• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRUKTUR TEGAKAN DAN KOMPOSISI JENIS HUTAN ALAM BEKAS TEBANGAN DI KALIMANTAN TENGAH. Oleh/by: Haruni Krisnawati SUMMARY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STRUKTUR TEGAKAN DAN KOMPOSISI JENIS HUTAN ALAM BEKAS TEBANGAN DI KALIMANTAN TENGAH. Oleh/by: Haruni Krisnawati SUMMARY"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

STRUKTUR TEGAKAN DAN KOMPOSISI JENIS

HUTAN ALAM BEKAS TEBANGAN DI KALIMANTAN TENGAH (Stand structure and species composition of logged-over natural forest

in Central Kalimantan)

Oleh/by: Haruni Krisnawati

SUMMARY

Stand structure and species composition are two stand characteristics that have to be assessed. Studying the stand dynamics and its characteristics is a basic prerequisite to the sustainable forest management since it is essential to know how the forest will respond to occasional disturbances or silvicultural treatments. The study mainly focuses on the logged-over natural forest based on six plots of 1 ha each, totaling 6 ha. The aim of this research is to present the main characteristics of the stand structure and species composition of the logged-over natural forest in Central Kalimantan. The average of tree density and basal area are 431 trees per ha and 21,70 m2 per ha respectively. The dipterocarps represented about 18 % of the total tree density and 35 % of the stand basal area. The forest of the logged-over area is dominated by the families of Dipterocarpaceae, Myrtaceae, Lauraceae, Anacardiaceae and Myristicaceae, which comprised 56 % of the total tree density and 72 % of the stand basal area. The number of tree species found in six plots is 116 species comprising 33 families, where 57 species per ha in mean. The species richness of the logged-over forest is lower than that commonly found in primary forest in other parts of Kalimantan which is generally more than 150 species per ha. The variations of the species richness could be correlated with climate variation, edaphic and topography condition of the area; besides the dynamics and condition of the logged-over forest is different from that of the primary forest.

Kata kunci (Key words): hutan bekas tebangan, struktur tegakan, komposisi jenis, Kalimantan Tengah (logged-over forest, stand structure, species composition, Central Kalimantan)

(2)

I. PENDAHULUAN

Struktur tegakan dan komposisi jenis merupakan dua hal yang harus diketahui dalam memahami dinamika suatu hutan (Shugart dan West, 1981 dalam Favrichon, 1998). Keduanya merupakan data karakteristik tegakan yang harus diketahui sehubungan dengan langkah kebijaksanaan yang harus ditempuh dalam operasional kegiatan pengelolaan hutan, baik dalam pemungutan hasil maupun pembinaan tegakan. Menurut Nguyen-The et al.(1998), mempelajari dinamika suatu hutan dan karakteristiknya merupakan prasyarat dasar dalam mengelola hutan secara lestari; oleh karena informasi ini sangat penting untuk mengetahui bagaimana hutan akan memberikan respon terhadap gangguan-gangguan alam maupun terhadap perlakuan-perlakuan silvikultur.

Kajian tentang struktur tegakan dan komposisi jenis merupakan dasar bagi komponen penelitian-penelitian lain, seperti dinamika struktur tegakan hutan, pertumbuhan & hasil (growth & yield) dan permudaan alam. Pemahaman yang lebih baik akan ekologi jenis pohon, akan mendorong pada pengelolaan hutan dan penerapan teknik silvikultur yang lebih baik.

Beberapa studi menunjukkan bahwa keragaman jenis di hutan hujan tropis berhubungan dengan interaksi kompleks dari faktor-faktor fisik (variasi iklim, kondisi edafis dan topografi) dan faktor-faktor biologis (dinamika tegakan hutan dan persyaratan tumbuh jenis). Studi tentang ekologi hutan Dipterocarpaceae telah banyak dilakukan di bagian utara Kalimantan, seperti di Serawak (Ashton dan Hall, 1992) dan di Brunei (Davies dan Becker, 1996). Untuk hutan di bagian Kepulauan Indonesia, studi ekologi hutan Dipterocarpaceae campuran telah dilakukan oleh Kartawinata et al. (1981), Riswan (1987), dan Suselo dan Riswan (1987); dimana lokasi penelitian ketiganya di areal hutan primer di Kalimantan Timur.

Saat ini sebagian besar areal hutan alam di Indonesia berupa hutan bekas tebangan (logged-over forest). Struktur tegakan dan komposisi jenis hutan bekas tebangan sangat berbeda dengan struktur tegakan dan komposisi jenis hutan primer (virgin forest). Oleh karena itu, penelitian mengenai struktur tegakan dan komposisi jenis di hutan alam bekas tebangan penting dilakukan.

Pemilihan hutan Kalimantan sebagai areal penelitian dengan pertimbangan sebagian besar areal hutan merupakan kawasan hutan tropika dataran rendah yang

(3)

kaya akan jenis-jenis flora, termasuk jenis-jenis endemik. Bahkan, hutan Kalimantan telah dikenal secara luas sebagai salah satu pusat keragaman flora yang paling penting di dunia selain sebagai pusat penyebaran dan keragaman jenis untuk sejumlah suku dan marga (Whitmore, 1984).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik utama dari struktur tegakan hutan dan komposisi jenis pohon dari hutan alam bekas tebangan di Kalimantan Tengah.

II. RISALAH OBYEK PENELITIAN

Penelitian dilakukan di areal hutan Sei Kalek-Nahiang, yang termasuk dalam wilayah kerja HPH PT. Sarmiento Parakantja Timber. Secara geografis lokasi tersebut terletak di antara 11200’ – 112029’ Bujur Timur dan 1023’ – 2026’ Lintang Selatan.

Menurut pembagian wilayah administrasi pemerintahan, lokasi penelitian termasuk dalam Desa Kuala Kuayan, Kecamatan Mentaya Hulu, Kabupaten Kotawaringin Timur, Provinsi Kalimantan Tengah. Sedangkan menurut pembagian wilayah administrasi kehutanan, termasuk dalam wilayah Resort Polisi Hutan (RPH) Gunung Santui, Sub Dinas Kehutanan (SDK) atau Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Mentaya Hulu, Dinas Kehutanan Dati II Kotawaringin Timur, Dinas Kehutanan Dati I Kalimantan Tengah.

Areal penelitian merupakan hutan alam tanah kering dengan topografi yang bervariasi dari datar sampai berbukit. Ketinggian tempat berada antara 190 sampai 225 m dari permukaan laut.

Iklim setempat menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson (1951) termasuk dalam tipe iklim A dengan nilai Q = 8 % dan kelembaban udara berkisar antara 74 sampai 85,6 %. Curah hujan rata-rata tahunan 3520 mm dengan jumlah hari hujan rata-rata 159 hari.

