• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa Era Otonomi Daerah di Kecamatan Aek Nabara Barumun Kabupaten Padang Lawas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa Era Otonomi Daerah di Kecamatan Aek Nabara Barumun Kabupaten Padang Lawas"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pendahuluan

Dalam tinjauan pustaka ini dapat diuaraikan dengan jelas kajian

kepustakaan yang menimbulkan gagasan atau mendasar dalam penelitian yang

dilaksanakan, dan berisi cuplikan bahwa pustaka yang berkaitan hanya dengan

masalah yang diteliti. Tinjauan pustaka ini juga menguraikan teori, temuan dan

bahan yang diarahkan untuk menyusun kerangka konsep yang akan digunakan

dalam tesis ini. Disamping itu juga dapat memuat uraian secara sistematis tentang

hasil penelitian yang didapat oleh para ahli atau peneliti terdahulu dengan mencari

hubungannya pada kegiatan yang akan diteliti. Dalam penyajian ini juga

ditunjukkan permasalahan yang akan diteliti belum terjawab atau belum

terpecahkan secara memuaskan dan hendak untuk diteliti seperti halnya terhadap,

Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa Era Otonomi Daerah di Kecamatan

Aek Nabara Barumun.

Tinjauan pustakan ini memuat uaraian secara sistematik tentang fakta,

hasil karya sebelumnya yang berasal dari pustaka yang memuat teori, proposisi,

konsep atau pendekatan terbaru yang ada hubungannya dengan kegiatan yang

akan diteliti. Fakta yang dilakukan diambil dari sumber primer atau data aslinya

yang akan disajikan dalam tinjauan pustaka. Dimana studi kepustakaan ini

memberikan gambaran tentang kemajuan suatu bidang ilmu tentang kasus yang

akan diteliti didasari pada penelitian emprik atau teoritik yang telah dilakukan

peneliti sebelumnya.

(2)

2.1.1. Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa

Pengertian pembangunan adalah satu fenomena di dunia ketiga yang amat

rumit dan kompleks. Michael P. Todaro, mengatakan, bahwa pembangunan harus

dipahami sebagai suatu proses berdimensi jamak yang melibatkan

perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap pertumbuhan ekonomi, pengurangan

ketidakmerataan, dan pemberantasan kemiskinan absolut.

“Pembangunan, kelompok sosial dalam sistem tersebut, berpindah dari suatu kondisi yang dianggap tidak menyenangkan kepada suatu kondisi atau situasi kehidupan yang dianggap lebih baik secara material maupun spritual (M.P.Todaro, 1989 :62)”

Dari penjelasan ini dikatakan, bahwa negara-negara dunia ketiga ditandai

oleh ciri-ciri yang khas, yaitu (a) standar hidup yang rendah, (b) produktivitas

yang rendah, (c) tingkat pertumbuhan penduduk dan beban ketergantungan yang

tinggi, (d) tingkat pengangguran yang tinggi dan meningkat terus serta

kekurangan pekerjaan, (e) sangat tergantung pada produksi pertanian dan barang

ekspor primer, dan (f) dominasi, ketergantungan dan kepekaan yang besar dalam

hubungan internasional (M.P.Todaro, 1989 : 28). Oleh karena itu, pembangunan

bertujuan untuk mengubah fenomena keterbelakangan yang kronis ini sebagai

suatu kenyataan yang dialami oleh lebih dari 3 miliar penduduk dunia.

Todaro & Smith (2003) mengemukakan tentang pembangunan sejalan

dengan karakteristik pembangunan yang dikemukan Dag Hammarskjold

Fundation (1977) menjelaskan bahwa pembangunan harus : (1) beriorentasi pada

kebutuhan (need-oriented) manusia, baik material maupun non-material, (2)

bersifat endogen, artinya muncul dari jiwa masyarakat itu sendiri yang tercermin

pada kedaulatan nilai-nilai dan visi mereka, (3) self-reliance yang berarti bahwa

(3)

sumberdaya-sumberdaya mereka sendiri (masyarakat, lingkungan alam, dan

budayanya), (4) ecologically-sound artinya penggunaan sumberdaya-sumberdaya

alam secara rasional dan bijak, dan (5) berdasarkan transformasi struktur dalam

hubungan-hubungan sosial, dalam kegiatan ekonomi dan distribusi spesial, seperti

halnya perubahan struktur kekuasaan.

Sementara Massey (1984) mendefenisikan pembangunan endogen sebagai

suatu pendekatan kewilayaan (territorial approach) dalam proses pertumbuhan

ekonomi dan perubahan struktural yang dimotori oleh komunikasi lokal dan

manfaatkan potensi-potensi lokal dalam pembangunan untuk memperbaiki tingkat

kehidupan penduduk lokal.

Bintoro Tjokroamidjojo (1985, 222-224) mengatakan, ‘pembangunan yang

meliputi segala segi kehidupan politik, ekonomi, dan sosial budaya itu baru akan

berhasil, apa bila merupakan kegiatan yang melibatkan partisipasi dari seluruh

rakyat di dalam suatu negara. Tidak saja dari pengambilan kebijaksanaan

tertinggi, perencanaan, pemimpin pelaksanaan operasional, tetapi juga dari

petani-petani yang masih tradisional, nelayan, buruh, pedagang kecil, dan lain-lain. Kata

Bintoro ada empat aspek penting partisipasi dalam rangka pembangunan yaitu :

1. Terlibat dan ikut sertanya rakyat sesuai dengan mekanisme proses politik

dalam suatu negara turut menentukan arah, strategi, dan kebijaksanaan

pembangunan yang dilakukan pemerintah.

2. Meningkatkan artikulasi (kemampuan) untuk merumuskan tujuan-tujuan dan

terutama cara-cara dalam merencanakan tujuan itu sebaiknya. Dalam

(4)

masyarakat, terutama organisasi-organisasi masyarakat sendiri untuk

mendukung proses pembangunan.

3. Partisipasi masyarakat dalam kegiatan-kegiatan nyata yang konsisten dengan

arah, strategis, dan rencana yang telah ditentukan dalam proses politik. Dalam

hal ini tergantung dari sistem dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan

yang berlaku bagi suatu negara. Ada kalanya pemerintah mengambil

kebijaksanaan yang lebih bersifat mobilisasi dari pada partisipasi.

4. Adanya perumusan dan pelaksanaan program-program partisipatif dalam

pembangunan yang berencana. Program-program ini pada suatu tingkat

tertentu membeberikan kesempatan secara langsung kepada masyarakat untuk

berpatisipasi dalam rencana yang menyangkut kesejahteraan sendiri serta

memetik hasil program tersebut”.

Asumsi dasar teori modernisasi adalah bahwa kondisi kemiskinan di

negara berkembang disebabkan oleh faktor internal atau faktor-faktor yang

terdapat didalam negara yang bersangkutan. Dari penjelasan dalam teori

modernisasi ini selain didasari pada dikotomi antara masyarakat tradisional dan

masyarakat modern (Suwarsono dan Alvin Y. SO, 1994 : 5) menjelaskan, selain

dari pola kehidupan masyarakat juga ditemukan dalam faktor-faktor non-material

sebagai penyebab kemiskinan, khususnya pada ide atau pemikiran. Faktor-faktor

ini menjelma dalam psikologi individu, dan pendidikan menjadi salah satu cara

untuk mengubah psikologi seseorang atau nilai-nilai budaya suatu masyarakat.

Robert Chambers mengatakan, kemiskinan desa yang terlupakan. Dimana

kemiskinan ini sering sekali kurang perhatian dari pihak-pihak yang bersangkutan

(5)

hubungannya dengan kebijakan pemerintah. Hal ini ketika orang luar yang

menaruh perhatian terhadap pembangunan desa, tetapi dirinya sendiri bukan orang

desa apalagi miskin. Yang temasuk didalamnya adalah akademisi, pengusaha,

wartawan, alim ulama dan politisi.

Hal ini dapat yang menjadi suatu sorotan dalam penelitian ini mengingat

pembangunan kesehatan masyarakat pedesaan khususnya di Kecamatan Aek

Nabara Barumun Kabupaten Padanglawas masih sangat perlu untuk diperhatikan

ketika penulis meninjau lokasi daerah penelitian dimana, salah satu kecamatan

yang ada di padanglawas yang tidak memiliki puskesmas. Belum lagi

keterbelakangan pembangunan kesehatan masyarakat desa diakibatkan pola

tingkat pendidikan dan sumberdaya manusia dalam menjaga kesehatan masih

belum memahami sepenuhnya. Namun ada suatu perubahaan ketika perhatian

pemerintah dalam membangun fasilitas ataupun sarana kesehatan masyarakat desa

secara sederhana. Akan tetapi sangat bermakna bagi masyarakat, seperti

pembangunan Posyandu/polides didesa yang menjadi penopang pembangunan

(6)

Gambar 2.1. Posyandu Desa Tanjung dibangun sebelum otonomi daerah tahun 1995 dioperasikan dengan baik sesudah otda tahun 2002

Sementara untuk mengukur keberhasilan pembangunan tidak cukup hanya

menggunakan Gross National Product (GNP) atau disebut seluruh nilai produk

barang dan jasa yang dihasilkan masyarakat suatu negara yang merupakan tolok

ukur ekonomi saja, melainkan juga harus didukung oleh indikator-indikator sosial

(non ekonomi), antara lain seperti tingkat melek huruf, tingkat pendidikan,

kondisi-kondisi dan kualitas pelayanan kesehatan, kecukupan akan kebutuhan

perumahan. Selanjutnya menurut Todaro, ada tiga nilai inti dari pembangunan

(7)

1. Kecukupan yaitu kemampuan untuk memenuhi kebutuhan- kebutuhandasar

(basic needs) yang meliputi pangan, sandang, papan, kesehatandan

keamanan.

2. Jati diri, menjadi manusia seutuhnya, yaitu diartikan sebagai

adanyadorongan-dorongan dari diri sendiri untuk maju , untuk menghargai

dirisendiri, untuk merasa diri pantas dan layak melakukan atau

mengejarsesuatu.

3. Kebebasan dari sikap menghamba, kemerdekaan atau kebebasan di

sinihendaknya diartikan secara luas sebagai kemampuan untuk berdiri tegak

sehingga tidak diperbudak oleh pengejaran aspek- aspek materiil dalam

kehidupan.

Lebih lanjut Todaro menyatakan bahwa pembangunan harus dipandang

sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan

mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan

institusi-institusinasional, di samping mengejar akselarasi pertumbuhan ekonomi,

penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan.

2.1.1.1. Program kesehatan masyarakat desa

Program pembangunan kesehatan di daerah pedesaan pada hakekatnya

menyangkut masalah perubahan perilaku (orientasi kebudayaan) masyarakat

setempat, oleh karena itu pelbagai disiplin ilmu dilibatkan dari perencanaan

sampai evaluasi. Ilmu-ilmu sosial dapat dan sepantasnya berperan dengan

ilmu-ilmu kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, dan

kegiatan ini berjalan dalam seluruh proses dari perencanaan sampai dengan

(8)

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1960 tentang

Pokok-pokok Kesehatan menyatakan bahwa rakyat berhak memperoleh derajat

kesehatan yang setinggi-tingginya. Hal serupa juga dicantumkan dalam satu

dasar pembangunan kesehatan, yakni Sistem Kesehatan Nasional (Departemen

Kesehatan R.I., 1982). Menteri Kesehatan Republik Indonesia mengeluarkan

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 99a/Men. Kes/SK/III

/1982 tentang berlakunya Sistem Kesehatan Nasional, yang meliputi Pemikiran

Dasar Sistem Kesehatan Nasional, Rencana Pembangunan Jangka Panjang

Bidang Kesehatan, dan Bentuk Pokok Sistem Kesehatan Nasional.

Sistem Kesehatan Nasional adalah suatu tatanan yang mencerminkan

upaya bangsa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan mencapai derajat

kesehatan yang optimal sebagai perwujudan kesejahteraan umum seperti

dimaksudkan dalam Pembukaan UUD 1945. Oleh karena itu, Pemikiran Dasar

Sistem Kesehatan Nasional pada hakekatnya menentukan arah, tujuan, dan

dasar pembangunan kesehatan yang menyeluruh, terp adu serta

berkesinambungan sebagai bagian dari Pembangunan Nasional (Departemen

Kesehatan R.I., 1982). Dasar-dasar Pembangunan Kesehatan Nasional adalah:

pertama, semua warga negara berhak memperoleh derajat kesehatan yang

optimal agar dapat bekerja dan hidup layak sesuai dengan martabat manusia.

Ke dua, pemerintah dan masyarakat bertanggung jawab dalam memelihara dan

mempertinggi derajat kesehatan rakyat. Ke tiga, penyelenggaraan upaya

kesehatan diatur oleh pemerintah dan dilakukan secara serasi dan seimbang

oleh pemerintah dan masyarakat serta dilaksanakan terutama melalui upaya

(9)

penyembuhan dan pemulihan yang diperlukan. Ke empat, setiap bentuk upaya

kesehatan harus berasaskan kemanusiaan yang berdasarkan Ketuhanan Yang

Maha Esa dengan mengutamakan kepentingan nasional, rakyat banyak, dan

bukan semata-mata kepentingan golongan atau perorangan. Ke lima, sikap,

suasana kekeluargaan, kegotong-royongan, serta semua potensi yang diarahkan

dan dimanfaatkan sejauh mungkin untuk pembangunan di bidang kesehatan.

