• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BANK GARANSI AKI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BANK GARANSI AKI"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

i

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BANK GARANSI AKIBAT WANPRESTASI PIHAK YANG DIJAMIN (APPLICANT) DALAM

KONTRAK PENGADAAN BARANG DAN JASA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum UPN “Veteran” Jawa Timur.

OLEH : ADITYA PRANATA

NPM. 1271010039

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

FAKULTAS HUKUM

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa memberikan hidayah dan rahmat-Nya, sehingga penulis diberikan kemampuan untuk dapat menulis dan menyelesaikan skripsi dengan judul “Perlindungan Hukum Bagi Bank Garansi Akibat Wanprestasi Pihak Yang Dijamin

(Applicant) Dalam Kontrak Pengadaan Barang Dan Jasa”. Penulisan ini bermaksud untuk memenuhi dan melengkapi tugas persyaratan kelulusan di Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" JawaTimur.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi yang dibuat ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, dikarenakan kemampuan penulis yang masih kurang dan terbatas dalam pengalaman yang ada. Oleh karena itu jika ada kritik atau saran yang membangun dan bersifat positif dalam penulisan skripsi ini maka penulis menerima dengan senang hati. Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bantuan dan dukungan baik nyata ataupun tidak nyata dan tidak ternilai harganya, dengan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sangat besar kepada:

1. Bapak Dr. H. Sutrisno, SH., M.Hum. Selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “VETERAN” Jawa Timur.

2. Ibu Mas Anienda Tien F, SH., MH., selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

(7)

vii

4. Ibu Dra. Endang Iryanti, M.M., selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

5. Bapak Fauzul Aliwarman, SHI, M.Hum. Selaku Koordinasi Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “VETERAN” Jawa Timur

6. Ibu Sri Maharani MTVM, SH., M.H. Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam penulisan skripsi, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi tersebut. 7. Bapak/Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional

“VETERAN” Jawa Timur.

8. Bapak/Ibu Bagian Tata Usaha Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “VETERAN” Jawa Timur.

9. Kepada Ayah tercinta, Bapak Adi Siswanto, kakak saya, Anang Prasetia Adi, kakak perempuan, Yuli Siswidya Tutik yang saya sayangi serta seluruh keluarga besar penulis yang telah memberikan dukungan moral dan materiil serta doa selama ini.

10. Terima kasih kepada Ibu Ikha Dhaniawati selaku Customer Service Administration (CSA) bank garansi Di Bank Mandiri atas saran yang diberikan dalam penulisan skripsi ini.

11. Dan terima kasih kepada teman-teman DPR 2012 yang telah memberi dukungan serta masukan selama proses penulisan skripsi ini.

(8)

viii

memperbaiki dan menyempurnakan penulisan yang selanjutnya, sehingga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukan.

Surabaya, Juni 2017

(9)

ix DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN UJIAN SKRIPSI ... ii

HALAMAN PENGESAHAN REVISI SKRIPSI ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN SKRIPSI ... iv

SURAT PERNYATAAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

ABSTRAKSI ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

1.5. Tinjauan Pustaka ... 8

1.5.1. Tinjauan Umum Tentang Bank ... 8

1.5.1.1. Pengertian Bank ... 8

1.5.1.2. Fungsi Dan Peran Bank ... 9

1.5.1.3. Asas Dan Prinsip Perbankan Nasional ... 11

(10)

x

1.5.1.5. Jenis Bank ... 13

1.5.2. Tinjauan Umum Tentang Bank Garansi ... 16

1.5.2.1. Pengertian Bank Garansi ... 16

1.5.2.2. Jenis – Jenis Bank Garansi ... 21

1.5.2.3. Fungsi Dan Manfaat Bank Garansi... 23

1.5.2.4. Syarat Umum Pemberian Bank Garansi ... 24

1.5.2.5. Dasar Hukum Bank Garansi ... 25

1.5.2.6. Prosedur Pengajuan Bank Garansi ... 26

1.5.3. Tinjauan Umum Tentang Jaminan ... 27

1.5.3.1. Pengertian Jaminan ... 27

1.5.3.2. Jenis Jaminan ... 28

1.5.3.3. Sifat Perjanjian Jaminan ... 32

1.5.4. Tinjauan Umum Tentang Penanggungan ... 32

1.5.4.1. Pengertian Penanggungan(Borgtocht) ... 32

1.5.4.2. Perjanjian Penanggungan Adalah Perjanjian Accesoir ... 33

1.5.4.3. Hapusnya Penanggungan ... 33

1.5.5. Tinjauan Umum Tentang Wanprestasi ... 34

1.5.6. Tinjauan Umum Tentang Pengadaan Barang Dan Jasa…………. ... 38

1.5.6.1. Prinsip Pengadaan Barang Dan Jasa ... 39

1.5.6.2. Norma Pengadaan Barang Dan Jasa ... 40

(11)

xi

1.5.7.1. Pengertian Perlindungan Hukum ... 41

1.5.7.2. Bentuk Perlindungan Hukum ... 46

1.6. Metode Penelitian ... 48

1.6.1. Jenis Penelitian ... 48

1.6.2. Sumber Data ... 49

1.6.3. Metode Pengumpulan Data ... 50

1.6.4. Metode Analisis Data ... 51

1.6.5. Waktu Penelitian ... 52

1.6.6. Sistematika Penulisan ... 52

BAB II BENTUK - BENTUK WANPRESTASI YANG DILAKUKAN PIHAK YANG DIJAMIN (APPLICANT) DALAM KONTRAK BANK GARANSI PENGADAAN BARANG DAN JASA ... 54

2.1. Hubungan Hukum Bank Garansi Dengan Pihak Yang Dijamin (Applicant) Dalam Kontrak Pengadaan Barang Dan Jasa ... 54

2.1.1. Hubungan Hukum Antara Pihak Bank Dengan Nasabah (Terjamin) ... 54

2.1.2. Hubungan Hukum Antara Pihak Bank Dengan Pemegang Bank Garansi (Penerima Jaminan) ... 58

(12)

xii

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM YANG DILAKUKAN BANK GARANSI APABILA PIHAK YANG DIJAMIN

(APPLICANT) WANPRESTASI TERHADAP KONTRAK

PENGADAAN BARANG DAN JASA ... 69

3.1. Bentuk Perlindungan Hukum Secara Preventif ... 69

3.1.1. Penerapan Prinsip 5C Dalam Penerbitan Bank Garansi ... 70

3.1.2. Pembebanan Jaminan Lawan (Counter Guarantee) ... 74

3.2. Bentuk Perlindungan Hukum Secara Represif ... 76

3.1.2. Pembayaran Bank Garansi (Klaim Bank Garansi)... 77

BAB IV PENUTUP ... 84

4.1. Kesimpulan ... 84

4.2. Saran ... 85

(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Surat Penugasan Pembimbing Proposal/Skripsi Lampiran 2: Kartu Bimbingan Proposal/Skripsi

(15)

xv

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR FAKULTAS HUKUM

Nama : Aditya Pranata

Tempat / Tgl Lahir : Sidoarjo / 13 April 1994

NPM : 1271010039

Program Studi : Strata 1 (S1) Judul Skripsi :

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BANK GARANSI AKIBAT WANPRESTASI PIHAK YANG DIJAMIN (APPLICANT) DALAM

KONTRAK PENGADAAN BARANG DAN JASA

ABSTRAKSI

(16)

16

16 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah.

Dunia perbankan Indonesia telah mengalami suatu perubahan orientasi. Pada masa sebelum tahun 1980-an bank-bank masih merupakan suatu lembaga yang berorientasi pada produk, sehingga masyarakat yang membutuhkan dana harus datang dan mencari bank, sedangkan pelayanan yang diberikan oleh bank, belum sebaik sekarang, karena pada saat itu bank komersial masih menganut konsep menjual produk atau jasa dan bukan konsep pelayanan yang unggul terhadap masyarakat.

Setelah adanya Paket Kebijakan Juni (Pakjun) Tahun 1983, telah mengubah kondisi perbankan di Indonesia. Ditandai dengan terjadinya pertumbuhan yang pesat di dunia perbankan, baik yang menyangkut jumlah bank, cabang bank maupun dari segi jumlah produk atau jasa yang ditawarkan oleh bank.

Adanya perubahan kondisi yang terjadi setelah adanya Paket Kebijakan Juni (Pakjun) 1983, persaingan antar bank menjadi semakin tajam, karena setiap bank atau setiap cabang bank akan berusaha untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat dan melakukan pengembangan produk dan jasa perbankan yang berkualitas. Hal tersebut membuat konsep pola bisnis penggunaan tenaga pemasaran dan keunggulan produk (product oriented) yang selama ini digunakan oleh bank bergeser ke konsep yang berorientasi yang diinginkan oleh konsumen (customer oriented).

(17)

17

17

Lembaga perbankan mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian, disebabkan salah satu tolak ukur kemajuan suatu negara adalah kemajuan ekonominya dan tulang punggung dari kemajuan ekonomi adalah dunia bisnis, maka bank merupakan lembaga keuangan yang memberikan jasa keuangan kepada masyarakat yang membutuhkannya.

Lembaga perbankan sebagai salah satu lembaga keuangan yang mempunyai nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga perbankan dimaksudkan sebagai perantara bagi pihak-pihak yang mempunyai kelebihan dana (surplus of funds) dengan pihak yang membutuhkan dana atau (lack of funds). Fungsi bank tersebut bergerak dalam kegiatan perkreditan dan berbagai jasa yang diberikan.1

Terdapat berbagai jenis produk/jasa yang ditawarkan oleh pihak bank kepada masyarakat. Selain produk dan jasa, bank juga menciptakan variasi dan pola pemberian fasilitas kredit. Dengan berbagai variasi jenis produk dan jasa yang ditawarkan oleh bank, maka masyarakat dapat dengan mudah memilih produk yang paling sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan dalam aktivitas perekonomian dan atau kegiatan bisnis yang dijalani.

Salah satu jenis fasilitas kredit yang saat ini banyak digunakan di kalangan bisnis yaitu bank garansi. Bank garansi sebagai sertifikat jaminan yang diberikan suatu bank kepada pemilik proyek atas nama kontraktor, nilai bank garansi harus sama dengan nilai proyek yang dijamin.2 Jasa perbankan seperti

1 Chatamarrasjid Ais, Hukum Perbankan Nasional Indonesia , Jakarta : Prenada Media Grup,

2005, Hal. 3

2

(18)

18

18

bank garansi memang dipergunakan untuk menjamin terlaksananya transaksi yang terjadi antara pihak di luar bank dari kemungkinan resiko yang timbul di kemudian hari dan hal ini memang sangat diminati di kalangan bisnis. Fasilitas bank seperti bank garansi ini memberikan jaminan terhadap kelancaran suatu transaksi atau usaha yang sedang dilakukan. Bagi pihak yang memegang bank garansi akan mendapatkan keyakinan atau rasa aman dari kemungkinan terjadinya suatu tindakan dari pihak lain yang dianggap merugikan.

Bank garansi merupakan semua garansi yang diterima atau diberikan oleh suatu bank untuk pihak tertentu baik peorangan atau badan usaha yang dinyatakan oleh pihak bank akan dipenuhi kewajibannya dari pihak yang dijamin tersebut kepada pihak lainnya selaku penerima jaminan apabila pada waktu tertentu telah ditetapkan pihak dijamin tidak dapat memenuhi kewajibannya atau pembayarannya (cidera janji).

Dalam Bank Garansi, bank mengikatkan diri untuk kepentingan orang guna menjamin atau menjadi penjamin atau penanggung bagi nasabahnya. Bank Garansi memilik bentuk perjanjian yang mengikuti perjanjian pokok (accessoir) yang ditinjau dari segi hukum, merupakan perjanjian penanggungan hutang (borgtocht) sebagaimana diatur dalam Buku II Bab XVII, yakni Pasal 1820 sampai dengan 1850 KUHPerdata di mana bank dalam hal ini bertindak sebagai penanggung.

(19)

19

19

percaya kepada bank sebagai penjamin dengan berpegang kepada kepercayaan masyarakat terhadap bank yang merupakan modal utama bank. Apabila si terjamin melanggar janji pembayaran, maka si penerima jaminan percaya bahwa bank akan mengganti kedudukan si terjamin untuk memenuhi kewajiban.

Bank garansi pada saat ini semakin penting karena sering terjadi suatu proyek pengadaan barang dan jasa (leveransir) yang disepakati tetapi tidak dapat diselesaikan dengan baik oleh kontraktornya, bahkan proyek itu ditinggalkan begitu saja oleh kontraktornya. Untuk menghindari resiko tersebut, pemilik proyek minta bank garansi dari kontraktornya, karena dengan adanya bank garansi maka penyelesaian proyek mendapat dua jaminan, yaitu kontraktor dan bank garansi sehingga lebih kuat.3

Penyelenggaraan pengadaan barang dan jasa merupakan kegiatan yang penuh dengan risiko dan biaya yang cukup besar. Kemungkinan adanya hal yang tidak dinginkan dalam suatu perencanaan proyek seperti kegagalan pelaksanaan, keterlambatan dan segala hal yang berbentuk wanprestasi terhadap kontrak nantinya akan menimbulkan kerugian bagi pihak pengguna jasa, sehingga untuk menjamin pekerjaan tersebut untuk mendapatkan hasil pekerjaan yang sesuai dengan waktu dan kualitas yang dijanjikan oleh kontraktor maka dibutuhkan suatu jaminan.

Pemilik tender sebagai pengguna jasa mensyaratkan suatu jaminan pelaksanaan dalam pekerjaan kontrak pengadaan barang dan jasa sesuai dengan ketentuan Pasal 67 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Pihak yang dapat memberikan jaminan

3

(20)

20

20

disini adalah lembaga perbankan yaitu bank. Bank sebagai pihak penjamin akan menjamin pelaksanaan pekerjaan pengadaan barang dan jasa. Dimana mana salah satu bentuk jaminan yang diberikan yaitu berbentuk bank garansi.

Permohonan bank garansi yang diajukan oleh nasabah sesuai dengan jenis dan besarnya bank garansi yang diminta atau yang dipersyaratkan oleh pemberi kerja sebagai pengguna jasa. Tidak semua nasabah yang mengajukan permintaan bank garansi akan diterbitkan. Mengingat bahwa setiap pemberian bank garansi dapat menimbulkan kewajiban yang mengandung risiko sebelumnya bank harus melakukan penelitian dan penelahaan faktor-faktor kreadibilitas, bonafiditas, dan pendekatan historis atas kinerja nasabah pada masa lalu (past performance) pihak yangdijaminmaupunpenerima jaminan.

Untuk mengatasi risiko atas pengeluaran bank garansi, bank terlebih dahulu akan meminta jaminan lawan (counter guarantee) kepada nasabah sebagai calon si terjamin yang nilai tunainya sekurang-kurangnya sama dengan nilai nominal yang tercantum di dalam bank garansi. Jaminan lawan atas penanggungan bank garansi (counter guarantee) ini bisa berupa uang tunai atau simpanan giro, deposito, surat berharga, atau harta kekayaan (asset) yang dimiliki si terjamin (applicant). Apabila terjadi wanprestasi oleh nasabah sebagai pihak terjamin pihak bank sebagai pihak penjamin akan menggantikan kedudukan pihak terjamin untuk memenuhi kewajiban terjamin kepada pihak penerima jaminan.

(21)

21

21

disepakati. Wanprestasi menimbulkan kerugian bagi pihak bank, maka perlu dilakukan upaya-upaya untuk menyelesaikan hal tersebut.

Oleh karena itu perlu diteliti tentang perlindungan hukum bagi bank garansi yang dilakukan oleh pihak bank apabila pihak yang dijamin (applicant) melakukan wanprestasi dalam kontak pengadaan barang dan jasa dengan pemilik tender, baik pihak swasta maupun pemerintah.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai permasalahan dan menulisnya dalam bentuk skripsi yang berjudul “PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BANK GARANSI AKIBAT WANPRESTASI PIHAK YANG DIJAMIN (APPLICANT) DALAM KONTRAK PENGADAAN BARANG DAN JASA”.

1.2. Rumusan Masalah.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan yang akan dibahas penulis adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana bentuk – bentuk wanprestasi yang dilakukan oleh pihak yang dijamin (applicant) dalam kontrak bank garansi pengadaan barang dan jasa ?

2. Bagaimana perlindungan hukum yang dilakukan bank garansi apabila pihak yang dijamin (applicant) wanprestasi terhadap kontrak bank garansi pengadaan barang dan jasa ?

1.3. Tujuan Penelitian.

(22)

22

22

1. Untuk mengetahui bentuk wanprestasi yang dilakukan oleh pihak yang dijamin (applicant) dalam kontrak bank garansi pengadaan barang dan jasa.

2. Untuk mengetahui perlindungan hukum yang dilakukan bank garansi apabila pihak yang dijamin (applicant) wanprestasi terhadap kontrak bank garansi pengadaan barang dan jasa.

1.4. Manfaat Penelitian. 1. Manfaat Teoritis.

a. Untuk mendalami dan mempraktekkan teori yang telah penulis peroleh selama kuliah di Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

b. Dapat memberikan manfaat teoritis berupa sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan hukum bidang perbankan dalam perlindungan hukum bank garansi akibat wanprestasi pihak yang dijamin dalam kontrak perdagangan barang dan jasa.

2. Manfaat Praktis.

a. Memberikan saran dan masukan kepada lembaga perbankan dalam hal antisipasi perlindungan hukum bagi bank garansi akibat wanprestasi pihak terjamin.

b. Meningkatkan dan menambah kajian hukum bagi para praktisi pembuat kebijakan dalam bidang hukum perbankan, khususnya mengenai perlindungan hukum yang dilakukan bank apabila pihak terjamin dalam

(23)

23

23 1.5. Tinjauan Pustaka.

