• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PEMBELAJARAN. pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PEMBELAJARAN. pdf"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PEMBELAJARAN FISIKA UPAYA PENGEMBANGAN KREATIVITAS DAN SIKAP ILMIAH SISWA

(STUDI KASUS DI SMA NEGERI 1 SINGARAJA)

I Putu Widiarta, I Gede Dana Santika, IA Sandra Kartika Putri, I Nengah Edi Budiarta, Ni Komang Sri Pustika Dewi Pembimbing: Prof. Dr. I Wayan Santyasa, M.Si

Jurusan Pendidikan Fisika, FMIPA, UNDIKSHA, 17 Mei 2015 Email: mola.mola.manta@gmail.com

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan upaya guru dalam mengembangkan kreativitas dan skiap ilmiah siswa melalui penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran fisika. Penelitian ini dilaksanakan selama lima bulan pada semester genap Tahun Pelajaran 2014/2015. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif studi kasus. Subjek penelitian ini adalah dua orang guru fisika yang mengajar di kelas XI MIA SMAN 1 Singaraja, yang dipilih secara purposive sampling. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi partisipatif, wawancara semiterstruktur, dan studi dokumen. Analisis data dilakukan secara periodik selama dan setelah pengumpulan data melalui tiga tahapan, yaitu (1) reduksi data, (2) paparan data, serta (3) penarikan simpulan dan verifikasi. Keabsahan data ditentukan melalui uji kredibilitas, transferabilitas, dependabilitas, dan konfirmabilitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran fisika di SMA Negeri 1 Singaraja telah berbasis pendekatan saintifik. Kegiatan menanya tidak terlaksana secara maksimal. Pertanyaan siswa bersifat prosedural, tidak hipotetik pada pengungkapan suatu konsep fisis. Akibatnya, implementasi kegiatan 5M dalam pendekatan saintifik seolah-olah terpisah. Hal ini disebabkan karena guru tidak memberikan apersepsi yang mampu menumbuhkan rasa ingin tahu siswa, disamping karakteristik siswa yang kurang skeptis. Namun demikian, secara teori, kegiatan pembelajaran 5M yang dilakukan guru fisika SMA Negeri 1 Singaraja sebagian besar dinilai telah mampu meningkatkan kreativitas dan sikap ilmiah siswa.

Kata kunci: pendekatan saintifik, pembelajaran fisika, kreativitas, sikap ilmiah

PENDAHULUAN

Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas adalah SDM yang memiliki kesetimbangan hardskill dan softskill yang tinggi. Kreativitas merupakan salah satu komponen hardskill SDM yang dinilai penting di era globalisasi ini. Kreativitas didefinisikan sebagai kemampuan untuk menemukan berbagai variasi solusi baru terhadap suatu permasalahan (Kumari, Pujar, & Naganur, 2014). Bagceci dan Ozyurt (2014) mengungkapkan bahwa dalam rangka menghadapi perubahan aspek kehidupan yang berlangsung sangat cepat di era globalisasi ini, masyarakat harus mampu berpikir kreatif, mampu bertindak dengan cepat dan tepat, mampu menyelesaikan permasalahan dengan efektif, dan mampu

beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi. Sehubungan dengan ini, berbagai sumber mengungkapkan bahwa pengembangan kreativitas siswa dalam dunia pendidikan dewasa ini menjadi hal yang krusial.

(2)

mengelola emosi (softskill). Secara kuantitatif, hasil penelitian tersebut mengungkapkan bahwa 80% kesuksesan manusia dipengaruhi oleh softskill dan 20% dipengaruhi oleh hardskill. Dengan demikian, pengembangan softskill SDM tentu menjadi hal yang penting.

Dalam dunia sains, istilah softskill dikenal dengan sikap ilmiah. Sikap ilmiah merupakan sikap yang melekat pada diri siswa setelah mempelajari sains. Sikap ilmiah dibedakan dari sekadar sikap terhadap sains, karena sikap terhadap sains hanya terfokus pada apakah siswa suka atau tidak suka terhadap pembelajaran sains. Menurut Harlen (dalam Anwar, 2009), terdapat 8 aspek sikap ilmiah, yaitu: sikap ingin tahu, sikap kritis, sikap tekun, sikap kerjasama, sikap jujur, sikap bertanggung jawab, sikap berpikir terbuka, dan sikap disiplin. Berdasarkan paparan diatas, dapat disimpulkan bahwa kreativitas dan sikap ilmiah merupakan dua komponen penting yang perlu dikembangkan dalam pendidikan dalam rangka membangun SDM Indonesia yang berkualitas.

