• Tidak ada hasil yang ditemukan

URGENSI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM KEL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "URGENSI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM KEL"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

URGENSI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

DALAM KELUARGA

Robbayani *

Abstract: he endurance of family living, as the smallest society in-stitution which has to perform as sacred inin-stitution confronted with challenge. Family which has growth positively will become “Heaven” for its owner. In the other hand, family which growth negatively will become “hell” for its owner. For muslim family, religious approach is as one of the factors to avoid family from crisis. Especially, crisis of religious value and make family as the institution of human’s behavior endurance.Religion and family supported each other to stable life. If in one family, there are strong religion values, so the family become qualiied family and vice versa. Because of that, parents has main role to internalize religious values to their children. Good model, consis-tence and parents guiding in knowing Islamic religion values will help to realize how important the values to children.

Keywords: Religion, Family, Islamic Education

(2)

Pendahuluan

Agama dan kehidupan keluarga selalu menjadi perhatian manu-sia. Agama dan manusia semakin luas dibicarakan, salah satu sebab karena agama dan keluarga saling mengukuhkan. Agama selalu mem-berikan dukungan kepada keluarga, sehingga nampak keluarga dikua-sai de ngan nilai-nilai agama. Sebaliknya keluarga membutuhkan pengu-kuhan agama, dan pelestarian keluarga akhirnya akan menjadi pilar yang kuat dan terpercaya dalam pelestarian dan kuatnya agama. Instansi yang pa ling penting sering dihadapkan dengan pertanyaan menyangkut masalah keluarga adalah agama. Karena agama bagaimanapun merupa-kan sumber moral di mana tatanan keluarga dibangun. Membangun ke-luarga berarti mengembalikan keyakinan hidup. Agama pada umumnya memandang bahwa lembaga keluarga merupakan lembaga yang abadi dan suci. Lembaga tersebut dianggap sebagai bagian dari kodrat Ilahi bagi setiap manusia baik laki-laki maupun perempuan. Penempatan re-ligi dalam perspektif sosiologis telah menempatkan rere-ligi pada kawasan yang sangat mendasar. Karena religi dalam pengertian agama

merupa-kan prinsip dari segala prinsip dan azas dari segala azas.1

(3)

Allah telah memerintahkan kepada manusia agar manusia patuh kepada-Nya yang telah menjadikan manusia dari diri yang satu dan

ke-mudian dijadikan pula istrinya dari jenis tersebut (QS. an-Nisa: (4):1).2

Allah juga menjadikan manusia berpasang-pasangan agar mereka

mera-sa senang antara mera-satu dengan yang lain (QS. al-A’raf: (7):189).3 Ayat di atas

memberikan kesadaran bahwa sendi dasar kehidupan manusia adalah keluarga. Allah menghendaki bahwa pertumbuhan dan perkembang an di atas bumi ini berasal dari satu turunan keluarga, tempat berkembang biak pria dan wanita. Keluarga menjadi sendi suatu masyarakat, sebab Islam memelihara kekeluargaan.

Al-Quran telah memberikan petunjuk bagaimana seharusnya ke-hidupan yang baik dalam suatu keluarga. Antara lain dikatakan, bahwa pria sebagai kepala keluarga harus dapat menjadi pembimbing,

pelin-dung istri dan pemberi nakah (QS. an-Nisa’(4): 34).4 Dia harus

memeli-hara keluargannya dari perbuatan yang tidak baik agar terhindar dari api

neraka (QS. At-Tahrim (66): 6).5 Untuk itu dia harus berfungsi sebagai

imam untuk memimpin keluarga beribadah kepada Allah. Sebagai kepala keluarga, pria harus bijaksana dan lemah lembut serta memperlakukan

istrinya penuh kasih sayang dan saling pengertian (QS. an-Nisa’(4):19).6

Sebuah rumah tangga seharusnya didirikan atas dasar ibadah, yaitu yang bertujuan untuk mematuhi perintah Allah, sesuai dengan tuntun-an Rasulullah buktuntun-an htuntun-anya memenuhi kebutuhtuntun-an biologis. Bila rumah tangga didasarkan ibadah kepada Allah, maka dapat dipastikan menda-pat mawaddah dan rahmah. Rumah tangga mawaddah dan rahmah akan dapat menurunkan anak yang shaleh dan berakhlak mulia. Menurut Zakiah Darajat:

(4)

Dalam masyarakat modern dan dinamis pendidikan memegang per-anan yang menentukan eksistensi dan perkembangan suatu masyarakat. “Pendidikan merupakan usaha melestarikan, mengalihkan dan men-transformasikan nilai-nilai kebudayaan dalam segala aspeknya kepada

generasi selanjutnya”.8 “Maju mundurnya suatu bangsa bergantung pada

hasil pendidikan yang diterima anak dan bangsa tersebut”.9 Persoalan nya,

mampukah orang tua menerapkan nilai-nilai Islam terha dap keluarga nya (anak)? Karena, tanggung jawab atau peran orang tua bukan sekedar me-menuhi kebutuhan biologis anak seperti memberi makan, minum, dan pakaian, tetapi orang tua juga bertanggung jawab terhadap perkembang-an intelektual perkembang-anaknya melalui perawatperkembang-an dperkembang-an asuh perkembang-an, ucapperkembang-an-ucap perkembang-an dan perlakuan yang baik. Semua itu tentu akan berlangsung dalam ling-kungan pertama bagi anak di dalam rumah tangga. Latar belakang suatu keluarga serta pengalaman-pengalaman dalam kehidupan memberi-kan makna yang kaya tentang pandangan-pandangan serta pengertian-pengertian, prasangka-prasangka dan kondisi pikiran yang akan me-nentukan bagaimana seseorang itu meme-nentukan sikap dalam

hubung-an sosialnya, baik terhadap peristiwa-peristiwa maupun aksi.10Pada hari

pertama kehidupanya, anak telah siap untuk memanifestasikan diri mer-eka melalui suatu bentuk temperamen yang unik. Mermer-eka memperoleh suatu gambaran tentang dunia, apakah itu berbentuk persahabatan dan perhatian, atau berbentuk dingin dan panas, dan mereka merespon ke arah respon yang ditimbulkan oleh orang di sekitar mereka. Karena itu cara orang tua mengembangkan anak segi emosionalnya tergantung ke-pada apa yang diberikan keke-pada anak dalam perkembangan emosinya akan menentukan corak kehidupan pada masa selanjutnya.

