BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Parson Tentang Perubahan Sosial
Perubahan Sosial dalam soejono soekanto (2003), adalah segala perubahan yang terjadi dalam suatu masyarakat yang tercakup atas aspek-aspek dari suatu masyarakat, ataupun terjadinya suatu perubahan dari faktor lingkungan karena perubahan komposisi penduduk, kondisi geografis, serta perubahan sistem hubungan sosial, maupun terjadinya suatu perubahan pada lembaga kemasyarakatannya. Perubahan sosial terjadi karena adanya faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Definisi perubahan sosial menurut beberapa ahli sosiologi:
1. Menurut William F.Ogburn mengemukakan bahwa, “ruang lingkup perubahan-perubahan sosial meliputi unsur-unsur
kebudayaan baik yang material maupun yang immaterial, yang
ditekankan adalah pengaruh besar unsur-unsur kebudayaan
material terhadap unsur-unsur immaterial”.
2. Menurut Kingsley Davis mengartikan, “perubahan sosial sebagai perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi
masyarakat”.
(social relationships) atau sebagai perubahan terhadap
keseimbangan (equilibrium) hubungan sosial”.
4. Menurut JL.Gillin dan JP.Gillin mengatakan , “perubahan-perubahan sosial sebagai suatu variasi dari cara-cara hidup yang
telah diterima, baik karena perubahan-perubahan kondisi
geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk, idiologi
maupun karena adanya difusi ataupun penemuan-penemuan baru
dalam masyarakat”.
5. Menurut Samuel Koenig mengatakan bahwa, “perubahan sosial menunjukkan pada modifikasimodifikasi yang terjadi dalam
pola-pola kehidupan manusia”.
6. Defenisi menurut Selo Soemardjan rumusannya adalah “segala perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di
dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya,
termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap dan pola perilaku di
antara kelompok-kelompok dalam masyarakat”.
Dari defenisi diatas, Dapat di Simpulkan Perubahan Sosial adalah perubahan yang terjadi dalam struktur masyarakat yang dapat mempengaruhi sistem sosial.
secara umum penyebab dari perubahan sosial budaya dibedakan atas dua golongan besar, yaitu:
1) Perubahan yang berasal dari masyarakat itu sendiri. a. Bertambah atau berkurangnya penduduk.
b. Perubahan Jumlah penduduk merupakan penyebab terjadinya
perubahan social, seperti pertambahan atau berkurangnya penduduk pada suatu daerah tertentu, Bertambahnya Penduduk pada suatu daerah dapat mengakibatkan perubahan pada struktur masyarakat, terutama mengenai lembaga-lembaga kemasyarakatan. Sementara pada daerah lain terjadi kekosongan sebagai akibat perpindahan penduduk tadi.
c. Penemuan-penemuan baru Penemuan-penemuan baru akibat perkembangan ilmu pengetahuan baik berupa teknologi maupun berupa gagasan-gagasan menyebar kemasyarakat, dikenal, diakui, dan selanjutnya diterima serta menimbulkan perubahan sosial. Menurut Koentjaraningrat faktor-faktor yang mendorong individu untuk mencari penemuan baru adalah sebagai berikut :
a) Kesadaran dari orang perorangan karena kekurangan dalam kebudayaannya.
c) Pertentangan (konflik) dalam masyakat Pertentangan dalam nilai dan norma-norma, politik, etnis, dan agama dapat menimbulkan perubahan sosial budaya secara luas. Pertentangan individu terhadap nilai-nilai dan norma-norma serta adat istiadat yang telah berjalan lama akan menimbulkan perubahan bila individu-individu tersebut beralih dari nilai, norma dan adat istiadat yang telah diikutinya selama ini.
2) Faktor-faktor perubahan yang berasal dari luar masyarakat, yaitu: a. Peperangan
Peperangan yang terjadi dalam satu masyarakat dengan masyarakat lain menimbulkan berbagai dampak negatif yang sangat dahsyat karena peralatan perang sangat canggih.
b. Pengaruh kebudayaan asing
dari masyarakat yang lain pula. Adanya proses penerimaan pengaruh kebudayaan asing ini disebut dengan akulturasi.
2.2 Teori Konflik
Konflik dalam Ritzer (2010:153-160), pada dasarnya adalah sesuatu yang tidak terhindarkan dalam kehidupan kita, Konflik merupakan bagian dari interaksi sosial yang bersifat disosiatif.konflik ini jika dibiarkan berlarut-larut dan berkepanjangan serta tidak segera ditangani akan menimbulkan terjadinya disintegrasi sosial suatu bangsa.Suatu keadaan yang memiliki peluang besar untuk timbulnya konflik adalah perbedaan.Perbedaan yang di maksud adalah perbedaan kepentingan.
