• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN TERHADAP DEBIT ALIRAN SUNGAI (Studi Kasus di Sub DAS Ciliwung Hulu, Jawa Barat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN TERHADAP DEBIT ALIRAN SUNGAI (Studi Kasus di Sub DAS Ciliwung Hulu, Jawa Barat)"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

MK. Biometrika Hutan

PENGARUH PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN TERHADAP

DEBIT ALIRAN SUNGAI

(Studi Kasus di Sub DAS Ciliwung Hulu, Jawa Barat)

Kelompok 3

1. Indah Tri Riantika E14100008 2. Gina Lugina Aprilina E14100020 3. Friskafianti Amalia Dewi E14100023

4. Rama Septiawan E14100028

5. Pebi Yusnita E14100031

6. Mutiono E14100052

7. Abdul Aziz Muzakki E14100073 8. M. Rifqi Tirta M. E14100092 9. Diantama Puspitasari E14100107 10.Prasasti Riri Kuntari E14100135

Dosen Pembimbing Dr. Ir. Budi Kuncahyo, MS

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Daerah Aliran Sungai Ciliwung merupakan salah satu DAS besar di Indonesia dan termasuk dalam kelompk DAS kritis. DAS Ciliwung saat ini mengalami kondisi yang semakin memburuk akibat jumlah penduduk di Sub DAS Ciliwung Hulu yang semakin tinggi. Peningkatan penduduk tersebut mengakibatkan kebutuhan lahan meningkat, baik untuk usaha, pemukiman maupun keperluan lain. Kebutuhan lahan ini ikut mempengaruhi kondisi buruk DAS Ciliwung karena mendesak dan mengurangi lahan-lahan bervegetasi yang ada yang terlihat dari kejadian banjir dan kekeringan di Jakarta yang hampir setiap tahun terjadi.

Perubahan fungsi lahan di sekitar Sub DAS Ciliwung Hulu dipengaruhi oleh kebutuhan masyarakat yang merasa kekurangan lahan untuk aktivitas kegiatan sehari-hari. Perubahan fungsi lahan untuk berbagai keperluan seperti pemukiman dan lain-lain diambil sebagai jalan pintas solusi masyarakat memenuhi kebutuhan lahannya. Akibatnya kondisi DAS Ciliwung semakin memburuk sehingga akan berdampak pada hilangnya fungsi DAS sebagai penyangga dan pelindung. Pencarian pemecahan masalah banjir dan kekeringan yang efektif dan efisien telah banyak dilakukan oleh berbagai pihak, pemodelan merupakan salah satu cara yang banyak dilakukan. Dengan menggunakan pemodelan, perilaku sungai di masa depan dapat diduga berdasarkan kecenderungan yang terjadi saat ini dan di masa lampau, sehingga pengaruh perlakuan terhadap sungai dapat diketahui tanpa perlu benar-benar diterapkan.

Dalam kasus penggunaan lahan yang terjadi di Sub DAS Ciliwung Hulu ini akan dibuat permodelan menggunakan data curah hujan harian dan debit harian rata-rata di Sub DAS Ciliwung Hulu.

Tujuan

Tujuan dibuatnya paper ini adalah untuk mendapatkan permodelan simulasi hidrologi DAS yang dapat digunakan untuk mengetahui penggunaan lahan yang paling optimal untuk menekan fluktuasi debit sungai harian rata-rata di Sub DAS Ciliwung Hulu.

TINJAUAN PUSTAKA

Daerah Aliran Sungai

Daerah Aliran Sungai (DAS) memiliki beberapa definisi. Asdak (1995) menyatakan bahwa DAS adalah daerah yang dibatasi punggung-punggung gunung dimana air hujan yang jatuh pada daerah tersebut akan ditampung oleh punggung gunung tersebut dan dialirkan melalui sungai-sungai kecil ke sungai utama. Menurut Undang-undang No.7 tahun 2004 tentang sumber daya air, daerah aliran sungai didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang

(3)

merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.

