• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upaya Penanganan Terorisme Dalam Kerjasama ASEAN Convention On Counter Terrorism Oleh Pemerintah Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Upaya Penanganan Terorisme Dalam Kerjasama ASEAN Convention On Counter Terrorism Oleh Pemerintah Indonesia"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dari awal pembentukannya sampai sekarang, ASEAN telah berusia 49 tahun. Hampir lima dekade kemunculannya, ASEAN telah mengalami banyak perubahan dan perkembangan yang positif dan signifikan yang mengarah kepada pendewasan ASEAN. Tidak ada yang menyangkal bahwa kerjasama ASEAN selama ini masih banyak berkutat pada masalah bilateral yang beragam diantara negara tetangga di kawasan ini.

Kerjasama ASEAN kini menuju tahapan baru yang lebih integratif dan berwawasan futuristik melalui dibentuknya Komunitas ASEAN (ASEAN

Community) pada tahun 2015 lalu, hal ini diperkuat dengan telah disahkannya Piagam ASEAN (ASEAN Charter) yang secara khusus akan menjadi landasan hukum dan landasan jati diri ASEAN.

(2)

menyesuaikan cara pandangnya agar dapat lebih terbuka dalam menghadapi permasalahan-permasalahan internal dan eksternal.1

Negara-negara ASEAN menyadari perlunya meningkatkan konsolidasi, kohesivitas dan efektivitas kerjasama. Dimana kerjasama-kerjasama dalam ASEAN tidak lagi hanya berfokus pada kerjasama-kerjasama ekonomi namiun harus juga didukung oleh kerjasama lainnya di bidang keamanan dan social budaya.

Agar tercipta keseimbangan tersebut, pembentukan ASEAN didasari dengan tiga pilar, yaitu Komunitas Keamanan ASEAN (ASEAN Security Community), Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community), dan Komunitas Sosial Budaya ASEAN (ASEAN Socio-Cultural Community). Keseimbangan baru ini diperlukan mengingat banyak masalah bilateral yang terus membayangi dank arena sensitivitasnya perlu didrorong oleh rasa keterbukaan agar urusan tidak menjadi timbunan beban bersama.

Dalam perjalanannya, ada tiga macam konflik yang sering memengaruhi ASEAN, yakni : 1) perselisihan territorial, 2) perselisihan yang mengancam stabilitas keamanan. 3) perselisihan yang muncul sehubungan dengan kebijakan pengelolaan.2 Namun belakangan permasalahan keamanan di kawasan Asia Tenggara lebih berat dengan munculnya serangkaian aksi serangan teroris di berbagai Negara anggota ASEAN. Berbeda dengan konflik yang sering terjadi dimana saling melibatkan dua Negara atau lebih, isu terorisme muncul sebagai musuh baru bersama yang dapat mengancam setiap Negara dan harus dapat

1M. Rajendran, ASEAN Foreign Relations The Shift to Collective Action, Kuala Lumpur : Arena

Buku sdn.hbd, 1985, hal. 28

2

Asvi Warman Adam, dkk, Konflik Teritorial di Negara-Negara ASEAN, Jakarta : PPW-LIPI, 1992, hal. 1-2

(3)

ditanggulangi bersama. Isu terorisme adalah isu yang mengancam Negara-negara di Asia Tenggara.

Setiap Negara anggota ASEAN memiliki persepsi ancaman yang berbeda mengenai isu terorisme. Persepsi ancaman terorisme di Vietnam lebih mengarah pada terorisme maritime serta gerakan separatism di Thailand Selatan. Di Malaysia, jaringan kelompok komunis pra 9/11 dan Jamaah Islamiyah pasca 9/11 dipandang sebgai teroris yang merongrong keamanan nasional Malaysia terlebih dengan berlangsungnya peristiwa pembajakan pesawat Malaysia Airlines 653 pada tahun 1977 dan keterlibatan beberapa warga Negara Malaysia yang menjadi pentolan aksi-aksi teror di Indonesia.