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul.secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Bagi Dahrendorf, masyarakat memiliki dua wajah, yakni konflik dan konsesus yang dikenal dengan teori konflik dialektika.Dengan demikian diusulkan agar teori sosiologi dibagi menjadi dua bagian yakni teori konflik dan teori konsesus.
Teori Konflik harus menguji konflik kepentingan dan penggunaan kekerasan yang mengikat masyarakat.Sedangkan, Teori Konsesus harus menguji nilai integrasi dalam masyarakat.Bagi Ralf, masyarakat tidak Akan ada tanpa konsesus dan konflik.Masyarakat disatukan oleh ketidak bebasan yang dipaksakan.Dengan demikian, posisi tertentu di dalam masyarakat mendelegasikan kekuasaan dan otoritas terhadap posisi yang lain.
Fakta kehidupan sosial ini yang mengarahkan Dahrendorf kepada tesis sentralnya, bahwa perbedaan distribusi(otoritas) selalu menjadi faktor yang menentukan konflik sosial sistematis.Hubungan Otoritas dan Konflik Sosial Ralf Dahrendorf berpendapat, bahwa posisi yang ada dalam masyarakat memiliki otoritas atau kekuasaan dengan intensitas yang berbeda-beda.Otoritas tidak terletak dalam diri individu, tetapi dalam posisi, sehingga tidak bersifat statis.Jadi, seseorang bisa saja berkuasa atau memiliki otoritas dalam lingkungan tertentu dan tidak mempunyai kuasa atau otoritas tertentu pada lingkungan lainnya. Sehingga seseorang yang berada dalam posisi subordinat dalam kelompok tertentu, mungkin saja menempati posisi superordinat pada kelompok yang lain.
2. Kelompok Kepentingan (manifes). 3. Kelompok Konflik
Kelompok semu adalah sejumlah pemegang posisi dengan kepentingan yang sama tetapi belum menyadari keberadaannya, dan kelompok ini juga termasuk dalam tipe kelompok kedua, yakni kelompok kepentingan dan karena kepentingan inilah melahirkan kelompok ketiga yakni kelompok konflik sosial. Sehingga dalam kelompok akan terdapat dalam dua perkumpulan yakni kelompok yang berkuasa (atasan) dan kelompok yang dibawahi (bawahan).Kedua kelompok ini mempunyai kepentingan berbeda. Bahkan, menurut Ralf, mereka dipersatukan oleh kepentingan yang sama.
2.3 Defenisi Konsep
Konsep adalah suatu hasil pemaknaan didalam intelektual manusia yang merujuk pada kenyataannya nyata kedalam empiris, dan bukan merupakan refleksi sempurna. Dalam sosiologi, konsep menegaskan dan menetapkan apa yang akan diobservasi menurut, Suyanto (2005:49). Defenisi konsep yang digunakan sebagai konteks penelitian ini antara lain sebagai berikut :
itu harus mudah diakses semua orang. Dari ruang publik ini dapat terhimpun kekuatan solidaritas masyarakat warga untuk melawan mesin-mesin pasar/kapitalis dan mesin-mesin-mesin-mesin politik.
2. Ruang edukasi adalah wilayah mengenai keberadaan pendidikan formal merupakan pendidikan disekolah yang diperoleh secara teratur, sistematis, bertingkat, dan dengan mengikuti syarat-syarat yang jelas.
3. Pendidikan menurut Hasbullah (2005:4), pada UU No.20 tahun 2003 ialah Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya masyarakat, bangsa, dan Negara. Dan pendidikan formal adalah pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah pada umumnya. Jalur pendidikan ini mempunyai jenjang pendidikan yang jelas, mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, sampai pendidikan tinggi.
4. Tempat hiburan malam adalah sebuah lokasi yang dalam praktiknya banyak digunakan oleh masyarakat demi memenuhi kebutuhan rekreasi dan rileksasi dan waktu dilakukan pada malam hari.
Tindakan sosial yang dimaksud dapat berupa tindakan yang bersifat membatin atau bersifat subjektif yang mungkin terjadi karena terpengaruh dari situasi atau juga dapat merupakan tindakan pengulangan dengan sengaja sebagai akibat dari pengaruh situasi serupa.
6. Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan