• Tidak ada hasil yang ditemukan

Etika siswa terhadap guru (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Etika siswa terhadap guru (1)"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH HADITS TARBAWI

HADITS TENTANG ETIKA SISWA

TERHADAP GURU

“Ditujukan untuk memenuhi tugas”

Mata Kuliah

: Hadits Tarbawi

Dosen

:

H.M.Zaini Al-Luthfi.MA

Jurusan

: Tarbiyah - PAI (III-B)

Di susun Oleh

Kelompok 9 ( Sembilan

)

- Sri Kurniati

- Fatimah Zahra

- Rubiatik

- Sri Widya Astuti

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM JAM’IYAH

MAHMUDIYAH TANJUNG PURA - LANGKAT

(2)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang maha Esa atas ridho dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Makalah ini dengan penuh keyakinan serta usaha maksimal. Semoga dengan terselesaikannya tugas ini dapat memberi pelajaran positif bagi kita semua.

Selanjutnya penulis juga ucapkan terima kasih kepada bapak dosen H.M.Zaini Al-Luthfi.MA mata kuliah Hadis Tarbawi yang telah memberikan tugas Makalah ini kepada kami sehingga dapat memicu motifasi kami untuk senantiasa belajar lebih giat dan menggali ilmu lebih dalam khususnya mengenai “Etika Siswa terhadap Guru” sehingga dengan kami dapat menemukan hal-hal baru yang belum kami ketahui.

Terima kasih juga kami sampaikan atas petunjuk yang di berikan sehingga kami dapat menyelasaikan tugas Makalah ini dengan usaha semaksimal mungkin. Terima kasih pula atas dukungan para pihak yang turut membantu terselesaikannya laporan ini, ayah bunda, teman-teman serta semua pihak yang penuh kebaikan dan telah membantu penulis.

(3)

Tanjung Pura,Desember, 2016

Tim Penyusun

Kelompok 9 (Sembilan)

(4)

KATA PENGANTAR...i

DAFTAR ISI...ii

BAB I...1

PENDAHULUAN...1

A. Latar Belakang...1

B. Rumusan Masalah...1

C. Tujuan Pembahasan...1

BAB II...2

PEMBAHASAN...2

A. Pengertian Etika...2

B. Pengertian Guru dan Siswa...2

C. Etika siswa terhadap guru...3

D. Hadis Tentang Etika Siswa terhadap Guru...4

BAB III...12

PENUTUP...12

A. Kesimpulan...12

(5)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Etika / akhlak merupakan salah satu prosedur dalam pembelajaran, Dalam menjalin hubungan antar sesama manusia harus dilandasi dengan ahlakul karimah, Dalam pengertian filsafat islam etika/akhlak ialah salah satu hasil dari iman dan ibadat, bahwa iman dan ibadat manusia tidak sempurna kecuali kalau timbul etika/akhlak yang mulia dan muamalah yang baik tarhadap Allah dan MakhlukNya.

Dalam lingkungan pendidikan, peserta didik merupakan suatu subyek dan obyek pendidikan yang memerlukan bimbingan dari orang lain untuk memebnatu mengarahkannya mengembangkan potensi yang dimliki serta membimbinnya menuju kedewasaan. Oleh karena itu peserta didik / murid sebagai pihak yang diajar, dibina dan dilatih untuk dipersiapkan menjadi manusia yang kokoh iman dan islamnya harus mempunyai etikadan berakhlakul kariamah baik kepada guru maupun maupun dengan yang lainnya.

B.Rumusan Masalah

a. Apa pengertian etika?

b. Apa pengertian siswa dan Guru?

c. Bagaimana etika siswa terhadap guru?

