PERBEDAAN PROBLEM FOCUSED COPING DALAM
MENGHADAPI MASALAH PADA PRIA DAN WANITA YANG
MENJALANI PACARAN JARAK JAUH DI MASA DEWASA AWAL
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi.)
Program Studi Psikologi
Disusun Oleh:
Maria Fransiska Diah P
NIM: 059114023
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2010
HALAMAN
MOTTO
Masa
lalu
adalah
kenangan
yang
tak
terulang
Masa
depan
adalah
harapan
Masa
kini
adalah
dimana
kita
berada
sekarang
ini
Hadapilah
hari
ini
dengan
lebih
baik
dari
hari
kemarin
Agar
hari
esok
menjadi
senyuman
(Y.
L.
G
Abu
Jatmiko)
Dipersembahkan untuk:
•
Yesus Kristus dan Bunda Maria yang selalu
menyertaiku...
•
Bapak (FB Marsudi) dan Ibu (Ch. Sartini) tercinta
•
Adekku (Wahyu Puji Antono)
•
Seseorang yang kucintai dan mencintaiku....
(Y L G Abu jatmiko)
ABSTRAK
Perbedaan Perilaku Problem FocusedCoping Dalam Menghadapi Masalah pada Pria dan Wanita yang Menjalani Pacaran Jarak Jauh di Masa Dewasa Awal
Maria Fransiska Diah P
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan problem focused coping yang digunakan oleh pria dan wanita yang menjalani pacaran jarak jauh di masa dewasa awal dalam menghadapi stres. Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada perbedaan perbedaan problem focused coping yang digunakan antara pria dan wanita yang menjalani pacaran jarak jauh di masa dewasa awal dalam menghadapi masalah. Pria memiliki kecenderungan lebih tinggi dalam menggunakan problem focused coping daripada wanita. Subyek penelitian ini berjumlah 74 subyek yaitu 37 pria dan 37 wanita. Pemilihan subyek untuk penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Penelitian ini menggunakan try out terpakai karena sedikitnya jumlah sampel subyek yang dapat digunakan dalam penelitian ini sehingga hasil try out digunakan sebagai hasil penelitian yang dianalisis. Jenis penelitian ini adalah penelitian komparasional. Variabel bebas yang terdapat dalam penelitian ini adalah jenis kelamin sedangkan variabel tergantungnya adalah problem focusedcoping. Metode pengumpulan data adalah skala strategi problem focused coping saat menghadapi masalah dalam menjalani pacaran jarak jauh Skala terdiri dari 30 soal problem focused coping. Hasil pengujian hipotesis penelitian pada metode problem focused coping diperoleh nilai uji-t sebesar 0,186 dengan taraf signifikansi sebesar 0,853 (p<0,05). Hal ini berarti bahwa hipotesis ditolak yang artinya tidak ada perbedaan dalam menggunakan metode Problem Focused Coping pada subyek pria dan wanita dalam menghadapi pacaran jarak jauh di masa dewasa awal dalam menghadapi stres. Berdasarkan hasil penelitian, dapat diambil kesimpulan bahwa hipotesis yang mengatakan bahwa ada perbedaan problem focused coping antara pria dan wanita, pria memiliki kecenderungan lebih tinggi dalam menggunakan problem focused coping daripada wanita tidak signifikan.
Kata kunci: berfokus pada masalah, pacaran jarak jauh, masa dewasa awal
ABSTARCT
The Differences Behavior Problem Focused Coping between Men and Women in the Long Distance Relationship
in Early Adulthood.
Maria Fransiska Diah P
The goal of this research to know the differences problem focused coping between men and women who related with Long Distance relationship in early adulthood. The hypothesis proposed that there was a differences problem focused coping in by men and women use with long distance relationship in early adulthood, whom related with Long Distance Relationship in early adulthood. Men higher than women in used the problem focused coping.This research use 74 subjects consist of 37 men and 37 women used purposive sampling. This research used because the amount of samples is limited applied test and the test result can also be used as analyzed research data. This research was a comparison research. This research use gender as independent variable and problem focused coping as dependent variable. This research used a scale problem solving the long distance relationship were problem focused coping and emotional focused coping to collection data. Scale which consists of 30 items problem focused coping. The result of hypothesis testing in problem focused coping is t-test 0.186 with significantly degree 0.853 (P > 0.05). This result shows that there were no differences in problem focused coping method in men and women who related with long distance relationship in early adulthood in stress handling. According into results of this research, a conclusion can be taken, the hypothesis that said there was differences in problem focused coping between men and women
Keywords: problem focused coping, long distance relationship, early adulthood
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Yesus Kristus atas rahmat,
penyertaan dan berkatNya yang penulis rasakan dari memulai penulisan skripsi
sampai penulis dapat menyelesaikan skripsi yang disusun sebagai syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Psikologi di Universitas Sanata Dhrama Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ini tidak akan terwujud tanpa
bantuan, bimbingan, dorongan dan pengarahan dari berbagai pihak. Maka penulis
mengucapkan terimakasih dengan setulus hati kepada
1. Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria yang selalu menyertai dan
melimpahkan berkatNya setiap saat dalam berbagai pengalaman hidup yang
penulis alami sehingga penulis dapat terus bangkit dan menyelesaikan skripsi
ini
2. Ibu Dr Ch. Siwi Handayani selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta
3. Ibu Sylvia Carolina MYM, S.Psi, M.Si selaku Kaprodi Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarata dan dosen pembimbing skripsi yang
telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan masukan, kritik, saran dan
dukungan selama penulis mengerjakan skripsi.
4. Bapak Minta Istono, S.Psi, M.Si dan Bapak Drs. H. Wahyudi, M.Si selaku
penguji skripsi yang memberikan masukan, kritik dan saran untuk skripsi
penulis agar menjadi lebih baik.
5. Ibu Kristiana Dewayani, S.Psi, M.Si selaku dosen pembimbing akademik
yang senantiasa membimbing penulis dalam masalah yang berkaitan dengan
akademik.
6. Bapak dan ibu dosen Fakultas Psikologi yang telah membimbing penulis
selama studi di Fakultas Psikologi ini.
7. Mbak Nanik, Mas Gandung, Mas Muji, Mas Doni dan Pak Gie yang
membantu penulis selama studi di Fakultas Psikologi ini
8. Bapak (FB Marsudi) dan ibu (Ch Sartini) tercinta yang selalu mendoakan dan
memberikan dorongan kepada penulis selama penulis menempuh studi dan
menyelesaikan karya tulis ini. Pak, Bu.... akhirnya Diah bisa menyelesaikan
skripsi ini...
9. All my big family.... adek, simbah, pakde-budhe, om-bulek, mbak, dan
sepupu..makasih buat doa dan dukungannya selama penulis menempuh studi
10.“Bintang hidupku (Y L G Abu Jatmiko)” yang menerangiku, kucintai dan mencintaiku : Makasih mas buat perhatian dan cinta yang selalu kurasakan
setiap saat dalam suka dan duka serta dorongan, bantuan dan semangat
sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.
11. Keluarga besar “KOST MAWAR”: Pak Siyam, makasih pak buat segala
bimbingannya selama penulis tinggal di Yogyakarta. Ani, Sisil, Cici, Ferry,
Evrin, Anggie, Rani, Ritha, Krisna, Ermen, Densi, Nitha, Itin, Fanny, Irin,
Erlika, Yuni, Ella, Ochi makasih buat keceriaan, keakraban dan kekeluargaan
selama ini.
12.Semua teman-teman angkatan 2005 yang mengisi hari-hari penulis selama
penulis studi di Fakultas Psikologi...
13.Semua teman-teman yang sudah berkenan mengisi kuisioner penelitian.
Makasih buat bantuan dan kesediaan kalian.
14.Semua pihak yang belum disebutkan satu persatu...terimakasih atas
dukungan dari kalian semua.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang dapat memberikan
masukan bagi penulis.