Ke enam, sesuai dengan asas adil dan merata, hasil-hasil yang dicapai dalam

pembangunan kesehatan harus dapat dinikmati secara merata oleh seluruh

penduduk. Ke tujuh, semua warga negara berkedudukan sama dalam hukum

dan wajib menjunjung tinggi serta mentaati segala ketentuan peraturan

perundang-undangan dalam bidang kesehatan. Ke delapan, pembangunan

Kesehatan Nasional harus berlandaskan pada kepercayaan akan kemampuan

dan kekuatan sendiri, serta bersendikan kepribadian bangsa (Departemen

Kesehatan R.I., 1982).

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang

Kesehatan dan Program Pembangunan Nasional (Propenas) Sektor Kesehatan

dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan

Nasional (Propenas) Tahun 2000-2004 menyebutkan bahwa tujuan umum

program ini adalah meningkatkan pemerataan dan mutu upaya kesehatan yang

berhasil guna dan berdaya guna serta terjangkau oleh segenap anggota

masyarakat.

2.1.1.2. Konsep pelayanan kesehatan masyarakat

Sejak lahir sampai tua secara individu manusia tidak pernah mampu secara

(10)

manusia adalah makhluk hidup tertinggi ciptaan Tuhan, tetapi makhluk yang

serba terbatas, lemah, keterbatasan manusia baik secara fisik, intelektual, moral

membuat manusia butuh pelayanan. Manusia selalu membutuhkan pelayanan

sesuai dengan masa pertumbuhan atau perkembangan kehidupannya seperti :

a. Waktu dalam kandungan dan kelahiran membutuhkan layanan dokter,

bidan dan dukun.

b. Masa balita membutuhkan layanan baby sister.

c. Masa usia sekolah membutuhkan pelayanan guru.

d. Masa remaja/ pemuda membutuhkan pelayanan konsultasi dalam berbagai

aktivitas misalnya, konsultasi seks, perkawinan, dan penyediaan lapangan

kerja.

e. Masa dewasa membutuhkan pendamping setia (suami atau istri)

f. Selama waktu bekerja membutuhkan layanan peningkatan keterampilan,

keahlian, bimbingan, konsultasi dalam berbagai aktivitas dan bantuan

sumber daya.

g. Masa lanjut usia, membutuhkan pelayanan dalam berbagai hal.

Jadi pelayanan adalah salah satu cara melayani, membantu menyiapkan,

mengurus, menyelesaikan keperluan, kebutuhan seseorang atau sekelompok

orang. Sementara masyarakat adalah himpunan sekelompok anggota yang

mempunyai ikatan sosial, ekonomi, tujuan, cita-cita tertentu. Dalam kehidupan

bermasyarakat ada kepentingan individu atau golongan dan kepentingan bersama.

Kepentingan umum merupakan himpunan kepentingan pribadi yang sama dari

(11)

Dengan demikian pelayanan masyarakat dapat diartikan sebagai suatu

roses pemenuhan kebutuhan masyarakat terutama yang berkaitan dengan

kepentingan umum dan kepentingan golongan atau individu dalam bentuk barang

dan jasa. Ada sepuluh dimensi karakteristik atau atribut yang harus diperhatikan

dalam perbaikan kualitas jasa pelayanan (Vincent Gospersz, 1977) adalah :(1)

kepastian waktu pelayanan (2) akurasi pelayanan (3) kesopanan dan keramahan

dalam memberikan pelayanan (4) tanggung jawab (5) kelengkapan (6) kemudahan

mendapatkan pelayanan (7) variasi model pelayanan (8) pelayanan pribadi (9)

kenyamanan dalam memperoleh pelayanan (10) atribut pendukung pelayanan.

Secara umum yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan menurut Levey

dan Loomba (1973) dalam azwar (1996), adalah setiap upaya yang

diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam sebuah organisasi untuk

memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan

penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok ataupun

masyarakat. Pelayanan kesehatan (Sujudi, 1997 : 11). Defenisi kesehatan yang

secara ekspansif dan mulai tertera dalam piagam Organisasi Kesehatan Dunia

adalah suatu keadaan yang menjamin adanya kesejahteraan jasmani, rohani, dan

social yang utuh. Dalam pengembangan strategi kesehatan dewasa ini telah

mengangkat isu utama yaitu peningkatan pelayanan kesehatan dasar, promosi,

proteksi kesehatan, lingkungan yang sehat, kesehatan keluarga serta perbaikan

akses pada pelayanan kesehatan seperti :

a. Mobilisasi tambahan sumber dana untuk kesehatan

b. Intensifikasi dan implementasi program kesehatan masyarakat dan

(12)

c. Perbaikan peralatan kesehatan

d. Memperbaiki kualitas dan akses terhadap air untuk minum termasuk

keamanan dan mutu produk makanan

e. Membangun pusat-pusat regional untuk pelayanan kesehatan masyarakat.

f. Memperluas pelayanan kesehatan masyarakat dengan sektor swasta (Tim

Crescent 2002 : 64).

Sementara itu pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh Poskedes dan

polindes sekarang ini yang mendapat perhatian khusus diantaranya adalah

sebagai berikut :

a. Kesehatan Ibu dan anak : Adapun evaluasi program tersebut dapat

diuraikan sebagai berikut :

1. Memelihara kesehatan ibu hamil, bersalin dan menyusui, serta

anak-anak sekolah

2. Mengamati perkembangan dan pertumbuhan anak-anak dibawah lima

tahun (balita)

3. Memberi nasehat tentang makanan sehat untuk mencegah munculnya

gizi buruk dan memberi pengobatan kepada ibu dan anak-anak

sekolah

4. Pencatatan dan pelaporan kelahiran dan kematian bayi

5. Pembinaan anak-anak pada TK

6. Pemberian imunisasi pada anak-anak (Data Program Kerja Bidan

(13)

b. Program Keluarga berencana

Program keluarga berencana dimaksudkan untuk meningkatkan

kesehatan keluarga melalui kegiatan melembagakan keluarga kecil dan

sejahtera. Usaha-usaha yang telah dilaksanakan meliputi kegiatan sebagai

berikut :

1. Memberikan arahan dan melayani penggunaan alat kontrasepsi,

seperti pil, suntik dan lain-lain

2. Mengamati mereka yang menggunakan alat untuk mencegah

kehamilan dan mencegah efek samping yang mungkin timbul

3. Memberikan pengarahan kepada generasi muda mengenai reproduksi

sehat guna bekal mereka berkeluarga.(Data Program Kerja Bidan

Desa di Kecamatan Aek Nabara Barumun Tahun 2013).

c. Poli Umum

Poli Umum adalah upaya pelayanan atau usaha yang diberikan oleh

Puskesmas untuk memberikan pertolongan langsung kepada pasien yang

ditangani langsung oleh dokter umum.