Tiga pemboman yang berlangsung di Myanmar (Ranggon,1983: Yangon, 2005 dan 2010) mempersepsikan pemerintahan Myanmar akan eksistensi teroris di negaranya. Agen Korea Utara, United Liberations Front of Assam dan United National Liberation Front disinyalir sebagai jaringan aktor-aktor teroris di Myanmar. Berbeda dengan Negara Singapura, meski tergolong aman, pemerintah Singapura tetap waspada dengan ancaman teroris. Terlebih pada 1965, Singapura pernah mengalami pemboman di McdDonald dan pembajakan pesawat Singapore Airlines pada 1991. Pasca tragedi 9/11 pemerintah Singapura aktif dalam serangkaian kerjasama dalam memberantas terorisme, khusunya dalam menghadapi gerakan jaringan Jamaah Islamiyah dan Moro Islamic Liberation Front.

(4)

(2002), pengeboman pangkalan militer Filipina di Zamoanga (2002), pengeboman Bandara di Davao City (2003) serta penembakan Kapal Ferry (2004). Aksi-aksi teror ini disinyalir dilakukan oleh New People’s Army (NPA), Jamaah Islamiyah, Moro National Liberations Front (2001), Moro Islamic Liberations Front (MILF) dan Abu Sayyaf Group (ASG).

Di Kamboja, ancaman teroris bagi pemerintah Kamboja berasal dari sisa-sisa simpatisan Khmer Merah dan Cambodian Freedom Fighters (CFF). Jaringan gerakan ini pernah melakukan pelemparan granat dan serangan terhadap instalasi pemerintahan Kamboja di Amerika Serikat pada tahun 2000. Bagi Negara Brunei Darussalam, meski tidak terjadi serangan-serangan teroris, namun Negara ini sangat aktif melakukan kerjasama menyangkut isu terorisme. Sementara Negara Laos dan Vietnam tergolong sebagai Negara yang aman dari isu terorisme.3

Urgensi terciptanya keamanan regional mendapat porsi atensi yang lebih oleh negara-negara ASEAN. Dalam merespon hal tersebut, Negara-negara ASEAN berpegang teguh pada ASEAN Security Community (ASC). Kesepuluh Negara anggota ASEAN telah menandatangani sebuah konvensi dengan judul ASEAN Convention On Counter Terrorism (ACCT) pada tanggal 13 Januari 2007 di Cebu Filipina. Dengan adanya konvensi ini, Negara-negara anggota ASEAN didorong untuk bekerja secara proaktif serta meningkatkan kerjasama dalam rangka mencegah dan menangani terjadinya aksi-aksi terorisme khusunya di kawasan Asia Tenggara.

Upaya penanganan aksi terorisme ini cukup penting, karena dalam satu dekade terakhir sebagian besar kawasan Asia Tenggara diberi label oleh dunia

3Yani. Yanyan M, dkk, Keharmonisan Kerjasama Kontra Terorisme Negara-Negara Anggota

ASEAN Dalam Kerangka ASEAN SECURITY COMMUNITY, 2012, Vol. 1-2

(5)

internasional sebagai salah satu sarang teroris sehingga menjadi salah satu faktor yang mendorong menurunnya iklim investasi di Asia Tenggara. Oleh karena itu hasil nyata dari konvensi ini diharapkan menjadi sebuah jawaban kepada banyak pihak yang telah berpikiran skeptic terhadapa Negara-negara anggota ASEAN. Hasil nyata dari konvensi ini akan menunjukkan bahwa negara anggota ASEAN mampu bekerjasama untuk mengatasi terorisme dan menjaga kestabilan kawasan. Pada akhirnya diharapkan adanya peningkatan iklim investasi di wilayah ASEAN khususnya di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

Isu terorisme merupakan sebuah isu yang cukup serius dewasa ini. penanganan dan pencegahannya pun harus dilakukan secara maksimal agar ke depan persoalan terorisme tidak lagi menjadi penghambat bagi kemajuan Negara-negara anggota ASEAN. Diberlakukannya kerjasama ASEAN Convention On Counter Terrorism (ACCT) merupakan sebuah langkah preventif yang sangat baik bagi Negara-negara di kawasan Asia Tenggra dalam menghadapi isu terorisme. Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis dapat menyimpulkan atau merumuskan permasalahan yang akan diteliti dalam penelitiaian, yakni : Bagaimana upaya penagananan Terorisme dalam kerjasama ASEAN Convention On Counter Terrorism oleh Pemerintah Indonesia ?

