• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kementerian Koordinator Perekonomian Republik Indonesia. Laporan Kajian. Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap Ketenagakerjaan di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kementerian Koordinator Perekonomian Republik Indonesia. Laporan Kajian. Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap Ketenagakerjaan di Indonesia"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

i

Laporan Kajian

Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap

Ketenagakerjaan di Indonesia

Kementerian Koordinator Perekonomian Republik Indonesia

(3)

ii

RINGKASAN EKSEKUTIF

Pandemi covid-19 telah menyebar hampir di seluruh negara. Pandemi Covid-19 memberikan dampak yang besar terhadap perekonomian dunia, tidak hanya negara berkembang namun juga negara maju. Di Indonesia, Covid-19 mulai masuk pada Maret tahun 2020. Pandemi Covid-19 ini mengharuskan pemerintah mengeluarkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk mencegah penyebaran Covid-19. PSBB ini membuat aktivitas masyarakat dan ekonomi menjadi terbatas. Dampak dari pemberlakukan PSBB ini dapat terlihat dari pertumbuhan ekonomi Indonesia yang bernilai negatif di triwulan II 2020 dan berlanjut hingga triwulan III-2020. Penurunan pertumbuhan ekonomi tersebut berdampak negatif pada pasar tenaga kerja. Menurunnnya aktivitas ekonomi membuat pelaku usaha melakukan efisiensi untuk menekan kerugian. Akibatnya, banyak pekerja yang dirumahkan atau bahkan diberhentikan (PHK) sehingga berdampak pada peningkatan jumlah pengangguran.

Kajian ini dimaksudkan untuk menganalisis dampak dari Pandemi Covid-19 terhadap ketenagakerjaan di Indonesia baik itu dilihat dampak terhadap jumlah tenaga kerja dan pendapatan tenaga kerja. Selain itu kajian ini juga menghitung nilai proyeksi dari penurunan pertumbuhan ekonomi terhadap penurunan jumlah tenaga kerja dan pengurangan pendapatan akibat pandemi Covid-19. Kajian ini juga menganalisis apa saja kebijakan-kebijakan yang telah dilakukan oleh pemerintah dan bagaimana efektivitas kebijakan tersebut dalam mengatasi dampak dari pandemi Covid-19.

Metode analisis yang digunakan dalam kajian ini adalah mix methods antara pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan kuantitatif yang digunakan adalah metode analisis Panel Vector Autoregression (PVAR) untuk melihat bagaimana shock pertumbuhan ekonomi mempengaruhi pasar tenaga kerja. Data Panel yang digunakan adalah data jumlah tenaga kerja dan Produk Domestik Bruto (PDB) 17 sektor lapangan usaha dengan periode waktu tahun 2011-2019. Pendekatan kualitatif juga digunakan untuk menjelaskan hal-hal yang spesifik di luar indikator-indikator yang bisa dikuantifikasi.

Nilai Impulse Response Function (IRF) yang diperoleh dari estimasi PVAR menunjukan bahwa terjadi penurunan jumlah tenaga kerja akibat adanya guncangan (shock) negatif pertumbuhan ekonomi. Respon penurunan jumlah tenaga kerja ini terjadi sejak awal periode terjadinya shock. Di saat pertumbuhan ekonomi turun maka pada periode yang sama juga terjadi penurunan

(4)

iii

jumlah tenaga kerja. Namun penurunan tersebut hanya bersifat sementara. Pada tahun berikut nya, pertumbuhan jumlah tenaga kerja kembali mengalami peningkatan. Jika dibandingkan dengan pemulihan pertumbuhan ekonomi setelah terjadinya shock, pemulihan pada pasar tenaga kerja relatif lebih cepat. Hal ini dikarenakan pekerja harus segera mencari pekerjaan baru untuk memenuhi kebutuhan konsumsi. Hal ini di dukung juga oleh Nilai Variance Decomposition dari estimasi PVAR yang menunjukan bahwa kontribusi varians pertumbuhan ekonomi dalam mempengaruhi jumlah tenaga kerja tidak dominan.

Selain terjadinya pengurangan jumlah tenaga kerja, pandemi Covid-19 juga berdampak pada penurunan pendapatan/ upah buruh di seluruh lapangan pekerjaan. Upah buruh pada kategori Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum paling terdampak pandemi, selanjutnya Real Estat dan Transportasi dan Pergudangan. Provinsi dengan penurunan upah buruh tertinggi adalah Provinsi Bali disusul Kepulauan Bangka Belitung sebesar dan Nusa Tenggara Barat. Masyarakat yang berpenghasilan rendah lebih rentan mengalami penurunan pendapatan. Sementara masyarakat yang berpendapatan tinggi tidak begitu banyak yang mengalami penurunan pendapatan.

Ketidakpastian prospek perekonomian akibat dari dampak pandemi Covid-19 membuat beberapa lembaga memproyeksikan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia akan mengalami perlambatan pada tahun 2020 dan akan mulai mengalami pemulihan ekonomi pada tahun 2021. Proyeksi dari pertumbuhan ekonomi ini juga dapat memberikan gambaran terhadap proyeksi ketenagakerjaan. Hasil estimasi menunjukan bahwa semakin pertumbuhan ekonomi terkontraksi maka pengurangan tenaga kerja akan semakin besar. Di tahun 2021 perekonomian di proyeksi akan kembali membaik dengan pertumbuhan positif yang juga akan di ikuti oleh pemulihan pasar tenaga kerja.

Untuk mengatasi dampak dari Pandemi Covid-19 terhadap perekonomian khususnya ketenagakerjaan di Indonesia, pemerintah berupaya melakukan penyelamatan ekonomi nasional melalui beberapa program ketenagakerjaan yang efektif. Ada dua program yang menjadi andalan pemerintah untuk mengurangi dampak pandemi terhadap sektor ketenagakerjaan yaitu Program Kartu Prakerja dan Subsidi Gaji. Kebijakan ini bertujuan untuk karyawan atau tenaga kerja yang kehilangan pekerjaan, dirumahkan, atau merasakan pengurangan penghasilan atau gaji. Selain itu, pemerintah juga telah mengeluarkan dana triliunan rupiah untuk kementerian/Lembaga, umkm, dan pembiayaan korporasi yang secara tidak langsung juga dapat mempengaruhi ketenagakerjaan. Semua program tersebut masuk dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional

(5)

iv

(PEN). Dengan adanya program PEN ini diharapkan dapat menekan dampak negatif pandemi Covid-19 terhadap ketenagakerjaan di Indonesia.

Jika dilihat dari efektivitas kebijakan, program kartu prakerja dinilai tepat sasaran karena sebagian besar penerima adalah mereka yang mengalami PHK dan menganggur baik itu pengangguran penuh maupun setengah pengangguran. Penerima program kartu pra kerja di dominasi oleh usia muda, lulusan SMA/SMK sederajat dan tinggal di perkotaan. Peran program kartu prakerja tidak hanya sekedar untuk meningkatkan keahlian, namun juga berperan sebagai bantuan sosial. Hal ini dapat dilihat dari penggunaan uang insentif kartu prakerja sebagian besar digunakan oleh penerima kartu prakerja untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Beberapa permasalahan/ kendala yang masih ditemukan dalam program kartu prakerja yaitu Jenis pelatihan tidak sesuai kebutuhan pasar tenaga kerja, ketimpangan akses digital dan iterasi tekhnologi yang masih rendah, kredibilitas materi pelatihan Kartu Prakerja dipertanyakan, desain program kartu prakerja dinilai bias kelas menengah dan perkotaan dan keterbatasan penyerapan tenaga kerja.

Kebijakan subsidi gaji dinilai cukup efektif karena nilai subsidi gaji yang diberikan dapat menutupi penurunan pendapatan/upah buruh di sebagian besar lapangan pekerjaan. Sebanyak 11 lapangan pekerjaan memperoleh surplus dari pemberian subsidi gaji dengan surplus yang terbesar yaitu diterima oleh pekerja yang bekerja di sektor kontruksi; Pengadaan air dan sampah dan sektor Jasa Pendidikan. Sedangkan ada sebanyak 5 lapangan pekerjaan yang pendapatannnya tidak bisa di cover oleh subsidi gaji, yang terbesar pada lapangan usaha Real estate, kemudian diikuti oleh transportasi dan pergudangan dan penyediaan transportasi dan makanan.

Program padat karya K/L sektor pertanian dan kelautan perikanan efektif dalam menyerap tenaga kerja. Sementara padat karya sektor PUPR dan perhubungan walaupun penyerapan tenaga kerja turun tetapi pertumbuhan sektor ini menunjukan trend meningkat.

(6)

v

DAFTAR ISI

RINGKASAN EKSEKUTIF ………i

DAFTAR TABEL ………... vi

DAFTAR GAMBAR ……….…. vii

1. PENDAHULUAN ……….... 1

2. KONDISI DUNIA USAHA DAN KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA ... 3

2.1. Kondisi Ketenagakerjaan Sebelum Terjadinya Pandemi Covid-19 ………. 3

2.2. Kondisi Dunia Usaha dan Ketenagakerjaan Sejak Terjadinya Pandemi Covid-19 ... 8

3. PROYEKSI DAMPAK PANDEMI COVID-19 TERHADAP PASAR TENAGA KERJA ……….…. 21

3.1. Proyeksi Dampak Covid-19 Terhadap Pengurangan Jumlah Tenaga Kerja ………... 21

3.2 Proyeksi Dampak Covid-19 terhadap Pendapatan/ Upah Buruh ...………... 25

4. KEBIJAKAN PENANGANAN COVID-19 UNTUK TENAGA KERJA ... 27

4.1. Program Subsidi Gaji ………...……….…... 27

4.2. Program Kartu Prakerja ……….………. 29

4.3. Kebijakan PEN yang Disalurkan Melalui Kementerian/Lembaga dan Pemda ……. 34

4.4. Kebijakan PEN UMKM ………. 35

5. EFEKTIVITAS KEBIJAKAN PENANGANAN COVID-19 TERKAIT KETENAGAKERJAAN ………. 37

5.1. Efektivitas Kartu Prakerja ………... 38

5.1.1. Karakteristik penerima kartu prakerja ………. 38

5.1.2. Permasalahan/ Kendala Pelaksanaan Program Kartu Prakerja ……… 44

5.2. Efektivitas Kebijakan Subsidi Gaji Terhadap Peningkatan Pendapatan ……… 46

5.3. Efektivitas Kebijakan yang Disalurkan Melalui Sektoral K/L dan Pemda dalam Penciptaan Lapangan Pekerjaan ……… 48

6. KESIMPULAN ……….... 52

7. REKOMENDASI KEBIJAKAN ……….….... 54

8. DAFTAR PUSTAKA ………... 55

9. LAMPIRAN 1. METODE PENELITIAN ………... 56

(7)

vi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Ringkasan hasil Survey beberapa Lembaga ……… 15 Tabel 3.1 Proyeksi Pertumbuhan PDB Indonesia ….……… 21 Tabel 3.2 Hasil Estimasi Proyeksi Perubahan Jumlah Tenaga Kerja Indonesia Tahun 2020… 22 Tabel 3.3 Hasil Estimasi Proyeksi Jumlah Tenaga Kerja Indonesia Tahun 20201………23 Tabel 3.4 Impulse Response dan Variance Decomposition Tenaga Kerja ………...24 Tabel 3.5 Hasil Estimasi Model Panel data Upah dan PDB ………... 25 Tabel 3.6 Hasil Estimasi Nilai Proyeksi Peningkatan/Penurunan Pendapatan Tahun 2020 dan 2021……….…. 26 Tabel 5.1 Realisasi Sektoral K/L dan Pemda ……… 49 Tabel 5.2 Target dan Penyerapan Tenaga Kerja Program Padat Karya K/L ……….. 49