(5)

seorang manusia, tempat di mana kebaik an dan sifat buruk kita walapun secara lambat, namun jelas mengalami perkembangan dan mewujudkan dirinya. Selanjutnya dikatakan bahwa masa bayi adalah waktu

terben-tuknya kepercayaan dasar (basic trust), di mana individu belajar

meman-dang dunia ini sebagai aman, dapat dipercaya dan mendidik atau waktu

terbentuknya ketidakpercayaan dasar (basic distrust), dimana individu

belajar memandang sebagai penuh bahaya, tidak dapat diramalkan de-ngan penuh tipu daKebahagiaan keluarga mede-ngandung makna bahwa apresiasi diri mereka tidak harus memaknakan dalam kerangka hubun-gan denhubun-gan Allah (manusia transendental), tetapi juga bermakna dalam kerangka hubungan dengan sesama keluarga dan diri sendiri

(ekume-ni-transedental).Sayekti dalam penelitiannya juga menemukan bahwa

“nilai agama sangat besar pengaruhnya terha dap keberhasilan keluarga. Sikap anak terhadap nilai-nilai agama merupakan realisasi

kepemilikan-nya yang diapresiasi melalui pendidikan”.11 Bagi anak sangat logis jika

merealisasikan nilai-nilai agama, karena dalam keluarga mempertautkan diri terhadap tujuan yang diinginkan oleh orangtuanya. Orang tua selalu menghindarkan diri dari perilaku kontradiktif dari tauladan, pewarisan dan tradisi dalam keluarga. Sehingga pendidikan nilai-nilai agama pada anak baik secara kata hati, nalar dan naluri bisa terbina dengan baik.

definiSi dan fungSi keluarga

Ditinjau dari dimensi hubungan darah, keluarga merupakan suatu kesatuan sosial yang diikat oleh adanya hubungan darah antara satu de-ngan yang lainnya. Berdasarkan dimensi hubude-ngan darah ini, keluarga

dapat dibedakan menjadi keluarga besar dan keluarga inti. Sedangkan

dalam dimensi hubungan sosial, keluarga dapat merupakan suatu ke-satuan sosial yang diikat oleh adanya saling berhubungan atau interaksi dan saling mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya, walaupun di antara mereka tidak terdapat hubungan darah. Keluarga berdasarkan

di-mensi hubungan sosial ini dinamakan Keluarga Psikologis12dan Keluarga

(6)

Dalam berbagai dimensi dan pengertian keluarga tersebut, esensi dari keluarga (ibu dan ayah) bias menyatukan visi dan misi dalam meng-upayakan anak untuk memiliki dan mengembangkan nilai-nilai agama.

Sebab dalam keluarga yang “utuh” memberikan peluang besar bagi anak

untuk membangun kepercayaan terhadap orang tuannya. Yang sebe-narnya merupakan unsur esensial dalam membantu anak untuk memi-liki dan mengembangkan nilai-nilai agama. Kepercayaan dari orang tua dapat dirasakan oleh anak, sehingga arahan, bimbingan, dan bantuan orang tua yang diberikan kepada anak memudahkan anak untuk me-nangkap makna dari upaya yang dilakukan.

Keluarga dikatakan “utuh” apabila disamping lengkap anggotanya, juga dirasakan lengkap oleh anggotanya, terutama anak-anaknya. Jika dalam keluarga terjadi kesenjangan hubungan, perlu diimbangi dengan kualitas dan intensitas hubungan, sehingga ketiadaan ayah dan atau ibu di rumah tetap dirasakan kehadirannya, dan dihayati secara psikologis. Ini diperlukan agar pengaruh, arahan, bimbingan, dan sistem nilai yang direalisasikan orang tua senantiasa tetap dihormati, mewarnai sikap dan

pola perilaku anak-anaknya.14 Dengan perkataan lain, setiap tindakan

pendidikan yang diupayakan orang tua harus senantiasa dipertautkan dengan dunia anak. Dengan demikian, setiap peristiwa yang terjadi tidak boleh dilihat sepihak dari sudut pendidik, tetapi harus dipandang seba-gai “pertemuan” antara pendidik dan anak didik dalam situasi pendidik-an. Disamping itu, orang tua perlu mendasarkan diri pada sikap saling mempercayai dalam membantu anak untuk memiliki dan mengembang-kan nilai-nilai agama. Atas dasar sikap saling mempercayai ini, mereka akan merasa memiliki kebebasan berkreativitas guna mengembangkan diri masing-masing.

(7)

Kategori lain dari keluarga diungkapkan oleh Musthofa sebagai ke­ luarga seimbang,15 keluarga kuasa,16 keluarga protektif,17 keluarga kacau,18

dan keluarga simbolis.19 Di antara kelima dari ketegori keluarga di atas,

hanya keluarga seimbang yang memberikan kontribusi positif bagi upa-ya orang tua untuk membantu anak untuk memiliki dan mengembang-kan nilai-nilai agama. Karena dalam keluarga ini, orang tua memililki rasa tanggung jawab dan dapat dipercaya, saling membantu diantara sesama anggota keluarga dalam mengembangkan diri, adanya rasa

ke-bersamaan, dan komunikasi dialogis.20 Dengan perkataan lain, tanggung

jawab dan kepercayaan orangtua yang dirasakan oleh anak, akan menja­ di dasar peniruan dan identiikasi diri untuk berperilaku. Ini berarti orang tua perlu mengenalkan dan memberikan pengertian nilai moral sebagai landasan dan arah berperilaku teratur berdasarkan tanggung jawab dan konsistensi diri. Sikap saling membantu diantara anggota keluarga da-lam mengembangkan diri diperlukan untuk kesamaan arah dan tujuan dalam melakukan tindakan yang bardasarkan nilai-nilai moral yang te-lah disepakati bersama. Komunikasi yang dialogis diperlukan untuk me-mahami secara jelas persoalan-persoalan. Artinya, dalam keluarga ha rus terjadi konirmitas tentang nilai-nilai moral dalam tingkatan rasional yang memungkinkan lahirnya kesadaran diri untuk senantiasa berperi-laku taat moral terhadap nilai-nilai agama.

Adapun fungsi21 keluarga adalah:

Memelihara berfungsinya biologis para anggota kelompok; 1.

Menghasilkan dan menerima para anggota baru; 2.

Mensosialisasikan para anggota baru; 3.

Menghasilkan dan membagikan barang dan jasa; 4.

Memelihara ketertiban dan melindungi anggota; 5.

Memelihara makna dan motivasi untuk kegiatan kelompok.