1.3 Batasan Masalah

(6)

penanganan ASEAN Convention Counter On Terrorism dan tindak lanjut yang diterapkan oleh Pemerintah Indonesia.

1.4 Tujuan Penelitian

Secara umum, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan penangananan terorisme dalam kerjasama ASEAN Convention Counter Terrorism oleh pemerintah Indonesia. Selain itu juga untuk mengetahui bagaimana upaya penangananan terorisme melalui kerja sama ACCT oleh pemerintah Indonesia. Serta bagi mahasiswa departemen Ilmu Politik agar dapat mengetahui bagaimana pentingnya kerjasama dalam lingkup global atau internasional.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Secara teoritis, diharapkan nantinya hasil dari penelitian ini dapat berkontributif terhadap kajian dari organisasi internasional.

2. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi tambahan dalam mengembangkan kemampuan berfikir dan menulis bagi mahasiswa khususnya mahasiswa Departemen Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

(7)

dalam menulis dan menganalisis serta mengaplikasikan ilmu politik yang telah dipelajari semasa kuliah.

1.6 Kerangka Teori

Dalam melakukan suatu penulisan karya ilmiah diperlukan adanya analisis menggunakan teori. Teori merupakan serangkaian asumsi, konsep, kontruksi, defenisi untuk menerangkan suatu fenomenal social secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antara konsep.4 Dalam hal ini penulis akan menguraikan teori dan konsep yang berkaitan dengan penelitian.

1.6.1 Terorisme

Secara etimologi, perkataan “teror” berasal dari bahasa latin “terrere” yang dalam bahasa Inggris diterjemahkan dalam perkataan “to fright”, yang dalam bahasa Indonesia berarti “menakutkan” atau “mengerikan”.5 Rumusan terorisme secara terminologis, sampai saat ini masih menjadi perdebatan meskipun sudah ada ahli yang merumuskan dan dirumuskan di dalam perundang-undangan. Kamus Webster’s New School and Office Dictionary oleh Noah Webster, A Fawcett Crest Book, menyebutkan bahwa teror sebagai kata benda berarti :

Extreme afaer, ketakutan yang amat sangat One who excites extreme afaer, atau seseorang yang gelisah dalam ketakutan yang amat sangat. The ability to cause such afaer, kemampuan menimbulkan ketakutan.6

4 Masri Singarimbun dan Sofyan Efendi. 1995. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES.

Hal.37

5Mardenis, Pemberantasan Terorisme. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2011, hal.85

6ibid

(8)

Sedangkan terorisme sebagai kata kerja adalah the use of violence, intimidation, to gain and end; especially, a system of government rulling by teror;

penggunaan kekerasan, ancaman, dan sejenisnya untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan dan akhir/tujuan, teristimewa sebagai suatu system pemerintahan yang ditegakkan dengan teror. Ada beberapa sarjana maupun lembaga yang membentuk satu defenisi terorisme yakni :

•Menurut Walter Laquer

terrorism has been defined as the substate application of violence or threatened violence intended to show panic in society, to

awaken or even overthrow the incumbents, and to bring about

political change. It shades on occasion into guerilla warfare

(although unlike guerilla, terrorist are unable or enwilling to take

or hold territory) and even a substitute for war between states.7

Menurut The Central Intelligence Agency (CIA) :

“the threat or use of violence for political purpose by individual or

group, wheter acting for, or in opinion to established governmental

authority, when such actions are intenmded to shock or intimidate at

target group wider than the immediate victims.

•Menurut Konvensi PBB 1937 : Segala bentuk tindak kejahatan yang

ditujukan langsung kepada Negara dengan maksud menciptakan bentuk teror tehadap orang-orang tertentu atau kelompok atau masyarakat luar.