Vegetasi di lokasi penelitian sebagian besar didominasi oleh jenis-jenis dari suku Dipterocarpaceae, seperti meranti (Shorea spp); sedangkan dari suku-suku non-Dipterocarpaceae didominasi oleh jenis nyatoh (Dehaasia caesia), keramu (Parishia maingayi), dan ubar (Acmena acuminatissima). Jenis penyusun vegetasi bawah yang

(4)

umum dijumpai adalah jenis-jenis tumbuhan hias, tumbuhan obat, anggrek, serta berbagai jenis herba dan liana.

III. METODE PENELITIAN

A. Pengumpulan Data

Areal yang dijadikan lokasi penelitian adalah satu buah Seri Petak Ukur Permanen (PUP) seluas 24 ha yang dibangun di areal bekas tebangan berumur 6 tahun sejak dilakukan penebangan. Pada Seri PUP tersebut ditempatkan 6 buah PUP yang saling berimpit dengan jarak masing-masing 200 m x 200 m. Petak pengamatan dibuat dalam tiap PUP berukuran jarak datar 100 m x 100 m (1 hektar). Setiap petak pengamatan dibagi menjadi 100 buah plot berukuran jarak datar 10 m x 10 m.

Semua pohon dalam petak pengamatan 100 m x 100 m yang memiliki keliling setinggi dada ≥ 31,4 cm atau diameter setinggi dada (diameter at breast height atau dbh ≥ 10 cm) dilakukan pengukuran keliling pada ketinggian 130 cm dari atas tanah atau 20 cm di atas banir, penandaan (pemoletan) dan pencacahan, serta dilakukan identifikasi jenis berdasarkan spesimen herbariumnya.

B. Analisis Data

Perhitungan jumlah (kerapatan) pohon dan bidang dasar tegakan menurut kelas diameter dilakukan untuk melihat struktur tegakan horizontal.

Penyebaran jenis dalam tegakan ditentukan dengan Indeks Nilai Penting (INP). Besarnya INP dari setiap jenis dihitung dengan mengikuti cara Bray dan Curtis (1957). INP pada umumnya dihitung dari hasil penjumlahan Kerapatan relatif (Kr), Dominasi relatif (Dr) dan Frekuensi relatif (Fr) setiap jenis. Dalam penelitan ini, hanya Kr dan Dr yang digunakan untuk menghitung INP*, sehingga total INP* untuk semua jenis = 200. Adapun cara perhitungan INP* adalah sebagai berikut:

( )

contoh areal luas jenis suatu individu jumlah K Kerapatanjenis = x100 K K (%) Kr jenis seluruh jenis =

(5)

contoh areal Luas jenis suatu dasar bidang Jumlah (D) Dominasijenis = x100 D D (%) Dr jenis seluruh jenis =

Keanekaragaman jenis dihitung dengan menggunakan indeks keragaman dari Shannon – Wiener (Magurran, 1988), yaitu:

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − =

= N n N n H i S i i ln 1 ' dimana:

H’ = indeks keragaman jenis ni = jumlah individu dari jenis ke-i N = total jumlah individu dalam contoh S = jumlah jenis

Indeks keragaman jenis maksimum (H’max’) dan indeks kesamarataan jenis (Equitability = E) dihitung dengan cara (Ludwig dan Reynolds, 1988; Krebs, 1989):

( )

S H'max =ln max ' ' H H E =

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Struktur Tegakan Hutan

Struktur tegakan hutan secara umum dicirikan oleh kerapatan pohon, penutupan atau luas bidang dasar tegakan, penyebaran kelas diameter maupun penyebaran jenis dalam ruang.

Berdasarkan hasil penarikan contoh pada enam petak pengamatan dengan luas masing-masing petak 1 hektar di hutan alam bekas tebangan Sei Kalek-Nahiang Kalimantan Tengah tercatat bahwa kerapatan pohon berkisar antara 309 pohon per hektar sampai dengan 600 pohon per hektar atau rata-rata 431 pohon per hektar untuk semua jenis (Tabel 1), dengan bidang dasar tegakan berkisar antara 15,97 m2

(6)

per hektar sampai dengan 30,64 m2 per hektar atau rata-rata 21,70 m2 per hektar (Tabel 2).

Tabel (Table) 1. Kerapatan pohon (N/ha) dari semua jenis dan jenis-jenis Dipterocarpaceae menurut kelas diameter dari 6 petak di hutan bekas tebangan (Tree density (N/ha) of all species and dipterocarps only according to the diameter classes in the six plots of logged-over forest)

Kelas diameter (Diameter class) - cm - Petak (Plot) Kel. Jenis (Spec.group) 10-19 20-29 30-39 40-49 50-59 60-69 70-79 80-89 90-99 ≥100 Jumlah (Total) Dipt. 37 17 8 7 2 1 72 1 Semua (All) 233 88 51 15 8 2 2 399 Dipt. 69 23 9 7 6 6 3 1 124 2 Semua (All) 214 87 32 18 10 7 3 1 372 Dipt. 42 17 11 9 2 2 1 84 3 Semua (All) 312 96 32 18 5 2 1 466 Dipt. 27 8 3 6 4 3 1 2 54 4 Semua (All) 268 99 25 24 9 10 3 2 2 442 Dipt. 11 5 4 9 3 1 2 35 5 Semua (All) 180 73 18 24 8 3 3 309 Dipt. 37 20 7 8 6 5 3 1 2 4 93 6 Semua (All) 406 107 35 23 13 6 3 1 2 4 600 Dipt. 37 15 7 8 3 3 1 1 1 1 77 Rataan

(Mean) Semua (All) 269 92 32 20 9 5 2 1 1 2 431

Tabel (Table) 2. Bidang dasar tegakan (m2/ha) dari semua jenis dan jenis-jenis Dipterocarpaceae menurut kelas diameter dari 6 petak di hutan bekas tebangan (Stand basal area (m2/ha) of all species and dipterocarps only according to the diameter classes in the six plots of logged-over natural forest)

Kelas diameter (Diameter class) - cm -

Petak (Plot) Kel. Jenis (Spec.group) 10-19 20-29 30-39 40-49 50-59 60-69 70-79 80-89 90-99 100 Jumlah (Total) Dipt. 0,65 0,83 0,79 1,03 0,48 0,82 4,60 1 Semua (All) 4,10 4,22 4,69 2,23 2,00 0,61 2,21 20,06 Dipt. 1,04 1,03 0,82 1,05 1,41 1,96 1,71 1,00 10,04 2 Semua (All) 3,51 4,11 2,96 2,69 2,31 2,28 1,71 1,00 20,58 Dipt. 0,77 0,88 1,11 1,38 0,45 0,63 0,74 5,96 3 Semua (All) 5,22 4,55 3,08 2,70 1,23 0,63 0,74 18,16 Dipt. 0,41 0,37 0,29 0,88 1,32 1,29 0,58 1,76 6,91 4 Semua (All) 4,50 4,64 2,40 3,63 2,11 3,27 1,29 1,18 1,76 24,77 Dipt. 0,15 0,22 0,34 1,42 0,71 0,38 0,89 4,11 5 Semua (All) 3,06 3,34 1,63 3,73 1,87 1,02 1,33 15,97 Dipt. 0,59 0,98 0,59 1,25 1,39 1,64 1,29 0,51 1,33 4,09 13,64 6 Semua (All) 6,50 5,14 3,21 3,52 3,07 1,99 1,29 0,51 1,33 4,09 30,64 Dipt. 0,60 0,72 0,66 1,17 0,74 0,99 0,58 0,47 0,34 1,28 7,54 Rataan