(8)

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 (a) Employment to Population Ratio (EPR) dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Indonesia, (b) Porsi Tenaga Kerja Formal dan Informal Februari 2016-2020 ……… 3 Gambar 2.2 Persentase Penduduk Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, Februari 2020……… 4 Gambar 2.3 Produktivitas Tenaga Kerja Berdasarkan Sektor ……… 5 Gambar 2.4 Persentase Penduduk Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan 6 Gambar 2.5 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan ………. 6 Gambar 2.6 Rata-rata Upah Buruh menurut Lapangan Pekerjaan Utama, Februari 2020 (Rupiah) ………. 7 Gambar 2.7 Transisi Pekerja (Switching Job) selama Pandemi Covid-19………. 9 Gambar 2.8 (a) Employment to Population Ratio (EPR) dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), (b) Porsi Tenaga Kerja Formal dan Informal, Agustus 2016–2020

………..13

Gambar 2.9 Persentase Perubahan Rata-rata Upah Buruh Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, Agustus 2019-Agustus 2020 ………. 14 Gambar 2.10 Persentase Jumlah Pekerja Berdasarkan Perubahan Pendapatan ………. 16 Gambar 2.11 Penurunan Pendapatan Menurut Lokasi ………... 17 Gambar 3.1 Nilai Proyeksi Pengurangan Jumlah Tenaga Kerja akibat COVID-19 Tahun 2020 yang diestimasi oleh SMERU dan Kemenaker ………22 Gambar 3.2 Respon Pertumbuhan ekonomi (sebelah kiri) dan jumlah Tenaga Kerja (sebelah kanan) terhadap shock pertumbuhan ekonomi ………... 24 Gambar 3.3 Variance Decomposition Tenaga Kerja ………... 25 Gambar 4.1 Mekanisme Penyaluran Subsidi Upah ……… 28 Gambar 4.2 Perbedaan Desain program Kartu Prakerja Sebelum dan Sesudah terjadinya Covid-19 ……… 30 Gambar 4.3 Profil Penerima Kartu Prakerja ……… 33 Gambar 4.4 Jumlah Penerima Kartu Prakerja Berdasarkan Usulan Kementerian Ketenagakerjaan ………... 33 Gambar 5.1 Peta Sebaran Penerima Kartu Prakerja ……….. 38

(9)

viii

Gambar 5.2 Hubungan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dan Jumlah Peserta Kartu Pra

Kerja Per Provinsi ……… 39

Gambar 5.3 Persentase Penerima Kartu Prakerja berdasarkan status kegiatan utama ……… 39

Gambar 5.4 Penerima Kartu Prakerja berdasarkan tingkat Pendidikan yang ditamatkan …… 42

Gambar 5.5 Penerima Kartu Prakerja berdasarkan daerah tempat tinggal ………. 43

Gambar 5.6 Penggunaan uang saku (insentif) kartu prakerja ………. 44

Gambar 5.7 Perbandingan pengurangan jumlah pendapatan dengan jumlah subsidi yang diterima periode Maret’2020 – Desember 2020 ………. 47

Gambar 5.8 Perkembangan Sektor Konstruksi ………. 50

Gambar 5.9 Perkembangan Konsumsi Rumah Tangga ……… 50

Gambar 5.10 Perkembangan Pertumbuhan Penjualan Ritel ……….. 51

(10)

1

1. PENDAHULUAN

Pandemi covid-19 telah meluas di seluruh dunia dan menyebar ke 215 negara. Sampai dengan 23 November 2020 total kasus mencapai lebih dari 59,1 juta. Di Indonesia, kasus positif Covid-19 lebih dari 502 ribu kasus yang mana sebanyak 422 ribu pasien dinyatakan sembuh dan 16 ribu pasien meninggal dunia.

Pandemi Covid-19 memberikan dampak yang besar terhadap perekonomian dunia, tidak hanya negara berkembang namun juga negara maju. Beberapa lembaga internasional memperkirakan akan terjadi perlambatan ekonomi di sebagian besar negara-negara di dunia sebagai dampak dari pandemi Covid-19.

Di Indonesia, Covid-19 mulai masuk pada Maret tahun 2020. Pandemi Covid-19 ini mengharuskan pemerintah mengeluarkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk mencegah penyebaran Covid-19. PSBB ini membuat aktivitas masyarakat dan ekonomi menjadi terbatas. Konsumsi swasta melambat karena adanya pembatasan mobilitas dan perilaku konsumen enggan keluar rumah sehingga membatasi konsumsi. Selain itu, penutupan tempat kerja memiliki dampak langsung pada kegiatan perusahaan dan pekerja mandiri serta berisiko tinggi mengalami kebangkrutan.

Dampak dari pemberlakukan PSBB ini dapat terlihat dari turunnya pertumbuhan ekonomi di triwulan II 2020. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II tahun 2020 mengalami kontraksi sebesar -5,32% (YoY). Secara sektoral, Sektor transportasi dan pergudangan mengalami kontraksi terdalam -30,84% (YoY), kemudian diikuti sektor akomodasi dan makanan minuman sebesar -22,02% (YoY). Industri Pengolahan yang memiliki peran dominan juga mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar -6,19%. Namun ada beberapa sektor yang masih tumbuh positif diantaranya sektor informasi dan komunikasi sebesar 10,88% (YoY), pengadaan air sebesar 4,56% (YoY). Adapun Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan juga tumbuh sebesar 2,19%.

Jika dilihat dari data pertumbuhan ekonomi regional triwulan II 2020, provinsi yang mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi dibawah pertumbuhan nasional diantaranya Bali sebesar -10,98% (YoY), DKI Jakarta sebesar -8,22% (YoY), Banten sebesar -7,4% (YoY), DI Yogyakarta sebesar -6,74%(YoY) dan Kepulauan Riau sebesar -6,66% (YoY).

Seluruh komponen pengeluaran mengalami kontraksi (pertumbuhan negatif) di triwulan II-2020. Pertumbuhan negatif terutama terjadi pada Komponen Ekspor Barang dan Jasa sebesar

(11)

2

11,66 persen; diikuti Komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) sebesar 8,61 persen. Sementara Komponen Impor Barang dan Jasa (yang merupakan faktor pengurang dalam PDB menurut pengeluaran) mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 16,96 persen.

Pemberlakuan lockdown oleh mitra dagang utama juga menjadi penyebab turunannya aktivitas perdagangan internasional. Kontraksi perdagangan internasional sudah mulai terjadi pada triwulan I tahun 2020 diikuti oleh penurunan yang jauh lebih substansial pada bulan April. Tren ini terjadi di negara berkembang dan negara maju. Namun perdagangan di negara berkembang turun lebih cepat pada bulan April dibandingkan dengan negara maju.

Penurunan aktivitas perdagangan internasional ini berdampak pada penurunan ekspor-impor Indonesia. Ekspor dan impor Indonesia mengalami tekanan pada triwulan II tahun 2020 dengan kondisi global demand yang menurun tajam di masa pandemi Covid-19. Kontraksi ekspor mencapai -6,52% (YoY) untuk ekspor barang dan -52,70% (YoY) untuk ekspor jasa. Kontraksi impor mencapai -11,22%(YoY) untuk barang dan -41,36% (YoY) untuk jasa. Besarnya kontraksi ekspor jasa disebabkan kebijakan larangan melakukan perjalanan wisata disejumlah negara yang berdampak pada sektor pariwisata.

Pertumbuhan ekonomi negatif tidak hanya berhenti hingga di triwulan II 2020. Pada triwulan III-2020 pertumbuhan ekonomi Indonesia masih negatif namun relatif sedikit membaik. BPS mencatat ekonomi Indonesia triwulan III-2020 terhadap triwulan III-2019 mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 3,49 persen (y-o-y). Membaiknya pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan III-2020, didorong oleh meningkatnya realisasi stimulus pemerintah serta mulai membaiknya mobilitas masyarakat dan permintaan global.

Penurunan pertumbuhan ekonomi akibat pandemi Covid-19 juga berdampak negatif pada pasar tenaga kerja. Menurunnnya aktivitas ekonomi membuat pelaku usaha melakukan efisiensi untuk menekan kerugian. Akibatnya, banyak pekerja yang dirumahkan atau bahkan diberhentikan (PHK) sehingga berdampak pada peningkatan jumlah pengangguran.

Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) per 7 April 2020, akibat pandemi Covid-19, tercatat sebanyak 39.977 perusahaan di sektor formal yang memilih merumahkan, dan melakukan PHK terhadap pekerjanya. Jumlah pekerja yang terkena dampak sebesar 1.010.579 orang dengan rincian 873.090 pekerja dari 17.224 perusahaan dirumahkan, sedangkan 137.489 pekerja di-PHK dari 22.753 perusahaan. Sementara itu, jumlah perusahaan dan tenaga kerja terdampak di sektor informal adalah sebanyak 34.453 perusahaan dan 189.452 orang pekerja.

