• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Besarnya Angka Rujukan Pasien Peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) di Puskesmas Glugur Darat Kecamatan Medan Timur Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-Faktor yang Memengaruhi Besarnya Angka Rujukan Pasien Peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) di Puskesmas Glugur Darat Kecamatan Medan Timur Tahun 2016"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas

2.1.1 Pengertian Puskesmas

Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya diwilayah kerjanya. (Permenkes No.75 Tahun 2014).

Di Indonesia, puskesmas merupakan tulang punggung pelayanan kesehatan tingkat pertama. Konsep Puskesmas dilahirkan tahun 1968 ketika dilangsungkan Rapat Kerja Kesehatan Nasional (Rakerkesnas) I di Jakarta, dimana dibicarakan upaya pengorganisasian system pelayanan kesehatan di tanah air, karena pelayanan kesehatan tingkat pertama pada waktu itu dirasakan kurang menguntungkan dan dari kegiatan-kegiatan seperti BKIA, BP, dan P4M dan sebagiannya masih berjalan sendiri-sendiri dan tidak berhubungan. Melalui Rekerkesnas tersebut timbul gagasan untuk menyatukan semua pelayanan tingkat pertama kedalam suatu organisasi yang dipercaya dan diberi nama Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas).

2.1.2 Tujuan Puskesmas

Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang (Permenkes No. 75 Tahun 2014):

(2)

b. Mampu menjangkau pelayanan kesehatan bermutu. c. Hidup dalam lingkungan sehat.

d. Memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat.

2.1.3 Fungsi Puskesmas

Menurut Permenkes No. 75 tahun 2014, fungsi Puskemas adalah :

a. Melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan masyarakat dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan;

b. Melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan;

c. Melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan;

d. Menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang bekerjasama dengan sektor lain terkait;

e. Melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan upaya kesehatan berbasis masyarakat;

f. Melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia Puskesmas;

g. Memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan; h. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses,

(3)

i. Memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat, termasuk dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respon penanggulangan penyakit.

2.2 Upaya Penyelenggaraan Puskesmas

Dalam mencapai visi pembangunan kesehatan melalui puskesmas yaitu terwujudnya kecamatan sehat menuju Indonesia sehat. Puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat, yang keduanya jika ditinjau dari system kesehatan nasional merupakan pelayanan kesehatan tingkat pertama. Upaya kesehatan tersebut dikelompokkan menjadi 2, yaitu :

1. Upaya kesehatan perorangan. Dilaksanakan dalam bentuk : a. Rawat jalan.

b. Pelayanan gawat darurat.

c. Pelayanan satu hari (one day care). d. Home care dan/atau.

e. Rawat Inap berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelayanan kesehatan. 2. Upaya kesehatan masyarakat

a. Upaya kesehatan masyarakat esensial

Upaya kesehatan masyarakat esensial tersebut adalah:  Pelayanan promosi kesehatan

 Pelayanan kesehatan lingkungan

(4)

 Pelayanan gizi

 Pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit.

b. Upaya kesehatan masyarakat pengembangan.

Upaya kesehatan pengembangan Puskesmas adalah upaya kesehatan masyarakat yang kegiatannya memerlukan upaya yang sifatnya inovatif dan/ atau bersifat ekstensifikasi dan intensifikasi pelayanan, disesuaikan dengan prioritas masalah kesehatan, kekhususan wilayah kerjan dan potensi sumber daya yang tersedia di masing-masing Puskesmas.

Untuk melaksanakan upaya kesehatan masyarakat dan perorangan, Puskesmas harus menyelenggarakan:

1. Manajemen Puskesmas 2. Pelayanan Laboratorium

3. Pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat

4. Pelayanan kefarmasian (Permenkes No. 75 Tahun 2014). 2.3 Organisasi Puskesmas

1. Struktur Organisasi

Struktur organisasi Puskesmas bergantung dari beban tugas masing-masing Puskesmas. Penyusunan struktur organisasi puskesmas di suatu wilayah kabupaten / kota dilakukan oleh Dinas Kesehatan kabupaten / kota, sedangkan penetapannya dilakukan dengan peraturan daerah. Sebagai acuan dapat dipergunakan pola struktur organisasi puskesmas sebagai berikut :

(5)

b. Unit Tata Usaha yang bertanggungjawab membantu kepala puskesmas dalam pengelolaan :

1. Data dan Informasi.

2. Perencanaan dan penilaian. 3. Umum dan kepegawaian.

4. Unit pelaksanaan teknis fungsional Puskesmas.

5. Upaya kesehatan masyarakat termasuk pembinaan terhadap UKBM. 6. Upaya kesehatan perorangan.

7. Jaringan pelayanan perorangan. 8. Unit puskesmas pembantu. 9. Unit puskesmas keliling.

10. Unit bidan di desa / komunitas(Permenkes No. 75 Tahun 2014). 2. Kriteria Personalia

Kriteria personalia yang mengisi struktur organisasi Puskesmas disesuaikan dengan tugas dan tanggung jawab masing-masing unit Puskesmas.Khusus untuk Kepala Puksesmas kriteria tersebut dipersyaratkan harus seorang sarjana di bidang kesehatan yang kurikulum pendidikannya mencakup kesehatan masyarakat (Permenkes No. 75 Tahun 2014).