6. 22

Dari ke enam fungsi tersebut, menurut Roes (dalam Milin), “fung-si so“fung-sialisa“fung-si merupakan fung“fung-si tunggal yang melekat secara universal

pada sistem keluarga, fungsi ini juga disebut fungsi pendidikan”.23

(8)

efek-si, fungsi penentuan status, fungsi perlindungan, dan fungsi ekonomi. Pembagian fungsi keluarga ini terlihat lebih lengkap yang dapat dili-hat dari adanya fungsi efeksi, yang menekankan pada kebutuhan kasih sayang dan persahabatan dalam keluarga; fungsi penentuan status, yaitu fungsi yang mempersiapkan anak bagi suatu kelas yang mirip dengan status yang dimilikinya; dan fungsi perlindungan, yaitu fungsi yang

men-jaga serangan terhadap anggota keluarga.24

Koentjraningrat lebih melihat pada fungsi pokok keluarga dari segi keamanan hidup dan pengasuhan anak. Lebih lanjut Koentjraningrat mengatakan:

Pada semua keluarga inti dalam semua masyarakat didunia, kita lihat adanya dua fungsi pokok yang sama, yaitu :

Keluarga inti merupakan kelompok dimana si individu pada dasar-1.

nya dapat menikmati bantuan utama dari sesamanya serta keaman-an dalam hidup.

Keluarga inti merupakan kelompok dimana si individu itu, waktu 2.

Ia sebagai anak-anak masih belum berdaya, mendapat pengasuhan dan permulaan dari pendidikannya.25

Selain kedua fungsi pokok diatas, keluarga juga berfungsi seba-gai kegiatan ekonomi dan produksi yang menyangkut kelangsungan kehidup an kelompok itu sendiri, oleh karena itu Hurlock membedakan fungsi kelompok kedalam empat fungsi, seperti diungkapkan berikut ini: “In the nuclear family or its constituent relation ship we thus see assembled for function fundamental to human social life­the sexual, the economic, the reproductive, and the educational”.26 Ke-empat fungsi tersebut

merupa-kan kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahmerupa-kan karena menyangkut keutuhan dan kelangsungan kehidupan suatu keluarga, kelompok, bah-kan masyarakat pun abah-kan punah, seperti dijelasbah-kan oleh Devis bahwa :

“Tanpa pemenuhan seksual dan reproduksi, eksistensi masyarakat akan terancam karena tidak ada lagi warganya, begitu pula tanpa kegiat an ekonomi maka kehidupan itu sendiri akan berhenti karena tidak ada lagi bahan yang dikonsumsikan, dan jika pendidikan dalam keluarga juga tidak ada, maka kebudayaan akan berakhir.”27

(9)

ber-fungsi (disber-fungsi) maka akan terjadi ketimpangan dalam keluarga yang menyebabkan terjadinya konlik keluarga disorganisasi) sehingga dapat

memecah keutuhan (integrasi) keluarga. Disfungsi28 akan berlaku jika

salah satu fungsi tidak berjalan, sehingga yang diharapkan munculnya fungsi baru sebagai struktur yang membuat keseimbangan baru dalam sistem sosial. Jika salah satu fungsi keluarga tidak berfungsi, maka akan berpengaruh terhadap kelangsungan keluarga itu sendiri. Dengan kata lain kelangsungan dan keutuhan suatu keluarga sangat tergantung dari fungsi-fungsi dasar dalam keluarga itu.

keluarga MuSliM dan tanggung jawaB

Keluarga dengan identitas muslim merupakan bagian suatu unit so-sial yang penting untuk diperhatikan secara itrah, dan naluri berkeluarga adalah bagian yang terpenting dalam kehidupan manusia (QS. ar-Rum

(30): 21).29 Itulah sebabnya Islam memandang bahwa eksistensi

keluar-ga merupakan suatu yang sakral dan sankeluar-gat dihormati. Sehingkeluar-ga Allah SWT sangat membenci perceraian, putusnya ikatan kekeluargaan yang akan membawa implikasi kepada munculnya berbagai perilaku destruk-tif yang dapat mengganggu dan mempengaruhi kehidupan ekonomi, so-sial, dan budaya kemasyarakatan.

Keluarga muslim mempunyai dua tanggung jawab dalam kehidup-annya, yaitu tanggung jawab vertikal dan tanggung jawab horizontal. Tanggung jawab vertikal diwujudkan melalui komunikasi dan dialog dengan Tuhan, sedangkan tanggung jawab horizontal dilakukan melalui komunikasi antar manusia. Dengan kata lain keluarga muslim memiliki tanggung jawab yang dirinci dalam tiga hal berikut:

Tanggung jawab kepada Allah SWT, karena keluarga dan fungsi-1.

fungsinya merupakan pelaksanaan amanat dari Allah SWT.

Tanggung jawab kepada keluarga itu sendiri, terutama tanggung 2.

jawab orang tua sebagai pemimpin dalam keluarga.

Tanggung jawab keluarga sebagai unit terkecil dan bagian dari ma-3.

(10)

Dari tanggung jawab diatas maka peran-peran keluarga dalam hidupan masyarakat sangatlah banyak. Ada dua peran utama dalam ke-luarga muslim pada lingkungan masyarakat yaitu sebagai pendidik dan

penyebar amar ma’ruf nahi munkar (Da’i/Pendakwah). Sebagai pendi dik,

keluarga menunjukkan kemampuan penting dalam satuan pendidik an kehidupan keluarga termasuk di dalamnya pembinaan hubung an dalam keluarga dan sosialisasi anak serta hubungan antara keluarga de ngan masyarakat. Munculnya pendidikan kehidupan keluarga disebabkan oleh dua hal, yaitu:

Perkembangan kehidupan keluarga mempengaruhi perkembangan 1.

masyarakat;

Perubahan-perubahan yang terdapat di lingkungan akan mem-2.

pengaruhi kehidupan keluarga;

Salah satu dimensi pendidikan kehidupan keluarga adalah pendi-dikan anak dalam keluarga. Pemegang peran utama dalam interaksi da-lam pendidikan keluarga adalah orang tua dan anak. Orang tua berperan sebagai pendidik dengan cara mengasuh, membimbing, memberi taula-dan, dan memberi pelajaran anak. Anak sebagai peta didik, melakukan kegiatan belajar, berikir, menghayati dan serta berbuat di dalam dan ter-hadap dunia kehidupan. Orang tua muslim harus takwa kepada Allah SWT, berpengetahuan luas, ikhlas, tabah dan menumbuhkan tanggung jawab pada diri anak. Pokok-pokok isi pendidikan yang perlu dikuasai

oleh orang tua adalah tauhidullah, ibadah, akhlaq, tanggung jawab dan

wawasan yang luas dalam kehidupan. Tentunya tujuan pendidikan dalam keluarga, mengacu pada pembentukan anggota keluarga yang beriman,

bertakwa ber-akhlaqul karimah, cerdas, terampil, sehat, dan

bertang-gung jawab.

(11)

dalam lingkungan masyarakatnya berkaitan dengan tanggung jawab keluarga itu terhadap masyarakat sekitarnya. Secara sosiologis, keluarga muslim merupakan bagian dari masyarakat sekitarnya, dan anggota ke-luarga yang satu dapat berinteraksi dengan keke-luarga yang lain.

