PENGEMBANGAN AUDIT DOKUMENTASI KEPERAWATAN
DI RUANG PERAWATAN INTENSIF RUMAH SAKIT SANTA
ELISABETH MEDAN
TESIS
Oleh
LILIS NOVITARUM
117046003/ADMINISTRASI KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENGEMBANGAN AUDIT DOKUMENTASI KEPERAWATAN
DI RUANG PERAWATAN INTENSIF RUMAH SAKIT SANTA
ELISABETH MEDAN
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Keperawatan (M.Kep) dalam Program Studi Magister Ilmu Keperawatan
Minat Studi Administrasi Keperawatan Pada Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara
Oleh
LILIS NOVITARUM
117046003/ADMINISTRASI KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Telah Diuji
Pada Tanggal: 30 Juli 2013
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Setiawan, S.Kp., MNS., Ph.D
Anggota : 1. Achmad Fathi, S.Kep., Ns., MNS
2. Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME
Judul Tesis : Pengembangan Audit Dokumentasi Keperawatan
di Ruang Perawatan Intensif RS Santa Elisabeth
Medan
Nama Mahasiswa : Lilis Novitarum
Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan
Minat Studi : Administrasi Keperawatan
Tahun : 2013
ABSTRAK
Audit dokumentasi keperawatan merupakan suatu kegiatan
berkesinambungan untuk menilai mutu pelayanan keperawatan yang dilakukan
oleh perawat secara langsung untuk memperbaiki mutu pelayanan. Audit
dokumentasi keperawatan membantu perawat untuk bersikap dan bertindak
hati-hati dalam melakukan asuhan keperawatan kepada klien untuk meminimalkan
kesalahan dalam melaksanakan tugasnya. Penelitian ini bertujuan untuk
mengembangkan audit dokumentasi keperawatan di Ruang Perawatan Intensif.
Jenis penelitian yang dipakai adalah action research. Instrumen untuk
pengumpulan data ada 3 jenis, yaitu panduan focus group discussion (FGD),
Kuesioner pengetahuan perawat dan Kepuasan perawat tentang audit dokumentasi
keperawatan, dan instrumen evaluasi dokumentasi keperawatan Depkes RI.
Partisipan dalam penelitian ini sejumlah 19 orang perawat Ruang Perawatan
Penelitian ini menghasilkan terbentuknya tim audit dokumentasi
keperawatan dilengkapi dengan uraian tugas tim audit serta menciptakan alur
audit dokumentasi keperawatan di Ruang Perawatan Intensif. Hasil penilaian tim
audit menunjukkan bahwa kelengkapan dokumentasi keperawatan di Ruang
Perawatan Intensif adalah 69%. Penelitian ini berdampak adanya perbedaan yang
signifikan pada pengetahuan perawat tentang audit dokumentasi keperawatan,
akan tetapi kepuasan perawat menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan.
Penelitian ini merekomendasikan kepada pihak manajerial rumah sakit
supaya menerapkan audit dokumentasi keperawatan di semua unit perawatan
rumah sakit. Di samping itu, kepada perawat administrator diharapkan mampu
mempersiapkan pengetahuan dan ketrampilan perawat serta menjadi media untuk
melengkapi fasilitas audit dokumentasi keperawatan.
Kata kunci: audit dokumentasi keperawatan, ruang perawatan intensif, action
Thesis Title : Development of Nursing Documentation Audit in
Intensive Care Room Santa Elisabeth Hospital
Name : Lilis Novitarum
Study Program : Master of Nursing
Field of Specialization : Nursing Administration
Year : 2013
ABSTRACT
Audit of nursing documentation is a continuous activities to assess quality
of nursing services directly to improve the quality. Audit of nursing
documentation helps nurses to behave and act prudently in performing nursing
care to clients in order to minimize errors in performing their duties. This study
aimed at developing an audit of nursing documentation audit in the Intensive Care
Room.
This study design was an action research. Which instrument of data
collection techniques used were guidelines questions for focus group discussions,
nurse’s knowledge and nurse’s satisfaction quessionare, and using an evaluation
nursing documentation instrument. Participants in this study were 19 nurses in
Intensive Care Room. Gathered data were analyzed qualitatively and
quantitatively.
This research resulted in the formation of the audit team nursing
nursing documentation audit pathway in the Intensive Care Room. The results of
the audit team's assessment showed that the completeness of nursing
documentation in the Intensive Care Room is 69%. This study had impact on the
difference in nurses’ knowledge regarding nursing documentation audit, however
there was no difference in nurses’ satisfaction.
It is recommended that managerial staff of the hospital apply nursing
documentation audit in all units in the hospital. In addition, the nurse
administrators are expected to prepare the nurses’ knowledge and skills and to be
a media for equipping facilities that support nursing documentation audit
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena dengan berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan Tesis
dengan judul “Pengembangan Audit Dokumentasi Keperawatan di Ruang
Perawatan IntensifRumah Sakit Santa Elisabeth Medan”.
Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dekan Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara (USU) beserta jajarannya, Ketua
Program Studi dan Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Keperawatan yang
telah memberikan kesempatan dan fasilitas untuk menyelesaikan Studi jenjang
Magister Keperawatan.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Setiawan, S.Kp.,
MNS., Ph.D selaku Pembimbing I dan Bapak Achmad Fathi, S.Kep., Ns., MNS
selaku Pembimbing II. Terima kasih atas waktu yang telah Bapak luangkan untuk
membimbing dan memberikan masukan serta saran untuk perbaikan laporan tesis
ini.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Bustami
Syam, MSME dan Ibu Diah Arruum, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Komisi Penguji
yang telah memberikan kritik dan saran demi selesainya laporan tesis ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada RS Santa Elisabeth Medan
yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian. Kepada
Kepala Ruang dan seluruh staff perawat Ruang Perawatan Intensif, penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas partisipasi anda dalam
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Pengelola STIKes Santa
Elisabeth Medan dan jajarannya yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk menyelesaikan studi lanjut ke jenjang pascasarjana.
Penulis tak lupa mengucapkan terima kasih kepada Ibu penulis yang telah
banyak memberikan dorongan dana dan moril dalam penyelesaian proposal tesis.
Kepada suami tercinta, penulis juga mengucapkan terima kasih karena telah
memberikan dukungan moral, dana dan meluangkan waktu untuk mengantar,
menjemput dan menunggu penulis pada saat konsul mulai dari proposal sampai
penulisan laporan Tesis. Kepada anak-anakku tersayang, terima kasih karena
senyum kalian telah mengobati kepenatan Bunda.
Akhirnya tak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
rekan-rekan Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara Angkatan I 2011/2012 dan semua pihak yang tidak
dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dan memberi
dorongan untuk menyelesaikan laporan tesis ini.
Penulis menyadari laporan Tesis ini masih banyak kekurangan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan tesis ini
dan harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat demi kemajuan ilmu
pengetahuan khususnya profesi keperawatan.
Medan, 30 Juli 2013 Penulis
RIWAYAT HIDUP
Nama : Lilis Novitarum, S.Kep.Ns
Tempat/Tanggal Lahir : Malang, 13 Nopember 1980
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Kompleks DENINTEL DAM I/BB
Jln. Beringin Raya No. IA Medan Helvetia
No. Telp./Hp : 085 276 93 5559
Riwayat Pendidikan :
Jenjang Pendidikan Nama Institusi Tahun Lulus
SD SDN Peniwen 03 Malang-Jawa Timur 1992
SLTP SLTP Negeri 4 Kepanjen Malang-Jawa Timur 1995
SMU SMUN 1 Kepanjen Malang-Jawa Timur 1998
Diploma III Akper Depkes RI Malang-Jawa Timur 2001
Ners Universitas Brawijaya Malang-Jawa Timur 2005
Magister Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara 2013
Riwayat Pekerjaan:
Staf Dosen di Akper RS. Baptis Kediri mulai 21 Pebruari 2005 s.d 14
Agustus 2006
Staf Dosen di STIKes Santa Elisabeth Medan mulai 2006 s.d sekarang
Sekretaris Program Studi Ners STIKes Santa Elisabeth Medan mulai 2007
Kegiatan akademik selama studi:
Workshop Analisis data dengan Kontents Analysis & WEFT-QDA diMedan
tanggal 31 Januari 2012 sebagai Peserta
Seminar Penelitian Kualitatif sebagai Landasan Pengembangan Pengetahuan
Disiplin Ilmu Kesehatan di Medan tanggal 31 Januari 2012 sebagai
Peserta
In The 3 rd International Nursing Conference “Bringing Current Research
Into Nursing Practice for Improving Quality of Care” di Bandung
tanggal 21 – 22 Maret 2012 sebagai Peserta
Optimalisasi Kolaborasi Perawat–Dokter dalam Upaya Peningkatan Mutu
Pelayanan Kesehatan di Medan tanggal 20 Juli 2012 sebagai Peserta
Lokakarya Program Pengembangan Keterampilan Dasar Teknik
Instruksional (PEKERTI) di Medan tanggal 17 – 20 Desember 2012
sebagai Peserta
Oversea study visit “Nursing Administration in Hospital and Healthcare
System in Thailand” di Thailand tanggal 18 – 20 Februari 2013
sebagai Peserta
Seminar Keperawatan “Aplikasi Action Research dalam Pengembangan
Audit Dokumentasi Keperawatan” di Medan tanggal 8 Mei 2013
Publikasi:
Novitarum, L., Setiawan, Fathi, A. (2013). Pengembangan audit dokumentasi
keperawatan di ruang perawatan intensif Rumah Sakit Santa Elisabeth
Medan. Jurnal Riset Keperawatan Indonesia, 1 (2).