7Lukman Hakim, Terorisme di Asia Tenggara, Surakarta: FSIS, 2004 hal. 9

(9)

•Menurut W J S Purwadarminta : Praktik-Praktik tindakan teror,

penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha untuk mencapai sesuatu (khususnya tujuan politik).

Menurut Wilkinson Tipologi Terorisme yang dikutip dari Juliet Lodge ada beberapa macam yaitu :

1. Terorisme epifenomenal (teror dari bawah) dengan ciri-ciri tak terencana rapi, terjadi dalam konteks perjuangan yang sengit;

2. Terorisme revolusioner (teror dari bawah) yang bertujuan revolusi atau perubahan radikal atas sistem yang ada dengan ciri-ciri selalu merupakan fenomena kelompok, sturuktur kepemimpinan, program ideologi, konspirasi, elemen para militer;

3. Terorisme subrevolusioner (teror dari bawah) yang bermotifkan politis, menekan pemerintah untuk mengubah kebijakan atau hukum, perang politis dengan kelompok rival, menyingkirkan pejabat tertentu yang mempunyai ciri-ciri dilakukan oleh kelompok kecil, bisa juga individu, sulit diprediksi, kadang sulit dibedakan apakah psikopatologis atau criminal;

4. Terorisme represif (teror dari atas atau terorisme negara) yang bermotifkan menindas individu atau kelompok (oposisi) yang tidak dikehendaki oleh penindas (rezim otoriter atau totaliter) dengan cara likuidasi dengan ciri-ciri berkembang menjadi teror masa, ada aparat teror, polisi rahasia, teknik penganiayaan, penyebaran rasa kecurigaan dikalangan rakyat, wahana untuk paranoid pemimpin.8

8Muladi, 2002, Demokrasi Hak Asasi Manusia dan Reformasi Hukum di Indonesia, Habibie

Center, Jakarta hlm. 15.

(10)

1.6.2Regionalisme

Synder berpendapat bahwa region atau kawasan diartikan sebagai sekumpulan Negara yang memiliki kedekatan geografis karena berada dalam satu wilayah tertentu. Meskipun demikian, kedeatan geografis saja tidak cukup untuk menyatukan negara dalam satu kawasan. Hettne dan Soderbaun mengemukakan bahwa kedekatan geografis tersebut perlu didukung adanya kesamaan budaya, ketertarikan sosial budaya dan sejarah yang sama. Dengan demikian, syarat terbentuknya satu kawasan dapat terpenuhi secara geografis dan struktural. Dengan logika ini, maka seharusnya semua kawasan di dunia dapat menjadi sekumpulan Negara yang mendeklarasikan diri mereka sebagai satu kawasan yang sama. Namun pada kenyataannya, tidak semua kawasan memiliki intensitas interaksi dan kemajuan yang sama antara satu kawasan dengan yang lainnya.9

Kesamaan budaya, ekonomi, politik, ideologi, dan geografis dalam suatu wilayah diasumsikan dapat memunculkan organisasi yang lebih efektif. Organisasi regional telah siap untuk bekerjasama, dan pengalaman organisasi regional yang sukses akan mempengaruhi dan mendorong kea rah integrasi yang lebih jauh.

Regionalisme dapat menghasilkan “model masyarakat” atau “model Negara”. Bentuk regionalism dapat dibedakan berdasarkan kriteria geografis, militer/politik, ekonomi, atau transaksional, bahasa, agama, kebudayaan, dan lain-lain. Tujuan utama dari organisasi regional adalah untuk menciptakan perjanjian

9Wiwien Apriliani, Kevinder, Muhammad Fitriady, Teori Regionalisme, dapat diakses di

http://skiasyik.wordpress.com/2008/04/. Diakses tanggal 26 Februari 2016

(11)

perdamaian dan kerjasama yang saling menguntungkan di berbagai aspek and penguatan area saling ketergantungan pada Negara-negara superpower.