Menurut ajaran Islam, semua keluarga muslim terikat dalam satu ke-satuan, yang kokoh (ummatan wahidah), terdapat dalam QS. al- Anbiya’

(21): 92.30 Kesatuan umat adalah bersifat religius dan moral, bukan

bio-logis, politis atau kultural. Hubungan antara keluarga muslim mungkin terjadi karena kekerabatan atau keturunan, persekutuan wilayah dan sebagainya. Semua keluarga muslim terikat dalam satu kesatuan umat yang kokoh (ummatun wahidah) yang mempunyai keserasian

hubung-an musyawarah, ta’awun, takafuhul ijtima’, fastabiqul khairat, tasamuh

dan istiqomah.

Prinsip di atas tersebut dilakukan dengan tidak meninggalkan peran dan fungsi keluarga dalam kehidupan masyarakat. Pada kenyataannya, kondisi keluarga muslim berbeda antara yang satu dengan yang lainnya, baik dalam kelengkapan fungsi maupun dalam penampilan perannya. Kenyataan inilah yang perlu menjadi medan dakwah keluarga-keluarga muslim yang dikatagorikan memiliki posisi lebih dari keluarga-keluar-ga lainnya. Denkeluarga-keluar-gan demikian upaya membantu keluarkeluarga-keluar-ga yang menjadi sasaran dakwah melalui penyadaran diri, motivasi persuasi, teladan dan bimbingan sehingga meningkatkan kondisi ketaatan kepada Allah SWT

cara yang digunakan dapat berwujud kunjungan keluarga (home visit),

pembinaan kelompok dan community development.

keluarga MuSliM dalaM keluarga Sejahtera

(12)

Saling Membutuhkan 1.

Al-Quran menerangkan bahwa setiap individu saling meleng-kapi dan menguatkan terhadap yang lain. Tak ada makhluk hidup yang dapat melanjutkan hidupnya jika hanya hidup sebagian saja, dan harus hidup dengan bagian lainnya. Ada beberapa ayat yang menerangkan hal ini, di antaranya QS. Baqarah (2): 187, QS.

Al-A’raf (7): 18931 Hubungan di atas merupakan hubungan sosial yang

sangat kuat yang lebih kuat dari hubungan intensif dan perasaan.

Hubungan dengan Perasaan 2.

Hubungan kasih sayang dapat menimbulkan perasaan te nang dalam keluarga muslim. Hal itu sesuai dengan terbuat manusia dengan itrahnya. Perasaan kasih sayang antara suami istri merupa-kan perasaan simpati yang lahir dari faktor insting dengan hubung-an yhubung-ang mengikuti sarasehhubung-an merupakhubung-an thubung-anda-thubung-anda kekuasahubung-an

Allah SWT, QS. ar-Rum (30): 21.32 Rasa cinta kasih yang mengikat

antara laki-laki (suami) de ngan wanita (istri) atau sebaliknya da-pat menyatukan keduannya dalam suatu ikatan keluarga. Beberapa faktor dan beberapa unsur ada dalam keluarga, yang paling pokok adalah adanya keselarasan dan ketidaksamaan antara keduannya yang bahagia.

Saling Memberi Perhatian 3.

(13)

mere-ka mempunyai rahasia yang harus dijaga oleh masing-masing yang

tidak baik di ketahui orang lain.33

Pembiasaan dan Keteladanan 4.

Pembiasaan tidak memerlukan keterangan atau argumen lo-gis, ka rena pembiasaan yang baik ditanamkan kepada anak, lahir dari pem binaan yang dilakukan orang tuannya di rumah tangga seperti: membiasakan hidup bersih, membiasakan berdoa sebelum mengerja kan sesuatu, membiasakan bangun pagi, membiasakan hidup teratur dan lain-lain.

Pembiasaan harus didukung oleh keteladanan, sebab mustahil pembiasaan akan berhasil apabila pembiasaan hanya diperintahkan saja kepada anak-anak sedang orang tuanya tidak memberikan pe-neladanan sesuai dengan apa yang disuruh kepada anak-anaknya.

Sedangkan pemberian hukuman adalah penting dalam pembiasaan seorang anak. Orang tua harus memberikan pujian terhadap perbuatan anak yang bernilai baik. Tetapi agaknya dalam hal ini kesulitan yang di-hadapi adalah bagaimana menentukan hukuman atau pujian standar be-rat ringannya hukuman yang diberikan kepada anak.

Agar penetrasi nilai-nilai agama yang luhur meresap ke dalam jiwa anak maka orang tua harus menetapkan strategi dalam

penerap-annya, dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut. Pertama,

me-menuhi kebutuhan cinta kasih anak-anak. Merupakan landasan penting dalam pertumbuhan kasih sayang pada anak-anak, hal ini membantu dalam pertumbuhan dan perkembangan psikologis dan sosial anak. Jika seorang anak mengalami ketidaksamaan rasa kasih sayang dengan orang tuannya, maka kehidupan kemasyarakatan akan dicemari oleh

berbagai penyimpangan. Kedua, menjaga anak agar tidak melakukan

(14)

kewajiBan orang tua terhadaP anaknya

Bagi ayah dan ibu, anak merupakan belahan jiwa dan harapan hi-dupnya, penyambung dan penerus keturunan dan mengharumkan orang tuanya (jika shaleh). Jika kedua pihak (suami istri) shaleh, selalu rukun dan damai dalam keluargannya, saling mencintai dan saling to-long-menolong, maka anak-anak mereka akan menjadi anak yang saleh dan terjaga dari tekanan jiwa, terlepas dari penyimpangan dan

kenakal-an remaja serta terbebas dari sifat-sifat buruk lainnya.34

Selanjutnya Djatnika Rahmat menyatakan bahwa teori-teori kon-vensioal yang dikemukakan oleh John Rocke melukiskan jiwa anak se-perti kaset yang kosong. Dia akan merekam apa yang dilihat, apa saja yang didengar. Kalau yang didengar itu baik, nanti kalau diputar kem-bali akan baik. Oleh karena itu ayah-ibu yang muslim perlu mengadzani

anaknya yang baru lahir.35

Dalam Islam, Orang tua mempunyai kewajiban terhadap anak se-perti: mengazani anak yang baru lahir, memberi nama yang baik dan bagus, mengaqiqah, mencukur rambut, memberi nakah, dan mengkhi-tankan. Hal tersebut di atas merupakan sesuatu yang harus dilakukan keluarga muslim dalam mengapresiasikan nilai-nilai agama pada ke-hidupan anak yang harus dipenuhi. Orang tua pada awalnya di dalam membantu anak berupaya agar anak tampil dengan predikat anak yang saleh dan salehah.