(6)

C.Tujuan Pembahasan

a. Untuk mengetahui apa pengertian etika

b. Untuk mengetahui pengertian siswa dan Guru

c. Untuk mengetahui etika siswa terhadap guru

(7)

BAB II

PEMBAHASAN

A.Pengertian Etika

Pengertian Etika (Etimologi), berasal dari bahasa Yunani adalah “Ethos”, yang berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan moral yang merupakan istilah dari bahasa Latin, yaitu “Mos” dan dalam bentuk jamaknya “Mores”, yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan), dan menghindari hal-hal tindakan yang buruk.Etika dan moral lebih kurang sama pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan, yaitu moral atau moralitas untuk penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika adalah untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku.1

B.Pengertian Guru dan Siswa

a. Pengertian Guru

Dalam literatur kependidikan Islam, kata guru sering juga dikatakan dengan ustadz, mu’allim, murabbiy,mudarris dan muaddib. Sedangkan menurut Muhammad Ali al-Khuli dalam kamusnya “Dictionary of Education; English-Erobic”, kata “guru” disebut juga dengan mu’allim dan mudarris.

Kata “uztadz” biasa digunakan untuk memanggil seorang profesor. Ini mengandung makna bahwa seorang guru dituntut untuk komitmen terhadap profesionalisme dalam mengemban tugasnya. Seorang dikatakan profesional, bilamana pada dirinya melihat sikap dedikatif yang tinggi terhadap tugasnya, sikap komitmen terhadap mutu proses dan hasil kerja, serta sikap continous improvemen, yaitu selalu berusaha memperbaiki dan memperbaharui model-model atau cara kerjanya sesuai dengan tuntutan zamannya. Yang dilandasi oleh

(8)

kesadaran yang tinggi bahwa tugas mendidik adalah tugas menyiapkan generasi penerus yang akan hidup pada zamannya di masa depan.

b. Pengertian siswa

Kata “murid” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai pengertian orang yang sedang berguru.16 Menurut Ahmad Warson Al- Munawwir dalam kamusnya “Al-Munawwir” bahwa “murid” adalah orang yang masa-masa belajar.17 Sedangkan kata “murid” menurut John M. Echold dan Hassan Shadily adalah orang yang belajar (pelajar). Istilah lain yang berkenaan dengan murid (pelajar) adalah al-thalib.2

Kata ini berasal dari bahasa Arab, thalaba, yathlubu, thalaban, talibun yang berarti “orang yang mencari sesuatu”.19 Pengertian ini dapat dipahami karena seorang pelajar adalah orang yang tengah mencari ilmu pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan dan pembentukan kepribadiannya untuk bekal kehidupannya di masa depan agar berbahagia dunia dan akhirat.

C.Etika siswa terhadap guru

1. Hendaklah murid menghormati guru, memuliakan serta mengagungkannya karena Allah, dan berdaya upaya pula menyenangkan hati guru dengan cara yang baik.

2. Bersikap sopan di hadapan guru, serta mencintai guru karena allah.

3. Selektif dalam bertanya dan tidak berbicara kecuali mendapat izin dari guru.

(9)

4. Mengikuti anjuran dan nasehat guru.

5. Bila berbeda pendapat dengan guru, berdiskusi atau berdebat lakukanlah dengan cara yang baik,

6. jika melakukan kesalahan segera mengakuinya dan meminta maaf kepada guru.

Artinya:

Tidak boleh menuntut ilmu kecuali dari guru yang amin dan tsiqah (mempunyai kecerdasan kalbu dan akal) karena kuatnya agam adalah dengan ilmu”.

Guru merupakan aspek besar dalam penyebaran ilmu, apalagi jika yang disebarkan adalah ilmu agama yang mulia ini. Para pewaris nabi begitu julukan mereka para pemegang kemulian ilmu agama. Tinggi kedudukan mereka di hadapan Sang Pencipta.