Organisasi regional pasca perang dunia II terdiri dari tiga tipe yaitu :10

1. Organisasi regaional gabungan. Dibentuk dari banyak tujuan dan melakukan banyak aktivitas. Contoh : OAS, OAU, Liga Arab,dll. 2. Organisasi pertahanan regional. Sebagai organisasi militer antar Negara dalam satu wilayah tertentu. Contoh : SEATO, NATO, Pakta Warsawa,dll.

3. Organisasi fungsional. Bekerja dengan pendekatan fungsional terhadap integrasi regional. Contoh : OPEC, ASEAN, NAFTA, dll. Kawasan yang dapat memulai interaksi antar Negara di dalamnya, akan terus berkembang karena efek kerjasama “spilovers” hingga akhirnya tercipta integrasi kawasan. Hal ini berbeda dengan kawasan lain yang tidak memiliki kerjasama kawasan. Maka kawasan tersebut akan tertinggal dibanding kawasan tersebut akan tertinggal disbanding kawasan lain.

Sementara itu, berdasar “New Regional Theory”, perkembangan regionalisme tergantung pada tiga hal. Yakni, dukungan dari kekuatan besar di dalam kawasan (regional great power), tingkat integrarasi antar Negara dalam kawasan, dan saling kepercayaan antar Negara dalam kawasan. Melalui teori ini, dapat dipahami bahwa mengapa satu kawasan lebih tertinggal dibanding yang lainnya adalah karena adalah karena permasalahan kekuatan dan keinginan Negara yang bersangkutan untuk membentuk satu kawasan. Bisa jadi suatu

10ibid.

(12)

kawasan tidak tercipta integrasi karena memang integrasi tersebut tidak diinginkan dan diupayakan oleh para great powers.

Selain teori di atas, Hennet membagi tingkatan regionalisme ke dalam lima tahapan yang meningkat secara gradual. Lima tahapan ini menunjukkan kematangan suatu kawasan seiring dengan meningkatnya intensitas hubungan internasional antar Negara di kawasan. Tahapan ini dapat menjawab pertanyaan mengapa satu kawasan dapat lebih maju dibandingkan dengan kawasan yang lain dan persyaratan apa yang harus diupayakan agar tercipta integrasi kawasan yang lebih matang. Tahapan tersebut adalah :11

1. Simple Geographic unit of States

Kriteria :

• Tidak adda kerjasama dan interaksi rutin antar Negara di

dalam kawasan

• Kerjasama terjadi hanya ketika ada ancaman, dan

kerjasama tersebut juga berakhir ketika ancaman sudah berakhir.

• Sangat bergantung pada sumber daya pribadi, yakni pada

masing-masing Negara.

2. Set of Social Interactions

Kriteria :

• Dalam kawasan sudah tercipta interaksi antar Negara

namun hanya diatur norma atau institusi informal

3. Collective Defense Organization

11ibid.

(13)

Kriteria :

• Negara mulai bersekutu dengan Negara lain yang memiliki

pemikiran yang sama di dalam suatu kawasan untuk melawan ancaman bersama atau musuh bersama.

• Ada perjanjian formal yang mengikat dan mengatur

Negara-negara dalam suatu kawasan.

• Ada kombinasi kekuatan, meski bukan berupa

penggabungan apalagi peleburan

4. Security Community

Kriteria :

• Interaksi antar masyarakat sipil antar Negara sudah mulai

dikembangan

• Tercipta hubungan yang damai antar Negara dalam

kawasan

• Adanya kesepakatan untuk memilih menggunakan

cara-cara damai untuk menyelesaikan masalah

5. Region State

Kriteria :

• Kawasan sudah memiliki identitas bersama yang berbeda

dari kawasan lain

• Kawasan memiliki kapabilitas bersama sebagai suatu

kawasan

• Kawasan memiliki legitimasi sebagai satu kesatuan

(14)

1.6.3 Komunitas Keamanan

Karl W. Deutch mendefenisikan komunitas keamanan sebagai kelompok negara yang telah terintegrasi sedemikian rupa sehingga bisa dikatakan bahwa hubungan damai antar negara di dalamnya telah terjalin dengan mapan dan dalam waktu yang cukup lama.12 Komunitas keamanan memiliki sifat bahwa interaksi damai yang terjalin diantara negara yang bergabung dalam sebuah komunitas keamanan lebih cenderung untuk mengendalikan konflik yang ada ataupun timbul dalam komuntas tanpa menghilangkan perbedaan yang ada diantara negara-negara anggota komunitas.

