• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upaya Penanganan Terorisme Dalam Kerjasama ASEAN Convention On Counter Terrorism Oleh Pemerintah Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Upaya Penanganan Terorisme Dalam Kerjasama ASEAN Convention On Counter Terrorism Oleh Pemerintah Indonesia"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

2.1 Pembentukan ASEAN Dan Latar Belakang Sejarahnya

Pada era perang dingin kawasan Asia Tenggara telah menjadi ajang persaingan ideologi antar kepentingan kekuatan-kekuatan adidaya dunia pada saat itu. Hal itu disebabkan nilai strategis yang dimiliki kawasan Asia Tenggara secara geopolitik dan geo-ekonomi. Perang Vietnam antara Vietnam Utara yang didukung kekuatan Blok Komunis pimpinan Uni Soviet dan Vietnam Selatan yang didukung kekuatan blok barat pimpinan Amerika Serikat merupakan salah satu bukti persaingan diatas. Persaingan dua blok ideologi tersebut melibatkan negara-negara di kawasan Asia Tenggara yang menjadi basis kekuatan militer Blok Komunis dan Barat. Blok komunis menempatkan pangkalan militernya di Vietnam, sedangkan Blok Barat di bawah pimpinan Amerika menempatkan pangkalan militernya di Filipina.

Gejolak yang terjadi di Kawasan Asia Tenggara tidak hanya terjadi karena persaingan di bidang ideology antara kekuatan Barat dan kekuatan Timur. Konflik militer di kawasan Asia Tenggara yang melibatkan tiga Negara yaitu Laos, Kamboja, dan Vietnam. Dan konflik bilateral seperti konflik antara Indonesia dan Malaysia, Kamboja dan Vietnam serta konflik internal seperti di Kamboja, Thailand, dan Indonesia telah memperkeruh suasana di kawasan ini.

(2)

damai. Dengan kondisi aman dan damai memungkinkan terbentuknya suatu kerja sama yang dapat meredakan sikap saling curiga di antara Negara anggota serta mendorong usaha pembangunan bersama di kawasan.

Sebelum terbentuknya ASEAN setidaknya ada beberapa organisasi antarnegara di wilayah ini seperti South East Asia Treaty Organization (SEATO, dibentuk tahun 1954). Association of Southeast Asia (ASA dibentuk tahun 1961) dan Malaysia-Philipina-Indonesia (Maphilindo, dibentuk tahun 1963). Organisasi-organisasi tersebut tidak dapat bertahan lama karena berbagai sebab antara lain pertentangan ideologi dan sengketa territorial antara Negara anggotanya sendiri. Dengan kegagalan-kegagalan tersebut diatas para pemimpin di kawasan terdorong untuk membentuk suatu organisasi kerja sama yang lebih baik. Selanjutnya, Menteri Luar Negeri Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand melakukan berbagai pertemuan konsultatif secara intens sehingga disepakati suatu rancangan Deklarasi Bersama (Joint Declaration) yang isinya mencakup, antara lain, kesadaran perlunya meningkatkan saling pengertian untuk hidup bertetangga secara baik dan membina kerja sama di antara Negara-negara di kawasan yang terikat oleh pertalian sejarah dan budaya.

(3)

(The ASEAN Declaration) atau yang dikenal dengan Deklarasi Bangkok. Isi Dekalarasi Bangkok itu adalah sebagai berikut :

1. mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan social dan perkembangan kebudayaan di kawasan Asia Tenggara;

2. meningkatkan perdamaian dan stabilitas regional;

3. meningkatkan kerja sama dan saling membantu untuk kepentingan bersama dalam bidang ekonomi, social, teknik, ilmu pengetahuan, dan administrasi; 4. memelihara kerja sama yang erat di tengah-tengah organisasi regional dan

internasional yang ada;

5. peningkatan kerja sama untuk memajukan pendidikan, latihan, dan penelitian di kawasan Asia Tenggara.

(4)

Searah dengan berbagai kemajuan yang telah dicapai tersebut, lima Negara di luar Negara pemrakarsa berkeinginan menggabungkan diri dalam organisasi ini, yaitu sebagai berikut :

a. Brunei Darussalam resmi menjadi anggota ke-6 ASEAN pada tanggal 7 Januari 1984 dalam Sidang Khusus Menteri-menteri Luar Negeri ASEAN (ASEAN Ministerial Meeting/ AMM) di Jakarta, Indonesia.

b. Vietnam resmi menjadi anggota ke-7 ASEAN pada pertemuan para Menteri

Luar Negeri ASEAN ke-28 di Bandar Sri Begawan, Brunei Darussalam, 29-30 Juli 1995.

c. Laos dan Myanmar resmi menjadi anggota ke-8 dan ke-9 ASEAN pada pertemuan para menteri Luar Negeri ASEAN ke-30 di Subang Jaya, Malaysia, 23-28 Juli 1997,

d. Kamboja resmi menjadi anggota ke-10 ASEAN dalam upacara Khusus Penerimaan pada tanggal 30 April 1999 di Hanoi, Vietnam.

Berkenaan dengan keanggtaan ASEAN, Timor Leste yang secara geografis terletak di wilayah Asia Tenggara secara resmi telah mendaftarkan diri sebagai anggota ASEAN pada tahun 2011. Ihwal keanggotaan Timor Leste tersebut masih dalam pembahasan kesepuluh Negara anggota ASEAN.

2.2 Transformasi ASEAN menuju Komunitas ASEAN 2015

(5)

itu, paranPemimpin ASEAN menyepakati Program Aksi yang mencakup kerja sama di bidang politik, ekonomi, social, budaya dan penerangan, keamanan dan peningkatan mekanisme ASEAN. Kesepakatan tersebut menandai tahapan penting bagi kerangka kerja sama ASEAN. Tekad dan upaya keras ASEAN dengan paying Bali Concord I telah berhasil menjaga perdamaian dan stabilitas serta peningkatan kesejahteraan di kawasan.

Dalam perkembangan selanjutnya ASEAN bersepakat untuk membentuk suatu kawasan yang terintegrasi dalam suatu komunitas Negara-negara Asia Tenggara yang terbuka, damai, stabil, dan sejahtera, saling pedulu, dan terikat bersama dalam kemitraan dinamis di tahun 2020. Harapan tersebut dituangkan dalam Visi ASEAN 2020 yang ditetapkan oleh para Kepala Negara/ Pemerintahan ASEAN pada KTT ASEAN di Kuala Lumpur tanggal 15 Desember 1997. Untuk mewujudkan harapan tersebut, ASEAN mengesahkan Bali Concord II pada KTT ke-9 ASEAN di Bali tahun 2003 yaitu, menyepakati pembentukan Komunitas ASEAN (ASEAN Community). Melalui Bali Concord II, para Pemimpin ASEAN sepakat bahwa ASEAN harus melangkah maju menuju suatu Komunitas ASEAN. Komunitas ASEAN itu terdiri atas tiga pilar, yaitu Pilar Komunitas Politik-Keamanan ASEAN (ASEAN Political-Security Community/APSC), Pilar Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community/AEC), dan Pilar Komunitas Sosial Budaya ASEAN (ASEAN Socio-Cultural Community/ASCC).