Fakta menunjukkan bahwa sampai saat ini, kreativitas dan sikap ilmiah siswa dalam pembelajaran matematika dan sains masih berada pada tingkatan rendah. Rendahnya aspek kreativitas siswa ini ditunjukkan oleh hasil penelitian Prianggono, et al (2010) terhadap siswa kelas X SMK Negeri 1 Pacitan, di mana dari 122 siswa yang menjadi sampel penelitian, tidak terdapat siswa yang masuk pada tingkat siswa kreatif, baik untuk pemecahan masalah maupun pengajuan masalah pada mata pelajaran matematika. Fakhruddin, et al (2010) mengungkapkan bahwa sikap ilmiah siswa kelas X SMAN 1 Bangkinang Barat pada pembelajaran fisika masih tergolong rendah karena metode pembelajaran yang diterapkan oleh guru masih bersifat ceramah. Rendahnya sikap ilmiah siswa juga

ditemukan oleh Pitafi dan Farooq (2012) dalam penelitiannya terhadap 100 siswa di 10 sekolah berbeda di Kabupaten Rajanpur, Pakistan.

Tingkat kreativitas dan sikap ilmiah siswa dipengaruhi oleh kreativitas tindak guru dalam pembelajaran. Ayverdi, et al (dalam Ceran, Gungoren, & Boyacioglu, 2014), mengungkapkan bahwa guru merupakan orang yang paling berperan terhadap perkembangan kreativitas siswa dalam periode pendidikan formal. Senada dengan pernyataan tersebut, Lee dan Endorgan (dalam Ceran, Gungoren, & Boyacioglu, 2014) menyatakan bahwa karakteristik guru dan metode pengajarannya merupakan faktor penting yang mempengaruhi sikap siswa dan kreativitasnya. Bahan pengajaran, model, dan strategi pengajaran juga memiliki pengaruh positif pada kemampuan berpikir kreatif siswa (Sayan dalam Ceran, Gungoren, & Boyacioglu, 2014). Sayan mengungkapkan bahwa guru yang memiliki karakteristik yang demokratis dalam mengajar, berpengaruh positif terhadap kreativitas siswa. Disamping itu, dinyatakan juga bahwa siswa yang sering melakukan praktikum di laboratorium memiliki tingkat kreativitas yang lebih tinggi dibandingkan siswa yang jarang melakukan praktikum. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa upaya guru dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran sangat berpengaruh terhadap kreativitas dan sikap ilmiah siswa. Dengan demikian, sistem pendidikan nasional seharusnya fokus pada hal ini.

(3)

difokuskan pada pengembangan sikap dan karakter peserta didik. Hal ini dilakukan dengan menerapkan pendekatan saintifik yang menyentuh tiga ranah dalam pembelajaran, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Pendekatan saintifik dalam pembelajaran dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif membangun konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati, merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang ditemukan. Pembelajaran berbasis pendekatan saintifik memberikan hasil pembelajaran yang lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran tradisional. Hasil penelitian membuktikan bahwa pada pembelajaran tradisional, retensi informasi dari guru sebesar 10% setelah lima belas menit dan perolehan pemahaman kontekstual sebesar 25%. Sedangkan pada pembelajaran berbasis pendekatan saintifik, retensi informasi dari guru sebesar lebih dari 90% setelah dua hari dan perolehan pemahaman kontekstual sebesar 50-70% (Kemendikbud, 2013). Berdasarkan hal tersebut, maka dalam Kurikulum 2013, pemerintah mewajibkan penerapan pendekatan saintifik pada semua mata pelajaran.

SMA Negeri 1 Singaraja merupakan salah satu SMA berakreditas sangat baik di Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali, dan merupakan salah satu sekolah pengembangan Kurikulum 2013. Selama dua tahun penerapan Kurikulum 2013 di sekolah ini, belum ada data yang menginformasikan bagaimana upaya guru fisika dalam menerapkan pendekatan saintifik, khususnya yang terkait dengan pengembangan kreativitas dan sikap ilmiah siswa. Oleh karena itu, digagas sebuah penelitian yang

berjudul “Pendekatan Saintifik Kurikulum

2013 dalam Pembelajaran Fisika: Upaya Pengembangan Kreativitas dan Sikap Ilmiah Siswa (Studi Kasus Di SMA Negeri 1

