• Tidak ada hasil yang ditemukan

Representasi Budaya Populer di Belanda P

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Representasi Budaya Populer di Belanda P"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

REPRESENTASI BUDAYA POPULER DI BELANDA PASCA-PERANG

DUNIA KE-II DALAM CERPEN SEJARAH ANAK BELANDA

‘DE SIXTIES’

Amalia P. Astari (1106012880)

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia.

[email protected]

Abstrak

Makalah ini membahas mengenai representasi budaya populer dalam cerpen De Sixties karya Ben Verscheuren. Tahun 60-an di Belanda terjadi banyak perubahan dalam bidang sosial, ekonomi, hukum, dan politik. Perubahan terjadi di semua kalangan dan yang paling mencolok adalah perubahan di kalangan remaja Belanda. Penelitian akan difokuskan terhadap sebagian unsur intrinsik dari cerita yaitu; tokoh dan penokohan serta latar waktu, tempat dan sosial. Unsur-unsur tersebut akan membantu analisis representasi budaya pop dalam cerita. Di dalam cerpen De Sixties budaya populer yang muncul paling banyak mempengaruhi music, media massa, mode, gaya hidup dan interaksi sosial. Hal-hal yang dianggap tabu menjadi lazim di kalangan remaja pasca-Perang Dunia ke-II.

1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dunia anak yang penuh dengan khayalan dan imajinasi merupakan elemen pendukung penting yang ada dalam karya sastra anak. Hal tersebut menjadi daya tarik bagi para peneliti untuk menjadikan sastra anak sebagai bahan penelitian. Di Belanda sendiri, perkembangan sastra anak dimulai pada tahun 1778 ketika Van Alphen muncul dengan karyanya, Kleine gedichten (1778). Dia merupakan penulis Belanda pertama yang menulis buku dengan segmentasi anak-anak. Dalam karyanya, Van Alphen menyisipkan nilai-nilai moral yang sifatnya edukatif dengan bahasa anak yang sederhana. Pengunaan bahasa yang sederhana tidak terlepas dari kenyataan bahwa pengalaman yang dimiliki anak-anak masih terbatas. Oleh karena itu, ekspresi terhadap kompleksitas ide-ide dalam cerita harus disederhanakan baik dalam bahasa maupun bentuknya (Lukens, 2012:12).

(2)

melihat ilustrasi, anak-anak bisa lebih mudah menangkap informasi yang ingin disampaikan dalam suatu cerita dibandingkan dengan hanya membaca tulisan (teks) saja.

Di samping elemen-elemen fisik yang membuat buku bacaan anak menjadi menarik, ada faktor-faktor yang biasa mempengaruhi isi cerita dalam bacaan anak. Faktor-faktor seperti; pedagogis, edukatif, psikologis, sosial dan budaya biasa disisipkan di dalamnya (Sarumpaet 2011:11). Faktor edukatif di sini, bisa yang sifatnya mendidik seperti pendidikan moral atau ilmu pengetahuan itu sendiri. Tak bisa dipungkiri bahwa dengan menyisipkan unsur edukasi dalam buku anak bisa mempermudah proses pembelajaran bagi anak.

Di Belanda, muncul beberapa penerbit yang khusus menerbitkan bacaan yang bersifat edukatif. Salah satunya adalah De Lubas Educatieve Uitgeverij, yang khusus menerbitkan buku bacaan anak bertemakan edukasi. Penerbit yang sudah berdiri sejak tahun 1996 ini, menerbitkan buku-buku bacaan yang berkenaan dengan proses belajar mengajar untuk anak. Segmentasi buku bacaan dibedakan tidak hanya melalui usia (peuters, onderbouw (1-2), middenbouw (3-5), bovenbouw (6+)) namun juga memperhatikan hal-hal lainnya seperti buku bacaan yang diperuntukkan bagi penderita disleksia dan gangguan membaca serta memahami lainnya. Di tahun 1999, penerbit ini menerbitkan sebuah buku yang berisikan cerita-cerita pendek mengenai sejarah Belanda. Buku yang berjudul Van tijd tot tijd nederlandse geschiedenis in verhalen (Verschuren, Ben & Schmiermann, Sjef 1999), tidak hanya memberikan edukasi mengenai sejarah Belanda namun juga menghadirkan cerita-cerita yang sarat dengan unsur fiksi dengan bahasa sederhana serta ilustrasi yang bisa mempermudah peraihan informasi untuk anak-anak.