Bentuk komunitas yang dapat sesuai dengan defenisi Deutch tersebut sama dengan konsep pembentukan ASEAN Political-Security Community (komuntas politik keamanan ASEAN). Dalam pembentuakan ASEAN Political-Security Community juga menginginkan terciptanya keinginan untk membentuk adanya rasa kebersamaan (we feeling) sehingga dengan munculnya rasa tersebut akan membentuk ASEAN yang bukan lagi sebagai organisasi internasional melainkan sebagai komunitas regional yang telah mengalami integrasi. Hal inilah yang senantiasa ingin dibangun oleh setiap anggota ASEAN untuk mencapai integrasi tersebut maka dibentuklah ASEAN Vision yang semula direncanakan pada tahun 2020 kemudian dipercepat menjadi tahun 2015.

Mengikuti defenisi yang diperkenalkan oleh Karl Deutsch pada pertengahan tahun 1950-an, suatu komunitas keamanan diartikan sebagai kelompok rakyat yang terintegrasi pada satu titik dimana terdapat jaminan nyata bahwa para anggota komunitas tersebut tidak akan berperang satu sama lain secara fisik,

12

M. Rajendran, ASEAN Foreign Relations The Shift to Collective Action, Kuala Lumpur : Arena Buku sdn.hbd, 1985, hal 5.

(15)

melainkan akan menyelesaikan perselisihan di antara mereka dengan cara lain yang lebih bermartabat. Deutsch mengobservasi ada dua bentuk komunitas keamanan, yaitu Amalgamated Security Community dan Pluralistic Security Community.

Amalgamated Security Community ada ketika terjadi penggabungan dua atau lebih unit-unit yang tadinya independen ke dalam satu unit yang lebih besar, sengan satu tipe pemerintahan bersama setelah terjadinya amalgamasi, misalanya Amerika Serikat. Pluralistic Security Community sebagai alternative yang tetap mempertahankan interdepedensi hukum dari pemerintahan-pemerintahan yang terpisah. Negara-negara dalam PSC ini memliki kesesuaian nilai-nilai inti yang didorong dari institusi-institusi bersama, dan tanggung jawab bersama untuk membangun identitas bersama dan loyalitas serta rasa “kekitaan” dan terintegrasi pada satu titik dimana komunitas tersebut memiliki dependable expectations of peaceful change.13

Konsep APSC (ASEAN Political-Security Community) sebagai salah satu tonggak Komunitas ASEAN berupaya memuat prinsip-prinsip yang tidak saja dimaksudkan untuk membangun budaya hubungan damai tetapi juga untuk menciptakan situasi yang damai di dalam negeri masing-masing para anggota negara-negara ASEAN. Sehingga dengan terbentuknya rasa kekitaan (we feeling) yang akan mendorong terbentuknya integrasi regional akan menjadikan komunitas keamanan sebagai bentuk kerja sama yang saling membantu dalam menghadapi isu-isu keamanan baik yang berasal dari dalam negeri sesama anggota ASEAN maupun isu yang dating dari luar, seperti misalnya isu terorisme yang dihadapi

13

CPF Luhulima, et al, Masyarakat Asia Tenggara Menuju Komunitas ASEAN 2015, Jakarta: Pustaka Pelajar, 2008, hal 73.

(16)

kawasan Asia Tenggara menjadikan adanya kerja sama di antara negara-negara anggota ASEAN untuk memberantas terorisme melalui ASEAN Convention on Counter Terrorism.

1.7 Metode Penelitian 1.7.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan apa yang sedang berlaku. Didalamnya terdapat upaya mendeskripsikan, mencatat, analisis dan menginterpretasikan kondisi-kondisi yang sekarang ini terjadi berdasarkan fakta dan data-data yang ada.14 Dengan menggunakan penelitian deskriptif ini nantinya dapat membantu penulis dalam menjawab sebuah atau beberapa pernyataan mengenai keadaan objek atau subjek tertentu secara rinci.