Singaraja)”.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Singaraja. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara

purposive sampling dengan dasar

pertimbangan (1) SMA Negeri 1 Singaraja telah menerapkan Kurikulum 2013; (2) SMA Negeri 1 Singaraja terkenal sebagai sekolah favorit, sehingga peneliti ingin mengungkap profesionalisme guru dalam mengembangkan kreativitas dan sikap ilmiah siswa melalui penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran fisika; (3) SMA Negeri 1 Singaraja terkenal sebagai sekolah favorit, sehingga peneliti ingin mengungkap tingkat kreativitas dan sikap ilmiah siswa di sekolah tersebut; dan (4) lokasi SMA Negeri 1 Singaraja dekat dengan tempat tinggal peneliti dan kampus UNDIKSHA, sehingga penggunaan waktu, tenaga, dan biaya dapat diminimalisir. Data penelitian ini adalah (1) transkrip dan catatan lapangan dari hasil pengamatan serta refleksi terhadap pembelajaran yang dilakukan guru, (2) transkrip wawancara dengan guru berupa alasan-alasan yang melatarbelakangi pembelajaran yang dilakukannya, dan (3) data triangulasi berupa hasil wawancara dengan siswa terkait upaya guru dalam mengembangkan kreativitas dan sikap ilmiah siswa melalui pendekatan saintifik dalam pembelajaran fisika.

(4)

berikutnya adalah melakukan analisis secara kolektif. Analisis data dilakukan sepanjang penelitian dan dilakukan secara terus menerus dari awal sampai akhir penelitian. Analisis dilakukan dalam 3 tahap, yaitu (1) analisis sebelum di lapangan; (2) analisis selama peneliti masih berada di lapangan; (3) analisis setelah pengumpulan data berakhir

(Sugiyono, 2008). Pada setiap tahapan tersebut, terdapat tiga sub tahapan analisis data yang dilakukan, yaitu (1) tahap reduksi data, (2) tahap paparan data, dan (3) tahap verifikasi data serta penarikan simpulan. Keabsahan data ditentukan melalui uji kredibilitas, transferabilitas, dependabilitas, dan konfirmabilitas.

HASIL PENELITIAN

Implementasi Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran Fisika di SMA Negeri 1 Singaraja

Implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran fisika di SMA Negeri 1 Singaraja dipaparkan berdasarkan transkrip observasi pembelajaran dan transkrip wawancara dengan guru dan siswa. Penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran fisika oleh Guru A adalah sebagai berikut. Kegiatan menanya dilakukan oleh siswa ketika tidak paham suatu materi dan guru merespon dengan positif. Kegiatan menanya juga dilakukan ketika siswa mengalami kendala saat praktikum. Guru sering memberikan permasalahan kontekstual untuk memancing siswa bertanya. Guru juga sering menampilkan gambar yang menarik. Dalam memecahkan masalah, siswa sering mengalami kebingungan, sehingga harus bertanya kepada guru. Kegiatan mengamati diupayakan guru dengan memberikan gambar-gambar fenomena fisis, kemudian menugaskan siswa untuk fenomena tersebut. Pada saat praktikum, siswa secara langsung ditugaskan untuk mengamati proses pengambilan data praktikum. Siswa mengungkapkan bahwa kegiatan mengamati dilakukan hanya dengan mengamati fenomena dalam bentuk gambar. Guru A mengungkapkan bahwa kegiatan mengamati difasilitasi dengan pemberian LKS yang memuat fenomena-fenomena fisis dalam kehidupan keseharian siswa.

Berdasarkan pengamatan peneliti di lapangan, kegiatan mengumpulkan informasi dilakukan siswa melalui buku dan internet. Guru memberikan kebebasan bagi siswa untuk menggunakan internet agar materi yang diketahui siswa tidak hanya berasal dari guru dan buku saja. Kegiatan mengumpulkan informasi juga dilakukan melalui praktikum. Siswa mengakui sering menggunakan internet dan buku lain sebagai sumber belajar, namun materi yang diperoleh tersebut dipilah-pilah dan tidak langsung dijiplak. Kegiatan mengkomunikasikan tidak selalu dilakukan dengan cara presentasi. Kegiatan mengkomunikasikan dilakukan melalui kegiatan menyampaikan pendapat. Siswa mengatakan bahwa untuk pelajaran fisika, siswa jarang ditugaskan untuk melakukan presentasi. Berdasarkan pengamatan peneliti, kegiatan presentasi belum pernah dilaksanakan, tetapi siswa terlihat antusias dalam menyampaikan pendapat ketika diskusi kelompok dan diskusi kelas. Kegiatan mengasosiasi dilakukan dengan menganalisis LKS diskusi kelompok dan hasil data praktikum. Ketika pembelajaran tidak dilakukan melalui praktikum, kegiatan mengasosiasi dilakukan dengan menganalisa permasalahan yang diberikan oleh guru dalam LKS.

(5)

Kegiatan menanya dilakukan oleh siswa ketika mereka tidak mengerti konsep atau materi yang dijelaskan oleh guru. Ketika mengalami kesulitan, siswa melakukan diskusi kelompok terlebih dahulu, dan akan ditanyakan lebih lanjut kepada guru ketika permasalahan tersebut tidak dapat dipecahkan. Kegiatan mengamati dilakukan dengan demonstrasi guru-siswa, dengan menggunakan media slinki dan tali untuk mengamati gelombang transversal dan longitudinal. Kegiatan mengamati juga diupayakan melalui penayangan gambar fisik gelombang. Siswa membetulkan bahwa sering terjadi pengamatan dengan melakukan

percobaan. Aspek mengumpulkan informasi dilakukan melalui praktikum, demonstrasi, dan membaca buku. Kegiatan mengasosiasi dilakukan Guru B dengan menugaskan siswa untuk menganalisis data yang praktikum serta menjawab soal-soal latihan pada buku. Kegiatan mengkomunikasikan dilakukan oleh Guru B dengan menunjuk siswa untuk mengajukan pendapat dan mempresentasikan hasil analisis data praktikum. Hasil studi terhadap dokumen RPP Guru B menunjukkan bahwa penerapan kegiatan saintifik dalam pembelajaran yang dilakukannya telah sesuai dengan RPP yang dibuat.

Upaya Guru dalam Mengembangkan Kreativitas Ilmiah Siswa melalui

Implementasi Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran Fisika

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan Guru A, pengembangan kreativitas ilmiah siswa diupayakan melalui pemberian permasalahan-permasalahan yang menarik. Terhadap materi yang dapat dibuatkan proyek, siswa ditugaskan untuk membuat proyek. Sedangkan untuk materi yang abstrak, pengembangan kreativitas dilakukan dengan menugaskan siswa untuk membuat makalah. Pengembangan kreativitas siswa juga dilakukan melalui praktikum, di mana untuk praktikum sederhana, siswa ditugaskan membuat sendiri alat dan bahan praktikum. Guru A meyakini bahwa pengembangan kreativitas ilmiah siswa dapat dilakukan dengan menerapkan pendekatan saintifik. Menurut Guru A, penerapan kegiatan 5M dalam pembelajaran akan mengarah pada pengembangan kreativitas siswa. Misalnya, dalam praktikum Melde, siswa akan bertanya berapa massa yang cocok digunakan dan bagaimana cara merangkai alat. Dengan adanya rasa ingin tahu tersebut, siswa akan mampu untuk berpikir kreatif. Guru A memahami bahwa

kegiatan 5M dalam pendekatan saintifik merupakan hal yang sangat penting dalam mengembangkan kreativitas siswa karena kelima hal tersebut saling berkaitan

Guru A mengembangkan kreativitas siswa dengan cara memberikan pertanyaan

open-ended, yaitu pertanyaan yang

mengandung banyak jawaban benar (Suherman dalam Fardah, 2012). Ketika terdapat siwa yang memberikan jawaban yang nyeleneh, Guru A menanggapi dengan positif, dengan tidak memberikan jawaban secara langsung, melainkan melaluli klu-klu tertentu, sehingga akan memotivasi siswa untuk berdiskusi.

(6)

berusaha terlebih dahulu, guru hanya memberikan klu-klu saja. Hal ini dilakukan untuk membiasakan siswa berpikir kreatif, tidak selalu bergantung pada guru. Guru A mengungkapkan bahwa siswa yang dapat menemukan jawaban secara mandiri akan memiliki retensi ingatan yang lebih lama. Berdasarkan paparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa Guru A telah mengembangkan kreativitas ilmiah siswa. Pengembangan kreativitas ini dilakukan dengan memberikan tugas proyek, makalah, memberikan pertanyaan open-ended, tidak menanggapi langsung pertanyaaan yang diajukan siswa, melainkan memberikan dan menuntun siswa untuk memecahkan masalahnya serta menanggapi dengan sabar siswa yang mengajukan pendapat nyeleneh.

Pengembangan kreativitas ilmiah siswa oleh Guru B dilakukan dengan memberikan praktikum setelah materi yang diajarkan berakhir. Guru B juga menyuruh siswa membuat alat praktum sendiri. Guru B jarang memberikan ulangan yang bersifat objektif.

Sebagian besar soal yang diberikan adalah soal uraian. Kalaupun soal yang diberikan adalah pilihan ganda, pasti jawaban dari soal itu harus dilengkapi dengan cara. Hal ini dilakukan agar siswa dapat mengembangkan kreativitasnya dalam menjawab soal serta meminimalisir terjadinya kegiatan mencontek. Guru B memotivasi siswa dengan memberikan nilai tambahan bagi siswa yang berani mengungkapkan pendapat. Guru B sering mengaitkan materi pelajaran yang dilakukan dengan kehidupan keseharian siswa. Hal ini membantu memudahkan siswa berpikir kreatif karena fakta-fakta yang ada di lapangan akan membantu siswa untuk memecahkan masalah. Berdasarkan paparan tersebut, dapat dijelaskan bahwa upaya Guru B dalam mengembangkan kreativitas siswa tidak jauh berbeda dengan upaya Guru A. Namun demikian, Guru B lebih menggunakan lingkungan sebagai objek untuk memudahkan pengembangan kreativitas ilmiah siswa.

Upaya Guru dalam Mengembangkan Sikap Ilmiah Siswa Melalui Implementasi Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran Fisika

Upaya guru dalam mengembangkan sikap ilmiah siswa melalui implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran fisika di SMA Negeri 1 Singaraja dipaparkan berdasarkan transkrip observasi pembelajaran dan transkrip wawancara dengan guru dan siswa. Guru A mengungkapkan bahwa pengembangan sikap ilmiah dalam pembelajaran fisika sangat penting. Guru A menegaskan bahwa pendekatan saintifik dapat mengembangkan sikap ilmiah siswa karena sikap ilmiah, kreativitas ilmiah, dan pendekatan saintifik memiliki keterkaitan. Ketika melaksankan pendekatan saintifik, maka sikap ilmiah akan langsung terlaksana

(7)

tersebut di internet untuk memuaskan rasa ingin tahunya.

Pengembangan sikap tekun siswa tidak dilakukan guru secara langsung. Guru mengatakan bahwa dengan memberikan gambar yang menarik, maka siswa akan tertarik untuk mencari tahu dan menjadi kritis. Dengan demikian, secara tidak langsung siswa akan tekun mengeksplorasi berbagai sumber untuk memperoleh informasi. Membiasakan siswa untuk bekerjasama dilakukan dengan membagi siwa menjadi kelompok heterogen agar siswa saling bertukar informasi. Guru mengajarkan sikap jujur kepada siswa dengan tidak mencontek ketika ulangan. Siswa yang ketahuan mencontek akan diberikan nilai nol. Hal tersebut dibenarkan oleh siswa ketika dilakukan wawancara. Sikap tanggungjawab dikembangkan dengan menugaskan siswa mengumpulkan tugas secara tepat waktu. Sikap displin dikembangkan dengaan tidak mengijinkan siswa makan di kelas ketika pembelajaran berlangsung dan tidak mengijinkan siswa untuk mengikuti pelajaran jika telat tanpa alasan yang logis.

Upaya pengembangan sikap ilmiah yang dilakukan oleh Guru B hampir sama dengan yang dilakukan oleh Guru A. Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada siswa yang diajar Guru B, didapatkan informasi bahwa Guru B sangat tegas dan disiplin, sehingga siswa tidak berani bercanda ataupun tidak menuruti perintah guru. Namun demikian, berdasarkan observasi, ketika guru melontarkan sebuah pertanyaan, terdapat siswa yang menjawab dengan kurang serius. Untuk mengembangkan rasa ingin tahu dan sikap kritis siswa, guru memberikan pertanyaan-pertanyaan pancingan serta memberikan contoh nyata, sehingga siswa lebih mudah untuk berimajinasi. Sikap disiplin dan jujur siswa dikembangkan dengan mengawasi ulangan secara ketat. Guru B ditemukan

berhasil membangun sikap ingin tahu siswa. Hal itu ditunjukan dari banyaknya siswa yang ingin memperagakan alat yang dibawanya. Sikap terbuka juga berhasil dikembangkan oleh guru. Siswa ditemukan berani mengungkapkan pendapatnya serta menyampaikan kesulitan yang dialami ketika belajar.