Pelayanan pada hakikatnya adalah serangkaian kegiatan, karena itu ia

merupakan sebagai proses pelayanan secara rutin dan berkesinambugan orang

dalam masyarakat. “pelayanan merupakan untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya manusia berusaha, baik melalui aktivitas sendiri, meupun secara

langsung melalui aktivitas orang lain aktivitas adalah suatu proses penggunaan

akal, pikiran, panca indra dan anggota badan dengan atau tanpa alat bantu yang

(14)

dalam bentuk barang maupun jasa. Proses pemenuhan kebutuhan melalui

aktivitas orang lain yang secara langsung inilah yang dinamakan pelayanan”.

Timbulnya pelayanan dari orang lain kepada seseorang yang orang lain

tidak ada kepentingan langsung atas sesuatu yang orang lain tidak ada

kepentingan langsung atas sesuatu yang dilakukan karena faktor penyebab

yang bersifat ideal mendasar dan bersifat material adalah oraganisasi, yang

menimbulkan hak dan kewajiban, baik dalam maupun keluar. Hak dan

kewajiban kedalaman dapat disebut misalnya :

1. Hak terdiri dari:

a. Hak mendapatkan perlakuan yang sama atas dasar aturan yang

adil dan jujur.

b. Hak atas penghasilan berdasarkan paraturan yang ada.

c. Hak menjalankan ibadah di tempat kerja.

d. Hak istirahat sesuai konfensi Interational Labour Organisation (ILO)

e. Hak perlindungan terhadap kesehatan dan keselamatan kerja.

2. Kewajiban :

a. Menyelesaikan tugas/pekerjaan yang dibebankan kepadanya

dalam waktu yang telah ditentukan.

b. Melayani keperluan orang yang berkepentingan, baik orang

dalam (sesama pegawai/karyawan) maupu orang lain bukan

pegawai/karyawan, dengan cara da sikap yang sama (sesuai

dengan norma umum dan upaya organisasi).

(15)

d. Bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan doktrin dan budaya

organisasi.

Adapun hak dan kewajiban keluar ditijukan kepada orang luar atau

masyarakat yang berkepentingan ialah :

1. Hak terdiri dari : (1). Bertahan terhadap paksaan yang bersifat

penyimpangan dari aturan organisasi. (2). Melakukan tindakan

darurat dilapangan apabila diperlukan.

2. Kewajiban, yaitu melayani keperluan orang atau masyarakat yang

mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan

pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.

Berdasarkan undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2009

tentang Pelayanan Publik. yang dimaksud dengan pelayanan public adalah

kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan

pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga

Negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administrative

yang dsediakan oleh penyelenggara pelayanan public.

“Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri

atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan

meningkatkan kesehatan mencegah dan menyembuhkan penyakit serta

memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan ataupun

masyarakat”. Levei dan Loamba (1973) dalam Abdurrahman (2012:49)

Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok pelayanan

kesehatan masyarakat yang ditandai dengan cara pengorganisasian yang

(16)

memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit yang

sasaran utamanya untuk kelompok dan masyarakat.

Lingkungan pelayanan kesehatan meliputi sistem pembiayaan

kesehatan, peraturan perundang – undangan, kebijakan pemerintah dalam

pelayanan kesehatan, kebijakan pembiayaan dan peraturan keuangan, serta

sistem regulasi kesehatan. Seluruh sistem yang berlaku di masyarakat sangat

berpengaruh terhadap sistem organisasi pelayanan kesehatan dan sistem mikro

pelayanan kesehatan.

Untuk melakukan perbaikan mutu pelayanan kesehatan, perlu

diperhatikan empat tingkat perubahan (Berwick, 2002 : 4), yaitu : 1.

Pengalaman pasien dan masyarakat 2. Sistem mikro pelayanan 3. Sistem

organisasi pelayanan kesehatan 4. Lingkungan pelayanan kesehatan

Pembangunan di bidang kesehatan sangat penting untuk melaksanakan

program, seperti program air bersih dan sanitasi, pelayanan klinik, dan

pengembangan Sumber Daya Manusia. Syarat pelayanan kesehatan yang baik

setidak-tidaknya dapat dibedakan atas 13 macam, yakni tersedia , menyeluruh,

terpadu, berkesinambungan , adil/merata, mandiri, wajar, efektif, efisien, serta

bermutu. Untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu

banyak upaya yang dapat dilaksanakan. Upaya tersebut jika dilaksanakan

secara terarah dan terencana, dalam Ilmu administrasi kesehatan dikenal

dengan nama Program Menjaga Mutu (Quality Assurance Program).

2.1.2. Pengertian Otonomi Daerah

Otonomi daerah merupakan suatu kebebasan pemerintah daerah untuk

(17)

halnya dikemukakan dalam UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah,

memberi definisi bahwa “Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban

daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan

kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan atauran dan

perundang-undangan”.

Selain itu, otonomi memiliki tujuan untuk lebih meningkatkan pelayanan

kepada masyarakat, pengembangan kehidupan berdemokrasi, berkeadilan

pemerataan dan pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta

antara daerah. Dalam UU No. 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah dan

UU No 25 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat

dan pemerintahan daerah yang sebelumnya menjadi landasan otonomi tersebut

dijelaskan, lebih jauh bagaimana pengablikasihan hal-hal tersebut melalui

beberapa Peraturan Pemerintah (PP), yang kemudian di perkuat dengan

Kepmendagri No. 29 Tahun 2002 tentang pedoman pengurusan,

pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan daerah serta tata cara penyusunan

anggaran pendapatan dan belanja daerah, pelaksanaan tata usaha keuangan daerah

dan penyusunan perhitungan anggaran pendapatan dan belanja daerah, yang

sekarang sudah diganti dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun

2006 tentang pengelolahan keuangan daerah.

Sedangkan desentralisasi menurut UU No. 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah “adalah penyerahan wewenang pemerintah oleh

pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan

pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Desentralisasi

(18)

“Desentralisasi fiskal adalah pendelegasian tanggung jawab dan pembagian

kekuasaan dan kewenangan untuk pengambil keputusan dibidang fiskal yang

meliputi aspek penerimaan dan aspek pengeluaran” (Litvack dan Seddon dalam

Iklil, 2009 :13).

Hakekat otonomi daerah adalah adanya kewenangan yang lebih berdasar

dalam pengurusan maupun pengelolahan daerah termasuk didalamnya

pengelolahan keuangan. Mardiasmo (2002) memberikan pendapat bahwa dalam

era otonomi daerah tidak lagi sekedar menjalankan intruksi dari pusat, tetapi

benar-benar mempunyai keleluasaan untuk meningkatkan kreativitas dalam

mengembangkan potensi yang selama era otonomi bisa dikatakan terpasung.

Pemerintah daerah diharapkan semakin mandiri dan mengurangi ketergantungan

terhadap pemerintahan pusat, bukan hanya terkait dengan pembiayaan, tetapi juga

terkait dengan (kemampuan) pengelolahan daerah. terkait dengan hal itu

pemerintah daerah diharapkan semakin mendekatkan diri dalam berbagai kegiatan

pelayanan publik guna meningkatkan tingkat kepercayaan publik. Seiring dengan

semakin tingginya tingkat kepercayaan, diharapkan tingkat partisipasi (dukungan)

publik terhadap pemerintah daerah juga semakin tinggi.