(6)

penting dalam perumusan dua pilar lainnya. Untuk mempertegas keinginan pembentukan Komunitas ASEAN, dalam KTT ke-10 ASEAN di Vientiane tanggal 29-30 November 2004, disetujui tiga Rencana Aksi (Plan of Action/PoA) pada masing-masing pilar yang merupakan program jangka panjang dalam merealisasikan pembentukan Komunitas ASEAN. KTT tersebut juga mengintegrasikan ketiga Rencana Aksi Komunitas ASEAN ke dalam Viantiane Action Programme (VAP) sebagai landasan program jangka pendek sampai

menengah periode 2004-2010.

Optimisme dan antusiasme Negara anggota ASEAN dalam mementuk Komunitas ASEAN semakin kuat dengan ditandatanganinya Deklarasi Cebu mengenai percepatan Pembentukan Komunitas ASEAN pada tahun 2015 (Cebu Declaration on the Acceleration of the Establishment of an ASEAN Community by

2015) oleh Para Pemimpin ASEAN pada KTT ke-12 ASEAN di Cebu, Filipina,

tanggal 13 Januari 2007. Dengan demikian, pembentukan Komunitas ASEAN dipercepat dari tahun 2020 menjadi tahun 2015. Untuk mencapai terbentuknya Komunitas ASEAN 2015, ASEAN menyusun Cetak Biru (Blue Print) dari ketiga pilar tersebut. Cetak biru komnitas ASEAN itu merupakan pedoman arah pembentukan Komunitas ASEAN di tiga pilar. Dari tiga pilar itu, Cetak Biru Komunitas Ekonomi ASEAN disahkan di KTT ke-13 ASEAN tahun 2007 di Singapura. Selanjutnya, Cetak Biru KOmunitas Politik Keamanan ASEAn dan Cetak Biru Social Budaya ASEAN didahkan pada KTT ke-14 ASEAN tahun 2009 di Cha Am Hua Hin, Thailand.

(7)

Pembentukan Komunitas ASEAN 2009-2022 [Cha Am Hua Hin Declaration on the Roadmap for an ASEAN Community (2009-2011)]. Langkah tegas ASEAN

berikutnya dalam memperkokoh kerjas sama ASEAN dalam penyusunan suatu piagam (Charter) sebagai dokumen kerangka hukum dan kelembagaan ASEAN (legal and institutional framework for ASEAN). Usulan penyusunan Piagam ASEAN (ASEAN Charter) disampaikan pada KTT ASEAN di Kuala Lumpur tahun 2005. Penyusunan Piagam ASEAN dimulai sejak tahun 2006 melalui pembentukan Kelompok Ahli (Eminent Persons Group/EGP) dan dilanjutkan oleh Gugus Tugas Tingkat Tinggi (High Level Task Force) dalam melakukan negosiasi terhadap isi draft Piagam ASEAN. Piagam ASEAN resmi ditandatangani oleh para Kepala Negara/Pemerintahan ASEAN pada KTT ke-13 di Singapura pada 20 November 2007.

Selanjutnya, setelah instrument ratifikasi masing-masing Negara disampaikan kepada Sekretaris Jenderal ASEAN, Piagam ASEAN resmi diberlakukan sejak tanggal 15 Desember 2008. Dengan ini Piagam ASEAN berubah dari organisasi yang longgar (loose Association) menjadi organisasi yang berdasarkan hukum (rules-based organization) dan menjadi subjek hukum (legal Personality). Peremian pemberlakuan Piagam ASEAN tersebut dilakukan oleh

Presiden RI Susilo Bamabang Yudhoyono di Sekretariat ASEAN. Implementasi Piagam SEAN ditegasan pada KTT ke-14 ASEAN di Hua Hin, Thailand, pada tanggal 28 Februari-1 Maret 2009.

(8)

Southeast Asian Nations). Perkembangan ASEAN hingga kini menunjukkan

peningkatan besar peran ASEAN, baik di kawasan maupun di luar kawasan. Capaian utama ASEAN adalah pemeliharaan perdamaian dan stabilitas di kawasan selama lebih dari empat decade. Hali itu tidak dapat dipungkiri merupakan hasil usaha bersama ASEAN. ASEAN saat ini sedang menikmati perdamaian, stabilitas, pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan meskipun diakui masih ada tantangan di berbagai bidang. Sekalipun demikian, ASEAN sedang bergerak menuju pencapaian pelaksanaan Cetak Biru Ketiga Pilar Komunitas ASEAN 2015. Peran dan keberhasilan ASEAN tersebut di atas harus ditingkatkan baik secara internal maupun secara eksternal. Secara internal, telah diberlakukanPiagam ASEAN dan percepatan pencapaian Komunitas ASEAN tahun 2015. Secara eksternal, telah dilakukan kerjas sama dengan mitra wicara dalam berbagai isu dan program serta kegiatan di berbagai bidang. Hal itu telah mengubah Asia Tenggara menjadi salah satu kawasan yang dinamis di dunia.

2.3 Komunitas Politik-Keamanan ASEAN

Komunitas Politik Keamanan ASEAN dibentuk dengan tujuan mempercepat kerja sama politik kemanan di ASEAN untuk mewujudkan perdamaian di kawasan, termasuk dengan kawasan internasional. Sesuai rencana Aksi Komunitas Politik Keamanan ASEAN, Komunitas bersifat terbuka, menggunakan pendekatan keamanan komprehensif dan tidak ditujukan untuk membentuk suatu pakta pertahanan/aliansi militer maupun kebijakan luar negeri bersama (common foreign policy). Penggunaan istilah Komunitas Keamanan ASEAN (ASEAN

(9)

Vientianne (Vientianne Action Plan/VAP) kemudian diubah menjadi Komunitas Politik-Keamanan ASEAN (ASEAN Political-Security Community/APSC) sebagaimana dipakai dalam Piagam ASEAN. Pemakaian istilah baru ini didasari pengertian bahwa kerja sama ASEAN di bidang ini tidak terbatas pada aspek-aspek politk semata, tetapi juga pada aspek-aspek-aspek-aspek keamanan.

Konsep Cetak Biru APSC disusun berdasarkan kesepakatan KTT ASEAN ke-13 tahun 2007 di Singapura untuk menggantikan VAP 2004-2010. Konsep tersebut telah disahkan pada KTT ASEAN ke-14 di Thailand, tahun 2009, dan dituangkan pada KTT ASEAN ke-14 di Thailand, tahun 2009, dan dituangkan dalam Deklarasi Cha-am, Hua Hin, tentang Peta Jalan Komunitas ASEAN (Cha-am, Hua hin Declaration on the Roadmap for the ASEAN Community). Cetak Biru

APSC tersebut terdiri atas 3 karakteristik, 11 elemen, dan 137 tindakan. Tiga karakteristik tersebut adalah:

a. Komunitas Berbasis Aturan dengan Nilai dan Norma Bersama (A Rules-Based Community of Shared Values and Norms) terdiri dari 2

elemen dan dijabarkan dalam 58 tindakan;

b. Sebuah Wilayah Terpadu, damai dan Tangguh dengan Tanggung Jawab Bersama untuk Keamanan Menyeluruh (A Cohesive, Peaceful, Stable, and Resilient Region with Shared Responsibility for Comprehensive

Security) terbagi dalam 6 elemen dan 71 tindakan; dan

(10)

Interdependent World) yang dijabarkan dalam 3 elemen dan 8

tindakan.

Semuanya itu diimplementasikan oleh 6 Badan Sektorsl di ASEAN yakni: a. Pertemuan Menteri Luar Negeri ASEAN (ASEAN Foreign Ministers

Meeting/AMM) dengan instansi yang bertanggung jawab (focal point)

Kementrian Luar Negeri;

b. Pertemuan Menteri Pertahanan ASEAN (ASEAN Defense Ministers

Meeting/ADMM) dengan focal point Kementrian Pertahanan;

c. Pertemuan Menteri Hukum ASEAN (ASEAN Law Ministers Meeting/ALAWMM) dengan focal point Kementrian Hukum dan

HAM;

d. Pertemuan Tingkat Menteri urusan Kejahatan Lintas Negara (ASEAN Ministerial Meeting on Transnational Crime/ AMMTC) dengan focal

point Kepolisian RI;

e. Forum Regional ASEAN (ASEAN Regional Forum/ARF) dengan focal point Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pertahanan dan Markas Besar TNI; dan

f. Komisi Kawasan Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara (Southeast Asian Nuclear Weapon-Free Zone Commision/SEANWFZ) dengan focal

point Kementerian Luar Negeri.

(11)

a. mendorong pengamatan pemilihan umum sukarela (voluntary electoral observations);

b. membentuk Komisi Pemajuan dan Perlindungan Hak Perempuan dan Anak;

c. memasukkan elemen memerangi korupsi dan pemajuan prinsip demokrasi;

d. menggagas pembentukan ASEAN Institute for Peace and

Reconciliation;

e. menggagas pembentukan ASEAN Maritime Forum; f. membentuk kerja sama penanganan Illegal fishing; dan g. menyusun instrument ASEAN tentang Hak Pekerja Migran.

Kerja sama dalam kerangka APSC, sebagaimana termuat dalam cetak birunya, dielaborasi lebih spesifik dalam kerja sama bidang politik, keamanan, dan hukum yang mencakup spectrum yang luas dari permasalahan tradisional dan nontradisional, dari upaya untuk memajukan tata kepemerintahan yang baik (good governance), menangani masalah terorisme, menanggulangi bencana alam, dan

memberantas korupsi.

a. Kerja sama Bidang Politik mencakup: 1) memajukan pemerintahan yang baik; 2) memajukan prinsip-prinsip demokrasi;

3) memajukan kedamaian dan stabilitas kawasan

(12)

6) mewujudkan resolusi konflik dan penyelesaian sengketa secara damai;

7) memperkuat sentralitas ASEAN; dan

8) memajukan hubungan dengan pihak eksternal.

b. Kerja sama bidang keamanan mencakup :

1) pencegahan konflik/upaya-upaya membangun kepercayaan

(Confidence Building Measure/CBM) 2) penguatan proses ARF;

3) penanganan isu keamanan non-tradisional (bajak laut, perompakan terhadap kapal, pembajakan, penyelundupan, dll). 4) Penguatan kerja sama ASEAN dalam penanganan bencana dan

tanggap darurat; dan

5) Pemajuan transparansi dan pemahaman mengenai kebijakan pertahanan dan persepsi keamanan.

c. Kerja sama Bidang Hukum mencakup:

1) pencegahan dan pemberantasan korupsi; 2) pemajuan dan Perlindungan HAM;

3) pengembangan pengaturan hukum untuk memerangi narkotika; 4) pembentukan kerja sama penaganan kejahatan lintas batas; 5) peratifikasian atas Konvensi ASEAN tentang

(13)

7) peratifikasian Traktat tentang Bantuan Hukum terkait Masalah-Masalah Kriminalitas (Treaty on Mutual Legal Assistance in Criminal Matters/MLAT)

Terkait dengan Cetak Biru APSC, beberapa isu yang saat ini dalam pembahasan adalah: (1) penandatanganan konsep Protokol Ketiga tentang Amandemen Traktat Persahabatan dan Kerja Sama (Third Protocol to amend the Treaty of Amity and Cooperation/TAC) dan rencana aksesi Uni Eropa, Kanada,

dan Turki terhadap TAC; (2) penyelesaian masalah-masalah hukum yang tertunda (pending legal issues) dalam Piagam ASEAN; (3) persiapan Konsep Kesepahaman tentang kegiatan SEANWFZ (Memorandum on Activities Under the SEANWFZ) untuk Konferensi Kaji Ulang PBB tentang Traktat Non-Proliferasi

Nuklir (UN Review Conference on Nuclear Non-Profeliration Treaty); (4) pembahasan Laut Cina Selatan dan Deklarasi mengenai Aturan Para Pihak Laut Cina Selatan (Declaration on the Conduct of Parties to the South China Sea/DOC); dan (5) Program Kerja ASEAN tentang Kejahatan Lintas Negara

(ASEAN Work Programme on Transnational Crime); dan menjadikan MLAT sebagai Perjanjian ASEAN.

2.3.1 Badan-badan sektoral Pilar Komunitas Politik-Keamanan

Mekanisme koordinasi badan-badan sektoral ASEAN yang menangani Komunitas Politik-Keamanan ASEAN dilakukan melalui ASEAN Security Community Coordinating Conference (ASCCO). Tugas utamanya ASCCO adalah

(14)

Politik-Keamanan ASEAN 2015. ASCCO juga melakukan review dua tahunan terhadap implementasi dari Cetak Biru APSC, melalui Biennial Review yang dilaksanakan oleh Sekretariat ASEAN. Badan-badan sektoral dalam Pilar Politik-Keamanan adalah sebagai berikut.