Proceeding:
Novitarum, L., Setiawan, Fathi, A. (2013, 1-2 April). Nursing Quality Assurance
in a Hospital: Systematic review. Oral presentation at 2013 Medan
International Nursing Conference on The Application of Caring Sciences on
DAFTAR ISI
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB 1. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Pertanyaan Penelitian ... 7
1.3. Tujuan Penelitian ... 7
1.4. Manfaat Penelitian ... 7
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 9
2.1. Quality Assurance (QA) atau penjaminan mutu ... 9
2.2. Audit Dokumentasi Keperawatan di Ruang Perawatan Intensif ... 21
2.3. Teori Proses Keperawatan menurut Orlando ... 35
2.4. Teori manajemen menurut W. Edward Deming ... 40
2.5. Teori Action Research (AR) ... 43
2.6. Kerangka Teori ... 49
BAB 3. METODE PENELITIAN ... 50
3.1. Jenis Penelitian ... 50
3.2. Lokasi dan Waktu penelitian ... 50
3.3. Partisipan ... 51
3.4. Metode Pengumpulan data ... 51
3.5. Definisi Operasional ... 57
3.6. Metode Analisis Data ... 57
3.7. Pertimbangan Etik ... 58
3.8. Tingkat Keabsahan Data (Trustworthiness of Data) ... 59
BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 61
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 62
4.2. Karakteristik Demografi Partisipan ... 65
4.3. Proses pengembangan audit dokumentasi keperawatan ... 65
4.4. Outcome Action Research ... 91
BAB 5. PEMBAHASAN ... 96
5.1. Proses pelaksanaan action research... 96
5.2. Pengembangan audit dokumentasi keperawatan di Unit Perawatan Intensif ... 98
5.3. Pelajaran yang didapat oleh peneliti (lesson learned) ... 104
5.4. Keterbatasan Penelitian. ... 105
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 107
6.1. Kesimpulan ... 107
6.2. Saran ... 108
DAFTAR PUSTAKA ... 110
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Langkah-langkah Penelitian AR ... 56
Tabel 4.1. Karakteristik Demografi Partisipan ... 62
Tabel 4.2. Hasil Evaluasi kelengkapan Dokumentasi keperawatan ... 82
Tabel 4.3. Outcome Penelitian ... 92
Tabel 4.4. Perbedaan Pengetahuan Perawat tentang Audit Dokumentasi Keperawatan Pre dan Post Penelitian ... 92
Tabel 4.5. Perbedaan Kepuasan Perawat terhadap Audit Dokumentasi Keperawatan Pre dan Post Penelitian ... 93
Tabel 4.6. Kegiatan pada siklus action research ... 95
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Pengelolaan Program Audit ... 25
Gambar 2.2. Siklus PDCA ... 42
Gambar 2.3.Kerangka Teori dan Metodologi Audit Dokumentasi Keperawatan di Ruang Perawatan Intensif ... 49
Gambar 4.1. Struktur Organisasi Wakil Direktur Pelayanan Keperawatan Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan ... 64
Gambar 4.2. Denah Ruang Perawatan Intensif ... 66
Gambar 4.3. Alur Audit Dokumentasi Keperawatan ... 80
Gambar 4.4. Fishbone diagram Laporan Kemajuan Kelengkapan Dokumentasi Keperawatan ... 86
Gambar 4.5. Siklus action research Pengembangan Audit Dokumentasi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Instrumen Penelitian ... 113
a. Informed consent ... 114
b. Panduan FGD ... 115
c. Kuesioner Pengetahuan Perawat tentang Audit Dokumentasi Keperawatan (KPP-ADK) ... 119
d. Kuesioner Kepuasan Perawat (KKP) terhadap Audit Dokumentasi Keperawatan ... 122
e. Instrumen evaluasi dokumentasi keperawatan ... 124
f. Checklist ketersediaan dokumen ... 127
g. Ijin adopsi instrumen ... 129
Lampiran 2. Biodata Expert ... 130
a. Kuesioner Pengetahuan Perawat tentang Audit Dokumentasi Keperawatan (KPP-ADK) ... 131
b. Kuesioner Kepuasan Perawat (KKP) terhadap Audit Dokumentasi Keperawatan ... 132
Lampiran 3. Ijin Penelitian ... 133
a. Surat ijin penelitian dari Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara... 134
Thesis Title : Development of Nursing Documentation Audit in
Intensive Care Room Santa Elisabeth Hospital
Name : Lilis Novitarum
Study Program : Master of Nursing
Field of Specialization : Nursing Administration
Year : 2013
ABSTRACT
Audit of nursing documentation is a continuous activities to assess quality
of nursing services directly to improve the quality. Audit of nursing
documentation helps nurses to behave and act prudently in performing nursing
care to clients in order to minimize errors in performing their duties. This study
aimed at developing an audit of nursing documentation audit in the Intensive Care
Room.
This study design was an action research. Which instrument of data
collection techniques used were guidelines questions for focus group discussions,
nurse’s knowledge and nurse’s satisfaction quessionare, and using an evaluation
nursing documentation instrument. Participants in this study were 19 nurses in
Intensive Care Room. Gathered data were analyzed qualitatively and
quantitatively.
This research resulted in the formation of the audit team nursing
nursing documentation audit pathway in the Intensive Care Room. The results of
the audit team's assessment showed that the completeness of nursing
documentation in the Intensive Care Room is 69%. This study had impact on the
difference in nurses’ knowledge regarding nursing documentation audit, however
there was no difference in nurses’ satisfaction.
It is recommended that managerial staff of the hospital apply nursing
documentation audit in all units in the hospital. In addition, the nurse
administrators are expected to prepare the nurses’ knowledge and skills and to be
a media for equipping facilities that support nursing documentation audit
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Rumah sakit merupakan institusi yang sangat kompleks dan berisiko tinggi
dalam kondisi lingkungan regional dan global yang sangat dinamis perubahannya
(Permenkes RI, 2011). Institusi yang kompleks memiliki arti bahwa rumah sakit
memiliki tenaga kerja yang berasal dari disiplin ilmu pengetahuan yang
berbeda-beda sehingga menuntut kerjasama satu sama lain. Perawat adalah salah satu
tenaga kerja di rumah sakit sehingga profesi perawat memiliki andil untuk
mewujudkan kualitas perawatan setiap saat. Lunqvist dan Axelsson (2007)
mendukung pernyataan tersebut, mereka menyatakan bahwa mutu
Dokumentasi keperawatan sangat penting dilakukan oleh perawat karena
dokumentasi merupakan bukti secara tertulis perkembangan kesehatan pasien.
Wang, Hailey, dan Yu (2011) menyatakan bahwa asuhan keperawatan harus
sepenuhnya diungkapkan dalam isi, struktur kualitas dan format, serta melalui
proses dokumentasi yang tepat. Secara tertulis dokumentasi merupakan salah satu
alat yang mencerminkan kualitas asuhan keperawatan. Asuhan keperawatan yang dari sebuah
pelayanan kesehatan akan sangat bergantung kepada keahlian pemimpin dan
ketrampilan perawat. Gillies (2004) didukung oleh Bilawka dan Craig (2003)
menyatakan aktivitas perawat untuk mewujudkan kualitas perawatan yang baik
adalah melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan standar praktik,
memberikan umpan balik atas reaksi pasien, ikut serta dalam akreditasi, dan
tidak didokumentasikan dengan akurat dan lengkap akan sulit untuk membuktikan
bahwa asuhan keperawatan tersebut telah dilakukan dengan benar (Potter & Perry,
2005). Perawat dapat mengkomunikasikan tindakan yang sudah dilakukan dalam
bentuk tulisan, fakta-fakta penting tentang klien dengan tujuan mempertahankan
kelangsungan pelayanan kesehatan selama kurun waktu tertentu. Potter dan Perry
juga menyatakan bahwa dokumentasi keperawatan mempunyai makna yang
penting bila dilihat dari berbagai aspek, salah satunya aspek hukum.