D.Hadis Tentang Etika Siswa terhadap Guru

Ketahuilah saudaraku para pengajar agama mulai dari yang mengajarkan

iqra sampai para ulama besar, mereka semua itu ada di pesan Rasulullah

Shallallahu’alaihi Wasallam. Beliau bersabda,

هقح انملاعل فرعي و انريغص محري و انريبك لجي مل نم انم سيل

“Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda serta yang tidak mengerti hak ulama”

(10)

Tersirat dari perkatanya shallahu ‘alaihi wa salam, bahwa mereka para ulama wajib di perlakukan sesuai dengan haknya. Akhlak serta adab yang baik merupakan kewajiban yang tak boleh dilupakan bagi seorang murid.

DR. Umar As-Sufyani Hafidzohullah mengatakan, “Jika seorang murid berakhlak buruk kepada gurunya maka akan menimbulkan dampak yang buruk pula, hilangnya berkah dari ilmu yang didapat, tidak dapat mengamalkan ilmunya, atau tidak dapat menyebarkan ilmunya. Itu semua contoh dari dampak buruk.”3

Maka seperti apa adab yang baik kepada seorang guru?

1. Menghormati guru

Para Salaf, suri tauladan untuk manusia setelahnya telah memberikan contoh dalam penghormatan terhadap seorang guru. Sahabat Abu Sa’id Al-Khudri Radhiallahu ‘anhu berkata,

انسوؤر ىلع نأكف انيلإ سلجف هللا لوسر جرخ ذإ دجسملا يف ااسولج انك

انم دحأ ملكتي ل ريطلا

“Saat kami sedang duduk-duduk di masjid, maka keluarlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian duduk di hadapan kami. Maka seakan-akan di atas kepala kami terdapat burung. Tak satu pun dari kami yang berbicara” (HR. Bukhari).

Ibnu Abbas seorang sahabat yang ‘alim, mufasir Quran umat ini, seorang dari Ahli Bait Nabi pernah menuntun tali kendaraan Zaid bin Tsabit al-Anshari radhiallahu anhu dan berkata,4

3 Juwariyah, Hadis Tarbawi, (Yogyakarta: Teras, 2010) 76.

(11)

انئاملعب لعفن نأ انرمأ اذكه

“Seperti inilah kami diperintahkan untuk memperlakukan para ulama kami”.

Berkata Abdurahman bin Harmalah Al Aslami,

ريملا نذأتسي امك هنذأتسي ىتح ءيش نع هلأسي بيسملا نب ديعس ىلع ئرتجي ناسنإ ناك ام

“Tidaklah sesorang berani bertanya kepada Said bin Musayyib, sampai dia meminta izin, layaknya meminta izin kepada seorang raja”.

Sungguh mulia akhlak mereka para suri tauladan kaum muslimin, tidaklah heran mengapa mereka menjadi ulama besar di umat ini, sungguh keberkahan ilmu mereka buah dari akhlak mulia terhadap para gurunya.

2. Memperhatikan adab-adab ketika berada di depan guru

a. Adab Duduk

Syaikh Bakr Abu Zaid Rahimahullah di dalam kitabnya Hilyah Tolibil Ilm

mengatakan, “Pakailah adab yang terbaik pada saat kau duduk bersama syaikhmu, pakailah cara yang baik dalam bertanya dan mendengarkannya.”

Syaikh Utsaimin mengomentari perkataan ini, “Duduklah dengan duduk yang beradab, tidak membentangkan kaki, juga tidak bersandar, apalagi saat berada di dalam majelis.”

(12)

bersandar, tidak pula bersandar dengan tangannya, tidak tertawa dengan keras, tidak duduk di tempat yang lebih tinggi juga tidak membelakangi gurunya”.

b. Adab Berbicara

Berbicara dengan seseorang yang telah mengajarkan kebaikan haruslah lebih baik dibandingkan jika berbicara kepada orang lain. Imam Abu Hanifah pun jika berada depan Imam Malik ia layaknya seorang anak di hadapan ayahnya.