Penulis
Maria Fransiska Diah P
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………...……...…i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………...…...ii
HALAMAN PENGESAHAN………...iii
HALAMAN MOTTO……….……...iv
HALAMAN PERSEMBAHAN………...…...…...v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA…….…………...vi
ABSTRAK……….…….………...vii
ABTRACT…………...………...viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI...ix
KATA PENGANTAR………...…...x
DAFTAR ISI………...……...xiii
DAFTAR TABEL………..………...xvi
DAFTAR GAMBAR...xvii
DAFTAR LAMPIRAN...xviii
BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang………...….……1
B. Perumusan Masalah………..……….7
C. Tujuan Penelitian………..……….7
D. Manfaat Penelitian………..………...7
BAB II: LANDASAN TEORI A. Problem Focused Coping 1. Pengertian Strategi coping ………....………..9
2. Fungsi Coping………..……....…...10
3. Bentuk-Bentuk Coping………...12
4. Fungsi Problem Focused Coping ...14
5. Aspek-Aspek Problem FocusedCoping………..………..…16
6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Strategi Coping...17
B. Pacaran Jarak Jauh 1. Pengertian Pacaran………..………...19
2. Pengertian Pacaran Jarak Jauh.………...……....22
3. Tantangan Dalam Pacaran Jarak Jauh………..…..…24
C. Masa Dewasa Awal………..………..….25
D. Dinamika Perbedaan Problem Focused Coping Pada Pria dan Wanita Dalam Menghadapi Masalah Pada Pacaran Jarak Jauh di Masa Dewasa Awal…………...28
E. Skema Perbedaan Problem Focused Coping Dalam Mengatasi Masalah Pada Pria dan Wanita yang Menjalani Pacaran Jarak Jauh di Masa Dewasa Awal ...….33
F. Hipotesis……….34
BAB III: METODELOGI PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian………...………..…...35
B. Definisi Operasional………...…………..35
C. Jenis Penelitian………...……..37
D. Subyek Penelitian………...……..37
E. Metode Pengumpulan Data………...……..………….…38
F. Validitas dan Realibilitas Alat Pengumpulan Data………...40
G. Metode Analisis Data………..……….…43
BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Persiapan Penelitian………..………...44
B. Pelaksanaan Penelitian………..…...44
C. Hasil Uji Coba Penelitian………..…..….46
D. Hasil Penelitian………..………..48
E. Pembahasan……….……..………..51
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan………..……..…...55
B. Saran………..………...56
DAFTAR PUSTAKA………..……..……...57
LAMPIRAN...60
DAFTAR TABEL
Tabel 1: Distribusi Butir-Butir Skala Problem FocusedCoping
Sebelum Uji Coba...39
Tabel 2: Distribusi Jumlah Subyek Penelitian ………...45
Tabel 3: Distribusi Subyek Penelitian Berdasarkan Usia………..45
Tabel 4: Distribusi Butir-Butir Skala Problem Focused Coping
Setelah Uji Coba...47
Tabel 5 :Tabel Uji Normalitas Metode Problem Focused Coping
Pada Subyek Wanita………48
Tabel 6: Tabel Uji Normalitas Metode Problem Focused Coping
Pada Subyek Pria………...49
Table 7: Tabel Uji Homogenitas Pada Metode Problem Focused Coping.……49
Tabel 8: Tabel Deskriptif Problem Focused Coping……….…....50
DAFTAR GAMBAR
Skema Perbedaan Problem Focused Coping Dalam Mengatasi Masalah
Pada Pria dan Wanita yang Menjalani Pacaran Jarak Jauh di Masa
Dewasa Awal……...33
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A1. SKALA...61
2. DATA SUBYEK PENELITIAN...67
LAMPIRAN B 1.RELIABILITAS...71
2. UJI NORMALITAS...75
3.UJI HOMOGENITAS...78
4.UJI HIPOTESIS...80
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar BelakangMasa dewasa awal adalah periode transisi antara masa remaja dan
masa dewasa yang merupakan perpanjangan kondisi ekonomi dan pribadi
yang sementara (Santrock,2002;73). Masa dewasa awal juga merupakan awal
dari suatu tahap kedewasaan dalam rentang kehidupan seseorang. Individu
pada masa dewasa awal telah melewati masa remaja dan kini akan memasuki
tahap pencapaian kedewasaan dengan berbagai macam tantangan yang lebih
beragam bentuknya yang harus dihadapi.
Pada masa dewasa awal (young adulthood) tugas-tugas perkembangan
lebih berfokus pada beberapa tugas pokok sebagai makhluk sosial. Sebagai
makhluk sosial, berarti bahwa individu membutuhkan kehadiran individu lain
di dalam kehidupannya. Mereka menjalin relasi dengan orang lain baik dengan
sesama maupun lawan jenis. Di masa ini individu akan mempunyai tugas
perkembangan yang berkisar pada pembinaan hubungan intim dengan orang
lain, terutama hubungan intim dengan lawan jenis yang ditandai dengan saling
mengenal pribadi seseorang baik kekurangan ataupun kelebihan
masing-masing individu yang dilanjutkan dengan berpacaran (Dian:2006)
Pacaran merupakan suatu proses masa saling mengenal pasangan
secara lebih mendalam dan menyesuaikan diri. Biasanya pacaran serius
dimulai sejak masa dewasa muda dan merupakan periode penyesuaian
terhadap pola-pola hidup yang baru dan harapan sosial yang baru pula.
2
Seseorang akan menjalin hubungan dekat dengan orang yang dikasihi melalui
hubungan pacaran karena merasakan kenyamanan dan kecocokan. (Nisa:2007)
Pada umumnya orang yang menjalin hubungan romantis pacaran selalu
ingin merasa dekat satu sama lain secara fisik maupun perasaan. Namun
dalam menjalani pacaran, individu tidak selalu dapat berdekatan dengan
pasangannya sehingga mereka melakukan pacaran jarak jauh. Pacaran jarak
jauh merupakan suatu hubungan antara dua pihak yang saling berkomitmen
namun, individu tidak dapat selalu berada secara berdekatan satu sama lain
dan tidak dapat bertemu ketika mereka saling membutuhkan, karena
menempuh pendidikan atau tuntutan bekerja pada kota yang berbeda, pulau
yang berbeda, bahkan negara ataupun benua (Nisa:2007).
Di Amerika, pada tahun 2005 jumlah pasangan yang belum menikah
yang menjalani hubungan pacaran jarak jauh menunjukkan bahwa 4,4 juta
mahasiswa (20-40% dari berbagai program studi) menjalani hubungan jarak
jauh. Sebuah studi juga menyebutkan bahwa 1 dari 7 (14%) pasangan di
Amerika Serikat adalah Long Distance Relationship. Sedangkan berdasarkan
perkiraan dari data sensus kurang lebih ada 3,5 juta pasangan yang long
distance relationship. Secara keseluruhan, ada sekitar tujuh juta-an pasangan
(14-15 juta orang) di Amerika Serikat yang sedang menjalani Long Distance
Relationship. (Rini,2008:19).
Situasi dalam hubungan pacaran jarak jauh (long distance relationship)
mempunyai banyak hambatan dan persoalan. Adanya persoalan dan hambatan
3
hambatan yang rumit dan menimbulkan tekanan secara psikologis tidak dapat
dihindari. Persoalan yang sering muncul dalam pacaran jarak jauh misalnya
masalah kejauhan fisik, pacaran jarak jauh bisa merusak rasa saling percaya
atau trust dalam hubungan yang merupakan sesuatu yang amat penting dalam
hubungan berpacaran, menyukai lawan jenis yang ada di dekatnya, merasa
tidak diperhatikan, kejenuhan dan rasa kesepian. Selain itu, hubungan pacaran
jarak jauh sangat mungkin akan mengalami suatu konflik dan jika tidak segera
diselesaikan dapat mengakibatkan frustrasi dan ketidakseimbangan kejiwaan
yang dapat memberikan pengaruh langsung dalam hubungan.
Mereka yang berada pada masa dewasa awal akan mulai mengatur
pemikiran secara operasional dan dituntut tanggung jawab dalam memutuskan
sesuatu sehingga mereka merencanakan dan membuat hipotesis yang lebih
sistematis ketika mendekati masalah dan tidak hanya menggunakan emosi.
Orang dewasa lebih mampu menyusun hipotesis dari pada remaja dan
menurunkan suatu pemecahan masalah dari suatu masalah.
(Santrock,2002:91-92).
Menghadapi persoalan dan hambatan merupakan suatu keadaan yang
tidak menyenangkan. Hambatan dan persoalan yang terjadi dalam menjalani
hubungan pacaran jarak jauh dapat menyebabkan terganggunya fungsi emosi,
fisik dan kognitif. Tidak semua orang dapat mengatasi masalah karena cara
penyelesaian yang kurang efektif dan menggunakan emosi. Dalam
4
pacaran jarak jauh dapat menyelesaikannya. Ada juga yang menyerah
sehingga mengambil keputusan untuk putus.