3. Eselon Kepala Puskesmas

(6)

Apabila tidak tersedia tenaga yang memenuhi syarat, maka ditunjuk pejabat sementara yang sesuai dengan kriteria kepala puskesmas yakni seorang sarjana dibidang kesehatan masyarakat, dengan kewenangan yang setara dengan pejabat tetap (Permenkes No. 75 tahun 2014).

2.4 Tata Kerja Puskesmas 1. Dengan Kantor Kecamatan

Dalam melaksanakan fungsinya, puskesmas berkoordinasi dengan kantor kecamatan melalui pertemuan berkala yang diselenggarakan di tingkat kecamatan. Koordinasi tersebut mencakup perencanaan, penggerakan, pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian serta penilaian. Dalam hal pelaksanaan fungsi penggalian sumber daya masyarakat oleh puskesmas, koordinasi dengan kantor kecamatan mencakup pula kegiatan fasilitas.

2. Dengan Dinas Kabupaten / Kota

Puskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota.Dengan demikian secara teknis dari administraif, puskesmas bertanggung jawab kepada Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota.Sebaliknya Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota bertanggung jawab membina serta memberikan bantuan administratif dan teknis kepada puskesmas.

3. Dengan Jaringan Pelayanan Kesehatan Strata Pertama

(7)

Pembina upaya kesehatan bersumber daya masyarakat, Puskesmas melaksanakan bimbingan teknis, pemberdayaan dan rujukan sesuai kebutuhan.

4. Dengan Jaringan Pelayanan Kesehatan Rujukan

Dalam menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat, Puskesmas menjalin kerjasama yang erat dengan berbagai pelayanan kesehatan rujukan. Untuk upaya kesehatan perorangan, jalinan kerja sama tersebut diselenggarakan dengan berbagai sarana pelayanan kesehatan perorangan, seperti Rumah Sakit ( Kabupaten / Kota ) dan berbagai balai kesehatan masyarakat ( Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru, Balai Kesehatan Mata Masyarakat, Balai Kesehatan Kerja Masyarakat, Balai Kesehatan Olahraga Masyarakat, Balai Kesehatan Jiwa Masyarakat, Balai Kesehatan Indra Masyarakat).

Sedangkan untuk upaya kesehatan masyarakat, jalinan kerjasama diselenggarakan dengan berbagai sarana pelayanan kesehatan masyarakat rujukan seperti Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota, Balai Teknik Kesehatan Lingkungan, Balai Laboratorium Kesehatan serta berbagai bagian kesehatan masyarakat. Kerjasama tersebut diselenggarakan melalui penerapan konsep rujukan yang menyeluruh dalam koordinasi Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota.

5. Dengan Lintas Sektor

(8)

pembangunan kesehatan di kecamatan tersebut mendapat dukungan dari berbagai sektor terkait, sedangkan di pihak lain pembangunan yang diselenggarakan oleh sektor lain ditingkat kecamatan berdampak positif terhadap kesehatan.

6. Dengan Masyarakat

Sebagai penanggung jawab penyelenggaraan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya, puskesmas memerlukan dukungan aktif dari masyarakat sebagai objek dan subjek pembangunan.Dukungan aktif tersebut diwujudkan melalui pembentukan Badan Penyantun Puskesmas (BPP) yang menghimpun berbagai potensi masyarakat seperti tokoh masyarakat, tokoh agama, LSM dan serta kemasyarakatan (Permenkes No. 75 tahun 2014).

2.5 Sistem Rujukan

2.5.1 Defenisi Sistem Rujukan

Adapun yang dimaksud dengan sistem rujukan di Indonesia, seperti yang telah dirumuskan dalam SK Menteri Kesehatan RI No. 001 tahun 2012 ialah suatu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap suatu kasus penyakit atau masalah kesehatan secara vertical dalam arti unit yang berkemampuan kurang kepada unit yang lebih mampu atau secara horizontal dalam arti antar unit-unit yang setingkat kemampuannya.

2.5.2 Syarat-Syarat Pemberian Rujukan

(9)

a. Rujukan harus mendapatkan persetujuan dari pasien dan/atau keluarganya.

b. Persetujuan diberikan setelah pasien dan/atau keluarganya mendapatkan penjelasan dari tenaga kesehatan yang berwenang. c. Penjelasan tersebut sekurang-kurangnya meliputi:

- Diagnosis dan terapi dan/atau tindakan medis yang diperlukan. - Alasan dan tujuan dilakukan rujukan

- Risiko yang dapat timbul apabila rujukan tidak dilakukan - Transportasi rujukan

- Risiko atau penyulit yang dapat timbul selama dalam perjalanan Selain itu, perujuk sebelum melakukan rujukan harus:

- Melakukan pertolongan pertama dan/atau tindakan stabilitasi kondisi pasien sesai dengan indikasi medis serta sesuai dengan kemampuan untuk tujuan keselamatan pasien selama pelaksanaan rujukan.

- Melakukan komunikasi dengan penerima rujukan dan memastikan bahwa penerima rujukan dapat menerima pasien dalam hal keadaan pasien gawat darurat

- Membuat surat pengantar rujukan untuk disampaikan kepada penerima rujukan.