Dalam mempelajari Daerah Aliran Sungai (DAS), tentu akan sangat berhubungan dengan aliran sungai (streamflow). Viessman et al. (1989) menyatakan bahwa streamflow dihasilkan dari presipitasi selama kejadian hujan dan juga air tanah yang masuk ke saluran permukaan. Selama musim kering, streamflow tetap mengalir yang berasal dari pengeluaran air tanah yang berada di bawah saluran sungai. Linsley et al. (1988) menyatakan bahwa rute yang dilalui partikel air berliku-liku, mulai saat partikel air menyentuh tanah hingga masuk ke saluran sungai. Secara sederhana, tiga rute lintasan utama air dapat digambarkan sebagai aliran permukaan (overland flow), aliran bawah permukaan (interflow), dan aliran air tanah (groundwater flow). Aliran permukaan adalah bagian dari curah hujan yang mengalir di atas permukaan tanah menuju ke sungai, danau dan lautan (Asdak 1995). Aliran bawah permukaan meupakan sejumlah air yang menginfiltrasi permukaan tanah dan dapat bergerak menyamping melalui lapisan tanah bagian atas hingga masuk ke saluran sungai. Baseflow adalah komponen aliran sungai yang berasal dari air yang diperkolasikan ke bawah hingga mencapai kolam air tanah dan kemudian mengalir ke permukaan sebagai keluaran air tanah (Viessman et al. 1989).

Pengaruh perubahan lahan terhadap banjir dapat diketahui dari perubahan debit air sebagai akibat dari perubahan tutupan lahan pada daerah hulu. Banjir merupakan debit maksimum yang terjadi pada aliran sungai yang merupakan kumulatif dari ketiga aliran utama air tersebut. Berdasarkan hal tersebut, maka model yang disusun adalah representasi debit air hingga terbentuk aliran sungai.

Analisis Sistem

Pendekatan sistem sangat baik digunakan untuk melakukan simulasi pemodelan suatu kasus. McLeod (2001) menyatakan bahwa sistem adalah sekelompok elemen yang terintegrasi dengan maksud yang sama untuk mencapai suatu tujuan. Menurut Grant et al. (1997), dalam hubungannya dengan ilmu alam dan ilmu hayat, sistem adalah sekumpulan hubungan fisik komponen-komponen yang dipengaruhi oleh kesatuan batas dan fungsi. Analisis sistem didefinisikan sebagai aplikasi yang bersifat paling langsung dari metode ilmiah untuk suatu masalah yang mencakup sistem yang kompleks. Analisis sistem merupakan kesatuan dari teori-teori dan teknik untuk mempelajari, menggambarkan, dan membuat prediksi tentang sesuatu yang kompleks yang besarnya dicirikan dengan penggunaan prosedur-prosedur matematis dan statistik tingkat tinggi serta penggunaan komputer (Grant et al. 1997). Analisis sistem merupakan pendekatan filo sofis sekaligus kumpulan teknik , termasuk simulasi. Analisis sistem menekankan pendekatan holistik pada pemecahan masalah dan penggunaan model matematis untuk mengidentifikasi dan mensimulasikan karakter-karakter dalam sistem yang kompleks.

(4)

METODE PENELITIAN

Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Sub DAS Ciliwung Hulu yang mencakup sebagian wilayah administratif Kabupaten Bogor dan Kotamadya Bogor, Jawa Barat.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa laptop yang dilengkapi dengan perangkat lunak Ms. Word serta STELLA 9.0.2 untuk pembuatan dan menjalankan model. Sedangkan data-data yang digunakan adalah jenis tanah, data penggunaan lahan tahun di sub DAS Ciliwung hulu tahun 1999 (Kuswadi 2002) dan angka curve untuk masing-masing penggunaan lahan. Data iklim yang digunakan adalah data curah hujan harian Ciliwung hulu tahun 2001 sedangkan data hidrologi yang digunakan adalah debit harian di bendung Katulampa tahun 2001 yang diperoleh dari BPSDA WS Ciliwung-Cisadane.

Pembuatan Model

Pembuatan model pada penelitian ini mengacu kepada Grant et al. (1997): Formulasi Model Konseptual

Tahap pertama analisis sistem ini memiliki tujuan untuk membangun suatu konseptual atau kualitatif model dari sistem yang akan dibuat. Mengacu kepada tujuan pembuatan model, harus ditentukan komponen-komponen mana yang ada dalam sistem di dunia nyata yang harus dimasukkan ke dalam sistem yang akan dibuat dan bagaimana mereka harus berhubungan satu dengan yang lainnya. Tahapan ini meliputi penentuan tujuan model, pembatasan model, kategorisasi komponen-komponen dalam sistem, identifikasi hubungan antar komponen, menyatakan model konseptual, serta menggambarkan pola yang diharapkan dari perilaku model.

Spesifikasi Model Kuantitatif

Tahap kedua dari sistem analisis memiliki tujuan untuk membangun suatu kuantitatif dari model yang diinginkan. Tahapan-tahapannya yaitu menentukan struktur kuantitatif umum untuk model, menentukan unit waktu dasar untuk simulasi, mengindentifikasi bentuk-bentuk fungsional dari persamaan model, menduga parameter dari persamaan-persamaan model, memasukkan persamaan model ke dalam komputer, menjalankan simulasi acuan, serta menetapkan persamaan model.

(5)

Evaluasi Model

Tahap ketiga analsis sistem memiliki tujuan untuk mengevaluasi kesesuaian model dengan tujuan yang telah ditentukan. Evaluasi model dilakukan dengan menggunakan validasi secara kualitatif dengan tujuan:

1. Mengevaluasi kewajaran dan kelogisan model

Evaluasi kualitatif dilakukan dengan cara melihat kewajaran dan kelogisan model yang dilakukan dengan membandingkan grafik curah hujan harian yang terjadi di Sub DAS Ciliwung Hulu dengan grafik debit harian rata-rata hasil simulasi. Karena debit harian rata-rata-rata-rata hasil simulasi merupakan suatu keluaran dari input berupa curah hujan harian, maka model yang dibuat dikatakan wajar dan logis apabila perilaku debit harian rata-rata mirip dengan perilaku curah hujan harian. Perilaku umum curah hujan harian yang terjadi di Sub DAS Ciliwung adalah cenderung tinggi pada akhir dan awal tahun dan cenderung rendah pada pertengahan tahun.

2. Mengevaluasi hubungan antara perilaku model dengan perilaku model yang diharapkan

Evaluasi hubungan ini dilakukan dengan membandingkan grafik debit harian rata hasil pengukuran di lapangan dengan grafik debit harian rata-rata hasil simulasi. Karena model ini dibuat untuk mendekati kejadian debit harian rata-rata sebenarnya di lapangan, maka diharapkan hasil simulasi yang diperoleh mirip dengan perilaku debit harian rata-rata hasil pengukuran.

Penggunaan Model

Tahap akhir analisis sistem ini memiliki tujuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul pada awal pembuatan model. Tahapan ini melibatkan skenario perubahan penggunaan lahan yang mungkin terjadi di lapangan. Penggunaan model dilakukan dengan menerapkan beberapa kemungkinan skenario untuk mengetahui penggunaan lahan yang paling optimal dalam menekan fluktuasi debit, maka skenario yang digunakan adalah perubahan luas penggunaan lahan. Skenario yang digunakan dalam penelitian ini adalah: - Skenario 1: merubah 3,50% perkebunan dan 16,00% pertanian dataran tinggi

menjadi hutan.

- Skenario 2: merubah 12,34% pemukiman dan 32,31% pertanian dataran tinggi dan menjadi hutan.