Perawat sebagai bagian dari rumah sakit ikut ambil bagian dalam
menentukan mutu sebuah rumah sakit dengan cara memberikan asuhan
keperawatan secara komprehensif. Kualitas asuhan keperawatan menunjukkan
asuhan keperawatan yang bermutu apabila asuhan keperawatan diberikan secara
holistik mulai dari pengkajian sampai dengan pendokumentasian. Hasil asuhan
keperawatan adalah hasil akhir intervensi keperawatan, maka perubahan status
kesehatan pasien merupakan hasil dari tindakan keperawatan yang telah diberikan
(Gillies, 2004). Asuhan keperawatan yang bermutu akan terwujud apabila
tindakan keperawatan kepada pasien dilakukan sesuai dengan standar praktek
keperawatan. Standar praktek keperawatan dapat berupa standar asuhan
keperawatan (SAK) dan standar prosedur operasional (SPO).
Tingkat pendidikan masyarakat yang semakin membaik akan menimbulkan
kecenderungan untuk menuntut pelayanan umum yang lebih baik dan lebih cepat.
Kondisi sosial masyarakat yang semakin meningkat menyebabkan masyarakat
semakin sadar akan mutu (Gillies, 2004). Gillies mengungkapkan bahwa
pelayanan kesehatan termasuk tindakan keperawatan akan menyebabkan
peningkatan dalam gugatan malpraktek melawan dokter, perawat dan lembaga
kesehatan. Tekanan masyarakat untuk meningkatkan mutu dan menurunkan biaya
perawatan kesehatan berakibat pemerintah, departemen dan kantor pelindung
hukum menganjurkan instansi rumah sakit atau pemberi pelayanan kesehatan
untuk menyelenggarakan langkah-langkah pengawasan mutu.
Mutu dipertahankan dengan menempuh berbagai cara, salah satunya adalah
rumah sakit mempunyai program jaminan mutu. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Gillies (2004), bahwa Joint Commission on the Accreditation of Healthcare
Organizations (JCAHO) menganjurkan kepada setiap rumah sakit supaya
memiliki program jaminan mutu yang menyeluruh dan terintegrasi yang
melibatkan monitoring berkelanjutan terhadap perawatan pasien untuk
menemukan masalah, memperbaiki dan mengawasinya. Patel (2010) mendukung
pernyataan tersebut, bahwa QA membantu memastikan bahwa pasien diberikan
perawatan yang aman, handal dan bermartabat, dan untuk mendorong
kesembuhan atau pemulihan pasien.
Metode pelaksanaan penjaminan mutu atau quality assurance (QA) dapat
berupa audit retrospektif berupa review rekam medis atau audit dokumentasi
keperawatan. Audit dokumentasi keperawatan merupakan suatu kegiatan
berkesinambungan untuk menilai mutu pelayanan yang dilakukan para pemberi
jasa pelayanan kesehatan secara langsung oleh perawat. Audit dalam suatu rumah
sakit bertujuan untuk memperbaiki mutu pelayanan yang kurang optimal (Wang et
keperawatan sangat penting dalam memastikan bahwa data pasien disajikan dalam
cara yang mudah untuk memfasilitasi perawat atau profesional kesehatan lainnya
dan mempermudah akses informasi penting untuk pengambilan keputusan klinis.
Selain itu, Patel (2010) menyatakan audit dilakukan untuk membantu mengurangi
hari rawat pasien di rumah sakit, meningkatkan jumlah pasien dan meminimalkan
biaya perawatan. Audit yang dilaksanakan akan membantu perawat untuk
bersikap dan bertindak hati-hati dalam melakukan asuhan keperawatan kepada
klien untuk meminimalkan kesalahan dalam melaksanakan tugasnya.
Kepala Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit (RS) Santa Elisabeth
Medan mengungkapkan bahwa data kelengkapan dokumentasi keperawatan di
Ruang Perawatan Intensif mencapai 60-80% tiap bulannya. Selain itu Ruang
Perawatan Intensif sudah memiliki SAK dan SPO. Panitia pengendalian mutu
sudah ada pada tingkat rumah sakit namun belum melaksanakan penjaminan mutu
secara maksimal. Panitia pengendalian mutu berada dalam naungan Direktur RS
dan beranggotakan perwakilan dari setiap departemen. Penjaminan mutu yang
dilaksanakan berupa penyebaran kuesioner kepuasan pasien atas pelayanan di
Ruang Perawatan Intensif dan pelaksanaan tindakan sesuai dengan SPO. Data
yang sudah diambil diserahkan kepada panitia pengendalian mutu rumah sakit
untuk diolah dan hasilnya akan diberikan kembali ke ruangan. panitia
pengendalian mutu di ruangan tidak memiliki komitmen untuk melakukan audit
secara berkala dan pengambilan data untuk kuesioner tersebut dilaksanakan oleh
seluruh perawat di Ruang Perawatan Intensif. Bagan alur audit keperawatan tidak
Kegiatan panitia pengendalian mutu RS Santa Elisabeth Medan lebih
difokuskan pada peningkatan kualitas ketrampilan perawat yaitu
menyelenggarakan kegiatan Pelatihan Penanganan Gawat Darurat (PPGD) bagi
para perawat, manajemen asuhan keperawatan, resusitasi jantung paru sementara
(RJPS), pelatihan Elektro Kardiografi (EKG) dasar dan pelatihan penggunaan
alat-alat di ruang perawatan intensif. Kegiatan pelatihan tersebut memang sudah
baik untuk meningkatkan ketrampilan perawat dalam melaksanakan
tindakan-tindakan, akan tetapi mutu dalam asuhan keperawatan tidak hanya dilihat dari
ketrampilan perawat dalam melakukan tindakan saja, melainkan dari dokumentasi
keperawatan yang dilakukan.
Peningkatan mutu pelayanan keperawatan memerlukan keterlibatan perawat
manajer dan perawat pelaksana sebagai satu organisasi (Harvey, 1991).
Dibutuhkan partisipasi dan kerelaan perawat untuk meningkatkan pengetahuan
dan ketrampilan dalam mendokumentasikan asuhan keperawatan sesuai dengan
tujuan pelayanan keperawatan yang diharapkan. Penelitian dengan pendekatan
action research (AR) merupakan sebuah metode penelitian yang memungkinkan
keterlibatan partisipan untuk menyelidiki dan mengevaluasi pekerjaan mereka.
Penelitian dengan pendekatan AR tentang “Pengembangan Audit Dokumentasi
Keperawatan di Ruang Perawatan Intensif RS Santa Elisabeth Medan” sangat
penting untuk melibatkan dan memberdayakan perawat dalam melakukan audit
dokumentasi keperawatan. Penelitian ini akan melibatkan perawat untuk
menemukan masalah dalam dokumentasi keperawatan sampai dengan
dengan penelitian ini perawat memiliki pengetahuan dan ketrampilan dalam
melakukan audit dokumentasi keperawatan.
Ruang Perawatan Intensif merupakan tempat yang membutuhkan
pengambilan keputusan dan tindakan yang tepat dan cepat untuk membantu klien
mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Storesund & Mc Murray,
2009). Pasien yang membutuhkan perawatan intensif sering memerlukan support
terhadap instabilitas hemodinamik (hipotensi), airway atau respiratory
compromise dan atau gagal ginjal, kadang ketiga-tiganya. Perawatan intensif
biasanya hanya disediakan untuk pasien-pasien dengan kondisi yang potensial
reversibel atau mereka yang memiliki peluang baik untuk bertahan hidup. Karena
penyakit kritis begitu dekat dengan “kematian”, outcome intervensi yang
diberikan sangat sulit diprediksi. Banyak pasien yang akhirnya tetap meninggal di
Ruang Perawatan
Keadaan pasien yang kritis menuntut perawat memberikan reaksi segera
atas status kesehatan pasien seperti yang dikemukakan oleh Orlando (1972) dalam
Schmieding (2006) tentang Disciplin Nursing Process. Orlando menyatakan
bahwa perawat harus segera memberikan reaksi sesegera mungkin atas perubahan
status kesehatan pasien, mulai dari melakukan pengkajian, merumuskan diagnosa
keperawatan, merencanakan, melakukan intervensi, sampai dengan mengevaluas
keadaan pasien. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui perubahan atau
perkembangan status kesehatan klien, apabila status kesehatan pasien tidak
berubah maka perawat harus segera menegakkan diagnosa, merencanakan
evaluasi terhadap perkembangan status kesehatan pasien yang baru. Proses ini
terjadi secara berkesinambungan dan berulang-ulang menyerupai sebuah siklus
umpan balik Deming yang dikenal dengan siklus PDCA (Plan-Do-Check-Act).
1.2.Pertanyaan Penelitian
Latar belakang yang sudah diuraikan di atas, menimbulkan pertanyaan
penelitian yaitu bagaimana pengembangan audit dokumentasi keperawatan di
Ruang Perawatan Intensif ?