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan, dapat dijelaskan bahwa sebagian besar aspek pendekatan saintifik telah dilaksanakan dengan baik oleh guru. Terdapat beberapa bagian yang tidak dapat dilakukan akibat keterbatasan alokasi waktu pembelajaran. Namun demikian, guru telah menerapkan strategi tertentu agar inti dari pembelajaran dapat terlaksana dengan baik.

Kegiatan mengamati dan

mengkomunikasikan dalam pendekatan saintifik sebagian besar telah terlaksana. Permasalahan yang ditemukan adalah rendahnya kualitas pelaksanaan kegiatan menanya, mencoba, dan menalar dalam pendekatan saintifik.

(8)

kepada objek yang abstrak berkenaan dengan fakta, konsep, prosedur, atau pun hal lain yang lebih abstrak, pertanyaan yang bersifat faktual sampai kepada pertanyaan yang bersifat hipotetik. Sampai situasi tersebut, siswa masih memerlukan bantuan guru untuk mengajukan pertanyaan sampai ke tingkat di mana siswa mampu mengajukan pertanyaan secara mandiri. Melalui kegiatan bertanya tersebut, dikembangkan rasa ingin tahu siswa. Semakin siswa terlatih dalam bertanya, rasa ingin tahu siswa semakin dapat dikembangkan. Pertanyaan tersebut menjadi dasar untuk mencari informasi yang lebih lanjut dan beragam dari sumber yang ditentukan guru sampai dengan sumber yang ditentukan sendiri oleh siswa dan dari sumber yang tunggal sampai sumber yang beragam. Tindak lanjut dari bertanya adalah menggali dan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber melalui berbagai cara. Untuk itu, siswa dapat ditugaskan membaca buku atau mengakses internet, memperhatikan fenomena atau objek yang lebih teliti, atau bahkan melakukan eksperimen. Dari kegiatan tersebut, terkumpul sejumlah informasi. Informasi tersebut menjadi dasar bagi kegiatan berikutnya, yaitu mengasosiasi informasi untuk menemukan keterkaitan satu informasi dengan informasi lainnya, menemukan pola dari keterkaitan informasi, dan bahkan mengambil berbagai kesimpulan dari pola yang ditemukan. Kegiatan terakhir adalah menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan dalam kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan, dan menemukan pola tersebut. Hasil tersebut disampikan di kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil belajar peserta didik atau kelompok peserta didik tersebut.

Berdasarkan alur tersebut, maka yang harus dilakukan guru pada kegiatan pendahuluan adalah memberikan apersepsi yang menarik agar siswa menyadari manfaat

materi yang akan dipelajari. Dengan demikian, rasa ingin tahu siswa akan merangsang siswa untuk bertanya, mengajukan hipotesis, mengumpulkan

informasi, menalar, dan

mengkomunikasikan. Kegiatan mengamati yang diberikan harus sesuai dengan kenyataan dalam kehidupan keseharian siswa, tidak hanya sebatas imajinasi. Oleh karena itu, guru setidaknya harus menampilkan gambar dan video atau mengajak siswa mengamati fenomena riil di lingkungan sekitar. Namun, kenyataannya guru belum melaksanakan hal tersebut, sehingga kegiatan menanya sebagian besar didominasi oleh guru. Kegiatan menanya yang dilakukan siswa hanya sebatas pertanyaan prosedural tentang teknis mengerjakan LKS dan teknis melakukan praktikum. Siswa tidak mengajukan pertanyaan hipotetik yang mengarah pada pengungkapan suatu konsep, sehingga kegiatan mengumpulkan informasi, menalar, dan mengkomunikasikan yang dilakukan siswa seolah-olah terpisah, tidak berhubungan satu sama lainnya. Keterbatasan waktu pembelajaran merupakan penyebab utama permasalahan ini. Alokasi waktu pembelajaran untuk setiap pertemuan tidak dapat digunakan untuk menerapkan pendekatan saintifik secara ideal. Hal ini diperparah oleh banyaknya materi pembelajaran yang harus diselesaikan oleh guru, sehingga guru tergesa-gesa dalam melaksanakan pembelajaran. Akibatnya, sebagian besar pelaksanaan pembelajaran didominasi oleh guru. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran 5M seolah-olah hanya sebatas formalitas.

As’ari (2014) menjelaskan bahwa

terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan guru untuk membiasakan siswa mengajukan pertanyaan hipotetik. Cara-cara tersebut adalah sebagai berikut. (1) Questioning

(9)

dimulai, siswa diminta untuk menuliskan pertanyaan. Guru dapat mengondisikan agar pertanyaan yang dibuat siswa sesuai dengan materi yang sedang dibahas. (2) Questioning

Appraisal. Pemberian penghargaan kepada

siswa yang memiliki kuantitas dan kualitas pertanyaan investigatif yang baik. Dengan begitu, siswa mempersepsi kegiatan menanya sebagai suatu kegiatan yang bermanfaat. (3)

Completing what if or what if not questions.