1.5.1. Tinjauan Umum Tentang Bank. 1.5.1.1. Pengertian Bank.

Bank berasal dari kata Italia (banco) yang artinya bangku. Bangku inilah yang dipergunakan oleh bankir untuk melayani kegiatan operasionalnya kepada para nasabah. Istilah bangku secara resmi dan populer menjadi bank. Bank termasuk perusahaan industri jasa karena produknya hanya memberikan pelayanan jasa kepada masyarakat. Secara sederhana bank dapat diartikan sebagai lembaga keuangan yang kegiatan usahanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa-jasa bank lainnya. Sedangkan pengertian lembaga keuangan adalah setiap perusahaan yang bergerak dibidang keuangan dimana kegiatannya apakah hanya menghimpun dana atau hanya menyalurkan dana atau kedua-duanya.4

Menurut Sentosa Sembiring, bank adalah suatu badan usaha yang berbadan hukum yang bergerak di bidang jasa keuangan, yang dapat menghimpun dana dari masyarakat secara langsung dan menyalurkannya kembali ke masyarakat melalui pranata hukum perkreditan. Perlu pengaturan khusus agar bank dalam menjalankan aktivitasnya harus selalu mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang bank sebagai jasa

4

(24)

24

24

keuangan. Ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang perbankan inilah yang menjadi objek studi hukum perbankan.5 1.5.1.2. Fungsi dan Peran Bank.

Bank sebagai lembaga yang bekerja berdasarkan kepercayaan masyarakat, memiliki peran dan posisi yang sangat strategis dalam pembangunan nasional. Sebagai lembaga perantara keuangan masyarakat (financial intermediary), bank menjadi media perantara pihak-pihak memiliki kelebihan dana (surplus of funds) dengan pihak-pihak yang kekurangan/ memerlukan dana (lack of funds). Di Indonesia, lembaga perbankan memiliki misi dan fungsi sebagai agen pembangunan (agent of development), yaitu sebagai lembaga yang bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.6

Perbankan nasional berfungi sebagai sarana pemberdayaan masyarakat dan seluruh kekuatan ekonomi nasional, terutama pengusaha kecil, menengah dan koperasi. Untuk mencapainya perbankan Indonesia harus memiliki komitmen. Komitmen itu oleh Nyoman Moena diterjemahkan ke dalam bahasa perbankan, yaitu perbankan Indonesia berfungsi sebagai lembaga

5 Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan, PT. Mandar Maju, Bandung, 2012, Hal. 2

6 Neni Sri Imaniyati, Pengantar Hukum Perba nkan Indonesia, Refika Aditama, Bandung,

(25)

25

25

kepercayaan, lembaga pendorong pertumbuhan ekonomi, dan lembaga pemerataan.

Jika diterjemahkan ke dalam bentuk-bentuk tanggung jawab, maka bentuk-bentuk tanggung jawab perbankan, adalah: a. Tanggung jawab prudential (bank harus sehat);

b. Tanggung jawab komersial (bank harus untung); c. Tanggung jawab financial (bank harus transparan);

d. Tanggung jawab sosial (kemampuan mengakomodir harapan pemegang kekuasaan secara adil).7

Dalam hal penghimpunan dana masyarakat, kepercayaan masyarakat untuk menyimpan dananya pada bank merupakan modal utama bank. Jika dilihat dari presentase dana yang dikelola oleh bank, dana titipan masyarakat pada bank memiliki prosentasi yang sangat besar, yaitu sekitar 60-70% dibanding dari modal bank itu sendiri yang berkisar 30-40%. Melihat besarnya dana yang dikelola oleh bank, maka betapa bank sangat memerlukan dana masyarakat untuk bisa beroperasi dengan semestinya.

Dari uraian diatas, tampak bahwa dana masyarakat pada bank memiliki peranan yang sangat besar dalam operasi bank khususnya dan dalam pembangunan nasional umumnya, yaitu sebagai salah satu sumber pembiayaan pembangunan. Oleh karena itu dapat dibayangkan apa jadinya dan bagaimana keadaanya jika masyarakat tidak memiliki kepercayaan pada bank sehingga enggan menyimpan dananya pada

7

(26)

26

26

bank,bagaimnana jika masyarakat lebih suka menyimpan dananya di balik bantal atau pada celengan kayu yang disimpan di rumahnya.

Bank sangat penting dan berperan untuk mendorong pertumbuhan perekonomian suatu bangsa karena bank adalah:

a.Pengumpul dana dari SSU dan penyalur kredit kepada DSU; b.Tempat menabung yang efektif dan produktif bagi masyarakat; c.Pelaksana dan memperlancar lalu lintas pembayaran dengan

aman, praktis, dan ekonomis;

d.Penjamin penyelesaian perdagangan dengan menerbitkan L/C; e.Penjamin penyelesaian proyek dengan menerbitkan bank

garansi. 8

1.5.1.3. Asas dan Prinsip Perbankan Nasional.

Asas perbankan Indonesia dalam melaksanakan kegiatan usahanya berdasarkan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Dalam hukum perbankan dikenal beberapa prinsip perbankan, yaitu sebagai berikut:

a. Prinsip Kepercayaan (Fiduciary Relation Principle), adalah suatu asas yang melandasi hubungan antara bank dan nasabah bank. Bank berusaha dari dana masyarakat yang disimpan berdasarkan kepercayaan, sehingga setiap bank perlu menjaga kesehatan banknya dengan tetap memelihara dan mempertahankan kepercayaan masyarakat, prinsip kepercayaan diatur dalam Pasal 29 ayat (4) UU No. 10 Tahun 1998.

b. Prinsip kehati-hatian (Prudential Principle), adalah suatu prinsip yang menegaskan bahwa bank dalam menjalankan kegiatan usaha baik dalam penghimpunan terutama daam penyaluran dana kepada masyarakat harus sangat berhati-hati. Tujuan dilakukan prinsip kehati-hatian ini agar bank selalu dalam keadaan sehat menjalankan usahanya dengan baik dan mematuhi ketentuan-ketentuan dan norma-norma hukum yang berlaku di dunia perbankan. Prinsip kehati-hatian tertera dalam Pasal 2 dan Pasal 29 ayat (2) UU No. 10 tahun 1998.

8

(27)

27

27

c. Prinsip Kerahasiaan (Secrecy Principle), diatur dalam Pasal 40 sampai dengan Pasal 47 A UU No. 10 Tahun 1998. Menurut Pasal 40, bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpanan dan simpanannya. Namun dalam ketentuan tersebut kewajiban merahasiakan itu bukan tanpa pengecualian. Kewajiban merahasiakan itu dikecualikan untuk dalam hal-hal untuk kepentingan pajak, penyelesaian utang piutang bank yang sudah diserahkan kepada badan Urusan Piutang dan Lelang / Panitia Urusan Piutang Negara (UPL / PUPN), untuk kepentingan pengadilan perkara pidana, dalam perkara perdata antara bank dengan nasabah, dan dalam rangka tukar-menukar informasi antar bank.

d. Prinsip Mengenal Nasabah (Know How Costumer Principle), adalah prinsip yang diterapkan oleh bank untuk mengenal dan mengetahui identitas nasabah, memantau kegiatan transaksi nasabah termasuk melaporkan setiap transaksi yang mencurigakan. Prinsip ini diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No.3/10/PBI/2001 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah. Tujuan prinsip ini adalah meningkatkan peran lembaga keuangan dengan berbagai kebijakan dalam menunjang praktik lembaga keuangan, menghindari berbagai kemungkinan lembaga keuangan dijadikan ajang tindak kejahatan dan aktivitas ilegal yang dilakukan nasabah, dan melindungi nama baik dan reputasi lembaga keuangan. 9

1.5.1.4. Landasan Yuridis Hukum Perbankan.

Adapun landasan yuridis hukum perbankan di Indonesia yang diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan, antara lain:

a. UU No. 7 tahun 1992, Lembaran Negara Republik Indonesia No. 21 tahun 1992 tentang Perbankan yang diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998, Lembaran Negara Republik Indonesia No. 182 Tahun 1998 (UUP).

b. UU RI No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Undang-undang ini kemudian diubah dengan UU No. 3 tahun 2004. Selanjutnya undang-undang ini pun mengalami perubahan pada tahun 2009 yakni melalui Penetapan Peraturan Pemerintah Penggati Undang-undang (Perpu) No. 2 tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 23 tahun 1999

9

(28)

28

28

tentang Bank Indonesia menjadi Undang-undang yakni UU No. 6 tahun 2009. Selanjutnya disebut UUBI.

c. UU RI No. 24 tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan. Undang-undang ini kemudian diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Republik Indonesia No. 3 tahun 2008 Tanggal 13 Oktober 2008 tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 24 tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan, disahkan menjadi Undang-undang berdasarkan UU RI No. 7 tahun 2009 tanggal 13 Januari 2009.

d. UU RI No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (UUPS) tanggal 16 Juli 2008 LNRI tahun 2008 No. 94 TLN Nomor 4867.

e. Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank.

f. Peraturan Bank Indonesia Nomor: 8/26/PBI/2006, tanggal 8 November 2006, tentang Bank Perkreditan Rakyat.

g. Peraturan Bank Indonesia Nomor: 11/1/PBI/2009, tanggal 27 Januari 2009 tentang Bank Umum. 10