1) Pertemuan Para Menteri Luar Negeri ASEAN

Pertemuan Para Menteri Luar Negeri ASEAN (ASEAN Foreign Ministers Meeting/AMM) diadakan setiap tahun sekali dan pertama

kali dilakukan pada tahun 1967. AMM mendiskusikan berbagai isu regional yang menjadi kepentingan bersama, seperti pengembangan konektivitas ASEAN (ASEAN Conectivity), tindak lanjut cetak biru Komunitas ASEAN, serta tindak lanjut instrument-instrumen hukum dari Piagam ASEAN. Hubungan kerja sama ASEAN dengan mitra wicara, seperti Uni Eropa, Amerika Serikat, Rusia, Selandia Baru, Dewan Kerja Sama Negara-Negara Teluk (Gulf Cooperation Council/GGC), dan Southern Common Market, juga merupakan salah

satu topic penting yang dibahas dalam pertemuan AMM. Adapun isu internasional yang dibahas antara lain, meliputi perkembangan isu di Timur Tengah dan Semenanjung Korea, serta hal-hal lain yang memerlukan tindka lanjut Konferensi ke-15 Para Pihak Konferensi Kerangka Kerja PBB tentang perubahan iklim (COP-15 United Nations Framework Convention on Climate Change/UNFCCC) di

(15)

(AMM retreat), informal dan khusus (IAMM dan special AMM). AMM retreat umumnya dilaksanakan di awal tahun dan dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Negara anggota ASEAN yang sedang menjabat sebagai ketua ASEAN. Pertemuan itu mengawali masa keketuan Negara anggota ASEAN yang sedang menjabat sebagai Ketua ASEAN untuk menindaklanjuti hasil dan kesepakatan KTT serta untuk mengimplementasikan visi dan misi keketuaan sepanjang masa keketuannya.

Adapun pertemuan informal para Menteri Luar Negeri ASEAN (IAMM) umumnya dilaksanakan berdasarkan isu khusus yang perlu mendapatkan perhatian bersama oleh Negara anggota ASEAN diluar dari pertemuan regular yang dilakukan oleh para Menteri Luar Negeri ASEAN seperti IAMM di Jakarta 22 Februari 2011, mengenai konflik Kamboja-Thailand dan Special ASEAN_Japan Ministers Meeting, 9 April 2011 pada saat terjadinya gempa dan tsunami di Jepang.

2) Komisi Zona Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara

Komisi Zona Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara atau Commision for the Siutheast Asia Nuclear weapons free Zone (SEANFWZ

(16)

Commision bertemu pertama kali pada pertemuan AMM ke-32 bulan Juli 1999 di Singapura. Dalam pelaksanan tugasnya, SEANWFZ Commision dibantu oleh sebuah Komite EKsekutif yang terdiri dari para Pejabat Senior yang bertugas untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjamin ketatan tehadap traktat, termasuk konsultasi dengan IAEA dan badan-nadan lain terkait. SEANWFZ merupakan sebuah traktat yang bertujuan untuk meningkatkan perdamaian dan stabilitas kawasan dan untuk mendukung upaya tercapainya suatu pelucutan dan pelarangan senjata nuklir secara umum dan menyuluruh. Traktat SEANWFZ disertai dengan sebuah Protokol yang merupakan sebuah instrumen legal mengenai komitmen Negara ASEAN dalam upayanya untuk memperoleh jaminan dari Negara pemilik senjata Nuklir (Nuclear Weapon States/ NWS) bahwa mereka akan menghormati traktat SEANWFZ>

3) Pertemuan Para Menteri Pertahanan ASEAN

Pertemuan Para Menteri Pertahanan ASEAN (ASEAN Defence Ministers Meeting/ADMM) merupakan pertemuan tertinggi ASEAN

(17)

terhadap perwujudan Komunitas Politik Keamanan ASEAN. Ide pembentukan mekanisme kerja sama antar Menteri-Pertahanan ASEAN baru memperoleh dukungan seluruh Anggota Negara ASEAN ketika Indoneia sebagai ketua ASEAN pada tahun 2003 menyampaikan pentingnya pembentukan ADMM sebagai salah satu wadah bagi pertukaran pandangan dan penciptaan kerja sama yang konkret di bidang pertahanan dan keamanan.

Penolakan ASEAN atas sebuah mekanisme kerja sama pertahanan sebelumnya didasarkan pada kekhawatiran bahwa mekanisme tersebut dapat membawa ASEAN menjadi suatu pakta pertahanan/militer. Barulah pada pertemuan tingkat menteri Luar Negeri ke-38 di Vientine, Laos, Juli 2005, ASEAN menyepakati pembentukan ADMM menjadi bagian penting di dalam pembentukan Komunitas-Politik Keamanan ASEAN. Sebagai gambaran, beberapa area kerja sama yang telah diimplementasikan di dalam kerangka ADMM, antara lain, melipti hal-hal berikut.

1. pembentukan Joint Coordinating Committee (JCC) untuk mengoordinasikan penggunaan alat militer dalam misi bantuan kemanusiaan dan penanggulangan bencana. JCC dibentuk pada The 2nd Workshop on the Use of ASEAN Military ASSETS and

Capacities in Humanitarian Assistance and Disaster Relief yang

(18)

2. Penyelenggaraan Workshop on ASEAN Defence Establihsment and CSOs Cooperation on Non-Traditional Security yang

menghasilkan rekomendasi untuk memperkuat jejaring kerja sama dalam menanggulangi ancaman keamanan nontradisional. 3. Penyelenggaraan ASEAN Defence Industry Collaboration

(ADIC) Working Group untuk menyiapkan pembentukan ADIC Consultative Group yang kemudian akan melakukan pemetaan

industry pertahanan ASEAN.

4. Pertemuan ASEAN Peacekeeping Centres Network untuk meningkatkan jejaring antar-Pusat Pemeliharaan Perdamaian di ASEAN.

Selain pertemuan ADMM, terdapat sebuah mekanisme ADMM-Plus yang merupakan kerja sama antar-Menteri Pertahanan ASEAN dengan delapan Negara mitra wicara ASEAN, yaitu Amerika Serikat, Australia, Repuclik Rakyat Tiongkok (RRT), Jepang, Korea, Selandia Baru, India, dan Rusia. Pertemuan ADMM-Plus dialakukan setiap tiga tahun sekali. Pertemuan pertama ADMM-Plus diselenggarakan pada tanggal 20 Oktober 2010, di Hanoi, Vietnam. Mekanisme ADMM-Plus itu merupakan tindak lanjut kesepakatan pertemuan kedua ADMM di Singapura tahun 2007. Pertemuan kedua ADMM-Plus direncanakan diselenggarakan di Brunei Darussalam pada tanggal 9 Oktober 2013.

(19)

ADMM-Plus yang konkret diserahkan pada tingkat ASEAN Defence Senior Officials Meeting Plus (ADSOM-Plus). ADSOM-Plus diberi otoritas

oleh ADMM-Plus untuk membentuk Experts Working Group (EWG). Cakupan kerja sama dalam ADMM-Plus EWG adalah Maritime Security, Peacekeeping operations, Humanitarian Assistance and

Disaster Relief, Military Medicine dan Counter Terrorism. Salah satu

tugas utama ADM-Plus EWG adalah menyusun dan mengimplementsikan program kerja guna mendukung kerja sama yang telah disepakati di dalam kerangka ADMM-Plus. Selama pertemua ADSOM-Plus WG tanggal 12 Desember 2010 di Da Lat, Vietnam, telah disepakati Co-Chair untuk masing-masing EWG; Counter Terrorism (RI dan AS), Peacekeeping Operations (Filipina

dan Selandia Baru), Military Medicine (SIngapura dan Jepang), Humanitarian Assistance and Disaster Relief (Vietnam dan RRT), dan

Maritime Security (Malaysia dan Autralia).