1.3.Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan program audit dokumentasi
keperawatan di Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan.
1.4.Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi rumah sakit,
perawat administrator dan perkembangan riset keperawatan.
Bagi rumah sakit diharapkan dengan adanya penelitian ini akan
menciptakan pola baru atau alur program audit dokumentasi keperawatan yang
efektif dalam proses keperawatan. Alur audit dokumentasi yang tercipta bisa
digunakan untuk seluruh unit di rumah sakit untuk meningkatkan mutu pelayanan
keperawatan.
Bagi perawat administrator penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi
untuk membuat program audit dokumentasi keperawatan yang efektif dan bisa
kelemahan dan kekurangan dalam mengerjakan tugasnya sehingga bisa dilakukan
perbaikan sesuai dengan standar yang sudah ditetapkan.
Bagi perkembangan riset keperawatan, penelitian ini akan menjadi salah
satu data riset keperawatan (evidence based) yang dapat dikembangkan sebagai
masukan penelitian selanjutnya. Selain itu, penelitian ini bisa menjadi referensi
untuk memperluas pengetahuan dan pengalaman peneliti berikutnya dalam
BAB 2
TINJAUAN TEORI
Tinjauan teori dihubungkan dan ditelaah untuk menjamin mutu keperawatan
berupa audit dokumentasi keperawatan. Pokok bahasan dalam tinjauan teori ini
meliputi: penjaminan mutu atau quality assurance (QA), audit dokumentasi
keperawatan, teori manajemen Deming, teori proses keperawatan Orlando, action
research, dan kerangka teori.
2.1. Penjaminan Mutuatau Quality Assurance (QA)
QA merupakan sebuah proses pembentukan pencapaian mutu intervensi
keperawatan dan pengambilan tindakan untuk menjamin bahwa setiap pasien
menerima tingkat perawatan yang diinginkan (Gillies, 2004). Jaminan mutu lebih
menekankan kepada tanggung jawab tenaga kerja dibandingkan dengan supervisi,
karena sebenarnya supervisi tersebut mempunyai peranan dalam jaminan mutu.
Feo dan Barnard (2004) menyatakan bahwa QA memastikan suatu kontrol
sedang dipertahankan. Mereka menyatakan bahwa QA merupakan kontrol dari
quality control. Hal ini mendorong manajemen untuk memastikan yang terbaik
dan orang lain harus mengetahui kontrol yang dilaksanakan dalam tindakan. Feo
dan Barnard juga menyatakan bahwa hasil evaluasi ditinjau dan dijelaskan kepada
perawat dan orang lain yang terlibat didalamnya. Salah satu contoh dari QA
adalah ISO 9000.
Deming dalam Gitlow, Oppenheim A.J., Oppenheim R, dan Levine (2005)
menyatakan bahwa istilah QA dan mempertahankan mutu adalah bagian dari
tidak dengan tiba-tiba atau suatu kebetulan dan bukan hasil dari angan-angan
belaka. Melainkan melalui kerjasama tim yang baik sesuai dengan standar yang
telah ditentukan. Deming dalam Gitlow et al. juga menyatakan bahwa mutu
merupakan kesesuaian dengan kebutuhan konsumen.
Ada sepuluh indikator mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit, yaitu:
angka infeksi nosokomial, angka kejadian klien jatuh/kecelakaan, tingkat
kepuasan klien terhadap pelayanan kesehatan, tingkat kepuasan klien terhadap
pengelolaan nyeri dan kenyamanan, tingkat kepuasan klien terhadap
informasi/pendidikan kesehatan, tingkat kepuasan klien terhadap asuhan
keprawatan, upaya mempertahankan integritas kulit, tingkat kepuasan perawat,
kombinasi kerja antara perawat profesional dan non profesional, dan total jam
asuhan keperawatan per klien per hari (Marquis & Huston, 1998).
2.1.1. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam QA
Storesund dan Mc Murray (2009), Koch, Webb, dan Williams (1995),
Harvey (1991), serta Robb, Mackie, dan Elcock (2007) menemukan lima faktor
yang mempengaruhi mutu keperawatan yaitu: kohesivitas team work dalam
lingkungan kerja yang kompleks dengan tingkat stres yang tinggi, Komunikasi
yang cepat, efektif dan saling menghormati, pengetahuan dan ketrampilan khusus
yang diperoleh melalui pendidikan formal ataupun informal/pengalaman,
manajemen organisasi termasuk pendekatan kepemimpinan yang dipakai, dan
Storesund dan McMurray (2009) menemukan bahwa kohesivitas team
work dalam lingkungan kerja yang kompleks dan tingkat stres yang tinggi dapat
mempengaruhi mutu pelayanan. Mereka mengatakan dukungan dan kerja sama
dalam tim merupakan faktor penting yang mempengaruhi mutu pekerjaan mereka
di ICU. Pola budaya organisasi di ICU menunjukkan bahwa dukungan dapat
berkontribusi dalam meningkatkan atau menurunkan mutu pelayanan. Mutu kerja
meningkat dan semangat semakin kuat pada saat hubungan baik perawat dengan
rekan sejawat terbina. Bekerja sama sebagai sebuah tim, meskipun ada nilai staf
yang berbeda, untuk menemukan sudut pandang bersama, memiliki efek positif
tidak hanya QA tetapi untuk pasien saat mereka mendapatkan pelayanan di rumah
sakit.
Komunikasi yang cepat, efektif dan saling menghormati dapat
mempengaruhi mutu pelayanan (Storesund & Mc Murray, 2009). Mereka
mengatakan penting bagi perawat untuk menekankan komunikasi dalam menjaga
mutu pelayanan. Keluarga dan penyedia layanan kesehatan, termasuk perawat,
dokter dan staf kesehatan lainnya bergantung pada komunikasi yang tepat untuk
mencapai yang terbaik bagi pasien. Storesund dan Mc Murray juga
mengemukakan bahwa saling menghormati antar profesi adalah faktor mutu yang
paling penting. Mereka menyatakan bahwa komunikasi yang tidak sopan dari
dokter ke perawat paling sering mengakibatkan ketidakpuasan antara perawat
Dilihat dari sisi pengetahuan perawat, Storesund dan McMurray (2009)
mengemukakan bahwa s
.
emua informan menganggap pengetahuan sebagai dasar
merawat dan mengelola pasien dengan penyakit kritis, maka dengan kondisi yang
berubah secara cepat, perawat ICU perlu pengetahuan dan keterampilan khusus
untuk mencegah komplikasi lebih lanjut, dan merespon secara tepat dan cepat
terhadap fluktuasi status kesehatan pasien. Storesund dan McMurray menyatakan
bahwa perlu bagi perawat untuk meningkatkan pengetahuan mereka secara
individual dan pentingnya meningkatkan pengetahuan dari pengalaman yang
sudah didapatkan
Keberhasilan program penjaminan mutu juga dipengaruhi oleh manajemen
organisasi yang dipakai termasuk karakteristik organisasi (Koch et al. 1995 dan
Harvey, 1991). Organisasi yang mempunyai komitmen posisif akan berdampak
pada mutu pelayanan yang baik. Harvey juga menyatakan bahwa karakter perawat
juga menentukan mutu pelayanan. Pemimpin yang menggunakan pendekatan
Bottom-up memiliki efek yang paling positif dibandingkan dengan pendekatan
top-down.
. Koch et al. (1995) sependapat dengan pernyataan tersebut,
bahwa perawat terlatih akan memberikan mutu pelayanan yang baik didukung
dengan pendidikan yang berkelanjutan. Staf terlatih dan pendidikan berkelanjutan
yang kurang memadai akan menyebabkan mutu pelayanan jauh dari yang
diinginkan.
Koch et al. (1995) menambahkan selain faktor tersebut, lingkungan fisik
juga berpengaruh pada mutu pelayanan. Pernyataan tersebut didukung oleh Robb
et al. (2007) bahwa ketersediaan alat atau fasilitas akan meningkatkan tindakan
perawat mematuhi standar yang sudah ditetapkan. Robb et al. meneliti tentang
perbaikan tindakan perawat terjadi seiring dengan peningkatan ketersediaan
fasilitas.
Sebenarnya faktor kunci yang sangat berpengaruh terhadap tercapainya
QA adalah perawat dan lingkungan fisik. Dalam melaksanakan pekerjaannya
perawat diharapkan saling mendukung dan bekerja sama dalam tim
Hal tersebut didukung oleh Stavropoulou dan Stroubouki (2009), yang
menyatakan bahwa melalui pendidikan formal, siswa perawat belajar tentang
esensi jaminan mutu secara umum dan bagaimana program jaminan mutu dapat
berkontribusi pada perbaikan sistem perawatan kesehatan secara umum. Program
penjaminan mutu yang ditanamkan sejak dini melalui pendidikan formal akan
meningkatkan mutu pelayanan kepada siswa perawat, maka saat menjadi perawat
diharapkan mereka bisa memberikan mutu pelayanan yang optimal.