(12)

3

Pemerintah terus berupaya melakukan penyelamatan ekonomi nasional melalui beberapa program ketenagakerjaan yang efektif. Ada dua program yang menjadi andalan pemerintah untuk mengurangi dampak pandemi terhadap sektor ketenagakerjaan yaitu Program Kartu Prakerja dan Subsidi Gaji. Kebijakan ini bertujuan untuk karyawan atau tenaga kerja yang kehilangan pekerjaan, dirumahkan, atau merasakan pengurangan penghasilan atau gaji. Selain itu, pemerintah juga telah mengeluarkan dana triliunan rupiah untuk kementerian/Lembaga, umkm, dan pembiayaan korporasi yang secara tidak langsung juga dapat mempengaruhi ketenagakerjaan. Semua program tersebut masuk dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Dengan adanya program PEN ini diharapkan dapat menekan dampak negatif pandemi Covid-19 terhadap ketenagakerjaan di Indonesia.

2. KONDISI DUNIA USAHA DAN KETENAGAKERJAAN DI

INDONESIA

2.1 Kondisi Ketenagakerjaan Sebelum Terjadinya Pandemi Covid-19

Kondisi ketenagakerjaan di Indonesia masih dihadapi dengan masalah pengangguran, rendahnya produktivitas, dan banyaknya pekerja yang bekerja di sektor informal. Tingkat pengangguran terbuka di Indonesia yaitu sebesar 4,99% (Februari, 2020) dengan jumlah pekerja di sektor informal sebanyak 56,50% dari total pekerja. Namun demikian tingkat pengangguran terus mengalami trend penurunan hingga Februari 2020 (Gambar 2.1).

Gambar 2.1 (a) Employment to Population Ratio (EPR) dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Indonesia, (b) Porsi Tenaga Kerja Formal dan Informal Februari

2016-2020

Sumber: Penghitungan Tim Sektor Riil Kemenko Perekonomian berdasarkan data Sakernas BPS

64.31 65.34 65.65 65.85 65.72 5.50 5.33 5.13 5.01 4.99 4.0 4.5 5.0 5.5 6.0 6.5 7.0 0 20 40 60 80 100 Februari 2016 Februari 2017 Februari 2018 Februari 2019 Februari 2020 Pe rs e n Pe rs e n (a)

EPR (sisi kiri) TPT (sisi kanan)

49.26 49.36 41.78 42.73 43.50 50.74 50.64 58.22 57.27 56.50 0 25 50 75 100 Februari 2016 Februari 2017 Februari 2018 Februari 2019 Februari 2020 Pe rs e n (b) Formal Informal

(13)

4

Berdasarkan lapangan pekerjaan utama, tenaga kerja Indonesia paling banyak bekerja di sektor pertanian yaitu sebesar 29,04 persen, diikuti oleh sektor perdagangan besar dan eceran sebesar 18,63 persen dan industri pengolahan sebesar 14,09 persen. Lapangan pekerjaan yang mengalami peningkatan persentase jika dibandingkan dengan Februari 2019 diantaranya jasa pendidikan sebesar 0,24 persen, diikuti oleh konstruksi sebesar 0,19 persen, dan jasa kesehatan sebesar 0,13 persen (Gambar 2.2).

Gambar 2.2 Persentase Penduduk Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, Februari 2020

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)

Masih rendahnya produktivitas tenaga kerja dapat dilihat dari besarnya porsi tenaga Kerja tetapi tidak menghasilkan tingkat output yang besar seperti yang terjadi di sektor Pertanian, kehutanan dan perikanan dan sektor perdagangan. Hal ini menggambarkan bahwa sektor ini menyerap tenaga kerja sebesar-besarnya namun dengan nilai tambah yang dihasilkan relatif rendah.

Sektor real estate merupakan sektor yang memiliki tingkat produktivitas yang paling tinggi dibandingkan dengan sektor lainnya, kemudian diikuti dengan sektor informasi dan teknologi dan sektor pertambangan. Sementara sektor yang memiliki tingkat produktivitas paling rendah adalah sektor pengadaan air, sektor pertanian dan sektor dan sektor jasa lainnya. Sektor yang mengalami peningkatan produktivitas pada triwulan I 2020 dibandingkan dengan triwulan I 2019 adalah informasi dan komunikasi sebesar 16.52%, diikuti sektor jasa lainnya sebesar 11.49%, dan jasa keuangan dan asuransi sebesar 10.67% (Gambar 2.3).

0.26% 0.32% 0.35% 0.72% 1.03% 1.37% 1.38% 1.66% 4.07% 4.13% 4.70% 5.34% 6.08% 6.83% 14.09% 18.63% 29.04%

Listrik dan Gas Real Estate Pengadaa Air Informasi dan Komunikasi Pertambangan Jasa Keuangan Jasa Perusahaan Jasa Kesehatan Administrasi pemerintah Transportasi jasa lainnya Jasa pendidikan Konstruksi Akomodasi, makan minum Manufaktur Perdagangan Pertanian

(14)

5

Gambar 2.3 Produktivitas Tenaga Kerja Berdasarkan Sektor

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS), data diolah

Perbedaan nilai tambah per tenaga kerja antar sektor ini juga dapat menggambarkan perbedaan nilai kapital antar sektor, baik human capital maupun physical capital. Perbedaan human capital menyebabkan tidak terjadinya perpindahan tenaga kerja secara bebas, sehingga tenaga kerja yang berlebihan di suatu sektor tidak dapat dikompensasi dengan kebutuhan tenaga kerja di sektor lainnya karena keterbatasan skill pekerja di sektor yang berlebihan tersebut. Keterbatasan physical capital juga menjadi penghalang terjadinya perpindahan tenaga kerja secara bebas dikarenakan dapat menghalangi terciptanya lapangan pekerjaan di sektor yang memiliki produktivitas lebih tinggi sehingga menyebabkan terbatasnya permintaan tenaga kerja.

Penyerapan tenaga kerja hingga Februari 2020 masih didominasi oleh penduduk bekerja dengan tingkat pendidikan rendah (SD ke bawah) sebanyak 50,96 juta orang (38,89 persen). Sementara itu persentase penduduk bekerja yang berpendidikan tinggi (Diploma dan Universitas) hanya sebesar 13,02 persen (Gambar 2.4).

Dilihat dari tingkat pengangguran terbuka (TPT) berdasarkan Pendidikan (Gambar 2.5), TPT yang paling tinggi yaitu pada masyarakat berpendidikan menengah atas (SMK dan SMA) yang masing-masing mencapai 8,63 persen dan 6,78 persen. Masalah ini dapat menyebabkan terganggunya akumulasi human capital karena ekspektasi mendapatkan pengembalian dengan melakukan akumulasi human capital (bersekolah) menjadi lebih kecil, pada akhirnya hal ini dapat memicu tindakan kriminal dan kekerasan.

0 50,000,000 100,000,000 150,000,000 200,000,000 250,000,000 Re a l E st a t In fo rm a si d a n… Pe rt a m b a n g a n … Pe n g a d a a n … Ja sa K e u a n g a n … Ko n st ru k si In du st ri … Ja sa P e ru sa h a a n Tr a n sp o rt a si … Ad m in is tr a si … Ja sa … Pe rd a g a n g a n … Ja sa P e n d id ik a n Pe n y e d ia a n … Ja sa l a in n y a Pe rt a n ia n ,… Pe n g a d a a n …

Produktivitas Tenaga Kerja Berdasarkan Sektor (Rp/Orang)

(15)

6

Gambar 2.4 Persentase Penduduk Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang

Ditamatkan Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)

Gambar 2.5 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)

Kondisi tersebut menggambarkan belum terwujudnya keseimbangan umum pasar yang sempurna dan perlunya solusi sehingga tidak menimbulkan masalah lanjutan. Pemerintah sebagai pemilik kuasa atas tatanan aturan dan pemilik kekuatan pengeluaran yang besar melalui instrumen pajak dan alokasi belanja dapat mempengaruhi perilaku pasar. Melalui pengaruh ini maka pasar dapat diarahkan menuju keseimbangan umum yang dapat memaksimalkan kesejahteraan sosial. Adapun kebijakan pemerintah Indonesia secara eksplisit memiliki tujuan untuk memperbaiki kondisi ini yaitu antara lain Kredit Usaha Rakyat (KUR), peningkatan inklusi keuangan (SNKI), insentif fiskal, proyek strategis nasional, cipta kerja, dan redistribusi kepemilikan lahan. 2.79% 10.23% 11.82% 17.93% 18.34% 38.89% 2.82% 9.75% 11.31% 17.75% 17.86% 40.51% Diploma Universitas SMK SMP SMA <= SD Feb-19 Feb-20 2.64% 5.02% 6.77% 8.49% 6.76% 5.73% 2.65% 5.04% 6.78% 8.63% 6.89% 6.24%

<= SD SMP SMA SMK Diploms uni versitas Feb-20 Feb-19

(16)

7

Dilihat dari tingkat pendapatan pekerja berdasarkan rata upah buruh Februari 2020, rata-rata upah buruh tertinggi berada di kategori Pertambangan dan Penggalian, yaitu sebesar 5,03 juta rupiah, sedangkan terendah berada di kategori jasa lainnya, yaitu sebesar 1,68 juta rupiah. Rata-rata upah buruh laki-laki sebesar 3,05 juta rupiah, lebih tinggi dari rata-rata upah buruh perempuan yaitu sebesar 2,34 juta rupiah. Rata-rata upah buruh berpendidikan universitas sebesar 4,36 juta rupiah, sedangkan buruh berpendidikan SD ke bawah sebesar 1,74 juta rupiah.

Dari 17 kategori lapangan pekerjaan terdapat 7 sektor dengan rata-rata upah buruh lebih rendah daripada rata-rata upah buruh nasional yaitu Jasa Pendidikan 2,67 juta rupiah; Industri Pengolahan 2,65 juta rupiah; Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Daur Ulang 2,51 juta rupiah; Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 2,32 juta rupiah; Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 2,28 juta rupiah; Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 2,05 juta rupiah; dan Jasa Lainnya 1,68 juta rupiah. Sementara buruh yang bekerja pada sepuluh kategori lapangan pekerjaan utama lainnya menerima upah di atas rata-rata upah buruh nasional (Gambar 2.6).