4) Pertemuan Para Menteri bidang Hukum ASEAN

Pertemuan Para Menteri ASEAN Bidang Hukum (ASEAN Law Minister Meeting/ALAWMM) merupakan pertemuan para Menteri Hukum dan Jaksa Agung Negara-negara ASEAN yang diadakan 1 kali setiap 36 bulan. ALAWMM dibentuk pada tanggal 12 April 1986 di Bali, Indonesia melalui suatu ASEAN Ministreal Understanding on the Organizational Arrangement for Cooperation in the Legal Field.

(20)

2011 di Phnom Penh, Kamboja. Pembentukan ALAWMM didasarkan kepada adanya keragaman system hukum yang ada di kawasan Asia Tenggara dan untuk itu harus dilakukan kerja sama di bidang hukum, terutama menyangkut permasalahan yang menjadi keprihatinan bersama. Kerja sama di bidang hukum ini meliputi tiga aspek sebagai berikut;

a. pertukaran bahan mengenai masalah hukum (exchange of legal

materials);

b. kerja sama di bidang peradilan (judicial cooperation);

c. pendidikan dan riset di bidang hukum (legal education and legal research)

Adapun beberapa dokumen yang telah dihasilkan oleh ALWMM adalah sebagi berkut:

a. ASEAN Legal Information authority (ALIA) merupakan institusi nasional yang menangani isu hukum dan dapat dihubungi pada masing-masing Negara anggota ASEAN. ALIA bertanggung jawab untuk memfasilitasi pertukaran informasi hukum antarnegara anggota ASEAN.

b. ASEAN Legal Information Network System (LINKS) merupakan jejaring yang berisi database dokumen-dokumen hukum masing-masing Negara anggota ASEAN.

(21)

Negara anggota ASEAN, dan paparan singkat mengenai perand an tanggung jawab masing-masing institusi tersebut.

5) Pertemuan Para Menteri mengenai Kejahatan Lintas-Negara ASEAN

Pertemuan Para Menteri yang menagani Kejahatan Lintas-Negara ASEAN (ASEAN Ministerial Meeting on Transnational Crime/AMMTC) merupakan mekanisme kerja sama ASEAN dalam

penanggulangan kejahatan lintas Negara. AMMTC pertama kali diselenggarakan pada tahun 1997 dan selanjutnya diselenggarakan setiap dua tahun sekali. Dalam mekanisme AMMTC, setiap Negara anggota ASEAN diwakili oleh menteri atau pejabat yang bertanggung jawab di bidang kejahatan lintas Negara. Pertemuan AMMTC yang kedelapan dilaksanakan di Bali, 9-13 Oktober 2011, sedangkan AMMTC kesembilan akan dilaksanakan di Laos tahun 2013. Untuk mengimplementasikan keputusan-keputusan di tingkat AMMTC, terdapat mekanisme Senior Officials Meeting on Transnational Crime (SOMTC) yang diselenggarakan setiap tahun sekali.

(22)

of Action to Combat Transnational Crime (1999) dan Work Program

to Implement the ASEAN Plan of Action to Combat Transnational

Crime (2010-2012). Program-Program dalam PoA tersebut antara lain

mencakup kerja sama dalam hal pertukaran informasi, penegakan hukum, pelatihan, penguatan kapasitas kelembagaan, dan kerja sama dengan Negara-negara di luar kawasan.

6) Forum Regional ASEAN

Forum Regional ASEAN (ASEAN Regional Forum/ARF) merupakan forum utama bagi dialog isu-isu politik dan keamanan di kawasan Asia Pasifik. Pembentukan ARF disepakati pada 26th ASEAN Minitreal Meeting and Post Ministreal Conference/AMM-PMC,

tanggal 23-25 Juli 1993 di Singapura. Pertemuan pertama ARF diadakan dalam rangkaian 27th AMM/PMC/1st ARF di Bangkok, Thailand pada tahun 1994 ARF diikuti oleh 26 negara dan 1 entitas Uni Eropa terdiri atas sepuluh Negara anggota ASEAN, sepuluh mitra wicara ASEAN (Australia, Kanada, RRT, India, Jepang, Selandia Baru, Rusia, Republik Korea, Amerika Serikat, Uni Eropa), dan tujuh Negara lain di kawasan (Bangladesh, Republik Rakyat Demokratik Kkorea/Korea Utara, Mongolia, Pakistan, Papua Nugini, Sri Lanka, Timur Leste). Penyebutan keanggotaan dalam pertemuan ARF bukan Negara anggota (member state) meleainkan peserta.

(23)

Development of Preventive Diplomacy mechanisms (PD) dan (3)

Development of Conflict Resolution mechanisms. Tahapan-tahapan itu

memungkinkan para peserta ARF membahas berbagai isu politik dan keamanan secara konstruktif, at peace comfortable to all. ARF memiliki 4 prioritas cakupan kerja sama yaitu penanggulangan bencana, kontra terorisme dan kejahatan lintas Negara, keamanan maritim, serta nonproliferasi dan pelucutan senjata. ARF tidak hanya melibatkan Track 1 (pemerintah) dalam setiap kegiatannya. Peran Track 2 nonpemerintah dimanfaatkan ARF dalam menidentifikasi dan mengkaji permasalahan politik dan keamanan di kawasan sangat penting.

Pada 23 Juli 2009 dipertemuan keenam belas ARF, Phuket, Thailand, para menlu ARF menyetujui ARF Vision Statement 2020 yang merupakan komitmen ARF untuk meningkatkan keamanan, perdamaian dan harmoni di kawasan. Langkah-langkah implementasi Vision Statement tersebut kemudian dijabarkan di dalam Hanoi Plan

of Action yang telah disahkan dalam pertemuan ketujuh belas ARF

pada tanggal 23 Juli 2010 di Hanoi, Vietnam. Masa keketuaan Indonesia untuk ASEAN tahun 2011 menandai perkembangan ARF dari tahapan Confidence Building Measure (CBM) ke Preventive Diplomacy (PD). ARF Work Plan on Preventive Diplomacy menjadi

(24)

Berbagai kegiatan ARF dalam empat cakupan kerja sama tersenut telah memberikan dampak nyata bagi pengembangan rasa saling percaya di antara Negara-negara di kawasan. Salah satu kegiatan besar ARF yang menunjukkan keberhasilan itu adalah penyelenggaraan ARF Disaster Relief Exercise (ARF Direx) di Manado, 14-19 Maret 2011. Kegiatan itu melibatkan 4.334 orang dari 25 negara dan 6 International Non-Governmental Organizatition (NGO). Latihsn tersebut menguji prosedur penanggulangan bencana yang melibatkan bantuan asing, termasuk pengerahan personel dan asset militer. Signifikasi isu-isu non-tradisional sebagai area kerja sama yang potensial di kawasan, seperti penanggulangan bencana, kejahatan lintas Negara, misi pemiliharaan perdamaian amkin mendapatkan perhatian dalam pembahasan di ARF. Keunikan yang dimiliki ARF dengan 27 peserta yang berpengaruh di dunia internasional saat ini diarahkan untuk memberikan kontribusi bagi penyelesaian berbagai isu-isu seperti tersebut diatas.