Para Sahabat Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam, muridnya Rasulullah, tidak pernah kita dapati mereka beradab buruk kepada gurunya tersebut, mereka tidak pernah memotog ucapannya atau mengeraskan suara di hadapannya, bahkan Umar bin khattab yang terkenal keras wataknya tak pernah menarik suaranya di depan Rasulullah, bahkan di beberapa riwayat, Rasulullah sampai kesulitan mendengar suara Umar jika berbicara. Di hadist Abi Said al Khudry radhiallahu ‘anhu juga menjelaskan,5

انسوؤر ىلع نأكف انيلإ سلجف هللا لوسر جرخ ذإ دجسملا يف ااسولج انك

انم دحأ ملكتي ل ريطلا

“Saat kami sedang duduk-duduk di masjid, maka keluarlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian duduk di hadapan kami. Maka seakan-akan di atas kepala kami terdapat burung. Tak satu pun dari kami yang berbicara” (HR. Bukhari).

Sungguh adab tersebut tak terdapatkan di umat manapun.

c. Adab Bertanya

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

ننومملنععتنلن معتمنكم نإإ رإكعذذإلا لنهعأن اولمئنسعفن

(13)

“Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui” (QS. An Nahl: 43).6

Bertanyalah kepada para ulama, begitulah pesan Allah di ayat ini, dengan bertanya maka akan terobati kebodohan, hilang kerancuan, serta mendapat keilmuan. Tidak diragukan bahwa bertanya juga mempunyai adab di dalam Islam. Para ulama telah menjelaskan tentang adab bertanya ini. Mereka mengajarkan bahwa pertanyaan harus disampaikan dengan tenang, penuh kelembutan, jelas, singkat dan padat, juga tidak menanyakan pertanyaan yang sudah diketahui jawabannya.

d. Adab dalam Mendengarkan Pelajaran

Coba kita bayangkan bagaimana rasanya jika kita berbicara dengan seseorang tapi tidak didengarkan? Sungguh jengkel dibuatnya hati ini. Maka bagaiamana perasaan seorang guru jika melihat murid sekaligus lawan bicaranya itu tidak mendengarkan? Sungguh merugilah para murid yang membuat hati gurunya jengkel.

Agama yang mulia ini tak pernah mengajarkan adab seperti itu, tak didapati di kalangan salaf adab yang seperti itu. Sudah kita ketahui kisah Nabi Musa yang berjanji tak mengatakan apa-apa selama belum diizinkan. Juga para sahabat Rasulullah yang diam pada saat Rasulullah berada di tengah mereka.

Bahkan di riwayatkan Yahya bin Yahya Al Laitsi tak beranjak dari tempat duduknya saat para kawannya keluar melihat rombongan gajah yang lewat di tengah pelajaran, yahya mengetahui tujuannya duduk di sebuah majelis adalah mendengarkan apa yang dibicarakan gurunya bukan yang lain.

(14)

Apa yang akan Yahya bin Yahya katakan jika melihat keadaan para penuntut ilmu saat ini, jangankan segerombol gajah yang lewat, sedikit suarapun akan dikejar untuk mengetahuinya seakan tak ada seorang guru di hadapannya, belum lagi yang sibuk berbicara dengan kawan di sampingnya, atau sibuk dengan

gadgetnya.

3. Mendoakan guru

Banyak dari kalangan salaf berkata,

ااعيمج يخياشملو يدلاول تيعدو لإ تيلص ام

“Tidaklah aku mengerjakan sholat kecuali aku pasti mendoakan kedua orang tuaku dan guru guruku semuanya.”

4. Memperhatikan adab-adab dalam menyikapi kesalahan guru

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,

نوباوتلا نيئاطخلا ريخ و ءاطخ مدآ نبا لك

“Setiap anak Adam pasti berbuat kesalahan, dan yang terbaik dari mereka adalah yang suka bertaubat” (HR. Ahmad)

Para guru bukan malaikat, mereka tetap berbuat kesalahan. Jangan juga mencari cari kesalahannya, ingatlah firman Allah.