1.5.1.5. Jenis Bank.

Ada beberapa jenis-jenis bank yang antara lain sebagai berikut: a. Dilihat dari Bidang Usahanya :

1). Bank Umum. Menurut Pasal 1 angka 2 UU No. 10 Tahun 1998 adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.11

2). Bank Perkreditan Rakyat. Menurut Pasal 1 angka 4 UU No. 10 tahun 1998, Pengertian BPR adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam

10 Sentosa Sembiring, Op.cit., Hal. 3 11

(29)

29

29

kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

3). Bank Khusus. Dalam Pasal 5 ayat (2) UUP dikemukakan, Bank Umum dapat mengkhususkan diri untuk melaksanakan kegiatan tertentu atau memberikan perhatian yang lebih besar kepada kegiatan tententu. Yang dimaksud “mengkhususkan diri untuk

melaksanakan kegiatan tertentu” adalah antara lain

melaksanakan kegiatan pembiayaan jangka panjang, pembiayaan untuk mengengbangkan koperasi, pengembangan pengusaha golongan ekonomi lemah/ pengusaha kecil, pengembangan ekspor non migas, dan pengembangan pembangunan perumahan.

b. Dilihat Dari Segi Kepemilikannya :

Terkait dengan kepemilikan bank, Bank Indonesia telah menerbitkan Peraturan Bank Indonesia No. 8/16/PBI/2006 tanggal 5 Oktober 2006 Tentang Kepemilikan Tunggal Pada Perbankan Indonesia. Kemudian jika dilihat dari segi kepemilikan, bank dibagi menjadi 2 (dua) yaitu:

1). Bank Milik Negara. Bank dapat dimiliki oleh negara yang artinya modal bank yang bersangkutan berasal dari pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Bank milik negara disebut juga Bank Milik Pemerintah.

(30)

30

30

a). Swasta Nasional, artinya modal bank yang bersangkutan dimiliki oleh Warga Negara Indonesia secara individual dan/atau Badan Hukum Indonesia. b). Swasta Asing, artinya modal bank tersebut dimiliki

oleh Warga Negara Asing dan/atau Badan Hukum Asing. Dalam hal ini ada kemungkinan bank ini merupakan kantor cabang dari negara asal bank yang bersangkutan.

c). Bank Campuran, artinya Bank Umum yang didirikan bersama oleh satu atau lebih Bank Umum yang berkedudukan di Indonesia dan didirikan oleh Warga Negara Indonesia dan/atau Badan Hukum Indonesia yang dimiliki sepenuhnya oleh Warga Negara Indonesia, dengan satu atau lebih bank yang berkedudukan di luar negeri.

c. Dilihat Dari Segi Operasionalnya :

1). Bank Devisa, adalah bank yang memperoleh surat keputusan dari Bank Indonesia untuk melakukan transaksi perdagangan dengan menggunakan valuta asing.

2). Bank Non Devisa, adalah bank yang tidak dapat melakukan transaksi pembayaran dengan menggunakan valuta asing. 12

Terkait dengan lalu lintas devisa, telah diatur dalam undang-undang tersendiri yakni UU No. 24 Tahun 1999 Tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar. Dalam pasal 1 angka 2 disebutkan bahwa devisa adalah kewajiban finansial yang digunakan dalam transaksi internasional. Pasal 1 angka 4, Sistem Nilai Tukar adalah sistem yang digunakan untuk pembentukan harga mata uang rupiah terhadap mata uang asing.

12

(31)

31

31

1.5.2. Tinjauan Umum Tentang Bank Garansi. 1.5.2.1. Pengertian Bank Garansi.

Jasa perbankan menjamin terlaksananya transaksi yang terjadi antara pihak luar bank dari kemungkinan risiko yang timbul dikemudian hari semakin diminati kalangan bisnis. Hal ini sejalan dengan perkembangan bisnis yang menuntut adanya integritas antara pihak-pihak yang melakukan transaksi. Bank sebagai pihak yang dilibatkan, berada diantara kedua belah pihak dalam memberikan jaminan berupa bank garansi.

Bank Garansi adalah jaminan pembayaran dari bank yang diberikan kepada pihak penerima jaminan (bisa perorangan maupun perusahaan dan biasa disebut Beneficiary) apabila pihak yang dijamin (biasanya nasabah bank penerbit dan disebut Applicant) tidak dapat memenuhi kewajiban atau cidera janji (wanprestasi).13

Bank garansi memberikan jaminan terhadap kelancaran suatu transaksi atau usaha yang sedang dilakukan. Bagi pihak yang memegang bank garansi akan mendapatkan keyakinan atau rasa aman dari kemungkinan tindakan pihak lain yang merugikan. Pada dasarnya bank garansi merupakan perjanjian penanggungan yang diatur dalam Pasal 1820 KUH Perdata.

Bank garansi dikategorikan sebagai kredit tidak langsung (non-cash loan), yaitu fasilitas yang akan menjadi kredit apabila nasabah wanprestasi, dimana bank memiliki kewajiban kepada pemberi jaminan (beneficiary). Karena bersifat kredit tidak langsung (non-cash loan), maka pemberian bank garansi memerlukan analisis kekayaan (melalui penilaian melalui Credit

(32)

32

32

Memorandum) terhadap nasabah seperti halnya nasabah yang mengajukan kredit.14

Dalam suatu pemberian bank garansi terdapat tiga pihak yang terkait, yaitu :

1. Penjamin, bank sebagai pihak yang memberikan jaminan. 2. Terjamin, pihak yang diberikan jaminan oleh bank.

3. Penerima jaminan, pihak yang menerima jaminan dari bank. 15 Menurut Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 23/88/KEP/DIR tentang pemberian bank garansi tanggal 18 Maret 1991, bank garansi berbentuk :

1. Garansi dalam bentuk warkat yang diterbitkan oleh bank yang mengakibatkan kewajiban membayar terhadap yang menerima garansi apabila pihak yang dijamin cedera janji (wanprestasi). 2. Garansi dalam bentuk penandatanganan kedua dan seterusnya

atas surat berharga seperti aval dan endosemen dengan hak regres yang dapat menimbulkan kewajiban membayar bagi bank apabila yang dijamin cedera janji (wanprestasi).

3. Garansi lainnya yang terjadi karena perjanjian bersyarat sehingga dapat menimbulkan kewajiban finansial bagi bank. 16

Dalam kegiatan pelayanan jasa berupa penerbitan garansi, maka bank penerbit akan menerima imbalan jasa dari si terjamin berupa provisi.17

Disamping pembebanan provisi, semua biaya yang timbul akibat pemberian bank garansi menjadi beban pihak yang diberi

14

Ibid.,

15 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia , Prenada Media Group, Jakarta, 2005,

Hal. 87.

16 Ibid., Hal. 88. 17

(33)

33

33

jaminan sebagaimana juga yang berlaku dalam pemberian kredit.18

Di dalam kegiatan pemberian jasa-jasa perbankan kepada nasabah, bank dapat memberikan jasa-jasa pemberian bank garansi, sepanjang tidak bertentangan atau melanggar peraturan perundang-undangan termasuk peraturan Bank Indonesia. Oleh bank pemberian bank garansi ini sudah merupakan produk atau jasa yang ditawarkan dalam rangka mendapatkan pendapatan (fee). Munir Fuady menjelaskan bahwa pemberian garansi oleh bank sudah merupakan bisnis rutin dari bank, dimana bank akan mendapatkan provisi karenanya, provisi mana dihitung dari persentase tertentu dari jumlah yang digaransikan itu. Bagi pihak bank, pemberian bank garansi merupakan salah satu sumber pendapatan masuk (income) yang bersifat pendapatan non bunga (fee based).

Sebagaimana kita ketahui bahwa bisnis bank sangatlah konservatif. Dalam arti bank tidak boleh melakukan bisnis yang mengandung unsur spekulatifnya tinggi, sehingga dipenuhi prinsip kehati-hatian bank (prudental banking).

Untuk melaksanakan pembangunan proyek diadakan perjanjian antara pemborong dan pemberi pekerjaan pembangunan proyek. Pihak pemberi pekerjaan menginginkan adanya bank garansi untuk menutupi pekerjaan pembangunan

18

(34)

34

34

proyek. Hal ini dilakukan untuk mencegah timbulnya resiko, yang terjadi akibat pemborong melakukan wanprestasi sebelum pembangunan proyek diselesaikan.

Bank menerbitkan bank garansi setelah ada transaksi sebelumnya, dalam arti untuk menerbitkan bank garansi harus ada kegiatan pokok yang dijamin melalui bank garansi. Kegiatan pokok tersebut misalnya adanya suatu pemenangan tender proyek tertentu, adanya transaksi yang menimbulkan kewajiban membayar pada waktu tertentu dikemudian hari.

Kegiatan pokok tersebut memerlukan waktu dan setelah kurun waktu tersebut pihak tertentu harus memenuhi kewajibannya. Untuk menjamin pemenuhan kewajiban dikemudian hari maka diperlukan jaminan bank yaitu bank garansi.