2.3.2 Perkembangan isu-isu dalam Pilar Komunitas Politik Keamanan Komunitas Politik-Keamanan ASEAN mengacu pada berbagai instrumen politik ASEAN yang telah ada seperti Piagam ASEAN, Zona Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara (Zone of Peace, Freedom and Neutrality/ZOPFAN), Traktat Persahabatan dan Kerja sama Negara-negara ASEAN (Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia/TAC), dan Zona Bebas Senjata Nuklir Asia

(25)

termasuk juga Piagam PBB dan prinsip-prinsip hukum internasional yang terkait lainnya.

1) Zona Bebas Sejata Nuklir Asia Tengggara

Zona Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara (SEANWFZ) merupakan sebuah traktat yang bertujuan untuk mewujudkan kawasan Asia Tenggara yang bebas dari nuklir. Traktat itu ditandatangani pada KTT ASEAN di Bangkok, 15 Desember 1995. Penandatangan Traktat tersebut juga merupakan kontribusi terhadap upaya menuju pelucutan senjata nuklir secara menyeluruh dan mendorong perdamaian serta keamanan internasional. Selain itu, Traktat itu juga bertujuan untuk melindungi Kawasan Asia Tenggara dari pencemaran lingkungan dan bahaya yang disebabkan oleh sampah radio aktif dan bahan-bahan berbahaya lainnya.

Dakam rangka mendorong unversalisasi Comprehensive Nuclear Test Ban Treaty (CTBT) di kawasan Asia Tenggara, Protokol

(26)

menunjukkan komitmen ketertarikan secara hukum di dalam protocol tersebut untuk mewujudkan dunia yang bebas dari senjata nuklir. 2) Deklarasi Kawasan Damai, Bebas, dan Netral

Deklarasi Kawasan Damai, Bebas, dan Netral (Zone of Peace, Freedom and Neutrality Declaration/ZOPFAN) merupakan kerangka

perdamaian dan kerja sama yang tidak hanya terbatas di kawasan Asia Tenggara tetapi juga mencakup kawasan Asia Pasifik yang lebih luas, termasuk dengan Negara-negara besar (major powers) dalam bentuk serangkaian tindak pengekangan diri secara sukarela (voluntary self-restraint). Dengan demikian, ZOPFAN tidak mengesampingkan

peranan Negara besar di kawasan, tetapi justru memungkinkan keterlibatan Negara-negara tersebut secara konstruktif dalam penanganan masalah-masalah keamanan kawasan.

3) Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia

Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia (TAC) atau Traktat Persahabatan dan Kerja sama merupakan sebuah Traktat yang bertujuan untuk menciptakan stabilitas politik dan keamanan di Kawasan Asia Tenggara. Traktat itu pada intinya mengatur mekanisme penyelesaian konflik di antara Negara-negara penandatanganan TAC secara damai melalui prinsip-prinsip sebagai berikut :

(27)

b. hak setiap Negara untuk mempertahankan eksistensi nasionalnya bebas dari campur tangan eksternal, subversi, atau paksaan,

c. bebas campur tangan dalam urusan internal Negara lain, d. penyelesaian perbedaan atau sengketa dengan cara damai, e. tidak menggunakan ancaman atau penggunaan kekuatan,

dan

f. kerja sama yang efektif

TAC ditandatangani pada tahun 1979 oleh Para Kepala Negara lima Negara pendiri ASEAN. Traktat ini diamandemen pada tahun 1987 untuk membuka aksesi Negara-negara di kawasan lain ke dalam TAC. Sampai dengan saat ini, 28 negara, termasuk 10 negara ASEAN, telah mengaksesi TAC. Negara/pihak terakhir yang mengaksesi TAC adlah Inggris dan Uni Eropa yang mengaksesi TAC pada bulan Juli 2012.

4) Perlindungan Hak Azasi Manusia

Dalam rangka pemajuan dan perlindungan Hak Azasi Manusia (HAM) ASEAN telah membentuk Komisi Hak Azasi Manusia Antar Pemerintah ASEAN (ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights/AICHR) pada KTT ke-15 ASEAN, di Cha Am Hua

(28)

HAM di ASEAN yang bersifat menyeluruh dan bertanggung jawab untuk pemajuan serta perlindungan HAM di ASEAN. AICHR memiliki kewajiban untuk bekerja sama dengan badan ASEAN lainnya yang terkait dengan HAM dalam rangka melakukan koordinasi dan sinergi di bidang HAM.

Untuk memnuhi fungsinya dalam rangka memajukan dan melindungi HAM, AICHR memiliki mandate untuk (1) membentuk ASEAN Human Rights Declaration dan instrumen hukum mengenai HAM, (2) meningkatkan kesadaran masyarakat akan HAM, (3) mendorong peningkatan kapasitas Negara anggota ASEAN untuk mengimplementasikan kewajiban HAM secara efektif, (4) memperkuat norma-norma HAM di ASEAN, (5) mendorong keikutsertaan Negara anggota ASEAN pada berbagai instrumen HAM internasional, (6) mendorong dialog dan konsultasi serta kerja sama di antara Negara anggota ASEAN yang melibatkan institusi nasional, internasional, dan pemangku kepentingan lainnya, (7) memberikan masukan dan bantuan teknis untuk Badan Sektoral ASEAN, dan (8) melaporkan semua kegiatan kepada ASEAN Foreign Ministers Meeting.

(29)

ASEAN terkait. Secara kelembagaan, AICHR merupakan subordinat dari ASEAN Foreign Ministers Meeting. Sebagaimana diatur di dalam Terms of Refrence of AICHR, ASEAN Foreign Ministers Meeting

berwenang menugasi AICHR untuk melakukan kegiatan khusus dan berwenang memrintah AICHR untuk mengadakan pertemuan tambahan, apabila diperlukan. Selain itu, AICHR diwajibkan untuk menyampaikan laporan tahunan dan laporan aktivitas AICHR lainnya kepada ASEAN Foreign Ministers Meeting.

Salah satu capaian penting di tahun 2012 dalam bidang perlindungan HAM adalah diadopsinya ASEAN Human Rights Declaration (AHRD) pada KTT ASEAN ke-21 melalui Phnom Penh

Statement on the Adoption of the ASEAN Human Rights Declaration.

Pengesahan AHRD merupakan tonggak bersejarah dalam upaya pemajuan dan perlindungan HAM di kawasan. Di dalam Phnom Penh Statement on the Adoption of the ASEAN Human Rights Declaration

ditegaskan bahwa implementasi dari AHRD akan dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip HAM universal. Sebagai suatu dokumen politis, AHRD akan dijadikan sebagai dasar atau sumber inspirasi bagi berbagai dokumen/perjanjian HAM ASEAN yang akan disiapkan di masa yang akan dating.