Siswa diberi tugas untuk melengkapi pertanyaan yang dimulai dengan kata-kata

“what if” yang berarti “Bagaimana kalau”

atau kata “what if not” yang berarti

“bagaimana kalau tidak”.

Ketika siswa mengerjakan tugas, siswa perlu didampingi oleh guru. Guru perlu memantau kemajuan belajar yang telah dicapai. Guru perlu memantapkan pemahaman siswa terhadap apa yang dikerjakan dan dihasilkan dengan mempertanyakan proses dan hasil kerjanya. Guru perlu memberikan umpan balik kepada siswa agar siswa juga berhasil memahami dengan baik materi yang dipelajarinya. Guru perlu mendorong siswa untuk mengembangkan potensi kreatifnya sehingga siswa belajar secara optimal. Karena itu, guru perlu belajar bagaimana mendampingi belajar siswanya secara lebih baik. Guru tidak boleh duduk ketika siswanya sedang bekerja. Guru harus berada di samping dan memotivasi siswa belajar (ing madya

mangun karso), memantau apa yang telah

dikerjakan siswa, mempertanyakan asal usul pekerjaan siswa tersebut, meminta mereka memeriksa kembali kebenaran dari arah pekerjaan, proses, dan hasilnya, serta memberikan petunjuk singkat tentang apa yang mungkin bisa dikembangkan lebih jauh.

Pembelajaran berbasis pendekatan saintifik juga memberi kesempatan kepada guru untuk mendorong terbentuknya karakter sebagaimana diharapkan dalam kompetensi inti 1 dan 2. Ketika siswa mengamati, kalau

siswa dibiasakan untuk mencatat hasil pengamatannya dengan jujur, maka karakter jujur lama kelamaan akan terbentuk. Ketika siswa dibiasakan untuk jeli dan cermat dalam menggali informasi lebih jauh, karakter jeli dan cermat juga akan terbentuk. Ketika siswa dibiasakan untuk santun dalam mengomunikasikan ide dan mendengarkan orang lain mengomunikasikan idenya, maka karakter santun pun akan terbentuk dengan sendirinya.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil temuan, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran fisika di SMA Negeri 1 Singaraja telah berbasis pendekatan saintifik. Kegiatan menanya tidak terlaksana secara maksimal. Pertanyaan siswa bersifat prosedural, tidak hipotetik pada pengungkapan suatu konsep fisis. Akibat hal tersebut, implementasi kegiatan 5M dalam pendekatan saintifik seolah-olah terpisah. Hal ini disebabkan karena guru tidak memberikan apersepsi yang mampu menumbuhkan rasa ingin tahu siswa, disamping karakteristik siswa yang kurang skeptis. Namun demikian, secara teori, kegiatan pembelajaran 5M yang dilakukan guru fisika SMA Negeri 1 Singaraja sebagian besar dinilai telah mampu meningkatkan kreativitas dan sikap ilmiah siswa.

SARAN DAN IMPLIKASI

Berdasarkan hasil temuan dari penelitian ini, berikut dipaparkan beberapa saran implikasi hasil temuan tersebut. Bagi

guru, (1) kegiatan menanya dalam

pendekatan saintifik yang dilakukan siswa belum maksimal, pertanyaan siswa tidak hipotetik. Oleh karena itu, guru harus melatih siswa untuk bersikap skeptis dengan teknik

questioning breakfast, questioning appraisal,

dan completing what if and what if not

(10)

mengembangkan pengetahuan tentang pendekatan saintifik dengan membaca berbagai literatur, serta aktif mengikuti pelatihan, seminar, diklat, dan workshop; dan (3) guru harus selalu mengembangkan kompetensi keguruannya, yang meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi sosial, dan kompetensi kepribadian, sebagai upaya peningkatan kualitas implementasi pendekatan saintifik. Bagi pemerintah, untuk mendukung kegiatan pembelajaran fisika yang efektif dan bermakna, pemerintah hendaknya (1) mengevaluasi kesesuaian alokasi waktu pembelajaran dengan jumlah materi pembelajaran; (2) melakukan supervisi akademik secara holistik; dan (3) menyiapkan fasilitas pendukung proses pembelajaran, seperti alat peraga, alat dan bahan praktikum, serta sumber belajar buku dan internet.