(7)

Seperti dapat dilihat pada Tabel 1, sekitar 62,3 % dari rata-rata 431 pohon yang ada berdiameter antara 10 – 19 cm, 33,4 % berdiameter antara 20 – 49 cm, dan hanya 4,3 % berdiameter lebih besar dari 50 cm. Tersirat bahwa struktur horizontal hutan ini tersusun oleh pohon-pohon berdiameter kecil yang relatif banyak dan hanya sedikit pohon-pohon berdiameter besar. Penyebaran jumlah pohon seperti ini mengikuti pola eksponensial negatif seperti yang umum ditemukan di hutan alam hujan tropis, yaitu jumlah pohon semakin berkurang dengan bertambahnya kelas diameter.

Dari Tabel 1 dan Tabel 2 terlihat pula bahwa penyebaran jumlah pohon dan bidang dasar tegakan menurut kelas diameter menunjukkan bahwa jenis-jenis dari suku Dipterocarpaceae menyusun sekitar 18 % dari total kerapatan pohon (rata-rata 77 pohon/ha) atau 35 % dari total bidang dasar tegakan (rata-rata 7,54 m2/ha).

Berdasarkan penyebaran jumlah pohon menurut suku seperti disajikan pada Tabel 3 terlihat bahwa jenis-jenis dari suku Myrtaceae paling banyak ditemukan di areal hutan alam bekas tebangan di Kalimantan Tengah, dengan total jumlah pohon 617 pohon dari 6 petak pengamatan atau sekitar 24 % dari total kerapatan pohon. Pada umumnya jenis-jenis dari suku Myrtaceae yang banyak ditemukan di areal ini adalah jenis Acmena acuminatissima dan Eugenia sp.

Suku Dipterocarpaceae merupakan suku yang melimpah kedua, dengan total jumlah pohon yang ditemukan di 6 petak pengamatan tercatat 462 pohon atau sekitar 18 % dari total kerapatan pohon. Apabila dilihat dari penyebaran bidang dasar tegakan terlihat bahwa jenis-jenis dari suku Dipterocarpaceae menempati ruang paling besar atau sekitar 35 % dari total bidang dasar tegakan, yaitu lebih dari dua kali bidang dasar tegakan dari suku Myrtaceae yang hanya mencapai 15,44 %. Hal ini terjadi karena jenis-jenis dari suku Dipterocarpaceae mendominasi kelas-kelas diameter besar sehingga sangat menentukan dalam perhitungan bidang dasar tegakan total. Dari Tabel 2 tercatat bahwa bidang dasar 1 pohon jenis Dipterocarpaceae berdiameter di atas 100 cm setara dengan 79 pohon berdiameter 10 – 19 cm. Itulah sebabnya meskipun kerapatan pohon dari suku Myrtaceae lebih besar, akan tetapi bidang dasar tegakan kurang dari separuh dari bidang dasar tegakan suku Dipterocarpaceae, karena pohon-pohon dari suku Myrtaceae lebih banyak ditemukan pada kelas diameter kecil sampai sedang.

(8)

Tabel (Table) 3. Kerapatan pohon kumulatif dari setiap suku menurut kelas diameter dari 6 petak di hutan bekas tebangan (Cumulated tree density of each family according to the diameter classes in six plots of logged-over forest)

Kelas diameter(Diameter class) - cm - Suku (Family) 10-19 20-29 30-39 40-49 50-59 60-69 ≥ 70 Jumlah (Total) Njns (Nsp) % N % Bds (%Ba) Dipterocarpaceae 223 90 42 46 19 18 24 462 21 17,85 34,77 Myrtaceae 438 120 33 19 6 1 0 617 7 23,84 15,44 Lauraceae 89 64 24 11 9 6 0 203 4 7,84 9,83 Anacardiaceae 158 55 12 11 4 0 0 240 4 9,27 7,08 Myristicaceae 143 29 14 8 0 0 0 194 8 7,50 4,82 Flacourtiaceae 105 31 9 2 2 0 0 149 1 5,76 3,60 Annonaceae 136 36 1 2 1 0 0 176 8 6,80 3,50 Meliaceae 93 23 12 1 0 0 0 129 2 4,98 2,87 Caesalpiniaceae 27 14 6 4 2 2 0 55 6 2,13 2,73 Olacaceae 37 19 7 3 2 0 0 68 2 2,63 2,42 Lecythidaceae 35 15 5 3 2 0 0 60 3 2,32 2,20 Tiliaceae 2 0 1 0 0 0 2 5 1 0,19 1,62 Euphorbiaceae 34 12 4 2 1 0 0 53 8 2,05 1,57 Fagaceae 8 7 4 2 2 1 0 24 2 0,93 1,55 Sterculiaceae 12 5 6 3 1 0 0 27 1 1,04 1,34 Sapindaceae 10 5 3 1 0 1 0 20 4 0,77 0,88 Thymeleaceae 3 1 4 0 0 0 1 9 1 0,35 0,67 Guttiferae 3 7 2 1 0 0 0 13 3 0,50 0,61 Burseraceae 2 3 0 2 1 0 0 8 2 0,31 0,57 Dilleniaceae 6 3 0 1 1 0 0 11 4 0,43 0,47 Sapotaceae 16 1 0 0 0 1 0 18 3 0,70 0,42 Rhamnaceae 13 2 1 0 0 0 0 16 2 0,62 0,26 Unknown 2 2 1 0 0 0 0 5 4 0,19 0,16 Bombacaceae 2 0 1 0 0 0 0 3 3 0,12 0,12 Moraceae 5 2 0 0 0 0 0 7 3 0,27 0,11 Ebenaceae 2 2 0 0 0 0 0 4 1 0,15 0,09 Mimosaceae 2 1 0 0 0 0 0 3 2 0,12 0,09 Lythraceae 1 0 1 0 0 0 0 2 1 0,08 0,08 Apocynaceae 0 1 0 0 0 0 0 1 1 0,04 0,05 Rubiaceae 3 0 0 0 0 0 0 3 1 0,12 0,03 Podocarpaceae 2 0 0 0 0 0 0 2 1 0,08 0,03 Papilionaceae 0 1 0 0 0 0 0 1 1 0,04 0,03 Melastomataceae 1 0 0 0 0 0 0 1 1 0,04 0,01 Jumlah (Total) 1613 550 193 122 53 30 27 2588 116 100,0 100,0 Seperti dapat dilihat pada Gambar 1, suku Dipterocarpaceae menempati porsi

terbesar, yaitu sekitar 60 % dari pohon-pohon berdiameter 50 cm ke atas ditempati oleh suku Dipterocarpaceae. Bahkan, pada kelas diameter 70 cm ke atas, hampir 90 % dari kelas diameter ini ditempati oleh suku Dipterocarpaceae. Jenis-jenis yang pada umumnya ditemukan pada kelas diameter ini adalah jenis-jenis dari marga Shorea dan Dipterocarpus. Sedangkan jenis-jenis dari marga Vatica, Dryobalanops dan Hopea lebih banyak ditemukan pada kelas-kelas diameter kecil (kurang dari 50 cm).

(9)

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 10-19 20-29 30-39 40-49 50-59 60-69 70-79 80-89 90-99 100 up Kelas diameter (cm) (Diam eter class)

Proporsi Dipterocarpaceae (%) (Proportion of Dipterocarps)

N

BA

Gambar (Figure) 1. Proporsi kerapatan (N) dan bidang dasar (BA) Dipterocarpaceae pada setiap kelas diameter (Proportion of tree density and basal area of Dipterocarps species in each diameter class)

B. Suku (Family) Pohon

Berdasarkan penyebaran suku menurut kelas diameter seperti disajikan pada Tabel 3 di muka, terlihat bahwa dari 6 petak pengamatan 84 % dari total kerapatan pohon ditempati oleh 8 suku, yaitu Dipterocarpaceae, Myrtaceae, Lauraceae, Anacardiaceae, Myristicaceae, Flacourtiaceae, Annonaceae dan Meliaceae. Hal ini dicerminkan dari jumlah pohon yang ditemukan pada masing-masing suku ini cukup banyak (lebih dari 100 pohon). Dari 8 suku ini, 20 jenis diantaranya ditemukan di setiap petak pengamatan. Daftar jenis-jenis pohon yang ditemukan di setiap petak pengamatan secara lengkap disajikan pada Lampiran 1.

Pada umumnya penyebaran suku menurut kelas diameter pohon dapat dibedakan menjadi 4 kelompok utama, yaitu: 1) kelompok pohon-pohon pengisi kanopi dan pohon-pohon emergent, 2) kelompok pohon-pohon ukuran sedang (sub kanopi), 3) kelompok pohon kecil (lapisan bawah), dan 4) kelompok pohon-pohon pionir (Sist dan Saridan, 1998). Di hutan bekas tebangan Sei Kalek-Nahiang

(10)

Kalimantan Tengah, kelompok pertama didominasi oleh pohon-pohon berukuran besar (diameter 70 cm ke atas) dari suku Dipterocarpaceae. Kelompok kedua didominasi oleh pohon-pohon berukuran sedang yang diameternya secara umum tidak lebih dari 70 cm. Di areal penelitian, kelompok ini terdiri dari suku Myrtaceae (seperti jenis Acmena acuminatissima dan Eugenia sp), Lauraceae (seperti jenis Dehaasia caesia), dan beberapa dari suku Caesalpiniaceae (seperti jenis Koompassia malacensis). Kelompok ketiga terdiri dari pohon-pohon berukuran kecil (diameter kurang dari 50 cm) yang utamanya terdiri dari suku Anacardiaceae (seperti jenis Parishia maingayi dan Gluta renghas), Myristicaceae (seperti jenis Knema furfurea dan Myristica iners), Flacourtiaceae (seperti jenis Hydnocarpus woodii), Annonaceae (seperti jenis Mezzettia sp dan Polyalthia sp) dan beberapa dari suku Meliaceae (seperti jenis Amoora sp). Kelompok keempat meliputi jenis-jenis pionir yang tumbuh cepat akibat terbukanya lahan karena aktivitas penebangan, seperti jenis Macaranga conifera (Euphorbiaceae).

C. Komposisi dan Kekayaan Jenis

Komposisi jenis merupakan suatu variasi jenis tumbuhan penyusun suatu komunitas. Dari komposisi jenis ini dapat diketahui jenis-jenis tumbuhan utama penyusun suatu tegakan maupun jenis-jenis yang jarang ditemukan.

Berdasarkan hasil identifikasi jenis pohon (dbh ≥ 10 cm), diketahui bahwa jumlah jenis yang ditemukan di 6 petak pengamatan di hutan bekas tebangan Kalimantan Tengah tercatat 116 jenis yang terbagi kedalam 33 suku. Dari total 116 jenis, 65 jenis dapat diidentifikasi sampai ke tingkat jenis (2099 pohon atau 81,1 % dari total pohon), 47 jenis dapat diidentifikasi sampai ke tingkat marga (484 pohon atau 18,7 % dari total pohon), dan hanya 4 jenis yang tidak dapat diidentifikasi sehingga dikategorikan ke dalam jenis-jenis yang tidak dikenal atau unknown species (5 pohon atau 0,2 % dari total pohon). Besarnya INP* dari setiap jenis disajikan pada Lampiran 2.

Suku-suku yang paling umum dijumpai dengan INP* tertinggi berturut-turut adalah: Dipterocarpaceae (INP* = 52,63), Myrtaceae (INP* = 39,29), Lauraceae (INP* = 17,68), Anacardiaceae (INP* = 16,35), dan Myristicaceae (INP* = 12,24). Kelima suku ini mendominasi 56 % dari total kerapatan pohon dan 72 % dari bidang dasar tegakan. Dari 116 jenis yang ditemukan, jenis yang paling mendominasi tegakan di

(11)

hutan alam bekas tebangan di Kalimantan Tengah adalah jenis Acmena acuminatissima dari suku Myrtaceae (INP* = 33,3), yang meliputi 21 % dari total kerapatan pohon. Jenis yang dominan berikutnya dengan INP* lebih dari 10 berturut-turut adalah jenis Shorea parvifolia dari suku Dipterocarpaceae (INPP

*

= 12,32), Parishia maingayi dari suku Anacardiaceae (INP*P = 10,98) dan Dehaasia caesia dari suku Lauraceae (INP* = 10,39).

Indeks keragaman jenis (H’) untuk keenam petak adalah 3,5 dan indeks kesamarataan jenis (E) = 0,74 (Hmax= 4,75). Apabila dihitung untuk setiap petak (Tabel 4), terlihat bahwa nilai H’ dan E antar petak hampir sama (H’ berkisar antara 3,07 sampai 3,58; E berkisar antara 0,78 sampai 0,84). Sekitar 75 % dari jenis-jenis yang ditemukan merupakan jenis-jenis yang jarang (kurang dari 3 pohon per hektar), bahkan sekitar 59 % dari jenis-jenis tersebut memiliki kerapatan jenis yang lebih rendah atau sama dengan 1 pohon per hektar, tetapi pola kerapatan jenis yang lebih rendah ini umum dijumpai di hutan hujan tropis (Whitmore, 1984). Meskipun sebagian besar jenis ditemukan dengan kerapatan yang rendah, akan tetapi kondisi hutan bekas tebangan di areal penelitian masih dapat dikatakan stabil, karena nilai H’ masih di atas 3,0. Menurut Odum (1971), keadaan hutan dikatakan stabil apabila mempunyai indeks keragaman ≥ 3,0 dan bila indeks keragaman < 3,0 keadaan hutan dapat dikatakan tidak stabil.

Tabel (Table) 4. Indeks keragaman dan kesamarataan jenis dari setiap petak (Species diversity and equitability index of each plot)

Petak (plot) H’ H’max E

1 3,3404 4,1431 0,8062 2 3,1425 3,8067 0,8255 3 3,1313 3,9890 0,7850 4 3,5860 4,2905 0,8358 5 3,1954 3,9512 0,8087 6 3,0667 3,9318 0,7800 Semua (all) 3,4951 4,7536 0,7353

Ditinjau dari kekayaan jenis, kerapatan jenis di areal penelitian berkisar antara 45 jenis per hektar sampai 73 jenis per hektar dengan rata-rata 57 jenis per hektarnya. Dibandingkan dengan di areal hutan primer, kerapatan jenis yang ditemukan di areal hutan bekas tebangan ini jauh lebih rendah. Dampak dari kegiatan penebangan akan menyebabkan banyak jenis pohon yang mati atau rusak. Dalam masa pertumbuhan

(12)

selama 6 tahun setelah penebangan, terjadi persaingan dalam vegetasi, akibatnya sebagian jenis ada yang mati. Jenis-jenis yang membutuhkan cahaya penuh dalam pertumbuhannya (intolerant) akan bertahan dan berkembang dengan baik dengan terbukanya kanopi akibat penebangan, sebaliknya jenis-jenis yang membutuhkan naungan (tolerant) kemungkinan tidak mampu bertahan dan mati. Namun demikian, jumlah jenis yang ditemukan di areal penelitian ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil penelitian Heriyanto (2001) di hutan bekas tebangan Maluku Tengah, dimana jumlah jenis yang ditemukan hanya sekitar 38 sampai 55 jenis dalam areal seluas 2 hektar. Beberapa studi yang dilakukan di areal hutan primer di Kalimantan Timur (Sist dan Saridan, 1998; Kartawinata et al., 1981) menunjukkan bahwa rata-rata kerapatan jenis per hektar lebih dari 150 jenis. Variasi kekayaan jenis ini mungkin ada hubungannya dengan variasi iklim, tempat tumbuh dan topografi; selain kondisi dan dinamika hutan bekas tebangan yang sangat berbeda dengan kondisi dan dinamika hutan primer. Meskipun demikian, suku Dipterocarpaceae di lokasi penelitian masih merupakan suku yang terkaya (meliputi 21 jenis), dimana jenis-jenis Shorea, yang merupakan salah satu jenis kayu komersial yang paling banyak diminta, masih cukup mendominasi tegakan.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Jumlah jenis yang ditemukan di 6 petak pengamatan di hutan alam bekas tebangan Kalimantan Tengah tercatat 116 jenis yang terbagi kedalam 33 suku. 2. Jenis yang paling mendominasi tegakan adalah jenis Acmena acuminatissima dari

suku Myrtaceae (INP* = 33,3), yang meliputi 21 % dari total kerapatan pohon. 3. Dilihat dari penyebaran jumlah pohon, suku Myrtaceae paling banyak ditemukan

di areal hutan alam bekas tebangan di Kalimantan Tengah.

4. Dilihat dari penyebaran bidang dasar tegakan, suku Dipterocarpaceae menempati ruang paling besar karena jenis-jenis dari suku Dipterocarpaceae mendominasi kelas-kelas diameter besar.

5. Kondisi hutan bekas tebangan di areal penelitian masih dapat dikatakan stabil dengan nilai H’ masih di atas 3,0.

(13)

B. Saran

Penelitian ini perlu diperluas pada berbagai umur setelah penebangan untuk melihat dinamika atau perubahan tegakan hutan dalam komposisi jenis dan struktur tegakan dari waktu ke waktu. Selain itu perlu dilakukan analisis terhadap kondisi tanah, iklim dan topografi pada berbagai areal bekas tebangan untuk melihat adanya variasi struktur dan komposisi jenis.

DAFTAR PUSTAKA

Ashton, P.S and P. Hall. 1992. Comparison of structure among mixed dipterocarp forests of north-western Borneo. Journal of Ecology 80: 459 – 481.

Bray, J.R. and J.T. Curtis. 1957. An ordination of the upland forest communities of Southern Wisconsin. Ecology 27: 325 – 349.

Davies, S.J. and P. Becker. 1996. Floristic composition and stand structure of mixed dipterocarp and heath forests in Brunei Darussalam. Journal of Tropical Forest Science 8 (4): 542 – 569.

Favrichon, V. 1998. Modelling the dynamics and species composition of a tropical mixed-species uneven-aged natural forest: effect of alternative cutting regimes. For. Sci. 44(1): 113 – 124.

Heriyanto, N.M. 2001. Komposisi dan penyebaran jenis tumbuhan di hutan bekas tebangan dan hutan primer, Maluku Tengah. Bul. Pen. Hut. 629: 31 – 42.

Kartawinata, K., A. Rochadi and J. Partomihardjo. 1981. Composition and structure of a lowland dipterocarp forest at Wanariset, East Kalimantan (Indonesia). Malayan Forester 44, 2/3: 397 – 406.

Krebs, C.J. 1989. Ecological Methodology. Harper & Row, Publisher, Inc., New York, 654 p.

Ludwig, J.A. and J.F. Reynolds. 1988. Statistical Ecology: A primer on methods and computing. John Wiley & Sons. New York, 337 p.

Magurran, A.E. 1988. Ecological Diversity and Its Measurement. Princeton University Press, Princeton, NJ, 179 p.

Nguyen-The, N., V. Favrichon, P. Sist, L. Houde, J-G. Bertault and N. Fauvet. 1998. Growth and mortality patterns before and after logging. Pp. 181 – 216. In:

(14)

Bertault, J-G and K. Kadir (Editiors). 1998. Silvicultural research in a lowland mixed dipterocarp forest of East Kalimantan, The Contribution of STREK project, CIRAD-forêt, FORDA, and PT. INHUTANI I. CIRAD-forêt Publication

Odum, E.P. 1971. Forest Ecology. 3rd edition. W.B. Saunders, Coy, Philadelphia, London, Toronto.

Riswan, S. 1987. Structure and floristic composition of mixed dipterocarp forest at Lempake, East Kalimantan. Pp. 435 – 457. In: Kostermanns, A.J.G.H (Editor). Proceedings of the Third International Round Table Conference on Dipterocarps. UNESCO, Jakarta, Indonesia.

Schmidt, F.H. and J.H.A. Fergusson. 1951. Rainfall types based on wet and dry period rations for Indonesia with Western New Guinea. Verhand No. 42. Kementerian Perhubungan, Djawatan Meteorologi dan Geofisika, Jakarta.

Sist, P. and A. Saridan. 1998. Description of the primary lowland forest of Berau. Pp. 51 – 93. In: Bertault, J-G and K. Kadir (Editiors). 1998. Silvicultural research in a lowland mixed dipterocarp forest of East Kalimantan, The Contribution of STREK project, CIRAD-forêt, FORDA, and PT. INHUTANI I. CIRAD-forêt Publication.

Suselo, T.B. and S. Riswan. 1987. Compositional and structural pattern of lowland mixed dipterocarp forest in the Kutai National Park, east Kalimantan. Pp. 459 – 470. In Kostermanns, A.J.G.H (Ed.). Proceedings of The Third International Round Table Conference on Dipterocarps. UNESCO, Jakarta, Indonesia.

Whitmore, T.C. 1984. Tropical Rain Forest of the Far East. 2nd edition. Clarendon Press, Oxford. 352 pp.

(15)

Lampiran (Appendix) 1. Penyebaran jenis dari setiap petak pengamatan di hutan bekas tebangan, Kalimantan Tengah (Species distribution of each observation plot in logged-over forest, Central Kalimantan)

Petak (plot) Jenis (Species) Suku (Family) 1 2 3 4 5 6 Jumlah (Total)

Acacia mangium Willd. Mim. 1 1

Acmena acuminatissimaM. Myrt. 83 62 98 73 67 157 540

Alseodaphne umbelliflora Bl. Laur. 10 2 12

Amoora sp. Meliac. 13 16 25 16 10 41 121

Aphanamixis sp. Meliac. 1 3 2 2 8

Artocarpus anisophyllusMiq. Morac. 1 3 4

Artocarpus rigidusBl. Morac. 1 1 2

Artocarpussp. Morac. 1 1

Baccaurea bracteataMuell. Arg. Euph. 2 2

Baccaureasp.1 Euph. 1 2 1 3 7

Baccaureasp.2 Euph. 1 1 1 3

Baeckea frutescensL. Myrt. 2 2

Barringtoniasp.1 Lecyth. 9 1 2 4 6 22

Barringtonia sp.2 Lecyth. 8 3 5 1 17 34

Calophyllum inophyllumL. Gutt. 1 1

Calophyllum soulattriBurm.F. Gutt. 1 1 5 1 2 10

Cananga odorataHk.F.et.Th. Annon. 1 1 2

Canarium littoraleBlume Burs. 6 6

Castanopsis argentea(Blume) A.DC. Fag. 1 2 3

Chaetocarpus castanocarpus Euph. 2 5 7

Cleistanthussp. Euph. 1 5 4 5 9 24

Cratoxylum formosum (Jack) Dyer Gutt. 1 1 2

Dacryodes rostrata (Blume) H.J. Lam Burs. 2 2

Dehaasia caesiaBlume Laur. 16 37 35 17 12 24 141

Dehaasiasp. Laur. 5 5

Dialium platysepalum Baker Legum. 2 3 2 1 2 3 13

Dialium sp. Legum. 2 2

Dillenia excelsa (Jack) Gilg Dill. 3 1 4

Dilleniasp1 Dill. 1 1

Dilleniasp2 Dill. 4 4

Dilleniasp3 Dill. 2 2

Diospyros toposioides K.et G. Eben. 1 3 4

Dipterocarpus gracilisBlume Dipt. 1 4 9 1 2 17

Dipterocarpussp. Dipt. 1 1

Dryobalanops abnormisV.Sl. Dipt. 9 18 8 8 25 68

Durio graveolensBecc. Bom. 1 1

Duriosp.1 Bom. 1 1

Duriosp.2 Bom. 1 1

Dyera costulata(Miq.) Hook. f. Apoc. 1 1

Elaeocarpus sphaericusK.Schum Til. 3 2 5

Eugenia sp.1 Myrt. 1 5 1 1 8

Eugenia sp.2 Myrt. 10 8 7 14 10 3 52

Eugenia sp.3 Myrt. 1 5 6

Eugeniasp.4 Myrt. 5 5

Eugeniasp.5 Myrt. 4 4

(16)

Lampiran (Appendix) 1. Lanjutan (Continuation) Petak (plot) Jenis (Species) Suku (Family) 1 2 3 4 5 6 Jumlah (Total) Gardeniasp. Rub. 1 2 3

Gluta renghasL. Anac. 7 8 34 3 3 24 79

Glutasp. Anac. 2 2

Gonystylus bancanusKurz. Thym. 1 1 6 1 9

Hopea dryobalanoidesMiq. Dipt. 1 3 4

Hopea sangalKorth. Dipt. 1 1

Hydnocarpus woodiiMerr. Flac. 24 15 28 29 7 46 149

Knema cinereaWarb. Myrist. 21 5 12 8 4 12 62

Knema furfuraceaWarb. Myrist. 9 2 12 3 14 19 59

Koompassia malaccensis Maing. ex Benth. Caes. 2 3 5 5 8 23

Lagerstroemiasp. Lythr. 1 1 2

Lithocarpus sp. Fag. 5 2 2 4 8 21

Macaranga conifera Euph. 1 1

Macaranga sp. Euph. 1 1

Melanorrhoea wallichii Hook. f Anac. 1 1 2

Memecylonsp. Melast. 1 1

Mezettia parvifolia Annon. 2 1 3 6

Mezzettiasp.1 Annon. 10 5 1 4 5 15 40

Mezzettiasp.2 Annon. 1 1

Mitrephorasp. Annon. 3 1 4 1 5 14

Myristica inersBl. Myrist. 3 4 3 4 5 19

Myristicasp.1 Myrist. 6 6 14 2 28

Myristica sp.2 Myrist. 1 2 3

Myristica sp.3 Myrist. 1 5 10 3 19

Myristica sp.4 Myrist. 2 2

Myristica sp.5 Myrist. 1 1

Nephelium mutabileBl. Sapind. 3 2 5

Nephelium sp.1 Sapind. 2 2 2 4 10

Nephelium sp.2 Sapind. 1 1 1 3

Nephelium sp.3 Sapind. 2 2

Ochanostachys amentaceaMast. Olac. 10 8 7 13 7 14 59

Ormosia sumatranaPrain Pap. 1 1

Palaquium calophyllumPiere. Sapot. 2 1 4 1 1 9

Palaquium quercifoliumBurk. Sapot. 1 2 2 5

Palaquium sp. Sapot. 1 2 1 4

Parishia maingayiHook. f. Anac. 25 20 33 28 20 31 157

Parkia speciosaHassk. Mim. 1 1 2

Planchonia validaBl. Lecyth. 1 1 1 1 4

Podocarpus motleyiDumm. Pod. 1 1 2

Polyalthia glaucaBoerl Annon. 13 10 18 19 32 15 107

Polyalthia laterifloraKing Annon. 2 1 2 5

Saraca declinataMiq. Caes. 11 11

Scaphium macropodumJ.Beum. Sterc. 4 6 2 3 1 11 27

Scorodocarpus borneensisBecc. Olac. 3 1 1 4 9

Shorea assamicaDyer. Dipt. 6 25 3 2 2 8 46

Shorea laevisRidl. Dipt. 1 1 2

Shorea leprosulaMiq. Dipt. 6 12 1 6 1 4 30

(17)

Lampiran (Appendix) 1. Lanjutan (Continuation) Petak (plot) Jenis (Species) Suku (Family) 1 2 3 4 5 6 Jumlah (Total)

Shorea ovalisBl. Dipt. 1 11 5 6 2 25

Shorea parvifoliaDyer Dipt. 15 32 15 20 5 9 96

Shorea paucifloraKing Dipt. 3 3 1 7

Shorea rugosaHeim Dipt. 1 2 1 3 2 7 16

Shorea smithiana Sym. Dipt. 7 16 10 6 4 8 51

Shorea sp.1 Dipt. 1 1 2 Shoreasp.2 Dipt. 1 1 Shoreasp.3 Dipt. 1 1 Shoreasp.4 Dipt. 3 3 Shoreasp.5 Dipt. 1 1 Shoreasp.6 Dipt. 2 1 2 5

Sindora coriaceaKing. Caes. 1 1

Sindora leiocarpa deWit Caes. 4 1 5

Trigonopleura malayana Hook. f. Euph. 1 3 2 2 8

Unknown1 Unknown 1 1

Unknown2 Unknown 2 2

Unknown3 Unknown 1 1

Unknown4 Unknown 1 1

Vatica bancana Scheff. Dipt. 21 11 20 3 1 21 77

Xylopiasp. Annon. 1 1

Zizyphus angustifolius Rhamn. 15 15

Zizyphussp. Rhamn. 1 1 Jumlah (Total) 399 372 466 442 309 600 2588

(18)

Lampiran (Appendix) 2. Kerapatan relatif (Kr), Dominansi relatif (Dr) dan Indeks Nilai Penting (INP*) dari jenis-jenis yang ditemukan di 6 petak pengamatan hutan bekas tebangan, Kalimantan Tengah (relative Density (rD), relative Dominancy (rD) and Importance Value Index (IVI8) of species found in the six observation plots of logged-over natural forest, Central Kalimantan)

Jenis (Species) Kr (rD) (%) Dr (rD) (%) INP* (IVI*) (%) Anacardiaceae Gluta renghas L. 3,05 1,81 4,86 Gluta sp. 0,08 0,16 0,24

Melanorrhoea wallichii Hook. f 0,08 0,19 0,27

Parishia maingayi Hook. f. 6,07 4,92 10,98

9,28 7,08 16,35

Annonaceae

Cananga odorata Hk.F.et.Th. 0,08 0,18 0,26

Mezettia parvifolia 0,23 0,23 0,46

Mezzettia sp.1 1,55 0,70 2,24

Mezzettia sp.2 0,04 0,05 0,09

Mitrephora sp. 0,54 0,15 0,69

Polyalthia glauca Boerl 4,13 2,08 6,22

Polyalthia lateriflora King 0,19 0,10 0,29

Xylopia sp. 0,04 0,02 0,05

6,80 3,51 10,30

Apocynaceae

Dyera costulata (Miq.) Hook. f. 0,04 0,05 0,09

Bombacaceae

Durio graveolens Becc. 0,04 0,02 0,05

Durio sp.1 0,04 0,02 0,06

Durio sp.2 0,04 0,08 0,12

0,12 0,12 0,23

Burseraceae

Canarium littorale Blume 0,23 0,34 0,58

Dacryodes rostrata (Blume) H.J. Lam 0,08 0,22 0,30

0,31 0,56 0,88

Caesalpiniaceae

Dialium platysepalum Baker 0,50 0,35 0,86

Dialium sp. 0,08 0,03 0,11

Koompassia malaccensis Maing. ex Benth. 0,89 1,73 2,62

Saraca declinata Miq. 0,43 0,25 0,67

Sindora coriacea King. 0,04 0,18 0,22

Sindora leiocarpa de Wit 0,19 0,19 0,38

2,13 2,73 4,86

Dilleniaceae

Dillenia excelsa (Jack) Gilg 0,15 0,22 0,38

Dillenia sp.1 0,04 0,04 0,08

Dillenia sp.2 0,15 0,19 0,34

Dillenia sp.3 0,08 0,02 0,09

(19)

Lampiran (Appendix) 2. Lanjutan (Continuation) Jenis (Species) Kr (rD) (%) Dr (rD) (%) INP* (IVI) (%) Dipterocarpaceae

Dipterocarpus gracilis Blume 0,66 2,02 2,68

Dipterocarpus sp. 0,04 0,10 0,14

Dryobalanops abnormis V.Sl. 2,63 2,90 5,53

Hopea dryobalanoides Miq. 0,15 0,24 0,39

Hopea sangal Korth. 0,04 0,04 0,08

Shorea assamica Dyer. 1,78 0,72 2,50

Shorea laevis Ridl. 0,08 0,23 0,31

Shorea leprosula Miq. 1,16 2,57 3,73

Shorea macrobalanos Ashton 0,31 1,47 1,78

Shorea ovalis Bl. 0,97 1,20 2,16

Shorea parvifolia Dyer 3,71 8,61 12,32

Shorea pauciflora King 0,27 0,99 1,27

Shorea rugosa Heim 0,62 3,95 4,56

Shorea smithiana Sym. 1,97 6,95 8,92

Shorea sp.1 0,08 0,05 0,13 Shorea sp.2 0,04 0,03 0,07 Shorea sp.3 0,04 0,03 0,07 Shorea sp.4 0,12 0,35 0,47 Shorea sp.5 0,04 0,06 0,10 Shorea sp.6 0,19 0,25 0,44

Vatica bancana Scheff. 2,98 2,00 4,98

17,84 34,76 52,63

Ebenaceae

Diospyros toposioides K.et G. 0,15 0,09 0,24

Euphorbiaceae

Baccaurea bracteata Muell. Arg. 0,08 0,02 0,10

Baccaurea sp.1 0,27 0,08 0,35 Baccaurea sp.2 0,12 0,06 0,18 Chaetocarpus castanocarpus 0,27 0,14 0,41 Cleistanthus sp. 0,93 1,00 1,93 Macaranga conifera 0,04 0,02 0,06 Macaranga sp. 0,04 0,04 0,08

Trigonopleura malayana Hook. f. 0,31 0,19 0,50

2,06 1,55 3,61

Fagaceae

Castanopsis argentea (Blume) A.DC. 0,12 0,28 0,40

Lithocarpus sp. 0,81 1,26 2,07

0,93 1,54 2,47

Flacourtiaceae

Hydnocarpus woodii Merr. 5,76 3,60 9,35

Guttiferae

Calophyllum inophyllum L. 0,04 0,09 0,13

Calophyllum soulattri Burm.F. 0,39 0,47 0,85

Cratoxylum formosum (Jack) Dyer 0,08 0,05 0,13

(20)

Lampiran (Appendix) 2. Lanjutan (Continuation) Jenis (Species) Kr (rD) (%) Dr (rD) (%) INP* (IVI) (%) Lauraceae Alseodaphne umbelliflora Bl. 0,46 0,27 0,74

Dehaasia caesia Blume 5,45 4,94 10,39

Dehaasia sp. 0,19 0,14 0,33

Eusideroxylon zwageri T.et.B. 1,74 4,48 6,22

7,84 9,83 17,68 Lecythidaceae Barringtonia sp.1 0,85 0,71 1,56 Barringtonia sp.2 1,31 0,95 2,26 Planchonia valida Bl. 0,15 0,54 0,70 2,31 2,20 4,52 Lythraceae Lagerstroemia sp. 0,08 0,08 0,16 Melastomacaceae Memecylon sp. 0,04 0,01 0,05 Meliaceae Amoora sp. 4,68 2,73 7,41 Aphanamixis sp. 0,31 0,14 0,45 4,99 2,87 7,86 Mimosaceae

Acacia mangium Willd. 0,04 0,02 0,06

Parkia speciosa Hassk. 0,08 0,07 0,15

0,12 0,09 0,21

Moraceae

Artocarpus anisophyllus Miq. 0,15 0,08 0,24

Artocarpus rigidus Bl. 0,08 0,02 0,09

Artocarpus sp. 0,04 0,01 0,05

0,27 0,11 0,38

Myristicaceae

Knema cinerea Warb. 2,40 1,10 3,49

Knema furfuracea Warb. 2,28 1,57 3,85

Myristica iners Bl. 0,73 0,87 1,60 Myristica sp.1 1,08 0,68 1,76 Myristica sp.2 0,12 0,06 0,17 Myristica sp.3 0,73 0,42 1,16 Myristica sp.4 0,08 0,03 0,11 Myristica sp.5 0,04 0,07 0,10 7,46 4,80 12,24 Myrtaceae Acmena acuminatissima M. 20,87 12,43 33,30 Baeckea frutescens L. 0,08 0,09 0,17 Eugenia sp.1 0,31 1,65 3,66 Eugenia sp.2 2,01 0,30 0,53 Eugenia sp.3 0,23 0,07 0,26 Eugenia sp.4 0,19 0,07 0,22 Eugenia sp.5 0,15 0,84 1,15 23,84 15,45 39,29

(21)

Lampiran (Appendix) 2. Lanjutan (Continuation) Jenis (Species) Kr (rD) (%) Dr (rD) (%) INP* (IVI) (%) Olacaceae

Ochanostachys amentacea Mast. 2,28 2,34 4,62 Scorodocarpus borneensis Becc. 0,35 0,08 0,43

2,63 2,42 5,05

Papilionaceae

Ormosia sumatrana Prain 0,04 0,03 0,07

Podocarpaceae

Podocarpus motleyi Dumm. 0,08 0,03 0,10

Rhamnaceae Zizyphus angustifolius 0,58 0,25 0,83 Zizyphus sp. 0,04 0,01 0,05 0,62 0,26 0,88 Rubiaceae Gardenia sp. 0,12 0,03 0,15 Sapindaceae Nephelium mutabile Bl. 0,19 0,20 0,39 Nephelium sp.1 0,39 0,57 0,95 Nephelium sp.2 0,12 0,03 0,15 Nephelium sp.3 0,08 0,08 0,15 0,78 0,88 1,64 Sapotaceae

Palaquium calophyllum Piere. 0,35 0,29 0,64

Palaquium quercifolium Burk. 0,19 0,09 0,28

Palaquium sp. 0,15 0,04 0,19

0,69 0,42 1,11

Sterculiaceae

Scaphium macropodum J.Beum. 1,04 1,34 2,39

Thymelaeaceae

Gonystylus bancanus Kurz. 0,35 0,67 1,02

Tiliaceae

Elaeocarpus sphaericus K.Schum 0,19 1,62 1,82

Unknown Unknown1 0,04 0,03 0,07 Unknown2 0,08 0,02 0,09 Unknown3 0,04 0,08 0,12 Unknown4 0,04 0,03 0,07 0,20 0,16 0,35

Referensi

Dokumen terkait

NOVIA IKA SETYANI, D1210054, Penggunaan Media Sosial sebagai Sarana Komunikasi bagi Komunitas (Studi Deskriptif Kualitatif Penggunaan Media Sosial Twitter, Facebook, dan Blog

Individu-individu tersebut didukung keunggulan agronomi karakter jumlah buah total per tanaman dan bobot buah total per tanaman lebih tinggi dari individu lain dalam

Respons perilaku orientasi diamati dengan menggunakan metode, seperti pada penelitian pengaruh insektisida deltametrin konsentrasi subletal terhadap perilaku orientasi parasitoid,

Namun, Belanda menolak menyerahkan pelabuhan di bagian barat daya Galle dan Negombo kepada Sinhala yang berhasil dikuasai tahun 1640 dengan alasan bahwa Raja

Biru 55Jt Nego Perum Pondok Ungu Permai Blok A Dpn Kelurahan.. 1 Pon- dok Melati Indah Jatiwarna Pondok Gede

[r]

Dalam hal tidak berada dalam pembinaan Atase Pendidikan atau Konsulat Jenderal, diserahkan pada saat mendaftar menjadi peserta UN Pendidikan Kesetaraan kepada Panitia UN

Oleh karena itulah, naskah-naskah lama sangat penting artinya sebagai sumber potensial yang dapat dijadikan sebagai kerangka acuan (term of reference) bagi sua­ tu