. Mutu kinerja
perawat akan terbukti secara nyata pada saat berkomunikasi dengan cepat, efektif
dan menghormati orang lain (termasuk dalam melakukan kolaborasi dengan
rekan-rekan dari profesi kesehatan lain). Selain itu, perawat dikatakan profesional
apabila memiliki pengetahuan, sikap dan ketrampilan di bidangnya. Sehingga
seorang perawat diharapkan terus meningkatkan pengetahuan melalui pendidikan
formal ataupun non formal.
2.1.2. Tujuan QA dalam pelayanan keperawatan di Rumah Sakit
Tujuan QA adalah untuk meningkatkan mutu perawatan dan untuk menuju
tingkat caring yang lebih tinggi (Patel, 2010 dan Lunqvist & Axelsson, 2007).
Penjaminan mutu dilaksanakan untuk membantu memastikan bahwa pasien dapat
pemulihan pasien. Apabila pasien cepat pulih maka akan menurunkan beban biaya
yang harus pasien keluarkan.
Patel (2010) menyatakan bahwa audit adalah komponen dasar QA. Patel
menemukan bahwa audit membantu memastikan bahwa pasien mendapatkan
perawatan yang aman, handal dan bermartabat, dan mendorong pemulihan bagi
pasien. Patel menyatakan pelaksanaan QA di sebuah rumah sakit dilakukan untuk
membantu mengurangi hari rawat pasien di rumah sakit sehingga akan
meningkatkan pasien (Bed Occupation Rate/BOR) dan peningkatan kelancaran
dalam pembayaran. Dampak QA tidak hanya dapat dinikmati oleh rumah sakit
saja, akan tetapi akan berdampak pada pemberian perawatan yang maksimal yang
akan meningkatkan kepuasan klien terhadap perawatan rumah sakit. Hal ini
didukung oleh pendapat Coddington dan Sands (2008), bahwa perawat berperan
dalam menganalisa biaya dan potensi penghematan biaya perawatan kesehatan
yang dikelola
Lunqvist dan Axelsson (2007) berpendapat perawat dapat merasakan QA
sebagai jalan menuju tingkat caring yang lebih tinggi. Menjaga tingkat caring
memberikan kesempatan untuk mengembangkan diri secara profesional serta
kemungkinan untuk mendapatkan insentif. Menjaga tingkat caring dalam
melaksanakan tindakan keperawatan berupa perawat harus berdasarkan prosedur
perawatan dan menjadikan caring sebagai karakter dalam dirinya. Apabila caring
sudah menjadi karakter maka perawat akan mudah untuk bersikap empati,
merasakan penderitaan pasien dan akan memberikan perawatan yang paling baik
untuk pasien. Lutz dan Root (2007) menekankan bahwa saat ini m .
adalah perawat memberikan yang terbaik kepada pasien.
2.1.3. Hambatan QA
Hal ini menunjukkan
bahwa QA sangat penting untuk memberikan perawatan terbaik untuk pasien.
Teng, Hsiao, dan Chou (2010) didukung oleh Einy dan Scher (2008)
mengemukakan beberapa hambatan yang dihadapi oleh seorang perawat dalam
mempertahankan QA adalah Perawat menerima tekanan waktu. Teng et al.
menyatakan bahwa tekanan waktu yang diterima perawat akan mengurangi
kehandalan/ akuntabilitas, responsiveness dan jaminan mutu bagi pasien. Einy dan
Scher (2008) menyatakan bahwa hambatan QA adalah perawat tidak konsisten
melaksanakan suatu program. Mereka menemukan perawat Neonatal Intensive
Care Unit (NICU) di Israel tidak konsisten mengikuti bentuk terintegrasi dari
perkembangan perawatan seperti yang sudah disediakan.
Tekanan waktu atau kelebihan beban kerja akan mengganggu pemberian
asuhan keperawatan kepada pasien. Menurut Gillies (2004) mengatakan apabila
terjadi tekanan waktu pada perawat maka seorang perawat administrator
sebaiknya menyesuaikan jadwal dan tugas perawat. Selain itu, perawat seharusnya
memiliki komitmen bahwa dalam merawat pasien akan menggunakan tindakan
keperawatan sesuai dengan prosedur yang sudah ditetapkan. Prosedur
keperawatan dapat berupa standar asuhan keperawatan atau standar prosedur
operasional. Perawat yang tidak konsisten dalam melaksanakan prosedur
perawatan akan mengurangi kehandalan/ akuntabilitas, tanggung jawab dan
2.1.4. Peran dan Tantangan Perawat Administrator dalam QA
QA tidak terlepas dari peran seorang perawat administrator. Harvey (1991)
mengemukakan peran perawat administrator untuk mencapai mutu pelayanan
keperawatan dalam sebuah rumah sakit adalah ketrampilan perawat administrator.
Tiga tantangan yang dihadapi oleh perawat administrator dalam melaksanakan
program QA adalah perawat kurang memiliki rasa persaudaraan (Price, Fitzgerald,
& Kinsman, 2007), lingkungan kerja yang berhubungan dengan tim multidisiplin
(Einy & Scher, 2008), dan harus meningkatkan pengetahuan tentang mutu
pelayanan keperawatan (Harvey & Kitson, 1996).
Harvey (1991) menyatakan perawat administrator diharapkan mampu
melakukan pendekatan yang tepat dalam mencapai mutu keperawatan dan dia
menyarankan menggunakan pendekatan bottom-up untuk pengukuran mutu. Hal
ini menunjukkan bahwa pendekatan bottom-up untuk implementasi terlihat
mengakibatkan respon staf yang lebih menguntungkan dan hasil program yang
positif. Harvey juga menunjukkan bahwa proses pelaksanaan program jaminan
mutu adalah lebih penting daripada instrumen itu sendiri. Proses pelaksanaan
program inilah yang memerlukan keahlian dan ketrampilan perawat administator
dalam mengelola perawat pelaksana.
Price et al. (2007) menemukan bahwa perawat saling menyalahkan satu
sama lain untuk manfaat tidak disadari. Hal ini merupakan tantangan bagi perawat
administrator untuk memperbaiki komitmen organisasi. Einy dan Scher (2008)
menyatakan bahwa keberadaan tim multidisiplin yang lain dalam bekerjasama
mengembangkan diri dan terbuka terhadap tim multidisiplin. Peningkatan mutu
dapat bermanfaat bagi praktik keperawatan, tapi perawat mempunyai tantangan
dalam bekerjasama yaitu adanya sikap menyalahkan satu sama lain untuk potensi
manfaat tidak disadari. Hal ini merupakan tantangan bagi perawat administrator
untuk menghilangkan masalah intern dalam profesi keperawatan itu sendiri.
Harvey dan Kitson (1996) dan Price et al. (2007) menemukan bahwa
seorang perawat harus terus mengembangkan pengetahuan tentang mutu dalam
pelayanan keperawatan. Mereka menyatakan bahwa perawat manajer dan klinis
harus memahami konsep peningkatan mutu dan bagaimana hal itu berlaku untuk
praktek keperawatan di departemen yang berbeda. Kemampuan dan pengetahuan
seorang perawat manajer tentang konsep peningkatan mutu dan bagaimana hal itu
berlaku untuk praktek keperawatan di departemen yang berbeda memegang
peranan penting untuk mencapai keberhasilan suatu program QA. Keberhasilan
suatu penjaminan mutu terletak pada proses pelaksanaan itu sendiri. Hal ini
menunjukkan bahwa pendekatan bottom-up untuk implementasi mengakibatkan
respon staf yang menguntungkan dan hasil program yang positif.
Mutu dalam pelayanan kesehatan terus dikembangkan dari tahun ke tahun.
Prinsip-prinsip dasar seperti team work, dukungan fasilitas dan komitmen
organisasi sangat penting untuk peningkatan mutu. Hal ini sangat penting untuk
memastikan bahwa proses lmplementasi dikelola secara efisien dan seefektif
mungkin. Hasil yang diinginkan selalu didukung dengan fasilitas dan alat yang
memenuhi persayaratan jaminan mutu. Perawat administrator dapat memberikan
menunjukkan mutu pelayanan yang disampaikan. Perawat pelaksana akan
melakukan pekerjaannya dengan baik apabila didukung oleh alat dan fasilitas
yang memadai.
2.1.5. Instrumen QA
Mutu pelayanan keperawatan bisa diukur dari sisi perawat dan pasien.
Harvey (1991) menyatakan ada empat cara untuk mengukur mutu pelayanan,
yaitu pemantauan (monitoring), instrumen Qualpacs (Quality Patient Care Scale),
audit keperawatan, dan kuesioner kepuasan pasien. Koch et al. (1995) mendukung
pernyataan tersebut bahwa mendengarkan suara pasien, akan menunjukkan
keberhasilan mutu pelayanan dan memberikan petunjuk untuk mengembangkan
proses penjaminan mutu lebih sabar sensitif.
