• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN TINGKAT KECEMASAN PERAWAT PRIA DAN WANITA MENIKAH DALAM MENGHADAPI PASIEN DI RUMAH SAKIT JIWA Skripsi Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat Memperoleh gelar sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PERBEDAAN TINGKAT KECEMASAN PERAWAT PRIA DAN WANITA MENIKAH DALAM MENGHADAPI PASIEN DI RUMAH SAKIT JIWA Skripsi Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat Memperoleh gelar sarjana Psikologi Program Studi Psikologi"

Copied!
141
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN TINGKAT KECEMASAN PERAWAT PRIA DAN WANITA MENIKAH DALAM MENGHADAPI PASIEN

DI RUMAH SAKIT JIWA

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat Memperoleh gelar sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh :

Yulia Eka Sari Maria Goretti NIM : 029114028

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

▸ Baca selengkapnya: seorang pria penderita polidaktili heterozigot menikah dengan wanita

(2)

PERBEDAAN TINGKAT KECEMASAN PERAWAT PRIA DAN WANITA MENIKAH DALAM MENGHADAPI PASIEN

DI RUMAH SAKIT JIWA

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat Memperoleh gelar sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh :

Yulia Eka Sari Maria Goretti NIM : 029114028

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2007

(3)
(4)
(5)

“ …Tak t er bat as k uas a- Mu Tuhan

Semua dapat Kau l ak uk an

Apa y ang k el i hat an mus t ahi l

bagi k u

I t u s angat mungk i n bagi - Mu

Di s aat k u t ak ber day a

Kuas a- Mu y ang s empur na

Sel ama Tuhan ada

muj i z at i t u ny at a

Buk an k ar ena k ek uat an

Namun r oh- Mu y a Tuhan

Sel ama k u ber doa

Muj i z at i t u ny at a…”

( t ak en f r om: s ong “ Muj i z at i t u ny at a” )

“Li f e i s a j our ney

I t c an t ak e y ou any wher e y ou c hoos e t o go As l ong as y ou' r e l ear ni ng

You' l l f i nd al l y ou' l l ev er need t o k now”

(6)

Halaman Persembahan

Karya sederhana ini aku persembahkan untuk :

Sang Maha Bijaksana….Allah Bapa di surga

Kedua Orang tuaku dan adikku

Sahabat dan teman-temanku

Orang-orang yang aku cintai dan mencintaiku

Almamaterku

(7)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 25 Juli 2007

Penulis

Yulia Eka Sari Maria Goretti

(8)

ABSTRAK

Yulia Eka Sari Maria Goretti (2007) Perbedaan tingkat kecemasan perawat pria dan wanita menikah dalam menghadapi pasien di rumah sakit jiwa.Yogyakarta: Fakultas Psikologi; Jurusan Psikologi; Program Studi Psikologi; Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tingkat kecemasan perawat pria dan wanita menikah dalam menghadapi pasien di rumah sakit jiwa. Hipotesis yang diajukan adalah ada perbedaan tingkat kecemasan menghadapi pasien antara perawat pria dan wanita menikah di rumah sakit jiwa, dengan asumsi kecemasan perawat wanita lebih tinggi daripada perawat pria.

Subjek dalam penelitian ini berjumlah 60 orang, terdiri dari 30 orang perawat pria dan 30 orang perawat wanita. Metode pengumpulan data dengan menggunakan skala. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala tingkat kecemasan yang disusun oleh peneliti. Hasil perhitungan koefisien reliabilitas dengan menggunakan metode Alpha – Cronbach adalah 0,971.

Metode Analisis data dengan menggunakan uji-t dengan teknik Independen Sample t Test. Hasil dari analisis data diperoleh t - hitung – 0,116 dan t – tabel 1,67. Hasil ini menunjukkan p > 0,05 (1,67 > -0,116) yang berarti tidak ada perbedaan tingkat kecemasan dalam menghadapi pasien antara perawat pria dan wanita di rumah sakit jiwa. Kedua kelompok subjek rata-rata memiliki tingkat kecemasan yang rendah dalam menghadapi pasien di rumah sakit jiwa.

(9)

ABSTRACT

Yulia Eka Sari Maria Goretti (2007) The difference anxiety level of male and female married nurse in facing the patient in Mental Hospital. Yogyakarta: Faculty of Psychology; Department of Psychology; Study Program of Psychology; Sanata Dharma University.

This research aimed to find out the difference of anxiety level between male and female married nurse in facing the patient in Mental Hospital. The hypothesis proposed was there was difference between male and female married nurse in facing the patient in Mental Hospital, with assumption the anxiety level of female nurse is higher.

The subject of this research was 60 persons, included 30 male nurses and 30 female nurses. The method used for gathering data was using scale. The tool used in this research was the anxiety scale arranged by the researcher. The coefficient reliability result with Alpha-Cronbach methods was 0,971.

The analysis method used t-test with independent t-test sample technique. The result of the data analysis was t-test -0,116 and t-table 1,67. the result showed p> 0,05 (1,67 > -0,116) which mean there wasn’t any differences of anxiety level between male and female married nurse in facing the patient in Mental Hospital. Both subject groups’s rate had low anxiety level in facing the patient in Mental Hospital.

(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala berkat dan limpahan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Perbedaan tingkat kecemasan perawat pria dan wanita menikah dalam menghadapi pasien di rumah sakit jiwa” guna memperoleh gelar sarjana Psikologi. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kata sempurna dan tidak terlepas dari bantuan banyak pihak, maka penulis ingin mengucapkan rasa terimakasih yang terdalam kepada:

1. Bpk P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si. selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

2. Ibu Silvia Carolina, S.Psi., M.Si selaku kaprodi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

3. Ibu Titik Kristiyani, S.Psi dan bpk C. Wijoyo Adi Nugroho, S.Psi selaku dosen pembimbing akademik, yang telah membimbing dan mendampingi penulis selama kuliah di fakultas psikologi.

4. Ibu Tanti Arini, S.Psi., M.Si selaku dosen pembimbing atas segala masukan, nasehat, bimbingan dan kesabarannya selama penulis penyelesaikan skripsi ini

5. Ibu M.L Anantasari, S.Psi., M.si dan Ibu Agnes Indar Etikawati, S.Psi., Psi., M.Si, selaku dosen penguji atas masukan dan bimbingan yang diberikan pada penulis.

(11)

6. Seluruh karyawan di fakultas Psikologi, mas Gandung, mbak Nanik, pak Gik, mas Muji, mas Dony, makasih atas segala bantuan dan keramahannya.

7. Bpk Drs Sumaryanto, M.Si dan segenap perawat di R.S Grhasia Yogyakarta atas kesediaannya menjadi subjek try out dalam penelitian ini. 8. Bpk. dr M. Sigit Wahyu Purnomo, SpKJ atas ijinnya untuk melakukan

penelitian di RSJD DR. Soedjarwadi Klaten, dan segenap perawat di RSJD DR. Soedjarwadi Klaten atas kesediaannya menjadi subjek dalam penelitian ini.

9. Kedua orang tuaku, atas dukungan yang luar biasa dalam bentuk apapun, terutama dalam bentuk cinta dan doa.

10. Adikku, yang terkadang membantuku menyelesaikan skripsi ini dalam hal olah data, makasih yo…ayo cepet nyusul kuliah!

11. Yasinta Ajeng, Sahabat yang extraordinary. Dari awal masuk kuliah sampai lulus kuliah, kesediaannya untuk selalu mengerti, aku banyak belajar dari kamu Jenk! Aku butuh satu kata yang bisa menggambarkan lebih dari kata “terimakasih” buat kamu.

12. Stefanus Ganjar, yang selalu jadi orang pertama yang tahu tentang kisah -kisah hidupku, kamu yang kadang bisa membuat aku jadi balance…see, distance doesn’t matter ya. Hatur nuhun pisan.

13. Victoria “Toree” Hapsari, Makasih udah jadi sahabat yang hebat dalam segala hal, walaupun sedikit “camen” but I proud being your friend, kamu lebih dari seorang teman Tor…U great!! Thanks.

(12)

14. Kate “Athanasia”, yang selalu hadir dengan penuh keceriaan dan akhir-akhir ini mengklaim dirinya sebagai kakak iparku, hehehe. Matur nuwun yo buat semangatnya biar aku bisa cepet lulus nyusul kamu, mari kita buat tante Nuriana bangga dengan menantu - menantunya.

15.Sahabat-Sahabatku, Irin (sandaranku ketika senang maupun sedih), Martin (si raja cela dan tawa), Hesti (panutan menjadi seorang calon ibu rumah tangga sekaligus wanita karir yang baik), Koez (temen yang gak jelas tapi baek hati), Nandi (yang selalu ngasih support, walau dari jauh), Anna Lucia (temen dari masa kecil, ayo kita berjuang bareng lagi!!) Makasih ya semuanya.

16.Temen – temen “komkaf” dimanapun kalian sekarang berada, keep our fraternity ya.

17.Temen-temen di Psikologi, (Gank di semester 1) Ajeng, Unax, Danang, Vincent, Sani, Niko, Panji, ayo kapan kita ngumpul di Nasgorbi lagi?? Sukses ya buat kalian!! Elvin, Nopex, Thea & Wedha, Lita, Mita, Ntrie, Tanti, Fista, Trisa, Ucix, Ina, Lisna, Siska (temen seperjuangan pas bimbingan) dan temen-temen yang laen, Makasih ya buat kebersamaan kita, aku senang bisa berada di tengah-tengah kalian.

18.Temen-temen kos, Angop, Rosa, Siska, Sinta, Eka, Novi, Mbak Elish dan yang laen-laennya, makasih ya udah boleh hidup bareng kalian.

19.Maha karya Tuhan yang begitu indah, Donnie Cahyadi Sibarani, penyemangat hidup dan juga “energi”, teruslah bernyanyi (hanya) untukku (yang baca jangan protes ya, bedakan antara agape dan romance, hehehe).

(13)

20.Last but not least, Andr i Pr amuhar dana…makasih buat arti kata “optimis”, pengalaman cinta dan hidup yang sedikit “complicated”. Aku semakin yakin bahwa mengenalmu dan semua proses yang telah kita jalani itu bukan suatu kebetulan.

Penulis

(14)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL……… i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN……….. ii

HALAMAN PENGESAHAN………. iii

MOTTO……… iv

HALAMAN PERSEMBAHAN………... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………... vi

ABSTRAK……… vii

ABSTRACT………. viii

KATA PENGANTAR………. ix

DAFTAR ISI……… xiii

DAFTAR TABEL……… xvi

BAB I PENDAHULUAN……… 1

A. Latar Belakang Masalah……….. ….. 1

B. Rumusan Masalah……….. 7

C. Tujuan Penelitian………... 7

D. Manfaat Penelitian………. 7

BAB II KERANGKA TEORI……….. 9

A. Kecemasan………... 9

1. Pengertian Kecemasan……….. 9

2. Jenis Kecemasan………... 11

3. Komponen Kecemasan……….. 13

4. Faktor Penyebab Kecemasan……… 16

B. Pria dan Wanita……….. 17

1. Jenis Kelamin……… 17

2. Peran Gender……… 19

(15)

C. Perawat……… 21

1. Pengertian Perawat……… 21

2. Fungsi Perawat Rumah Sakit……… 22

3. Perawat Rumah Sakit Jiwa………... 22

4. Tugas Perawat Rumah Sakit Jiwa……….... 23

D. Perbedaan Kecemasan Menghadapi Pasien antara Perawat Pria dan Wanita di R.S.J………... 24

E. Hipotesis………. 27

SKEMA………... 28

BAB III METODOLOGI PENELITIAN………. 29

A. Jenis Penelitian……… 29

B. Identifikasi Masalah Penelitian……….. 29

C. Definisi Operasional Variabel……… 29

1. Tingkat kecemasan dalam menghadapi pasien di R.S.J………. 29

2. Perawat pria dan wanita……….. 30

D. Subjek Penelitian……… 31

E. Metode Pengumpulan Data……… 31

F. Pengujian Instrumen Penelitian……….. 34

1. Uji Validitas……… 34

2. Daya Beda Item………... 34

3. Uji Reliabilitas……… 38

G. Prosedur Penelitian………. 38

H. Teknik Analisis Data……….. 39

BAB IV HASIL PENELITIAN……….. 41

A. Pelaksanaan Penelitian………. 41

B. Deskripsi Subjek………... 41

C. Analisis Data………. 42

1. Analisis Statistik Deskriptif………. 42

(16)

3. Uji Hipotesis………. 44

D. Pembahasan………... 45

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN..………. 51

A. Kesimpulan……… 51

B. Saran……….. 51

DAFTAR PUSTAKA……….. 53

(17)

DAFTAR TABEL

1. Tabel 1 : Perbedaan pria dan wanita ………. .18

2. Tabel 2 : Spesifikasi skala tingkat kecemasan sebelum uji coba……….32

3. Tabel 3 : Distribusi item skala tingkat kecemasan sebelum uji coba………...32

4. Tabel 4 : Spesifikasi skala tingkat kecemasan setelah uji coba………...36

5. Tabel 5 : Distribusi item skala tingkat kecemasan setelah uji coba………….36

6. Tabel 6 : Spesifikasi skala tingkat kecemasan setelah penyetaraan item…….37

7. Tabel 7 : Distribusi item skala tingkat kecemasan setelah penyetaraan item..37

8. Tabel 8 : Deskripsi subjek pria……….42

9. Tabel 9 : Deskripsi subjek wanita………42

10.Tabel 10: Analisis statistik deskriptif………43

11.Tabel 11: Ringkasan uji-t………..44

(18)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada masa sekarang ini telah muncul berbagai macam jenis penyakit,

hingga memunculkan kesadaran dalam masyarakat akan pentingnya aspek

kesehatan. Perbedaan status dan golongan tidak membuat masyarakat berbeda

dalam menanggapi betapa pentingnya kesehatan karena penyakit datang tanpa

memandang suku, golongan maupun status dalam masyarakat, apalagi saat ini

banyak penyakit yang sudah menelan korban jiwa. Sebuah penelitian yang

dilakukan oleh Walcott (2004) mengungkapkan bahwa, dahulu masyarakat

banyak yang memilih jalur pengobatan tradisional karena dianggap lebih murah

dan mudah ditemukan di berbagai tempat, terutama bagi masyarakat yang tinggal

di daerah-daerah terpencil. Hal ini disebabkan jasa pelayanan kesehatan belum

banyak tersedia di sana, namun seiring dengan berjalannya waktu, masyarakat

semakin peduli dengan perkembangan jasa pelayanan kesehatan, karena saat ini

sudah banyak disosialisasikan mengenai pentingnya menjaga kesehatan, selain itu

juga sudah muncul kepercayaan dari masyarakat itu sendiri pada pelayanan jasa

kesehatan secara medis.

Perawat dalam pelayanan jasa kesehatan di rumah sakit merupakan salah

satu paramedis yang memiliki tugas dan kewajiban untuk melayani pasien dengan

baik. Tenaga keperawatan yang terlibat dalam pelayanan kesehatan harus

senantiasa memberikan pelayanannya secara kontinyu dan konsisten selama 24

(19)

jam. Mereka menghadapi berbagai masalah kesehatan yang dialami oleh pasien

atau keluarganya, di samping itu, mereka juga harus memfokuskan pelayanannya

pada keberlangsungan kegiatan pelayanan itu sendiri (http://www.pdpersi.co.id).

Perawat mempunyai peranan penting karena berhubungan dengan pasien secara

langsung, sehingga dapat dikatakan bahwa perawat merupakan perantara antara

dokter dan pasien.

Proses keperawatan merupakan wahana kerjasama antara perawat dengan

pasien. Umumnya pada tahap awal, perawat berperan lebih besar daripada pasien,

tetapi pada proses selanjutnya diharapkan peran pasien lebih besar daripada peran

perawat sehingga dalam diri pasien tumbuh kemandirian supaya bisa memenuhi

kebutuhannya atau mengatasi permasalahannya. Pelayanan dan asuhan

keperawatan yang diberikan kepada pasien merupakan bentuk pelayanan

profesional yang bertujuan untuk membantu pasien dalam pemulihan dan

peningkatan kemampuan dirinya melalui tindakan pemenuhan kebutuhan pasien

secara komprehensif dan berkesinambungan sampai pasien mampu untuk

melakukan kegiatan rutinitasnya tanpa bantuan (http://www.pdpersi.co.id).

Perawat dalam tugasnya dihadapkan pada berbagai macam situasi dan

keadaan dalam masyarakat. Krisis multi dimensi telah mengakibatkan tekanan

yang berat pada sebagian besar masyarakat, misalnya masyarakat yang mengalami

krisis ekonomi tidak saja akan mengalami gangguan fisik berupa gangguan gizi,

terserang berbagai penyakit infeksi tapi juga dapat mengalami gangguan

kesehatan mental yang akhirnya dapat menurunkan produktivitas serta kualitas

(20)

berbagai macam dengan penyebab, gejala, dan pengobatan yang berbeda.

Gangguan jiwa adalah gangguan pikiran, gangguan perasaan atau gangguan

tingkah laku sehingga dapat menimbulkan penderitaan dan terganggunya fungsi

sehari-hari (fungsi sosial dan fungsi pekerjaan) dari orang tersebut (Heerdjan,

1987). Masyarakat yang mengalami gangguan jiwa membutuhkan pelayanan jasa

kesehatan di rumah sakit jiwa. Rumah sakit jiwa adalah salah satu bentuk rumah

sakit yang memberikan pelayanan khusus terhadap pasien yang menderita

gangguan jiwa.

Perawat di rumah sakit jiwa, berhubungan langsung dengan pasien yang

menderita gangguan jiwa. Keperawatan jiwa merupakan area khusus dalam

praktek keperawatan dengan menggunakan ilmu perilaku manusia sesuai dengan

kiat keperawatan yang berfokus pada upaya pencapaian dan tujuan terapiutik

dalam meningkatkan kesehatan jiwa masyarakat ( Rasmun, 2001). Kelancaran

hubungan pelayanan di rumah sakit berpusat pada perawat sebagai bagian yang

aktif dan keberhasilan seorang perawat ditentukan oleh kemampuannya

berhubungan dengan orang lain, berkomunikasi dan bekerja sama (Gunarsa,

1995).

Menjadi perawat di rumah sakit jiwa membutuhkan keahlian khusus karena

tidak hanya merawat pasien secara fisik melainkan juga kondisi mental pasien

yang tidak dapat dilihat secara langsung gejalanya seperti pada pasien penderita

fisik pada umumnya. Pasien yang mengalami gangguan mental memperlihatkan

gejala yang berbeda dan muncul oleh berbagai penyebab. Keadaan pasien yang

(21)

mengamuk, saling berkelahi antar pasien, pasien yang mencoba bunuh diri atau

hal-hal lain yang sifatnya membahayakan bagi perawat tersebut atau bahkan bagi

pasien itu sendiri dapat menimbulkan rasa cemas pada perawat ketika menghadapi

pasien.

Peneliti tidak menemukan penelitian yang mengungkapkan adanya

kecemasan yang dialami oleh perawat yang bekerja di rumah sakit jiwa, namun

peneliti menemukan penelitian tentang perawat yang bekerja di rumah sakit

umum. Suatu survey yang dilakukan pada para perawat oleh NIOSH atau The

National Institute for Occupational Safety and Health (Usman, 2005)

menyebutkan bahwa banyak perawat yang mengalami stres pada saat melakukan

pekerjaannya. Hal ini diakibatkan selain karena beban kerja yang berlebihan juga

karena harus menghadapi pasien dengan karakteristik yang bermacam-macam.

Stres adalah respon individu terhadap keadaan-keadaan dan peristiwa-peristiwa

(disebut stressor) yang mengancam individu dan mengurangi kemampuan

individu dalam mengatasi segala bentuk stressor (Santrock, 2002). Kecemasan itu

merupakan suatu bentuk stres dari suatu kondisi yang tidak pasti. Jika perawat

umum mengalami stres karena beban kerja yang berlebihan dan harus menghadapi

karakteristik pasien yang bermacam, maka perawat di rumah sakit jiwa masih

ditambah menghadapi pasien dengan kondisi mental yang tidak stabil dan tidak

dapat diprediksi tindakannya, sehingga perawat di rumah sakit jiwa mungkin saja

menjadi lebih cemas daripada perawat di rumah sakit umum.

Rasa cemas merupakan salah satu gangguan psikologis yang dialami oleh

(22)

tentang sesuatu yang tidak menyenangkan akan terjadi, timbul karena berbagai

alasan dan situasi, kecemasan menimbulkan rasa yang tidak enak sehingga

membuat seseorang ingin lari dari kenyataan dan enggan berbuat sesuatu (Priest,

1991). Selain itu, seseorang yang mengalami kecemasan memiliki rasa takut dan

khawatir yang berlebihan, hal ini membuat mereka sulit untuk konsentrasi pada

suatu pokok pemikiran (Bootzin, Lotfus & Zojne, 1983). Situasi-situasi tersebut di

atas yang akhirnya akan membuat individu dalam hal ini perawat akan merasa

cemas dan selalu ragu-ragu untuk melakukan sesuatu serta kesulitan untuk

memusatkan perhatian pada pekerjaannya.

Perawat di rumah sakit terdiri dari perawat pria dan wanita. Masyarakat

biasanya cenderung membedakan pria dan wanita dari segi perbedaan secara

jasmani saja, padahal perbedaan itu juga terdapat pada aspek yang lainnya yaitu

pada aspek kejiwaan, sifat-sifatnya, cara berpikir, bentuk tubuh, suara dan gaya,

perasaannya, bakat-bakat dan sebagainya (Gilarso, 2003). Perbedaan jenis

kelamin didapat dari 2 faktor, yaitu: biologis dan lingkungan sosial. Kedua hal

tersebut kemudian memunculkan perkembangan peran seks yang menggolongkan

pria dan wanita. Penggolongan peran seks seperti ini akan berpengaruh pada

perilaku yang cenderung mereka sesuaikan dengan jenis kelaminnya. Adanya

perbedaan perilaku yang muncul ini maka berbeda pula antara pria dan wanita

dalam mempresepsi, memandang dan berpola pikir terhadap stimulus yang

diterimanya, dengan demikian berbeda pula dalam menanggapi dan merespon

(23)

Perilaku pria dan wanita akan menjadi lebih kuat ketika mereka sudah

menikah. Pria dan wanita yang menikah mempunyai peran gender yang berbeda.

Wanita yang sudah menikah akan memiliki peran sebagai seorang istri yang

mempunyai tugas untuk mengurusi kebutuhan rumah tangga serta merawat

anak-anaknya. Pria juga memiliki peran sebagai seorang kepala keluarga yang

mempunyai tugas untuk mencari nafkah dan menghidupi keluarganya. Ketika

wanita ingin menyalurkan bakat dan potensinya serta menjadi partner sejajar pria,

kaum wanita memerlukan kemampuan untuk mengatasi hambatan fisik maupun

psikologis yang ditimbulkan oleh aspek peran gendernya, dalam arti wanita lebih

dituntut untuk mengatasi urusan keluarga dan hal-hal lain yang menyangkut

keluarganya dibanding pria (Anoraga, 1992).

Secara hukum maupun peraturan dalam dunia kerja tidak ada yang

menempatkan pria dan wanita pada status yang berbeda (Kristanto dan

Kurniawati, 2005). Begitu pula di rumah sakit jiwa, perawat pria dan wanita

secara garis besar memiliki tugas dan kewajiban yang sama tanpa ada pembedaan

yang berarti. Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti pada salah satu

karyawan di RSJD. Dr. Soedjarwadi Klaten pada tanggal 9 September 2006,

menyebutkan bahwa di rumah sakit tersebut perawat yang biasanya merawat

pasien dengan kondisi kejiwaan yang tingkat ketidakstabilannya sangat tinggi

adalah perawat-perawat yang sudah senior atau yang dianggap kuat dan mampu

menghadapi kondisi pasien tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa pembagian kerja

(24)

Akibat peran gender yang dimiliki wanita yang juga bertugas untuk

mengurusi rumah tangga dan merawat anak-anaknya dapat saja membuat perawat

wanita menjadi kurang siap dibandingkan perawat pria ketika menghadapi pasien.

Hal ini disebabkan karena perawat wanita masih harus membagi waktu dan

tenaganya sehingga ia menjadi tidak fokus dengan pekerjaannya. Perbedaan peran

gender dan kondisi fisik yang dimiliki pria dan wanita kemungkinan membuat

tingkat kecemasan mereka berbeda ketika menghadapi pasien. Wanita mungkin

menjadi lebih cemas ketika menghadapi pasien di rumah sakit jiwa.

Melihat uraian di atas, maka peneliti ingin melihat apakah ada perbedaan

tingkat kecemasan perawat pria dan wanita menikah menghadapi pasien antara di

rumah sakit jiwa

B. Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini “apakah tingkat kecemasan wanita menikah lebih

tinggi ketika menghadapi pasien di rumah sakit jiwa?”

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui apakah tingkat kecemasan perawat wanita menikah

lebih tinggi daripada perawat pria dalam menghadapi pasien di rumah sakit

(25)

D. Manfaat Penelitian

Diharapkan dalam penelitian dapat memberikan manfaat :

1. Secara teoretis:

Memberikan sumbangan pengetahuan tentang tingkat kecemasan

menghadapi pasien di rumah sakit jiwa yang dialami perawat pria dan wanita

yang sudah menikah.

2. Secara Praktis:

a. Bagi Rumah Sakit

Memberikan data bagi rumah sakit tentang adanya perbedaan tingkat

kecemasan perawat pria dan wanita menikah dalam menghadapi pasien di

rumah sakit jiwa.

b. Bagi Perawat

Perawat akan memperoleh masukan mengenai adanya perbedaan tingkat

kecemasan antara perawat pria dan wanita, sehingga bisa digunakan

sebagai acuan untuk meningkatkan kinerja mereka, bahwa adanya

perbedaan kecemasan itu tidak menjadi halangan untuk berusaha memberi

(26)

BAB II

KERANGKA TEORI

A. Kecemasan

1. Pengertian Kecemasan

Kecemasan pernah dialami oleh setiap orang dan merupakan bentuk

perasaan yang biasanya diiringi oleh suasana hati yang kurang meyenangkan.

Banyak ahli psikologi berpendapat bahwa kecemasan adalah perasaan takut,

baik nyata maupun tidak nyata, yaitu perasaan terancam sebagai tanggapan

terhadap sesuatu yang sebenarnya tidak mengancam disertai dengan

peningkatan reaksi kejiwaan (Calhoun & Acocella, 1989).

Menurut Freud (Feist & Feist, 1998) kecemasan adalah suatu perasaan

yang tidak menyenangkan disertai dengan sensasi fisik atau tubuh yang

memperingatkan individu untuk melawan atau menyerang bahaya yang akan

datang. Sesuatu yang tidak menyenangkan tersebut seringkali kabur dan sulit

untuk ditujukan dengan tepat, tetapi kecemasan itu sendiri selalu dirasakan.

Prawirohusodo (1988) juga mengungkapkan bahwa kecemasan adalah

pengalaman emosi yang tidak menyenangkan yang datang dari dalam, bersifat

meningkat, menggelisahkan dan menakutkan yang dihubungkan dengan suatu

ancaman bahaya yang tidak diketahui oleh individu. Kecemasan merupakan

kondisi psikologis ketika individu merasa terganggu akibat adanya kondisi

yang mengancam meskipun masih bersifat kabur. Kecemasan juga dapat

(27)

terjadi karena pikiran atau perasaan yang tidak menyenangkan tentang apa

yang terjadi (Hall dan Lindzey,1978)

Menurut Johnston (1971) kecemasan adalah reaksi terhadap ancaman,

hambatan terhadap keinginan pribadi atau perasaaan tertekan yang disebabkan

oleh perasaan kecewa, rasa tidak puas, tidak aman, atau sikap bermusuhan

dengan orang lain. Dari keadaan yang mencemaskan maka akan timbul

reaksi-reaksi kecemasan yang dapat diubah dalam bentuk gangguan simtomatis, baik

berupa gejala psikologis maupun fisiologis. Kecemasan adalah suatu

pengalaman yang tidak nyaman berupa kekhawatiran, rasa takut dan ketakutan

pada sesuatu yang akan terjadi yang disertai dengan beberapa sensasi tubuh,

meliputi jantung berdebar dan peningkatan denyut nadi. (Wilson, O’lear &

Nathan, 1996).

Jika uraian diatas mengungkapkan tentang pengertian kecemasan yang

merupakan keadaan yang tidak menyenangkan dan mengancam maka di sisi

lain Stuart dan Sundeen (1998) mengungkapkan bahwa kecemasan sangat

berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini

tidak memiliki objek spesifik. Kondisi dialami secara subjektif dan dapat

dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal.

Kecemasan tidak hanya bersifat merugikan tetapi juga mempunyai sisi

positif bagi individu, menurut Corey (1999) kecemasan merupakan keadaan

tegang yang memotivasi kita untuk berbuat sesuatu. Fungsinya adalah

memperingatkan adanya ancaman bahaya, yakni sinyal bagi ego yang akan

(28)

tidak diambil. Apabila tidak dapat mengendalikan kecemasan melalui

cara-cara rasional dan langsung, maka akan mengandalkan cara-cara-cara-cara yang tidak

realistis, yakni tingkah laku yang berorientasi pada pertahanan ego.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kecemasan adalah

pengalaman emosi atau kondisi psikologis yang tidak menyenangkan dan

mengancam diri individu yang ditandai dengan munculnya gejala-gejala

psikologis maupun fisiologis. Secara psikis ditandai dengan adanya rasa

khawatir,takut dan gelisah sedangkan secara fisik ditandai dengan beberapa

sensasi tubuh meliputi jantung berdebar dan peningkatan denyut jantung.

Kecemasan juga berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya,

kondisi ini dialami secara subyektif dan berfungsi sebagai peringatan adanya

ancaman bahaya, yakni sinyal bagi individu tersebut untuk mengambil

tindakan dalam mengatasi permasalahannya.

2. Jenis kecemasan

Ada 3 jenis kecemasan menurut Freud (Corey, 1999), yaitu:

a. Kecemasan Realistis

Perasaan takut terhadap bahaya dari dunia eksternal, dan kecemasan ini

juga dikenal sebagai kecemasan yang obyektif karena kecemasannya

sesuai dengan derajat ancaman dan bahaya yang ada.

b.Kecemasan Neurotik

Kecemasan ini merupakan hasil dari konflik antara id dan ego. Kecemasan

(29)

yang meyebabkan seseorang melakukan suatu tindakan yang dapat

mendatangkan hukuman bagi dirinya.

c. Kecemasan Moral

Kecemasan ini merupakan hasil dari konflik antara ego dan super ego.

Kecemasan moral adalah ketakutan terhadap hati nurani sendiri. Seseorang

yang hati nuraninya berkembang baik, cenderung merasa berdosa apabila

ia melakukan sesuatu yang berlawanan dengan kode moral yang

dimilikinya.

Lazarus (1991) membedakan kecemasan berdasar reaksi yang muncul dari

individu sebagai reaksi terhadap kecemasan yang sedang dialaminya, sebagai

berikut:

a. Kecemasan Sebagai Suatu Respon.

Kecemasan merupakan reaksi yang dimunculkan oleh individu sebagai

reaksinya terhadap pengalaman tertentu. Keadaan ini dapat diketahui dari

apa yang ia katakan, dari bagaimana ia bertindak, atau dari perubahan

fisiologis yang dihubungkan dengan reaksi terhadap pengalaman tersebut.

Kegelisahan, kekhawatiran, kebingungan dan ketakutan yang muncul pada

dirinya sangat berhubungan dengan aspek-aspek subjektif dan emosi, dan

hal ini hanya dirasakan oleh yang bersangkutan. Dalam hal ini terbagi

(30)

i). State Anxiety

Kecemasan yang timbul bila individu sedang dihadapkan pada situasi

tertentu dan gejala kecemasan tersebut selalu menetap selama situasi

yang memicu kecemasan itu tetap ada.

ii).Trait Anxiety

Kecemasan yang muncul pada diri individu sebagai suatu yang

menetap pada diri individu. Kecemasan ini sangat berhubungan dengan

kepribadian individu yang mengalaminya. Kecemasan ini memiliki

pengertian bahwa individu selalu merasa cemas dalam berbagai situasi

dan sering mengarah pada kesulitan individu dalam beradaptasi.

b. Kecemasan Sebagai Intervening Variable (variabel perantara)

Kecemasan merupakan suatu keadaan yang diperkirakan terjadi karena

kondisi tertentu, tapi juga memiliki konsekuensi tertentu. Kecemasan

tersebut merupakan suatu serangkaian stimulus dan respon. Kecemasan ini

walaupun tidak dapat diketahui langsung melalui observasi, tetapi dapat

diketahui secara tidak langsung dari pengamatan kondisi stimulus dan

perilaku yang mendahuluinya serta manifestasinya sebagai akibat dari

keadaan tersebut, yang dapat dilihat melalui kondisi fisiologis dari situasi

yang mencemaskan tersebut.

3. Komponen kecemasan

Maher (dalam Calhoun & Acocella, 1989) mengungkapkan reaksi

(31)

a.Emosional

Individu yang bersangkutan secara sadar mempunyai ketakutan yang

mendalam

b.Kognitif

Ketakutan menjadi lebih besar kemungkinan akan mempengaruhi

kemampuan individu untuk berpikir jernih, memecahkan masalah dan

mengatasi tuntutan dari lingkungan.

c.Fisiologis

Tubuh yang merespon ketakutan mengarahkannya pada suatu tindakan.

Proses ini lebih karena kerja dari sistem syaraf otonom yang mengontrol

beberapa syaraf dan kelenjar tubuh. Di saat pikiran menangkap

ketakutan maka sistem syaraf otonom akan mempengaruhi tubuh.

Jantung berdegup, denyut nadi dan nafas menjadi lebih cepat, pupil mata

membesar, sistem pencernaan terganggu dan tekanan darah meningkat.

Kelenjar adrenalin memicu adrenalin ke darah yang akhirnya darah

dialirkan ke sistem skeletal sehingga menjadi lebih kencang dan siap

untuk melakukan tindakan.

Menurut Bucklew (dalam Sitepu, 2004), para ahli membagi bentuk

kecemasan dalam dua tingkat yaitu:

a. Tingkat psikologis

Berupa kecemasan yang berupa gejala-gejala kejiwaan seperti tegang,

bingung, khawatir, sukar berkonsentrasi, perasaan tidak menentu dan

(32)

b. Tingkat fisiologis

Merupakan kecemasan yang sudah mempengaruhi atau terwujud dalam

gejala-gejala fisiologis, misalnya : tidak dapat tidur, tekanan darah naik,

jantung berdebar,gemetaran, perut mual dan sebagainya.

Hurlock (1997) menyatakan individu yang mengalami kecemasan

ditandai dengan adanya rasa khawatir, gelisah dan perasaan akan terjadi suatu

hal yang kurang menyenangkan yang diikuti perasaan tidak mampu

menghadapi tantangan, kurang percaya pada diri sendiri dan tidak dapat

menemukan penyelesaian terhadap masalahnya. Darajat (1996) juga

menyebutkan gejala-gejala kecemasan yang bersifat fisik dan mental. Gejala

fisik berupa ujung jari yang terasa dingin, pencernaan tidak teratur, detak

jantung cepat, keringat bercucuran, tidur tidak nyenyak , nafsu makan hilang,

kepala pusing, sesak nafas. Gejala mental antara lain sangat takut, merasa

akan ditimpali bahaya atau kecelakaan, tidak bisa memusatkan perhatian, tidak

berdaya atau rendah diri, hilang kepercayaan diri, tidak tenteram dan ingin lari

dari kenyataan hidup.

Dari uraian diatas, maka diambil kesimpulan mengenai komponen

kecemasan yaitu :

3 komponen yang terdapat pada kecemasan, adalah :

a. Fisiologis

Merupakan kecemasan yang berkaitan dengan reaksi dari tubuh individu,

(33)

darah naik, pencernaan tidak teratur, detak jantung cepat, keringat

bercucuran, tubuh terasa panas dingin, kepala pusing dan sesak nafas.

a. Kognitif

Merupakan kecemasan yang berkaitan dengan proses berpikir, seperti

kemampuan individu untuk berpikir jernih, kesulitan dalam

berkonsentrasi, sukar untuk memecahkan masalah dan sulit dalam

mengatasi tuntutan dari lingkungan.

b. Afektif

Merupakan kecemasan yang berkaitan dengan perasaan seperti adanya

rasa takut yang kuat, mudah tersinggung, mudah khawatir, tidak berdaya

atau rendah diri, hilang kepercayaan diri, tidak tenteram dan ingin lari dari

kenyataan hidup.

4. Faktor-faktor Penyebab Kecemasan

Menurut Kretch & Qrutch ( Hartanti & Dwijanti, 1997) timbulnya

kecemasan disebabkan kurangnya pengalaman dalam menghadapi berbagai

kemungkinan yang membuat individu kurang siap menghadapi situasi baru.

Sumber kecemasan juga terdiri dari dua faktor yaitu:

a. Faktor Internal

Kecemasan berasal dari dalam individu misalnya perasaan tidak mampu,

tidak percaya diri, perasaan bersalah dan rendah diri. faktor internal ini

(34)

b. Faktor Eksternal

Kecemasan berasal dari luar individu, dapat berupa penolakan sosial,

kritikan dari orang lain, beban tugas atau kerja yang berlebihan, maupun

hal-hal lain yang dianggap mengancam.

B. Pria dan wanita 1. Jenis Kelamin

Hurlock (1999) mengemukakan, dalam perkembangan kehidupan

manusia, perkembangan perbedaan jenis kelamin merupakan proses yang

kompleks. Sel-sel seks pria dan wanita adalah sama, dalam arti bahwa

keduanya mengandung kromosum. Setiap sel seks yang matang mempunyai

23 kromosum, dan tiap-tiap kromosum mengandung gen, yaitu pembawa

keturunan. Sel-sel seks pria dan wanita juga berbeda dalam 2 hal penting.

Pertama, di dalam telur yang matang terdapat 23 kromosum yang berpasangan

sedangkan di dalam spermatozoon terdapat 22 kromosum dan 1 kromosum

yang tidak berpasangan yang mungkin berbentuk kromosum X atau

kromosum Y.

Dua jenis spermatozoa matang diproduksi dalam jumlah yang sama, yang

pertama mengandung 22 pasang kromosum ditambah 1 kromosum X, yang

kedua mengandung 22 pasang kromosum ditambah 1 kromosum Y.

Kromosum X dan Y adalah kromosum penentu jenis kelamin. Telur yang

matang selalu mengandung kromosum X. Bila telur ini dibuahi oleh

(35)

dibuahi oleh spermatozoon pembawa kromosum X, maka anak yang lahir

adalah perempuan ( Hurlock, 1999).

Seks atau jenis kelamin secara umum digunakan untuk mengidentifikasi

perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi anatomi biologi. Istilah seks lebih

banyak berkonsentrasi pada aspek biologi seseorang, yang meliputi perbedaan

komposisi kimia dan hormon dalam tubuh, anatomi fisik, reproduksi dan

karakteristik biologis lainnya (Sahrah, 2004)

Tabel perbedaan pria dan wanita menurut Gilarso (2003) :

Tabel 1.

Perbedaan Pria dan Wanita

Perbedaan biologis

Pria Wanita

1.Pada tubuh pria menonjol garis - garis lurus, tegak, kuat dan kekar, yang melambangkan keperkasaan dan kekuatan. 2.Dada lapang, bahu lebar, untuk

bekerja dan untuk melindungi yang lemah.

3.Pinggul agak kecil dibanding dengan bahu.

4.Kaki kokoh, kuat, tegak lurus tampak otot-ototnya.

5.Lengan dan tangan penuh dengan otot, kekar, kuat, dan keras.

6.Suara besar, ada jakun pada leher.

7.Alat kelamin sebagian terletak di luar rongga tubuh.

8.Bulu rambut pada muka (kumis), lengan, kaki, dada.

1. Tubuh wanita lebih menonjol, garis-garis melingkar, bulat, lambang kelembutan, kasih sayang dan perasaan aman.

2. Bahu relatif kecil dan

melengkung, buah dada berkembang.

3. Pinggang kecil tapi tulang pinggul menonjol bulat.

4. Karena tulang pinggulnya lebih besar, paha besar dan kaki meruncing ke bawah.

5. Lengan dan tangan lembut dan lemas.

6. Suara kecil merdu, dan lehernya rata.

7. Alat kelamin tersembunyi di dalam rongga tubuh.

(36)

Perbedaan pria dan wanita secara fisiologis menurut Kimball (1988)

adalah pria memiliki hormon androgen yang mempengaruhi perkembangan

dan pertumbuhan reproduksi pria sedangkan wanita memiliki hormon

estrogen, yaitu hormon yang mempengaruhi perkembangan kematangan dan

fungsi dari reproduksi wanita. Kekurangan estrogen menyebabkan penurunan

yang berhubungan dengan keinginan (nafsu) atau pola perilaku lainnya.

Hormon estrogen dan androgen memberi perbedaan pada struktur tubuh pria

dan wanita, sehingga pria secara fisik terlihat lebih kuat daripada wanita. Pria

selain juga memiliki hormon testosteron yang menjadikan pria memiliki

tingkat agresivitas yang lebih tinggi daripada wanita (Pinel, 1997).

Menurut Pinel (1997) pria cenderung memiliki tingkat aktivitas

metabolisme yang lebih tinggi di beberapa bagian dari lobus temporal otak

dan sistem limbik, yang berhubungan dengan peningkatan emosi dan

mempertajam ingatan. Wanita di sisi lain memiliki tingkat aktivitas yang lebih

tinggi di cingulate gyrus, yang meliputi persepsi dari kesedihan dan reaksi

emosional untuk stimulus yang tidak menyenangkan dan pengalaman yang

tidak menyenangkan lainnya. Perbedaan ini dapat saja berhubungan dengan

perbedaan perilakunya, karena itu semua berhubungan dengan perbedaan

fungsi kognitif dan emosional.

2. Peran Gender

Peran gender menurut Myers (1996) merupakan suatu set

(37)

Bervariasinya peran gender diantara berbagai variasi budaya serta jangka

waktu menunjukan bahwa budaya memang membentuk peran gender kita.

Abbot (1992) juga mencoba mendefinisikan peran gender sebagai harapan

sosial akan perilaku maskulin dan feminim. Harapan ini diawali dan

dikukuhkan oleh institusi dan nilai-nilai tertentu dalam masyarakat. Abbot

(1992) membedakan peran gender dari peran jenis. Peran jenis didefinisikan

sebagai perilaku yang diwarisi secara kodrati karena ciri biologisnya, seperti

menstruasi, mengandung, melahirkan dan menyusui untuk perempuan atau

ejakulasi dan membuahi untuk laki-laki. Melahirkan dan menyusui anak

dengan demikian merupakan peran jenis feminim, tetapi memelihara dan

mendidik anak merupakan peran gender feminim.

Suswati (2004) di sisi lain juga mengemukakan bahwa peran gender secara

tradisional mencirikan laki-laki sebagai makluk yang lebih aktif, kompetitif,

agresif, dominan, bebas dan penuh percaya diri. Sementara perempuan

dicirikan sebagai makhluk yang lembut, rapi, emosional, ekspresif, perasa dan

lebih taktis. Dengan ciri tersebut muncul pembagian kerja berdasar

ketidaksetaraan gender, perempuan selalu dikaitkan dengan tugas domestik

dan laki-laki pada sektor publik. Permasalahan yang menyangkut sektor

produksi adalah tanggung jawab laki-laki dan perempuan bertanggung jawab

pada permasalahan yang menyangkut reproduksi. Budaya paternalistik yang

kuat dan meliputi seluruh struktur stratifikasi sosial dalam masyarakat

(38)

sumber kekuasaan serta “ibu” sebagai pendamping dengan posisi yang lebih

rendah.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pria dan wanita dibedakan

berdasarkan seks (jenis kelamin) dan peran gender. Seks (jenis kelamin)

berarti pembedaan secara biologis dan fisiologis yang berkaitan dengan tubuh

laki-laki dan perempuan yang fungsinya tidak dapat dipertukarkan. Di sisi

lain, peran gender adalah pencirian laki-laki dan perempuan yang merupakan

harapan sosial akan perilaku maskulin dan feminim. Budaya dalam hal ini

juga membentuk peran gender.

C. Perawat

1. Pengertian Perawat

Istilah perawat menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kata benda yang berasal dari kata kerja “rawat” yang berarti pelihara, urus.

Kemudian istilah “perawat” berarti orang yang mendapatkan pendidikan

khusus untuk merawat terutama orang sakit.

(Gunarsa, 1995) mengemukakan, perawat adalah seorang yang telah

dipersiapkan melalui pendidikan untuk turut serta merawat dan

menyembuhkan orang sakit, usaha rehabilitasi dan pencegahan penyakit yang

dilaksanakan secara mandiri atau dibawah pengawasan dan supervisi dokter

atau suster kepala.

Menurut Depkes RI (1983) perawat adalah seorang yang telah

(39)

pemerintah serta memenuhi syarat untuk memberikan pelayanan perawatan

yang bermutu dan penuh tanggung jawab. Pendidikan dasar perawat adalah

suatu program pendidikan terencana yang memberikan landasan yang luas dan

mendasar untuk melaksanakan tugas perawatan secara efektif, serta

merupakan dasar bagi pendidikan perawatan lanjutan.

2. Fungsi Perawat Rumah Sakit

Dalam buku Pedoman Perawatan Psikiatrik (1983), disebutkan bahwa

fungsi perawat adalah :

a. Membantu individu, keluarga, dan masyarakat baik yang sakit maupun

sehat dalam melaksanakan kegiatan yang menunjang kesehatan atau

penyembuhan, yang pada hakekatnya dapat mereka laksanakan tanpa

bantuan apabila mereka memiliki kekuatan, kemauan dan pengetahuan

yang diperlukan.

b. Membantu individu, keluarga dan masyarakat dalam melaksanakan

program pengobatan yang telah ditentukan oleh dokter.

c. Sebagai anggota tim kesehatan, bekerjasama dan saling membantu

dalam merencanakan dan melaksanakan program kesehatan secara

menyeluruh.

3. Perawat Rumah Sakit Jiwa

Perawat rumah sakit jiwa adalah perawat yang mengaplikasikan ilmunya

dan meyumbangkan tenaga serta pelayanan pada orang-orang yang menderita

(40)

ANA ( American Nurse Association ) mendefinisikan keperawatan

kesehatan jiwa sebagai suatu bidang spesialisasi praktek keperawatan yang

menerapkan teori perilaku manusia sebagai ilmunya dan penggunaan diri

sendiri secara terapiutik sebagai kiatnya. Artinya pelayanan keperawatan harus

dilandasi dengan menggunakan ilmu keperawatan dan kiat keperawatan yang

difokuskan pada pemberian asuhan keperawatan sehingga pasien merasa puas

dan nyaman (Stuart dan Sundeen 1998).

4. Tugas Perawat Rumah Sakit Jiwa

Menurut Stuart dan Sundeen (1998) tugas dari perawat rumah sakit jiwa

adalah :

a. Membuat kajian kesehatan biopsikososial yang sesuai dengan budaya.

b. Merancang dan mengimplementasikan rencana tindakan untuk pasien dan

keluarga dengan masalah kesehatan dan kondisi yang dapat menimbulkan

sakit.

c. Berperan serta dalam aktivitas pengelolaan kasus, seperti mengorganisasi,

mengkaji, negosiasi, koordinasi dan mengintegrasi pelayanan serta

perbaikan bagi individu maupun keluarga.

d. Memberikan pedoman pelayanan kesehatan kepada individu, keluarga dan

kelompok untuk menggunakan sumber yang tersedia di rumah sakit

termasuk pemberian pelayanan terkait, teknologi dan sistem sosial yang

(41)

e. Meningkatkan dan memelihara kesehatan mental serta mengatasi pengaruh

penyakit mental melalui penyuluhan dan konseling.

f. Memberi asuhan kepada mereka yang mengalami penyakit fisik dengan

masalah psikologik dan penyakit jiwa dengan masalah fisik.

g. Mengelola dan mengkoordinasi sistem pelayanan yang mengintegrasikan

kebutuhan pasien, keluarga, staf dan pembuat kebijakan.

D. Perbedaan Kecemasan Perawat Pria dan Wanita Menikah dalam Menghadapi Pasien di Rumah Sakit Jiwa

Perbedaan pria dan wanita sudah ada sejak mereka lahir dan dalam

proses perkembangannya lingkungan sosial ikut memperkuat perbedaan dalam

memperlakukan mereka. Secara fisik pria dan wanita memang berbeda, pria

dilahirkan dengan fisik yang lebih kuat yang dapat dilihat dari tubuh yang

kekar, bahu lebar, dada lapang dan otot yang kuat yang biasanya digunakan

untuk bekerja dan untuk melindungi. Wanita dilahirkan dengan tubuh yang

lebih menonjol dengan garis-garis melingkar yang merupakan lambang

kelembutan dan kasih sayang, bahunya relatif kecil serta lengan dan tangan

yang lembut dan lemas. Komposisi tubuh pria lebih banyak diisi dengan otot,

sedangkan komposisi tubuh wanita lebih banyak diisi dengan lemak. Hal ini

membuat tubuh pria menjadi lebih kuat daripada wanita. Pria dan wanita juga

berbeda dari segi fisiologisnya, bahwa pria dan wanita mempunyai komposisi

hormon yang berbeda. Perbedaan hormon itu berpengaruh terhadap kondisi

(42)

Wanita pada umumnya, sesuai peran jenis yang dimilikinya akan

menjadi seorang istri dan ibu. Tantangan dalam hidup berkeluarga dimulai

dari kebutuhan rumah tangga, kehamilan dan merawat rumah sampai

meyesuaikan diri dengan peran barunya itu (Aputra & Husni, 1990). Bagi

kaum pria mengaktualisasikan diri dalam lingkungan kerja dianggap lebih

positif dan sudah sepatutnya, hal ini selaras dengan pandangan masyarakat

bahwa pria dilahirkan dan disiapkan sebagai kepala rumah tangga dan pencari

nafkah serta pelindung keluarga (Crittenden, 2002).

Bekerja sebagai perawat dalam proses keperawatan pada klien dengan

masalah kesehatan jiwa merupakan tantangan yang unik karena masalah

kesehatan jiwa gejalanya mungkin tidak dapat dilihat langsung seperti pada

masalah kesehatan fisik pada umumnya, pasien yang mengalami gangguan

jiwa menunjukkan gejala yang berbeda dan muncul oleh berbagai penyebab.

Banyak pasien yang tidak dapat menceritakan masalahnya bahkan mungkin

menceritakan hal yang berbeda dan kontradiksi (Keliat dkk, 1998). Keadaan

kejiwaan pasien yang tidak stabil sewaktu-waktu mungkin saja dapat

mengancam keselamatan jiwa perawat tersebut maupun pasien yang lain.

Perawat jiwa dituntut untuk mampu mengidentifikasikan,

menguraikan, dan mengukur hasil asuhan yang mereka berikan pada pasien,

keluarga dan komunitas. Hasil asuhan adalah semua hal yang terjadi pada

pasien dan keluarga ketika mereka berada dalam sistem pelayanan kesehatan.

Hasil tersebut meliputi status kesehatan, ada tidaknya penyakit, dan kualitas

(43)

tugas perawat jiwa apapun peran, kualifikasi atau tatanan prakteknya. Tugas

ini membutuhkan kehati-hatian dan ketelitian yang cukup tinggi sehingga

membuat perawat terkadang merasa cemas jika ia melakukan kesalahan

(Stuart dan Sundeen, 1998).

Berawal dari hal-hal tersebut maka dinamika tingkat kecemasan pria

dan wanita yang bekerja dalam hal ini seorang perawat yang bekerja di rumah

sakit jiwa menjadi berbeda. Kondisi fisik wanita yang lebih lemah daripada

pria serta peran jenisnya sebagai seorang istri dan ibu yang memiliki tugas

untuk mengatur rumah tangga serta merawat anak-anaknya, di sisi lain

pekerjaannya sebagai seorang perawat di rumah sakit jiwa juga menuntutnya

untuk dapat berkonsentrasi lebih dengan pekerjaannya, karena harus

menghadapi pasien yang mengalami gangguan kejiwaan. Hal ini kemudian

membuat wanita harus membagi energi dan waktunya untuk pekerjaan dan

perannya sebagai seorang istri dan ibu yang bertanggung jawab untuk

mengurusi rumah tangganya. Keadaan yang demikian membuat perawat

wanita mengalami kelelahan fisik dan pikiran yang dapat mengganggunya

dalam berkonsentrasi dengan pekerjaannya.

Seorang perawat pria di saat memasuki kehidupan rumah tangga, akan

mengalami perubahan status dan penambahan peran sebagai seorang suami

dan ayah serta mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap keluarganya.

Perawat pria dengan peran gendernya itu, maka akan cenderung lebih fokus

dengan pekerjaannya daripada wanita karena memang tugasnya untuk bekerja

(44)

dan energinya untuk mengurusi urusan rumah tangga. Selain itu, pria

dilahirkan sebagai makhluk yang mempunyai fisik kuat dan lebih aktif, yang

memang dibutuhkan ketika menghadapi pasien dengan kondisi kejiwaan yang

tidak stabil yang terkadang menjadi agresif dan sekuat tenaga.

Berdasarkan uraian diatas, maka perawat pria menjadi lebih siap dalam

bekerja menghadapi pasien dengan kondisi kejiwaan yang tidak stabil

dibandingkan dengan dengan perawat wanita. Hal ini karena secara fisik lebih

kuat serta tugas peran gendernya sebagai seorang pria yang bertugas untuk

bekerja dan menafkahi keluarganya menjadikannya lebih dapat fokus dengan

pekerjaannya.

Kecemasan perawat pria dan perawat wanita dalam menghadapi pasien

jiwa di rumah sakir jiwa dari sini dapat dikatakan berbeda, karena kondisi fisik

yang berbeda dan beban psikologis yang mereka hadapi juga berbeda. Melihat

hal ini maka kemungkinan perawat wanita mempunyai tingkat kecemasan

yang lebih tinggi daripada perawat pria dalam menghadapi pasien di rumah

sakit jiwa.

E. Hipotesis

Dalam penelitian ini hipotesisnya adalah ada perbedaaan tingkat

kecemasan perawat pria dan wanita menikah dalam menghadapi pasien di

rumah sakit jiwa. Tingkat kecemasan perawat wanita lebih tinggi daripada

(45)

SKEMA PERBEDAAN KECEMASAN PERAWAT PRIA DAN WANITA MENIKAH DALAM MENGHADAPI PASIEN DI RUMAH SAKIT JIWA

Wanita

-Fisiknya lebih lembut, bahu relatif kecil, lengan dan tangan lembut dan lemas.

-Komposisi hormonnya membuat perilaku wanita lebih lembut. -Peran gendernya menjadi istri dan

ibu, mengurus rumah tangga dan merawat anak.

Pria

-Fisiknya kuat, tubuh kekar, bahu lebar dan otot yang kuat untuk bekerja dan melindungi.

-Komposisi hormonnya membuat perilaku pria lebih emosional dan agresif

-Peran gendernya sebagai kepala keluarga, bekerja, mencari nafkah dan menjadi pelindung keluarga.

Bekerja sebagai perawat di rumah sakit jiwa

-Wanita secara fisik lebih lemah -Pria secara fisik lebih kuat -Membagi energi dan waktu untuk

bekerja sebagai perawat dan tugasnya sebagai seorang istri dan ibu.

-Pria lebih fokus dengan pekerjaannya karena memang tugasnya untuk bekerja dan mencari nafkah.

Wanita kurang siap dalam menghadapi pasien di RSJ yang memiliki kondisi kejiwaan yang tidak stabil

Pria lebih siap dalam menghadapi pasien di RSJ yang memiliki kondisi kejiwaan yang tidak stabil

(46)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah komparasi atau penelitian perbandingan.

Penelitian ini ingin membandingkan variabel yang sama dari 2 populasi yang

berbeda yaitu antara perawat pria dan wanita.

B. Identifikasi Metodologi Penelitian

1. Variabel tergantung : Tingkat kecemasan dalam menghadapi pasien di

rumah sakit jiwa

2. Variabel bebas : Perawat pria dan wanita

C. Definisi Operasional Variabel

1. Tingkat kecemasan dalam menghadapi pasien di rumah sakit jiwa

Tingkat kecemasan dalam menghadapi pasien di rumah sakit jiwa adalah

kondisi psikologis atau perasaan tidak menyenangkan dan mengancam dari

individu berkaitan dengan kesiapannya menghadapi pasien di rumah sakit jiwa

yang ditandai dengan munculnya gejala-gejala psikologis maupun fisiologis.

3 komponen yang terdapat pada kecemasan, yaitu :

a. Fisiologis

Merupakan kecemasan yang berkaitan dengan reaksi dari tubuh individu,

seperti jantung berdebar, gemetaran, perut mual, tidak dapat tidur, tekanan

(47)

darah naik, pencernaan tidak teratur, detak jantung cepat, keringat

bercucuran, tubuh terasa panas dingin, kepala pusing dan sesak nafas.

b. Kognitif

Merupakan kecemasan yang berkaitan dengan proses berpikir, seperti

kemampuan individu untuk berpikir jernih, kesulitan dalam

berkonsentrasi, sukar untuk memecahkan masalah dan sulit dalam

mengatasi tuntutan dari lingkungan.

c. Afektif

Merupakan kecemasan yang berkaitan dengan perasaan seperti adanya

rasa takut yang kuat, mudah tersinggung, mudah khawatir, tidak berdaya

atau rendah diri, hilang kepercayaan diri, tidak tenteram dan ingin lari dari

kenyataan hidup.

Tinggi rendahnya tingkat kecemasan yang dialami subjek dilihat dari

skor total skala kecemasan. Semakin tinggi skor total yang diperoleh subjek

menunjukkan bahwa subjek memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi,

sebaliknya skor yang rendah menunjukkan bahwa subjek memiliki tingkat

kecemasan yang rendah.

2. Perawat pria dan wanita

Perawat pria dan wanita adalah seseorang yang telah dipersiapkan melalui

pendidikan untuk turut serta merawat dan menyembuhkan orang sakit, usaha

rehabilitasi dan pencegahan penyakit yang dilaksanakan secara mandiri atau

(48)

Data jenis kelamin perawat pria dan wanita dapat diperoleh dari identitas

subjek yang diisikan pada lembar jawaban.

D. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah perawat yang bekerja di rumah sakit jiwa.

Dalam penelitian ini peneliti memakai 60 perawat, yang terdiri dari 30

perawat pria dan 30 perawat wanita dengan kriteria :

1. Perawat pria dan wanita yang sudah menikah dan berkeluarga, karena

disesuaikan dengan tugas dan peran gender pria dan wanita.

2. Perawat yang sudah bekerja minimal 1 tahun. Asumsi 1 tahun waktu

yang cukup untuk beradaptasi dengan pekerjaannya, dalam arti kata

kecemasan yang dialami tidak tercampur dengan faktor lain diluar

fokus penelitian.

3. Perawat bangsal pasien jiwa, bukan perawat poliklinik umum.

E. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode skala. Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala tingkat

kecemasan. Skala ini digunakan untuk mengungkap tinggi rendahnya tingkat

kecemasan pada perawat.

Skala kecemasan disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan landasan

teori yang sudah ada sebelumnya, skala kecemasan yang disusun ini terdiri

(49)

Skala kecemasan dalam menghadapi pasien di rumah sakit jiwa ini terdiri

dari 68 butir pernyataan yang berisi 34 pernyataan favorabel dan 34

pernyataan unfavorabel.

Dibawah ini tabel blue print skala kecemasan dalam menghadapi pasien di

rumah sakit jiwa :

Tabel 2

Spesifikasi skala tingkat kecemasan Sebelum uji coba

No Komponen Favorabel Unfavorabel Total

25

1 Fisiologis 13 12 36,7%

20

2 Kognitif 10 10 29,4%

23

3 Afektif 11 12 33,8%

34 34 68

Total

50% 50% 100%

Tabel 3

Distribusi item skala tingkat kecemasan Sebelum uji coba

No Komponen Favorabel Unfavorabel Total

25 1 Fisiologis

1, 11, 12, 21, 28, 37, 45, 46, 55, 57, 58, 60, 66

5, 6, 14, 18, 23, 24, 32, 35, 40, 49,

52, 65 36,7%

20 2 Kognitif

2, 7, 22, 25, 29, 36, 48, 61, 67, 68

4, 15, 16, 19, 33, 39, 41, 44, 50, 53

29,4%

23 3 Afektif

3, 8, 13, 20, 26, 27, 38,47 ,54, 56, 59

9, 10, 17, 30, 31, 34, 42, 43, 51, 62,

63, 64 33,8%

(50)

Skala tersebut disusun dengan menggunakan metode rating yang

dijumlahkan (Summated Rating), yaitu metode penskalaan pernyataan sikap

yang menggunakan distribusi respon sebagai dasar penentuan nilai skalanya.

Setiap butir item memuat 4 kategori pilihan jawaban yaitu Sangat

Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS).

Penskoran yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk pernyataan-pernyataan Favorable pilihan Sangat Setuju (SS) diberi

skor 4, Setuju (S) diberi skor 3, Tidak Setuju (TS) diberi skor 2, Sangat

Tidak Setuju (STS) diberi skor 1.

2. Untuk pernyataan-pernyataan Unfavorable pilihan Sangat Setuju (SS)

diberi skor 1, Setuju (S) diberi skor 2, Tidak Setuju (TS) diberi skor 3,

Sangat Tidak Setuju (STS) diberi skor 4.

Skor untuk tiap-tiap item pada skala dijumlahkan sehingga menjadi

skor total. Semakin tinggi skor total yang diperoleh subjek menunjukkan

bahwa subjek memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi, sebaliknya skor

yang rendah menunjukkan bahwa subjek memiliki tingkat kecemasan yang

rendah.

Uji coba dilaksanakan mulai tanggal 12 Maret 2007, pada tanggal

tersebut peneliti mulai membagikan skala kepada subjek. Subjek Uji coba ini

adalah perawat pria dan wanita di Rumah Sakit Ghrasia Yogyakarta, yang

berasal dari 6 bangsal rawat inap, 3 bangsal pria dan 3 bangsal wanita dengan

jumlah subjek 62 orang. Subjek yang dipakai dalam penelitian ini juga harus

(51)

Rumah Sakit Grhasia Yogyakarta memilih subjek yang sesuai dengan kriteria

penelitian. Dari seluruh jumlah skala yang ada terdapat 2 skala yang kosong

karena subjek yang bersangkutan sedang berada diluar kota serta 2 subjek

yang gugur karena ada beberapa item soal dalam skala yang tidak dijawab

lengkap, jadi subjek uji coba ini berjumlah 58.

F. Pengujian Instrumen Penelitian

1. Uji Validitas

Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauhmana

ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya.

Suatu tes atau instrumen pengukuran dapat dikatakan mempunyai validitas yang

tinggi apabila alat ukur tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan

hasil ukur yang sesuai dengan maksud pengukuran tersebut. Tes yang

menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran dikatakan

sebagai tes yang memiliki validitas rendah (Azwar, 2000).

Uji validitas alat ukur dalam penelitian ini menggunakan validitas isi

(content validity). Validitas isi adalah validitas yang diestimasi lewat pengujian

terhadap isi tes dengan analisis rasional atau lewat professional judgement,

dalam hal ini dilakukan dengan dosen pembimbing. Pertanyaan yang dicari

jawabannya dalam validitas ini adalah sejauhmana item-item tes mewakili

mewakili komponen-komponen dalam keseluruhan kawasan isi objek yang

(52)

mencerminkan ciri-ciri perilaku yang hendak diukur (aspek relevansi) (Azwar,

2001).

2. Daya Beda Item

Prosedur seleksi item didasarkan pada data empiris yaitu data hasil uji

coba item pada kelompok subjek yang karakteristiknya setara dengan subjek

yang hendak dikenai skala. Kualitas item-item diukur dengan analisis butir,

yang menggunakan parameter daya beda item. Daya beda item adalah sejauh

mana item mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang

memiliki dan yang tidak memiliki atribut yang diukur (Azwar, 2000).

Indeks daya beda item merupakan konsistensi antar fungsi item dengan

fungsi skala secara keseluruhan yang dikenal dengan istilah konsistensi item

total. Pengujian daya beda item dilakukan dengan komputasi koefisien korelasi

antara distribusi skor skala yang akan menghasilkan koefisien korelasi total,

yang disebut parameter daya beda item. Suatu item dikatakan memiliki daya

beda item yang baik bila koefisien korelasi total mencapai nilai ≥0,30 (Azwar,

2000).