2.1.3. Kebijakan Otonomi Daerah

Salah satu fenomena paling menonjol dari hubungan antara sistem

pemerintah daerah dengan pembangunan adalah ketergantungan daerah yang

sangat tinggi terhadap pemerintah pusat. Ketergantungan ini terlihat jelas dari

aspek keuangan. Daerah kehilangan keleluasaan bertindak (local discretion) untuk

mengambil keputusan-keputusan penting dan adanya campur tangan pemerintah

(19)

Menurut Allen (dalam Kuncoro, 2004: 3), tumbuhnya perhatian terhadap

desentralisasi tidak hanya dikaitkan dengan gagalnya perencanaan terpusat dan

populernya strategi pertumbuhan dengan pemerataan (growth with equity), tetapi

juga adanya kesadaran bahwa pembangunan adalah suatu proses yang kompleks

dan penuh ketidakpastian yang tidak dapat dengan mudah dikendalikan dan

direncanakan dari pusat. Karena itu dengan penuh keyakinan para pelopor

desentralisasi mengajukan sederetan panjang alasan dan argumen tentang

pentingnya desentralisasi dalam perencanaan dan administrasi dunia ketiga.

Mardiasmo (2002: 97) mengatakan, berdasarkan pengamatan dan analisis para

pakar diperoleh kesimpulan bahwa, sesungguhnya tuntutan yang mendesak dalam

perluasan otonomi ada tiga pokok permasalahan. Pertama, sharing of power;

kedua, distribution of income; ketiga, kemandirian sistem manajemen di daerah.

Desentralisasi merupakan sebuah alat untuk mencapai salah satu tujuan

bernegara, khususnya dalam rangka memberikan pelayanan umum yang lebih

baik dan menciptakan proses pengambilan keputusan publik yang lebih

demokratis. Pilihan terhadap desentralisasi haruslah dilandasi argumentasi yang

kuat, baik secara teoritis maupun secara empiris. Penyelenggaraan desentralisasi

mensyaratkan pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah dengan daerah

otonom.

Pembagian urusan pemerintahan tersebut didasarkan pada pemikiran

bahwa selalu terdapat berbagai urusan pemerintahan yang sepenuhnya dan tetap

menjadi kewenangan pemerintah. Urusan pemerintahan tersebut menyangkut

terjaminnya kelangsungan hidup bangsa dan negara secara keseluruhan. Menurut

(20)

tanpa batas kepada pemerintah daerah, yaitu pemerintah pusat pada tingkat

terakhir yang bertanggung jawab atas penyediaan pelayanan kepada masyarakat.

Mardiasmo (2002: 97) mengatakan, pemberian otonomi hendaknya jangan

sekedar jargon politik semata sebagaimana pada masa-masa sebelumnya. Ketidak

seriusan pemerintah dalam memberikan otonomi dapat menimbulkan efek negatif

yang lebih parah lagi karena masyarakat sudah terlalu lama menunggu. Tim

Asistensi Menteri Keuangan Bidang Desentralisasi Fiskal (2008: 60) menegaskan,

desentralisasi sendiri tidak boleh dianggap selesai, bahkan apabila urusan

pembagian kewenangan dan keuangan antardaerah sudah dianggap beres.

Keberhasilan desentralisasi harus diukur dari kemampuan pemerintah daerah yang

lebih mandiri dalam menyejahterakan masyarakat lokal sekaligus menjamin

hak-hak politiknya.

2.1.3.1. Prinsip good governance

Selama beberapa tahun belakangan ini Good Governance pemerintahan

yang baik marak dibicarakan sebagai solusi usaha penyesuaian terhadap

perubahan. Mengingat gelombang perubahan yang dihadapi oleh pemerintah pada

masa yang akan datang akan semakin kompleks, baik itu dari tekanan eksternal

maupun dari internal masyarakatnya. Selain sebagai cara yang dinilai ampuh,

good governance akhirnya berkembang sebagai tuntutan masyarakat yang

semakin cerdas dan kritis untuk dapat berpartisipasi dalam proses pengambilan

kebijakan publik. Sistem ini diyakini dapat mengatasi makin kompleksnya

faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan kebijakan tersebut, antara lain didukung

oleh sifatnya yang fleksibel yaitu dapat diterapkan di semua level pemerintahan

(21)

disusun oleh lembaga-lembaga yang berbeda di seluruh dunia, antara lain United

Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific pada tahun

2004, UNDP, World Bank, dan pemerintah Indonesia sendiri. Tetapi secara umum

semua prinsip tersebut mengemukakan pertimbangan yang sama mengenai

faktor-faktor dominan yang berpengaruh dan terkait dalam urusan publik. Prinsip-prinsip

Good Governance menurut UNDP adalah :

1). Participation/Partisipasi

Keterlibatan masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik, baik seara

langsung maupun tidak langsung. Partisipasi merupakan sistem timbal balik yang

tidak hanya membutuhkan aksi dari masyarakat tetapi juga memerlukan reaksi

dari pemerintah atau pejabat berwenang.

2). Rule of Law/Aturan Main

Penegakan hukum yang telah ditetapkan dan berlaku di daerah yang

bersangkuta secara obyektif. Perwujudan prinsip ini memerlukan kedisiplinan

masyarakat dan penegak hukum serta pemerintah itu sendiri.

3). Transparency/Transparansi

Transparansi berhubungan dengan kemudahan dalam memperoleh

informasi perencanaan maupun kebijakan publik, proses pengambilan

keputusannya dan dasar pertimbangannya. Transparansi dapat berjalan apabila

terdapat kejujuran dan kesesuaian tujuan untuk kesejahteraan masyarakat tanpa

sisipan kepentingan kelompok.

(22)

Seiring dengan makin maraknya perubahan di segala bidang, maka

pemerintah sebagai penyedia pelayanan publik harus cepat dan tepat dalam

menanggapi perubahan tersebut.

5). Consensus orientation/Orientasi Konsensus

Semua keputusan yang diambil berorientasi kepada kepentingan

masyarakat yang lebih luas, dan sedapat mungkin mengusahakan terbentuknya

konsensus dalam masyarakat.

6). Equity/Hak akan keadilan

Kesamaan dalam hal kesempatan dalam memperoleh kesejahteraan dan

keadilan bagi masyarakat. Dalam prakteknya, diharapkan tidak ada lagi

kecenderungan keberpihakan pada pihak atau golongan tertentu.

7). Efficiency and effectiveness/efisiensi dan efektif

Efisien dan efektif dalam hal penggunaan sumber daya dalam

pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat.

8). Accountability/akuntabilitas

Tuntutan pertanggungjawaban atas setiap kegiatan yang dilakukan untuk

kepentingan publik menjadi penting bagi berlangsungnya sistem pemerintahan

yang baik berdasarkan kepercayaan.