اتايعمن هإيخإأن منحعلن لنكمأعين نأن معكمدمحنأن بذمحإيمأن اضاععبن مكمضمععبذن بتنغعين النون اوسمسذنجنتن النون

هموممتمهعرإكنفن

(15)

saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya” (QS. Al Hujurot:12).7

Allah melarang mencari kesalahan orang lain dan menggibahnya, larangan ini umum tidak boleh mencari kesalahan siapapun. Bayangkan bagaimana sikap seseorang jika ia mendengar aib saudara atau kawannya? Bukankah akan menyebabkan dampak yang buruk akan hubungan mereka? Prasangka buruk akan mencuat, jarak akan tambah memanjang, keinginan akrab pun tak terbenak lagi di pikiran.

Lantas, bagaimanakah jika aib para ulama, dan para pengajar kebaikan yang tersebar? Sungguh manusia pun akan menjauhi mereka, ilmu yang ada pada mereka seakan tak terlihat, padahal tidaklah lebih di butuhkan oleh manusia melainkan para pengajar kebaikan yang menuntut hidupnya ke jalan yang benar. Belum lagi aib-aib dusta yang tersebar tentang mereka.

Sungguh baik para Salaf dalam doanya,

ينم هملع ةكرب بهذت لو ينع يخيش بيع رتسا مهللا

“Ya Allah tutupilah aib guruku dariku, dan janganlah kau hilangkan keberkahan ilmuya dari ku.”

Para salaf berkata,

ةمومسم ءاملعلا موحل

“Daging para ulama itu mengandung racun.”

(16)

Guru kami DR. Awad Ar-Ruasti Hafidzohullah menjelaskan tentang makna perkataan ini, “Siapa yang suka berbicara tentang aib para ulama, maka dia layaknya memakan daging para ulama yang mengandung racun, akan sakit hatinya, bahkan dapat mematikan hatinya.”

Namun, ini bukan berarti menjadi penghalang untuk berbicara kepada sang guru atas kesalahannya yang tampak, justru seorang tolabul ‘Ilm harus berbicara kepada gurunya jika ia melihat kesalahan gurunya. Adab dalam menegur merekapun perlu diperhatikan mulai dari cara yang sopan dan lembut saat menegur dan tidak menegurnya di depan orang banyak.8

5. Meneladani penerapan ilmu dan akhlaknya

Merupakan suatu keharusan seorang penuntut ilmu mengambil ilmu serta akhlak yang baik dari gurunya. Kamipun mendapati di tempat kami menimba ilmu saat ini, atau pun di tanah air, para guru, ulama, serta ustad begitu tinggi akhlak mereka, tak lepas wajahnya menebarkan senyum kepada para murid, sabarnya mereka dalam memahamkan pelajaran, sabar menjawab pertanyaan para

tolibul ilm yang tak ada habisnya, jika berpapasan di jalan malah mereka yang memulai untuk bersalaman, sungguh akhlak yang sangat terpuji dari para penerbar sunnah.

syaikh Ibnu Utsaimin berkata, “Jika gurumu itu sangat baik akhlaknya, jadikanlah dia qudwah atau contoh untukmu dalam berakhlak. Namun bila keadaan malah sebaliknya, maka jangan jadikan akhlak buruknya sebagai contoh untukmu, karena seorang guru dijadikan contoh dalam akhlak yang baik, bukan akhlak buruknya, karena tujuan seorang penuntut ilmu duduk di majelis seorang guru mengambil ilmunya kemudian akhlaknya.”

6. Sabar dalam membersamainya

(17)

Tidak ada satupun manusia di dunia ini kecuali pernah berbuat dosa, sebaik apapun agamanya, sebaik apapun amalnya nya, sebanyak apapun ilmunya, selembut apapun perangainya, tetap ada kekurangannya. Tetap bersabarlah bersama mereka dan jangan berpaling darinya.9

Allah berfirman :

دمععتن لون همهنجعون ننودميرإيم يذإشإعنلعاون ةإادنغنلعابإ مهمبذنرن ننوعمدعين ننيذإلذنا عنمن كنسنفعنن رعبإصعاون

عنبنتذناون اننرإكعذإ نعن همبنلعقن اننلعفنغعأن نعمن ععطإتم لون ايننعدذملا ةإاينحنلعا ةنننيزإ دميرإتم معهمنععن كناننيععن

اطارمفم همرممعأن نناكنون هماونهن

“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas” (QS.Al Kahfi:28).

Karena tidak ada yang lebih baik kecuali bersama orang orang yang berilmu dan yang selalu menyeru Allah Azza wa Jalla.

Al Imam As Syafi Rahimahullah mengatakan,

ملعم افجلا نم رم ىلع ربصا

هتارفن يف ملعلا بوسر نإف

“Bersabarlah terhadap kerasnya sikap seorang guru Sesungguhnya gagalnya mempelajari ilmu karena memusuhinya”

(18)
(19)

BAB III

PENUTUP

A.Kesimpulan

1. Hendaklah murid menghormati guru, memuliakan serta mengagungkannya karena Allah, dan berdaya upaya pula menyenangkan hati guru dengan cara yang baik.

2. Bersikap sopan di hadapan guru, serta mencintai guru karena allah.

3. Selektif dalam bertanya dan tidak berbicara kecuali mendapat izin dari guru.

4. Mengikuti anjuran dan nasehat guru.

5. Bila berbeda pendapat dengan guru, berdiskusi atau berdebat lakukanlah dengan cara yang baik,

6. jika melakukan kesalahan segera mengakuinya dan meminta maaf kepada guru.

7. Artinya:

Tidak boleh menuntut ilmu kecuali dari guru yang amin dan tsiqah (mempunyai kecerdasan kalbu dan akal) karena kuatnya agam adalah dengan ilmu”.

(20)
(21)

DAFTAR PUSTAKA

Ruswandi, Uus. Pengembangan Kepribadian Guru. Bandung: CV. Insan Mandir.2010

Zakiah. Daradjat , Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara. 2011.

Abuddin Nata ,.Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan 2009,Jakarta, rajawali pers

Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta: Kalam Mulia.2002

Referensi

Dokumen terkait

Siswa yang memiliki persepsi yang baik terhadap kompetensi pedagogik yang dimiliki gurunya, maka ia akan senantiasa termotivasi dan terdorong untuk menyelesaikan

Menyadari akan pentingnya profesionalisme dalam pendidikan, maka Ahmad Tafsir (2005: 107) mendefinisikan bahwa profesionalisme adalah paham yang mengajarkan bahwa setiap

Hasil penelitian antara lain: (1) Masalah yang banyak dialami oleh siswa- siswi kelas V Intrapersonal adalah siswa merasa kurang PD (percaya diri) jika diminta untuk berbicara di

Berbicara tentang motivasi belajar siswa, maka tidak lepas dari peran guru dalam melaksnakan proses pembelajaran. Peran guru yang dimaksud yaitu dalam hal kreatifitas. Implementasi

siswa. Merujuk dari hasil penelitian tersebut, pencapaian penguasaan konsep biologi siswa SMA Negeri 1 Bayan dapat dicapai jika guru mampu mengajarkan materi secara

telah memberikan motivasinya sehingga terwujudlah tesis ini dan dapat mengikuti ujian yang diselenggarakan oleh Program Pascasarjana Universitas Islam Indonesia... Imam

Pengaruh informasi sosial terjadi jika seseorang mempunyai masalah atau pertanyaan dan ia tidak mengetahui jawabannya atau tidak tahu bagaimana seharusnya

maka hasil dari pembelajarannya pun akan memuaskan. 2) Memberikan teladan yang baik bagi para guru. 3) Memberikan motivasi kepada guru untuk membuat inovasi terkait pembelajaran