UCAPAN TERIMAKASIH

Terimakasih kami ucapkan kepada Kepala SMAN 1 Singaraja, Kepala SMAN 4 Singaraja, Kepala SMAN 1 Kubutambahan, Kepala SMAN 1 Seririt, Kepala SMA Bhaktiyasa Singaraja, dan Kepala SMA Lab Undiksha atas ijin yang diberikan untuk mengambil data di sekolah yang dipimpinnya. Terimakasih juga kami ucapkan kepada guru dan siswa responden, Prof. Dr. I Wayan Santyasa, M.Si selaku pembimbing, serta kepada DIKTI yang telah membiayai pelaksanaan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, H. 2009. Penilaian sikap ilmiah dalam pembelajaran sains. Jurnal

Pelangi Ilmu. 2(5): 103-114.

As’ari, A. R. 2014. Berbagai permasalahan

pembelajaran matematika dalam Kurikulum 2013 dan upaya

mengatasinya. Seminar Nasional Solusi Problematika Implementa si Kurikulum 2013 untuk Mewujudkan Pembelajaran

yang Berkualitas, 16 Maret 2014.

Bagceci, B. & Ozyurt, M. 2014. A research on relationship between the sbs exam success and creativity level of 8 grade private school student. Research on

Humanities and Social Sciences. 4(1):

33-41.

Ceran, S. A., Gungeron, S. C., & Boyacioglu, N. 2014. Determination of scientific creativity levels of middle school students and perception through their teachers. International Association of

Social Science Research. 19(1): 47-53.

Fakhruddin, Elprina, E., & Syahril. 2010. Sikap ilmiah siswa dalam pembelajaran fisika dengan penggunaan media komputer melalui model kooperatif tipe STAD pada siswa kelas x3 SMA Negeri Bangkinang Barat. Jurnal

Geliga Sains. 4(1): 18-22.

Hu, W., & Adey, P. 2002. A scientific creativity test for secondary school students. International Journal of

Science Education. 24(2): 389-403.

Kemendikbud. 2013. Konsep pendekatan saintifik dalam kurikulum 2013. Diklat

Guru Online.

Kumari, P., Pujar, L., & Naganur, S. 2014. Creative thinking ability among high school children. IOSR Journal of Humanities and Social Science

(IOSR-JHSS). 19 (1): 30-32.

Pitafi, A. I., & Farooq, M. 2012. Measurement of scientific attitude of secondary school student in Pakistan.

Academic Research International. 2(2):

379-392.

Prianggono, A., Riyadi, & Triyanto. 2010. Analisis proses berpikir kreatif siswa SMK dalam pemecahan dan pengajuan masalah matematika pada materi persamaan kuadrat. Jurnal Geliga Sains.

Sugiyono. 2008. Metode penelitian

kuantitatif, kualitatif, dan R&D.

Referensi

Dokumen terkait

Sebagai contoh; keluarga mengambil tindakan untuk pemasungan dikarenakan kuatir anggota keluarganya yang mengalami gangguan jiwa akan pergi dan tidak tahu jalan pulang

Untuk mencapai critical mass yang dibutuhkan dan mengejar kemampuan yang setara dengan negara-negara tetangga dan negara industri di Asia Pasifik, jumlah sarjana MiPA

Dukungan Dana Dalam APBD Kabupaten Manggarai Bagi Calon Kabupaten Manggarai Timur, Surat Bupati Kabupaten Manggarai Nomor Pem.135/22/I/2006 tanggal 23 Januari 2006

Analisis uji hipotesis asosiatif didapatkan f hitung model pembelajaran STM terhadap kemampuan kognitif adalah 5,860 > 3,19, karena f hitung jatuh pada penerimaan Ha atau

“ Analisis laporan keuangan merupakan suatu proses yang penuh pertimbangan dalam rangka membantu mengevaluasi posisi keuangan dan hasil operasi perusahaan pada

Selain itu, sebagian penduduk Bengkulu beranggapan bahwa kera-kera yang berada yang berada di Keramat Riak itu adalah para penggawa dan Raja Riak Bakau yang telah berbuat jahat

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan pemahaman konsep sifat – sifat cahaya melalui penerapan pendekatan Somatis, Auditori, Visual, dan Intelektual (SAVI) pada siswa

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis sektor perekonomian dan sub sektor pertanian yang menjadi sektor/sub sektor basis di Kabupaten Demak, untuk