5) Laut China Selatan

(30)

Singapura, Vietnam, dan RRT. Di beberapa bagian terjadi tumpang tindih yuridiksi antara claimant states (Brunei Darussalam, Filipina, Malaysia, Singapura, Vietnam, dan RRT) yang menjadikan potensi konflik di wilayah ini cukup tinggi. Dalam upaya menjaga perdamaian dan stabilitas di Laut China Selatan, para Menteri Luar Negeri Negara anggota ASEAN mengeluarkan ASEAN Declaration on the South China Sea yang ditandatangani di Manila tanggal 22 Juli 1992.

Adapun prinsip-prinsip yang dimuat dalam deklarasi ini, antara lain, menekankan perlunya penyelesaian sengketa secara damai, dan mendorong dilakukannya eksplorasi kerja sama terkait dengan safety of maritime navigation and communication; perlindungan atas

lingkungan laut; koordinasi search and rescue; upaya memerangi pembajakan di laut dan perampokan bersenjata serta perdagangan obat-obatan.

Sepuluh tahun kemudian, bersama RRT, ASEAN mengeluarkan Declaration on Conduct of the Parties in the South China Sea (DOC)

(31)

pembahasan awal mengenai pembentukan suatu regional Code of Conduct in the South China Sea (CoC) yang akan berfungsi sebagai

sebuah mekanisme operasional pencegahan konflik dan bertujuan untuk mengatur tata prilaku Negara secara efektif (effectively regulate the behavior).

2.4 Konvensi ASEAN tentang Pemberantasan Terorisme

Negara-negara anggota ASEAN yakni Brunei Darussalam, Kerajaan Kamboja, Republik Indonesia, Republik Rakyat Laos, Malaysia, Myanmar, Republik Filipina, Repunblik Singapura, Kerajaan Thailand, dan Viet Nam adalah pihak-pihak yang terkait dalam pembuatan konvensi ASEAN Convention on counter terorrism dalam konvensi pemberantasan terorisme oleh Negara-negara di

ASEAN ini telah disepakati 23 (dua puluh tiga) pasal yakni pasal pertama yaitu berisikan tujuan dari konvensi ini dimana konvensi ini akan memberikan kerangka kerja sama kawasan untuk memberantas, mencegah, dan menghentikan terorisme dalam segala bentuk dan manifestasinya, serta untuk mempererat kerja sama antar lembaga penegak hukum dan otoritas yang relevan dari para pihak dalam memberantas terorisme.

(32)

wilayah negara-negara serta non-interferensi dalam urusan internal pihak-pihak lain. Pasal keempat tentang penghormatan Kedaulatan, dalam pasal ini tidak satupun dalm konvensi ini memberikan hak kepada suatu pihak untuk melakukan, di dalam wilayah pihak lain, penerapan yuridiksi atau pelaksanaan fungsi-fungsi yang secara ekslusif diperuntukkan bagi otoritas-otoritas dari pihak lain yang dimaksud oleh hukum-hukum domestiknya. Pasal kelima berisi tentang Non-Aplikasi dimana konvensi ini tidak akan berlaku apabila kejahatan dilakukan di dalam wilayah satu pihak, tersangka pelaku kejahatan dan korban-korbannya adalah warga Negara dari pihak dimaksud, tersangka pelaku kejahatan ditemukan di dalam wilayah pihak dimaksud dan tidak ada pihak lain yang memiliki landasan dalam konvensi ini untuk menerapkan yuridiksi.

Pasal keenam tentang bidang kerja sama, bidang-bidang kerja sama dalam konvensi ini dapat selaras dengan hukum nasional dari pihak masing-masing mencakupi upaya-upaya tepat yakni:

a. mengambil langkah-langkang yang diperlukan termasuk pemberian peringatan dini kepada pihak-pihak lain melalui pertukaran informasi b. mencegah dan menindak pendanaan tindakan teroris

c. pengawasan perbatasan yang efektif, dan pengawasan penertiban surat-surat identitas dan dokumen-dokumen perjalanan unuk mencegah pemalsuan dan penyalahgunaan

d. memajukan pengembangan kapasitas termasuk pelatihan dan kerja sam teknis dan penyelenggaraan pertemuan-pertemuan regional

(33)

g. pertukaran data intelijen dan tukar menukar informasi

h. meningketkan kerja sama yang telah ada untuk pengembangan bank data

kawasan

i. meningkatkan kapabilitas dan kesiapsiagaan untuk menangani terorisme dengan bahan kimia, biologi, nuklir, teorirsme dunia maya, dan setiap bentuk terorisme baru

j. melakukan penelitian’mendorong menggunakan fasilitas

video-konferensi atau televideo-konferensi

k. memastikan siapa pun yang terlibat dalam pendanaaan tindakan terorisme akan diajukan ke persidangan

(34)

Pasal kedelapan tentang perlakuan adil, siapapun yang ditahan atau yang dikenai tindakan-tindakan atau proses sesuai dengan konvensi ini wajib diberikan jaminan perlakuan adil, termasuk pemenuhan hak. Pada saat menerima informasi bahwa seseorang yang telah melakukan atau disangka telah melakukan suatu kejahatan yang tercakupi dalam pasal kedua konvensi ini berada di wilayahnya, pihak yang berkepentingan wajib mengambil langkah yang diperlukan. Kemudian pada saat keadaan memang menghendaki demikian, pihak yang di wilayahnya pelaku atau tersangka dimaksud berada wajib mengambil langkah-langkah yang tepat berdasarkan perundang-undangan domestic. Apabila suatu pihak, bersadarkan pasal ini, telah menahan seseorang, pihak tersebut wajib segera memberitahukan, secara langsung atau melalui Sekjen ASEAN.

Pasal kesembilan tentang ketentuan umum, bahwa para pihak wajib menerapkan langkah-langkah yang dianggap perlu berdasarkan pasal enam konvensi ini, para pihak wajib jika memungkinkan membentuk saluran-saluran komunikasi antar instansi yang berwenang untuk memfasilitasinpertukaran informasi guna mencehagah terjadinya kejahatan yang tercakupi pada pasal kedua dalam konvensi ini. Pasal kesepuluh tentang status pengungsi, bahwa para pihak wajib mengambil langkah-langkah yang tepat, sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang relevan dari peraturan perundang-undangan domestic masing-masing dan hukum internasional yang sesuai, termasuk standar-standar internasional mengenai HAM sebelum memberikan status pengungsi.