ProSeS PeMBentukan nilai-nilai agaMa

Secara itrah didalam rumah tangga, seorang ibu harus memegang peranan penting terhadap pembinaan pribadi anak-anaknya. Sejak anak dilahirkan seorang ibu harus selalu berada disampingnya, Ia menyusui, memberikan makan dan minum, memelihara, mengasuh dan bergaul

dengan anak-anaknya”.36 Itulah sebabnya kebanyakan anak lebih dekat

kepada ibunya dari pada anggota keluarga yang lain.

(15)

in-telektual, emosional, sosial maupun secara isik. Deprivation of mother­

ing (Keterpisahan dengan ibu) telah terbukti bukan saja menyebabkan

anak-anak terlambat dalam perkembangan intelegensinya, rapuh dalam pertahanan mentalnya, akan tetapi juga lemah dalam kekuatan isiknya. Akibat lebih lanjut adalah bahwa anak tersebut mempunyai sifat negatif,

ketakutan, apatis, depresi dan berkurangnya respon secara relek.37

Ibu adalah peletak dasar pendidikan dan pembinaan anak dirumah tangga yang tidak dapat diabaikan. Seorang ibu hendaklah seorang yang bijaksana dan pandai mendidik anak-anaknya, baik-buruknya pembi-naan yang dilakukan oleh seorang ibu akan besar pengaruhnya terhadap

perkembangan dan watak seorang anak pada masa kemudian.38

Walau demikian peran seorang ayah tidak dapat dinaikan begi-tu saja, sebab kewajiban pembinaan tersebut terletak ditangan kedua orang tua. Semua kebijakan ibu dan bapak akan membekas pada mental anak karena dalam pembinaan mental seorang anak, hal yang pertama yang dialami adalah dari kedua orang tuanya. Apa saja yang diterima pada waktu kecil akan membekas pada dirinya dalam waktu yang lama. Seorang ayah juga ikut memelihara anak-anak, menyentuhnya, men-jaganya, mengajaknya berbicara serta menciumnya, respon sinyal yang diberikan anak seperti juga yang dilakukan oleh ibu. Tetapi hal itu ha-nya dapat dilakukan ketika keduaha-nya ada disamping anak, ibu biasaha-nya memberikan dasar-dasar pemeliharaan, sedangkan ayah memberikan

dasar bermain kepada anak-anak mereka.39

(16)

menghindarkan anak dari mengulang kesalahan yang sama, serta da-pat mengembangkan terhadap perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai agama.

Dalam externalisasi nilai yang dijumpai anak dalam pergaulan, ke-sadaran tersebut harus ditumbuhkan dan anak-anak mampu membe-dakan mana yang sesuai dan mana yang tidak sesuai dengan nilai-nilai agama (keimanan, ibadah dan akhlak). Anak didalam pergaulannya akan bertindak, didasarkan pada kesadaran akan kedudukan nilai-nilai Islam dan anak memiliki pengawasan diri sendiri secara internal berarti orang tua telah melakukan pengawasan dan bimbingan terhadap anak untuk berperilaku sesuai dengan nilai-nilai agama yang sekaligus kontrol orang tua terhadap pergaulan anak dengan teman sebayanya.

Orang tua melakukan komunikasi dengan anak agar anak tidak berperilaku agresif dan taat kepada nilai-nilai agama Islam. Anak sela-lu mampu mengobservasi dirinya sendiri. Anak dapat merespon nilai-nilai agama, dan lingkungan isik dalam keluarga tertata secara dinamis mi salnya dirumah ada mushola, hiasan dinding, lemari, dan rak buku yang berisi dan bernuansakan agama. Penataan lingkungan isik diatas dapat mempengaruhi anak dalam memiliki nilai-nilai agama. Akrabnya orang tua dengan anak dan menampakkan dekat dan intimnya mereka ka rena pola hubungan hormatnya anak kepada kedua orang tua menge-mas nilai-nilai agama tertera karena lingkungan sosial anak memberi-kan rasa bahagia dan aman, akrab dan dapat menimbulmemberi-kan emosi anak dengan baik. Serta menghadirkan situasi kebersamaan dalam keluarga (hubungan baik antara orang tua anak).

Menurut Siti Mechiati “periode perkembangan anak menurut usia

adalah 0­3 tahun yang menimbulkan perkembangan isik ; 3­6 tahun yang dominan adalah perkembangan bahasa, 9­12 tahun adalah tahap individualitas”.40

(17)

merasakan satu kekurangan. Dengan demikian nilai-nilai agama meru-pakan kebutuhan dalam dirinya.

Dengan demikian dapat disederhanakan bahwa pendidikan itu mencakup peranan nilai yang ada dan berlaku pada suatu masyarakat tertentu dan pada kurun waktu tertentu, karena didalam masyarakat ter-jadi pergantian generasi sesuai dengan hukum siklus dalam dinamika kehidupan manusia, lahir, dewasa, tua, mati, pasti dialami oleh setiap orang.

Pendidikan yang paling awal terjadi didalam keluarga, dimana anak sejak masa dilahirkan sampai menjelang dewasa selalu berada di ling-kungan keluarga, oleh karena itu keluarga merupakan lembaga yang sa ngat penting dalam menjaga kelangsungan kehidupan sosial budaya

suatu masyarakat. Untuk itu Zakiah Darodjat menegaskan bahwa “kelu­

arga sebagai faktor penentu utama bagi pendidikan anak, karena keluarga merupakan kelompok primer yang pertama dari seorang anak dan di situ­ lah awal perkembangan kepribadian”.41

Dalam masyarakat tradisional pendidikan hampir seluruhnya ter-jadi didalam keluarga atau kelompok. Hal itu sangat dimungkinkan karena segala bentuk aktiitas kehidupan sosial budaya berangkat dari lingku ngan keluarga dan alam sekitarnya tempat mereka bermukim dan bertempat tinggal, seperti yang dikekemukakan oleh Zakiah Darodjat bahwa:

“Proses pendidikan yang berlangsung dalam setiap lingkungan sosial itu secara langsung berfungsi pula sebagai kegiatan pelestarian kebu-dayaan. Lebih lanjut dikatakan, pendidikan yang diselenggarakan sejak dini itu pada hakekatnya merupakan upaya untuk menanamkan dan mengukuhkan nilai-nilai budaya, norma-norma sosial dan pandangan hidup yang menjadi inti kebudayaan yang bersangkutan. Pendidikan merupakan suatu proses belajar yang biasanya dimulai dalam lingku-ngan keluarga.”42

(18)

lagi unsur psikologis yang mempengaruhi jalannya proses pendidikan. Dalam masa-masa awal biasanya anak lebih dekat dengan ibunya yang bertindak sebagai pengasuh, karena dalam masyarakat sebagian besar aktiitas ini dipegang oleh wanita sebagai ibu dalam keluarga. Dalam perkembangan anak selanjutnya, maka peran itu diambil oleh bapak,

atau kakak-kakaknya sebagai “guru” yang mengajarkan berbagai ilmu

dan ketrampilan secara langsung maupun tidak langsung.