Bila bank yang dijamin melakukan wanprestasi atau cidera janji, maka pemegang bank garansi dapat melakukan klaim kepada bank penerbit atas bank garansi tersebut. Bank-bank memiliki ketentuan yang berbeda dalam memberikan waktu penyampaian klaim. Namun umumnya waktu yang diberikan hanya dua minggu sejak berakhirnya bank garansi.

(35)

35

35

Pertama, seseorang atau badan usaha memperoleh kesempatan untuk mengerjakan suatu proyek yang diberikan oleh suatu lembaga atau instansi pemerintah atau swasta (bouwheer), baik dengan penunjukkan langsung ataupun dengan tender yang dimenangkan olehnya. Salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh pelaksana kerja tersebut adalah adanya garansi dari bank atau perusahaan asuransi tertentu.

Kedua, seseorang atau badan usaha (pelaksana kerja) tersebut mengajukan permohonan bank garansi kepada salah satu bank (biasanya yang selama ini terjadi adalah kepada bank yang telah menjadi krediturnya).

Ketiga, setelah melalui berbagai proses (prosesnya seperti pemberian kredit pada umumnya) bank setuju untuk memberikan atau menerbitkan bank garansi.

Keempat, oleh karena fasilitas bank garansi ini sewaktu-waktu dapat saja diklaim dan bank harus membayar ganti rugi kepada bouwheer, maka dibuatkanlah suatu perjanjian pemberian bank garansi dan pemberian jaminan oleh nasabah yang bersangkutan.

(36)

36

36

dikatakan bank garansi tidak lain adalah bentuk kredit yang wujudnya bergantung pada suatu keadaan tertentu di waktu mendatang.

1.5.2.2. Jenis - Jenis Bank Garansi.

Jenis bank garansi pada dasarnya sesuai dengan tipe perjanjian dan fungsi penjaminan dalam perjanjian, beberapa jenis bank garansi yang ada antara lain :

1. Bank Garansi untuk tender (Bid Bond), yaitu bank garansi yang diberikan kepada pemilik proyek untuk kepentingan kontraktor yang akan mengikuti tender atas suatu proyek (sering disebut juga Bank Referensi).

2. Bank Garansi untuk penerimaan uang muka (Advance Payment Bond), yaitu bank garansi yang diberikan kepada pemilik proyek untuk kepentingan kontraktor atas uang muka yang diterima kontraktor.

3. Bank Garansi untuk pelaksanaan (Performance Bond), yaitu bank garansi yang diberikan kepada pemilik proyek untuk kepentingan kontraktor guna menjamin pelaksanaan proyek oleh kontraktor.

4. Bank Garansi untuk pemeliharaan (Retention Bond), yaitu bank garansi yang diberikan kepada pemilik proyek untuk kepentingan kontraktor guna menjamin pemeliharaan proyek yang telah diselesaikan oleh kontraktor tersebut.

5. Bank Garansi untuk pita cukai tembakau, yaitu bank garansi yang diberikan kepada bea cukai sebagai jaminan pembayaran pita cukai tembakau atas rokok yang dijual oleh pabrik rokok. 6. Bank Garansi untuk penangguhan kredit masuk, yaitu bank

garansi yang diberikan kepada bea cukai sebagai jaminan pembayaran bea masuk atas barang yang dikeluarkan dari pelabuahan.19

Terdapat juga bank garansi guna penangguhan bea masuk, yaitu yang diterbitkan oleh bank untuk pihak bea cukai, guna menjamin pembayaran bea masuk atas barang-barang impor yang dimohonkan penangguhan pembayarannya. Untuk garansi dalam

19

(37)

37

37

bentuk penandatanganan kedua dan seterusnya atas surat-surat berharga seperti jaminan dalam pembayaran surat wesel (aval) dan pengalihan hak tagih atas wesel kepada pengganti (endosemen) dengan hak regres yang dapat menimbulkan kewajiban membayar bagi bank apabila pihak yang dijamin cidera janji (wanprestasi). Hak regres merupakan hak untuk menuntut pembayaran wesel oleh pemegang wesel oleh pemegang yang ditolak akseptasi pembayaran weselnya.

Penjelasan tentangjaminan pemeliharaan (Retention Bond), pada waktu penyerahan pertama atau pekerjaan telah mencapai 100% rekanan (Kontraktor) baru menerima pembayaran 95% dari nilai kontrak, sedangkan sisanya sebesar 5% masih ditahan pimpinan proyek dengan maksud agar rekaman dalam masa pemeliharaan wajib melaksanakan perbaikan terhadap kekurangan dari pekerjaan.

Yang dimaksud dengan pemeliharaan adalah masa penyerahan pertama sampai dengan penyerahan kedua. Apabila rekanan menginginkan 100% pembayaran harga borongan pada waktu penyerahan pertama, maka rekanan harus menyerahkan surat jaminan pemeliharaan yang besarnya 5% dari harga kontrak atau borongan.

1.5.2.3. Fungsi dan Manfaat Bank Garansi.

(38)

38

38

pihak, bank garansi mempunyai fungsi tersendiri. Bagi pihak Bank, penerbitan bank garansi merupakan salah satu sumber pendapatan bank. Dari penerbitan bank garansi tersebut, pihak bank memperoleh pendapatan dari provisi, biaya administrasi, serta bunga yang dikenakan. Selain itu, bank juga dapat mengopersikan dana jaminan bank garansi (deposit) yang diserahkan oleh nasabah di bidang perkreditan. Bagi pihak terjamin, bank garansi berfungsi sebagai sarana untuk mendapatkan jaminan kepercayaan bahwa ia akan melaksanakan prestasi sesuai dengan yang telah diperjanjikan. Hal ini berarti bank menunjang nasabah agar bisnis atau kegiatan usahanya berjalan dengan baik dan lancar.

Bagi pihak penerima jaminan, bank garansi berfungsi sebagai suatu jaminan untuk terlaksananya suatu prestasi yang telah diperjanjikan. Bank garansi merupakan jaminan penanggungan atas resiko yang akan timbul apabila debitur melakukan wanprestasi.

(39)

39

39

atau daerah lain menjadi semakin lancar, dan pelaksanaan pembangunan proyek-proyek juga semakin lancar.

1.5.2.4. Syarat Umum Pemberian Bank Garansi.

Bentuk bank garansi yang dibuat oleh bank adalah bentuk tertulis. Ini dimaksudkan untuk memudahkan para pihak, yaitu penjamin dan yang menerima jaminan. Hal-hal yang dimuat dalam garansi bank, adalah :

a. Judul “garansi bank“ atau “Bank Garansi“ b. Nama dan alamat bank pemberi garansi c. Tanggal penerbitan bank garansi

d. Tanggal transaksi antara pihak yang dijamin dan penerima jaminan

e. Jumlah nominal uang yang dijamin oleh bank ;

f. Tanggal mulai berlaku dan berakhirnya garansi bank ; g. Penegasan batas waktu pengajuan klim ;

h. Pernyataan bahwa penjamin (bank) akan memenuhi pembayaran:

i. Dengan terlebih dahulu menyita dan menjual benda-benda si berhutang untuk melunasi hutangnya sesuai dengan ketentuan Pasal 1831 KUHPerdata, atau

ii. Pernyataan bahwa penjamin (bank) melepaskan hak istimewanya untuk menuntut supaya benda-benda si berhutang lebih dahulu disita dan dijual untuk melunasi hutang-hutangnya sesuai dengan Pasal 1832 KUHPerdata.20 Syarat-syarat yang tidak diperkenankan untuk dimasukkan dalam garansi bank adalah :

1. Syarat-syarat yang terlebih dahulu harus dipenuhi untuk berlakunya garansi bank, misalnya garansi bank baru berlaku setelah pihak yang dijamin menyetor sejumlah uang.

2. Ketentuan bahwa garansi bank dapat diubah/dibatalkan secara sepihak, misalnya oleh bank atau pihak yang dijamin.

20

(40)

40

40

1.5.2.5. Dasar Hukum Bank Garansi.

1. Pasal 1820 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1850 KUH Perdata. Ketentuan yang tercantum dalam KUH Perdata ini merupakan ketentuan umum yang mengatur tentang jaminan penanggungan pada umumnya. Apabila dalam ketentuan khusus tidak diatur secara lengkap, maka dapat diacu ketentuan yang bersifat umum (lexgenerale).

2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1992 jo Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan;

3. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 11/110/Kep./Dir/UPPB tentang Pemberian Jaminan oleh Bank dan Pemberian Jaminan oleh Lembaga Keuangan Non Bank. 4. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 23/88/KEP/DIR

tentang pemberian bank garansi tanggal 18 Maret 1991.21 Dengan dikeluarkannya ketentuan - ketentuan baru perihal pemberian bank garansi, maka ketentuan - ketentuan lama yang dimuat dalam Surat Edaran Bank Indonesia yang bertentangan dengan ketentuan tersebut dinyatakan tidak berlaku lagi.