1.7.2 Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

• Studi Pustaka, dalam penelitian ini data didukung dari website,

buku-buku, literature, kamus, artikel-artikel dalam majalah, jurnal ilmiah,dll.

14Mardalis, Metode Penelitian; Suatu Pendekatan Proposal, Jakarta : Bumi Aksara, 1995, hal. 26

(17)

1.7.3 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis kualitatif. Dalam penelitian kualitatif, para peneliti tidak mencari kebenaran dan moralitas, tetapi lebih kepada upaya mencari pemahaman.15 Dengan mencari dan memproses data dari buku, jurnal atau sumber lainnya serta menganalisis atas masalah yang ada selanjutnya akan diperoleh gambaran jelas mengenai objek yang diteliti. Dalam kerangka penelitian kualitatif untuk mendeskripsikan data hendaknya peneliti tidak memberikan interpretasi sendiri. Temuan lapangan hendaknya dikemukakan dengan berpegang pada prinsip akademik dalam memahami realitas. Penulisan hendaknya tidak bersifat penafsiran atau evaluatif.16

1.7.4 Sistematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini penulis menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori, metode penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II : PENJELASAN MENGENAI ASEAN POLITICAL SECURITY, SERTA ISI DARI ASEAN CONVENTION ON COUNTER TERRORISM (ACCT)

15 Lexy Moelong, Metode Penelitian Kualitatif, bandung : Remaja Karya, 1990, hal. 108

16Burhan Bungin, Metode Penelitian Kualitatif, Jakarta : Raja Grafindo Perkasa, 2001, hal.187

(18)

Pada bab ini penulis akan menjabarkan penjelasan tenmtang ASEAN Community 2015, ASEAN Security Community, dan isi dari ACCT

BAB III : UPAYA PENANGANAN TERORISME DALAM

KERJASAMA ACCT OLEH PEMERINTAH INDONESIA

Pada bab ini berisi mengenai penyajian data yang diperoleh dari berbagai sumber mengenai masalah yang sedang diteliti yakni mengenai upaya penanganan terorisme dalam kerjasama ACCT oleh Pemerintah Indonesia, dan bentu-bentuk penanganan terorisme oleh Pemerintah Indonesia serta upaya yang telah dilakukan terkait kerja sama ACCT.

BAB IV : KESIMPULAN DAN PENUTUP

Referensi

Dokumen terkait

Pada teori dinyatakan bahwa ketika Total Assets Turnover (TATO) dan Fixed Assets Turnover (FATO) naik, maka Net Profit Margin (NPM) akan mengalami kenaikan dan begitu pula

Dalam penelitian-penelitian yang dilakukan oleh Subagyo (2014) dan Sudarsono (2015), Kompas dalam memberitakan peristiwa-peristiwa terorisme dan kekerasan bernuansa

Teknik pengukuran kohesi menggunakan hierarchical clustering yang ditawarkan oleh penelitian sebelumnya tidak mempertimbangkan hubungan tidak langsung antara method dan

Apabila calon pemenang, calon pemenang cadangan 1 (satu) dan/atau calon pemenang cadangan 2 (dua) yang tidak hadir dalam pembuktian kualifikasi dengan alasan

Apabila calon pemenang, calon pemenang cadangan 1 (satu) dan/atau calon pemenang cadangan 2 (dua) yang tidak hadir dalam pembuktian kualifikasi dengan alasan

Sehubungan dengan pqihat diatas kami mengundang BapaMbu untuk hadir dalam klarifikasi. dan Pembuktian Dokumen Penawaran yary akan dilaksanakan pada

 Pengertian data dan syarat-syarat data yang baik... Data adalah sekumpulan keterangan yang dapat menjelaskan suatu hal. Tidak mungkin ada kegiatan statistika tanpa adanya data,

PEMANFAATAN EKSTRAK KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana L.) SEBAGAI BAHAN AKTIF SEDIAANi. LOTION