Hasil uji coba yang dilakukan terhadap 68 item skala kecemasan

menghadapi pasien di rumah sakit jiwa ini mempunyai daya beda item berkisar

antara 0,197 sampai dengan 0,823. Uji coba ini terdapat 2 item yang gugur

(53)

Tabel 4

Spesifikasi skala tingkat kecemasan Setelah uji coba

No Komponen Favorabel Unfavorabel Total

24

1 Fisiologis 13 11

36,4%

20

2 Kognitif 10 10

30,2%

22

3 Afektif 11 11 33,4%

34 32 66

Total

51,5% 48,5% 100%

Tabel 5

Distribusi item skala tingkat kecemasan Setelah uji coba

No Komponen Favorabel Unfavorabel Total

24 1 Fisiologis

1, 11, 12, 21, 28, 37, 45, 46, 55, 57, 58, 60, 66

5*, 6, 14, 18, 23, 24, 32, 35, 40, 49,

52, 65 36,4%

20 2 Kognitif

2, 7, 22, 25, 29, 36, 48, 61, 67, 68

4, 15, 16, 19, 33, 39, 41, 44, 50, 53

30,2%

22 3 Afektif

3, 8, 13, 20, 26, 27, 38,47 ,54, 56, 59

9, 10, 17, 30, 31, 34, 42, 43, 51, 62,

63*, 64 33,4%

Total 51,5% 48,5% 100%

Keterangan * = item yang gugur

Prosentase item per aspek kurang seimbang, maka untuk menentukan

item-item yang digunakan dalam penelitian sesungguhnya, peneliti dengan dosen

(54)

66 item yang sahih,. Pengurangan sebanyak 2 item ini dilakukan dengan asumsi

bahwa 64 item yang terbaik masih mewakili setiap aspek yang hendak diukur dan

dapat digunakan untuk mengukur seberapa besar tingkat kecemasan yang dimiliki

subjek penelitian.

Tabel 6

Spesifikasi skala tingkat kecemasan Setelah penyetaraan item

No Komponen Favorabel Unfavorabel Total

22

1 Fisiologis 12 10

34,4% 20

2 Kognitif 10 10 31,2%

22

3 Afektif 11 11 34,4%

33 31 64

Total

51,6% 48,4% 100%

Tabel 7

Distribusi item skala tingkat kecemasan Setelah penyetaraan item

No Komponen Favorabel Unfavorabel Total

22 1 Fisiologis

1*, 11, 12, 21, 28, 37, 45, 46, 55, 57, 58, 60, 66

6, 14, 18, 23, 24, 32*, 35, 40, 49,

52, 65 34,4%

20 2 Kognitif

2, 7, 22, 25, 29, 36, 48, 61, 67, 68

4, 15, 16, 19, 33,

39, 41, 44, 50, 53 31,2%

22 3 Afektif

3, 8, 13, 20, 26, 27, 38, 47, 54, 56, 59

9, 10, 17, 30, 31, 34, 42, 43, 51, 62,

64 34,4%

Total 51,6% 48,4% 100%

(55)

3. Uji Reliabilitas

Istilah reliabilitas merupakan penerjemahan dari kata reliability,

mempunyai asal kata dari rely dan ability yang pada prinsipnya menunjukkan

sejauhmana pengukuran itu dapat memberikan hasil yang relatif tidak berbeda

bila dilakukan pengukuran kembali terhadap subjek yang sama (Azwar,2000).

Reliabilitas sebenarnya mengacu pada konsistensi atau keterpercayaan

hasil ukur, yang mengandung kecermatan pengukuran. Pengukuran yang tidak

reliabel akan menghasilkan skor yang tidak dapat dipercaya karena perbedaan

skor yang terjadi di antara individu lebih ditentukan oleh faktor eror (kesalahan)

daripada faktor perbedaan yang sesungguhnya. Pengukuran yang tidak reliabel

tentu tidak akan konsisten pula dari waktu ke waktu ( Azwar, 1999).

Reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas (rxx’) yang angkanya

berada dalam rentang 0 – 1,00. semakin koefisien reliabilitas mendekati 1,00

berarti semakin tinggi reliabilitasnya sebaliknya semakin mendekati angka 0

berarti semakin rendah reliabilitasnya ( Azwar, 1999).

Dari hasil uji coba yang dilakukan, reliabilitas skala kecemasan

menghadapi pasien di rumah sakit jiwa pada item yang terseleksi sebesar 0,971.

G. Prosedur Penelitian

Prosedur atau langkah-langkah yang diambil dalam penelitian ini adalah :

1. Membuat skala pengukuran tingkat kecemasan dalam menghadapi pasien di

(56)

(summated rating) untuk diuji cobakan pada kelompok uji coba yang memiliki

karekteristik sama dengan kelompok subjek yang sesungguhnya.

2. Mengadakan uji coba skala tingkat kecemasan dalam menghadapi pasien

rumah sakit jiwa pada individu yang memiliki ciri-ciri sama dengan subjek

penelitian,yaitu di Rumah Sakit Grhasia Yogyakarta.

3. Menganalisis item-item skala tingkat kecemasan dalam menghadapi pasien di

rumah sakit jiwa serta melihat reabilitas skala untuk mendapatkan butir yang

sahih dan skala yang reliabel.

4. Menentukan subjek penelitian sesuai kriteria yaitu di RSJD Dr. Soedjarwadi

Klaten, kemudian diberikan skala tingkat kecemasan dalam menghadapi

pasien di rumah sakit jiwa yang sudah diuji kesahihan dan keandalannya.

5. Menganalisis data penelitian yang masuk dengan statistik uji-t untuk

mengetahui ada atau tidaknya perbedaan tingkat kecemasan dalam

menghadapi pasien di rumah sakit jiwa antara perawat pria dan wanita.

6. Membuat kesimpulan berdasarkan hasil analisis tersebut.

H. Teknik Analisis Data

1. Uji Asumsi Analisis Data

Untuk memperoleh kesimpulan yang tidak menyimpang dari tujuan

penelitian, maka terlebih dahulu dilakukan uji asumsi data penelitian yang

(57)

a. Uji normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah distribusi sebaran

variabel bebas dan variabel tergantung bersifat normal atau tidak.

b. Uji homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah varians dari sampel

yang akan diuji tersebut adalah sama.

2. Pengujian Hipotesis Penelitian

Untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan

Uji-t (T-Test). Uji-t yaitu suatu cara membandingkan 2 kelompok subjek dengan

mencari perbedaaan mean dari kedua jenis subjek yaitu perawat pria dan

(58)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 9 April 2007 di RSJD

Dr.Soedjarwadi Klaten. Pada tanggal tersebut peneliti membagikan skala kepada

60 subjek penelitian yaitu perawat pria dan wanita. Subjek penelitian memiliki

jadwal shift yang berbeda-beda, maka skala ditinggal untuk beberapa waktu.

Skala dapat terkumpul pada tanggal 13 April 2007 dan 16 April 2007. Dari 60

skala yang terkumpul, seluruhnya memenuhi persyaratan untuk diuji selanjutnya

dalam penelitian ini.

B. Deskripsi Subjek

Subjek dari penelitian ini adalah perawat di RSJD Dr. Soedjarwadi Klaten

yang terdiri dari perawat pria dan wanita yang masing-masing berjumlah 30

orang. Subjek yang digunakan dalam penelitian ini juga harus memenuhi kriteria

penelitian yaitu sudah menikah, minimal sudah bekerja selama 1 tahun dan

merupakan perawat bangsal pasien, bukan perawat poliklinik umum. Subjek

perawat pria berasal dari 3 ruang bangsal perawatan dan 1 ruang VIP. Subjek

perawat wanita juga berasal dari 3 ruang bangsal perawatan dan 1 ruang VIP.

Data dari subjek dapat dilihat pada tabel berikut ini:

(59)

Tabel 8

Deskripsi Subjek Pria

Keterangan Tahun Jumlah Prosentase

Umur 20 – 30 tahun

31 – 40 tahun

41 – 50 tahun

51 – 60 tahun

8 14 7 1 27% 47% 23% 3%

Lama bekerja 1 – 5 tahun

6 – 10 tahun

> 10 tahun

7 3 20 23,3% 10% 66,7% Tabel 9

Deskripsi Subjek Wanita

Keterangan Tahun Jumlah Prosentase

Umur 20 – 30 tahun

31 – 40 tahun

41 – 50 tahun

51 – 60 tahun

8 13 9 - 27% 43% 30% 0%

Lama bekerja 1 – 5 tahun

6 – 10 tahun

Gambar

Tabel perbedaan pria dan wanita menurut Gilarso (2003) :
Tabel 2   Spesifikasi skala tingkat kecemasan
Tabel 5  Distribusi item skala tingkat kecemasan
Tabel 6 Spesifikasi skala tingkat kecemasan
+4

Referensi

Dokumen terkait

perubahan harga secara dramatis maka salah satu pihak otomatis akan mengalami default pertukaran... Pasar futures secara khusus juga menetapkan penyerahan sejumlah barang dalam

Adapun penelitian yang akan dilakukan berjudul “ Keterampilan Proses Sains Siswa SMA pada Pembelajaran Termokimia Menggunakan Model Inkuiri Terbimbing”. Identifikasi

Definisi operasional pada penelitian mengenai keefektifan model pembelajaran berbasis masalah (PBM) untuk meningkatkan kemampuan menulis teks eksposisi dan kemampuan

1. Ada sejumlah faktor yang mempengaruhi kesinambungan ART, antara lain: a) jumlah pasien yang terus bertambah karena ART adalah longlive treatment (harapan hidup lebih lama)

Jadi, dapat disimpulkan bahwa pengendalian kualitas adalah suatu teknik, cara, metode, aktivitas atau kegiatan yang terencana yang dilakukan untuk

Untuk Jabatan Pimpinan Tinggi Madya, ada pejabat yang pensiun dini, ada yang memasuki usia pensiun, ada jabatan yang kosong karena pejabatnya dilantik menjadi Deputi,

Hasil penelitian menunjukkan kapasitas kerja alat sebesar 60 g/detik, gaya tekan yang dihasilkan sebesar 314 N, pengamatan proses kerja alat yang didapatkan adalah

[r]