Larsson, Sahlsten, Segesten, dan Plos (2011) mengemukakan bahwa
partisipasi pasien sangat berarti untuk mencapai mutu pelayanan yang optimal.
Mereka menyatakan bahwa pasien yang cenderung kurang berpartisipasi adalah
pasien yang mempunyai masalah dalam menghadapi ketidakmampuan sendiri,
kurang empati, bersikap paternalistik dan pasien yang merasakan hambatan dalam
berhubungan dengan orang lain.
2.1.6. Cara mempertahankan QA
Cara untuk mempertahankan QA menurut Harvey dan Kitson (1996), Cooper
dan Hewison (2002), Koch et al. (1995), serta Robb et al. (2007) adalah tim kerja
dan komitmen pada tingkat organisasi, kepemimpinan yang berkelanjutan,
Tim kerja dan komitmen pada tingkat organisasi akan meningkatkan mutu
keperawatan (Harvey & Kitson, 1996). Didukung oleh pernyataan Cooper dan
Hewison (2002) bahwa Kerja tim yang efektif termasuk masukan dari fasilitator
luar, baik hubungan dengan manajemen dan umpan balik yang cepat dan relevan
untuk kemajuan atau peningkatan mutu. Kerja tim yang efektif sangat tergantung
pada komitmen organisasi atau perawat yang bekerja dalam satu team work.
Masukan dari fasilitator luar, hubungan dengan manajemen dan umpan balik yang
cepat dan relevan sangat mendukung untuk mewujudkan QA. Bekerja dalam
sebuah tim membutuhkan pendekatan kepemimpinan yang tepat dan
berkelanjutan. Dukungan untuk mempertahankan profil mutu dan memastikan
aksi untuk perbaikan secara terus menerus merupakan salah satu cara untuk
mempertahankan suatu mutu pelayanan keperawatan di rumah sakit.
Kepemimpinan yang berkelanjutan sangat penting untuk meningkatkan
mutu keperawatan (Harvey & Kitson, 1996). Pernyataan tersebut didukung oleh
Koch et al (1995) yang menyatakan bahwa untuk meningkatkan mutu bisa dengan
cara memperbaiki kekurangan-kekurangan yang terjadi pada manajemen yang
sebelumnya. Memastikan aksi untuk perbaikan secara terus menerus menurut
Robb et al. (2007) serta Cooper dan Hewison (2002) mengandung arti bahwa
pemantauan mutu atau audit akan menunjukkan perbaikan. Robb et al.
menemukan bahwa dengan dilaksanakannya audit maka terjadi peningkatan
tingkah laku positif perawat dalam usaha pencegahan dan kontrol terhadap
Perbaikan atas kesalahan dan kelalaian tindakan keperawatan yang
dilakukan perawat dilakukan penilaian mutu. Gillies (2004) menyatakan bahwa
kurangnya pengetahuan dan ketrampilan perawat memiliki kontribusi terhadap
pencapaian mutu perawatan yang optimal. Sehingga dasar untuk meningkatkan
QA adalah meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan perawat. Peningkatan
pengetahuan dan ketrampilan perawat bisa diperoleh melalui pendidikan baik
secara formal dan non formal.
Harvey dan Kitson (1996) menyatakan untuk mempertahankan profil mutu
yang baik harus didukung fasilitas fisik dari institusi tersebut. Robb et al (2007)
juga mendukung pernyataan tersebut bahwa dengan mutu akan meningkat apabila
institusi atau rumah sakit menyediakan fasilitas fisik yang menunjang
terwujudnya mutu yang baik.
Cooper dan Hewison, (2002) menyatakan bahwa audit dan kerja tim yang
efektif adalah salah satu cara untuk mempertahankan QA. Mereka menyatakan
Kerja tim yang efektif termasuk masukan dari fasilitator luar, baik hubungan
dengan manajemen dan umpan balik yang cepat dan relevan untuk kemajuan. Hal
ini sejalan dengan pernyataan Harvey dan Kitson (1996), bahwa untuk
meningkatkan mutu hal yang terpenting yang harus dimiliki adalah tim kerja dan
komitmen pada tingkat organisasi, kepemimpinan yang berkelanjutan, dukungan
untuk mempertahankan profil mutu termasuk dukungan fasilitas dan memastikan
aksi untuk perbaikan secara terus menerus. Hal ini didukung oleh Robb et al.
(2007), bahwa dengan pemantauan mutu menunjukkan perbaikan tingkah laku
Menurut Joint Commission On The Accreditation Of Healthcare
Organizations (JCAHO) dalam Potter dan Perry (2005), ada sepuluh langkah
untuk memperbaiki kualitas, yaitu menetapkan tanggung jawab dan tanggung
gugat untuk program, menentukan jangkauan layanan klinik, menentukan
aspek-aspek penting layanan klinik, mengembangkan indikator untuk memantau hasil
dan menyesuaikan asuhan yang diberikan, menetapkan ukuran untuk evaluasi
indikator, mengumpulkan dan menganalisis data dari aktivitas pemantauan,
mengevaluasi hasil aktivitas pemantauan untuk menentukan kebutuhan terhadap
perubahan dalam praktik, menyelesaikan masalah melalui pengembangan rencana
tindakan, mengevaluasi keberhasilan rencana, dan mengkomunikasikan hasil yang
telah dicapai kepada organisasi.
2.2. Audit Dokumentasi Keperawatan di Ruang Perawatan Intensif
Pendekatan audit dalam keperawatan terutama ditujukan pada tiga dimensi
dokumentasi keperawatan: struktur atau format, proses dan konten, yang
merupakan profil lengkap dokumentasi keperawatan (Wang et al. 2011). Mereka
menyatakan bahwa kualitas struktur dan format dokumentasi keperawatan sangat
penting dalam memastikan bahwa data pasien disajikan dalam cara yang mudah
untuk memfasilitasi perawat atau profesional kesehatan lainnya dan
mempermudah akses informasi penting untuk pengambilan keputusan klinis.
Sebuah proses yang tepat dari data diharapkan memungkinkan dokumentasi yang
sah dan handal informasi tentang pasien dan perawatan. Isi dokumentasi
keperawatan harus menjadi fokus utama dari audit karena implikasinya terhadap
keperawatan harus sepenuhnya diungkapkan dalam isi dokumentasi keperawatan,
struktur kualitas dan format serta melalui proses dokumentasi yang tepat.
Pokok bahasan tentang audit dokumentasi keperawatan akan menjelaskan
tentang jenis dan tujuan audit, pengelolaan program audit, pelaksanaan audit,
dokumentasi keperawatan dan Ruang Perawatan Intensif.
2.2.1. Jenis dan Tujuan Audit
ISO 9000: 2000 menyatakan bahwa audit merupakan suatu proses yang
sistematis, mandiri dan terdokumentasi untuk memperoleh bukti-bukti secara
akurat dan menilai secara obyektif untuk membandingkannya dengan standar
yang sudah ditentukan (Suardi, 2004). Menurut Suardi, ada tiga jenis audit
berdasarkan pihak yang melakukan audit, yaitu audit internal, audit eksternal dan
audit eksternal & independen. Audit internal dilakukan oleh suatu rumah sakit
secara intern yang bertujuan untuk memantau keefektifan penerapan suatu sistem
mutu yang dipakai dan digunakan untuk perbaikan selanjutnya. Audit eksternal
dilakukan oleh organisasi atau perusahaan diluar rumah sakit yang bertujuan
untuk menjadi mediator dan merangsang rumah sakit untuk melakukan
pemecahan masalah mutu. Audit eksternal dan independen dilakukan oleh suatu
perusahaan atau organisasi yang mempunyai sertifikasi atau badan registrasi
mandiri dan sudah diakui oleh masyarakat. Audit tersebut bertujuan untuk
mengevaluasi kesesuaian pelayanan rumah sakit terhadap keinginan yang
dipersyaratkan pelanggan.
Sesuai dengan kedalamannya, audit dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu
bertujuan untuk mengevaluasi apakah suatu perusahaan sudah menggunakan
standar yang sudah ditetapkan. Audit sistem digunakan untuk memeriksa
kelengkapan dokumentasi yang sudah dilakukan dengan standar prosedur yang
sudah ditetapkan oleh suatu institusi. Audit kesesuaian digunakan untuk melihat
apakah suatu prosedur, instruksi kerja dan rencana diaksanakan. Audit kesesuaian
lebih banyak digunakan untuk mengaudit rumah sakit secara internal. Contoh dari
audit kesesuaian adalah supervisi kepala ruang kepada perawat pelaksanan,
apabila kepala ruang mendapatkan kesalahan perawat pelaksana dalam
melaksanakan tindakan keperawatan, maka segera dilakukan perbaikan untuk
meminimalkan efek pada pasien. Audit produk digunakan untuk melihat apakah
hasil sesuai dengan permintaan pelanggan atau sudah memenuhi kepuasan
pelanggan (Suardi, 2004). Audit produk dalam pelayanan kesehatan di rumah
sakit dapat berupa penyebaran kuesioner kepuasan pasien atas pelayanan
keperawatan pada saat pasien keluar dari rumah sakit.
Audit sistem penjaminan mutu memiliki tujuan secara internal dan
eksternal (Suardi, 2004). Tujuan internal adalah untuk melihat dan mengevaluasi
kekurangan yang ditemukan, menilai kesiapan audit oleh pihak kedua dan ketiga
serta mendorong pemeliharaan dan perbaikan secara terus menerus. Tujuan
eksternal adalah untuk memenuhi persyaratan sesuai standar mutu yang sudah
ditetapkan oleh suatu badan yang bersertifikasi, pelanggan maupun pemerintah.
Strategi untuk mencapai tujuan program penjaminan mutu memerlukan
suatu metode untuk mengetahui sejauh mana tujuan telah dicapai. Menurut Gillies
dan retropektif. Audit concurrent adalah salah satu audit yang meneliti dan
mengevaluasi perawatan pasien apa adanya. Audit retrospektif mengevaluasi
perawatan pasien yang dilakukan setelah pasien keluar dari rumah sakit. Audit
retrospektif memakai catatan kesehatan pasien sebagai satu-satunya sumber
informasi yang diberikan selama pengobatan. Gillies juga mengemukakan bahwa
analisa profil perawatan pasien, tinjauan rekan sekerja, dan perkumpulan mutu
juga merupakan metode penjaminan mutu.
2.2.2. Pengelolaan Program Audit
Suardi (2004) mengemukakan bahwa penerapan suatu program untuk
mengaudit mutu pelayanan seharusnya memiliki persiapan program yang matang.
Program audit berbeda-beda tergantung pada sasaran, ukuran, sifat dan
kompleksitas organisasi yang akan diaudit. Program audit seharusnya mencakup
sasaran dan harapan program audit, tanggung jawab, sumber daya dan prosedur,
pemastian program audit yang diterapkan, pemantauan dan penjaminan program
audit, pemastian dokumen audit yang sesuai (Suardi, 2004).
Sasaran dapat mempertimbangkan prioritas manajemen, tujuan,
persyaratan sistem manajemen mutu, persyaratan legal, evaluasi pelanggan,
persyaratan pelanggan dan potensi resiko (Suardi, 2004). Suardi juga menyatakan
bahwa sifat, ukuran dan kompleksitas program audit berbeda-beda tergantung
pada lingkup, sasaran, tujuan dan frekuensi program audit yang dipakai,
persyaratan standar, kebijakan, keputusan untuk sertifikasi, hasil audit yang lalu,
Tanggung jawab pengelola program audit diberikan kepada staf yang
sudah mendapatkan pelatihan tentang audit dan mampu menggunakan
perlengkapan audit (Suardi, 2004). Penanggung jawab akan mendefinisikan,
menerapkan, memelihara, dan meningkatkan program audit, serta menyediakan
sumber daya program audit (keuangan, peralatan, metode, auditor, teknisi,waktu
dan keperluan lainnya).
Menurut ISO 9000: 2000 dalam Suardi (2004), prosedur dalam program
audit adalah merencanakan dan menjadwalkan audit, jaminan kemampuan
auditor, seleksi tim audit, memimpin audit, menindaklanjuti kinerja audit. Seleksi
tim audit harus memperhatikan bahwa calon tim audit memiliki pemahaman
tentang sistem penjaminan mutu ISO 9001: 2000, memahami masalah sektor
pelayanan yang akan diaudit, memahami teknik audit, berpengalaman dalam
mengaudit sistem manajemen mutu.
Pengelolaan program audit berdasarkan konsep PDCA ditunjukkan pada
gambar 2.1.
Gambar 2.1. Pengelolaan Program Audit (Suardi, 2004)
2.2.3. Pelaksanaan Audit
Sesuai dengan ISO 9000: 2000 dalam Suardi (2004), pelaksanaan audit
berupa rapat pembukaan, penggunaan daftar periksa, mengaudit sistem
manajemen mutu, mengumpulkan dan memverifikasi informasi, temuan audit,
pertemuan tim audit, rapat penutupan, dan pelaporan audit.
Rapat pembukaan. Rapat pembukaan merupakan pertemuan yang
dilakukan sebelum audit dilaksanakan yang dihadiri oleh tim auditor dan semua
pihak terkait dalam pelaksanaan audit termasuk kepala departemen yang akan
diaudit. Rapat pembukaan bertujuan memberikan penjelasan tentang tujuan dari
pelaksanaan audit dan metode yang digunakan dalam pelaksanaan audit. Lead
auditor memberikan penjelasan tentang tim audit dan tanggung jawab setiap
anggota tim, tujuan pertemuan, ruang lingkup audit, tujuan audit, metode audit,
jadwal audit, jawaban atas pertanyaan yang muncul dari pihak auditee. Lead
auditor maupun auditor harus berbicara dengan penuh percaya diri,
mendengarkan auditee dengan penuh perhatian, menjaga sikap yang baik, dan
dapat mengendalikan situasi yang ada.
Penggunaan daftar periksa. Tim audit mempersiapkan checklist untuk
membantu pelaksanaan audit sesuai dengan rencana yang sudah dibuat. Checklist
yang baik akan memberikan panduan yang jelas dalam pelaksanaan audit yang
sangat berguna untuk mengatur dan mengendalikan waktu pelaksanaan audit,
ruang lingkup audit, panduan dalam menelusuri dokumen, dan sebagai alat bantu
Mengaudit sistem penjaminan mutu. Auditor pelaksanaan audit sistem
manajemen mutu harus meninjau kebijakan mutu, mengevaluasi sasaran mutu,
berfokus pada rencana pencapaian sasaran, menganalisis proses kritis,
mengidentifikasi proses-proses pendukung, mempertimbangan keefektifan dan
efisiensi proses, dan memahami masalah pokok. Suardi juga mengemukakan
bahwa ISO 9000: 2000 memberikan solusi untuk mempermudah kegiatan tersebut
dengan cara membuat peta proses, mengembangkan flow charts, checklists yang
mengacu ISO 9001: 2000 dan mengembangkan checklist yang didasari dokumen
atau prosedur.
Mengumpulkan dan memverifikasi informasi. Mengumpulkan dan
memverifikasi informasi sangat penting dilakukan oleh auditor untuk
mendapatkan data yang akurat dan tidak bias. Informasi bisa diperoleh dengan
melakukan klarifikasi, wawancara, observasi, verifikasi, pengambilan contoh
secara acak, dan dokumen. Bukti-bukti audit tersebut harus diidentifikasi,
dokumentasikan dan direkam.
Temuan audit. Temuan audit harus dievaluasi dan hasilnya bisa sesuai
dan tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Hasil temuan dicatat pada
kolom “hasil audit” dan akan dilampirkan pada laporan yang akan diserahkan
kepada auditee.
Pertemuan tim audit. Pertemuan tim audit dilaksanakan setelah proses
audit selesai dilaksanakan. Pertemuan ini membicarakan semua hasil observasi
ketidaksesuaian yang ditemukan dan bukti yang mendukung. Pertemuan diakhiri
dengan membuat laporan hasil temuan yang tidak sesuai.
Rapat penutupan. Rapat penutupan dipimpin oleh lead auditor yang akan
menyampaikan ucapan terima kasih atas fasilitas yang telah diberikan dan
kesediaan auditee untuk berpartisipasi dalam program audit yang dilaksanakan.
Menjelaskan dan mengkonfirmasi hasil temuan, menyimpulkan hasil audit,
membuka forum tanya jawab, dan menutup pertemuan.
Pelaporan audit. Pelaporan audit dilaksanakan pada akhir tahap audit.
Laporan ini mencakup, ruang lingkup audit, jadwal audit, anggota tim audit,
auditee, identifikasi dokumen rujukan, ketidaksesuaian, dan kesimpulan.
2.2.4. Dokumentasi keperawatan
Dokumentasi adalah segala sesuatu yang tertulis atau tercetak yang dapat
diandalkan sebagai catatan tentang bukti bagi individu yang berwenang (Potter &
Perry, 2005). Potter dan Perry juga menjelaskan tentang tujuan dalam
pendokumentasian yaitu komunikasi, pembayaran pasien, edukasi, pengkajian,
riset, audit dan pemantauan, serta dokumentasi legal. Dokumentasi keperawatan
mengacu pada standar asuhan keperawatan (SAK) dan pelaksanaan tindakan
keperawatan mengacu pada standar prosedur operasional (SPO).