9). Strategic vision/strategi pandangan ke depan

Orientasi pemerintah dan masyarakat terhadap visi jangka panjang, tidak

hanya tujuan jangka pendek yang sesaat.

(23)

Konsep reinventing government/pembaharuan pemerintah ini diajukan

oleh Osborne dan Gaebler (1992) dengan perspektif baru mengenai pemerintah

yakni :

1. Pemerintah Katalis

Fokus pada pemberian pengarahan bukan pada produksi pelayanan publik.

Pemerintah sebaiknya memfokuskan diri pada pemberian pengarahan sedangkan

produksi pelayanan publik diserahkan pada pihak swasta dan/atau sektor pihak

ketiga (lembaga swadaya masyarakat dan non profit lainnya).

2. Pemerintah Milik Rakyat

Memberi wewenang pada masyarakat daripada melayani. Pemerintah

daerah sebaiknya memberi wewenang kepada masyarakat sehingga mereka

mampu menjadi masyarakat yang dapat menolong dirinya sendiri (community

self-help).

3. Pemerintah yang Kompetitif

Menyuntikkan semangat kompetitif dalam pemberian pelayanan publik.

Kompetisi adalah satu-satunya cara untuk menghemat biaya sekaligus

meningkatkan kualitas pelayanan. Dengan kompetisi, banyak pelayanan publik

yang dapat ditingkatkan kualitasnya tanpa harus memperbesar biaya.

4. Pemerintah yang Digerakkan Oleh Misi

Mengubah organisasi yang digerakkan oleh peraturan menjadi organisasi

yang digerakkan oleh misi. Apa yang dapat dan tidak dapat dilaksanakan oleh

pemerintah daerah diatur dalam mandatnya. Namun tujuan pemerintah daerah

bukanlah mandatnya, tetapi misinya.

(24)

Membiayai hasil bukan masukan. Pemerintah daerah wirausaha/marketing

local overnment berusaha untuk membiayai hasil dan bukan masukan. Pemerintah

daerah wirausaha akan mengembangkan suatu standar kinerja yang mengukur

seberapa baik suatu unit kerja mampu memecahkan permasalahan yang menjadi

tanggung jawabnya. Semakin baik kinerjanya, semakin baik pula dana yang akan

dialokasikan untuk mengganti semua dana yang telah dikeluarkan oleh unit kerja

itu.

6. Pemerintah berorientasi pada pelanggan

Pemerintah yang berfokus terhadap pelanggan (masyarakat).

7. Pemerintah Wirausaha

Mampu memberikan pendapatan dan tidak sekedar membelanjakan.

Pemerintah daerah wirausaha dapat mengembangkan pusat-pusat pendapatan

salah satunya dari proses penyediaan pelayanan publik.

8. Pemerintah Antisipatif

Berupaya mencegah daripada mengobati. Pemerintah daerah wirausaha

tidak reaktif tapi proaktif. Pemerintah daerah wirausaha tidak hanya mencoba

untuk mencegah, tetapi juga berupaya keras untuk mengantisipasi masa depan.

9. Pemerintah Desentralisasi

Dari hirarki menuju partisipatif dan tim kerja. Pengambilan keputusan

digeser ke tangan masyarakat, asosiasi, LSM, dan lain-lain.

10. Pemerintah Berorientasi pada mekanisme pasar

Mengadakan perubahan dengan mekanisme pasar (sistem insentif) dan

bukan dengan mekanisme administratif (sistem prosedur dan pemaksaan). Dalam

(25)

dan pengendalian, mengeluarkan prosedur dan definisi baku dan kemudian

memerintahkan orang untuk melaksanakannya (sesuai dengan prosedur tersebut).

Dalam mekanisme pasar, pemerintah daerah wirausaha tidak

memerintahkan dan mengawasi tetapi mengembangkan dan menggunakan sistem

insentif agar orang tidak melakukan kegiatan yang merugikan masyarakat.

Konsep reinventing government muncul sebagai kritik atas kinerja pemerintah

selama ini dan sebagai antisipasi atas berbagai perubahan yang akan terjadi.

Konsep reinventing government harus diikuti oleh perubahan-perubahan lain

seperti dilakukannya bereaucracy reengineering/menumbuhkan keahlian

birokrasi, rightsizing, dan perbaikan mekanisme reward and punisment/hukuman

dan penghargaan. Penerapan konsep reinventing government membutuhkan arah

yang jelas dan political will/kemauan politik yang kuat dari pemerintah dan

dukungan dari masyarakat. Selain itu, yang terpenting adalah adanya perubahan

pola pikir dan mentalitas baru di tubuh birokrasi pemerintah itu sendiri karena

sebaik apapun konsep yang ditawarkan jika semangat dan mentalitas

penyelenggara pemerintahan masih menggunakan paradigma lama, konsep

tersebut hanya akan menjadi slogan tanpa ada perubahan.

2.1.3.2. Sumber pendapatan pemerintah daerah

Pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai

penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang

bersangkutan. Pembentukan undang-undang tentang Perimbangan Keuangan

Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dimaksudkan untuk

mendukung pendanaan atas penyerahan urusan kepada pemerintahan daerah.

(26)

makna bahwa pendanaan mengikuti fungsi pemerintahan yang menjadi kewajiban

dan tanggung jawab masing-masing tingkat pemerintahan.

Kadjatmiko (dalam Halim, 2007: 194) mengatakan, dalam rangka

penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat yang

didasarkan pada azas desentralisasi, daerah diberikan kewenangan untuk

memungut pajak dan retribusi (tax assignment) serta bantuan keuangan (grant

transfer) atau dikenal dengan dana perimbangan. Undang-Undang Nomor 33

Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan

Pemerintahan Daerah, Pasal 5 ayat 2 menjelaskan, Pendapatan daerah bersumber

dari: 1) Pendapatan Asli Daerah; 2) Dana Perimbangan; dan 3) Lain-lain

Pendapatan Daerah Yang Sah.

Upaya-upaya yang harus dilakukan untuk meningkatkan pendapatan

daerah diantaranya :

1. Mengkaji, menilai sumber-sumber potensi pajak / retribusi yang baru.

2. Upaya koordinasi dengan pihak lain, baik itu dengan pihak badan usaha

swasta untuk dapat memperhatikan daerah dalam pemenuhan kewajiban

pajak / retribusi daerah.

3. Menjalin koordinasi dengan Badan Usaha Milik Negara maupun Badan

Usaha Milik Daerah untuk bekerjasama dalam pemungutan pajak/retribusi

seperti PT.PLN.

4. Menjalin kerjasama yang bersinergi dan berkoordinasi dengan pemerintah

propinsi dalam pembagian hasil dan pemerintah pusat dalam hal penerimaan

(27)

2.1.3.3. Pendapatan asli daerah

Pendapatan Asli Daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang

diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan

peraturan perundang-undangan (UU Nomor 33 Tahun 2004 Pasal 1, ayat 18).