Gambar 2.6 Rata-rata Upah Buruh menurut Lapangan Pekerjaan Utama, Februari 2020 (Rupiah)

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)

- 2,000,000 4,000,000 6,000,000 R,S,T,U. Jasa lainnya

A. Pert anian, Kehutanan, dan Perikanan I. Penyediaan Akomodasi dan Makan…

G. Perdagangan Besar dan Eceran;… E. Pengadaan Air dan Pengelolaan… P. Jasa Pendidikan C. Industri Pengolahan F. Konstruksi Q. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial M,N. Jasa Perusahaan L. Real Estate H. Transportasi dan Pergudangan

O. Administrasi Pemerintahan,… D. Pengadaan Listrik dan Gas

J. Informasi dan Komunikasi K. Jasa Keuangan dan Asuransi B. Pertambangan dan Penggalian

(17)

8

2.2 Kondisi Dunia Usaha Dan Ketenagakerjaan Sejak Terjadinya

Pandemi Covid-19

Pemberlakuan physical distancing dan PSBB di beberapa wilayah akibat pandemi Covid-19 juga berimbas pada operasional perusahaan. Badan Pusat Statistik (BPS) melakukan survei pada bulan Juli 2020 untuk melihat dampak covid-19 terhadap pelaku usaha. Hasil survey menunjukan bahwa perusahaan yang menyikapi situasi pandemi dengan mengambil langkah pengurangan jumlah pegawai yang bekerja yaitu sebanyak 35,6%; memilih untuk tidak mengurangi /menambah jumlah pegawai yang bekerja sebanyak 62,29%; dan memilih untuk menambahkan jumlah pegawai yang bekerja sebanyak 2,15%. Perusahaan yang mengurangi jumlah pegawai ditengah pandemi paling banyak terjadi di industri pengolahan (52,23%), konstruksi (51,37%) dan akomodasi, makanan dan minuman (50,52%). Jika dilihat dari besarnya skala usaha, pengurangan jumlah pegawai lebih banyak terjadi pada usaha menengah dan besar sebesar 46,64% dibandingkan usaha menengah kecil yang sebesar 33,23%.

Pandemi covid-19 telah mempengaruhi dunia usaha sehingga kondisi ketenagakerjaan yang merupakan bagian dari kegiatan usaha juga terdampak. Kegiatan usaha yang terganggu cukup lama akibat pandemi covid-19 membuat beberapa sektor mengalami penurunan pendapatan.

Survey yang dilakukan Bank Dunia memberikan informasi mengenai kedalaman dari masalah di pasar tenaga kerja. Putaran pertama survei HiFy mengenai dampak sosial ekonomi dari Covid-19 terhadap rumah tangga menunjukan bahwa banyak pekerja yang aktif sebelum pandemi harus berhenti bekerja pada akhir bulan Mei 2020 yaitu 24 persen dari responden survei. Responden yang bekerja di sektor manufaktur, konstruksi dan transportasi, pergudangan dan komunikasi merupakan yang paling banyak berhenti bekerja akibat adanya pembatasan mobilitas. Dari tenaga kerja yang masih bekerja menyatakan bahwa sebanyak 64 persen mengalami penurunan pendapatan. Sebanyak 90 persen tenaga kerja di sektor transportasi, pergudangan dan komunikasi mengalami penurunan pendapatan; 80 persen tenaga kerja di sektor perdagangan, perhotelan dan restoran.

Laporan World bank di dalam Laporan Perkembangan PDB/PDRB Sektoral dan Ekonomi Daerah Triwulan II 2020 Kemenko Perekonomian menunjukkan bahwa terjadi perubahan struktur ketenagakerjaan yaitu dari 80 persen pekerja di sektor industri dan jasa menjadi 55 persen di awal Mei 2020, sementara itu pekerja di sektor pertanian mengalami kenaikan dari 20 persen sebelum pandemi menjadi 21 persen di awal Mei 2020 (Gambar 2.7).

(18)

9

Gambar 2.7 Transisi Pekerja (Switching Job) selama Pandemi Covid-19 (Mei 2020) Sumber: Laporan Perkembangan PDB/PDRB Sektoral dan Ekonomi Daerah Tw II 2020, Kemenko Perekonomian

Begitu juga dengan pendataan yang dilakukan oleh Kementerian Ketenagakerjaan, baik tenaga kerja formal dan informal ditemukan bahwa setidaknya ada sebanyak 2.1 juta pekerja terdampak Covid-191. Rincian dari pekerja yang terdampak adalah sebanyak 383,6 ribu pekerja di PHK,

sebanyak 1,13 juta pekerja dirumahkan dan sebanyak 630,9 ribu pekerja informal kehilangan pekerjaan/bangkrut. Selain itu, dampak Covid-19 juga berdampak pada pekerja migran dan pemagangan di luar negeri. Sampai dengan 22 April 2020 sebanyak 34 ribu calon pekerja migran Indonesia gagal diberangkatan dan sebanyak 465 peserta pemagangan dipulangkan. Dari data per provinsi, jumlah tenaga kerja yang terdampak paling besar yaitu Jawa Barat sebesar 15.97%, DKI Jakarta 14.91%, Jawa Tengah 12.30%, Jawa Timur 7.51% dan Riau 7.27%. Tenaga kerja laki-laki lebih terdampak dibandingkan dengan tenaga kerja perempuan.

1Pendataan dilakukan dari Disnaker diseluruh Indonesia, Kementerian/Lembaga terkait, Serikat Pekerja dan Asosiasi

sampai dengan 31 Juli 2020

24 55 40 25 15 20 21 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

Sebelum Pandemi Awal Mei 2020 Tidak Bekerja Jasa Industri Pertanian

(19)

10

Box 1. Sektor Jasa Paling Terdampak Covid-19

Pandemi Covid-19 telah mengakibatkan aktivitas ekonomi di berbagai belahan dunia mengalami kontraksi. Seiring dengan kebijakan pembatasan (lockdown) yang diambil oleh sejumlah negara untuk mengurangi laju penyebaran Covid-19 mengakibatkan ketidakpastian yang meningkat sehingga membuat pelaku usaha maupun konsumen secara umum menahan pengeluaran. Sektor jasa merupakan sektor yang paling terdampak dengan adanya pandemi Covid-19. Berdasarkan data neraca pembayaran Indonesia, defisit jasa pada Q2 tahun 2020 mengalami peningkatan dibandingkan dengan Q1 tahun 2020. Pandemi Covid-19 menyebabkan ekspor jasa tertekan lebih besar dibandingkan dengan impornya. Sektor jasa transpotasi dan perjalanan masih menjadi sektor yang terdampak paling besar akibat pembatasan lalu lintas barang dan orang selama Q2 tahun 2020.

Defisit neraca jasa pada Q2 tahun 2020 sebesar -USD 2,15 Miliar lebih tinggi dibandingkan dengan Q1 tahun 2020 yang sebesar -USD 1,88 Miliar dan lebih tinggi dari Q2 tahun 2019 yang sebesar -USD 1,88 Miliar. Peningkatan defisit neraca jasa ini didorong oleh defisit jasa perjalanan yang sebelumnya mengalami surplus sejak Q4 tahun 2010. Defisit jasa perjalanan ini disebabkan adanya pembatasan lalu lintas orang. Pada Q2 tahun 2020 terjadi penurunan wisatawan mancanegara di Indonesia yang hanya mencapai 482 ribu orang.

Gambar 1 Neraca Jasa Perjalanan dan Pergerakan Penumpang Sejak Hari Pertama Kasus Covid-19 (2 Maret-25 April 2020)

Sumber: Neraca Pembayaran, BI 2020

Pada April 2020 jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia mengalami penurunan signifikan sebesar 87,44 % dibandingkan dengan Agustus 2019 dan jika dibandingkan dengan Maret 2020 mengalami penurunan sebesar 66,02%. Penurunan jumlah

-3 -500 0 500 1,000 1,500 2,000 -4,000 -2,000 0 2,000 4,000 6,000 Q1 Q4 Q3 Q2 Q1 Q4 Q3 Q2 Q1 Q4 Q3 Q2 Q1 Q4 20102011201220132014201520162017201820192020 Neraca Jasa Perjalanan

(20)

11

Hasil survey yang merupakan kolaborasi Riset antara Pusat Penelitian Kependudukan LIPI, Pusat Penelitian & Pengembangan Ketenagakerjaan Kemenaker dan Lembaga Demografi UI yang dirilis bulan Mei 2020 menunjukan bahwa terjadinya gelombang PHK tenaga kerja dan penurunan pendapatan sejak terjadinya Covid-19. Sebanyak 15,6 persen pekerja mengalami PHK dan 40 persen pekerja mengalami penurunan pendapatan, diantaranya sebanyak 7 persen pendapatan buruh turun sampai 50 persen. Dari 15,6% tersebut, hanya sebanyak 1,8% pekerja kena PHK dengan pesangon dan 13,8% pekerja kena PHK tanpa pesangon. Tenaga kerja laki-laki lebih rentan terkena PHk dibandingkan tenaga kerja perempuan. Ada sebanyak 16,7% tenaga kerja laki-laki yang terkena PHK, sementara tenaga kerja perempuan yang terkena PHK sebanyak 14,2%.

Sektor konstruksi/bangunan merupakan sektor yang paling banyak melakukan PHK yaitu sebesar 29,3%, kemudian diikuti oleh sektor perdagangan, rumah makan dan akomodasi yaitu sebesar 28,9%, dan sektor listrik, gas dan air minum sebesar 28,6%. Sementara sektor yang wisatawan ini tentunya berpengaruh terhadap tingkat hunian hotel yang mengalami penurunan sebesar 41,23 poin dibandingkan dengan April 2019.

Sektor jasa perjalanan (pariwisata) merupakan sektor yang paling terdampak dengan adanya Covid-19 ini. Hotel, restoran, pemandu wisata, maskapai penerbangan ikut terdampak dengan turunnya sektor jasa pariwisata. Kondisi ini tercermin dari penurunan pertumbuhan sektor penyediaan akomodasi makan dan minum sebesar -22,02%, sektor transpotasi dan pergudangan sebesar -30,84% dan perdagangan sebesar -7,57%.

Jasa transpotasi makin terpuruk dengan adanya Permenhub No .PM 25 tahun 2020 tentang pengendalian transpotasi selama mudik idul fitri tahun 1441 H dalam rangka pencegahan penyebaran Covid-19. Adanya Peraturan tersebut memberikan dampak pada operasional bandara, pelayanan bandara dan penerbangan. Sejak awal pertama kasus Covid-19 (2 Maret 2020) jumlah penumpang harian pesawat terus mengalami penurunan hingga mencapai dibawah 1000 penumpang pada 25 April 2020.

Pada 1-24 April 2020 jumlah penumpang angkutan udara turun sebesar -82,25% yang mana penumpang domestik turun sebesar -77,08% dan internasional sebesar -98,79%. Sementara pergerakan pesawat turun sebesar 63,37% yang mana pesawat domestik turun sebesar -57,47% dan internasional sebesar -96,32%.

(21)

12

paling sedikit melakukan PHK adalah sektor pertanian, perkebunan, kehutanan dan perikanan (4,1%) dan jasa kemasyarakatan (7,9%).