Buku ini menjadi sangat menarik karena peristiwa sejarah yang diangkat mencakup lima pembagian periode zaman di Belanda yakni; prehistorie, romeinse tijd, middeleeuwen, nieuwe tijd, dan toekomst. Di masa Nieuwe tijd ada cerita pendek yang mengambil latar waktu pasca Perang Dunia ke-II. Di dalamnya diceritakan mengenai budaya populer yang muncul di Belanda setelah keadaan Belanda sudah kondusif di akhir masa PD II. Di tahun 1960, kesejahteraan masyarakat Belanda meningkat pesat. Pemerintah menjamin biaya hidup serta pendidikan masyarakatnya. Hal ini menyebabkan perubahan yang signifikan tidak hanya pada cara hidup mereka tapi juga budaya yang tumbuh di sekitar mereka. Kemunculan budaya populer tidak bisa dielakkan terutama bagi remaja di Belanda. Lewat sudut pandang tokoh utama, penyampaian keadaan budaya pop pada masa itu menjadi sangat menarik. Hal tersebut sekaligus menjadi alasan mengapa penulis memilih cerpen ini sebagai korpus data penelitian.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa saja representasi budaya populer yang ada dalam cerpen De Sixties?

2. Bagaimana representasi sejarah tadi didukung oleh elemen-elemen sastra anak ditinjau dari fungsi edukatif dalam penyampaian informasi sejarah?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengidentifikasi representasi budaya populer dalam cerpen De Sixties

(3)

1.4 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian diawali dengan pembacaan Van tijd tot tijd nederlandse geschiedenis in verhalen secara intensif dan mendalam. Mengingat dalam buku ini terdiri dari empat puluh cerita pendek, maka setelah pembacaan secara intensif terhadap tiap-tiap cerita dilakukan, selanjutnya cerita-cerita tersebut akan diseleksi. Dari cerita yang memiliki latar waktu pasca-Perang Dunia II, akhirnya dipilih satu cerita yang di dalamnya memuat representasi budaya populer di Belanda di akhir abad 19. Selanjutnya penulis akan melakukan penelitian terhadap segi struktur dan isi. Unsur-unsur struktural yang dianalisis, dibatasi pada latar tempat, waktu dan sosial juga penokohan. Analisis unsur-unsur struktural tadi dirasa perlu untuk mengetahui elemen budaya populer yang digambarkan dalam cerita serta bagaimana tokoh-tokoh rekaan yang berlakuan dalam latar sejarah tertentu digambarkan. Selain itu, analisis terhadap relasi antara ilustrasi dan narasi akan dilakukan untuk mengidentifikasi elemen edukasi penceritaan buku anak setelah sebelumnya penulis mengetahui unsur-unsur struktural di masing-masing cerita.

1.5 Landasan Teori

Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan representasi budaya populer Belanda di akhir abad 19 lewat tinjauan latar waktu, tempat, dan sosial serta meninjau fungsi edukatif sastra anak dalam penyampaian informasi sejarah dalam cerpen De Sixties. Sebagai landasan kerja penelitian berikut akan dipaparkan konsep-konsep teoretis yang akan digunakan.