SumberPendapatan Asli Daerah, diperoleh dari: a) Pajak Daerah; b) Retribusi

Daerah; c) Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan d) Lain-lain

PAD yang sah. Pendapatan Asli Daerah bertujuan memberikan kewenangan

kepada pemerintah daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai

dengan potensi daerah sebagai perwujudan desentralisasi. Sidik et.al (2004: 77)

menegaskan, secara utuh desentralisasi fiskal mengandung pengertian bahwa

untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah yang luas, nyata, dan

bertanggung jawab, kepada daerah diberikan kewenangan untuk memberdayakan

sumber keuangan sendiri dandidukung dengan perimbangan keuangan pusat dan

daerah. Kewenangan untuk memberdayakan sumber keuangan sendiri dilakukan

dalam wadah PAD yang sumberutamanya adalah pajak daerah dan retribusi

daerah. Idealnya suatu perimbangan keuangan pusat dan daerah terjadi apabila

setiap tingkat pemerintahan independen dalam bidang keuangan untuk membiayai

pelaksanaan tugas dan wewenang masing-masing.

Artinya PAD menjadi sumber pendapatan utama atau dominan, sementara

subsidi atau transfer dari tingkat pemerintah pusat merupakan sumber penerimaan

pendukung atau tambahan yang peranannya tidak dominan. PAD merupakan salah

satu sumber pembiayaan pemerintahan daerah yang peranannya sangat tergantung

(28)

Menurut Kaho (2007: 136), salah satu kriteria penting untuk mengetahui

secara nyata kemampuan daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya

adalah self supporting dalam bidang keuangan. Faktor keuangan merupakan

faktor esensial dalam mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan

otonomi daerahnya.

Menurut Halim (2007: 1997), pemerintah daerah menghadapi dilema, di

satu sisi mereka harus meningkatkan terus jumlah PAD-nya untuk mengimbangi

semakin meningkatnya kebutuhan biaya penyelenggaraan pemerintahan dan

pembangunan, di sisi lain potensi di daerah yang bisa dijadikan sebagai sumber

pendapatan daerah relatif kecil. Sidik et.al (2004: 77) juga mengatakan, sebagai

rangkaian dari pengalihan kewenangan sebagai wujud pelaksanaan otonomi

daerah, dukungan pembiayaan yang memadai akan menjadi syarat utama guna

mencapai hasil optimal.

Ketergantungan yang tinggi terhadap penerimaan dari pemerintah pusat

disatu sisi dan rendahnya peranan PAD dalam penerimaan daerah di satu sisi

membawa konsekuensi terhadap rendahnya kemampuan PAD dalam membiayai

pengeluaran daerah. Kondisi ini tentu saja sangat menyulitkan pemerintah daerah

untuk melaksanakan otonomi secara nyata. Tim Asistensi Menteri Keuangan

Bidang Desentralisasi Fiskal (2008: 44) menjelaskan, rendahnya penerimaan

pajak dan retribusi daerah ditunjukkan oleh data tahun 2001 sampai dengan tahun

2005 bahwa kontribusi PAD terhadap APBD hanya kurang dari 10%. Peranan

PAD yang relatif kecil menyebabkan penerimaan pemerintah daerah baik secara

langsung maupun tidak langsung sangat tergantung pada transfer dari pemerintah

(29)

Menurut Kuncoro (2004: 13), setidaknya ada lima penyebab utama

rendahnya PAD yang pada gilirannya menyebabkan tingginya ketergantungan

terhadap subsidi dari pusat, yaitu: 1) kurang berperannya perusahaan daerah

sebagai sumber pendapatan daerah; 2) tingginya derajat sentralisasi dalam bidang

perpajakan. Semua pajak utama yang paling produktif dan buoyant baik pajak

langsung dan tak langsung, ditarik oleh pusat; 3) kendati pajak daerah cukup

beragam ternyata hanyasedikit yang bisa diandalkan sebagai sumber penerimaan;

4) bersifat politis, adanyakekhawatiran apabila daerah mempunyai sumber

keuangan yang tinggi maka adakecendrungan terjadi disintegrasi dan separatisme;

5) kelemahan dalam pemberiansubsidi dari pemerintah pusat kepada pemerintah

daerah. Sidik et.al (2004: 75)mengatakan, selama ini rendahnya PAD dalam

struktur penerimaan daerahdisebabkan karena sumber-sumber yang masuk dalam

ketagori PAD umumnya bukanmerupakan sumber potensial bagi daerah.

Sumber-sumber potensial di daerah sudahdiambil sebagai Sumber-sumber penerimaan pemerintah

pusat, sehingga yang tersisa didaerah hanya sumber-sumber penerimaan yang

kurang potensial. Dalam hal yangsamaKumorotomo (2008: 364) mengatakan,

karena pajak-pajak yang memberi hasiltinggi tidak didesentralisasikan,

kontinuitas kebijakan yang lain ialah bahwaketergantungan daerah kepada

bantuan pemerintah pusat masih tetap tinggi sepertiditunjukkan oleh besarnya

persentase DAU di dalam anggaran pemerintah daerah.

Sedangkan Bird dan Vaillancourt (2000: 165) berpendapat, sentralisasi

perpajakanjuga didorong oleh tujuan untuk mengurangi kesenjangan antar daerah

akibatperbedaan pada besarnya sumber-sumber pajak. Walaupun tujuan-tujuan ini

(30)

upaya-upayamemperluas pilihan-pilihan pajakdaerah, yang sesuai dengan tujuan-tujuan

tersebut.Sistem perpajakan yang sangatsentralistis ini merupakan alasan mengapa

pemerintah daerah tidak dapat melakukan pembiayaan sendiri, dan demikian

kecilnya porsipenerimaan sendiri dalam struktur pengeluaran mereka. Sidik et.al

(2004: 79) menegaskan, ketimpangan perbandingan antara PAD sebagai

pendapatan lokal dengan pendapatan luar daerah berupa dana perimbangan

sebagai transfer dari pusat dalam komponen pendapatan APBD menjadi masalah

yang kritis. Jika pemerintah daerah terjebak untuk segera meningkatkan PAD

secara drastis maka upaya peningkatan pajak daerah dan retribusi daerah menjadi

pilihan, dan hal tersebut berarti akan mengurangi peluang daerah untuk meraih

investasi dan semakin menambah beban masyarakat dan para investor. Namun,

apabila pemerintah daerah terlambat untuk meningkatkan PAD maka semakin

jauh harapan kemandirian daerah akan tercapai.

Menurut Mardiasmo (2004: 146), pemerintah diharapkan dapat

meningkatkan PAD untuk mengurangi ketergantungan terhadap pembiayaan dari

pusat, sehingga meningkatkan otonomi dan keleluasaan daerah (local discretion).