Hasil wawancara dengan beberapa orang yang menjalani pacaran jarak
jauh terlihat bahwa masalah dalam pacaran jarak jauh dapat dipicu oleh
beberapa hal. My (perempuan,23 tahun) mengatakan bahwa dia menyadari
bahwa ada lawan jenis di dekatnya yang mulai menyukai atau disukai, takut
pasangan menyukai/disukai orang lain, pasangan tidak pengertian sehingga
bila berkomunikasi lewat telpon hanya bertengkar dan terjadi
kesalahpahaman. AA (perempuan, 22 tahun) mengatakan bahwa pemicu
emosi yang membuat hubungannya mengalami masalah karena komunikasi
yang kurang dan tidak dapat bertemu secara fisik. Selain itu, E (laki-laki,22
tahun) mengatakan dia merasa gelisah pasangannya tidak setia dan takut
pasangannya diganggu oleh laki-laki lain, tidak dapat memberi perhatian yang
nyata seperti tidak di sampingnya ketika pasangannya membutuhkan dan tidak
dapat menemaninya setiap hari. R (laki-laki, 22 tahun) mengatakan bahwa
adanya godaan untuk selingkuh karena bosan dan sering mendengar
berita-berita negatif tentang pasangan yang mengganggu pikirannya. Fenomena
pacaran jarak jauh juga dialami oleh artis Acha Septriasa seorang penyanyi
dan aktris sinetron yang menjalani pacaran jarak jauh kurang dari satu tahun.
Acha berada di Malaysia untuk melanjutkan pendidikan di jenjang yang lebih
tinggi dan Irwansyah berada di Jakarta. Jarak yang jauh dan kesibukan mereka
5
ketiga. Hal tersebut tidak dapat mereka atasi sehingga mereka mengambil
keputusan untuk mengakhiri hubungan mereka (infoartis,2008).
Ketika seseorang berhadapan dengan permasalahan dalam hidupnya,
seseorang akan menggunakan mekanisme strategi coping untuk melindungi
tekanan-tekanan psikologi yang dialami. Strategi coping merupakan suatu
suatu proses yang dilakukan individu untuk mencoba mengelola jarak yang
ada antara tuntutan-tuntutan yang berasal dari individu maupun lingkungan
dengan sumber daya yang digunakan. (Smet, 1994:143).
Strategi coping dibedakan menjadi dua yaitu Problem FocusedCoping
(PFC) dan Emotional Focused Coping (EFC). Strategi coping yang
berorientasi pada masalah atau Problem Focused Coping merupakan usaha
yang digunakan untuk mengatasi masalah dengan mempelajari cara-cara atau
keterampilan-keterampilan yang baru dan individu akan cenderung
menggunakan strategi ini bila yakin akan dapat mengubah situasi sedangkan
strategi yang berorientasi pada emosi atau Emotional Focused Coping lebih
digunakan untuk mengatur respon emosional terhadap masalah.
(Smet,1994:145-147)
Setiap orang memiliki solusi yang berbeda-beda dalam mengatasi
masalah yang dialami. Seseorang yang cenderung menggunakan problem
focused coping dalam mengatasi masalah yang dialami akan cenderung untuk
lebih terfokus pada masalah yang dihadapinya dan berusaha untuk mencari
berbagai cara untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Seseorang yang
6
sumber masalah dapat diubah. (Arbidiati dan Kurniati.2007:24). Pada Problem
Focused Coping seseorang menghadapi masalah dengan pemecahan masalah,
pembuatan keputusan, maupun dengan menggunakan tindakan langsung.
(Setianingsih,2003:107). Mereka yang dipengaruhi oleh rasionalitas akan
cenderung menggunakan strategi problem focused coping karena dalam
kesehariannya mereka sudah dapat mengontrol emosi dengan baik sehingga
ketika berhadapan dengan masalah mereka akan menggunakan rasio.
(Susantiny,2001:6)
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan pemilihan perilaku
coping adalah usia, pendidikan, status sosial ekonomi, dukungan sosial, jenis
kelamin, karakteristik kepribadian dan pengalaman. Namun, peneliti hanya
meneliti tentang faktor jenis kelamin.
Menurut Penelitian yang dilakukan Tamres, Janicki dan Helegeson
(Baron & Byrne,2006:525) menunjukan bahwa pria dan wanita memiliki
perbedaan dalam mengatasi situasi yang menekan. Hasil penelitian ini
mengindikasikan bahwa wanita menggunakan strategi coping yang luas baik
problem focused coping (misalnya, perencanaan dan coping secara aktif)
maupun emotional focused coping (antara lain mencari dukungan sosial dan
perenungan kembali) dibandingkan dengan pria.
Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian yang berfokus pada perbedaan problem focused coping pada pria
dan wanita di masa dewasa awal dalam mengatasi masalah yang terjadi pada
7
B. Perumusan Masalah
Masalah yang akan diselidiki dalam penelitian ini adalah apakah ada
perbedaan problem focused coping pada pria dan wanita di masa dewasa awal
dalam mengatasi masalah yang terjadi pada pacaran jarak jauh?
C. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan problem focused
coping pada pria dan wanita di masa dewasa awal dalam mengatasi masalah
yang terjadi pada pacaran jarak jauh
D. Manfaat
1. Manfaat teoretis
Dapat menambah wawasan dan memberi sumbangan teoritis serta
memperluas konsep pengetahuan psikologis perkembangan di masa
dewasa awal tentang kecenderungan perilaku pria dan wanita yang
menjalani pacaran jarak jauh di masa dewasa awal dalam menggunakan
problem focused coping dalam mengatasi masalah dalam hubungan
pacaran jarak jauh.
2. Manfaat praktis
a. Bagi orang yang berpacaran jarak jauh
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi mahasiswa
yang sedang berada pada tahap perkembangan masa dewasa awal dan
8
dapat membantu mereka memberikan gambaran dan mengetahui tentang
perilaku problem focused coping yang dapat digunakan dalam
menghadapi masalah dalam hubungan pacaran jarak jauh sehingga dapat
menjadi referensi dan bahan pertimbangan bagi orang yang mengalami
masalah serupa
b. Bagi pembaca
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi,
bahan referensi dan dasar penelitian lain yang berkaitan dengan problem
focused coping dalam menghadapi masalah dalam hubungan pacaran
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Problem Focused Coping 1. Pengertian Strategi Coping
Pada dasarnya hampir setiap orang mengalami masalah hanya
memiliki kadar yang berbeda. Adanya keinginan dan tuntutan untuk
memecahkan masalah dan situasi yang menekan merupakan pemicu
munculnya sekumpulan individu untuk mengatasinya. Cara-cara untuk
mengatasi tuntutan-tuntutan yang menekan disebut dengan coping. Coping
dipandang sebagai faktor penyeimbang dalam usaha individu
mempertahankan penyesuaian dirinya selama menghadapi situasi yang
dapat menimbulkan stres. (Wardhani:2002,9)
Menurut Lazarus dan Folkman,1987 coping dimengerti sebagai
usaha kognitif, ekspresif dan tingkah laku untuk mengatur situasi penuh
stress dan emosi yang menyusahkan, yang berhubungan dengan kesehatan
fisik, kesehatan psikologi dan sosial (Weber.2001:133). Coping juga
memiliki arti cara yang dilakukan individu untuk mengatasi situasi atau
masalah yang dianggap sebagai tantangan, ketidakadilan ataupun ancaman
yang merugikan (Paramitha. Abdurrohim & Dhamayanti,2007:41)
Menurut Lazarus & Folkman (1984) coping berbeda dengan perilaku
adaptif otomatis, karena coping membutuhkan suatu usaha, yang akan
menjadi perilaku otomatis lewat proses belajar. Coping dipandang sebagai
10
suatu usaha untuk menguasai situasi tertekan, tanpa memperhatikan akibat
dari tekanan tersebut. Namun coping bukan merupakan suatu usaha untuk
menguasai seluruh situasi menekan, karena tidak semua situasi dapat
benar-benar dikuasai. (Wangsadjaja,2008)
Coping selanjutnya disebut dengan strategi coping. Strategi coping
merupakan suatu proses yang dilakukan individu untuk melindungi diri
dari tekanan-tekanan psikologis yang ditimbulkan oleh problematika
pengalaman sosial. (Mu’tadin,2002).
Berdasarkan sejumlah definisi di atas, maka peneliti mengambil
kesimpulan bahwa yang dimaksud strategi coping adalah suatu usaha
kognitif dan tingkah laku yang dilakukan oleh individu untuk mengatasi
suatu keadaan yang menekan sehingga menjadi suatu situasi yang lebih
menyenangkan.