Standar Operating Procedure (SOP) istilah ini lazim digunakan namun
bukan merupakan istilah baku di Indonesia (Nefro, 2012). Standar prosedur
operasional (SPO) ini digunakan di UU No. 29 tahun 2004 tentang praktek
kedokteran, prosedur tetap (Protap) yang lazim digunakan di RS, berapa istilah
penatalaksanaan, petunjuk tekhnis. Pengertian SPO adalah suatu perangkat
instruksi/langkah-langkah yang berurutan yang dibakukan untuk menyelesaikan
suatu proses kerja rutin tertentu, atau urutan langkah-langkah yang benar
berdasarkan konsesus bersama untuk melaksanakan berbagai kegiatan dan fungsi
pelayanan, dan atau urutan langkah-langkah yang sudah diuji dan disetujui dalam
melaksanakan berbagai kegiatan, sehingga membantu mengurangi kesalahan dan
pelayanan sub standar.
Nefro (2012) memberikan cara penyusunan SPO yang sistematis, yaitu
secara umum bertujuan agar berbagai proses kerja rutin terlaksana dengan efisien,
efektif, konsisten dan aman, dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan melalui
pemenuhan standar yang berlaku. Tujuan khusus SPO sebagai acuan (check list)
dalam melaksanakan kegiatan tertentu bagi tenaga administrasi dan tenaga profesi
di RS, untuk menjelaskan alur tugas, wewenang dan tanggung jawab dari petugas
terkait, untuk menjaga konsistensi tingkat penampilan kinerja atau kondisi tertentu
dan menjaga keamanan petugas dan lingkungan dalam melaksanakan pekerjaan,
untuk menghindari kesalahan, keraguan, duplikasi atau pemborosan dalam
pelaksanaan kegiatan, untuk menjamin penggunaan tenaga dan sumber daya lain
secara efiseien. SPO Sebagai dokumen yang akan menjelaskan dan menilai
pelaksanaan proses kerja bila terjadi suatu kesalahan atau dugaan malpraktek dan
kesalahan administratif lainnya, sehingga sifatnya melindungi rumah sakit dan
petugas, merupakan parameter untuk menilai mutu pelayanan, dan sebagai
SAK merupakan standar asuhan keperawatan yang ditetapkan oleh Depkes
dan dijadikan pedoman di rumah sakit (Nefro, 2012). Sedangkan SAK Khusus
adalah Standar Asuhan yang dibuat oleh rumah sakit untuk 10 kasus terbanyak
untuk masing-masing unit pelayanan.
Dokumentasi penting untuk audit dan pemantauan karena berisi tentang
tinjauan teratur tentang informasi pada catatan klien memberi dasar untuk evaluasi
tentang kualitas dan ketepatan perawatan yang diberikan dalam suatu institusi.
Dokumentasi legal memerlukan pencatatan yang akurat adalah salah satu
pertahanan diri terbaik terhadap tuntutan yang berkaitan dengan asuhan
keperawatan (Potter & Perry, 2005). Keakuratan konten dokumentasi dalam
kaitannya dengan kondisi aktual pasien dan perawatan yang diberikan adalah
penting untuk proses kualitas dokumentasi (Wang et al., 2011). Jika tidak ada
jaminan dokumentasi keperawatan sah dan data yang dapat diandalkan, tidak akan
ada nilai untuk membahas kualitasnya.
Kesesuaian antara isi dokumentasi dan penilaian pasien atau wawancara
dengan perawat dan pasien dapat mencerminkan akurasi data. Namun,
pembuktian ini bukti dari sumber yang berbeda daripada pengamatan yang
merupakan metode tidak langsung untuk menyetujui akurasi dokumentasi
keperawatan dan memiliki potensi bias. Isi dokumentasi keperawatan, yang berisi
bukti tentang perawatan, terkait erat dengan keahlian profesional perawat.
Urquhart et al. (2009) dalam Wang et al. (2011) menyatakan bahwa dokumentasi
keperawatan telah digunakan untuk mendukung berbagai praktik keperawatan.
tertulis, evaluasi dokumentasi keperawatan harus memiliki implikasi untuk
kemajuan profesi keperawatan. Dua elemen dasar yang berkualitas, kelengkapan
dan kesesuaian dokumen keperawatan, menentukan seberapa baik isi dokumentasi
keperawatan harus untuk setiap langkah dari proses keperawatan.
Proses keperawatan merupakan proses pemecahan masalah yang
menekankan pada pengambilan keputusan tentang keterlibatan perawat yang
dibutuhkan oleh pasien (Potter & Perry, 2005). Mereka juga menyatakan bahwa
dokumentasi dan pelaporan mutu penting untuk meningkatkan efisiensi dalam
merawat pasien. Potter dan Perry mengemukakan bahwa tahap proses
keperawatan dibagi menjadi 5 tahap yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan,
rencana keperawatan, implementasi dan evaluasi.
Pengkajian. Pengkajian merupakan upaya mengumpulkan data secara
lengkap dan sistematis untuk dikaji dan dianalisis sehingga masalah kesehatan dan
keperawatan yang dihadapi pasien baik fisik, mental, sosial maupun spiritual
dapat ditentukan. Tahap ini mencakup tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data,
analisis data, dan penentuan masalah keperawatan Pengumpulan data akan
memperoleh data dan informasi mengenai masalah kesehatan yang ada pada
pasien sehingga dapat ditentukan tindakan yang harus diambil untuk mengatasi
masalah tersebut yang menyangkut aspek fisik, mental, sosial dan spiritual serta
faktor lingkungan yang mempengaruhinya. Jenis data antara lain data objektif,
yaitu data yang diperoleh melalui suatu pengukuran, pemeriksaan, dan
pengamatan. Data subjektif, yaitu data yang diperoleh dari keluhan yang
Analisa data menuntut kemampuan perawat dalam mengembangkan
kemampuan berpikir rasional sesuai dengan latar belakang ilmu pengetahuan.
Setelah analisa data dilakukan, dapat dirumuskan beberapa masalah kesehatan.
Masalah kesehatan tersebut ada yang dapat diintervensi dengan asuhan
keperawatan (masalah keperawatan) tetapi ada juga yang tidak dan lebih
memerlukan tindakan medis. Selanjutnya disusun diagnosis keperawatan sesuai
dengan prioritas. Prioritas masalah ditentukan berdasarkan kriteria penting dan
segera serta berdasarkan hierarki kebutuhan menurut Maslow, yaitu: Keadaan
yang mengancam kehidupan, keadaan yang mengancam kesehatan, persepsi
tentang kesehatan dan keperawatan.
Diagnosa keperawatan. Merumuskan diagnosa keperawatan merupakan
suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia (status kesehatan atau resiko
perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat secara akontabilitas
dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga
status kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah. Perumusan
diagnosa keperawatan, meliputi: aktual (menjelaskan masalah nyata saat ini sesuai
dengan data klinik yang ditemukan), resiko (menjelaskan masalah kesehatan nyata
akan terjadi jika tidak di lakukan intervensi), kemungkinan (menjelaskan bahwa
perlu adanya data tambahan untuk memastikan masalah keperawatan
kemungkinan), wellness (keputusan klinik tentang keadaan individu, keluarga atau
masyarakat dalam transisi dari tingkat sejahtera tertentu ketingkat sejahtera yang
keperawatan aktual dan resiko tinggi yang diperkirakan muncul/timbul karena
suatu kejadian atau situasi tertentu).
Rencana keperawatan. Tahap ini mencakup semua tindakan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien beralih dari status kesehatan saat
ini ke status kesehatan yang di uraikan dalam hasil yang di harapkan. Merupakan
pedoman tertulis untuk perawatan klien. Rencana perawatan terorganisasi
sehingga setiap perawat dapat dengan cepat mengidentifikasi tindakan perawatan
yang diberikan. Rencana asuhan keperawatan yang di rumuskan dengan tepat
memfasilitasi kontinuitas asuhan perawatan dari satu perawat ke perawat lainnya.
Semua perawat mempunyai kesempatan untuk memberikan asuhan yang
berkualitas tinggi dan konsisten. Rencana asuhan keperawatan tertulis berisi
informasi tentang perencanaan tindakan keperawatan yang seharusnya
dilaksanakan oleh perawat untuk shift dinas berikutnya. Rencana perawatan
tertulis juga mencakup rencana penyelesaian terhadap masalah klien dalam jangka
panjang.
Implementasi keperawatan. Implementasi merupakan inisiatif dari
rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan
dimulai dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada tindakan
keperawatan untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Tahapan
dalam tindakan keperawatan meliputi tahap persiapan, intervensi, dan
dokumentasi. Tahap persiapan merupakan tahap awal tindakan keperawatan.
Tahap ini menuntut perawat untuk mengevaluasi yang diindentifikasi pada tahap