2.1.3.4. Pengelolaan pendapatan belanja daerah

Sumber pendapat daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah

(PAD), Dana perimbangan, dan lain-lain pendapat sah. Pengelolahan pendapatan

daerah untuk meningkatkan kapasitas fiskal daerah dengan tujuan

memaksimalkan penyelenggaraan pemerintah daerah dalam rangka pelayanan

kepada masyarakat.

Kebijakan pengelolaan pendapatan daerah harus dilakukan secara

(31)

Upaya untuk meningkatkan kapasitas fiskal daerah (fiscal capacity) tidak hanya

dilakukan dalam rangka peningkatan PAD, namun juga harus melihat dampaknya

terhadap kegiatan ekonomi masyarakat secara menyeluruh. Artinya, peningkatan

PAD tidak boleh memiliki dampak langsung terhadap penurunan pendapat

kelompok masyarakat tertentu. Dimana peningkatan kapasitas fiskal juga harus

mempertimbangkan tata kelola (governance) tentang keuangan daerah, karena

peningkatan anggaran yang besar juga tidak dikelolah dengan baik justru akan

menimbulkan masalah, sehingga arah pengelolaan pendapatan daerah tidak

teroptimalisasi fungsi anggaran yang meliputi fungsi perencanaan, distribusi dan

stabilisasi.

Diketahui pembiayaan penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan

daerah dalam melaksanakan fungsi pelayanan dasar publik masih banyak

tergantung pada penerimaan dana perimbangan yang terdiri dari atas DAU, DAK

dan Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak. Sementara dengan adanya otonomi

daerah diharapkan dapat memacu daerah menuju ketingkat kemampuan keuangan

yang lebih baik untuk meningkatkan kapasitas fiskal dan berkurangnya celah

fiskal dari tahun ketahun. Perlu dilakukan upaya-upaya untuk meningkatkan

kapasitas fiskal dengan mengoptimalkan sumber-sumber pendapatan daerah yang

merupakan komponen kapasitas fiskal daerah. ada beberapa strategi yang

dilakukan untuk menutupi terjadinya kesenjangan fiskal adalah sebagai berikut :

1. Mengadakan kajian kemungkinan meningkatnya pendapatan melalui

pajak dan retribusi.

2. Menaikkan pendapatan dari pajak dan retribusi daerah melalui

(32)

3. Mengoptimalkan penerimaan dana bagi hasil dari perusahaan yang ada

di wilayah Kabupaten Padang Lawas seperti bagi hasil pajak, dan

bukan pajak (PPh Perorangan, PKB-BBNKB, BPBBKB, BPHTP, dn

PBB).

4. Melakukan perbaikan administrasi penerimaan pendapatan dan belanja

daerah secara transparansi dan akuntabel guna menghindari terjadinya

prilaku korupsi.

Disamping itu kebijakan umum belanja daerah diprioritaskan untuk

menunjang efektivitas pelaksanaan tugas dan fungsi masing-masing satuan kerja

perangkat daerah serta untuk memenuhi kebutuhan anggaran sesuai dengan

prioritas yang ditetapkan dengan memperimbangkan keberhasilan pembangunan

yang telah dicapai pada tahun sebelumnya serta permasalahan dan tantangan yang

akan dihadapi, maka pada tahun 2010 kebijakan yang dilaksanakan oleh

pemerintah Kabupaten Padang Lawas dalam meningkatkan pembangunan melalui

peningkatan belanja diprioritaskan untuk :

1. Revitalisasi pertanian dan kehutanan

2. Peningkatan kualitas kesehatan dan pendidikan

3. Peningkatan kualitas pelayanan publik

4. Peningkatan pendapatan daerah

5. Peningkatan keamanan dan ketertiban.

Realisasi belanja dari target yang dimaksud tersebut masih belum

makasimal terlaksana melihat dari anggaran belanja pegawai sebesar Rp.

272.309.618.544,- dengan realisasi Rp 256.151.176.765,- atau 94.07 % dari biaya

(33)

belanja pegawai ketimbang keperluan untuk bidang kesehatan yang cuman

menerima anggaran sebesar Rp 20.801.506.492,- yang dapat direalisasikan dari

pengajuan anggaran sebesar 15.640.390.171,-. (LKPJ Padanglawas, 2010)

Sementara permasalahan yang dihadapi dalam bidang belanja daerah sangat

banyak, terutama Kabupaten Padang Lawas yang baru mekar memerlukan fasilitas dan

infrastruktur yang banyak. Sehingga banyak meresap keperluan belanja yang harus

ditampung. Dan apabila realisasi anggaran tidak tepat sasaran yang pasti tidak terjadi

pembangunan yang signifikan. Namun yang terjadi penghamburan keuangan negara

dengan pengeluaran yang kurang bermanfaat bagi masyarakat. Ini juga dikarenakan

disaat penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang tidak memiliki

berpedoman pada agenda yang di prioritaskan. Melainkan suatu wujud dalam

kepentingan antara pihak eksekutif dan legeslatif. Akhirnya realisasi anggaran untuk

pembangunan terjadi kemacetan. Bahkan menjadi alasan karena banyaknya usulan yang

diajukan sementara kemampuan dana yang tersedia terbatas. Hal seperti ini selalu

menjadi alasan bagi pelaksana pemerintahan. Padahal untuk merealisasikan anggaran

yang tepat harus berprinsip tegas dan tetap pada visi dan misi yang terjantum dalam

Gambar

Gambar 2.1. Posyandu Desa Tanjung dibangun sebelum otonomi daerah tahun 1995 dioperasikan dengan baik sesudah otda tahun 2002

Referensi

Dokumen terkait

(1998) dalam Nurwahyuni (2001), perbanyakan tanaman jeruk secara in vitro melalui kultur jaringan memiliki beberapa keuntungan diantaranya adalah dapat menghasilkan bibit

Berdasarkan paparan respons jawaban peserta didik dalam menjawab butir soal no 3 di atas yang mengukur kemampuan menghubungkan permasalahan sehari-hari dengan

Berdasarkan pada dokumen kualifikasi Pengadaan Jasa Konsultansi Pekerjaan Pengawasan Pengerukan Kolam Pelabuhan Penyeberangan Kendal Tahun Anggaran 2012 dan hasil

Pembuktian terbalik yang diatur dalam Pasal 37 (2) Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak

Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Roti Guna Meminimumkan Biaya Persediaan Menggunakan Metode Economic Order Quantity (studi kasus pada CV. Foker Cake

Penulisan data ke register perintah digunakan untuk memberikan perintah- perintah pada Modul M1632 sesuai dengan data-data yang dikirimkan ke register tersebut.. Gambar

dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu”. Yang mana berdasarkan pasal ini keperawatan merupakan salah satu profesi/tenaga. kesehatan

Oleh karena itu, murabahah tidak dengan sendirinya mengandung konsep pembayaran tertunda ( deffered payment ), seperti yang secara umum dipahami oleh sebagian