Proses penanaman nilai pendidikan agama adalah suatu aspek pen-ting dalam mempertahankan pola hidup masyarakat, sehingga setiap ak-tiitas akan mengarah kepada pembentukan perilaku masyarakat yang kemudian menjadi kaidah-kaidah dalam masyarakat yang mewarnai hi-dup dan kepercayaan, kesusilaan kesopanan dan hukum.

Proses munculnya kaidah-kaidah yang berlaku pada suatu ma-syarakat dimulai dari pandangan terhadap nilai-nilai yang dianggap baik atau buruk yang berasal dari pengalaman manusia dalam berinteraksi dengan sesamanya. Selanjutnya nilai-nilai itu akan berpengaruh pada pola ikir manusia, yang kemudian menentukan sikapnya. Sikap menim-bulkan pola tertentu, yang apabila diabtraksikan manjadi kaidah-kai-dah yang nantinya akan mengatur perilaku manusia dalam berinteraksi. Kaidah-kaidah tersebut bukan saja mengatur perilaku manusia, tetapi juga sebagai acuan dalam hidup bermasyarakat, dan sekaligus merupa-kan pokok budaya manusia. Oleh karena itu nilai-nilai tersebut harus diwariskan kepada keturunan mereka, proses pewarisan ini dilakukan melalui pendidikan, pendidikan nilai agama yang dilakukan melalui se-tiap unit keluarga dalam Islam sangat bertanggung jawab terhadap masa depan kemanusiaan di dunia yakni mewariskan generasi yang kuat di kemudian hari.

PenutuP

(19)

dalam nilai-nilai keislaman, bisa jadi anak akan menjauh dari nilai-nilai itu dan bisa saja terjerumus kepada hal-hal yang tidak baik. Maka sangat perlu (urgen) bagi orang tua untuk membiasakan nilai-nilai agama Islam kepada anak-anaknya, baik dalam masalah ibadah seperti shalat, puasa, zakat, maupun dalam masalah moral Islam (akhlak). Keteladanan dari orang tua dan pembiasaan yang dilakukannya setiap hari akan membe-kas pada diri anak, dan untuk selanjutnya anak akan terbiasa juga de-ngan nilai-nilai Islam yang diajarkan orang tuanya. [ ]

endnoteS

1 Hasan Langgulung, Beberapa Tentang Pemikiran Pendidikan Islam, Cet. I

(Bandung : PT Al-Maarif, 1980), hlm. 132

2 ًءا َسِنَو اًرِثَك ااَجِر اَمُهْنِم َثَبَو اَهَجْوَز اَهْنِم َقَلَخَو ٍةَدِحاَو ٍسْفَن ْنِم ْمُكَقَلَخ يِذَلا ُمُكَبَر اوُقَتا ُساَنلا اَهُيَأ اَي

اًبيِقَر ْمُكْيَلَع َناَك ََها َنِإ َماَحْرأاَو ِهِب َنوُلَءاَسَت يِذَلا ََها اوُقَتاَو

3

ِهِب ْتَرَمَف اًفيِفَخ اَْح ْتَلََح اَها َشَغَت اَمَلَف اَهْيَلِإ َنُكْسَيِل اَهَجْوَز اَهْنِم َلَعَجَو ٍةَدِحاَو ٍسْفَن ْنِم ْمُكَقَلَخ يِذَلا َوُه َنيِرِكا َشلا َنِم َنَنوُكَنَل اًِلا َص اَنَتْيَتآ ْنِئَل اَمُهَبَر ََها اَوَعَد ْتَلَقْثَأ اَمَلَف

4 ٌتاَظِفاَح ٌتاَتِناَق ُتاَِلا َصلاَف ْمِِلاَوْمَأ ْنِم اوُقَفْنَأ اَِبَو ٍضْعَب ىَلَع ْمُه َضْعَب َُها َلَضَف اَِب

ِ

ءا َسِّنلا ىَلَع َنوُماَوَق ُلاَجِّرلا اَف ْمُكَنْعَطَأ ْنِإَف َنُهوُبِر ْضاَو ِعِجا َضَْلا ِي َنُهوُرُجْهاَو َنُهوُظِعَف َنُهَزوُشُن َنوُفاََت يِتالاَو َُها َظِفَح اَِب ِبْيَغْلِل اًرِبَك اًيِلَع َناَك ََها َنِإ ايِبَس َنِهْيَلَع اوُغْبَت

5 ََها َنوُصْعَي ا ٌداَدِش ٌظاِغ ٌةَكِئاَم اَهْيَلَع ُةَراَجِْلاَو ُساَنلا اَهُدوُقَو اًراَن ْمُكيِلْهَأَو ْمُكَسُفْنَأ اوُق اوُنَمآ َنيِذَلا اَهُيَأ اَي

َنوُرَمْؤُي اَم َنوُلَعْفَيَو ْمُهَرَمَأ اَم

6 َنِتْأَي ْنَأ اِإ َنُهوُمُتْيَتآ اَم ِضْعَبِب اوُبَهْذَتِل َنُهوُلُضْعَت اَو اًهْرَك َءاَسِّنلا اوُثِرَت ْنَأ ْمُكَل ُلَِي ا اوُنَمآ َنيِذَلا اَهُيَأ اَي

اًرِثَك اًْرَخ ِهيِف َُها َلَعَْيَو اًئْيَش اوُهَرْكَت ْنَأ ىَسَعَف َنُهوُمُتْهِرَك ْنِإَف ِفوُرْعَْلاِب َنُهوُرِشاَعَو ٍةَنِّيَبُم ٍةَشِحاَفِب

7 Zakiyah Darajat, Membina Nilai-Nilai Moral di Indonesia, Cet. I ( Jakarta :

Bulan Bintang, 1977), hlm. 35.

(20)

9 Muhammad Natsir, Capita Selecta ( Jakarta: Bulan Bintang, 1973), hlm. 77.

10 Patricia Patton, Emotional Intelegence In he Work Place (Singapore: J & W

Printers & Brinders Ptc Ltd, 1997), hlm.105. 11 Muhammad Natsir, Capita...