(35)

yang terlibat dalam melakukan setiap tindak kejahatan yang tercakupi dalam Pasal II Konvensi ini dengan tujuan mencegah terjadinya tindak kejahatan teroris. Pasal keduabelas tentang bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana yakni Para Pihak wajib, selaras dengan peraturan perundang-undangan domestic masing-masing, memberikan bantuan seluas-luasnya sehubungan dengan penyelidikan atau proses hukum pidana yang diajukan berkaitan dengan kejahatan-kejahatan yang tercakupi dalam Pasal II Konvensi ini. Kemudian Para Pihak wajib, apabila mereka merupakan pihak-pihak pada Perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana yang dibuat di Kuala Lumpur pada Tanggal 29 November 2004, melaksanakan kewajiban-kewajibannya berdasarkan ayat 1 Pasal ini selaras dengan Perjanjian dimaskud.

(36)

diekstadisi dalam setiap perjanjian ekstradisi yang akan dibentuk di antara mereka. Apabila suatu Pihak, yang melakukan ektradisi mensyaratkan adanya suatu perjanjian, menerima suatu permintaan ekstradisi dari pihak lain yang dengannya tidak memiliki perjanjian ekstradisi, pihak yang di minta dapat, bila diperlukan, atas pilihannya, dan selaras dengan peraturan perundang-undangan domestiknya, mempertimbangkan untuk menjadikan Konvensi ini sebagai suatu dasar hukum bagi ekstradisi atas kejahatan-kejahatan yang tercakupi dalam Pasal II Konvensi ini.

Pasal keempatbelas tentang pengecualian kejahatan politik, Tidak satu pun kejahatan-kejahatan yang tercakupi dalam Pasal II Konvensi ini yang dianggap untuk tujuan ekstradisi berdasarkan Pasal XIII Konvensi ini atau bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana berdasarkan Pasal XII Konvensi ini sebagai suatu kejahatan politik atau sebagai suatu kejahatan politik yang berhubungan dengan kejahatan politik atau sebagai suatu kejahatan yang diilhami oleh motif-motif politik. Sejalan dengan itu, suatu permintaan ekstradisi atau bantuan hukum timbal balik dalam amsalah pidana yang didasarkan pada kejahatan dimaksud tidak boleh ditolak semata-mata dengan alasan bahwa kejahatan tersebut berhubungan dengan kejahatan politik atau kejahatan yang diilhami oleh motif-motif politik.

(37)

ASEAN dalam pemberantasan terorisme wajib bertanggung jawab untuk pengawasan dan peninjauan kembali implementasi Konvensi ini. Pasal ketujuhbelas tentang kerahasiaan, bahwa setiap Pihak wajib menjaga kerahasiaan dokumen-dokumen, catatan-catatan, dan informasi lain yang diterima pihak lain, termasuk sumbernya. Dan tidak satu pun dokumen, catatan atau informasi lain yang diperoleh berdasarkan Konvensi ini wajib dibuka atau dibagikan kepada Pihak, Negara atau orang lain kecuali atas persetujuan tertulis sebelumnya dari Pihak yang memberikan dokumen, catatan, atau informasi dimaksud.

Pasal kedelapanbelas tentang kaitan dengan instrumen Internasional lain, Konvensi ini tidak mengurangi kewajiban-kewajiban yang masih ada di antara Pihak berdasarkan perjanjian-perjanjian internasional lain dan tidak pula, apabila satu Pihak setuju, Konvensi ini mencegah para Pihak untuk saling memberikan bantuan berdasrkan perjanjian-perjanjian internasional lain atau ketentuan dari peraturan perundang-undagan domestic masing-masing. Pasal kesembianbelas tentang penyelesaian sengketa bahwa setiap perbedaan atau sengketa antara pihak yang timbul dari penafsiran atau penerapan ketentuan-ketentuan dalam Konvensi ini wajib diselesaikan secara persahabatan melalui konsultasi dna perundingan di antara pihak melalui saluran-saluran Diplomatik atau cara damai lainnya untuk penyelesaian sengketa sebagaimana disepakati antara para Pihak.

(38)

Pasal keduapuluhsatu tentang pemberlakuan dan amandemen bahwa Konvensi ini berlaku pada hari ke 30 (ketigapuluh) sejak tanggal penyerahan instrument pengesahan atau persetujuan yang ke-6 (enam) kepada Sektretaris Jenderal ASEAN bagi Pihak-Pihak yang telah menyerahkan instrument-instrumen pengesahan atau persetujuan mereka. Bagi setiap Pihak yang mengesahkan atau menyetujui Konvensi ini setelah penyimpanan instrument pengesahan atau persetujuan yang ke-6, tetapi sebelum hari Konvensi ini berlaku, Konvemsi ini akan mulai berlaku pula bagi Pihak dimaksud pada tanggal Konvensi ini berlaku.

Dalam hal suatu Pihak yang mengesahkan atau menyetujui Konvensi ini setelah pemberlakuannya sesuai dengan Ayat 1, Konvensi ini mulai berlaku bagi Pihak dimaksud pada tanggal instrument pengesahan atau persetujuan disimpan. Konvensi ini dapat disesuaikan atau diamandemen setiap saat dengan persetujuan tertulis bersama dari para Pihak. Perubahan dan amandemen dimaksud berlaku pada tanggal yang disetujui bersama oleh para Pihak dan wajib menjadi bagian dari Konvensi ini. Setiap penyesuaian atau amandemen tidak memengaruhi hak-hak dan kewajiban-kewajiban para Pihak-hak yang timbul dari atau berdasarkan ketentuan-ketentuan Konvensi ini sebelum berlakunya penyesuaian atau amandemen dimaksud.

(39)

Referensi

Dokumen terkait

Faktor kesulitan informan untuk berhenti merokok adalah diri sendiri (tidak ada keinginan yang kuat dari dalam), lingkungan, teman sebaya, orang yang menjadi panutan,

Laba bersih yang meningkat sebesar Rp 252.108.345.892 disebabkan karena penjualan bersih yang meningkat sebagai akibat dari perluasan pasar yang dilakukan

Pada teori dinyatakan bahwa ketika Total Assets Turnover (TATO) dan Fixed Assets Turnover (FATO) naik, maka Net Profit Margin (NPM) akan mengalami kenaikan dan begitu pula

Dalam penelitian-penelitian yang dilakukan oleh Subagyo (2014) dan Sudarsono (2015), Kompas dalam memberitakan peristiwa-peristiwa terorisme dan kekerasan bernuansa

Segmentasi pada daun jeruk tidak sehat yang diselesaikan dengan metode Canny dan Otsu tujuannya adalah memberikan perbedaan bentuk dari gejala penyakit kanker dan kudis

Apabila calon pemenang, calon pemenang cadangan 1 (satu) dan/atau calon pemenang cadangan 2 (dua) yang tidak hadir dalam pembuktian kualifikasi dengan alasan

Sehubungan dengan pqihat diatas kami mengundang BapaMbu untuk hadir dalam klarifikasi. dan Pembuktian Dokumen Penawaran yary akan dilaksanakan pada

Model baru pengesahan ini dapat diterapkan secara online sehingga dalam pelaksanaanya pihak dosen yang mengajukan proposal Hibah Dikti tidak perlu bertemu pihak