Berdasarkan lokasi kerja, yang paling terdampak dengan adanya Covid-19 sedikit berbeda dengan data yang disampaikan oleh Kemenaker. Provinsi Bali dan Nusa Tenggara tidak masuk dalam 5 Provinsi yang paling terdampak dengan adanya Covid-19. Sementara menurut hasil survei LIPI, Provinsi Bali dan Nusa Tenggara merupakan Provinsi dengan tingkat PHK tertinggi yakni 22%. Seperti kita ketahui bersama bahwa perekonomian Bali di topang oleh sektor pariwisata, yang mana sektor ini merupakan sektor yang paling terdampak dengan adanya Covid-19. Kemudian posisi kedua adalah Provinsi Banten (13%) yang merupakan pusat industri dan perdagangan dan urutan ketiga adalah provinsi Sumatera (11%). Sementara Provinsi yang paling sedikit melakukan PHK adalah Provinsi DIY (4%), kemudian Provinsi Jawa Tengah (5%) dan Provinsi Jawa Timur (6%).

Dilihat dari kelompok umur, tenaga kerja yang paling banyak di PHK adalah tenaga kerja dengan kelompok umur 15-19 tahun sebanyak 62,7%, kemudian diikuti kelompok umur 20-24 tahun sebanyak 27,7% dan kelompok umur 45-49 sebanyak 20,1%. Kondisi ini menunjukan bahwa kaum muda merupakan korban utama dari konsekuensi sosial dan ekonomi akibat pandemi.

Hasil survei ini sejalan dengan ILO yang menunjukan bahwa orang muda yang paling terdampak oleh Pandemi Covid-19 di sebagian besar negara di dunia. Dengan berbagai guncangan termasuk gangguan terhadap pendidikan dan pelatihan, kehilangan pekerjaan dan pendapatan serta kesulitan yang lebih besar dalam menemukan pekerjaan. Ada sebanyak 178 juta pekerja muda diseluruh dunia, lebih dari 4 dari 10 orang muda yang bekerja didunia, bekerja di sektor-sektor yang terpukul keras ketika Covid-19 melanda dunia. Hal ini disebabkan hampir 77 persen (atau 328 juta) pekerja muda dunia bekerja di pekerjaan informal, dibandingkan dengan sekitar 60 persen pekerja dewasa (328 juta) pekerja muda dunia bekerja di pekerjaan informal.

Survei global baru lainnya yang dilakukan oleh ILO dan para mitra dari Inisiatif Global mengenai pekerjaan yang layak bagi kaum muda mengungkapkan bahwa satu dari enam orang pekerja usia muda telah berhenti bekerja sejak awal krisis COVID-19. Di antara pekerja usia muda yang tetap bekerja, jam kerjanya berkurang 23 persen.

Berdasarkan data sakernas Agustus 2020 yang dirilis oleh BPS, kondisi ketenagakerjaan di Indonesia pada masa covid-19 dihadapkan dengan persoalan meningkatnya jumlah pengangguran dan berkurangnya jumlah pekerja sektor formal. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Indonesia berada di tingkat 7,07% meningkat cukup signifikan dibandingkan TPT

(22)

13

Agustus 2019 yang hanya sebesar 5,23%. Sementara itu porsi tenaga kerja pada sektor formal juga menurun cukup signifikan yaitu dari 44,12% pada Agustus 2019 menjadi 39,53% pada Agustus 2020. Hal ini mengindikasikan adanya pengurangan jumlah pekerja yang dilakukan oleh sektor formal baik karena perusahaan berhenti beroperasi maupun karena perusahaan memberhentikan (PHK) sebagian tenaga kerja akibat penurunan produksi sebagai dampak dari penurunan permintaan akibat pandemi Covid-19 (Gambar 2.8).

BPS juga merilis data yang lebih spesifik melihat dampak dari pandemi Covid-19 terhadap ketenagakerjaan di Indonesia sepanjang periode Februari-Agustus 2020. Data tersebut menunjukan bahwa penduduk usia kerja yang terdampak Covid-19 sebanyak 29,12 juta orang, terdiri dari 2,56 juta orang pengangguran karena Covid-19; 0,76 juta orang Bukan Angkatan Kerja (BAK) karena Covid-19; 1,77 juta orang sementara tidak bekerja karena Covid-19, dan 24,03 juta orang penduduk bekerja yang mengalami pengurangan jam kerja karena Covid-19.

Gambar 2.8 (a) Employment to Population Ratio (EPR) dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), (b) Porsi Tenaga Kerja Formal dan Informal, Agustus 2016 - 2020 Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)

Dilihat dari jenis kelamin, penduduk usia kerja laki-laki yang terdampak Covid-19 (18,03 juta orang) lebih besar daripada perempuan (11,09 juta orang). Sementara itu jika dilihat dari daerah tempat tinggal, penduduk usia kerja di perkotaan yang terdampak Covid-19 sebanyak 20,28 juta orang sedangkan di pedesaan sebanyak 8,84 juta orang.

Dampak pandemi Covid-19 dirasakan hampir merata di seluruh Indonesia khususnya pada upah buruh. Besar kecil dampak yang timbul antar daerah bervariasi tergantung parah atau tidaknya pandemi Covid-19 di masing-masing daerah. Dari hasil Sakernas Agustus 2020 menunjukkan upah buruh turun 5,20 persen dibandingkan Agustus 2019 yaitu dari 2,91 juta menjadi 2,76 juta rupiah. Hasil Sakernas terakhir menunjukkan sebagian besar provinsi mengalami penurunan

66.34 66.67 67.31 67.53 67.77 5.61 5.50 5.34 5.23 7.07 3 4 5 6 7 8 0 20 40 60 80 Agustus 2016 Agustus 2017 Agustus 2018 Agustus 2019 Agustus 2020 Pe rs en Pe rs en (a) EPR TPT (rhs) 42.4 42.97 43.02 44.12 39.53 57.6 57.03 56.98 55.88 60.47 0% 25% 50% 75% 100% Agustus 2016 Agustus 2017 Agustus 2018 Agustus 2019 Agustus 2020 (b) Formal Informal

(23)

14

upah buruh. Provinsi dengan penurunan upah buruh tertinggi adalah Provinsi Bali sebesar 17,91 persen, disusul Kepulauan Bangka Belitung sebesar 16,98 persen dan Nusa Tenggara Barat sebesar 8,95 persen. Sementara itu, provinsi besar seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur upah buruhnya turun masing-masing sebesar 7,48 persen, 4,77 persen, dan 3,87 persen.

Pandemi Covid-19 juga berdampak pada penurunan upah buruh di seluruh lapangan pekerjaan. Perubahan upah buruh pada satu tahun terakhir disebabkan oleh berbagai macam faktor yang sejatinya merupakan dampak ikutan dari adanya pandemi Covid-19, di antaranya perubahan jam kerja dan kebijakan perusahaan lainnya seperti merumahkan buruh dengan pemotongan upah dan kebijakan lainnya.

Perubahan upah buruh antar lapangan usaha juga berbeda. Upah buruh pada kategori Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum sangat terdampak pandemi, dimana rata-rata upah buruh pada kategori ini turun 17,28 persen. Selanjutnya Real Estat turun 15,70 persen, sedangkan Transportasi dan Pergudangan turun sebesar 12,13 persen. Pada Industri Pengolahan yang merupakan sektor padat karya juga terdampak relatif signifikan dimana upah buruhnya turun 7,13 persen (Gambar 2.9).

Gambar 2.9 Persentase Perubahan Rata-rata Upah Buruh Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, Agustus 2019-Agustus 2020

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)

-17.28% -15.70% -12.13% -7.97% -7.72% -7.13% -6.00% -5.94% -4.69% -4.32% -4.17% -4.08% -2.46% -2.05% -1.77% -1.41% -0.47%

I. Akomodasi dan Makan Minum L. Real Estate

H. Transpor tasi dan Per gudangan J. Informasi dan Komunikasi D. Pengadaan Listrik dan Gas C. Industri Pengolahan B. Pertambangan dan Penggalian A. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan O. Administrasi Pemerintahan R,S,T,U. Jasa lainnya

Q. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial G. Perdagangan Besar dan Eceran M,N. Jasa Perusahaan

P. Jasa Pendidik an

K. Jasa Keuangan dan Asuransi E. Pengadaan Air , Pengel olaan Sampah F. Konstruksi

(24)

15

Sumber: World Bank, LIPI, Kemenaker, BPS

Indikator Worldbank LIPI, kemenaker, LD UI Kemenaker BPS

Berhenti Bekerja (PHK/dirumahkan/kehil angan pekerjaan)

24% 15,6%

2,1 juta pekerja terdampak

Covid-19; 383,6 ribu pekerja di PHK, sebanyak 1,13 juta pekerja dirumahkan dan sebanyak 630,9 ribu pekerja informal kehilangan pekerjaan/bangkrut

2,56 juta orang pengangguran; 1,77 juta orang sementara tidak bekerja, dan 24,03 juta orang penduduk bekerja yang mengalami pengurangan jam kerja. Berhenti Bekerja/ PHK terbesar berdasarkan sektor sektor manufaktur, konstruksi dan transportasi, pergudangan dan komunikasi Sektor konstruksi/bangunan sebesar 29,3%; sektor

perdagangan, rumah makan dan akomodasi yaitu sebesar 28,9%; dan sektor listrik, gas dan air minum sebesar 28,6%

Berhenti Bekerja terbesar Berdasarkan Wilayah/Provinsi

Wilayah Bali dan Nusa Tenggara dengan tingkat PHK tertinggi yakni 22%; Banten 13% ; Sumatera 11%.

Jawa Barat sebesar 15,97%, DKI Jakarta 14,91%, Jawa Tengah 12,30%, Jawa Timur 7,51% dan Riau 7,27%.

Berhenti Bekerja/ PHK berdasarkan pendidikan dan tempat tinggal

Pendidikan menengah pertama dan tinggal di daerah perkotaan

Di perkotaan yang terdampak Covid-19 sebanyak 20,28 juta orang sedangkan di pedesaan sebanyak 8,84 juta orang.

Berhenti Bekerja/ PHK berdasarkan gender

Tenaga kerja laki-laki lebih rentan terkena PHk dibandingkan tenaga kerja perempuan

Tenaga kerja laki-laki lebih rentan terkena PHk dibandingkan tenaga kerja perempuan

Pekerja Laki-laki yang terkena dampak sebanyak 1,537 juta (72%); sedangkan pekerja perempuan 609,228 ribu (28%)

Pekerja laki-laki yang terdampak Covid-19 sebanyak 18,03 juta orang; perempuan 11,09 juta orang.