12 Yaitu sekumpulan orang yang hidup dalam tempat tinggal bersama, dan

ma-sing-masing anggota merasakan pertautan batin sehingga diantaranya terjadi saling mempengaruhi, saling memperhatikan dan saling menyerahakan diri. Colemann, Abnormal Psychologi and Modern Life (Illionis : Scott, Foresmen and Co, 1976), hlm. 12.

13 Yaitu suatu persekutuan hidup yang dijalin kasih sayang, antara pasangan dua

jenis manusia yang dikukuhkan dengan pernikahan, yang bermaksud untuk menyempurnakan diri. Serta saling melengkapi dan saling menyempurnakan diri yang terkandung perealisasian peran dan fungsi sebagai orang tua. Ibid.

14 Ibid, hlm. 13-14

15 Yaitu keluarga yang ditandai oleh keharmonisan hubungan (relasi) antara

ayah dengan ibu, ayah dengan anak, serta ibu dengan anak. Dalam keluarga ini orang tua bertanggung jawab dan dapat dipercaya. Setiap anggota keluarga saling menghormati, dan saling memberi tanpa harus dimintai. Orang tua se-bagai koordinator dalam keluarga akan berperilaku proaktif. Dalam keluarga terdapat peraturan-peraturan dan harapan-harapan. Jika anak menentang otoritas segera ditertibkan. Anak-anak merasa aman, walaupun tidak selalu disadari. Diantaranya anggota keluarga saling mendengarkan jika bicara ber-sama, melalui teladan dan dorongan orang tua setiap masalah yang dihadapi diupayakan untuk dipecahkan bersama. Musthofa Fahmi, Kesehatan Jiwa

Da-lam Keluarga, Sekolah dan Masyarakat ( Jakarta : Bulan Bintang, 1977), hlm.

33-54.

16 Keluarga kuasa lebih menekankan kekuasaan dari pada relasi. Pada

keluar-ga ini, anak merasa seakan-akan ayah dan ibu mempunyai buku peraturan, ketetapan, ditambah daftar pekerjaan yang tidak pernah habis. Orang tua ber-tindak sebagai bos dan pengawas tertinggi. Anggota keluarga terutama anak-anak memiliki kesempatan atau peluang agar dirinya ”didengarkan”. Ibid. 17 Keluarga protektif, lebih menekankan pada tugas dan saling menyadari

pera-saan satu sama lain. dalam keluarga ini ketidak cocokan sangat di hindari ka-rena lebih menyukai suasana kedamaian. sikap orang tua lebih banyak pada upaya memberi dukungan, perhatian, dan garis-garis pedoman sebagai rujuk-an kegiatrujuk-an. Esensi dinamika keluarga adalah komonikasi dialogis yrujuk-ang di-dasarkan pada kepekaan dan hormat. Ibid.

18 Yaitu keluarga yang kurang teratur dan selalu mendua. Dalam keluarga ini

(21)

kesenjang an hubungan antara mereka dengan orang tua. Keluarga kacau tidak selalu rukun. Orang tua sering berprilaku kasar terhadap relasi. Orang tua menggambarkan kemarahan satu sama lain, dan hanya ada sedikit relasi antar orang tua dengan anak-anaknya. Anak merasa terancam dan tidak disayang. Hampir sepanjang waktu mereka dimarahi atau ditekan. Anak-anak menda-pat kesan bahwa mereka tidak diinginkan keluarga. Dinamika dalam kelu-arga, Dalam banyak hal sering menimbulkan kontradiksi, karena hakekatnya tidak ada keluarga. Rumah hanya sebagai terminal dan tempat berteduh oleh individu-individu. Ibid.

19 Keluarga simbiotis di cirikan oleh Orientasi dan perhatian keluarga yang kuat,

bahkan hampir seluruhnya terpusat pada anak-anak. Keluarga ini berlebihan dalam melakukan relasi. Orang tua sering merasa terancam karena meletakkan diri sepenuhnya pada anak-anak, dengan alasan “demi keselamatan” Orang tua hanya banyak menghabiskan waktu untuk memikirkan memenuhi keinginan anak-anaknya. Anak dewasa dalam keluarga ini belum kelihatan perkembang-an sosialnya. Dalam kesehariperkembang-annya, dinamika keluarga ditperkembang-andai oleh rutinitas kerja. Rumah dan keluarga mendominasi para anggota keluarga. Ibid.

20 Ibid.

21 Menurut Soetarso, secara harfiah fungsi dapat diartikan sebagai : (a)

kontri-busi dari bagian tertentu pada bagian dari suatu keseluruhan, (b). Tipe atau tipe-tipe aksi yang dapat dilakukan secara khas oleh suatu struktur tertentu, (c). Suatu kelas dari aktifitas-aktifitas organisatoris. Soetarso, Kecenderungan-kecenderungan Pekerjaan Sosial di Indonesia, Makalah Seminar Cum Discu-tion Dies Natalis ke 17. STPS. Widuri Jakarta ( Jakarta : tnp., 1977), hlm.4. 22 Rudolph CL, Tenaga Suka Rela Dalam Kesejahteraan Sosial (ttp.: Insani,

1978), hlm. 265.

23 Ibid., hal.270.

24 Good Carter, ed, Dictionare Of Education (New York: Mc. Graw Hill Book

Co., 1973), hlm.279.

25 Koentjoroningrat, Pengantar Antropologi ( Jakarta: Aksara Baru, 1974), hlm. 10.

26 Artinya suatu keluarga inti terdapat empat fungsi dasar yaitu fungsi

seksu-al, fungsi ekonomi, fungsi reproduksi, dan fungsi-fungsi pendidikan. Eliza-bet Hurlock, he Psychology Of Adolecent Development (New York : Harper, 1951), hlm.10.

27 Kingsly Davis, he Myth of Functional Analysis as a Special Method in Sociology

and Anthropology ( Amerika: tnp., 1959), hlm. 7.