Dalam hal komunikasi tersebut, penerima rujukan berkewajiban:

- Menginformasikan mengenai keadaan saran dan prasaran serta kompetensi dan ketersediaan tenaga kesehatan.

(10)

Surat pengantar rujukan dalam melakukan rujukan sekurang-kurangnya memuat: - Identitas pasien

- Hasil pemeriksaan (anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang) yang telah dilakukan

- Diagnosis kerja

- Terapi dan / atau tindakan yang telah diberikan - Tujuan rujukan

- Nama dan tanda tangan tenaga kesehatan yang member pelayanan.

Rujukan dianggap telah terjadi apabila pasien telah diterima oleh penerima rujukan. Penerima rujukan bertanggung jawab untuk melakukan pelayanan kesehatan lanjutan sejak menerima rujukan. Penerima rujukan wajib memberikan informasi kepada perujuk mengenai perkembangan keadaan pasien setelah selesai memberikan pelayanan.

2.5.3 Macam Rujukan

Menurut tata hubungannya, sistem rujukan terdiri dari (Trihono, 2005): a) Rujukan internal adalah rujukan horizontal yang terjadi antar unit pelayanan

didalam institusi tersebut. Misalnya dari jejaring puskesmas (puskesmas pembantu)ke puskesmas induk.

b) Rujukan eksternal adalah rujukan yang terjadi antar unit-unit dalam jenjangpelayanan kesehatan, baik horizontal (dari puskesmas rawat jalan ke puskesmasrawat inap) maupun vertikal (dari puskesmas ke rumah sakit umum daerah).

(11)

a) Rujukan medik adalah rujukan pelayanan yang terutama meliputi upaya penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif). Misalnya, merujuk pasien puskesmas dengan penyakit kronis (jantung koroner, hipertensi, diabetes mellitus) ke rumah sakit umum daerah.

b) Rujukan kesehatan adalah rujukan pelayanan yang umumnya berkaitan dengan upaya peningkatan promosi kesehatan (promotif) dan pencegahan (preventif). Contohnya, merujuk pasien dengan masalah gizi ke klinik konsultasi gizi (pojok gizi puskesmas), atau pasien dengan masalah kesehatan kerja ke klinik sanitasipuskesmas.

Rujukan secara konseptual terdiri atas:

a) Rujukan upaya kesehatan perorangan yang pada dasarnya menyangkut masalahmedik perorangan yang antara lain meliputi:

1. Rujukan kasus untuk keperluan diagnostik, pengobatan, tindakan operasionaldan lain-lain.

2. Rujukan bahan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium klinik yang lebih lengkap.

3. Rujukan ilmu pengetahuan antara lain dengan mendatangkan atau mengirim tenaga yang lebih kompeten atau ahli untuk melakukan tindakan, memberi pelayanan, ahli pengetahuan dan teknologi dalam meningkatkan kualitas pelayanan.

(12)

1. Rujukan sarana berupa antara lain bantuan laboratorium dan teknologi kesehatan.

2. Rujukan tenaga dalam bentuk antara lain dukungan tenaga ahli untuk penyidikan sebab dan asal usul penyakit atau kejadian luar biasa suatu penyakit serta penanggulangannya pada bencana alam, gangguan kamtibmas, dan lain-lain.

c) Rujukan operasional berupa antara lain bantuan obat, vaksin, pangan pada saat terjadi bencana, pemeriksaan bahan (spesimen) bila terjadi keracunan massal,pemeriksaan air minum penduduk, dan sebagainya.

d) Dari puskesmas ke instansi lain yang lebih kompeten baik intrasektoral maupunlintas sektoral.

e) Bila rujukan di tingkat kabupaten atau kota masih belum mampu menanggulangi,bisa diteruskan ke provinsi atau pusat (Trihono, 2005).

Sedangkan jalur rujukan terdiri dari dua jalur, yakni:

1. Rujukan horizontal merupakan rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan dalam satu tingkatan apabila perujuk tidak dapat memberi pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan individu ketenagaan yang sifatnya sementara atau menetap.

(13)

2.5.4 Manfaat Rujukan

Beberapa manfaat yang akan diperoleh ditinjau dari unsur pembentuk pelayanan kesehatan terlihat sebagai berikut:

1. Sudut pandang pemerintah sebaai penentu kebijakan

Jika ditinjau dari sudut pemerintah sebagai penentu kebijakan kesehatan (policy maker), manfaat yang akan diperoleh antara lain membantu penghematan daa, karena tidak perlu menyediakan berbagai macam peralatan kedokteran pada setiap sarana kesehatan: memperjelas sistem pelayanan kesehatan, karena terdapat hubungan kerja antara berbagai sarana kesehatan yang tersedia, dan memudahkan pekerjaan administrasi, terutama pada aspek perencanaan.

2. Sudut pandang masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan

Jika ditinjau dari sudut masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan (health consumer), manfaat yang akan diperoleh antara lain meringankan biaya

pengobatan, karena dapat dihindari pemeriksaan yang sama secara berulang-ulang dan mempermudah masyarakat dalam mendapatkan pelayanan, karena diketahui dengan jelas fungsi dan wewenang sarana pelayanan kesehatan.

3. Sudut pandang kalangan kesehatan sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan

(14)

meringankan beban tugas, karena setiap sarana kesehatan mempunao tugas dan kewajiban tertentu (Azwar, 1996).

2.5.5 Tata Laksana Rujukan

Tatalaksana rujukan diantaranya adalah internal antar-petugas di satu rumah, antara puskesmas pembantu dan puskesmas, antara masyarakat dan puskesmas, antara satu puskesmas dan puskesmas lainnya, antara puskesmas dan rumah sakit, laboratorium atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, internal antar bagian / unit pelayanan di dalam satu rumah sakit, antar rumah sakit, laboratorium atau fasilitas pelayanan lain dari rumah sakit (Syafrudin, 2009).

Permenkes No. 75 tahun 2014 Pasal 41 dinyatakan bahwa Puskesmasdalam menyelenggarakan upaya kesehatan dapat melaksanakan rujukan dandilaksanakan sesuai sistem rujukan. Ketentuan mengenai sistem rujukan sebagaimanadilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pada era berlakunya JKN, BPJS telah mengeluarkan pula buku Panduan Praktis Sistem Rujukan Berjenjang.

2.5.6 Kegiatan Rujukan

Kegiatan rujukan terbagi menjadi tiga macam yaitu rujukan pelayanan kebidanan, pelimpahan pengetahuan dan keterampilan, rujukan informasi medis: 1. Rujukan Pelayanan Kebidanan

(15)

penanganan spesialis, pengiriman bahan laboratorium, dan jika penderita telah sembuh dan hasil laboratorium telah selesai, kembalikan dan kirimkan ke unit semula, jika perlu diserta dengan keterangan yang lengkap (surat balasan).

2. Pelimpahan Pengetahuan dan Keterampilan Kegiatan ini antara lain:

a. Pengiriman tenaga-tenaga ahli ke daerah untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan melalui ceramah, konsultasi penderita, diskusi kasus dan demonstras operasi.

b. Pengiriman petugas pelayanan kesehatan daerah untuk menambah pengetahuan dan keterampilan mereka ke rumah sakit yang lebih lengkap atau rumah sakit pendidikan, juga dengan mengundang tenaga medis dalam kegiatan ilmiah yang diselenggarakan dengan tingkat provinsi atau institusi pendidikan.

3. Rujukan Informasi Medis Kegiatan ini antara lain berupa:

a. Membalas secara lengkap data-data medis penderita yang dikirim dan advis rehabilitas kepada unit yang mengirim.

(16)

2.5.7 Sistem Informasi Rujukan

Informasi kegiatan rujukan pasien dibuat oleh petugas kesehatan pengirim dan di catat dalam surat rujukan pasien yang dikirimkan ke dokter tujuan rujukan, yang berisikan antara lain: nomor surat, tanggal dan jam pengiriman, status pasien pemegang kartu Jaminan Kesehatan atau umum, tujuan rujukan penerima, nama dan identitas pasien, resume hasil anamnesa, pemeriksaan fisik, diagnose, tindakan dan obat yang telah diberikan, termasuk pemeriksaan penunjang, kemajuan pengobatan dan keterangan tambahan yang dipandang perlu (Syafrudin, 2009).

2.5.8 Organisasi dan Pengelolaan dalam Pelaksanaan Sistem Rujukan Agar sistem rujukan ini dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien, maka perlu diperhatikan organisasi dan pengolahannya, harus jelas mata rantai kewenangan dan tanggung jawab dari masing-masing unit pelayanan kesehatan yang teribat didalamnya, termasuk aturan pelaksanaan dan koordinasinya (Syafrudin, 2009).

2.5.9 Kriteria Pembagian Wilayah Pelayanan Sistem Rujukan

(17)

Ketentuan ini dikecualikan bagi rujukan kasus gawat darurat, sehingga pembagian wilayah pelayanan dalam sistem rujukan tidak hanya didasarkan pada batas-batas wilayah administrasi pemerintahan saja tetapi juga dengan kriteria antara lain:

1. Tingkat kemampuan atau kelengkapan fasilitas sarana kesehatan, misalnya fasilitas Rumah Sakit sesuai dengan tingkat klasifikasinya.

2. Kerjasama Rumah Sakit dengan Fakultas Kedokteran.

3. Keberadaan jaringan transportasi atau fasilitas pengangkutan yang digunakan ke sarana kesehatan atau Rumah Sakit rujukan.

4. Kondisi geografis wilayah sarana kesehatan.

Dalam melaksanakan pemetaan wilayah rujukan, faktor keinginan pasien / keluarga pasien dalam memilih tujuan rujukan perlu menjadi bahan pertimbangan (Syafrudin, 2009).

2.5.10 Keuntungan Sistem Rujukan

Menurut Syafrudin (2009), keuntungan sistem rujukan adalah:

1. Pelayanan yang diberikan sedekat mungkin ke tempat pasien, berarti bahwa pertolongan dapat diberikan lebih cepat, murah dan secara psikologis memberi rasa aman pada pasien dan keluarga.

2. Dengan adanya penataran yang teratur diharapkan pengetahuan dan keterampilan petugas daerah makin meningkat sehingga makin banyak kasus yang dapat dikelola di daerahnya masing-masing.

(18)

2.5.11 Faktor-faktor Penentu Penyusunan Sistem Rujukan

Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam penyusunan suatu sistem rujukan yang baik, yaitu:

1) Pelayanan tingkat pertama harus dilengkapi peralatanyang mempermudah penanganan, mempersiapkan dan mengirimkan penderita ketempat tujuan 2) Melibatkan pembiayaan diri asuransi kesehatan dalam pembiayaanrujukan 3) Semua tenaga kesehatan harus bekerja sesuai dengan kemampuan yangada

berdasarkan peraturan dan etika profesi

4) Adanya hubungan fungsional antar setiap unit pelayanan 5) Perlu disusun standar pelayanan medis dan peralatan 6) Penanganan penderita selalu diutamakan (Syafrudin, 2009). 2.6 Sistem Rujukan Berjenjang

2.6.1 Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan

(19)

Gambar 2.1 Alur Pelayanan Kesehatan (Buku Panduan Praktis Sistem Rujukan Berjenjang Badan penyelenggara Jaminan Sosial kesehatan, 2014).

2.6.2 Ketentuan Umum

3. Pelayanan Kesehatan perorangan terdiri dari 3 tingkatan yaitu: a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama

b. Pelayanan kesehatan tingkat kedua c. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga

4. Pelayanan kesehatan tingkat pertama merupakan pelayanan kesehatan dasar yang diberi oleh fasilitas kesehatan tingakat pertama

(20)

6. Pekayanan kesehatan tingkat ketiga merupakan pelayanan kesehatan sub spesialistik yang dilakukan oleh dokter sub spesialis atau dokter gigi sub spesialis yang menggunakan teknologi kesehatan sub spesialistik

7. Dalam menjalankan pelayanan kesehatan fasilitas kesehatan tingakat pertama dan tingkat lanjutan wajib melakukan sistem rujukan dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku

8. Peserta yang ingin mendapatkan pelayanan yang tidak sesuai dengan system rujukan dapat dimasukkan dalam kategori pelayanan yang tidak sesuai dengan prosedur sehingga tidak dapat dibayarkan oleh BPJS kesehatan

9. Fasilitas kesehatan yang tidak menerapakan sistem rujukan maka BPJS kesehatan akan melakukan pemeriksaan secara berkala terhadap kinerja fasilitas kesehatan tersebut dan dapat berdampak pada lanjutan tingkat pertama

10. Pelayanan rujukan dapat dilakukan secara horizontal maupun vertikal

11. Rujukan horizontal merupakan rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan dalam satu tingkatan apabila perujuk tidak dapat memberi pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan individu ketenagaan yang sifatnya sementara atau menetap

(21)

13. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan pelayanan yang lebih tinggi dilakukan apabila

a. Pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau sub spesialistik b. Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/ atau ketenagaan.

14. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke tingkatan pelayanan yang lebih rendah dilakukan apabila

a. Permasalahan kesehatan pasien dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih rendah sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya

b. Kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama atau kedua lebih baik dalam menangani pasien tersebut

c. Membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih rendah dan untuk alasan kemudahan, efisiensi dan pelayanan jangka panjang

(22)

Gambar 2.2 Sistem Rujukan Berjenjang (Buku Panduan Praktis Sistem Rujukan Berjenjang Badan penyelenggara Jaminan Sosial kesehatan, 2014).

2.6.3 Tata Cara Pelaksanaan Sistem Rujukan Berjenjang

1. Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sesuai kebutuhan medis, yaitu:

a. Dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama

b. Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat kedua

(23)

d. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di faskes tersier hanya dapat diberikan atas rujukan dari faskes sekunder dan faskes primer.

2. Pelayanan kesehatan di faskes primer yang dapat dirujuk langsung ke faskes tersier hanya untuk kasus yang sudah ditegakkan diagnosis dan rencana terapinya, merupakan pelayanan berulang dan hanya tersedia di faskes tersier. 3. Ketentuan pelayanan rujukan berjenjang dapat dikecualikan dalam kondisi:

a. Terjadi keadaan gawat darurat; Kondisi kegawat daruratan mengikuti ketentuan yang berlaku

b. Bencana, kriteria bencana ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah Daerah

c. Kekhususan permasalahan kesehatan pasien; untuk kasus yang sudah ditegakkan rencana terapinya dan terapi tersebut hanya dapat dilakukan di fasilitas kesehatan lanjutan

d. Pertimbangan geografis

e. Pertimbangan ketersediaan fasilitas 4. Pelayanan oleh bidan dan perawat

a. Dalam keadaan tertentu, bidan atau perawat dapat memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan b. Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter dan/atau

(24)

5. Rujukan Parsial

a. Rujukan parsial adalah pengiriman pasien atau spesimen ke pemberi pelayanan kesehatan lain dalam rangka menegakkan diagnosis atau pemberian terapi, yang merupakan satu rangkaian perawatan pasien di fasilitas kesehatan tersebut. Rujukan parsial dapat berupa:

 Pengiriman pasien untuk dilakukan pemeriksaan penunjang atau

tindakan

 Pengiriman spesimen untuk pemeriksaan penunjang

b. Apabila pasien tersebut adalah pasien rujukan parsial, maka penjaminan pasien dilakukan oleh fasilitas kesehatan perujuk (Buku Panduan Praktis Sistem Rujukan Berjenjang Badan penyelenggara Jaminan Sosial kesehatan, 2014).

2.6.4 Forum Komunikasi Antar Fasilitas Kesehatan

Untuk dapat mengoptimalisasikan sistem rujukan berjenjang, maka perlu dibentuk forum komunikasi antar Fasilitas Kesehatan baik faskes yang setingkat maupun antar tingkatan faskes, hal ini bertujuan agar fasilitas kesehatan tersebut dapat melakukan koordinasi rujukan antar fasilitas kesehatan menggunakan sarana komunikasi yang tersedia agar:

(25)

c. Faskes tujuan rujukan mendapatkan informasi secara dini terhadap kondisi pasien sehingga dapat mempersiapkan dan menyediakan perawatan sesuai dengan kebutuhan medis. Forum Komunikasi antar Faskes dibentuk oleh masing-masing Kantor Cabang BPJS Kesehatan sesuai dengan wilayah kerjanya dengan menunjuk Person In charge (PIC) dari masing-masing Faskes. Tugas PIC Faskes adalah menyediakan informasi yang dibutuhkan dalam rangka pelayanan rujukan (Buku Panduan Praktis Sistem Rujukan Berjenjang Badan penyelenggara Jaminan Sosial kesehatan, 2014).

2.6.5 Pembinaan Dan Pengawasan Sistem Rujukan Berjenjang

1. Ka Dinkes Kab/Kota dan organisasi profesi bertanggung jawab atas pembinaan dan pengawasan rujukan pada pelayanan kesehatan tingkat pertama

2. Ka Dinkes provinsi dan organisasi profesi bertanggung jawab atas pembinaan dan pengawasan rujukan pada pelayanan kesehatan tingkat kedua;

3. Menteri bertanggung jawab atas pembinaan dan pengawasan rujukan pada pelayanan kesehatan tingkat ketiga(Buku Panduan Praktis Sistem Rujukan Berjenjang Badan penyelenggara Jaminan Sosial kesehatan, 2014).

2.6.6 Hal yang Perlu Diperhatikan Dalam Sistem Rujukan Berjenjang 1. Peserta yang ingin mendapatkan pelayanan yang tidak sesuai dengan sistem

(26)

2. Untuk pasien diperbatasan, jika atas pertimbangan geografis dan keselamatan pasien tidak memungkinkan untuk dilakukan rujukan dalam satu kabupaten, maka diperbolehkan rujukan lintas kabupaten (Buku Panduan Praktis Sistem Rujukan Berjenjang Badan penyelenggara Jaminan Sosial kesehatan, 2014). 2.7 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan

2.7.1 Pengertian BPJS

Jaminan sosial adalah perlindungan yang diberikan oleh masyarakat bagi anggota-anggotanya untuk resiko-resiko atau peristiwa-peristiwa tertentu dengan tujuan, sejauh mungkin, untuk menghindari peristiwa-peristiwa tersebut yang dapat mengakibatkan hilangnya atau turunya sebagian besar penghasilan, dan untuk memberikan pelayanan medis dan/atau jaminan keuangan terhadap konsekuensi ekonomi dari terjadinya peristiwa tersebut, serta jaminan untuk tunjangan keluarga dan anak. Secara singkat jaminan sosial diartikan sebagai bentuk perlindungan sosial yang menjamin seluruh rakyat agar dapat mendapatkan kebutuhan dasar yang layak. Di dalam program BPJS jaminan sosial dibagi kedalam 5 jenis program jaminan sosial dan penyelenggaraan yang dibuat dalam 2 program penyelengaraan, yaitu :

1. Program yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan, dengan programnya adalah Jaminan Kesehatan yang berlaku mulai 1 Januari 2014.

(27)

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial adalah peleburan 4 (empat) badan usaha milik negara menjadi satu badan hukum, 4 (empat) badan usaha yang dimaksud adalah PT TASPEN, PT JAMSOSTEK, PT ASABRI, dan PT ASKES. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ini berbentuk seperti asuransi, nantinya semua warga indonesia diwajibkan untuk mengikuti program ini. Dalam mengikuti program ini peserta BPJS di bagi menjadi 2 kelompok, yaitu untuk mayarakat yang mampu dan kelompok masyarakat yang kurang mampu.Peserta kelompok BPJS di bagi 2 kelompok yaitu:

1. PBI (yang selanjutnya disebut Penerima Bantuan Iuran) jaminan kesehatan, yaitu PBI adalah peserta Jaminan Kesehatan bagi fakir miskin dan orang tidak mampu sebagaimana diamanatkan Undang-undang SJSN yang iurannya dibayarkan oleh pemerintah sebagai peserta program Jaminan Kesehatan. Peserta PBI adalah fakir miskin yang ditetapkan oleh pemerintah dan diatur melalui Peraturan Pemerintah.

(28)

2.7.2 Visi dan Misi BPJS

Program yang dijalankan oleh pemerintah ini mempunyai visi dan misi, visi dan misi dari program BPJS Kesehatan adalah:

1. Visi BPJS Kesehatan

Paling lambat 1 Januari 2019, seluruh penduduk Indonesia memiliki jaminan kesehatan nasional untuk memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatannya yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan yang handal, unggul dan terpercaya.