2. Fungsi Coping
Lazarus dan Folkman menyatakan coping yang efektif adalah coping
yang membantu seseorang untuk mentoleransi dan menerima situasi
menekan, serta tidak merisaukan yang tidak dapat dikuasainya. Sesuai
dengan pernyataan tersebut, Cohen dan Lazarus mengemukakan, agar
coping dilakukan dengan efektif, maka coping perlu mengacu pada lima
fungsi tugas coping yang dikenal dengan istilah coping task, yaitu :
(Wangsadjaja.2008)
11
a. Mengurangi kondisi lingkungan yang berbahaya dan meningkatkan
prospek untuk memperbaikinya
b. Mentoleransi atau menyesuaikan diri dengan kenyataan yang negatif.
c. Mempertahankan gambaran diri yang positif.
d. Mempertahankan keseimbangan emosional.
e. Melanjutkan kepuasan terhadap hubungannya dengan orang lain
Menurut Taylor (Wangsadjaja, 2008), efektivitas coping tergantung
dari keberhasilan pemenuhan coping task. Individu tidak harus memenuhi
semua coping task untuk dinyatakan berhasil melakukan coping dengan
baik. Setelah coping dapat memenuhi sebagian atau semua fungsi tugas
tersebut, maka dapat terlihat bagaimana coping outcome yang dialami tiap
individu. Coping outcome adalah kriteria hasil coping untuk menentukan
keberhasilan coping. Coping outcome, yaitu :
a. Ukuran fungsi fisiologis, yaitu coping dinyatakan berhasil bila coping
yang dilakukan dapat mengurangi indikator dan arousal stres seperti
menurunnya tekanan darah, detak jantung, detak nadi, dan sistem
pernapasan.
b. Apakah individu dapat kembali pada keadaan seperti sebelum ia
mengalami stres, dan seberapa cepat dapat kembali. Coping dinyatakan
berhasil bila coping yang dilakukan dapat membawa individu kembali
pada keadaan seperti sebelum individu mengalami stres.
12
c. Efektivitas dalam mengurangi psychological distress. Coping
dinyatakan berhasil jika coping tersebut dapat mengurangi rasa cemas
dan depresi pada individu.
Berdasarkan uraian tentang beberapa tujuan dari strategi coping
dapat dilihat bahwa usaha coping yang dilakukan tidak harus mengarah
pada penyelesaian masalah secara tuntas. Namun, lebih pada usaha coping
yang dilakukan individu dalam menghadapi stres, individu tersebut dapat
bertahan untuk tidak larut dalam masalah yang dihadapi.
3. Bentuk-Bentuk Coping
Lazarus dan Folkman membedakan dua tipe umum upaya-upaya
coping (penganggulangan masalah) berdasarkan skala Ways of Coping
(Lyons, et.al., 2006:152):
a. Problem FocusedCoping (PFC)
Individu mencoba mereduksi tuntutan stressor. Individu akan
berusaha mengatasi dengan mempelajari cara-cara atau
keterampilan-keterampilan yang baru dan individu akan cenderung
menggunakan strategi bila dirinya yakin akan dapat mengubah
situasi (Smet, 1994:145). Seseorang yang cenderung menggunakan
problem focused coping dalam mengatasi masalah yang dialami akan
cenderung untuk lebih terfokus pada masalah yang dihadapinya dan
berusaha untuk mencari berbagai cara untuk memecahkan masalah
yang dihadapinya. (Arbidiati, et.al.2007:24).
13
b. Emotion-Focused Coping(EPC)
Digunakan untuk mengatur respon emosional terhadap stres,
melalui perilaku individu alam rangka menyesuaikan diri dengan
dampak yang akan ditimbulkan oleh suatu kondisi atau situasi yang
penuh tekanan (Lyons, et.al., 2006:152). Bila individu tidak mampu
mengubah kondisi yang stressful individu akan cenderung untuk
mengatur emosinya. (Smet,1994: 145) Jadi EFC ditujukan untuk
mengurangi atau mengatasi tekanan emosional yang berkaitan
dengan situasi yang terjadi.
Folkman dan Lazarus (1986) menyebutkan bahwa perbedaan
problem focused coping dan emotional focused coping terletak pada cara
yang digunakan untuk menghadapi stres. Pemecahan masalah dalam PFC
adalah dengan membuat rencana dan melakukan tindakan langsung
terhadap sumber masalah sehingga mendapatkan hasil yang diinginkan.
PFC digunakan untuk menyelesaikan masalah hingga masalah tersebut
terselesaikan. Sedangkan EFC dilakukan dengan mengarahkan
perilakunya pada pengontrolan emosi yang tidak menyenangkan melalui
usaha mencari sisi baik dari masalah yang dihadapi, mencari simpati dan
pengertian dari orang lain atau dengan cara mencoba menghindar untuk
melupakan. EFC bersifat sementara yang artinya masalah yang
sesungguhnya belum selesai karena hanya meredakan emosi yang timbul
dari sumber stres. (Wardhani, 2002:10). Individu dapat menggunakan
14
kedua strategi tersebut secara bersamaan, namun tidak semua strategi
coping pasti digunakan oleh individu. (Wangsadjaja,2008).
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa ada 2
bentuk-bentuk strategi coping yaitu Problem Focused Coping adalah
strategi coping yang dilakukan oleh individu untuk menghadapi situasi
yang penuh strss dengan cara cenderung untuk lebih terfokus pada
masalah yang dihadapinya dan berusaha untuk mencari berbagai cara
untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Sedangkan Emotional
Focused Coping adalah strategi coping yang dilakukan oleh individu
untuk menghadapi situasi penuh stres dengan mengontrol emosi terhadap
situasi yang penuh dengan stress.
4. Fungsi Problem Focused Coping
Folkman dan Lazarus mengemukakan bahwa PFC mempunyai
fungsi mengurangi tuntutan dari situasi yang penuh stres atau mengatasi
masalah yang dihadapi hingga tuntas sehingga menghambat masalah lain.
(Wardhani,2002:12)
Folkman dan Moskowitz (2000) mengatakan Problem focused
coping bertujuan untuk memecahkan atau menangani masalah dan
meliputi pendekatan untuk perencanaan (planning) dan memecahkan
masalah (resolving problems), mendapatkan informasi (gathering
information) dan membuat keputusan (making decisions) (Lefton and
Brannon.2003:511)
15
PFC meliputi usaha aktif untuk mengubah atau mengilangkan situasi
penuh stres, membuat rencana untuk memecahkan masalah, meminta
bantuan orang lain untuk menolong, atau tidak ada hal lain yang bisa
mengubah situasi menjadi lebih baik. (Baron dan Byrne.2006:524)
Berdasarkan penelitian tentang pengaruh coping terhadap proses
penyesuaian diri, Holahan dan Moos (Wardhani,2002:12) menyatakan
beberapa kelebihan PFC dibandingkan dengan EFC antara lain:
a. PFC memiliki hubungan dengan menurunnya tingkat depresi sedangkan
EFC berhubungan dengan positif dengan munculnya stres psikologis.
b. Pada kalangan praktisi hukum, semakin sering mereka menggunakan
EFC untuk mengatasi masalah maka semakun meningkatkan ketegangan
fisik maupun psikis
c.Usaha-usaha untuk mengatasi perasaan yang tidak menyenangkan
dengan jalan menarik diri secara aktual justru hanya meningkatkan stres
dan menguatkan masalah di masa mendatang.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa fungsi dari
PFC adalah mengurangi tuntutan dari situasi yang penuh stres atau
mengatasi masalah yang dihadapi hingga tuntas dan mengatasi situasi
yang menekan agar dampak buruk dapat dihindari serta dapat menghambat
masalah lain yang akan muncul di masa mendatang.
16
5. Aspek - Aspek Problem Focused Coping
Aspek perilaku coping yang berorientasi pada pemecahan pokok
permasalahan menurut Aldwin dan Revenson: (Setianingsih.2003:107 dan
dalam Limbong,2003:17-18).
a. cautiousness atau kehati-hatian
Merencanakan sesuatu dengan baik sebelum melaksanakan sesuatu.
Usaha yang dilakukan adalah berpikir dan mempertimbangkan
beberapa alternatif pemecahan masalah yang tersedia, meminta
pendapat orang lain, berhati-hati dalam memutuskan masalah dan
mengevaluasi strategi-strategi yang sudah dilakukan sebelumnya.
b. instrumental action atau tindakan instrumen
Usaha-usaha yang secara langsung dilaksanakan untuk memecahkan
masalah: Usaha yang dilakukan adalah dengan melakukan
tindakan-tindakan yang mengarah pada penyelesaian masalah secara langsung
serta menyusun langkah-langkah yang akan dilakukan.
c. Negotiation atau negosiasi
Usaha yang memusatkan perhatian pada taktik untuk memecahkan
masalah secara langsung dengan orang lain yang terlibat atau
merupakan penyebab masalah.
