikasi Intellectual Capital terhadap
Financial Performance, Growth and Market Value; studi empiris dengan
signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan. Modal Intelektual
terbukti berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan
perusahaan. Modal Intelektual tidak memiliki pengaruh signifikan
terhadap nilai pasar perusahaan.
3. Yudhanti dan Shanti (2011)
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh antara ukuran intellectual
capital dan ukuran fundamental kinerja keuangan perusahaan. Penelitian
ini juga menggunakan beberapa variabel kontrol yaitu size dan jenis
industri. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis
perusahaan yang secara intensif menggunakan modal intelektual yaitu
industri jasa. Intellectual capital pada perusahaan jenis industri jasa
menunjukkan adanya pengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan.
Ukuran eksternal perusahaan digunakan pada penelitian ini untuk
mengukur intellectual capital yaitu market-to-book value.
4. Ongkorahardjo, Susanto, Rachmawati (2008)
Penelitian ini menggunakan obyek kantor akuntan publik Penelitian ini
berusaha menguji apakah individual capability dan the organizational
climate yang merupakan komponen dari human capital memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap kinerja perusahaan kantor akuntan publik baik
secara individual (parsial) maupun secara simultan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pertama, individual capability berpengaruh
signifikan terhadap kinerja kantor akuntan publik. Kedua, the
organizational climate berpengaruh signifikan terhadap kinerja kantor
climate berpengaruh signifikan secara bersama- sama terhadap kinerja
kantor akuntan publik.
5. Rachmawati (2012).
Populasi dalam penelitian ini yaitu perusahaan perbankan yang terdaftar di
Bank Indonesia periode 2006-2009 dengan sampel sebanyak 68
perusahaan. Variabel dalam penelitian ini terdiri dari satu variabel
independen yaitu Intelectual Capital (IC) dan satu variabel dependen yaitu
Return on Asset (ROA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh positif antara intellectual capital terhadap Return On Asset
(ROA).
6. Ulum, Ghozali dan Chariri (2009).
Populasi penelitian ini adalah seluruh perusahaan perbankan yang
beroperasi di Indonesia sampai dengan tahun 2006, dan secara rutin
melaporkan posisi keuangannya kepada Bank Indonesia. Penelitian ini
menguji pengaruh Intellectual Capital terhadap Kinerja perusahaan pada
masa sekarang dan efeknya ke masa yang akan datang, kesimpulannya
bahwa Intellectual Capital berpengaruh signifikan terhadap kinerja
perusahaan dimasa sekarang dan masa yang akan datang.
7. Artinah & Muslih (2011)
Penelitian ini menggunakan variabel capital gain sebagai variabel
dependennya, yang mengukur hubungan antara Intellectual Capital
terhadap Capital gain pada perusahaan perbankan. Penelitian ini
menemukan bahwa Intellectual Capital tidak berpengaruh signifikan
8. Yudha & Nasir (2012).
Populasi penelitian ini adalah perusahaan yang masuk dalam kelompok
LQ 45, dan mengukur hubungan antara reaksi investor terhadap
intellectual capital, yang hasilnya menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh
signifikan antara Human Capital, Structural Capital, dan Capital
Employee terhadap reaksi investor.
9. Suhendah (2012)
Penelitian ini menemukan bahwa tidak ada signifikansi antara Intellectual
capital yang terdiri dari VAHU, VACA, dan STVA terhadap nilai pasar
perusahaan, dimana populasi penelitian ini adalah perusahaan perbankan
yang terdaftar di BEI pada tahun 2010-2012.
Pada Tabel 2.1 disajikan penelitian terdahulu yang mengukur hubungan
IC terhadap kinerja keuangan perusahaan maupun terhadap nilai perusahaan.
Tabel 2.1 Penelitian-Penelitian Empiris Tentang Intellectual Capital
Dikembangkan oleh
Variabel Sampel Hasil Penelitian
Basyar (2009) VAIC – ROA Perusahaan Perbankan di BEI (2007-2009)
a. VAIC berpengaruh positif signifikan terhadap ROA
a. IC berpengaruh positif terhadap Kinerja keuangan
b. IC tidak berpengaruh positif terhadap Nilai pasar perusahaan.
a. IC berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan
a. Organizational Climate berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan b. Individual Capability memiliki
Rachmawati (2012) Intellectual Capital, ROA
Perusahaan Perbankan di BEI (2006-2009)
a. IC berpengaruh signifikan terhadap ROA
a. IC berpengaruh positif terhadap ROA b. IC berpengaruh positif terhadap
kinerja keuangan dimasa depan.
a. IC tidak berpengaruh terhadap Capital Gain
b. Human Capital Effeciency tidak berpengaruh terhadap capital gain c. Structural Capital tidak berpengaruh
positif terhadap Capital gain
d. Capital Employee tidak berpengaruh terhadap Capital gain
a. IC tidak berpengaruh positif terhadap reaksi investor
b. Capital Employee berpengaruh positif terhadap reaksi investor
c. Human capital dan Structural capital tidak berpengaruh terhadap reaksi investor
a. IC tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai pasar perusahaan b. Physical capital tidak berpengaruh
positif terhadap nilai pasar perusahaan c. Human Capital tidak berpengaruh
positif terhadap nilai perusahaan d. Structural capital tidak berpengaruh