1.5.2.6. Prosedur Pengajuan Bank Garansi.

Seseorang yang menginginkan adanya garansi bank terlebih dahulu ia harus mengetahui syaratnya yaitu ia harus sudah menjadi nasabah dari bank yang akan mengeluarkan bank garansi tersebut, jika ia belum menjadi nasabahnya maka terlebih dahulu ia harus membuka rekening di bank yang bersangkutan, yang juga disyaratkan bahwa (nasabah) tersebut belum pernah tercantum dalam daftar hitam di bank tersebut atau bank- bank yang lain. Ketentuan seperti diatas bisa dimengerti karena apabila seseorang itu namanya telah tercantum didalam daftar hitam

21

(41)

41

41

berarti dia telah pernah melakukan pemalsuan - pemalsuan di bank yang berkaitan dengan transaksi yang dilakukan.

Permohonan bank garansi yang diajukan ke bank oleh nasabah secara tertulis tersebut, harus pula menyebutkan beberapa hal pokok misalnya :

1. Untuk siapa bank garansi tersebut akan digunakan.

2. Untuk keperluan apa bank garansi itu diminta, yang dalam hal ini harus pula dilampirkan surat perintah kerja atau syarat – syarat perjanjian atau surat kontrak kerja yang mendasari permintaan bank garansi tersebut, sesuai dengan aslinya. 3. Jumlah atau besarnya bank garansi yang diinginkan. 4. Jangka waktu berlakunya bank garansi.

5. Perincian dari benda yang akan dijadikan. 6. Tanggungan atau kontra jaminan.22

Setelah mengajukan permohonan dengan beberapa keterangan – keterangan yang dibutuhkan oleh bank, maka pemohon mengisi formulir yang telah disediakan oleh bank dan menanda tanganinya, kemudian menyerahkan kembali ke bank.

Pemohon juga membayar sejumlah uang (sebagai syarat administrasi) dan menyerahkan jaminan kebenaran. Kemudian dalam hal ini, bank akan memperoses permohonan tersebut yang dilaksanakan oleh komite kredit yang berwenang untuk memberikan keputusan. Dan apabila semua data yang disyaratkan oleh bank sudah dipenuhi oleh pemohon dan komite kredit juga telah meyetujuinya maka diputuskan bahwa permohonan itu diterima. Setelah permohonan diterima, maka akan diadakan perjanjian bank garansi/perjanjian penerbitan bank

22

(42)

42

42

garansi yang ditanda tangani oleh kedua belah pihak. Dan setelah syarat administrasi dipenuhi maka akan segera diterbutkan bank garansi.

1.5.3. Tinjauan Umum Tentang Jaminan. 1.5.3.1. Pengertian Jaminan.

Istilah jaminan dikenal juga dengan agunan, terdapat dalam Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Agunan adalah jaminan tambahan diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka mendapatkan fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Agunan dalam kontruksi ini merupakan jaminan tambahan (accesoir). Tujuan agunan adalah untuk mendapatkan fasilitas dari bank. Jaminan ini diserahkan oleh debitur kepada bank. Unsur-unsur agunan yaitu:

1. Jaminan tambahan

2. Diserahkan oleh debitur kepada bank

3. Untuk mendapatkan fasilitas kredit kepada bank. 23

Didalam hukum jaminan itu sendiri mengartikan bahwa hukum jaminan adalah mengatur kontruksi yuridis yang memungkinkan pemberian fasilitas kredit, dengan menjaminkan benda-benda yang dibelinya sebagai jaminan. Peraturan demikian harus cukup meyakinkan dan memberikan kepastian hukum bagi

23 Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, 2004,

(43)

43

43

lembaga-lembaga kredit, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.24

1.5.3.2. Jenis Jaminan.

Menurut KUHPerdata, Jaminan terbagi menjadi dua jenis, yaitu : 1. Jaminan umum

Jaminan dari pihak debitur yang terjadi atau timbul dari undang-undang yaitu bahwa setiap barang bergerak ataupun tidak bergerak milik debitur menjadi tanggungan utangnya kepada kreditur (Pasal 1131 KUHPerdata).

2. Jaminan khusus

Setiap jaminan utang yang bersifat kontraktual yaitu terbit dari perjanjian teretentu baik yg khusus ditujukan terhadap benda-benda teretentu maupun orang teretentu. (Pasal 1132 KUHPerdata). Pada jaminan khusus ini terbagi menjadi 2 jaminan, yaitu :

1) Jaminan Materiil (Kebendaan).

Hak mutlak atas benda yang mempunyai ciri-ciri hubungan langsung atas benda tertentu dapat dipertahankan terhadap siapapun selalu mengikuti bendanya dan dapat dialihkan. Memberikan hak mendahului di atas benda-benda tertentu dan mempunyai sifat melekat dan mengikuti benda yang bersangkutan. Dalam jaminan kebendaan dibedakan menjadi dua, yaitu :

24

(44)

44

44

a. Benda bergerak lembaga jaminannya

1. Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda hak kepemilikannya dialihkan tetap menjadi penguasaan pemilik barang. Jaminan fidusia adalah jaminan kebendaan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud sehubungan dengan hutang piutang antara debitur dan kreditur. Jaminan fidusia diberikan oleh debitur kepada kreditur untuk menjamin pelunasan hutangnya. Dari definisi yang diberikan jelas bahwa fidusia dibedakan dari jaminan fidusia, dimana fidusia merupakan suatu proses pengalihan hak kepemilikan dan jaminan fidusia adalah jaminan yang diberikan dalam bentuk fidusia. (diatur dalam UU No.42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia). 2. Gadai diatur dalam Pasal 1150 KUHperdata yang

(45)

45

45

yang dikeluarkan untuk memelihara benda itu dan biaya-biaya mana yang harus didahulukan.

b. Benda tidak bergerak lembaga jaminannya.

1. Hipotik menurut Pasal 1162 KUHPerdata adalah suatu hak kebendaan atas suatu benda yang tak bergerak bertujuan untuk mengambil pelunasan suatu hutang dari benda itu. Pada Pasal 1168 menyatakan hipotik tidak dapat diletakkan selain oleh siapa yang berkuasa memindahtangankan benda dibebani. Dan pada Pasal 1171 menyatakan hipotik hanya dapat diberikan dengan suatu akta otentik kecuali hal-hal yang dengan tegas ditunjuk oleh Undang-Undang (diatur dalam KUHPerdata 1162).

(46)

46

46

2) Jaminan Imateriil (Perorangan).

Jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada perorangan tertentu, hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu, terhadap harta kekayaan debitur umumnya. Tidak memberikan hak mendahului atas benda-benda tertentu, tetapi hanya dijamin oleh harta kekayaan seseorang lewat orang yang menjamin pemenuhan perikatan yang bersangkutan.

1.5.3.3. Sifat Perjanjian Jaminan.

Pada dasarnya perjanjian kebendaan dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu:

1. Perjanjian Pokok merupakan perjanjian untuk mendapatkan fasilitas kredit dari lembaga perbankan . Contoh perjanjian pokok adalah perjanjian kredit bank.

2. Perjanjian (Accesoir) adalah perjanjian yang bersifat tambahan dan dikaitkan dengan perjanjian pokok. Contoh perjanjian accesoir ini adalah pembebanan jaminan seperti gadai, tanggungan dan fidusia. Jadi sifat perjanjian jaminan adalah perjanjian accesoir yaitu mengikuti perjanjian pokok.25

25

(47)

47

47

1.5.4. Tinjauan Umum Tentang Penanggungan. 1.5.4.1. Pengertian Penanggungan (Borgtocht).

Dalam sistem hukum positif di Indonesia penanggungan hutang, diatur dalam bab ketujuh belas Pasal 1820 - 1850 (termasuk Pasal 1316) KUH Perdata.

Pada perumusan perjanjian penanggungan, yang khas bukannya isi prestasi para pihak, melainkan suatu unsur formal tertentu, yaitu bahwa Borg menjamin pelaksanaan prestasi orang lain. Konsekuensinya ialah isi prestasinya bisa macam-macam, bergantung kepada apa yang berdasarkan perikatan pokok yang dijamin ditinggalkan debitur, tidak dipenuhi, atau berupa janji ganti rugi senilai itu.26

Di dalam KUH Perdata, penanggungan atau borgtocht mempunyai pengaturannya dalam Pasal 1820 KUH Perdata dan selanjutnya, Pasal 1820 Perdata memberikan perumusan penanggungan sebagai berikut.

Penanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang pihak ketiga, guna kepentingan si berpiutang, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya si berutang, manakala orang itu sendiri tidak memenuhinya.

Demikianlah definisi yang diberikan oleh Pasal 1820 KUH Perdata tentang Penanggungan utang, akan diuraikan di bawah ini. Beberapa unsur perumusan yang tampak dan perlu mendapatkan perhatian adalah :

a. penanggungan merupakan suatu perjanjian; b. borg adalah pihak ketiga:

c. penanggungan diberikan demi kepentingan kreditur;

26

(48)

48

48

d. borg mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan debitur, kalau debitur wanprestasi.

e. ada perjanjian bersyarat.

1.5.4.2. Perjanjian Penanggungan adalah Perjanjian Accessoir.

Perjanjian penanggungan merupakan perjanjian accessoir. Hal itu disimpulkan dari ketentuan Pasal 1821 ayat (1) KUH Perdata, yang mengatakan bahwa : Tiada jaminan pribadi, jika tidak ada perikatan pokok yang sah.