2. Misi BPJS Kesehatan

a. Membangun kemitraan strategis dengan berbagai lembaga dan mendorong partisipasi masyarakat dalam perluasan kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

b. Menjalankan dan memantapkan sistem jaminan pelayanan kesehatan yang efektif, efisien dan bermutu kepada peserta melalui kemitraan yang optimal dengan fasilitas kesehatan.

c. Mengoptimalkan pengelolaan dana program jaminan sosial dan dana BPJS Kesehatan secara efektif, efisien, transparan dan akuntabel untuk mendukung kesinambungan program.

(29)

e. Mengimplementasikan dan mengembangkan sistem perencanaan dan evaluasi, kajian, manajemen mutu dan manajemen risiko atas seluruh operasionalisasi BPJS Kesehatan.

e. Mengembangkan dan memantapkan teknologi informasi dan komunikasi untuk mendukung operasionalisasi BPJS Kesehatan (Buku Panduan Praktis Sistem Rujukan Berjenjang Badan penyelenggara Jaminan Sosial kesehatan, 2014).

2.7.3 Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan meliputi:

1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama, yaitu pelayanan kesehatan non spesialistik mencakup:

a. Administrasi pelayanan

b. Pelayanan promotif dan preventif

c. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi medis

d. Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif e. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai

f. Transfusi darah sesuai kebutuhan medis

g. Pemeriksaan penunjang diagnosis laboratorium tingkat pertama h. Rawat inap tingkat pertama sesuai indikasi.

2. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, yaitu pelayanan kesehatan mencakup:

(30)

2) Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis dan sub spesialis

3) Tindakan medis spesialistik sesuai dengan indikasi medis 4) Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai

5) Pelayanan alat kesehatan implant

6) Pelayanan penunjang diagnostic lanjutan sesuai dengan indikasi medis 7) Rehabilitasi medis

8) Pelayanan darah

9) Pelayanan kedokteran forensic

10)Pelayanan jenazah di fasilitas kesehatan b. Rawat Inap yang meliputi:

1) Perawatan inap non intensif 2) Perawatan inap di ruang intensif

3) Pelayanan kesehatan lain yang ditetapkan oleh Menteri.

Meskipun manfaat yang dijamin dalam JKN bersifat komprehensif, masih ada manfaat yang tidak dijamin meliputi:

a. Tidak sesuai prosedur

b. Pelayanan di luar Fasilitas Kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS

c. Pelayanan bertujuan kosmetik

d. General checkup, pengobatan alternative

(31)

g. Pasien Bunuh Diri /Penyakit yang timbul akibat kesengajaan untuk menyiksa diri sendiri/ Bunuh Diri/Narkoba (Kemenkes, 2014). 2.8 Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Rujukan Di

Puskesmas

2.8.1 Karakteristik Responden

Berbagai karakteristik responden mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan, diantaranya adalah faktor umur merupakan dasar penggunaan kesehatan yang utama, umur tidak hanya berhubungan dengan tingkat pelayanan melainkan juga jenis pelayanan dan penerimaan pelayanan. Faktor jenis kelamin juga merupakan faktor lain yang memengaruhi penerimaan pelayanan, tuntutannya terhadap sistem pemeliharaan kesehatan termasuk diantaranya masalah dokter, obat dan fasilitas pelayanan kesehatan. pendidikan dalam arti luas yaitu segala kegiatan pembelajaran yang berlangsung sepanjang zaman dalam segala situasi kegiatan kehidupan, dan faktor pendidikan.

(32)

pendidikan, yaitu pendidikan dasar (SD/MI/Paket A dan SLTP/MTs/Paket B), pendidikan menengah (SMU, SMK), dan pendidikan tinggi yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, doktor, dan spesialis yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.

2.8.2 Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan itu terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior) (Notoatmodjo, 2003).

(33)

Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan yang tercakup dalam domain mempunyai 6 tingkatan, yaitu :

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

b. Memahami (Comprehension)

Memahami adalah suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

c. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi sebenarnya.

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu materi atau objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e. Sintesis

Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru dengan kata lain suatu kemampuan untuk menyusun suatu formula baru dan formulasi-formulasi yang ada.

(34)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek.

2.8.3 Sikap Petugas

Sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu objek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan kondisi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari adalah tindakan atau aktivitas, akan tetapi predisposing tindakan atau perilaku. Sikap masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka tingkah laku yang terbuka.

Menurut Azwar (2005), komponen-komponen sikap adalah :

a. Kognitif terbentuk dari pengetahuan dan informasi yang diterima yang selanjutnya diproses menghasilkan suatu keputusan untuk bertindak.

b. Afektif menyangkut masalah emosional subyektif sosial terhadap suatu obyek, secara umum komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap suatu obyek.

c. Konatif menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan obyek sikap yang dihadapinya.

(35)

1. Pengalaman pribadi.

Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi harus meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut melibatkan faktor emosional. Dalam situasi yang melibatkan emosi, penghayatan akan pengalaman akan lebih mendalam dan lebih lama berbekas.

2. Kebudayaan.

B.F. Skinner (dalam, Azwar 2005) menekankan pengaruh lingkungan (termasuk kebudayaan) dalam membentuk kepribadian seseorang. Kepribadian tidak lain daripada pola perilaku yang konsisten yang menggambarkan sejarah reinforcement (penguatan, ganjaran) yang dimiliki. Pola reinforcement dari masyarakat untuk sikap dan perilaku tersebut, bukan untuk sikap dan perilaku yang lain. Orang lain yang dianggap penting. Pada umumnya, individu bersikap konformis atau searah dengan sikap orang orang yang dianggapnya penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.