1.5.1 Teori Budaya Populer John Storey

(4)

1.5.2

Unsur-Unsur Intrinsik dalam Cerita Pendek

Buku bacaan bergambar adalah salah satu bacaan anak yaitu teks tertulis baik subjek, tokoh, latar, gaya penulisan, maupun kosa katanya disajikan dalam sudut pandang yang sesuai dengan perspektif anak-anak (Marshall, 1982:28). Dari pernyataan di atas dapat dikatakan bahwa struktur yang membangun sebuah cerita dengan genre sastra anak memiliki perbedaan dengan genre lain, yakni semua struktur dibangun dari perspektif anak-anak. Yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah mengkaji struktur yang memiliki hubungan dengan ilustrasi di setiap cerita. Karena itu cerita pendek ini akan dilihat dengan menggunakan pendekatan strukturalisme untuk melihat, (1) latar (2) penokohan. Menurut Abrams, yang dikutip dari Nurgiyantoro (1995:216), latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Bertolak dari pengertian tersebut, berarti latar dibagi menjadi latar tempat, waktu dan sosial. Selain itu menginggat di dalam cerita pendek ini pengarang menciptakan tokoh yang sesuai dengan latar tempat dan waktunya maka menganalisis penokohan menjadi penting untuk mengetahui bagaimana tokoh tersebut berwatak dalam sebuah latar tertentu.

1.6 Data Penelitian

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah cerpen berjudul De Sixties dari buku Van tijd tot tijd nederlandse geschiedenis in verhalen (1999) yang ditulis oleh Ben Verschuren dan Sjef Schmiermann. Buku ini terdiri dari 263 halaman dan berisi 40 cerita pendek yang ditujukan untuk pembelajaran sejarah anak Belanda.

1.7 Sistematika Penyajian

(5)

2.

ANALISIS STRUKTURAL DALAM CERPEN DE SIXTIES

2.1

Sinopsis Cerita

Cerpen De Sixties ini bercerita tentang seorang anak remaja laki-laki bernama Dennis yang merasa bosan dengan aktivitasnya di akhir pekan. Setiap akhir pekan, yang ia lakukan hanyalah menonton televisi, bermain video game, serta membaca buku. Dia akhirnya memutuskan untuk membantu Ibu dan Ayahnya menyortir buku-buku lama koleksi Ayah Dennis. Tanpa sengaja, Dennis menemukan album kumpulan foto lama milik orang tuanya. Foto yang diambil di tahun 1961 itu rupanya menarik rasa ingin tahu Dennis akan keadaan remaja di masa pasca-Perang Dunia ke-II di Belanda. Akhirnya, ayah Dennis menceritakan di setiap foto tentang apa yang dialaminya saat ia masih muda dulu. Foto pertama menceritakan tentang Ayah Dennis yang waktu itu masih berusia 16 tahun. Ayah Dennis suka mendengarkan lagu dari grup musik kesayangannya The Blue Diamonds. Biasanya Ayah Dennis menyetel lagu dari band itu dengan volume yang amat keras sehingga membuat Kakek Dennis menjadi marah. Adu pendapat sering terjadi antara Ayah dan Kakek Dennis. Di foto kedua menceritakan kondisi saat Ayah dan Ibu denis pertama kali bertemu di pesta dansa ulang tahun teman mereka. Diceritakan bahwa di masa ini remaja Belanda mulai menggemari band asal Amerika The Beatles serta penyanyi pop Elvis Presley. Di foto berikutnya Dennis menemukan foto yang gambarnya sudah dicetak warna karena diambil pada tahun 1965. Di tahun ini dia melihat bahwa banyak perubahan yang terjadi dibandingkan foto di tahun-tahun sebelumnya. Contohnya adalah penampilan ayah Dennis yang banyak berubah terutama dalam hal berpakaian. Banyak yang berubah di tahun ini, misalnya dalam bidang musik, mode busana, politik, hingga cara bergaul di kalangan remaja. Memang kondisi pergaulan remaja pascaperang sangat bebas. Hal-hal yang semula tabu seperti; berpacaran, berciuman, serta melakukan hubungan seksual sudah menjadi lazim.

Di foto terakhir, menceritakan tentang pergolakan yang terjadi pada tahun 1967 di Amsterdam. Terlihat gambar Ayah dan Ibu Dennis yang ikut bergabung bersama remaja lain untuk menentang aksi serangan Amerika ke Vietnam. Di sini digambarkan bagaimana orang tua banyak yang tidak setuju terhadap aksi demostrasi kaum muda karena mereka menganggap Amerika telah banyak membantu Belanda (Marshall Plan1). Selain itu, ayah Dennis juga menceritakan tentang de flower-powertijd (flower power), yang merupakan bentuk pergerakan anak muda di tahun 60-an. Pergerakan ini menentang adanya kekerasan yang terjadi di seluruh dunia khususnya di Vietnam. Di akhir cerita, digambarkan bagaimana keadaan sosial para remaja di Belanda di tahun 1969. Pada saat ini juga diceritakan bahwa kedua orang tua Dennis ikut ambil peran dalam pergerakan demonstrasi menentang pemerintah Amerika. Sempat terjadi kejar-kejaran antara petugas pengaman masa dengan Ayah dan Ibu Dennis namun akhirnya mereka bisa melarikan diri. Di akhir cerita digambarkan bahwa Ayah dan Ibu Dennis duduk di dalam asrama pelajar sambil menghisap rokok ganja. Di atas kepala Ibu Dennis melingkar tiara yang terbuat dari bunga yang

(6)

menandakan keikutsertaannya dalam gerakan flower power. Mereka bercengkrama berdua sambil melihat matahari terbenam di luar kamar.

2.2 Tokoh dan Penokohan

Tokoh utama pada cerpen ini adalah Dennis dan Ayah Dennis. Hal ini dikarenakan, cerpen ini menggunakan teknik penceritaan raam verteller. Sehingga dalam satu cerita ada dua kisahan yang berlangsung secara bergantian dengan latar waktu yang berbeda. Penjelasan mengenai teknik raam verteller bisa dijabarkan dengan ilustrasi di bawah ini.

Ilustrasi Teknik Raam Vertelling

Menurut Nurgiyantoro (1969), . Tokoh utama adalah tokoh yang sering diceritakan di dalam suatu cerita dan sangat menentukan perkembangan suatu cerita tersebut. Dalam cerita, Dennis dan Ayahnya mendapatkan porsi penceritaan yang hampir sama banyaknya sehingga memungkinkan bahwa mereka berdua menjadi tokoh utama. Dennis dan Ayahnya termasuk tokoh utama yang bersifat protagonis. Tokoh protagonis adalah tokoh yang mampu membuat pembaca berpihak kepadanya. Dalam cerpen ini Dennis digambarkan sebagai tokoh yang netral dan baik bahkan tidak menimbulkan konflik sama sekali. Di sisi lain, Ayah Dennis memunculkan beberapa konflik dalam cerita namun penokohannya masih protagonis karena pembaca masih bisa berpihak kepadanya. Ibu Dennis, dalam cerita, merupakan tokoh bawahan atau tokoh pembantu karena keberadaannya mendukung tokoh utama. Selain itu ada dua tokoh pembantu lainnya yaitu; Kakek Dennis, dan Kepala Sekolah. Adapun watak dari masing-masing tokohnya akan penulis jelaskan masing-masing di bawah ini.

1) Dennis

Karakter tokoh Dennis dilukiskan sebagai anak laki-laki seperti kebanyakan yang gemar menonton televisi serta bermain video game. Dia mempunyai rasa ingintahu yang besar. Hal ini bisa dibuktikan dari pertanyaan yang dilontarkan olehnya kepada Ayah dan Ibu, yaitu:

'Wat is dit?Waar is het?Vertel mij pa!’ Apa ini? Di mana itu? Ceritakan padaku, Pak!’

'Zouden mama en papa elkaar op dat feestje voor het eerst ontmoet hebben?' Apakah mama dan papa pertama kali bertemu di pesta ini?

'Wat is flower-powertijd, papa?' Apa itu flower-powertijd papa? Belanda masa sekarang

Tokoh Utama: Dennis Belanda di tahun

(7)

Pertanyaan yang dilontarkan Dennis tersebut, selain menunjukkan watak Dennis yang memiliki rasa ingin tahu yang besar, juga menjadi cara bagaimana penulis melanjutkan dari satu kisahan ke kisahan yang lainnya. Dari awal hingga akhir cerita, tokoh Dennis tidak mengalami perubahan psikologis. Dia tetap menjadi anak baik dan memiliki rasa ingin tahu yang sangat tinggi.

2) Ayah Dennis

Tokoh ayah pada cerpen ini digambarkan dalam dua latar waktu yang berbeda yaitu; masa dulu dan sekarang. Di masa sekarang, ayah Dennis adalah seorang yang bijaksana. Itu terlihat dari bagaimana dia sabar menjawab pertanyaan-pertanyaan dari Dennis. Sedangkan di masa dulu, ayah Dennis adalah seorang remaja yang supel dan memiliki sifat yang terbuka. Ayah Dennis juga digambarkan sebagai remaja yang nakal dan suka menyalahi aturan. Dibuktikan dari percakapan antara Ayah Dennis dengan Kepala Sekolah semasa di SMA-nya dulu:

Kepala Sekolah: 'Als ik je morgen nog steeds met die vieze lange haren opschool zie, word je geschorsst'

Kalo besok saya masih melihatmu datang ke sekolah dengan rambut panjangmu yang menjijikan itu (vieze= kotor/ menjijikan), kamu akan diskors.

Dennis: 'Mijn haren zijn niet vies. Ik heb ze vanmorgen nog gewassen.' Rambutku tidak kotor. Aku baru keramas tadi pagi.

Lewat kutipan di atas, terlihat bagaimana Dennis tak mengacuhkan peringatan dari Kepala Sekolah yang memarahinya karena dia memiliki rambut panjang. Tidak hanya itu, Dennis juga memiliki sikap keras kepala. Demi mempertahankan rambut panjangnya, dia mau menentang ayah dan Kepala Sekolahnya.

‘Ik moet mijn haren laten knippen. Maar ik doe het niet. Hij heeft vast met mijn vader gepraat. Die roept al weken dat ik met deze haren niet meer thuis hoef te komen. Maar ze

kunnen allemal de boom in. Ik hoef niet meer naar deze school en ik hoef ook niet meer naar huis. Ik ga weg’

‘Aku harus memangkas rambutku. Tapi aku tidak akan melakukannya. Dia (Kepala Sekolah) bahkan sudah berbicara dengan ayahku. Dia sudah memperingatiku untuk tidak boleh pulang ke rumah dengan rambut seperti ini. Tapi persetan dengan mereka, Aku tidak perlu lagi datang ke sekolah ini dan aku tidak perlu lagi

pulang ke rumah. Aku pergi. 3) Ibu Dennis

Ibu Dennis merupakan tokoh yang mendukung tokoh utama. Sama halnya seperti Ayah Dennis, Ibu juga diceritakan di dua latar waktu yang berbeda, yaitu: masa dulu dan sekarang. Sama seperti Ayah, Ibu Dennis juga memiliki watak yang sabar karena ikut menjawab pertanyaan-pertanyaan dari denis secara terperinci. Sedangkan gambaran tokoh ibu yang remaja memiliki watak yang serupa dengan Ayah Dennis sewaktu muda. Ibu juga merupakan remaja yang bebas dan suka membohongi orang tuanya untuk bisa pergi bersama dengan Ayah Dennis. Hal tersebut dibuktikan dari ucapan ini:

(8)

Ibu Dennis semasa muda juga merupakan seorang yang sabar dan bisa meredakan amarah dari Ayah Dennis. Terlihat dari ucapannya berikut ini:

‘Rustig nou,’ zegt het meisje. Ze legt een arm om de schouders van de jongen. ‘Laten we wat gaan drinken in de stad. Dan kunnen we er nog eens rustig over praten.’ ‘Sabarlah,’ kata gadis itu. Dia meletakkan tangannya di bahu si lelaki. ‘Mari kita mencari minum di kota.

Dengan begitu kita bisa dengan tenang membicarakan hal ini.’

4) Kakek Dennis

Kakek Dennis merupakan ayah yang tegas. Dia menentang segala perilaku anaknya yang dianggap kurang baik. Ada kalanya ia menentang segala kesukaan anak remaja di masa tahun 60-an. Contohnya, dia melarang Ayah Dennis untuk mendengarkan musik populer pada masa itu karena dianggap suara gitar elektrik yang mengiringi musik tersebut mengganggu. Dia juga tidak suka jika band asal Belanda di masa itu bernyanyi dengan menggunakan bahasa Inggris. Dalam cerpen ini, Kakek Dennis bersifat antagonis.

‘Ik vind het maar gejank met al die elektrische gitaren. En waarom moeten ze in het Engels zingen als ze in Nederland wonen?’

‘Menurutku, suara gitar elektrik itu sangat bising. Dan kenapa mereka harus bernyanyi dalam bahasa Inggris kalau mereka tinggal di Belanda?’

5) Kepala Sekolah

Tokoh Kepala Sekolah hanya muncul sedikit dalam cerpen ini namun perannya yang bisa mendukung tokoh utama menjadikannya bisa dianggap sebagai tokoh pembantu. Tokoh ini juga merupakan tokoh antagonis. Dia memanggil Ayah Dennis ke ruangannya karena kesal melihat penampilan rambut panjang milik Ayah Dennis. Watak Kepala Sekolah ini tegas. Dibuktikan dari ucapannya kepada Ayah Dennis:

‘Ik wil er niets over horen. Morgen kom je netjes geknippt op school, zo niet dan weet je wat je te wachten staat’

‘Saya tidak mau mendengar apa-apa lagi dari kamu. Besok pagi rambutmu sudah harus dicukur rapi, jika tidak, kamu tahu hukuman apa yang menunggumu.’

2.3 Latar Sosial, Tempat dan Waktu

(9)

pergaulan menjadi sesuatu yang sudah lazim. Selain itu pergerakan pemuda flower power merupakan latar sosial yang digambarkan di dalam cerita.

Latar tempat dan waktu yang bermain dalam cerpen ini adalah dua latar yang berbeda. Hal ini dikarenakan teknik penceritaan yang digunakan penulis adalah raam vertelling sehingga kedua latar waktu yang berbeda bisa bergantian muncul dalam cerita ini dan saling melengkapi. Pada cerpen ini tidak disebutkan nama kota atau daerah lokasi tertentu namun kedua latar waktu bermain di latar tempat Belanda. Latar fisik yang pertama kali digambarkan dalam cerita ini digambarkan sebagai pembuka cerita ini adalah di ruang keluarga rumah Dennis di latar waktu hari Minggu.

'Het is een regenachtige zondag. Dennis gaat bij zijn ouders aan tafel zitten.' Hari minggu hujan turun. Dennis duduk di kursi bersama orang tuanya.

(10)

AWAL CERITA

waktu: masa sekarang, hari Minggu tempat: ruang tamu Dennis

waktu: tahun 1961

tempat: kamar tidur Ayah Dennis

waktu: masa sekarang, hari Minggu tempat: ruang tamu Dennis

waktu: tahun 1963

tempat: aula tempat perayaan ulangtahun teman Ayah Dennis.

waktu: masa sekarang, hari Minggu tempat: ruang tamu Dennis

waktu: tahun 1965

tempat: ruang kepala sekolah Ayah Dennis

waktu: masa sekarang, hari Minggu tempat: ruang tamu Dennis

waktu: 1967

tempat: pusat kota Amsterdam

waktu: 1967

tempat: jalan sepi di pinggir trotoar

waktu: masa sekarang, hari Minggu tempat: ruang tamu Dennis

AKHIR CERITA

(11)

3.

BUDAYA POPULER DALAM CERPEN

DE SIXTIES

Dalam cerpen ini, budaya populer muncul tidak hanya sebagai sebuah budaya yang berkembang di masyarakat tapi juga menjadi latar belakang munculnya konflik dalam cerita. Adapun konflik tersebut terjadi antara dua pihak yaitu, kaum remaja dan kaum orang dewasa. Dalam penokohan, kaum remaja diwakili oleh tokoh Ayah dan Ibu Dennis sedangkan kaum dewasa diwakili oleh Kakek Dennis, dan Kepala Sekolah. Pengertian budaya populer sendiri menurut John Storey memiliki banyak sifat pendefinisian. Secara terminologi, budaya populer berarti budaya yang banyak disukai. Di dalam cerpen ini, budaya populer di Belanda menjadi berkembang karena ada peran dari anak muda. Konsep anak muda sendiri menurut Dr. Alfian (1986) adalah golongan masyarakat yang berada di dalam kelompok umur tertentu yang membedakannya dari kelompok-kelompok umur yang lain seperti anak-anak atau golongan tua.2 Sedangkan Theodore Roszak dalam bukunya, Reflections on the Technocratic Society and Its Youthful Opposition (1969), menyebutkan bahwa anak muda adalah seorang yang sudah melewati masa anak-anak dan sedang dalam tahap perkembangan menjadi seorang dewasa. Pada tahap perkembangan ini seorang anak muda merasa bahwa dia sudah mandiri dan dapat mengambil keputusan sendiri.

Lebih jauh lagi Roszak mengatakan bahwa budaya populer bisa berkembang menjadi counter culture yang memiliki pengertian sebuah kebudayaan yang sangat terpisah dari asumsi umum masyarakat sehingga banyak yang menganggap bahwa ini bukan merupakan sebuah kebudayaan, tetapi lebih sebagai sebuah gangguan yang harus diwaspadai. Unsur-unsur budaya populer yang ada dalam cerpen ini akan dianalisis menurut teori kebudayaan milik Storey kemudian akan dijabarkan apakah kemunculan budaya pop tersebut menimbulkan konflik di antara orang tua dan muda. Dalam cerpen ini ditemukan budaya populer dalam bidang musik, media massa, gaya hidup, mode dan penampilan. Perincian budaya yang muncul dalam cerpen akan dijelaskan melalui tabel di bawah ini.

2 Alfian, 1986, Trasformasi Sosial Budaya Dalam Pembangunan Nasional, Jakarta: Penerbit Universitas

(12)

Tabel Budaya Populer dalam Cerpen

Musik (1961) Elvis Presley, Cliff

Richard, The

(13)

gewoon dat je mij

Pergaulan bebas “Thuis mocht ik je

niet eens een

Pemberontakan Demonstrasi “In de stoet lopen

duizenden mensen

Perdamaian Flower-powertijd “We vonden toen

dat het de verkeerde

Gaya Hidup Seks bebas “Samen wiegen ze

(14)

4.

KESIMPULAN

Keadaan remaja Belanda di masa pasca-Perang Dunia ke-II mengalami perubahan di beberapa bidang. Salah satu alasan utamanya adalah kemunculan televisi di pertengahan tahun 60-an yang menyebabkan banyak akses siaran musik dari Amerika masuk ke Belanda. Selain itu, penampilan dari ikon-ikon musik populer juga sering diimitasi oleh para remaja di Belanda. Hal ini menyebabkan perubahan yang dialami oleh para remaja dalam bidang mode dan penampilan. Remaja pria misalnya, memiliki rambut panjang dan menggenakan baju selayaknya musisi band di tahun tersebut. Perubahan budaya juga terjadi dalam gaya hidup dan interaksi sosial remaja. Dalam ranah yang lebih besar lagi, budaya populer menyebabkan pemberontakan para remaja terhadap otoritas pemerintah.