Dalam ketentuan tersebut terkandung asas hukum : Tanpa perikatan pokok, tidak ada penanggungan. Kausa (tujuan bersama yang hendak dicapai para pihak) dengan menutup perjanjian penanggungan adalah untuk menjamin pelaksanaan perikatan debitur terhadap kreditur yang ada dalam suatu perjanjian lain. Perjanjian lain yang hendak dijamin pelaksanaannya disebut perjanjian pokok, yang melahirkan perikatan-perikatan pokok. Dengan demikian, kausa perjanjian penanggungan adalah untuk memperkuat perjanjian pokoknya. Hal itu adalah sesuai dengan sifat perjanjian penjaminan, yang bersifat mengikuti perjanjian pokok (accessoir) pada suatu perjanjian pokok.

1.5.4.3. Hapusnya Penanggungan.

Perikatan yang diterbitkan dari penanggungan hapus karena sebab-sebab yang sama, sebagaimana yang menyebabkan berakhirnya perikatan-parikatan lainnya (Pasal 1845 KUH Perdata).27 Namun, di dalamnya tidak disebutkan secara rinci apa

27

(49)

49

49

saja yang menjadi dasar hapusnya penanggungan. Adapun cara-cara berakhirnya perikatan - perikatan itu diatur dalam bab keempat dari Buku III Kitab Undang - Undang Hukum Perdata (Pasal 1381 dan selanjutnya).

Pada umumnya dengan hapusnya perikatan pokok, berdasarkan sifat accessoirnya perjanjian penanggungan juga hapus, kecuali apa yang disebutkan dalam Pasal 1821 ayat (2) KUH Perdata, yang merupakan suatu pengecualian.28

Penanggungan bisa tetap berjalan, sekalipun perikatan pokoknya, atas tuntutan debitur utama berdasarkan ketidakcakapan bertindak dibatalkan. Hal itu dilandasi pemikiran bahwa penanggungan di sini justru diadakan untuk mengatasi kemungkinan pembatalan seperti itu.

1.5.5. Tinjauan Umum Tentang Wanprestasi.

Perikatan yang bersifat timbal balik senantiasa menimbulkan sisi aktif dan sisi pasif. Sisi aktif menimbulkan hak bagi kreditur untuk menuntut pemenuhan prestasi, sedangkan sisi pasif menimbulkan beban kewajiban bagi debitur untuk melaksanakan prestasinya.

Pada situasi normal antara prestasi dan kontra prestasi akan saling bertukar, namun pada kondisi tertentu pertukaran prestasi tidak berjalan sebagaimana mestinya, sehingga muncul peristiwa yang disebut wanprestasi.

28

(50)

50

50

Wanprestasi adalah keadaan apabila seorang debitur tidak melakukan prestasi sama sekali atau melakukan prestasi yang keliru atau terlambat melakukan prestasi, maka dalam hal-hal yang demikian inilah yang disebut seorang debitur melakukan wanprestasi.29

Debitur dinyatakan lalai apabila : a. Tidak memenuhi prestasi. b. Terlambat berprestasi.

c. Berprestasi tetapi tidak sebagaimana mestinya.

Dalam praktek dianggap bahwa wanprestasi itu tidak secara otomatis, kecuali kalau memang sudah disepakati oleh para pihak, bahwa wanprestasi itu ada sejak tanggal yang disebutkan dalam perjanjian dilewatkan.30

Wanprestasi terjadi setelah adanya pernyataan lalai (in mora stelling) dari pihak kreditur kepada debitur. Pernyataan lalai ini bertujuan untuk menetapkan tenggang waktu kepada debitur untuk memenuhi prestasinya dengan sanksi tanggung gugat atas kerugian yang dialami kreditur.31

Dengan adanya wanprestasi, pihak kreditur yang dirugikan sebagai akibat kegagalan pelaksanaan kontrak oleh pihak debitur mempunyai hak gugat dalam upaya menegakkan hak – hak kontraktualnya. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 1267 BW yang menyatakan bahwa :

29

A Qirom Syamsudin, Pokok Pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangannya, Liberty, Yogyakarta,1985, Hal. 26.

30 Ibid., Hal. 27.

31 Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian – Asas Proposionalitas Dalam Kontrak

(51)

51

51

“Pihak yang terhadapnya perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih, memaksa pihak yang lain untuk memenuhi kontrak, jika hal itu masih dapat dilakukan, atau menuntut pembatalan persetujuan, dengan penggantian biaya, kerugian dan bunga.”32

Wanprestasi memberikan akibat hukum terhadap pihak yang melakukannya dan membawa konsekuensi terhadap timbulnya hak pihak yang dirugikan untuk menuntut pihak yang melakukan wanprestasi untuk memberikan ganti rugi, sehingga oleh hukum diharapkan agar tidak ada satu pihak pun yang dirugikan karena wanprestasi tersebut.

Dasar hukum wanprestasi yaitu ada pada Pasal 1238 KUHPerdata:

“Debitur dinyatakan lalai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap Ialai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”.

Dan pada Pasal 1243 KUHPerdata, menyebutkan:

“Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan Ialai, tetap Ialai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan”.

Untuk mengatakan bahwa seseorang melakukan wanprestasi dalam suatu perjanjian, kadang-kadang tidak mudah karena sering sekali juga tidak dijanjikan dengan tepat kapan suatu pihak diwajibkan melakukan prestasi yang diperjanjikan.

Menurut Pasal 1238 KUHPerdata yang menyakan bahwa:

“Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatan sendiri, ialah jika ini menetapkan bahwa si berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”.

32 Republik Indonesia, Kitab Undang – Undang Hukum Perdata : Burgerlijk Wetboek, Pasal

(52)

52

52

Dari ketentuan pasal tersebut dapat dikatakan bahwa debitur dinyatakan wanprestasi apabila sudah ada somasi (in gebreke stelling). Adapun bentuk - bentuk somasi menurut Pasal 1238 KUHPerdata adalah: 1) Surat perintah.

Surat perintah tersebut berasal dari hakim yang biasanya berbentuk penetapan. Dengan surat penetapan ini juru sita memberitahukan secara lisan kepada debitur kapan selambat-lambatnya dia harus berprestasi. Hal ini biasa disebut “exploit juru Sita”.

2) Akta.

Akta ini dapat berupa akta dibawah tangan maupun akta Notaris. 3) Tersimpul dalam perikatan itu sendiri.

Maksudnya sejak pembuatan perjanjian, kreditur sudah menentukan saat adanya wanprestasi.

Dalam perkembangannya, suatu somasi atau teguran terhadap debitur yang melalaikan kewajibannya dapat dilakukan secara lisan akan tetapi untuk mempermudah pembuktian dihadapan hakim apabila masalah tersebut berlanjut ke pengadilan maka sebaiknya diberikan peringatan secara tertulis.

Dalam keadaan tertentu somasi tidak diperlukan untuk dinyatakan bahwa seorang debitur melakukan wanprestasi yaitu dalam hal adanya batas waktu dalam perjanjian (fatal termijn), prestasi dalam perjanjian berupa tidak berbuat sesuatu, debitur mengakui dirinya wanprestasi.33 1.5.6. Tinjauan Umum Tentang Pengadaan Barang Dan Jasa.

Pengadaan barang dan jasa dimulai dari adanya transaksi pembelian/penjualan barang di pasar secara langsung (tunai). Pengadaan

33

(53)

53

53

barang dan jasa dimulai sejak adanya pasar dimana orang dapat membeli dan atau menjual barang. Cara atau metode yang digunakan dalam jual beli barang di pasar adalah dengan cara tawar -menawar secara langsung antara pihak pembeli dengan pihak penjual. Proses tawar - menawar dan proses transaksi jual beli dilakukan secara langsung tanpa didukung dengan dokumen pembelian maupun dokumen pembayaran dan penerimaan barang.

Istilah pengadaan barang dan jasa atau (procurement) diartikan secara luas, mencakup penjelasan dari tahap persiapan, penentuan dan pelaksanaan atau administrasi tender untuk pengadaan barang, lingkup pekerjaan atau jasa lainnya.34 Pengadaan barang dan jasa juga tak hanya sebatas pada pemilihan rekanan proyek dengan bagian pembelian (purchasing) atau perjanjian resmi kedua belah pihak saja, tetapi mencakup seluruh proses sejak awal perencanaan, persiapan, perijinan, penentuan pemenang tender hingga tahap pelaksanaan dan proses administrasi dalam pengadaan barang, pekerjaan atau jasa seperti jasa konsultasi teknis, jasa konsultasi keuangan, jasa konsultasi hukum dan jasa lainnya.

Pengadaan barang dan jasa di pemerintah meliputi seluruh kontrak pengadaan antara pemerintah (departemen pemerintah, badan usaha milik negara dan lembaga negara lainnya) dan perusahaan (baik milik swasta ataupun negara) bahkan perorangan.35

34 Adrian Sutedi, Aspek Hukum Pengadaan Barang Dan Jasa Dan Berbagai

Permasalahannya, Sinar Grafika, Jakarta, 2014, Hal. 4.