3. Media massa

(36)

mempersepsikan dan menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu.

4. Institusi Pendidikan dan Agama.

Sebagai suatu sistem, institusi pendidikan dan agama mempunyai pengaruh kuat dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya.

Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian bersifat sementara dan segera berlalu begitu frustasi telah hilang akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih persisten dan lebih tahan lama. contohnya bentuk sikap yang didasari oleh faktor emosional adalah prasangka.

(37)

serangkaian pernyataan tentang permasalahan tertentu, responden yang akan mengisi di harapkan menentukan sikap terhadap pernyataan tertentu.

Dalam Notoatmodjo (2007) menjelaskan bahwa sikap mempunyai 3 pokok komponen yaitu:

a. Kepercayaan (keyakinan) ide dan konsep terhadap suatu objek. b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek c. Kecendrungan untuk bertindak (tend to behave)

Pengetahuan dan sikap dilakukan dengan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat atau pertanyaan responden terhadap suatu objek. Secara langsung dapat dilakukan dengan pertanyaan-pertanyataan hipotesis, kemudian dinyatakan pendapat respoden. 2.8.4 Ketersediaan Sarana Dan Prasarana

Pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan kesehatan yang menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan seperti tersedianya alat untuk menangani penyakit yang diderita,terpenuhinya kebutuhan obat di masyarakat

(acceptable) serta berkesinambungan (sustainable). Artinya semua jenis

pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat ditemukan serta keberadaannya dalam masyarakat adalah ada pada tiap saat dibutuhkan (Syafrudin, 2009).

2.8.5 Informasi

(38)

saran dan prasaran serta kompetensi serta alur rujukan dan memberikan pertimbangan medis atas kondisi pasien.

2.9 Landasan Teori

Menurut pendapat Wirick terdapat beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan pelayanan kesehatan yaitu:

1. Karakteristik responden seperti faktor umur merupakan dasar penggunaan kesehatan yang utama, umur tidak hanya berhubungan dengan tingkat pelayanan melainkan juga jenis pelayanan dan penerimaan pelayanan dan faktor jenis kelamin juga merupakan faktor lain yang mempengaruhi penerimaan pelayanan, tuntutannya terhadap sistem pemeliharaan kesehatan termasuk diantaranya masalah sikap petugas seperti dokter dan perawat dan obat.

2. Kesadaran akan kebutuhan tersebut, seseorang harus tahu dan memahami bahwa ia membutuhkan pelayanan medis.

3. Sikap petugas mempengaruhi seseorang yang menderita suatu penyakit akan mencari pelayanan atau pemeriksaan medis.

4. Tersedia fasilitas dan sarana pelayanan.

(39)

2.10 Kerangka Konsep penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian dan landasan teori yang telah dikemukakan maka kerangka konsep penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:

Variabel Bebas

Variabel Terikat

Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian 2.11 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan permasalahan, tujuan penelitian, dan kerangka konsep, maka dapat hipotesis penelitian ini terdapat pengaruh faktor karakteristik responden, faktor pengetahuan, faktor sikap petugas (perawat dan dokter), faktor ketersediaan sarana dan prasarana serta faktor informasi tentang rujukan terhadap besarnya angka rujukan pasien peserta BPJS di Puskesmas Glugur Darat Kecamatan Medan Timur Tahun 2016.

Karakteristik Responden

Ketersediaan sarana dan prasarana

Informasi tentang rujukan

Dirujuk Pengetahuan

Gambar

Gambar 2.1 Alur Pelayanan Kesehatan (Buku Panduan Praktis Sistem Rujukan
Gambar 2.2 Sistem Rujukan Berjenjang (Buku Panduan Praktis Sistem Rujukan
Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Tindakan dokter gigi tentang standard precaution di ruangan praktek dokter gigi termasuk dalam kategori baik yaitu >80% dalam hal melakukan sterilisasi instrumen sebelum

This survey project covered the following people groups in the districts of Tawang, West Kameng and East Kameng: Tawang Monpa, Dirang Monpa, Kalaktang Monpa, Sartang, Lish,

Acara yang digawangi Satuan Tugas Gerakan Literasi Sekolah ini memediasi dialog para pemangku kepentingan dalam sejumlah kegiatan, yaitu Dialog Literasi Sekolah, Unjuk Karya

(furrow) dan sprinkler umumnya tidak terlalu mahal namun kurang efisien karena banyak air yang mengalami evaporasi, mengalir atau terserap ke area di bawah atau di luar

Server web atau peladen web dapat merujuk baik pada perangkat keras ataupun perangkat lunak yang menyediakan layanan akses kepada pengguna melalui protokol

Didapatkan

Laporan Pertanggung Jawaban ini telah disetujui oleh BEM KBM Raharja untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam Laporan Pertanggung Jawaban BEM KBM Raharja. Periode 2009/2010

Praktikum kimia klinik dapat digunakan untuk melatih mahasiswa agar dapat belajar dan mengenal pemeriksaan urine secara makroskopis dan mikroskopis untuk membantu menegakkan suatu