28 Menurut Tourner, Konsep disfungsi sangatlah berguna dalam

(22)

29

ٍمْوَقِل ٍتاَيآ َكِلَذ ِي َنِإ ًةَْحَرَو ًةَدَوَم ْمُكَنْيَب َلَعَجَو اَهْيَلِإ اوُنُكْسَتِل اًجاَوْزَأ ْمُكِسُفْنَأ ْنِم ْمُكَل َقَلَخ ْنَأ ِهِتاَيآ ْنِمَو َنوُرَكَفَتَي

30

ِنوُدُبْعاَف ْمُكُبَر اَنَأَو ًةَدِحاَو ًةَمُأ ْمُكُتَمُأ ِهِذَه َنِإ

31 َباَتَف ْمُك َسُفْنَأ َنوُناَتَْت ْمُتْنُك ْمُكَنَأ َُها َمِلَع َنَُل ٌساَبِل ْمُتْنَأَو ْمُكَل ٌساَبِل َنُه ْمُكِئاَسِن َلِإ ُثَفَرلا ِماَيِّصلا َةَلْيَل ْمُكَل َلِحُأ

َنِم ُضَيْبأا ُطْيَْلا ُمُكَل ََنَبَتَي ىَتَح اوُبَرْشاَو اوُلُكَو ْمُكَل َُها َبَتَك اَم اوُغَتْباَو َنُهوُرِشاَب َنآاَف ْمُكْنَع اَفَعَو ْمُكْيَلَع َِها ُدوُدُح َكْلِت ِدِجا َسَْلا ِي َنوُفِكاَع ْمُتْنَأَو َنُهوُرِشاَبُت اَو ِلْيَللا َلِإ َماَيِّصلا اوُِتَأ َمُث ِرْجَفْلا َنِم ِدَوْسأا ِطْيَْلا َنوُقَتَي ْمُهَلَعَل ِساَنلِل ِهِتاَيآ َُها ُِّنَبُي َكِلَذَك اَهوُبَرْقَت اَف

32

ٍمْوَقِل ٍتاَيآ َكِلَذ ِي َنِإ ًةَْحَرَو ًةَدَوَم ْمُكَنْيَب َلَعَجَو اَهْيَلِإ اوُنُكْسَتِل اًجاَوْزَأ ْمُكِسُفْنَأ ْنِم ْمُكَل َقَلَخ ْنَأ ِهِتاَيآ ْنِمَو َنوُرَكَفَتَي

33 اًظيِلَغ اًقاَثيِم ْمُكْنِم َنْذَخَأَو ٍضْعَب َلِإ ْمُك ُضْعَب ى َضْفَأ ْدَقَو ُهَنوُذُخْأَت َفْيَكَو

34 Zakiah Darojat, Peranan Agama Dalam Kesehatan Mental ( Jakarta : Gunung

Agung, 1973), hlm. 71.

35 Djatnika Rahmat, Sistem Etika Islam (Surabaya: Pustaka Islam, 1985), hlm.78.

36 Diane A. Papalia, Psychology (New York: Mc. Graw-Hill Book Campany, 1985),

hlm. 433.

37 Ibid, hlm. 110-111

38 Zakiah Darodjat, Peranan Agama., hlm. 18.

39 Diane A. Papalia, Psychology., hlm. 434.

40 Siti Meichati, Pengantar Ilmu Pendidikan (Yogyakarta: Yayasan Penerbit FIP.

IKIP, 1982), hlm. 72.

41 Zakiah Darodjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah ( Jakarta: PT

Remaja Rusda Karya, 1995), hlm. 64.

(23)

daftar PuStaka

Ariin, HM., Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: Bumi Aksara, 1985.

Carter, Good, ed, Dictionare Of Education, New York: Mc. Graw Hill

Book Co., 1973.

CL, Rudolph, Tenaga Suka Rela dalam Kesejahteraan Sosial, ttp.: Insani,

1978.

Colemann, Abnormal Psychologi and Modern Life, Illionis: Scott,

Fores-men and Co, 1976.

Darajat, Zakiyah, Membina Nilai­Nilai Moral di Indonesia, Cet. I, Jakarta:

Bulan Bintang, 1977.

Darodjat, Zakiah, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, Jakarta:

PT Remaja Rusda Karya, 1995.

______________, Peranan Agama Dalam Kesehatan Mental, Jakarta:

Gunung Agung, 1973.

Davis, Kingsly, he Myth of Functional Analysis as A Special Method in

Sociology and Anthropology, Amerika: tnp.,1959.

Departemen Agama RI, Al­Quran dan Terjemahannya, Jakarta: Proyek

Peng adaan Kitab Suci Al-Quran, 1980.

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,

Jakar-ta: Balai Pustaka, 1977

Fahmi, Musthofa, Kesehatan Jiwa dalam Keluarga, Sekolah dan Masya­

rakat, Jakarta: Bulan Bintang, 1977.

Hurlock, Elizabet, he Psychology of Adolecent Development, New York:

Harper, 1951.

Koentjoroningrat, Pengantar Antropologi, Jakarta: Aksara Baru, 1974.

Langgulung, Hasan, Beberapa Tentang Pemikiran Pendidikan Islam, Cet.

I, Bandung: PT Al-Maarif, 1980.

Meichati, Siti, Pengantar Ilmu Pendidikan, Yogyakarta: Yayasan Penerbit

FIP.IKIP, 1982.

Natsir, Muhammad, Capita Selecta, Jakarta: Bulan Bintang, 1973.

Papalia, Diane A., Psychology, New York: Mc. Graw-Hill Book Campany,

(24)

Patton, Patricia, Emotional Intelegence In he Work Place, Singapore: J & W Printers & Brinders Ptc Ltd, 1997.

Rahmat, Djatnika, Sistem Etika Islam, Surabaya: Pustaka Islam, 1985.

Soetarso, Kecenderungan­kecenderungan Pekerjaan Sosial di Indonesia,

Makalah Seminar Cum Discution Dies Natalis ke 17. STPS. Widuri Jakarta, Jakarta: tnp., 1977.

Tourner, Bryan S., Weber and Islam, London: Routledge and Vegan Poul,

Referensi

Dokumen terkait

Masih terdapat kelompok yang paling rendah, yakni Paria yang terdiri atas orang-orang gelandangan, yang bertugas memukul “bedug” di kuil (bedug yang terbuat

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengenai apakah pemberian kesaksian anak tanpa disumpah sesuai dengan KUHAP karena di dalam KUHAP terdapat aturan bahwa saksi di

Jika hasil kali ketiga bilangan tersebut adalah 216, suku pertama dan suku ketiga barisan tersebut berturut-turut adalah.. E-book ini hanya untuk

Masyarakat dapat memberikan masukan dan tanggapan terkait kepenuhan syarat, integritas, independensi dan kecakapan terhadap nama-nama yang telah diumumkan oleh Tim Seleksi

Metodologi yang digunakan dalam penulisan tesis adalah studi litratur, Model SDOF non-linier dari persamaan getaran akan digantikan dengan Model getaran SDOF linier

Jangan pernah meletakkan akuarium atau benda lain yang menimbulkan efek lensa di depan proyektor ketika unit sumber cahaya sedang menyala.. Benda tersebut dapat menyebabkan

Pendapat lain mengatakan bahwa aksesibilitas merupakan kemampuan untuk mencapai suatu tujuan wisata tertentu, dapat lebih mudah atau sulit untuk menjangkaunya yaitu

Dampak perubahan tata ruang melalui reklamasi Pulau Serangan dari aspek ekonomi terdiri dari dampak negatif yaitu kehilangan mata pencaharian bagi kelompok penambang