Jumlah Pekerja yang kehilangan

pendapatan/penurunan Pendapatan

64%

55% pekerja mengalami

penurunan pendapatan dan bahkan tidak ada pendapatan. Sebanyak 15% pekerja yang tidak ada pendapatan atau gaji dan 9% pekerja mengalami penurunan pendapatan lebih dari 50%.

Penurunan Pendapatan terbesar berdasarkan sektor

90 persen tenaga kerja di sektor transpotasi, pergudangan dan komunikasi mengalami penurunan pendapatan, 84 persen tenaga kerja di sektor perdagangan, perhotelan dan restoran.

sektor perdagangan, rumah makan dan jasa akomodasi sebanyak 32,4%, kemudian diikuti dengan transpotasi, pergudangan dan komunikasi sebanyak 25,5% dan konstruksi/bangunan 25,5%

Sektor Akomodasi dan Makan Minum turun 17,25 persen; Real Estat turun 15,66 persen; Transportasi dan Pergudangan turun sebesar 12,15 persen; Industri Pengolahan turun 7,09 persen .

Penurunan Pendapatan berdasarkan pendidikan

Lulusan SLTP sederajat merupakan pekerja yang paling banyak mengalami dampak Covid-19 dengan tidak mendapatan pendapatan/gaji.

Penurunan Pendapatan/ upah terbesar berdasarkan Provinsi

Bali sebesar 42,2% ; Nusa Tenggara sebesar 18,3% dan Jawa Timur sebanyak 14,22%

Bali sebesar 17,91 persen, disusul Kepulauan Bangka Belitung sebesar 16,98% dan Nusa Tenggara Barat 8,95 persen. Sementara itu, provinsi besar seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur upah buruhnya turun masing-masing sebesar 7,41%, 4,77%, dan 3,87%.

(25)

16

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh LIPI, Kemenaker dan LD UI menemukan bahwa hanya sebanyak 45% pekerja yang pendapatannya tetap sementara sisanya mengalami penurunan pendapatan dan bahkan tidak ada pendapatan. Ada sebanyak 15% pekerja yang tidak ada pendapatan atau gaji dan 9% pekerja mengalami penurunan pendapatan diatas 50% (Gambar 2.10).

Gambar 2.10 Persentase Jumlah Pekerja Berdasarkan Perubahan Pendapatan Sumber: Hasil survei LIPI, Kemenaker dan LD UI

Wilayah Bali dan Nusa Tenggara merupakan Wilayah yang paling banyak pekerjanya tidak mempunyai pendapatan atau gaji yaitu sebanyak 42,2%, kemudian diikuti wilayah Sumatera sebanyak 18,3% dan Provinsi Jawa Timur sebanyak 14,22%. Sementara Provinsi yang paling sedikit pekerjanya tidak ada pendapatan atau gaji adalah Provinsi Banten (7,6%), Provinsi Jawa Tengah (7,7%), dan Jawa Barat (10,3%) (Gambar 2.11)

Sektor yang pekerjanya tidak ada pendapatan atau gaji paling banyak terjadi pada sektor perdagangan, rumah makan dan jasa akomodasi sebanyak 32,4%, kemudian diikuti dengan transportasi, pergudangan dan komunikasi sebanyak 25,5% dan konstruksi/bangunan 25,5%. Sementara jika dilihat dari tingkat pendidikan, pekerja dengan lulusan SLTP sederajat merupakan pekerja yang paling banyak mengalami dampak Covid-19 dengan tidak mendapatan pendapatan/gaji. Pekerja dengan pendidikan tinggi S2/S3 yang tidak ada pendapatan atau gaji hanya sebanyak 1%. 6% 7% 6% 4% 8% 9% 0% 45% 15%

Penurunan Pendapatan Pendapatan berkurang < 10% Pendapatan berkurang 10-20%

Pendapatan berkurang 20-30%

Pendapatan berkurang 30-40%

Pendapatan berkurang 40-50%

Pendapatan berkurang diatas 50%

Pendapatan meningkat

Pendapatan tetap

(26)

17

Gambar 2.11 Penurunan Pendapatan Menurut Lokasi Sumber: Hasil survei LIPI, Kemenaker dan LD UI

Berdasarkan survei sosial demografi dampak Covid-19 yang dilakukan oleh BPS, menemukan bahwa mayoritas masyarakat yang berpengahasilan rendah (kurang dari 1,8 juta) mengalami penurunan pendapatan. Sementara masyarakat yang berpendapatan tinggi (lebih dari 7,2 juta) tidak begitu banyak yang mengalami penurunan pendapatan. Kondisi ini menunjukan bahwa semakin tinnggi tingkat pendapatan maka tingkat kerentanan terhadap penurunan pendapatan semakin rendah begitu juga sebaliknya semakin rendah tingkat pendapatan maka tingkat kerentanan akan penurunan pendapatan akan semakin tinggi (Gambar 2.12).

Gambar 2.12 Penurunan Pendapatan Berdasarkan Kelompok Pendapatan Sumber: Survei Sosial Demografi Dampak COVID-19, BPS

6.3% 4.0% 8.2% 7.3% 7.3% 10.6% 6.4% 6.0% 5.3% 9.3% 6.8% 6.0% 4.0% 8.5% 8.5% 8.0% 8.0% 11.4% 3.3% 8.4% 9.2% 16.7% 5.0% 6.8% 6.8% 11.0% 12.4% 8.6% 7.6% 3.4% 18.3% 42.2% 7.6% 13.5% 13.5% 10.3% 7.7% 14.2% 13.5% 25.7% 0.0% 20.0% 40.0% 60.0% 80.0% Sumatera Bali, Nusa Tenggara Banten DIY DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur Kalimantan Lainnya

Penurunan Pendapatan Menurut Lokasi

Pendapatan Berkurang 10-20% Pendapatan berkurang 40-50%

(27)

18

Box 2. Kebijakan Cipta Kerja Pemerintah untuk Mewujudkan Visi Indonesia 2045

Pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam 5 tahun belakangan stagnan di kisaran 5%. Selain itu, dinamika perubahan global perlu direspon dengan cepat dan tepat. Tanpa adanya reformasi struktural maka pertumbuhan ekonomi akan mengalami perlambatan. Hal ini yang membuat pemerintah perlu menghadirkan Undang Cipta Kerja. Dengan Undang-Undang Cipta Kerja diharapkan terjadi perubahan struktur ekonomi yang akan mampu menggerakan semua sektor sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi diatas 5 persen. Jika Undang-Undang cipta kerja ini tidak segera di implementasikan, maka lapangan pekerjaan akan berpindah ke negara yang lebih kompetitif dan berdaya saing tinggi. Sehingga pengangguran di Indonesia semakin meningkat, dan terjebak dalam jebakan negara berpendapatan menengah (middle income trap).

Permasalahan ekonomi dan bisnis di Indonesia saat ini diantaranya adalah tumpang tindih regulasi, efektivitas investasi yang rendah, tingkat pengangguran, angkatan kerja baru dan jumlah penduduk yang tidak bekerja, serta jumlah UMKM besar namun produktivitas rendah. Untuk itu diperlukan UU Cipta Kerja yang bertujuan untuk simplifikasi dan harmonisasi regulasi dan perizinan, investasi yang berkualitas, penciptaan lapangan kerja berkualitas dan kesejahteraan pekerja yang berkelanjutan serta pemberdayaan UMKM.

Namun yang terjadi akhir-akhir ini di masyarakat khususnya dikalangan pekerja/buruh banyak penolakan disahkannya RUU Cipta Kerja. Setidaknya ada 12 alasan pekerja/buruh menolak Omnibus law RUU Cipta Kerja. Beberapa keberatan pekerja/buruh dan penjelasan RUU Cipta Kerja adalah sebagai berikut:

a. Upah minimum Kabupaten/Kota (UMK) dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota dihapus.

Penjelasan RUU Cipta Kerja:

• Upah minimum ditetapkan dengan memperhatikan kelayakan hidup pekerja/buruh dengan mempertimbangkan aspek pertumbuhan ekonomi daerah atau inflasi daerah

• Upah minimum Provinsi (UMP) wajib ditetapkan oleh Gubernur dan Upah minimum Kab/Kota (UMK) tetap ada

(28)

19

b. Pengurangan nilai pesangon dari 32 kali menjadi 25 kali Penjelasan RUU Cipta Kerja:

• Selama ini pesangon diatur sebesar 32 kali gaji namun pada pelaksanaannya hanya 7% perusahaan yang patuh memberikan pesangon sesuai ketentuan sehingga tidak ada kepastian mengenai besaran pesangon yang diterima pekerja.

• Dalam RUU Cipta Kerja, jumlah pesangon dengan masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih maka uang pesangon yang diberikan sebesar 9 bulan upah.

c. Perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau kontrak seumur hidup tidak ada batas waktu kontrak.

Penjelasan RUU Cipta Kerja:

• Perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) hanya untuk pekerjaan yang memenuhi syarat-syarat tertentu (tidak tetap).

• PKWT berakhir pekerja berhak mendapatkan uang kompensasi sesuai dengan masa kerja (diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah)

d. Outsourcing pekerja seumur hidup tanpa batas jenis pekerjaan yang boleh di outsourching. Padahal sebelumnya, outsourcing dibatasi hanya untuk lima jenis pekerjaan. Buruh menolak outsourcing seumur hidup.

Penjelasan RUU Cipta Kerja:

• RUU Cipta Kerja tetap mengatur hubungan kerja dalam alih daya

• Perlindungan pekerja/buruh, upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihan yang timbul dilaksanakan sekurang-kurangnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan menjadi tanggung jawab perusahaan alih daya.

e. Waktu kerja terlalu eksploitatif Penjelasan RUU Cipta Kerja:

(29)

20

• Waktu kerja tetap mengikuti ketentuan UU 13/2003 yaitu 40 jam seminggu, dimana untuk 5 hari kerja sebanyak 8 jam per hari dan untuk 6 hari kerja 7 jam per hari.

• Waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling lama 4(empat) jam dalam satu hari dan 18 (delapan belas) jam dalam satu minggu.

f. Hak cuti hilang, hak upah atas cuti juga hilang Penjelasan RUU Cipta Kerja:

Pengusaha tetap wajib memberi waktu istirahat dan cuti bagi pekerja/buruh dan RUU Cipta Kerja tidak menghilangkan hak cuti haid dan cuti hamil yang telah diatur dalam UU Ketenagakerjaan.

g. Outsourcing tidak mendapat jaminan pensiun dan kesehatan karena statusnya seumur hidup tidak menjadi karyawan tetap.

Penjelasan RUU Cipta Kerja:

Dengan RUU Cipta Kerja, pekerja PKWT tetap mendapat jaminan semacam jaminan pensiun melalui pemberian kompensasi setiap berakhirnya kontrak dan jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan, jaminan kematian tetap ada dan sama dengan pekerja tetap.

h. Kemudahan bagi tenaga kerja asing (TKA) masuk Indonesia Penjelasan RUU Cipta Kerja:

Tenaga kerja asing dapat dipekerjakan di Indonesia hanya dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktur tertentu serta memiliki kompetensi sesuai dengan jabatan yang diduduki dan setiap pemberi kerja wajib memiliki rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA).

Untuk membangun pemahaman yang lebih mendalam kepada masyarakat luas tentang UU Cipta Kerja maka pemerintah perlu melakukan sosialisasi agar tidak terjadi kesalah pahaman yang dapat menghambat berjalan nya UU Cipta Kerja kedepan.

(30)

21

3. PROYEKSI DAMPAK PANDEMI COVID-19 TERHADAP

PASAR TENAGA KERJA

Ketidakpastian prospek perekonomian akibat dari dampak pandemi Covid-19 sangat tinggi dan membuat beberapa lembaga memproyeksikan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia akan mengalami perlambatan pada tahun 2020 dan akan mulai mengalami pemulihan ekonomi pada tahun 2021 (Tabel 3.1). Proyeksi dari pertumbuhan ekonomi ini juga dapat memberikan gambaran terhadap proyeksi ketenagakerjaan.

Tabel 3.1 Proyeksi Pertumbuhan PDB Indonesia

Lembaga Proyeksi Pertumbuhan PDB Tahun 2020 (%) Proyeksi Pertumbuhan PDB Tahun 2021 (%) OECD -3,3 5,3 ADB -1 5,3 World Bank -2 s.d -1,6 3 s.d 4,4 IMF -1,5 6,1 Bloomberg -1 5,3 Outlook APBN -1,7 s.d -0,6 5,0

Sumber: Bloomberg, OECD, IMF, WB, ADB

3.1 Proyeksi Dampak Covid-19 Terhadap Pengurangan Jumlah Tenaga Kerja

Untuk melihat dampak dari pandemi Covid-19 terhadap pengurangan jumlah tenaga kerja di Indonesia, maka dalam penelitian ini dilakukan estimasi data Produk Domestik Bruto (PDB) dan jumlah tenaga kerja dengan menggunakan metode analisis Panel Vector Autoregression (PVAR). Data Panel yang digunakan adalah data PDB 17 sektor lapangan usaha dengan periode waktu tahun 2011-2019. Penjelasan metode analisis dan pengujian model PVAR dapat dilihat pada Lampiran 1.

Dari hasil estimasi PVAR tersebut dapat dilihat seberapa besar pengaruh guncangan (shock) pada pertumbuhan ekonomi berdampak pada perubahan jumlah tenaga kerja sehingga kemudian bisa di hitung proyeksi perubahan tenaga kerja. Selanjutnya dilakukan simulasi untuk menentukan besarnya proyeksi perubahan jumlah tenaga kerja yang terjadi pada tahun 2020 dan 2021 berdasarkan proyeksi pertumbuhan ekonomi dari berbagai Lembaga.

Hasil estimasi menunjukan bahwa semakin pertumbuhan ekonomi terkontraksi maka pengurangan tenaga kerja akan semakin besar. OECD memproyeksikan pertumbuhan ekonomi paling pesimis di tahun 2020 yaitu sebesar -3,3%, dengan pertumbuhan ekonomi sebesar nilai

(31)

22

tersebut maka akan terjadi pengurangan jumlah tenaga tahun 2020 sebesar 2,56 juta orang. Sementara proyeksi pertumbuhan ekonomi berdasarkan outlook APBN antara -1,7—0,6%. Dengan pertumbuhan ekonomi sebesar nilai tersebut maka akan terjadi pengurangan tenaga kerja sebanyak 1,31 juta sampai 465 ribu orang (Tabel 3.2).

Tabel 3.2 Hasil Estimasi Proyeksi Perubahan Jumlah Tenaga Kerja Indonesia Tahun 2020 Proyeksi Pertumbuhan PDB 2020 (%) Proyeksi penambahan/pengurangan tenaga kerja 2020 (orang)

-3.3 (OECD) - 2,56 Juta

-1 (ADB) -776,18 ribu

-2.0 s.d -1.6 (World

Bank) -1,55 juta s.d -1,24 juta -1.5 (IMF) -1,16 juta

-1 (Bloomberg) -776,18 ribu

-1.7 s.d -0.6 (APBN) -1,31 juta s.d - 465,71 ribu Sumber: Data diolah

Hasil proyeksi pengurangan tenaga kerja yang didasarkan pada hasil proyeksi pertumbuhan ekonomi OECD tahun 2020 ini tidak jauh berbeda dengan hasil estimasi yang dilakukan oleh Smeru. Smeru memperkirakan pandemi Covid-19 akan mengurangi jumlah tenaga kerja sebesar 1,6-2,3 juta orang. Hasil estimasi penelitian ini dan SMERU jika dibandingkan dengan nilai proyeksi yang di hitung oleh kemenaker masih relatih lebih rendah. Kemenaker memproyeksi pengurangan jumlah tenaga kerja di tahun 2020 mencapai 2,92 juta orang dengan skenario terburuk sebesar 5,23 juta juta orang (Gambar 3.1).

Gambar 3.1 Nilai Proyeksi Pengurangan Jumlah Tenaga Kerja akibat COVID-19 Tahun 2020 yang diestimasi oleh SMERU dan Kemenaker (Juta Orang)

Sumber: SMERU, Kemenaker (2020) 1.63

2.92 2.28

5.23

SMERU Kemenaker

(32)

23

Di tahun 2021 perekonomian di proyeksi akan kembali membaik dengan pertumbuhan positif. OECD memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2021 sebesar 5,3%. Dengan pertumbuhan ekonomi sebesar nilai tersebut maka akan terjadi penambahan jumlah tenaga kerja sebesar 1,55 juta dibandingkan tahun 2019

. Sementara proyeksi pertumbuhan ekonomi berdasarkan outlook APBN pada tahun 2021 yaitu sebesar 5%. Dengan pertumbuhan ekonomi sebesar itu maka akan terjadi penambahan jumlah tenaga kerja sebanyak 3,33 juta pada tahun 2021 dibandingkan tahun 2019 (Tabel 3.3).

Tabel 3.3 Hasil Estimasi Proyeksi Jumlah Tenaga Kerja Indonesia Tahun 20201

Proyeksi pertumbuhan PDB

2021 (%)

Proyeksi

penambahan/pengurangan tenaga kerja 2021 (orang,

baseline 2019)

5.3 (OECD) 1,55 Juta

5.3 (ADB) 3,33 Juta

3.0 s.d 4.4 (World

Bank) 776,18 ribu s.d 1,86 Juta

6.1 (IMF) 3,57 Juta

5.3 (Bloomberg) 3,33 Juta

5.0 (APBN) 2,56 Juta s.d 3,4 Juta

Sumber: data diolah

Dari hasil estimasi PVAR tersebut juga diperoleh Impulse Response Function (IRF), yang digunakan untuk melihat pengaruh shock dari pertumbuhan ekonomi terhadap pertumbuhan jumlah tenaga kerja. Estimasi yang dilakukan untuk IRF ini berdasarkan pada respon dari pertumbuhan jumlah tenaga kerja terhadap perubahan yang terjadi pada pertumbuhan PDB sebesar satu standar deviasi.

Respon pertumbuhan tenaga kerja akibat adanya shock kontraksi pada pertumbuhan ekonomi sudah terjadi sejak awal periode terjadinya kontraksi. Ketika adanya kontraksi pada pertumbuhan ekonomi maka pertumbuhan jumlah tenaga kerja juga akan mengalami penurunan. Namun penurunan tersebut hanya bersifat sementara. Pada tahun berikut nya, pertumbuhan jumlah tenaga kerja kembali mengalami peningkatan. Jika dibandingkan dengan pemulihan pertumbuhan ekonomi setelah terjadinya shock, pemulihan pada pasar tenaga kerja akibat shock pertumbuhan ekonomi relatif lebih cepat (Gambar 3.2 dan Tabel 3.4). Hal ini dikarenakan pekerja harus segera mencari pekerjaan baru untuk memenuhi kebutuhan konsumsi. Namun belum tentu pekerjaan yang baru lebih baik dari pekerjaan sebelum terjadi Pandemi Covid-19.

(33)

24

Gambar 3.2 Respon Pertumbuhan ekonomi (sebelah kiri) dan jumlah Tenaga Kerja (sebelah kanan) terhadap shock pertumbuhan ekonomi

Sumber: data diolah

Tabel 3.4 Impulse Response dan Variance Decomposition Tenaga Kerja

Sumber: Data diolah

Selain IRF, hasil estimasi Panel VAR juga menghasilkan nilai analisis variance decomposition (VD), yang berguna untuk memprediksi kontribusi persentase varian setiap variabel akibat adanya perubahan variabel tertentu. Dengan menggunakan análisis VD dalam penelitian ini maka dapat diperoleh gambaran bagaimana dekomposisi perubahan pada pertumbuhan tenaga kerja akibat pengaruh perubahan pertumbuhan ekonomi. Hasil VD menunjukan bahwa kontribusi varians pertumbuhan ekonomi dalam mempengaruhi tenaga kerja yaitu sebesar 9.3 persen (Tabel 3.4 dan Gambar 3.3). Ini menandakan bahwa banyak faktor lain yang mempengaruhi perubahan jumlah tenaga kerja seperti pola konsumsi.

-.0 05 0 .005 .01 .015 0 2 4 6 8 step Response: dlgdp -.0 2 -.0 1 0 .01 .02 .03 0 2 4 6 8 step Response: dltk

95% lower and upper bounds reported; percentile ci Impulse: dlgdp

(34)

25

Gambar 3.3 Variance Decomposition Tenaga Kerja Sumber: Data diolah

3.2 Proyeksi dampak Covid-19 terhadap pendapatan/ Upah Buruh

Dampak Pandemi Covid-19 terhadap ketenagakerjaan tidak hanya pada pengurangan jumlah tenaga kerja tetapi juga berdampak pada penurunan pendapatan. Untuk melihat dampak pandemi terhadap pendapatan maka dilakukan estimasi data Produk Domestik Bruto (PDB) dan upah buruh 17 sektor lapangan usaha. Metode yang digunakan adalah metode data panel. Data yang digunakan disesuaikan dengan ketersediaan data yaitu data PDB dan upah buruh 17 lapangan usaha dengan periode waktu tahun 2015-2019. Data diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS).

Dari hasil estimasi Panel tersebut dapat dilihat seberapa besar penurunan pertumbuhan ekonomi akibat pandemi covid-19 terhadap penurunan pendapatan sehingga kemudian bisa di hitung proyeksi perubahan pendapatan yang terjadi pada tahun 2020 dan 2021 berdasarkan proyeksi pertumbuhan ekonomi dari berbagai lembaga yang juga digunakan sebelumnya pada simulasi terhadap pengurangan jumlah tenaga kerja. Hasil estimasi panel dapat dilihat pada Tabel 3.5.

Tabel 3.5 Hasil Estimasi Model Panel data Upah dan PDB 𝐥𝐧(𝐮𝐩𝐚𝐡)

𝐥𝐧(𝐏𝐃𝐁) 1.26*** Konstanta -1.18

𝑹𝟐 0.957

(35)

26

Hasil estimasi menunjukan bahwa terdapat hubungan positif antara pertumbuhan ekonomi dan upah buruh dengan nilai koefisien regresi sebesar 1,26, yang artinya setiap terjadi penurunan pertumbuhan ekonomi sebesar 1% akan menurunkan tingkat pendapatan sebesar 1,26% dan sebaliknya. Dari nilai koefisien ini dapat kita hitung nilai proyeksi dari tingkat pendapatan untuk tahun 2020 dan tahun 2021.

Dampak pandemi Covid-19 paling besar terasa pada triwulan II 2020 dimana pertumbuhan ekonomi sebesar -5,32 persen. Berdasarkan estimasi maka penurunan pendapatan yang terjadi sebesar 6,7 persen. Pada triwulan III 2020, perekonomian relatif membaik yaitu pada angka -3,49 persen. Menyebabkan rata-rata pendapatan buruh turunan sebesar 4,4 persen. Hasil estimasi tersebut mendekati hasil data Sakernas Agustus 2020 menunjukkan upah buruh rata-rata turun 5,18 persen dibandingkan Agustus 2019 yaitu dari 2,91 juta menjadi 2,76 juta rupiah.

Jika pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2020 sebesar -1,7% maka terjadi penurunan upah buruh rata-rata sebesar 2,14%. Kemudian jika pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2020 sebesar -2,0% maka terjadi penurunan upah buruh rata-rata 2,52% selama tahun 2020. Sementara jika pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2020 sebesar -3,30% maka akan terjadi penurunan upah buruh rata-rata sebesar 4,16% (Tabel 3.6).

Tabel 3.6 Hasil Estimasi Nilai Proyeksi Peningkatan/Penurunan Pendapatan Tahun 2020 dan 2021

Sumber: data diolah

Pada tahun 2021 di proyeksikan pendapatan kembali meningkat karena perekonomian juga di proyeksi akan kembali membaik dengan pertumbuhan positif. Jika di tahun 2021 pertumbuhan ekonomi sebesar 6,1%, maka akan terjadi peningkatan upah buruh rata-rata sebesar 7,69 persen. Sementara proyeksi pertumbuhan ekonomi berdasarkan outlook APBN pada tahun 2021 yaitu sebesar 5%, maka peningkatan upah buruh rata-rata sebesar 6,3 persen.

Proyeksi Pertumbuhan PDB 2020 (%) Proyeksi peningkatan/penur unan pendapatan 2020 (%) Proyeksi pertumbuhan PDB 2021 (%) Nilai proyeksi peningkatan/penuru nan pendapatan 2021 (%) -3.3 (OECD) -4.16 5.3 (OECD) 6.68 -1 (ADB) -1.26 5.3 (ADB) 6.68 -2.0 s.d -1.6 (World Bank) -2.52 s.d -2.02 3.0 s.d 4.4 (World Bank) 3.78 s.d 5.54 -1.5 (IMF) -1.89 6.1 (IMF) 7.69 -1 (Bloomberg) -1.26 5.3 (Bloomberg) 6.68 -1.7 s.d -0.6 (APBN) -2.14 s.d -0.76 5.0 (APBN) 6.3

(36)

27

4. KEBIJAKAN PENANGANAN COVID-19 UNTUK TENAGA

KERJA

Pandemi Covid-19 telah memberikan ancaman pada perekonomian Indonesia baik dari sisi konsumsi (demand side) dan dunia usaha (supply side). Perlambatan ekonomi yang disebabkan oleh Covid-19 ini harus dimitigasi dampaknya pada kesejahteraan masyarakat melalui kebijakan extraordinary. Upaya extraordinary dari Pemerintah untuk dapat segera mendorong recovery (pemulihan) perekonomian nasional Indonesia pada masa pandemi Covid-19 yaitu dengan kebijakan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Program PEN ini tertuang diatur dalam PP 43/2020 sebagai implementasi UU 2/2020. Total anggaran stimulus penanganan Covid-19 dan Program PEN pada tahun 2020 sebesar 695,2 triliun rupiah dan sebesar 356,5 triliun rupiah pada tahun 2021.

Ada beberapa program PEN yang terkait dengan ketenagakerjaan baik langsung maupun tidak langsung. Kebijakan PEN yang langsung ditujukan kepada tenaga kerja yaitu program subsidi gaji dan kartu pra kerja yang masuk kedalam klaster program PEN perlindungan sosial. Total anggaran untuk program subsidi gaji sebesar 29,85 triliun rupiah dan anggaran untuk program kartu pra kerja sebesar 20 triliun rupiah.

Program PEN yang secara tidak langsung mempengaruhi tenaga kerja atau dengan kata lain melalui dunia usaha yaitu program UMKM sebesar 123,46 triliun rupiah, Sektoral Kementerian/Lembaga dan Pemda 106,11 triliun rupiah dan Pembiayaan korporasi 53,6 triliun rupiah. Dengan adanya program tersebut maka akan menguatkan dunia usaha sehingga mencegah terjadinya pemberhentian tenaga kerja secara besar besaran yang berdampak pada tinggi nya tingkat pengangguran.

4.1 Program Subsidi Gaji

Bantuan pemerintah berupa subsidi gaji/upah diatur dalam Permenaker No.14/2020 tentang Bantuan Pemerintah subsidi upah. Subsidi upah ini diberikan dalam bentuk uang sebesar Rp. 600.000 per bulan sebanyak 4 kali dan dibayarkan setiap dua bulan sekali selama tahun 2020. Beberapa persyaratan program subsidi gaji diantaranya warga negara Indoensia yang dibuktikan dengan NIK, terdaftar sebagai peserta aktif program jaminan sosial ketenagakerjaan BPJS, pekerja/buruh penerima gaji/upah, kepersertaan program jaminan sosial ketenagakerjaan sampai dengan bulan Juni 2020, Gaji/upah dibawah lima juta rupiah sesuai gaji/upah terakhir

(37)

28

yang dilaporkan oleh pemberi kerja kepada BPJS ketenagakerjaan, memiliki rekening bank yang aktif. Mekanismen penyaluran subsidi upah disajikan pada Gambar 4.1 berikut,

Gambar 4.1 Mekanisme Penyaluran Subsidi Upah

Sumber: Kementerian Ketenagakerjaan

Total data tahap I-IV sebanyak 11,8 juta orang dengan tahapan sebagai berikut,

• Penyerahan data calon penerima bantuan subsidi gaji/upah tahap I (24 Agustus 2020) sebanyak 2.5 juta data.

• Penyerahan data calon penerima Bantuan Subsidi Upah/gaji Tahap II (1 September 2020) sebanyak 3 juta data.

• Penyerahan data calon penerima bantuan subsidi upah Tahap III (8 September 2020) sebanyak 3.5 juta data.

• Penyerahan data calon penerima bantuan subsidi upah Tahap IV (16 September 2020) sebanyak 2.8 juta data.

Implementasi program subsidi gaji sampai dengan 7 Desember 2020 telah terealisasi sebesar 28,15 triliun rupiah (94,32%). Per 30 November 2020 telah disalurkan Batch 1 sampai Batch 5 kepada 12.255.629 tenaga kerja atau 98,8% dari 12.40 juta penerima yang setara dengan 14,7 triliun rupiah dari total 14.88 triliun rupiah. Dari pagu awal sebesar 37,87 triliun rupiah terdapat revisi DIPA sebesar 8,02 triliun rupiah sehingga pagu hasil revisi adalah sebesar 29,85 triliun rupiah. Sisa pagu sebesar 8,02 triliun rupiah akan dialihkan ke BSU pendidik dan tenaga kependidikan.

Gambar

Gambar 2.1 (a) Employment to Population Ratio (EPR) dan Tingkat Pengangguran  Terbuka (TPT) Indonesia, (b) Porsi Tenaga Kerja Formal dan Informal Februari
Gambar 2.2 Persentase Penduduk Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama,  Februari 2020
Gambar 2.5 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Menurut Pendidikan Tertinggi  yang Ditamatkan
Gambar 2.6 Rata-rata Upah Buruh menurut Lapangan Pekerjaan Utama, Februari  2020 (Rupiah)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Karena adanya hubungan antara kualitas udara dengan pandemi Covid-19 ini, maka dilakukan analisis dampak pandemi Covid- 19 terhadap kualitas udara di Surabaya

ABSTRAK: Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari perilaku pemampatan sekunder pada tanah gambut Jambi dengan melakukan percobaan konsolidasi dan analisa

Dampak adanya pandemi Covid-19 terhadap perekonomian Indonesia juga sudah banyak disampaikan oleh para peneliti antara lain Hadiwardoyo, 2020 menyebutkan bahwa adanya

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perilaku petani cabai merah keriting saat pandemi COVID-19 dan bagaimana dampak pandemi COVID-19 terhadap kegiatan usahatani

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Penyertaan Modal Pemerintah Kota

Selanjutnya dampak pandemi Covid-19 terhadap ketenagakerjaan pada area setelah bekerja adalah adanya potensi kehilangan pekerjaan sangat besar diantaranya mengalami

Penelitian ini bertujuan untuk mengindentifikasi dampak pandemi Covid -19 terhadap sektor perbankan, mengidentifikasi apakah pandemi Covid -19 dapat digolongkan

Sektor pembangkit listrik merupakan penyumbang emisi GRK terbesar karena kebutuhan listrik yang meningkat lebih pesat dari pada jenis energi final lainnya dan penggunaan bahan