17
6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Strategi Coping
Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi individu dalam memilih
strategi coping yang akan digunakan (Setianingsih,2003:105 dan dalam
Andanasari,2008:20-22)
a. Usia
Perilaku coping yang digunakan akan berbeda pada tiap tingkat
usia. Pada orang yang memiliki usia yang matang cenderung
menggunakan problem focused coping.
b. Pendidikan
Semakin tinggi tingkat pendidikan akan mempunyai penilaian yang
lebih realistis. Individu dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan
mengatasi stres daripada menghindar dari stres.
c. Status sosial ekonomi
Mereka yang mempunyai status ekonomi yang rendah akan
mempunyai tingkat stres yang tinggi terutama dalam masalah ekonomi
dan individu dengan status sosial ekonomi tinggi menunjukkan
kecenderungan menggunakan bentuk coping yang adaptif yang
melibatkan unsur fleksibilitas, pemikiran logis dan realistis daripada
menggunakan bentuk coping defensif yang kaku dan irasional.
d. Dukungan sosial
Dukungan sosial yang positif berhubungan dengan berkurangnya
kecemasan dan depresi. Individu yang memiliki komunitas yang
memberi dukungan akan lebih mudah dalam mengatasi stres. Contohnya
18
individu yang memiliki dukungan sosial dari keluarga akan
menggunakan coping yang adaptif dan mengurangi coping menghindar.
e. Pengalaman
Pengalaman merupakan bahan acuan atau perbandingan individu
dalam menghadapi suatu kejadian yang hampir sama. Individu yang
sering menghadapi stres seringkali lebih mampu menyelesaikan stres
dengan bertolak dari pengalaman-pengalaman yang pernah dialami.
f. Karakteristik kepribadian
Model karakteristik kepribadian yang berbeda akan mempunyai
perilaku coping yang berbeda. Kepribadian dideskripsikan sebagai
keseluruhan pola terhadap individu baik aktual maupun potensial, yang
memungkinkan individu memprediksi tindakan yang akan dilakukan
dalam menghadapi berbagai situasi. Cara individu mempersepsi,
menilai, mengevaluasi dan bereaksi terhadap stimulus lingkungannya
sangat dipengaruhi oleh kepribadiannya. Individu yang introvert
cenderung akan tidak akan mengatasi stres dan hanya menurunkan emosi
sedangkan ekstrovert akan mengatasi stres dan biasanya melibatkan
orang lain.
g. Jenis kelamin
Penelitian yang dilakukan Tamres, Janicki dan Helegeson (Baron
et.al,2006:525) menunjukan bahwa pria dan wanita memiliki perbedaan
dalam mengatasi stres. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa
wanita menggunakan strategi coping yang luas baik problem focused
19
coping (misalnya, perencanaan dan coping secara aktif) maupun
emotional focused coping (antara lain mencari dukungan sosial dan
perenungan kembali) dibandingkan dengan pria.
Menurut J.T. Ptacek, Ronald Smith dan John Zanas
mendiskusikan perbedaan dua pandangan untuk jenis kelamin dan
coping yaitu: (Brannon:1996:388)
a. Pandangan sosialisasi
Wanita memberi reaksi terhadap stres secara emosional dan
pria diduga bereaksi secara aktif, strategi problem. Jadi diduga
bahwa pria dan wanita akan menggunakan strategi yang berbeda
dalam situasi stres yang sama.
b. Pandangan struktural
Perbedaaan mendasar antara pria dan wanita datang dari
perbedaan situasi stress yang berbeda .
Berdasarkan hal di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi kecenderungan pemilihan perilaku coping adalah usia,
pendidikan, status sosial ekonomi, dukungan sosial, jenis kelamin,
karakteristik kepribadian dan pengalaman
B. Pacaran Jarak Jauh 1. Pengertian Pacaran
Gilarso (dalam Utami,2006:27) menjelaskan pacaran sebagai
hubungan yang semula adalah teman biasa menjadi hubungan istimewa
20
atau mengkhusus. Pacaran mengandung pengertian bahwa pria dan wanita
mulai memproses hubungan mereka, untuk secara serius menjajagi dan
memikirkan kemungkinan mereka melestarikan hubungan mereka sampai
pada jenjang perkawinan. Lips (dalam Ellywati,2003:15) menjelaskan
hubungan heteroseksual ini dengan istilah kencan atau dating yang
kemudian berlanjut dengan pacaran. Soesilowindardini mengatakan dating
adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan hubungan antara pria
dan wanita pada tahap pengenalan yaitu suatu tahap awal dari suatu
hubungan serius.
Dalam membangun keterikatan dengan orang lain, orang harus
mencari pasangan dan membangun ikatan emosi yang menopang mereka
tiap waktu. Pada dewasa awal dikhususkan mengenai cinta romantic, yang
membutuhkan keterikatan. Biasanya orang memilih pasangan yang mirip
dengan dirinya dalam hal sikap, kepribadian, rencana pendidikan,
intelegensi, daya pikat fisik dan bahkan tinggi badan. Selama perbedaan
mengizinkan setiap orang untuk memuaskan pilihan pribadi dan tujuan,
mereka dapat menyumbangkan kecocokan. Faktanya, penelitian
menemukan bahwa pasangan yang memiliki banyak kemiripan lebih
memuaskan mereka untuk merawat hubungan mereka (Berk,2006:468)
Untuk melalui hubungan pacaran, biasanya diawali dengan proses
perkenalan, pertemanan, bersahabat hingga memasuki hubungan pacaran.
Seseorang akan menjalin hubungan dekat dengan orang yang dikasihi
melalui hubungan pacaran karena merasakan kenyamanan dan kecocokan.
21
Dalam menjalin hubungan pacaran biasanya bertujuan untuk saling
mengenal satu sama lain. Hubungan berpacaran akan terjalin dengan baik
bila ada rasa nyaman, rasa pengertian, rasa percaya dan keterbukaan satu
sama lain. Kedewasaan dalam berpacaran bisa dilihat dari kesiapan untuk
bertanggung jawab. Ini dapat dilihat dari kemampuan untuk menyesuaikan
diri dengan berbagai tuntutan peran, membagi waktu, perhatian, dan
tanggung jawab terhadap masa depan. Serta kesiapan untuk berbagi
dengan orang lain, menghadapi permasalahan pacaran, dan tetap bisa
mengendalikan diri dan memenuhi nilai-nilai yang dianut dalam
berhubungan dengan lawan jenis. (Ma’shum, & Wahyurini: 2004).
Erikson melihat perkembangan pada hubungan keterikatan adalah
tugas yang penting sekali dalam masa dewasa awal. Membutuhkan bentuk
yang kuat, seimbang, tertutup dan hubungan yang penuh kepedulian.
Elemen penting dalam hubungan keterikatan adalah self-disclosure yaitu
menyatakan informasi penting dari dalam dirinya kepada orang lain.
Hubungan keterikatan memerlukan kemampuan seperti kesadaran diri,
empati, kemampuan komunikasi emosi, pemecahan konflik dan
kemampuan menopang komitmen (Papalia,2005;520).
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pacaran adalah
suatu hubungan yang terjalin dengan lawan jenis karena adanya
keterikatan, kenyamanan, kepercayaan, perhatian dan kecocokan satu
sama lain untuk mengenal kebiasaan, karakter atau sifat masing-masing
pasangan.
22
2. Pengertian Pacaran Jarak jauh
Saat menjalin hubungan pacaran, seseorang selalu ingin merasa
dekat satu sama lain secara fisik maupun perasaan. Namun, dalam
menjalani pacaran, individu tidak selalu dapat berdekatan dengan
pasangannya, sehingga mereka melakukan pacaran jarak jauh. Pacaran
jarak jauh merupakan suatu hubungan antara dua pihak yang saling
berkomitmen namun individu tidak dapat selalu berada secara berdekatan
satu sama lain, dan tidak dapat bertemu ketika mereka saling
membutuhkan, karena bersekolah atau bekerja pada kota yang berbeda,
pulau yang berbeda, bahkan negara ataupun benua yang berbeda.
(Nisa,2007).
Shalstein (Rini,2008:22) mendefinisikan hubungan jarak jauh
sebagai hubungan ketidakhadiran secara fisik pasangannya. Namun
kebanyakan perpisahan karena ketidakhadiran pasangan secara fisik
sifatnya sementara dan terjadi karena kemauan. Menurut Ruth Purple
pacaran jarak jauh adalah adanya jarak atau benua atau laut diantara dua
orang yang saling cinta. Dalam hubungan ini merupakan kerja keras
karena memerlukan rasa saling percaya dan komitmen.
Hubungan pacaran jarak jauh memerlukan ikatan yang kuat dan
kejujuran. Hal ini diperlukan dua orang yang saling mencintai (Drake,
2007). Jarak jauh dalam hubungan jarak jauh berkisar antara jarak yang
jauh ke suatu daerah atau bahkan negara.
23
Long distance relationship memiliki banyak definisi. Biasanya
menggunakan kriteria “terpisah jarak beberapa mil ” meskipun ukuran
tepat untuk milnya selalu berubah, contohnya Schwebel menggunakan 50
mil (80,4672 km) atau lebih untuk penelitiannya, dimana Lydon, Pierce,
O’Regan dan Knox menggunakan 200 mil (321,8688 km) atau lebih untuk
mendefinisikan long distance relatinship. Penelitian lain menggunakan
definisi lain yang kurang konkret. Contohnya, Guldner menggunakan
perkataan ”pasanganku tinggal cukup jauh dari saya yang akan sangat
susah atau tidak mungkin untuk melihatnya setiap hari”. Definisi yang
berbeda menunjukkan bahwa ada banyak faktor yang berperan dalam
hubungan pacaran jarak jauh. (Skinner,.2005)
Menurut Sprecher dalam hubungan pacaran jarak jauh komunikasi
dilakukan dengan tidak tatap muka karena terhalang dengan jarak
sehingga mereka berkomunikasi dengan cara email atau telepon.
(Hampton, 2008). Namun, komunikasi dan cinta tidak satu-satunya faktor
yang dapat menopang hubungan diantara pasangan tetapi kepuasan dan
komitmen juga merupakan sesuatu hal yang sama penting dalam hubungan
pacaran jarak jauh. Beberapa penelitian menemukan bahwa komitmen
adalah prediktor yang baik dalam kestabilan hubungan. Komitmen yang
dimiliki laki-laki berbeda dengan wanita. Wanita memperlihatkan lebih
berkomitmen daripada pria (Skinner,2005)
Berdasarkan uraian di atas definisi pacaran jarak jauh adalah
hubungan antara laki-laki dan perempuan yang saling berkomitmen yang
24
terpisah dengan jarak 50 mil (50 mil = 80,4672 km) atau 200 mil
(321,8688 km) dan mereka terpisah secara fisik karena pasangan berada
di daerah, kota, pulau atau negara yang berbeda.
3. Tantangan Dalam Pacaran Jarak Jauh
Menurut Shehan menyatakan interaksi yang positif akan ditandai
dengan seringnya pasangan menghabiskan waktu berdua, adanya
keterbukaan dan kedekatan satu sama lain, adanya emosi positif dan
perilaku yang menunjukan rasa cinta dan kasih sayang dan perilaku yang
saling mendukung (Rini, 2008:20). Teori-teori tentang hubungan cinta
romantik juga mensyaratkan kedekatan fisik sebagai salah satu syarat
terbangunnya hubungan yang sehat Namun pada hubungan pacaran jarak
jauh hal tersebut tidak dapat terjadi karena mereka tidak selalu dapat selalu
berada secara berdekatan satu sama lain.
Pada pasangan yang menjalani hubungan pacaran jarak jauh akan
menghadapi banyak tantangan. Tantangan yang terdapat dalam hubungan
pacaran jarak jauh yaitu: (Wikipedia, 2009)
a. pasangan jarak jauh terpisah karena jarak dan akan memungkinkan
adanya konflik
b. komunikasi dapat lebih menantang dan sangat diperlukan.
c. perilaku pasangan tidak dapat dimonitor sehingga diperlukan
kepercayaan
d. hubungan secara fisik dan perilaku seksual tidak dapat dilakukan
25
e. kemungkinan pasangan menjadi bosan dan lenggang
Menurut Dr. Greg Guldner, direktur Center for the Study of
Long-Distance Relationships, yang membedakan antara pasangan yang berhasil
dan tidak berhasil menjalani LDR adalah: peraturan dasar seperti berapa
kali sehari memberikan kabar dan jadwal bertemu. Dr. Guldner
menjelaskan, sekitar 70% pasangan LDR yang tidak mengatur perjanjian
sejak mula, rata-rata putus hubungan setelah 6 bulan (resep sukses pacaran
jarak jauh,2009). Anwar Sheriff (Majalah Lisa, 2006) mengatakan bahwa
hubungan pacaran jarak jauh adalah hubungan yang penuh risiko.
Kebanyakan hubungan pacaran jarak jauh gagal karena tak ada rasa saling
percaya. Ada banyak hal yang bisa dilakukan untuk menjaga hubungan
jarak jauh tetap awet. Hal tersebut tergantung tekad, sifat hubungan
asmara itu sendiri, dan seberapa kuat komitmen untuk menjalani hubungan
tersebut. Jika ada tekad, memiliki hubungan yang kokoh, dan mau
menjalani komitmen, maka hal tersebut dapat menjadi modal untuk
menjalankan hubungan jarak jauh. Namun, hal tersebut tergantung
pasangan yang menjalani pacaran jarak jauh, karena pacaran jarak jauh itu
sangat rentan dengan hal-hal negatif seperti, selingkuh.
C. Masa Dewasa Awal
Masa dewasa awal adalah periode transisi antara masa remaja dan
masa dewasa yang merupakan perpanjangan kondisi ekonomi dan pribadi
yang sementara (Santrock,2002;73). Masa dewasa awal juga merupakan awal
26
dari suatu tahap kedewasaan dalam rentang kehidupan seseorang. Individu
pada masa dewasa awal telah melewati masa remaja dan kini akan memasuki
tahap pencapaian kedewasaan dengan berbagai macam tantangan yang lebih
beragam bentuknya yang harus dihadapi.
1. Perkembangan Fisik Dewasa Awal
Masa dewasa terjadi sesudah usia 20 tahun. Tingkatan masa dewasa
yaitu masa dewasa awal terjadi pada usia 20-40 tahun, masa setengah baya
atau middle age dimulai pada usia 40-65 tahun dan masa tua atau old age
dimulai dari tahun 65 sampai seseorang meninggal
dunia.(Paludi,2002;181).
Perkembangan fisik seseorang pada masa dewasa awal tidak hanya
mengalami peningkatan namun mulai mengalami penurunan. Selain itu di
masa ini seseorang juga mengalami peningkatan kesehatan. Perhatian pada
kesehatan meningkat di antara orang dewasa awal dengan memberi
perhatian khusus terhadap diet, berat badan, olahraga dan ketergantungan
pada obat-obatan. (Santrock,2002:75-76)
2. Perkembangan Kognitif Dewasa Awal
Pada masa dewasa awal individu mulai mengatur pemikiran
operasional mereka. Sehingga mereka merencanakan dan membuat
hipotesis yang lebih sistematis ketika mendekati masalah. Sementara
beberapa orang dewasa lebih mampu menyusun hipotesis daripada remaja
dan menurunkan suatu pemecahan masalah dari suatu masalah.
Kemampuan kognitif pada masa dewasa awal sangat baik dan juga
27
menunjukkan adaptasi dengan aspek pragmatis dari kehidupan. Pada
waktu kaum muda mulai matang dan memasuki tahun-tahun masa dewasa,
mereka mulai menyadari perbedaan pendapat dari berbagai persepktif
yang dipegang orang lain yang mengguncang pemikiran dualistik mereka
dan digantikan dengan pemikiran beragam. Saat itulah individu mulai
memahami bahwa orang dewasa tidak selalu memiliki semua jawaban.
Mereka mulai memperluas wilayah pemikiran indivualitik dan mulai
percaya bahwa setiap orang memiliki pandangan pribadi masing-masing
serta setiap pendapat yang ada sebaik dengan pendapat orang lain.
(Santrock,2002:91-92)
Kemampuan untuk membuat keputusan adalah ciri lain yang tidak
sepenuhnya terbangun dalam kaum muda. Pembuatan keputusan yang
dimaksud di sini adalah pembuatan keputusan secara luas tentang karir,
nilai keluarga dan hubungan serta tentang gaya hidup. Dalam hal ini,
individu memiliki kemampuan untuk membuat keputusan dalam menjalani
pacaran jarak jauh. Pada waktu muda, seseorang mungkin mencoba
banyak peran yang berbeda, mencari karir alternatif, berpikir tentang
berbagai gaya hidup dan mempertimbangkan berbagai hubungan individu
yang ada (Santrock,2002:74)
3. Perkembangan Sosial Dewasa Awal
Perkembangan aspek sosioemosional individu di dalam masa dewasa
awal terlihat dari menjalin hubungan dengan lawan jenis dengan lebih
serius. Keakraban adalah kondisi yang diperlukan untuk terbangunnya
28
suatu hubungan dekat. Umumnya kita akan tertarik dengan individu yang
memiliki karakteristik yang sama daripada karakteristik yang berbeda.
(Santrock,2002:109).
Tugas perkembangan di masa dewasa awal adalah tugas-tugas
penyesuaian terhadap calon pasangan hidup atau pacar, tugas menghadapi
aneka macam pilihan dan tugas mengurus keluarga. Menurut Erikson
keberhasilan atau kegagalan individu di dalam tugas perkembangan ini,
akan berpengaruh pada tugas perkembangan berikutnya.
Pada penelitian ini, peneliti memfokuskan pada mahasiswa yang
sedang berada di masa dewasa awal karena erat kaitannya dengan tugas
perkembangan mereka saat ini yaitu membangun suatu relasi yang intim.
D. Dinamika Perbedaan Problem Focused Coping Pada Pria dan Wanita Dalam Menghadapi Masalah Pada Pacaran Jarak Jauh Di Masa Dewasa Awal
Pada masa dewasa awal beberapa tugas perkembangan mengacu pada
beberapa pola pokok penyesuaian terhadap peran sebagai makhluk sosial.
Salah satu bentuk pola penyesuaian yang dilakukan pada masa dewasa awal
adalah menjalin hubungan cinta dengan lawan jenis atau biasa disebut dengan
pacaran.
Pacaran merupakan hubungan pendekatan antara dua orang individu
yang berlawanan jenis untuk saling mengenal antara pribadi yang satu dengan
yang lain yang melibatkan emosi, kejiwaan, adanya komitmen dan
29
kesepakatan antara satu dengan yang lain. Dalam hubungan pacaran
masing-masing individu dapat saling membantu dan mendukung satu sama lain
sehingga dapat meningkatkan kualitas diri. Hal yang terpenting dalam
hubungan pacaran yaitu adanya intensitas komunikasi yang berjalan dengan
baik tanpa adanya tuntutan untuk memberi kabar atau meminta izin bila akan
berpergian, adanya intimacy yang berjalan terus dan masing-masing selalu
mempunyai cara untuk terus meningkatkan hubungan.
Hubungan pacaran biasanya melibatkan kedekatan fisik antara dua
orang individu yang berlawanan jenis karena dalam pacaran menjalin
hubungan pacaran, seseorang selalu ingin merasa dekat satu sama lain secara
fisik maupun perasaan. Namun, dalam menjalani pacaran individu tidak selalu
dapat berdekatan dengan pasangannya, sehingga mereka melakukan pacaran
jarak jauh. Pacaran jarak jauh merupakan suatu hubungan antara dua pihak
yang saling berkomitmen namun tidak dapat selalu berada secara berdekatan
satu sama lain, dan tidak dapat bertemu ketika mereka saling membutuhkan,
karena bersekolah atau bekerja pada kota yang berbeda, pulau yang berbeda,
bahkan negara ataupun benua yang berbeda. (Nisa:2007).
Situasi pada pacaran jarak jauh lebih rentan terhadap masalah daripada
pacaran yang tidak jarak jauh. Masalah dalam pacaran jarak jauh terjadi
karena kurangnya komunikasi sehingga sering terjadi kesalahpahaman dan
rasa kepercayaan. Pacaran jarak jauh juga merupakan hubungan yang penuh
dengan resiko dan dapat menimbulkan kejenuhan, bosan dan frustrasi. Selain
itu, juga rentan terhadap timbulnya pihak ketiga karena adanya rasa kesepian
30
dan merasa tidak ada yang memperhatikan. Hambatan-hambatan dalam
pacaran jarak jauh dapat memberikan pengaruh langsung dapat menjadi
penghalang dalam hubungan. Menurut M Attridge (Mulamawitri,2005)
pasangan long distance itu mempunyai penghalang untuk merasa puas dalam
hubungannya.
Adanya keinginan dan tuntutan untuk memecahkan masalah dan
situasi yang menekan membuat orang ingin mengatasi masalah. Dalam
menyelesaikan masalah, seseorang menggunakan problem focused coping.
Problem focused coping adalah strategi coping yang berfungsi mengurangi
tuntutan dari situasi yang penuh stres atau mengatasi masalah yang dihadapi
hingga tuntas (Wardhani,2002:12). Seseorang yang cenderung menggunakan
problem focused coping dalam mengatasi masalah akan cenderung untuk lebih
terfokus pada masalah yang dihadapinya dan berusaha untuk mencari berbagai
cara untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. (Arbidiati, et.al.2007:24).
Pasangan yang menjalin hubungan pacaran jarak jauh di masa dewasa
awal akan menyelesaikan masalah dengan berfokus pada sumber masalah atau
dengan metode problem focused coping. Hal tersebut karena seseorang yang
berada pada masa dewasa awal akan mulai mengatur pemikiran secara
operasional dan dituntut tanggung jawab dalam memutuskan sesuatu sehingga
mereka merencanakan tindakan dan membuat hipotesis yang lebih sistematis
ketika mendekati masalah dan tidak hanya menggunakan emosi.
(Santrock,2002:91-92). Mereka mengatasi masalah dengan cara selalu
berhati-hati dalam memutuskan sesuatu (cautiousness), selalu membuat perencanaan
31
sebelum bertindak (instrumental action) dan berkompromi dengan orang yang
menjadi sumber masalah (negotiation) .
Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi individu dalam memilih
cara strategi coping yang akan digunakan. Salah satu faktornya yaitu jenis
kelamin antara pria dan wanita.
Jenis kelamin adalah pembedaan atas laki-laki dan perempuan.
Perbedaan antara laki-laki dan perempuan, selain tampak dari ciri-ciri
biologis, ternyata secara psikologis juga berbeda. (Rizki, Kuncoro dan
Supradewi,2008:74-75)
a. Menurut Kartono kaum laki-laki disebut lebih egosentris dan berperan
sebagai pengambil inisiatif untuk memberikan stimulasi dan pengarahan
sedangkan wanita lebih bersifat pasif dan tidak agresif.
b. Menurut Heymans perbedaan antara laki-laki dan perempuan terletak pada
sifat-sifat sekundaritas yaitu tanggapan-tanggapan yang tidak disadari
yang mempengaruhi fungsi pikiran, perasaan dan perbuatan kita. Pada
kaum wanita fungsi sekundaritasnya terletak pada perasaan sedangkan
laki-laki pada intelek.
c. Menurut Partosuwido pria dan wanita mempunyai sifat yang berbeda. Pria
mempunyai sifat yang lebih aktif, mandiri, agresif dan terbuka, dominan,
bertindak rasional sedangkan wanita mempunyai sifat tergantung, tertutup,
malu-malu, pasif dan bertindak emosional. Perbedaan sifat pada pria dan
wanita mempengaruhi kecenderungan penggunaan coping.
32
Namun, hasil penelitian yang dilakukan Hamilton dan Fagot; Havlovic
dan Keenan menyatakan bahwa problem focused coping antara pria dan
wanita berbeda. Selain itu, Patteck mengemukakan bahwa ketika mahasiswa
berhadapan dengan masalah sehari-hari maka pria dan wanita akan
menggunakan metode problem focused coping. (Rizki,.et.al,2008:7-75)
Penelitian yang dilakukan Tamres, Janicki dan Helegeson (Baron &
Byrne2006:525) menunjukan bahwa pria dan wanita memiliki perbedaan
dalam mengatasi situasi yang menekan. Hasil penelitian ini mengindikasikan
bahwa wanita menggunakan strategi coping yang luas baik problem focused
coping (misalnya, perencanaan dan coping secara aktif) maupun emotional
focused coping (antara lain mencari dukungan sosial dan perenungan kembali)
dibandingkan dengan pria
Kepribadian seorang wanita merupakan suatu kesatuan yang
terintegrasikan antara aspek emosionalitas, rasio dan suasana hati. Apabila
kesedihan meliputi dirinya, maka pikirannya terhambat oleh kegelapan
suasana hati dan sulit memperoleh penyelesaian masalah. Pikiran, perasaan
dan kemampuan erat berhubungan satu sama lain menyebabkan wanita cepat
mengambil tindakan atas dasar emosi. Kepribadian seorang pria menunjukkan
adanya pembagian dan pembatasan yang jelas antara pikiran, rasio dan
emosionalitas. Perhatiannya lebih banyak tertuju pada pekerjaan dan kurang
memperhatikan hal yang kecil (Gunarsa:1991:31-32).
Berdasarkan uraian teori tentang perbedaan sifat antara pria dan wanita
di atas jika dikaitkan dengan strategi coping dapat diasumsikan bahwa
33
terdapat perbedaan problem focused coping antara pria dan wanita. Pria
memiliki kecenderungan lebih tinggi dalam menggunakan problem focused
coping daripada wanita.
E. Skema Perbedaan Problem Focused Coping Pada Pria dan Wanita yang Menjalani Pacaran Jarak Jauh di Masa Dewasa Awal Dalam Mengatasi Masalah
Situasi pacaran jarak jauh mempunyai banyak
problematika
Problematika pada pacaran jarak jauh • Kurangnya rasa percaya • Kesepian, jenuh, bosan • Kurang komunikasi • Merasa tidak diperhatikan • Menyukai/disukai orang lain
Frekuensi lebih rendah dalam menggunakan PFC
Pria Wanita
Mengatasi masalah dengan problem
focused coping
Frekuensi lebih tinggi dalam menggunakan PFC
34
G. Hipotesis
Hipotesis yang terdapat dalam penelitian ini adalah ada perbedaan
problem focused coping yang digunakan antara pria dan wanita yang
menjalani pacaran jarak jauh di masa dewasa awal dalam menghadapi
masalah. Pria memiliki kecenderungan lebih tinggi dalam menggunakan
problem focused coping daripada wanita..
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Identifikasi Variabel Penelitian
Penelitian ini meneliti tentang perbedaan problem focused coping pada
pria dan wanita yang menjalani hubungan pacaran jarak jauh di masa dewasa
awal dalam mengatasi masalah. Variabel-variabel yang ada dalam penelitian
ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
1. Variabel tergantung : problem focused coping
2. Variabel bebas : jenis kelamin
B. Definisi Operasional
Definisi operasional melekatkan arti pada suatu konstruk atau variabel
dengan cara menetapkan kegiatan-kegiatan atau tindakan-tindakan yang perlu
untuk mengukur konstruk atau variabel itu (Kerlinger,2006:51)
Untuk memperjelas arti variabel-variabel dalam penelitian ini, maka
dirumuskan definisi masing-masing variabel.
1. problem focused coping
problem focused coping adalah strategi coping yang dilakukan oleh
individu untuk menghadapi situasi yang penuh strss dengan cara
cenderung untuk lebih terfokus pada masalah yang dihadapinya dan
berusaha untuk mencari berbagai cara untuk memecahkan masalah yang
dihadapinya.
36
Problem Focused Coping yaitu bentuk strategi coping yang berorientasi
pada masalah. Terdiri dari tiga aspek:
1) cautiousness atau kehati-hatian terjabar meliputi empat hal yaitu:
selalu berhati-hati dalam memutuskan sesuatu, mempertimbangkan
beberapa alternatif pemecahan masalah, meminta pendapat orang lain,
tidak emosional dan mengevaluasi strategi-strategi yang sudah
dilakukan.
2) instrumental action atau tindakan instrument meliputi empat hal yaitu:
mencari akar permasalahan, selalu membuat perencanaan sebelum
melakukan sesuatu dan melakukan tindakan-tindakan yang mengarah
pada penyelesaian masalah.
3) negotiation atau negosiasi meliputi empat hal yaitu: berkompromi
dengan orang yang menjadi sumber masalah.
Kriteria yang dipakai dalam skala ini adalah setiap subyek baik
pria maupun wanita mendapatkan skor total yang diperoleh dari skala
problem focused coping. Skor total yang dperoleh menunjukkan tinggi
rendahnya metode PFC yang dilakukan dalam mengatasi masalah. Bila
subyek mendapatkan skor total yang tinggi maka subyek memiliki
frekuensi yang tinggi dalam menggunakan metode problem focused
coping sedangkan bila subyek mendapatkan skor total yang rendah maka
subyek memiliki frekuensi yang lebih rendah dalam menggunakan metode
37
2. Jenis kelamin
Adalah ciri fisik yang dimiliki seseorang yang mengkategorikan
mereka sebagai laki-laki dan perempuan. Jenis kelamin subyek dapat
diketahui dari identitas subyek yang ada dalam skala yaitu nama dan jenis
kelamin.
C. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian komparasional. Penelitian
komparasional adalah penelitian yang berbentuk perbandingan dari dua
sampel atau lebih. Dalam penelitian ini termasuk penelitian komperatif karena
dimaksudkan untuk melihat perbedaan dengan cara membandingkan problem
focused coping dalam mengatasi masalah dalam menjalani hubungan pacaran
jarak jauh di masa dewasa awal antara dua kelompok subyek yang berjenis
kelamin berbeda yaitu pada laki-laki dan perempuan.
D. Subyek Penelitian
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian (Arikunto,2002:108).
Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa yang berada di fase dewasa
awal yaitu pria dan wanita yang berusia 20-40 tahun dan sedang menjalani
hubungan pacaran jarak jauh dengan jarak lebih dari 80,4672 km.
Penelitian ini menggunakan pengambilan sampel dengan cara
purposive sampel. Teknik ini biasanya dilakukan karena beberapa
38
dapat mengambil sampel yang besar dan jauh. Teknik ini memilih subyek
berdasarkan ciri-ciri, sifat-sifat atau karakteristik tertentu yang merupakan
pokok populasi (Arikunto,2002:109). Berdasarkan penjelasan di atas maka,
peneliti memilih mahasiswa yang berusia 20 tahun ke atas yaitu angkatan
2008, 2007, 2006, 2005 dan 2004 dan sedang menjalani pacaran jarak jauh
dengan jarak lebih dari 80,4672 km karena dipandang memiliki ciri-ciri,
sifat-sifat atau karakteristik tertentu yang merupakan pokok populasi. Jumlah
subyek adalah 74 yang terbagi dalam 37 pria dan 37 wanita.
E. Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data di dalam penelitian
ini adalah penyebaran skala yang diisi oleh subyek. Stimulus di dalam skala
berupa pertanyaan atau pernyataan yang tidak langsung mengungkap atribut
yang hendak diukur melainkan mengungkap indikator perilaku dari atribut
yang bersangkutan.(Azwar,2007:4)
Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala “problem
focused coping” yang bertujuan untuk mengungkap bentuk PFC yang
digunakan oleh subyek penelitian dalam mengatasi stress yang terjadi dalam
hubungan pacaran jarak jauh yang berorientasi pada masalah. Penyusunan
skala strategi problem focused coping menggunakan konsep dari Aldwin dan
Revenson yang berisi 3 aspek-aspek strategi coping yaitu cautiousness atau
kehati-hatian, instrumental action atau tindakan instrumen, negotiation atau
39
Tabel 1 :Distribusi butir-butir skala Problem Focused Coping sebelum uji coba
Nomer Aitem Aspek
Unfavorabel Favorabel
Total
cautiousness 1, 3, 12, 21, 27 4, 5, 16, 22,25 10
instrumental action 2, 6, 14, 20, 26 9, 11, 19, 24,28 10 PFC
negotiation 8, 10, 15, 18, 29 7, 13, 17, 23, 30 10
Total 15 15 30
Penelitian ini menggunakan metode try-out terpakai yaitu hanya
dilakukan satu kali menyebarkan skala kemudian dianalisis secara statistik
untuk mengukur validitas dan reliabilitas aitem.
Skala terdiri dari 30 butir aitem-aitem pernyataan yang disusun
dengan menggunakan method of summated rating yaitu menggunakan empat
alternatif jawaban: Sangat setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan
Sangat Tidak Setuju (STS). Kriteria pemberian skor pada aitem adalah sebagai
berikut: untuk aitem yang berfungsi sebagai aitem favorable, jawaban SS
mendapat nilai 4, jawaban S mendapat nilai 3, jawaban TS mendapat nilai 2
dan jawaban STS mendapat nilai 1. Sedangkan untuk aitem yang berfungsi
sebagai aitem unfavorable kriteria pemberian nilai adalah sebagai berikut:
jawaban SS mendapat nilai 1, jawaban S mendapat nilai 2, jawaban TS
40
F. Validitas dan Reliabilitas Alat Pengumpulan Data
1.Validitas alat tes
Validitas adalah suatu ukuran yang mengetahui ketepatan dan
kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes atau
instrument pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi
apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil
ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannnya pengukuran tersebut dan tes
menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran dikatakan
sebagai tes yang memiliki validitas yang rendah. Suatu alat ukur yang valid,
tidak sekedar mampu mengungkapkan data dengan tepat akan tetapi juga
harus memberikan gambaran yang cermat mengenai data tersebut (Azwar
1997:5-6).
Tipe validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi.
Validitas isi adalah validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes
dengan analisis rasional atau professional judgment. Pertanyaan yang dicari
jawabannya dalam validitas ini adalah sejauhmana aitem-aitem tes mewakili
komponen-komponen dalam keseluruhan kawasan isi objek yang hendak
diukur (aspek representasi) atau sejauhmana aitem-aitem tes mencerminkan
ciri perilaku yang hendak diukur. Estimasi validitas ini tidak melibatkan
perhitungan statistik apapun melainkan hanya menggunakan analisis
rasional maka tidaklah diharapkan bahwa setiap orang akan berpendapat
sama mengenai sejauhmana validitas isi suatu tes telah dipenuhi
41
2.Analisis aitem
Analisis aitem dilakukan untuk melihat dan memilih aitem-aitem yang
lolos seleksi untuk digunakan dalam data penelitian. Dalam seleksi aitem
supaya diperoleh aitem yang akurat, parameter yang pal