Pada periode 1999-2001, terjadi perubahan lahan perkebunan sebesar 3,49% dan pertanian dataran tinggi sebesar 15,96%. Pada periode yang sama terlihat pula terjadi penyempitan luas hutan sebesar 16,62%. Skenario 1 mencoba melihat pengaruh yang terjadi jika luas lahan perkebunan dan pertanian dataran tersebut kembali dikurangi, untuk perkebunan dikurangi 3,5% dan pertanian dataran tinggi sebesar 16,00%. Skenario 2 mencoba melihat pengaruh tindakan konservasi pada masing-masing lahan yang mempengaruhi nilai kurva pada masing-masing penggunaan lahan. Pembuatan sumur resapan di daerah pemukiman memberikan kesetaraan dengan perubahan 12,34% lahan pemukiman menjadi hutan. Tindakan konservasi berupa pembuatan teras dan pemberian mulsa sisa hasil panen di lahan pertanian memberikan kesetaraan dengan perubahan 16,31% lahan pertanian dataran tinggi menjadi lahan hutan.

(6)

Tabel 1 Skenario luas penggunaan (dalam persen)

Awal Skenario 1 Skenario 2

Pemukiman 20,14 19,4 17,6

Hutan 26,83 44,6 46,5

Pertanian dataran tinggi 53,02 36 35,9

Besarnya fluktuasi debit aliran sungai yang terjadi dapat diketahui dengan menggunakan koefisien rejim sungai (KRS). Koefisien rejim sungai merupakan perbandingan antara debit harian rata-rata maksimum dan debit harian rata-rata minimum. KRS biasa digunakan untuk mengevaluasi kondisi suatu DAS. Semakin kecil koefisien ini berarti kondisi hidrologi dari suatu wilayah DAS semakin baik (Asdak 1995). Berdasarkan hal tersebut di atas, maka kriteria penggunaan lahan yang optimal dalam menekan fluktuasi debit dalam penelitian ini adalah tipe penggunaan lahan yang mampu memberikan nilai KRS yang rendah. Kriteria lain yang digunakan dalam penentuan lahan yang paling optimal adalah debit harian rata-rata maksimum yang tidak melebihi batas debit normal di pintu bendung Katulampa. Kriteria debit harian rata-rata maksimum yang normal ditetapkan berdasarkan batas debit harian rata-rata maksimum normal dari bendung Katulampa, yaitu debit yang tidak melebihi 244 m3/detik. Debit yang melebihi angka tersebut sudah termasuk kategori status siaga I yaitu debit yang beradaantara 244 m3/detik dan 411 m3/detik.

KONDISI UMUM

Iklim

Tabel 2 Data curah hujan (mm) di SPAS Ciliwung Hulu tahun 2002

(7)

Jenis Tanah

Tanah untuk sampel dianggap seragam yaitu ordo entisol kelompok besar kompleks Typic troporthents-Typic fluvaquentic.

Hidrologi dan Perairan

Nisbah limpasan permukaan yang teramati pada stasiun Katulampa rata-rata terjadi jeluk limpasan Sungai Ciliwung di bagian hulu. Hal ini menunjukkan adanya potensi terjadinya banjir kiriman ke bagian tengah dan hilir. Limpasan permukaan di wilayah Sub DAS Ciliwung Hulu teramati melalui stasiun Katulampa adalah sebesar 519,29 m3/detik dengan nisbah limpasan sebesar 99,78% (BRLKT 2000).

Debit harian rata-rata yang terjadi di Sub DAS Ciliwung Hulu yang teramati di Stasiun Katulampa yaitu debit tertinggi pada bulan Januari sebesar 21,0 m3/detik (untuk periode tahun 1977-1990) dan sebesar 16,8 m/detik (untuk periode tahun 1991-1996). Debit terendah tercatat sebesar 8,9 m3/detik pada bulan Juni untuk periode 1997-1990 dan sebesar 7,3 m/detik untuk periode bulan Juli dan September 1990-1996. Debit maksimum di stasiun Katulampa adalah sebesar 91,87 m3/detik dan debit minimum adalah sebesar 3,28 m3/detik (BRLKT 2000).

Penggunaan Lahan

Kawasan hutan di daerah Sub DAS Ciliwung Hulu sebagian besar merupakan hutan lindung yang berstatus hutan negara. Kawasan hutan ini didominasi oleh vegetasi hasil suksesi alami dan menurut data tahun 1986, kerapatan vegetasi pada hutan lindung tersebut makin lama makin berkurang (rata-rata sekitar 190 pohon/Ha). Pada wilayah hutan lindung, penyebaran vegetasinya tidak merata, sehingga terdapat daerah gundul yang perlu segera direhabilitasi. Sekitar 30% kawasan hutan di Sub DAS Ciliwung Hulu merupakan hutan produksi yang didominasi oleh jenis Pinus sp. yang banyak dimanfaatkan masyarakat sekitar (BRLKT 2000).

Tabel 3 Penggunaan lahan di Sub DAS Ciliwung Hulu tahun 1999

Penggunaan Lahan Luas (ha)

Pemukiman 507,75

Hutan 5.385,00

Perkebunan 3,235,05

Pertanian dataran tinggi 3.338,25

Sawah 2.497,75

Jumlah 14.963,80

(8)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Pembuatan Model

Model yang dibangun pada makalah ini mencoba mensimulasikan pengaruh tutupan lahan pada daerah hulu DAS Ciliwung terhadap debit air pada aliran sungai yang berpotensi menyebabkan terjadinya banjir di daerah hilir. Dalam hierarki model tersebut terdiri dari empat sub model antara lain perubahan lahan, aliran atas permukaan, aliran bawah permukaan, dan aliran sungai. Model konseptual yang dikembangkan tersaji pada gambar berikut.

Gambar 1 Hubungan antar sub model

Gambar 1 menunjukan bahwa sub model perubahan lahan mempengaruhi sub model atas permukaan dan sub model bawah permukaan yang selanjutnya mempengaruhi sub model aliran sungai. Untuk sub-model atas permukaan merepresentasikan besarnya Run Off dan curah hujan yang terjadi di wilayah objek. Aliran atas ini nantinya mempengaruhi debit pada aliran bawah. Dengan kata lain, besarnya debit pada aliran bawah permukaan tergantung seberapa besar curah hujan dan Run Off yang terjadi. Sub-model aliran bawah permukaan disusun oleh debit pada interflow dan baseflow. Baik aliran atas maupun aliran bawah ini akan menuju sungai sehingga membentuk aliran sungai. Fluktuasi debit pada aliran sungai inilah yang akan merepresentasikan potensi terjadinya banjir.

1. Sub Model Perubahan Lahan

Sub model perubahan lahan memiliki beberapa variabel penyusun yang seluruhnya merupakan variabel pembantu. Variabel tersebut meliputi total area yang di dalamnya terdiri dari 3 jenis tutupan lahan, yaitu area pemukiman, area hutan, dan area pertanian. Selain itu juga terdapat variabel presentase luas ketiga

(9)

jenis tutupan lahan tersebut terhadap luas total area. Presentase luas ini digunakan untuk menentukan variable luas simulasi dari ketiga jenis area tersebut. Mengingat adanya variabel luas simulasi, dalam sub model perubahan lahan ini nantinya akan diterapakan skenario-skenario. Skenario yang dikembangkan adalah untuk mencari proporsi atau presentase paling optimal dari tiga jenis tutupan lahan yang mana akan memberikan run off dan aliran sungai yang optimal dan tidak menyebabkan banjir. Dalam kasus ini, skenario yang akan diterapkan pada model adalah menghutankan kembali area pemukiman dan/atau area pertanian. Dengan kata lain sub model ini merupakan kunci dari keseluruhan model.

Gambar 2 Sub model perubahan lahan

2. Sub Model Atas Permukaan

Sub model atas permukaan mempunyai beberapa jenis variabel. Variabel stok adalah kumulatif Run Off dari sub model ini. Aliran masuknya berupa variabel pendukung Run Off (RO) yang tersusun atas variabel pembantu seperti kumulatif RO dari masing jenis tutupan lahan. Kumulatif RO masing-masing tutupan lahan ini dipengaruhi oleh variabel curah hujan harian (CH), curve number (CN) yang menunjukan potensi terjadinya run off, dan variabel S yang menyatakan retensi air hujan maksimum atau air hujan yang tidak berubah menjadi run off . Rumus yang digunakan sebagai berikut:

Selain itu juga terdapat juga variabel luas masing-masing tutupan lahan yang diperoleh pada sub model perubahan lahan.

(10)

Sub model ini mencoba menggambarkan bagaimana proses memperoleh nilai run off. Seperti yang kita ketahui bahwa setiap jenis tutupan lahan memiliki kapasitas yang berbeda-beda dalam meloloskan air hujan ke dalam tanah. Oleh karena itulah, disertakan data CH, CN, dan S dari area pemukiman, hutan, dan pertanian sebagai variabel penggerak. Run off sendiri merupakan air hujan yang tidak lolos ke dalam tanah yang pada akhirnya mengalir sebagai aliran permukaan. Aliran permukaan ini akan terus mengalir menuju daerah yang lebih rendah.

Gambar 3 Sub model atas permukaan

3. Sub Model Bawah Permukaan

Sub model bawah permukaan ini mencoba menjelaskan proses air hujan yang turun kemudian mengalir hingga akhirnya menjadi aliran bawah permukaan. Di dalam tanah, jumlahnya fluktuatif tergantung infiltrasi air. Simpanan air tanah ini yang mempengaruhi kelembaban tanah. Proses aliran dalam tanah diawali dengan air hujan yang mengalami infiltrasi, dimana air mengalir secara vertiKal ke dalam tanah. Dalam proses infiltrasi, sebagian air akan masuk sebagai aliran interflow dan sebagian lagi akan mengalir ke segala arah melewati pori-pori tanah. Proses tersebut disebut dengan perkolasi. Dari proses perkolasi ini, air akan terus mengalir hingga menjadi aliran baseflow.

(11)

Gambar 4 Sub model bawah permukaan

Sub model bawah permukaan ini mempunyai empat variabel stok yaitu kumulatif interflow, kumulatif infiltrasi, kumulatif perkolasi, dan kumulatif baseflow. Kumulatif infiltrasi disusun atas variabel pembantu yang meliputi: infiltrasi, kadar air tanah, simpanan air tanah, dsb. Sedangkan stok kumulatif interflow dipengaruhi oleh aliran masuk interflow, yang mana aliran masuk interflow ini berasal dari factor constanta (FC) dan kumulatif infiltrasi. Stok kumulatif perkolasi dibentuk oleh aliran perkolasi yang berasal dari stok infiltrasi, simpanan air tanah, dan aliran interflow. Sementara kumulatif baseflow bersal dari kumulatif perkolasi.

4. Sub Model Aliran Sungai

Sub model aliran sungai memiliki 3 buah stok, yaitu run off (RO Obs), interflow (IF Obs 2), dan baseflow (BF Obs 3). Aliran masuk dari masing-masing stok tersebut berasal dari stok Run Off, Interflow, dan baseflow yang diperoleh dari sub model aliran atas dan aliran bawah permukaan. Setelah masing-masing stok tersebut berkurang karena adanya aliran keluar, maka barulah bisa diketahui debit setiap aliran. Dalam kasus ini, debit dari masing-masing stok dinyatakan dalam variabel m3Roff, m3sIFlow, dan m3sBFlow. Khusus m3sIFlow dan m3sBFlow, karena proses terjadinya di dalam permukaan tanah, maka untuk memperoleh variabel tersebut disertakan konstanta kedalaman tanah yang nilainya 1091. Adapun variabel debit total yang merepresentasikan potensi terjadinya banjir diperoleh dengan menjumlahkan debit dari run off, interflow, dan baseflow.

Debit dalam aliran sungai merupakan akumulasi dari seluruh debit dari run off, interflow, dan baseflow. Dalam siklus air, ketiga aliran tersebut akan selalu mengalir ke badan air yang dalam hal ini berupa sungai. Seperti telah disinggung sebelumnya bahwa banjir merupakan debit puncak atau paling maksimum pada aliran sungai. Apabila debit terukur pada pintu air melebihi ambang batas yang telah ditetapkan maka dapat diperkirakan berpotensi terjadi banjir.

(12)

Gambar 5 Sub model aliran sungai

Persamaan setiap variabel maupun konstanta yang digunakan dalam model tersebut di atas secara lengkap dapat dilihat pada lampiran Equation. Dengan diterapkannya skenario perubahan luas area pemukiman, pertanian, maupun hutan akan berdampak pada fluktuasi debit sungai sehingga dengan begitu dapat diketahui komposisi yang optimal dari luas masing-masing area yang dapat menghasilkan debit paling optimum dan tidak sampai menyebabkan banjir.

Evaluasi Model

Evaluasi model bertujuan untuk menguji keterandalan model dalam menduga parameter sebenarnya di lapangan. Evaluasi yang digunakan untuk menguji model ini adalah evaluasi kualitatif.Kondisi tutupan lahan pada saat awal (terukur) terdiri dari 20,14% lahan pemukiman, 53,02% lahan pertanian dataran tinggi, dan 26,83% berupa hutan. Kondisi tersebut mengakibatkan debit puncak mencapai 2.002,55 yang ditunjukan pada gambar 6 di bawah ini.

(13)

Gambar 6 Perbandingan debit dan CH pada kondisi terukur

Skenario 1 merubah tutupan lahan menjadi 19,4% untuk lahan pemukiman, 44,6% untuk lahan pertanian dataran tinggi, dan 36% untuk lahan berupa hutan. Perubahan tersebut mengakibatkan debit maksimum menjadi 1.795,04 seperti yang ditampilkan pada Gambar 7 berikut ini.

Gambar 7 Grafik perbandingan debit dan CH untuk skenario 1

Skenario 2 mengubah tutupan lahan menjadi 17,6% berupa lahan pemukiman, 35,9% berupa lahan pertanian, dan 46,5% berupa lahan hutan. Simulasi tersebut menunjukkan hasil berupa debit maksimum yang menjadi 1.536,02. Grafik perbandingan antara debit dan CH untuk skenario 2 ditampilkan pada Gambar 8.

Gambar 8 Grafik perbandingan debit dan CH untuk skenario 2

Gambar 1 menunjukkan perbandingan debit harian rata-rata hasil pengamatan dengan debit harian rata-rata hasil simulasi sehingga dapat dilihat kesesuaian perilaku keluaran model dengan perilaku yang diharapkan. Hasil perbandingan menunjukkan pola perilaku yang tidak berbeda, yaitu menunjukkan pola perilaku yang mengikuti curah hujan harian sebagai input. Gambar 7 dan 8 menunjukan perbandingan debit dan curah hujan pada setiap simulasi (skenario 1 dan 2). Gambar tersebut menunjukkan bahwa pola perilaku debit harian rata-rata hasil simulasi memiliki pola yang sama dengan pola perilaku curah hujan harian.

(14)

Berdasarkan hasil evaluasi kualitatif dapat diketahui bahwa pola perilaku debit harian rata-rata hasil simulasi memiliki kesamaan dengan pola perilaku curah hujan harian dan debit harian rata-rata hasil pengukuran. Sehingga dapat dikatakan bahwa model yang dibuat sudah wajar dan logis.

Hasil Skenario

Berdasarkan data yang dihasilkan, diketahui bahwa kedua model skenario tersebut dapat mempengaruhi nilai debit. Besar debit pada awal (terukur) sebesar 2.002,55, dengan persentase pemukiman sebesar 20,14%, 53,02% lahan pertanian, dan 26,83% berupa lahan hutan. Namun dari kedua skenario yang dibuat, pada skenario 1 diperoleh data debit sebesar 1.795,04, sedangkan untuk skenario 2, dihasilkan debit sebesar 1.536,02. Berdasarkan data yang didapatkan tersebut, terlihat bahwa dari kedua skenario yang dibuat menghasilkan pengurangan debit yang cukup signifikan, terlebih pada skenario 2 yang mengalami penurunan debit mencapai 1.536,02. Sehingga dapat dikatakan skenario 2 adalah skenrio yang paling efektif menurunkan jumlah debit, yaitu dengan merubah tutupan lahan menjadi 17,7% berupa lahan pemukiman, 35,9% berupa lahan pertanian, dan 46,5% berupa lahan hutan.

KESIMPULAN

Berdasarkan pemodelan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa debit DAS Ciliwung dapat dikurangi dengan mengubah tutupan lahan selain hutan menjadi lahan hutan. Dari kedua skenario yang dibuat, diketahui skenario 2 mampu menurunkan debit sebesar 1.536,02, yaitu dengan merubah tutupan lahan menjadi 17,7% berupa lahan pemukiman, 35,9% berupa lahan pertanian dan 46,5% berupa lahan hutan. Sedangkan pada sekenario 1 hanya menurunkan debit sebesar 1.795.04. Sehingga, sekenario 2 adalah yang paling efektif untuk menurunkan debit pada pemodelan ini.

DAFTAR PUSTAKA

Asdak, Chay. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Citarum-Ciliwung. 2002. Laporan Hasil Monitoring Tata Air di Wilayah Sub DAS Ciliwung Hulu, Cisadane Hulu, Cimandiri Hulu, Cicangkedan dan Cipayanggu Tahun 2002. Departemen Kehutanan Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial BP DAS Citarum-Ciliwung. Bogor.

Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Citarum-Ciliwung. 2002. Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Sub DAS Ciliwung Hulu Daerah Aliran Sungai Ciliwung. Buku I (Utama). Tidak dipublikasikan.

Grant, William E., Ellen K. Pedersen, dan Sandra L. Marin. 1997. Ecology and Natural Resource Management: Systems Analysis and Simulation. John Wiley & Sons, Inc. New York.

(15)

Kuswadi, Didit. 2002. Model Pendugaan Debit Berdasarkan Data Cuaca di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung Hulu. Thesis Program Pasca Sarjana IPB. Bogor.

Linsley, Ray K., Max A. Kohler, dan Joseph L. H. Paulhus. 1988. Hydrology for Engineers: SI Metric Edition. McGraw-Hill Book Company Limited. Singapura.

McLeod, Raymond. 2001. Edisi Indonesia: Manajemen Informasi Sistem. PT Prenhallindo. Jakarta.

Viessman, Warren Jr., Gary L. Lewis, dan John W. Knapp. 1989. Introduction to Hidrology, 3rd Edition. HarperCollins Publisher. New York.

Gambar

Tabel 2 Data curah hujan (mm) di SPAS Ciliwung Hulu tahun 2002
Tabel 3 Penggunaan lahan di Sub DAS Ciliwung Hulu tahun 1999
Gambar 1 Hubungan antar sub model
Gambar 2 Sub model perubahan lahan
+5

Referensi

Dokumen terkait

Juana is depicted as a domestic woman who takes the role of a mother and wife.. She is a typical representation of feminine woman who is “patient, obedient, respectful and cheerful”

 Menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas, logis dan sistematis, dalam karya yang estetis dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang

PENGUMUMAN PENYEDIA

Pembangunan akhir-akhir ini, terlihat secara fakta hasil audit Badan Pemeriksaan Kekuasaan atau Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan ini sudah mengarah pada

KANDUNGAN KIMIA MINYAK ATSIRI DARI KULIT BUAH JERUK BALI (Citrus maxima) SERTA UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI.. TERHADAP Staphylococcus aureus DAN

Stand up bergilir dapat membantu peserta didik dalam menumbuhkan mental agar berani tampil untuk menyampaikan pendapat di depan umum, sehingga akan memberikan pengalaman

The ignition temperature of pulverized coal will reduce with pulverized coal fineness thinning; this is because the small pulverized coal particle size can increase

Setelah dilakukan perbaikan pembelajaran dengan hasil refleksi pada siklus I, diperoleh hasil belajar siswa pada materi cara perawatan wajah dan cara merias wajah