Dalam cerpen ini digambarkan bahwa budaya populer kerap menimbulkan konflik antara kaum muda dan orang tua. Perubahan cara berpakaian dan berpenampilan anak muda dirasa kurang sopan dan tidak baik. Bahkan dalam cerpen ini ada konflik yang terjadi dari tokoh utama dengan orang tuanya karena selera musiknya dianggap terlalu berisik dan menganggu. Dalam beberapa gejala munculnya budaya, konflik yang muncul ada yang mencapai ranah counter culture, yaitu budaya yang menyebabkan pihak yang menjalankannya dianggap sebagai gangguan bagi masyarakat tertentu. Dalam hal ini adalah pergerakan anak muda untuk menentang penyerangan Amerika kepada Vietnam. Remaja diperlakukan sebagai pemberontak yang melawan pemerintah Belanda. Masyarakat lainnya, terutama orang tua beranggapan bahwa Belanda berhutang budi kepada Amerika karena sudah banyak dibantu dengan bantuan dari Marshall Plan. Mereka menilai remaja tidak sepatutnya menentang pihak yang sudah membantunya.

(15)

Daftar Pustaka

Alfian, 1986, Trasformasi Sosial Budaya Dalam Pembangunan Nasional, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, hlm 85

Lukens, Rebecca. 2012. A Criticaal Handbook of Children´s Literature 9th

Edition. Boston: Pearson Education Inc.

Nurgiyanto, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Toha-Sarumpaet, Riris. 2010. Pedoman Penelitian Sastra Anak. Yayasan Pustaka Obor Indonesia

Roszak, Theodore, 1969, The Making of A Counter Culture: Reflections on the Technocratic Society and Its Youthful Opposition, New York: Doubleday & Company, Inc., hlm, xii. Sarumpaet, K. Riris, Pedoman Penelitian Sastra Anak: Edisi Revisi; Jakarta: Pusat Bahasa Kementrian Pendidikan Nasional; 2010

Sumardjo, Jakob dan Saini K.M. 1991. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

(16)

Gambar

Tabel Budaya Populer dalam Cerpen

Referensi

Dokumen terkait

Peneliti akan menunjukkan hasil penelitian dari tabel silang tentang hubungan antara tingkat ketertarikan pada cerita yang disuguhkan dalam tayangan drama Asia (Korea) dengan

According to Abrams (in Nurgiyantoro,1995:165) “tokoh cerita orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama yang oleh pembacara ditafsirkan memilki kualitas

Kenny dalam Burhan Nurgiyantoro (2007: 321) menambahkan nilai moral dalam cerita dimaksudkan sebagai suatu saran yang berhubungan dengan ajaran moral tertentu yang

Remaja sebagai salah satu elemen dari masyarakat juga tidak luput dari perkembangan tren yang ada, sehingga memungkinkan untuk munculnya konsumsi yang berlebihan yang

Tema dari film ini adalah pluralisme agama di Indonesia yang sering terjadi konflik antar keyakinan beragama, yang dituangkan ke dalam sebuah alur cerita yang berkisar pada

Subyek juga menyukai karakter tokoh (berkaitan dengan bentuk fisik) di dalam cerita bergenre boy’s love , menyukai ekpresi malu-malu laki-laki pada boy’s love,

Tokoh cerita sebagaimana dikemukakan Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2013:247) adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama yang oleh

Tokoh cerita (Character), menurut Abrams dalam Nurgiyantoro (2007: 165) adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama, yang oleh pembaca