35

(54)

54

54

Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah meliputi pengadaan barang, pekerjaan konstruksi, jasa konsultansi dan jasa lainnya. Menurut Perpres No. 54 Tahun 2010, pengertian Pengadaan Barang/Jasa adalah kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi lainnya yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh barang/jasa. Cara untuk penyediaan barang/jasa salah satunya adalah dengan melakukan suatu pelelangan atau tender. Tender atau pelelangan merupakan serangkaian kegiatan untuk menyediakan barang/jasa dengan cara menciptakan persaingan yang sehat antara Penyedia Barang/Jasa yang setara dan memenuhi syarat berdasarkan metode dan tata cara tertentu yang telah ditetapkan dan diikuti oleh pihak-pihak yang terkait secara taat asas sehingga terpilih penyedia terbaik. 1.5.6.1. Prinsip-Prinsip Pengadaan Barang Dan Jasa.

Menurut Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010, prinsip-prinsip yang terkandung dalam proses pengadaan barang dan jasa pada Pasal 5, yaitu :

1. Efisien.

Efisien pengadaan diukur terhadap seberapa besar upaya yang dilakukan untuk memperoleh barang/jasa dengan spesifikasi yang sudah ditetapkan.

2. Efektif.

Efektifitas pengadaan diukur seberapa jauh barang/jasa yang telah diperoleh dari proses pengadaan dapat mencapai spesifikasi yang sudah ditetapkan.

3. Transparan.

(55)

55

55 4. Terbuka.

Pengadaan Barang/Jasa diikuti oleh semua Penyedia Barang/Jasa selama memenuhi kriteria dan persyaratan yang telah ditetapkan.

5. Bersaing.

Setiap Penyedia Barang/Jasa mampu menunjukan persaingan yang sehat untuk mendapatkan tender yang bersedia dengan meningkatkan kualitas dan masing- masing barang yang akan disediakan oleh mereka.

6. Adil/tidak diskriminatif.

Memberi perlakuan yang sama terhadap semua calon Penyedia Barang/Jasa dan tidak mengarah pada pemberian keuntungan pada pihak tertentu.

1.5.6.2. Norma Pengadaan Barang Dan Jasa.

Agar tujuan pengadaan barang dan jasa dapat tercapai dengan baik, maka semua pihak yang terlibat dalam proses pengadaan harus mengikuti norma yang berlaku. Suatu norma baru ada apabila terdapat lebih dari satu orang, karena norma pada dasarnya mengatur tata cara bertingkah laku seseorang terhadap orang lain atau terhadap lingkungannya.

(56)

56

56

undang, peraturan, pedoman, petunjuk dan bentuk produk statuer miliknya.36

1.5.7. Tinjauan Umum Perlindungan Hukum. 1.5.7.1. Pengertian Perlindungan Hukum.

Awal mula dari munculnya teori perlindungan hukum ini bersumber dari teori hukum alam atau aliran hukum alam. Aliran ini dipelopori oleh Plato, Aristoteles (murid Plato), dan Zeno (pendiri aliran Stoic).37 Menurut aliran hukum alam menyebutkan bahwa hukum itu bersumber dari Tuhan yang bersifat universal dan abadi, serta antara hukum dan moral tidak boleh dipisahkan. Para penganut aliran ini memandang bahwa hukum dan moral adalah cerminan dan aturan secara internal dan eksternal dari kehidupan manusia yang diwujudkan melalui hukum dan moral.

Menurut Thomas Aquinas mengatakan bahwa hukum alam adalah ketentuan akal yang bersumber dari Tuhan yang bertujuan untuk kebaikan dan dibuat oleh orang yang mengurus masyarakat untuk disebarluaskan. Eksistensi dam konsep hukum alam selama ini, masih banyak dipertentangkan dan ditolak oleh sebagian besar filosof hukum, tetapi dalam kenyataann justru tulisan-tulisan pakar yang menolak itu, banyak menggunakan paham hukum alam yang kemungkinan tidak disadarinya. Salah satu alasan yang mendasari penolakkan sejumlah filosof hukum

36 Ibid., Hal. 41.

37 Philipus M. Hadjon. Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia , PT. Bina Ilmu,

(57)

57

57

terhadap hukum alam, karena mereka masih mengganggap pencarian terhadap sesuatu yang absolut dari hukum alam, hanya merupakan suatu perbuatan yang sia-sia dan tidak bermanfaat. Terjadi perbedaan pandangan para filosof tentang eksitensi hukum alam, tetapi pada aspek yang lain juga menimbulkan sejumlah harapan bahwa pencarian pada yang “absolut” merupakan kerinduan manusia akan hakikat keadilan. Hukum alam sebagai kaidah yang bersifat “universal, abadi, dan berlaku

mutlak”, ternyata dalam kehidupan modern sekalipun tetap akan

eksis yang terbukti dengan semakin banyaknya orang membicarakan masalah hak asasi manusia (HAM).

(58)

58

58

Perlindungan hukum adalah “perlindungan akan harkat dan

martabat, serta pengakuan terhadap hak-hak asasi anusia yang dimiliki oleh subyek hukum berdasar ketentuan hukum dari kesewenangan”.38

Menurut fitzgerald, teori perlindungan hukum salmond bahwa hukum bertujuan mengintregasikan dan mengkordinasikan berbagai kepentingan dalam masyarakat karena dalam situasi lalu lintas kepentingan, perlindungan terhadap kepentingan tertentu dapat dilakukan dengan cara membatasi berbagai kepentingan dilain pihak.

Kepentingan hukum adalah mengurusi hak dan kepentingan manusia, sehingga hukum memiliki otoritas tertinggi untuk menentukan kepentingan manusia yang perlu diatur dan dilindungi.39

Menurut satijipto raharjo, perlindungan hukum memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia (HAM) yang di rugikan orang lain dan perlindungan itu diberikan pada masyarakat agar dapat menikmati hak-hak yang diberikan oleh hukum.40

Menurut Pjilepus M. bahwa perlindungan hukum bagi rakyat sebagai tindakan pemerintah yang prefentif dan respensif, perlindungan hukum yang prefentif mencegah terjadinya sengketa, yang mengarahkan tindakan pemerintah hati-hati dalam

38 Ibid., Hal. 38. 39 Ibid., Hal. 69. 40

(59)

59

59

pengambilan keputusan berdasar perlindungan yang respentsi bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa termasuk penanganannya di lembaga peradilan.

Menurut Lili Rasjidi dan I.B wisyaputra bahwa hukum dapat difungsikan untuk mewujudkan perlindungan yang sifatnya tidak sekasar adaktif dan fleksibel melainkan juga prediktif. Perlindungan hukum merupakan gambaran bekerjanya sistem hukum mewujudkan tujuan-tujuan hukum, yaitu kemanfaatan keadilan dan kepastian hukum, hakekatnya semua orang berhak mendapat perlindungan hukum.41

Sehingga hukum berfungsi sebagai pelindung kepentingan manusia. Agar kepentingan manusia terlindungi, hukum harus dilaksanakan dan ditegakan seadil-adilnya sehingga terciptanya suatu kepastian hukum. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, damai tetapi dapat terjadi juga karena pelanggaran hukum. Pelanggaran hukum terjadi karena hak-hak subyek hukum terabaikan sehingga meimbulkan konflik atau masalah.

Untuk melindungi kepentingan manusia dari konflik atau masalah dari adanya kesewenangan tersebut, maka diperlukanlah sarana perlindungan hukum dengan tujuan untuk melindungi kepentingan manusia baik sebelum terjadi sengketa dan se

Gambar

Gambar 1. Bentuk hubungan hukum antara kontraktor (applicant) Sumber: Wawancara dengan Ibu Ikha Dhanawati Selaku CSA Bank Garansi Bank  dengan Bank penerbit  Bank Garansi dan kontraktor (applicant) dengan Pemerintah (beneficiary)
Gambar 2. Pembayaran Klaim Bank Garansi Akibat Wanprestasi Terjamin Oleh Bank. Sumber: Wawancara dengan Ibu Ikha Dhanawati Selaku CSA Bank Garansi Bank

Referensi

Dokumen terkait

Cairan minyak yang masuk dari Crude Oil Tank ke dalam Decanter dipisahkan menjadi dua fraksi yaitu fraksi padat dan cair. Fraksi padat yang berbentuk lumpur

From a formal language description called a grammar , ANTLR generates a parser for that language that can automatically build parse trees, which are data

PENTINGNYA LITERASI INFORMASI DALAM MENYONGSONG MEA    Sutartono, FISIP‐UT  sutar@ut.ac.id    

Dalam penelitian ini yang membedakan penelitian saya dengan penelitian terdahulu adalah objek wisata dan juga saya membahas tentang strategi yang dilakukan oleh

Invasi adalah hal atau perbuatan memasuki wilayah negara lain dengan mengerahkan serangan bersenjata dengan tujuan untuk menyerang atau menguasai wilayah Indonesia.

halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara lambung dan usus besarc. Usus halus terdiri dari 3 bagian

(2) Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi mempunyai tugas membantu Kepala Pelaksana dalam hal melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan yang meliputi penyusunan, pelaksanaan

Hasil refleksi siklus I yang dilakukan 2 kali pertemuan diperoleh hasilbahwa pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT)