• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Permintaan Transportasi

Permintaan akan jasa transportasi merupakan permintaan turunan (derived demand) akibat adanya permintaan lain dan bersifat murni sebagai suatu kebutuhan turunan (Kanafani, 1983).

Menurut Kanafani (1983) ada 4 (empat) atribut yang harus tersedia untuk penyediaan transportasi penumpang yaitu:

1. Total waktu perjalanan, meliputi acces time, waiting time, transfer time,dan line-haul transit time. Sudah barang tentu semua komponen ini tidak akan relevan untuk semua kasus.

2. Total biaya perjalanan, meliputi out-of-pocket money cost, vehicle operating cost, indirect taxes.

3. Jadwal yang tepat 4. Kenyamanan.

II.1.1 Faktor permintaan Transportasi

Transportasi manusia atau barang biasanya bukanlah merupakan tujuan akhir, tetapi hal itu dilakukan untuk mencapai tujuan lain oleh karena itu, permintaan atau jasa transportasi disebut sebagai permintaan turunan ( derived demand) yang timbul akibat adanya permintaan akan komoditi atau jasa lain. Pada dasarnya permintaan atas jasa transportasi diturunkan dari:

(2)

1. Kebutuhan seseorang untuk berjalan dari satu lokasi ke lokasi lainnya untuk melakukan suatu kegiatan (misanya bekerja dan berbelanja)

2. Permintaan akan angkutan barang tertentu agar tersedia di tempat yang diinginkan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan transportasi (Sucipto, 1999) adalah:

1. Karakteristik Pelaku Perjalanan: a. Tingkat pendapatan

Tingkat pendapatan akan sangat mempengaruhi seorang dalam melakukan pemilihan moda. Tingkat pendapatan yang dimaksudkan dapat merupakan tingkat pendapatan kepala keluarga atau pendapatan total keluarga. Untuk Indonesia umumnya informasi tentang pendapatan akan sulit untuk didapatkan, sehingga diperlukan indikator atau ukuran lain seperti tingkat pengeluaran.

b. Kepemilikan Kendaraan

Dengan adanya kendaraan pribadi dalam suatu rumah tangga akan memberikan cenderung seseorang untuk melakukan perjalanan dengan menggunakan kendaraan pribadi sejauh pelayanan pelayanan angkutan umum tidak cukup representative bagi pemilik kendaraan pribadi.

c. Kepadatan dari Pengembangan Tempat Tinggal

Daerah perkotaan dengan tingkat kepadatan yang rendah biasanya akan dihuni oleh kelompok rumah tangga dengan tingkat pendapatan menengah

(3)

ke atas, maka rata-rata kepemilikan kendaraan tinggi. Sehingga dalam melakukan aktivitas sehari-hari mempunya kecenderungan untuk menggunakan angkutan pribadi. Demikian juga sebaliknya dengan daerah yang mempunyai kepadatan tinggi.

d. Faktor Sosio Ekonomi Lainnya

Selain faktor di atas ada beberapa faktor sosio ekonomi lainnya yang cukup berpengaruh terhadap pemilihan moda, misalnya jenis pekerjaan, umur, jenis kelamin dan lain-lain.

2. Karakteristik Perjalanan

Faktor penting sebagai indikator karakteristik perjalanan yaitu maksud perjalanan. Maksud perjalanan seringkali mempengaruhi seseorang dalam melakukan pilihan moda. Misalkan orang akan cenderung menggunakan kendaraan pribadi untuk maksud perjalanan berbelanja dibanding menggunakan angkutan umum.

3. Karakteristik Sistem Transportasi

Faktor-faktor yang merupakan tolak ukur karakteristik sistem transportasi antara lain:

1. Waktu tempuh perjalanan

Untuk angkutan umum waktu perjalanan terdiri dari in vehicle time, waiting time, waktu pergantian moda dan acces time. Untuk melakukan perbandingan biasanya dipakai waktu relative yaitu perbandingan antara waktu perjalanan dengan angkutan umum dan waktu perjalanan menggunakan angkutan pribadi. 2. Biaya Perjalanan

(4)

Biaya perjalanan dengan angkutan umum adalah terindikasi dari besarnya tarif yang berlaku. Sedangkan biaya perjalanan dengan angkutan pribadi akan meliputi banyak komponen antara lain: biaya bahan bakar, pelumas, parkir, tol dan lain-lain. Sebagai ukuran dalam melakukan perbandingan digunakan ukuran biaya relatif.

3. Tingkat Pelayanan

Tingkat pelayanan yang ditawarkan oleh angkutan umum dan angkutan pribadi akan menjadi faktor yang mempengaruhi pemilihan moda.

4. Indeks Aksesibilitas

Indeks aksesibilitas digunakan untuk ukuran kualitas pelayanan yang disediakan oleh alternatif moda, indeks ini mengukur kemudahan guna mencapai suatu aktifitas pada suatu wilayah.

II.2 Model Pemilihan Moda II.2.1 Defenisi Model

Dalam proses perencanaan transportasi, salah satu langkah yang harus kita lalui adalah menganalisis setiap data dan informasi yang relevan sebagai landasan untuk memprediksi apa yang akan terjadi di masa yang akan datang.

Data dan informasi ini bisa berupa data sekunder, yaitu data yang sudah tersusun yang didapat dari instansi atau badan-badan terkait, namun bisa pula berupa data primer yaitu data dan informasi yang diperoleh dari pengamatan langsung di lapangan atau di dunia nyata.

(5)

• Bersifat kompleks dan beragam.

• Memiliki variabel yang cukup banyak.

• Cepat berubah, sesuai dengan pergantian waktu dan tempat.

• Sangat relatif dan sulit untuk diukur secara absolut

Hal ini menyebabkan data primer, yang diperoleh dari aktifitas mengamati secara langsung, sulit untuk dianalisis dan tidak dapat dijadikan sebagai dasar prakiraan (prediksi) kejadian dan hasil-hasil pada masa yang akan datang.

Untuk keperluan prakiraan (estimasi) atas hasil tersebut, data dan informasi realistis ini perlu disederhanakan dan diringkas seoptimal mungkin, tanpa menyimpang dari maksud, tujuan, dan substansi dari data dan informasi terkait.

Aktifitas meringkas dan menyederhanakan kondisi realistis (nyata) tersebut dikenal sebagai aktivitas pemodelan. Dengan demikian, model dapat didefinisikan sebagai berikut :

• Model adalah suatu representasi ringkas dari kondisi riil dan berwujud suatu bentuk rancangan yang dapat menjelaskan atau mewakili kondisi riil tersebut untuk suatu tujuan tertentu (Black, 1981)

• Model adalah suatu representasi atau formalisasi dalam bahasa tertentu yang disepakati dari suatu kondisi tertentu (Simatupang, 1995)

• Model adalah suatu kerangka utama atau formalisasi informasi/data tentang kondisi nyata yang dikumpulkan untuk mempelajari/menganalisis sistem nyata tersebut (Gordon, 1978).

(6)

Adapun peranan model pada transportasi (terutama dalam perencanaannya) adalah:

1. Sebagai alat bantu (media) untuk memahami cara kerja sistem (Tamin, O.Z. 1997).

2. Untuk memudahkan dan memungkinkan dilakukannya perkiraan terhadap hasil-hasil atau akibat-akibat dari langkah-langkah/alternative yang diambil dalam proses perencanaan dan pemecahan masalah pada masa yang akan datang.

3. Untuk memudahkan kita menggambarkan dan menganalisis realita.

Fidel Miro, 2002

II.2.2 Model Pemilihan Moda Transportasi

Pemilihan moda transportasi merupakan model terpenting dalam perencanaan transportasi. Hal ini disebabkan karena peran kunci dari angkutan umum dalam berbagai kebijakan transportasi. Tidak seorangpun dapat menyangkal bahwa moda angkutan umum menggunakan ruang jalan jauh lebih efisien daripada moda angkutan pribadi. Selain itu, kereta api bawah tanah dan beberapa moda transportasi kereta api lainnya tidak memerlukan ruang jalan raya untuk bergerak sehingga tidak ikut memacetkan lalu lintas jalan.

Model pemilihan moda bertujuan untuk mengetahui proporsi orang yang akan menggunakan setiap moda. Bruton (1985), mendefinisikan pemilihan moda sebagai pembagian secara proporsional dari semua orang yang melakukan perjalanan terhadap sarana transportasi yang ada, yang dapat dinyatakan dalam bentuk fraksi, rasio atau prosentase terhadap jumlah total perjalanan. Pada analisa pemilihan moda, diestimasi

(7)

jumlah orang yang menggunakan masing-masing sarana transportasi, seperti kendaraan pribadi, bus, kereta api dan angkutan umum lainnya. Proses ini dilakukan dengan maksud untuk mengkalibrasi model pemilihan moda pada tahun dasar dengan mengetahui peubah (atribut) yang mempengaruhi pemilihan moda tersebut. Setelah dilakukan proses kalibrasi, model dapat digunakan untuk meramalkan pemilihan moda dengan menggunakan nilai peubah bebas (atribut) untuk masa mendatang.

Jika interaksi terjadi antara dua tata guna lahan di suatu kota, seseorang akan memutuskan bagaimana interaksi tersebut dilakukan. Dalam kebanyakan, pilihan pertama adalah dengan menggunakan telepon (atau pos) karena hal ini akan menghindarkan terjadinya perjalanan, akan tetapi biasanya interaksi tersebut mengharuskan terjadinya perjalanan, akan tetapi biasanya interaksi tersebut mengharuskan terjadinya perjalanan, dalam hal ini keputusan harus ditentukan dalam hal pemilihan moda yang mana. Beberapa prosedur pemilihan moda memodelkan pergerakan dengan hanya dua buah moda transportasi, yaitu angkutan umum dan angkutan pribadi. (OfyarTamin, 2000).

II.2.3 Prosedur Pemilihan Moda

Beberapa prosedur pemilihan moda memodel pergerakan dengan hanya dua buah moda transportasi: angkutan umum dan angkutan pribadi. Di beberapa negara Barat terdapat pilihan lebih dari dua moda, misalnya, London mempunyai kereta api bawah tanah, kereta api, bus, dan mobil. Di Indonesia terdapat beberapa jenis moda kendaraan bermotor (termasuk ojeg di tambah becak dan berjalan kaki. Pejalan kaki

(8)

termasuk penting di Indonesia. Jones (1977) menekankan dua pendekatan umum tentang analisis sistem dengan dua buah moda seperti terlihat pada gambar berikut ini:

(Tamin 2008, Perencanaan Pemodelan & Rekayasa Transportasi)

A

Total pergerakan

B

Total pergerakan

Bergerak Tidak bergerak Bergerak Tidak bergerak

Mobil Angkutan umum Mobil Angkutan Angkutan umum 1 umum 2 Angkutan umum 1 Angkutan umum 2

Gambar II.1 Proses pemilihan dua moda (angkutan umum dan mobil)

Gambar A mengasumsikan pemakai jalan membuat pilihan antara bergerak dan tidak bergerak. Jika diputuskan untuk membuat pergerakan, pertanyaannya adalah dengan angkutan umum atau pribadi. Jika angkutan umum yang dipilih, pertanyaan selanjutnya apakah bus atau kereta api.

Sedangkan pada gambar B mengasumsikan bahwa begitu keputusan menggunakan kendaraan diambil, pemakai jalan memilih moda yang tersedia. Model pemilihan moda yang berbeda tergantung pada jenis keputusan yang diambil. Gambar sebelah kiri lebih sederhana dan mungkin lebih cocok untuk kondisi di Indonesia. Akan tetapi, khusus untuk Indonesia, pendekatan yang lebih cocok adalah seperti yang diperlihatkan pada gambar berikut:

(9)

Total pergerakan

Bergerak Tidak bergerak Berjalan kaki Berkendaraan

Umum Pribadi

Bermotor Tidak bermotor Tidak bermotor Bermotor (Becak) (Becak)

Jalan Rel Jalan raya Mobil Sepeda motor Bus Paratransit

Pemilihan moda paratransit

Gambar II.2 Proses pemilihan moda untuk Indonesia

Sumber: Tamin (2008), Perencanaan Pemodelan & Rekayasa Transportasi

Faktor yang dapat mempengaruhi pemilihan moda ini dapat dikelompokkan menjadi empat, (Ben-Akiva dan Lerman, 1985 dikutip dari Ofyar Tamin 2008).

1. Ciri pengguna jalan Beberapa faktor berikut ini diyakini akan sangat mempengaruhi pemilihan moda:

• Ketersediaan atau pemilikan kendaraan pribadi, semakin tinggi pemilikan kendaraan pribadi akan semakin kecil pula ketergantungan pada angkutan umum;

(10)

• Struktur rumah tangga (pasangan muda, keluarga, dengan anak, pensiun, bujangan, dan lain-lain);

• Pendapatan, semakin tinggi pendapatan akan semakin besar peluang menggunakan mobil pribadi;

• Faktor lain, misalnya keharusan menggunakan mobil ke tempat bekerja dan keperluan mengantar anak sekolah.

2. Ciri Pergerakan Pemilihan moda juga akan sangat dipengaruhi oleh:

• Tujuan pergerakan,

contohnya, pergerakan ke tempat kerja di Negara maju biasanya lebih mudah dengan memakai angkutan umum, karena ketepatan waktu dan tingkat pelayanannya sangat baik dan ongkosnya relatif lebih murah dibandingkan dengan angkutan pribadi (mobil).

Namun sebaliknya di negara sedang berkembang, orang masih tetap menggunakan mobil pribadi ke tempat kerja, meskipun lebih mahal, karena ketepatan waktu, kenyamanan, dan lain-lainnya tidak dapat dipenuhi oleh angkutan umum.

• Waktu terjadinya pergerakan.

Kalau kita ingin bergerak pada tengah malam, kita pasti membutuhkan kendaraan pribadi, karena pada saat itu angkutan umum tidak atau jarang beroperasi.

(11)

• Jarak perjalanan

Semakin jauh perjalanan, kita semakin cenderung memilih angkutan umum di bandingkan dengan angkutan pribadi.

Contohmya, untuk bepergian dari Jakarta ke Surabaya, meskipun mempunyai mobil pribadi, kita cenderung menggunakan angkutan umum (pesawat, kereta api dan bus) karena jaraknya yang sangat jauh.

3. Ciri fasilitas moda transportasi

Hal ini dapat dikelompokkan menjadi dua kategori. Pertama, faktor kuantitatif seperti:

• Waktu perjalanan, waktu menunggu di tempat pemberhentian bus, waktu berjalan kaki ke tempat pemberhentian bus, waktu selama bergerak, dan lain-lain.

• Biaya transportasi (tarif, biaya bahan bakar, dan lain-lain).

• Ketersediaan ruang dan tarif parkir.

Faktor kedua bersifat kualitatif yang cukup sukar menghitungnya, meliputi kenyamanan dan keamanan, keandalan dan keteraturan, dan lain-lain.

4. Ciri Kota atau Zona

Beberapa karakteristik yang dapat mempengaruhi pemilihan moda adalah jarak dari pusat kota dan kepadatan penduduk. Kelompok ini terdiri dari variabel yang mulai jarang digunakan. Pada studi-studi terdahulu, terlihat bahwa variabel tersebut mempunyai korelasi dengan pemilihan moda, tetapi sering merupakan

(12)

variabel-variabel yang tidak sesuai karena tidak menerangkan bagaimana suatu moda tertentu dipilih.

II.3 Teknik Stated Preference (SP)

Stated Preference (SP) merupakan sebuah pendekatan eksperimen kontrol sistem transportasi yang dibuat dengan mengadakan hipotesis situasi perjalanan, yang mengacu pada pendekatan dengan menggunakan pendapat responden dalam menghadapi berbagai pilihan alternatif. Teknik SP menawarkan sebuah teknik untuk menyediakan informasi tentang permintaan dan perilaku perjalanan dengan baik untuk suatu pengeluaran tertentu dengan alasan tertentu. Teknik SP mengacu pada suatu pendekatan yang menyatakan suatu pendekatan yang menggunakan pernyataan mengenai bagaimana responden memberikan respon terhadap situasi yang berbeda atau berubah.

Teknik Stated Preference mulai diperkenalkan pada tahun 70-an. Teknik Stated Preference ini mendasarkan estimasi permintaan pada sebuah analisis respon terhadap pilihan yang sifatnya hipotetikal, hal ini dapat mencakup atribut-atribut dan kondisi-kondisi dalam lingkup yang lebih luas daripada sistem yang sifatnya nyata. Selanjutnya responden ditanya mengenai pilihan apa yang mereka inginkan untuk melakukan sesuatu atau bagaimana mereka membuat ranking/rating atau pilihan tertentu di dalam satu atau berbagai situasi dugaan, (Dikutip dari M. Aris Supriyanto, 2003 ) .

Metode ini telah secara luas dipergunakan dalam bidang transportasi karena metode ini dapat mengukur/memperkirakan bagaimana masyarakat memilih moda perjalanan yang belum ada atau melihat bagaimana reaksi mereka bereaksi terhadap

(13)

suatu peraturan baru. Menurut defenisinya Stated Preference berarti pernyataan preferensi tentang suatu alternative dibanding alternative-alternatif yang lain. Teknik ini menggunakan pernyataan preferensi dari para responden untuk menentukan alternative rancangan yang terbaik dari beberapa macam pilihan rancangan. Teknik stated preference mendasarkan estimasi permintaan pada sebuah analisis respon terhadap pilihan yang sifatnya hipotetikal misalnya sarana yang masih dalam perencanaan. Hal ini tentu saja dapat mencakup atribut-atribut dan kondisi-kondisi dalam lingkup yang lebih luas daripada sistem yang sifatnya nyata, (Andri, 2007).

Teknik stated preference dicirikan oleh adanya penggunaan desain eksperimen untuk membangun alternative hipotesa terhadap situasi (hypothetical situation) yang kemudian disajikan kepada responden. Selanjutnya responden ditanya mengenai pilihan apa yang mereka inginkan untuk melakukan sesuatu atau bagaimana mereka membuat ranking/rating tertentu di dalam satu beberapa situasi dugaan.

Sifat utama dari stated preference survai adalah sebagai berikut. (Ortuzar dan Willumsen, 2001) :

7. Stated preference didasarkan pada pernyataan pendapat responden tentang bagaimana respon mereka terhadap beberapa alternative hipotesa.

8. Setiap pilihan direpresentasikan sebagai ‘paket dari atribut’ dari atribut yang berbeda seperti waktu, ongkos, headway, reliability dan lain-lain.

9. Peneliti membuat alternatif hipotesa sedemikian rupa sehingga pengaruh individu pada setiap atribut dapat diestimasi, ini diperoleh dengan teknik desain eksperimen (eksperimental design).

(14)

10.Alat interview (questionare) harus memberikan alternative hipotesa yang dapat dimengerti oleh responden, tersusun rapid dan dapat masuk akal. 11.Responden menyatakan pendapatnya pada setiap pilihan (option) dengan

melakukan ranking, rating dan choice pendapat terbaiknya dari sepasang atau sekelompok pernyataan.

12.Respon sebagai jawaban yang diberikan oleh individu dianalisa untuk mendapatkan ukuran secara quantitative mengenai hal yang penting (relatif) pada setiap atribut.

Kemampuan penggunaan stated preference terletak pada kebebasan membuat desain eksperimen dalam upaya menemukan variasi yang luas bagi keperluan penelitian. Kemampuan ini harus diimbangi oleh keperluan untuk memastikan bahwa respon yang diberikan cukup realistis.

Untuk membangun keseimbangan dalam penggunaan stated preference, dibuat tahapan-tahapan sebagai berikut, (Ortuzar dan Willumsen, 2001):

1. Identifikasi atribut kunci dari setiap alternative dan buat ‘paket’ yang mengandung pilihan, seluruh atribut penting harus direpresentasikan dan pilihan harus dapat diterima dan realistis.

2. Cara di dalam memilih akan disampaikan kepada responden dan responden diperkenankan untuk mengekspresikan apa yang lebih disukainya. Bentuk penyampaian alternative harus mudah dimengerti, dalam konteks pengalaman responden dan dibatasi.

(15)

3. Strategi sampel harus dilakukan untuk menjamin perolehan data yang representatif.

Data stated preference (SP) memiliki beberapa perbedaan karakteristik tertentu dibandingkan dengan Revealed Preference (RP) dalam mengembangkan model.

Perbedaan tersebut antara lain:

1. Data RP memiliki pengertian yang sesuai dengan perilaku nyata, tetapi data SP mungkin berbeda dengan perilaku nyatanya;

2. Meode SP secara langsung dapat diterapkan untuk perencanaan alternatif yang baru (non existing)

3. Pertukaran (trade off) diantara atribut lebih jelas dan dapat diobservasi dari data SP dan nilai koefisien spesifik individu dapat diperkirakan dari data SP. 4. Format pilihan respon dapat bervariasi misalnya memilih salah satu ranking,

rating dan choice, sedangkan format pilihan untuk RP hanya choice. Beberapa alasan mengenai penggunaan metode preferensi, yaitu:

1. Dapat mengukur preferensi masyarakat terhadap alternatif baru yang akan dioperasikan berdasarkan kondisi hipotetik.

2. Variabel yang digunakan bisa bersifat kuantitatif dan juga kualitatif, serta tidak menduga-duga variabel yang digunakan untuk membangun model, karena variabel yang akan digunakan untuk membangun model telah ditentukan terlebih dahulu yaitu pada saat menyusun hypothetical condition.

(16)

II.3.1 Identifikasi Pilihan (Identification of Preference)

Terdapat 3 (tiga) teknik/cara untuk mengetahui dan mengumpulkan informasi mengenai preference responden terhadap alternatif pilihan yang ditawarkan yaitu,

(Ortuzar dan Willumsen, 2001):

1. Ranking responses: seluruh pilihan pendapat disampaikan kepada responden, kemudian responden diminta untuk merankingnya sehingga merupakan nilai hirarki dari utilitas.

2. Rating techniques: responden mengekspresikan tingkat pilihan terbaiknya dengan menggunakan aturan skala. Biasanya dipakai antara 1 samapi 10 dengan disertakan label spesifik sebagai angka kunci, contoh 1= sangat tidak suka, 5= tidak peduli, 10= sangat disukai. Pilihan terbaik individu yang didapat kemudian diterjemahkan ke dalam skala cardinal.

3. Choice experiment : responden memilih pilihan yang lebih disukainya (preference) dari beberapa alternatif (dua atau lebih) dalam sekumpulan pilihan. Hal ini analog dengan survey Revealed Preference, kecuali untuk kenyataan bahawa alternative dan pilihan keduanya adalah hipotesa. Pada akhir kuisioner responden ditawarkan skala semantic (makna).

Beberapa tipe yang digunakan adalah sebagai berikut:

• Tentu lebih suka pilihan pertama

• Kemungkinan menyukai pilihan pertama

• Tidak dapat memilih (berimbang)

• Kemungkinan menyukai pilihan kedua

(17)

II.4 Perilaku perjalanan

Teknik Stated Preference menyediakan informasi tentang bobot pengaruh atribut-atribut yang menentukan perilaku seseorang dalam membuat keputusan. Proses yang mendasari perilaku perjalanan ditampilkan pada gambar II.3. Diagram ini membedakan antara elemen-elemen yang berasal dari luar (eksternal, misalnya atribut-atribut alternative perjalanan, batasan situasi) dan yang berasal dari dalam (internal, misalnya;persepsi atau preferensi).

Elemen yang teramati Elemen yang tidak teramati

Sumber: Pearmen et al (1991) dikutip dari M, Aris Supriyanto

Karakteristik sosisl ekonomi dan pengalaman

individu Atribut alternatif perjalanan Informasi tentang perjalanan Persepsi Perilaku Preferensi Sikap Keterlibatan individu Perilaku perjalanan Keterbatasan pada alternatif

(18)

Elemen yang berasal dari luar memberikan batasan-batasan terhadap perilaku pasar, sedangkan yang berasal dari dalam menggambarkan pengertian konsumen terhadap pilihan mereka mengikuti strategi-strategi tertentu. Elemen eksternal merupakan elemen yang dapat diamati, masalah yang muncul adalah menetapkan ukuran yang pantas. Elemen internal merupakan elemen yang tidak teramati.

Keberadaan dan pengaruh mereka dapat diprediksi melalui aplikasi dari suatu teknik pengamatan secara kuantitatif, seperti teknik Stated Preference, terhadap kondisi pilihan (suka atau tidak suka terhadap masing-masing pilihan) dan perilaku.

Kelebihan metode survei dengan teknik stated preference terletak pada kebebasannya untuk melakukan desain pertanyaan untuk berbagai situasi dalam rangka memenuhi kebutuhan penelitian yang diperlukan. Desain bentuk pertanyaan dan penyajian stated preference terdiri dari dari dua tahap.(Ortuzar dan Willumsen, 2001). II.5 Analisis Data Stated Preference

Utilitas yang diukur dengan teknik stated preference dideskripsikan sebagai utilitas tidak langsung (indirect utility). Nilai utilitas diketahui dengan melakukan pengukuran terhadap atribut-atribut suatu produk yang diprediksikan memberikan kepuasan produk tersebut, sehingga berfungsi untuk merefleksikan pengaruh pilihan responden pada seluruh atribut yang termasuk dalam stated preference, dan model matematik yang diturunkan dari data stated preference akan mencerminkan hipotesa dari peneliti:

Utilitas biasa didefenisikan sebagai kombinasi linier dari beberapa atribut dan variabel yang mempunyai bentuk sebagai berikut:

(19)

𝑈𝑈𝑖𝑖= 𝑎𝑎0+𝑎𝑎1𝑥𝑥1+… + 𝑎𝑎𝑖𝑖𝑥𝑥𝑖𝑖 …….(2.1) Dimana:

𝑈𝑈𝑖𝑖 = Utilitas pilihan i

𝑎𝑎0, … , 𝑎𝑎𝑖𝑖 = Parameter model

𝑥𝑥0 …,.𝑥𝑥𝑖𝑖 = Nilai atribut

Dengan menentukan estimasi nilai 𝑎𝑎0 sampai 𝑎𝑎𝑖𝑖 dimana nilai-nilai tersebut sebagai bobot pilihan atau komponen utilitas, dapat diketahui efek relative setiap atribut pada seluruh utilitas.

Setelah komponen utilitas dapat diestimasi, maka selanjutnya dapat digunakan untuk berbagai tujuan, seperti menentukan kepentingan relatif dari atribut yang termasuk dalam eksperimen dan menentukan fungsi utilitas untuk peramalan model. Terdapat beberapa cara yang secara keseluruhan dapat menentukan komponen utiliti. Empat teknik analisis stated preference adalah:

1. Naïve atau metode grafik

Naïve atau metode grafik digunakan sangat sederhana dengan pendekatan yang didasarkan pada prinsip bahwa tiap level dari tiap atribut sering muncul sama-sama dalam desain eksperimen tertentu, sehingga beberapa ciri utilitas (relatif) dari pasangan level atribut tersebut dapat ditentukan denagn menghitung rata-rata (mean) nilai rangking, rating atau choice setiap pilihan yang telah dimasukkan dalam level tersebut, dan membandingkannya dengan rata-rata mean yang sama untuk level dan atribut lain.

(20)

Kenyataannya, plotting nilai rata-rata ini pada grafik sering memberikan cirri yang sangat berguna tentang penting (relatif) dari berbagai atribut yang termasuk dalam eksperimen. Model ini tidak menggunakan teori statistic dan oleh karena itu gagal dalam memberikan indikasi hasil statistic yang signifikan.

2. Analisa Monotonic Variance

Metode ini menggunakan pendekatan yang digunakan untuk skala non metric. Metoda ini sangat cocok untuk menganalisis data dalam bentuk ranking pilihan yang diperoleh denga eksperimen Stated Preference. Akan tetapi kurang dapat diandalkan dalam hasil tes kesesuaian (goodness to fit) sehingga jarang digunakan.

3. Metode Regresi

Teknik regresi secara luas digunakan dalam pemodelan transportasi. Dalam penggunaan analisa Stated Preference, teknik regresi digunakan pada pilihan rating. Pengolahan data dilakukan untuk mendapatkan hubungan kuantitatif antara sekumpulan atribut dan respon individu.

Hubungan tersebut dinyatakan dalam bentuk persamaan linier sebagai berikut: Y = 𝑎𝑎0 +𝑎𝑎1𝑥𝑥1+𝑎𝑎2𝑥𝑥2+⋯+ 𝑎𝑎𝑘𝑘𝑥𝑥𝑘𝑘 ……...(2.2) Dimana y adalah respon individu, 𝑥𝑥1, 𝑥𝑥2,..𝑥𝑥𝑘𝑘 adalah atribut pelayanan, 𝑎𝑎0 adalah konstanta dan 𝑎𝑎1,𝑎𝑎2… 𝑎𝑎𝑘𝑘 adalah parameter model.

Residual untuk setiap kejadian dirumuskan sebagai berikut:

𝛿𝛿 =y= (𝑎𝑎0 +𝑎𝑎1𝑥𝑥1+𝑎𝑎2𝑥𝑥2+⋯+ 𝑎𝑎𝑘𝑘𝑥𝑥𝑘𝑘). .……(2.3) Dan jumlah kuadrat residual untuk sejumlah n observasi adalah :

(21)

∑𝛿𝛿2=y= [𝑦𝑦 −(𝑎𝑎

0+𝑎𝑎1𝑥𝑥1+𝑎𝑎2𝑥𝑥2 +⋯+ 𝑎𝑎𝑘𝑘𝑥𝑥𝑘𝑘) ]2 …….(2.4) Menggunakan prinsip kuadrat terkecil, dengan meminimalkan nilai ∑𝛿𝛿2, diperoleh jika turunan parsial ∑𝛿𝛿2 berturut-turut terhadap 𝑎𝑎0,𝑎𝑎1,𝑎𝑎2, . .𝑎𝑎𝑘𝑘 adalah sama dengan nol.

Dengan langkah ini maka akan diperoleh k+1 persamaan dengan sejumlah k+1 koefisien regresi, sehingga ,masing-masing koefisien regresi dapat ditentukan. 4. Analisa Logit dan Probit

Metode analisis yang diperkirakan, paling banyak digunakan dalam praktek adalah model Unit Probabilitas Logistik. Untuk membangun model probabilitas ini, perlu dibuat asumsi-asumsi bahwa komponen random

a. Berdistribusi secara independen b. Berdistribusi secara identik c. Mengikuti distribusi Gumbell.

II.6 Model Pemilihan Diskrit

Model pemilihan diskrit dinyatakan sebagai probabilitas setiap individu memilih suatu pilihan merupakan fungsi ciri sosio-ekonomi dan daya tarik pilihan tersebut. Untuk menyatakan daya tarik suatu alternative, digunakan konsep utilitas. Utilitas didefenisikan sebagai suatu yang dimaksimumkan oleh setiap individu. (Tamin 2008) .

Sebagai contoh, dikatakan bahwa utilitas biasanya didefenisikan sebagai kombinasi linear dari beberapa peubah berikut, (Tamin 2008):

(22)

Setiap peubah menyatakan atribut setiap pemilihan moda atau setiap individu. Pengaruh yang menggambarkan kontribusi yang dihasilkan oleh suatu alternatif dinyatakan dalam bentuk koefisien; misalnya perubahan satu unit waktu tunggu (ACC) dalam persamaan 2.5 mempunyai pengaruh yang besarnya kira-kira dua kali dibandingkan dengan perubahan satu unit waktu selam perjalanan (IVT) dan tujuh kali lebih besar perubahan satu unit biaya/pendapatan(C/I). Peubah tersebut juga dapat mewakili karakteristik individu.

Konstanta sebesar 0,25 dalam persamaan 2.5 biasanya diartikan sebagai yang mewakili pengaruh dari karakteristik pilihan ataupun individu yang tidak dipertimbangkan dalam fungsi utilitasnya, seperti halnya unsur kenyamanan dan keamanan yang sangat sulit diukur secara kuantitatif.

Jadi pada saat memperkirakan akan diambil suatu alternatif, nilai utilitasnya harus sangat berbeda dengan alternative pilihan lain yang dinyatakan dalam bentuk peluang yang bernilai antara 0 dan 1. Untuk itu, digunakan bentuk transformasi matematis yang mengikuti pola grafik berbentuk S, seperti:

Logit P1 = exp⁡(V1) exp (V1)+exp (V2)

..….(2.6) Probit P2= ∫ ∫ 𝑒𝑒𝑥𝑥𝑒𝑒 �−2(1_________−𝜌𝜌1 2)��X1𝜎𝜎 1�²− 2𝜌𝜌X1X2 𝜎𝜎1𝜎𝜎2 +�X2𝜎𝜎2�²�� 2𝛱𝛱𝜎𝜎1𝜎𝜎2 √(1−𝜌𝜌2) V2−V1+X1 −∞ ∞ −∞ 𝛿𝛿X2𝛿𝛿X1 …...(2.7)

Matrix kovarian dari sebaran normal yang berkaitan dengan persamaan terakhir mempunyai bentuk,:

(23)

Model pemilihan diskrit secara umum tidak dapat dikalibrasi dengan analisis regresi atau sejenisnya karena peubah tidak bebas (Pi) merupakan peluang yang tidak diamati (bernilai antara 0 dan 1), sedangkan pengamatannya berupa pilihan setiap individu (bernilai 0 atau1).

Menurut Fidel Miro model pilihan diskret (biner) dibagi menjadi 3 jenis model diantaranya :

d. Model Logit Biner

Model logit biner ini hanya untuk pilihan 2 moda transportasi alternatif yaitu moda i dan moda j. Bentuk model ini berupa: probabilitas (%) peluang moda i untuk dipilih adalah bergantung pada nilai parameter atau kepuasan menggunakan moda i dan j serta nilai eksponensial.

e. Model Probit (Binary Probit)

Juga untuk 2 moda alternatif, tetapi model ini menekankan untuk menyamakan peluang (kemungkinan) individu untuk memilih moda 1, bukan moda 2 dan berusaha menghubungkan antara jumlah perjalanan dengan variabel bebas yang mempengaruhi, misalnya biaya (cost) dan variabel ini harus terdistribusi normal.

f. Model Multi Nominal (MNL)

Model ini merupakan model pilihan diskret yang paling terkenal dan popular. Pilihan yang dihadapi oleh konsumen dalam model ini cukup banyak (lebih dari 2 pilihan) seperti 3 pilihan, 4 pilihan, dan seterusnya, sebagai

(24)

contohnya ada moda kendaraan pribadi, ada mikrolet, ada taksi, ada sepeda motor, ada berjalan kaki, ada bus umum, atau kereta api cepat.

Model pemilihan probabilitas travel demand yang lengkap akan mempresentasikan karakteristik sistem transportasi dan di dalamnya mengandung fungsi pilihan yang bersifat acak, fungsi acak tersebut akan memberikan gambaran bahwa nilai fungsi pemilihan V(i) atau nilai-nilai atribut mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap individu yang berbeda atau oleh individu yang sama pada saat yang berbeda, pernyataan ini disebut random utilitas model dan diekspresikan sebagai vector notasi dari fungsi utilitas, (dikutip dari Kanafani, 1983)

𝑈𝑈𝑖𝑖=𝑉𝑉𝑖𝑖+𝜀𝜀𝑖𝑖 …….(2.9)

Dimana 𝑈𝑈𝑖𝑖 : Fungsi pemilihan untuk alternative (i), 𝑉𝑉𝑖𝑖: Systematic utility dari n (𝑋𝑋𝑖𝑖, 𝛳𝛳) alternative dan 𝜀𝜀𝑖𝑖: komponen stokastik (acak). Pengembangan model pemilihan di atas menganut prinsip dasar bahwa individu akan memilih alternative (n), jika fungsi utilitas U(n) lainnya.

Probabilitas individu n memilih alternative I dari pilihan set 𝐶𝐶𝑖𝑖 adalah:

P(i׀𝐶𝐶𝑖𝑖= P (𝑈𝑈𝑗𝑗𝑖𝑖- 𝑈𝑈𝑖𝑖𝑖𝑖) ≤ 0 ∀𝑗𝑗 ∈𝐶𝐶𝑖𝑖) …….(2.10) Persamaan 2.10 diuraikan lebih lanjut dengan memperhatikan persamaan sehingga

didapatkan :

(25)

P(i) = ∫ 𝐹𝐹𝑒𝑒(𝑖𝑖) { 𝑉𝑉 (𝑖𝑖)− 𝑉𝑉 (𝑗𝑗) +𝑒𝑒(𝑖𝑖),∀𝑗𝑗≠𝑖𝑖} f𝑡𝑡(𝜙𝜙)d𝜙𝜙 …….(2.13)

Dimana:F[.] merupakan distribusi bersama dari [e(i), e(j),…] untuk semua alternative dan f𝑖𝑖(𝜙𝜙) adalah fungsi kerapatan marjinal dari e(i). Persamaan selanjutnya akan menjadi dasar penyusunan persamaan pilihan (Kanafani, 1983).

II.7 Model Logit Biner/Binomial

Model ini merupakan model yang paling sering digunakan dalam praktek. Untuk membangun model ini perlu dibuat asumsi-asumsi yang berkaitan dengan komponen dari utilitas random.

Pengembangan model logit dibangun dengan persamaan matematik utilitas dengan menggunakan beberapa asumsi (Dikutip dari M. Aris Supriyanto, 2003 ) antara lain:

a) Random komponen utilitas adalah independenly and identically distributed (IID) dengan distribusi Gumbel, Sifat independen berarti faktor tak terobservasi tidak mempengaruhi utilitas yang ada.

b) Respon para individu terhadap atribut alternative adalah homogen sehingga karakteristik tak terobservasi dari individu tidak sensitive terhadap atribut dan alternatif.

c) Variasi dan kovariasi galat dan alternative yang ada adalah identik diantara individu.

(26)

{

j i

}

i j v v P P + =exp ………..………..(2.14)

(

)

(

)

(

j i

)

i j U U U j U U U U P i j j − + − = + =

exp 1 exp exp exp exp ………... (2.15)

(

j i

)

j i U U P P − + = − = exp 1 1 1 ……...………..…...(2.16) Dimana: Pj P

= Probabilitas (%) peluang moda j untuk dipilih.

i

Exp = eksponensial

= Probabilitas (%) peluang moda i untuk dipilih.

Uj

U

= Nilai parameter atau nilai kepuasan menggunakan moda j.

i

Dengan menganggap bahwa fungsi utilitas linier, maka perbedaan utilitas diekspresikan dalam bentuk perbedaan dalam sejumlah atribut n yang relevan diantara kedua moda, dirumuskan sebagai berikut :

= Nilai parameter atau nilai kepuasan menggunakan moda i.

) 17 . 2 .( )... ( ... ) ( ) ( 1 1 2 2 2 1 0 j i j i nj ni i j U a a X X a X X an X X U − = − − + − + + −

Analisa pengolahan data diperlukan guna mendapatkan hubungan kuantitatif antara atribut dan respon yang diekspresikan dalam skala semantik dengan rumusan model seperti pada persamaan diatas, dimana :

(27)

Uj – Ui = Respon individu pernyataan pilihan

a0 = Konstanta

a1, a2, ……., an =Koef. masing-masing atribut yang ditentukan

melalui metode least square dengan multiple linier regression.

Untuk selanjutnya, dengan menetapkan j= KA (Karya Agung) dan i= KBT (Koperasi Bintang Tapanuli), maka didapat persamaan:

………..…...(2.18)

(

KBT KA

)

KA KBT U U P P − + = − = exp 1 1 1 ……...………..…...(2.19) dengan: PKA P

= Probabilitas pemilihan Karya Agung

KBT =

U

Probabilitas pemilihan Koperasi Bintang Tapanuli

KA =

U

Utilitas/Tingkat kepuasan moda Karya Agung

KBT =

Persamaan ini menyatakan bahwa probabilitas seseorang memilih moda Karya Agung atau Koperasi Bintang Tapanuli adalah fungsi dari selisih utilitas kedua moda tersebut. Secara sederhana fungsi dari utitlitas itu sendiri

Utilitas/Tingkat kepuasan moda Koperasi Bintang Tapanuli

(

)

(

)

(

KA KBT

)

KBT KA U U U KA U U U U P KBT KA KA − + − = + =

exp 1 exp exp exp exp

(28)

dapat dianggap bergerak secara linear yang terdiri dari berbagai macam atribut. Jadi perbedaan utilitas dari kedua moda tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk selisih atribut-atribut. Selisih atribut yang dimaksud dari masing-masing atribut yang homogeny yang terdapat pada kedua moda yang ditinjau. Sehingga persamaannya adalah sebagai berikut:

) 20 . 2 ...( ... ... ... )... ( ... ) ( ) ( 1 2 2 1 0 n KBT KA U a a X a X a X U − = + + + + Dimana:

a1, a2 hingga an = koefisien dari atribut-atribut (V X1, X2 hingga Xn)

X1, X2 hingga Xn = nilai selisih atribut antara Karya Agung dan

Koperasi Bintang Tapanuli

Nilai-nilai dari koefisien-koefisien ini ditentukan kemudian dengan konsep least square dengan metode multiple linear regression. Sedangkan a0

Persamaan tersebut di atas sejalan dengan kenyataan bahwa bila seseorang akan memilih moda pada saat akan melakukan perjalanan akan mempertimbangkan berapa selisih keuntungan dan kekurangan dari setiap moda yang berasing. Dengan cara yang berbeda-beda, nilai utilitas sebagai respon dari setiap individu dapat juga dinyatakan dalam bentuk probabilitas pemilihan moda tertentu. Hal ini dapat

dinyatakan dalam persamaan berikut ini:

adalah konstanta yang menampung semua kesalahan dan atribut-atribut yang tidak diperhitungkan.

(29)

      − KA KA Ln Pr 1 Pr = 𝑎𝑎0+ 𝑎𝑎1(𝑋𝑋1) +𝑎𝑎2 (𝑋𝑋2) +⋯+𝑎𝑎𝑖𝑖 (𝑋𝑋𝑖𝑖) ….(2.21)

Sehingga dari persamaan 2.20 dan 2.21 ini dapat dihasilkan persamaan baru sebagai berikut :      − KAKA Ln Pr 1 Pr = UKA - UKBT

Dalam menentukan sifat penting untuk memahami dan meramalkan perilaku, digunakan ukuran statistik. Yaitu konsep significance test yang memberikan ukuran tingkat keberartian dari faktor yang mempengaruhi atau tidak dan ukuran kesesuaian model atau goodness-of-fit (R-square). Persamaan-persamaan di atas juga berlaku dalam hal pemodelan Karya Agung-Koperasi Bintang Tapanuli.

….(2.22)

II.8 Model Probit Biner (Binary Probit)

Menurut Ben Akiva (2010) Model probit ini adalah salah satu asumsi logis yang menunjukkan sejumlah permasalahan yang besar pada komponen variabel bebas. Model ini juga merupakan asumsi tentang distribusi pada dua permasalahan atau pilihan untuk dipilih yang menyatakan perbedaan pada kedua pilihan. Untuk membangun model ini perlu dibuat asumsi-asumsi yang berkaitan dengan komponen dari utilitas random.

Diperkirakan bahwa ε𝑖𝑖𝑖𝑖 𝑑𝑑𝑎𝑎𝑖𝑖 ε𝑗𝑗𝑖𝑖 adalah bilangan normal dengan mean 0 𝜎𝜎 dan 𝜎𝜎

(30)

mempunyai covarian 𝜎𝜎𝑖𝑖𝑗𝑗 . Dalam persamaan itu diasumsikan persamaan

ε𝑖𝑖 = ε𝑖𝑖𝑖𝑖 −ε𝑗𝑗𝑖𝑖 pada distribusi normal dengan mean 0 dengan varian 𝜎𝜎𝑖𝑖²+

𝜎𝜎𝑗𝑗²−2𝜎𝜎𝑖𝑖𝑗𝑗 = 𝜎𝜎².

Untuk selengkapnya asumsi ini yang merupakan variabel bebas ε𝑗𝑗𝑖𝑖

ε𝑖𝑖𝑖𝑖 adalah i.i.d antar individu, dan kebebasan pada atribut x𝑖𝑖. Kita dapat menggunakan hasil persamaan probabilitas pemilihan yaitu sebagai berikut:

𝑃𝑃𝑖𝑖(i) = Pr (ε𝑗𝑗𝑖𝑖 − ε𝑖𝑖𝑖𝑖 ≤ 𝑉𝑉𝑖𝑖𝑖𝑖 − 𝑉𝑉𝑗𝑗𝑖𝑖) ….(2.23) =

𝑉𝑉𝑖𝑖𝑖𝑖−𝑉𝑉𝑗𝑗𝑖𝑖 𝜎𝜎√12𝜋𝜋 −∞

𝑒𝑒𝑥𝑥𝑒𝑒

[

-1 2

є 𝜎𝜎

�²

]

dε,𝜎𝜎 >0, ….(2.24) = 1 √2𝜋𝜋∫ exp[− 1 2 (𝑉𝑉𝑖𝑖𝑖𝑖−𝑉𝑉𝑗𝑗𝑖𝑖)/𝜎𝜎) −∞ 𝑢𝑢²]𝑑𝑑𝑢𝑢 ….(2.25)

=

ϕ

𝑉𝑉𝑖𝑖𝑖𝑖−𝑉𝑉𝑗𝑗𝑖𝑖 𝜎𝜎

….(2.26)

Dimana persamaan ini diperoleh dari perubahan variabel u=ε/𝜎𝜎 dan ϕ (.)

yang merupakan standard kumulatif distribusi normal. Model ini disebut unit probabilitas biner atau probit biner. Bagian ini merupakan 𝑉𝑉𝑖𝑖𝑖𝑖=𝜷𝜷’𝑥𝑥𝑖𝑖𝑖𝑖 dan 𝑉𝑉𝑗𝑗𝑖𝑖=𝜷𝜷’𝑥𝑥𝑗𝑗𝑖𝑖, 𝑃𝑃𝑖𝑖(i)=𝜎𝜎√12𝜋𝜋

β 𝑒𝑒𝑥𝑥𝑒𝑒 ’(x𝑖𝑖𝑖𝑖−𝑥𝑥𝑗𝑗𝑖𝑖)/𝜎𝜎) −∞ [− 1 2𝑢𝑢²]𝑑𝑑𝑢𝑢=

ϕ

β’(x𝑖𝑖𝑖𝑖−𝑥𝑥𝑗𝑗𝑖𝑖) 𝜎𝜎

….(2.27) 1

𝜎𝜎 merupakan tingkat fungsi utilitas yang dapat dibuat menjadi nilai positif bebas, biasanya 𝜎𝜎=1

Probabilitas pilihan probit biner hanya tergantung pada σ, bukan σ𝑖𝑖,

(31)

berhubungan untuk pilihan probabilitas. Selain itu kejadian pemilihan pada σ

tergantung pada waktu, dengan penilaian σ dan 𝜷𝜷 bilangan konstan positif, Kita

tidak dapat mengolah pilihan probabilitas ini secara pasti semuanya. Biasanya

σ=1, sehingga nilai lainnya akan dihasilkan dengan baik.

Vin dan Vjn merupakan utilitas dan i/σ adalah tingkat fungsi utilitas terhadap Vin dan Vjn. Kemudian diperoleh persamaaan probabilitas dengan mengikuti standard kumulatif distribusi normal (ϕ). Model ini disebut unit probabilitas biner atau probit biner.

Sehingga diperoleh persamaan 𝑃𝑃𝑖𝑖 (𝑖𝑖) =

ϕ

𝑉𝑉𝑖𝑖𝑖𝑖−𝑉𝑉𝑗𝑗𝑖𝑖

𝜎𝜎

Vin-Vjn = Utilitas 𝜎𝜎= Standard deviasi

ϕ= Cumulative distribusi normal

Untuk selanjutnya, dengan menetapkan Vin= 𝑈𝑈𝐾𝐾𝐾𝐾 (Karya Agung) dan Vjn=𝑈𝑈𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾 KBT (Koperasi Bintang Tapanuli), maka diperoleh bentuk persamaan model probit biner adalah sebagai berikut :

c) Probabilitas pemilihan bus Karya Agung:

𝑃𝑃𝐾𝐾𝐾𝐾= ϕ {(𝑈𝑈𝐾𝐾𝐾𝐾−𝑈𝑈𝜎𝜎 𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾) } ….(2.28) d) Probabilitas pemilihan bus KBT (Koperasi Bintang Tapanuli)

𝑃𝑃𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾= ϕ {(𝑈𝑈𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾−𝑈𝑈𝐾𝐾𝐾𝐾)

(32)

Persamaan Probit ini juga menyatakan bahwa probabilitas seseorang memilih moda Karya Agung atau Koperasi Bintang Tapanuli adalah fungsi dari selisih utilitas kedua moda tersebut.

Hal yang membedakan pada kedua model adalah pada rumus atau formula yang dipakai. Model Probit mengikuti distribusi kumulatif standard (ϕ) dengan hasil dari 1

𝜎𝜎 yang merupakan tingkat fungsi utilitas dengan utilitas 𝑈𝑈𝐾𝐾𝐾𝐾 − 𝑈𝑈𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾. II.9 Utilitas

Dari himpunan alternatif yang diberikan, pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana pembuat keputusan memilih diantara alternative yang tersedia dalam Cn? Dalam analisis pemilihan direpresentasikan kemenarikan/daya tarik (attractiveness) atau utilitas dari tiap-tiap alternatif itu sendiri dan atribut individu.Utilitas didefenisikan sebagai ukuran istimewa seorang dalam menentukan pilihan alternatif terbaiknya atau sesuatu yang dimaksimumkan oleh setiap individu (Tamin 2000). Misalkan , utilitas suatu moda angkutan penumpang bagi individu tertentu bisa jadi direpresentasikan sebagai fungsi dari atribut-atribut berikut:

• Waktu perjalanan rata-rata

• Waktu tunggu dan waktu untuk berjalan kaki

• Ongkos yang dikeluarkan

Dan atribut-atribut dari pembuat keputusan:

 Pendapatan

(33)

 Umur

 Pekerjaan

Bentuk fungsi utilitas sulit untuk diasumsikan, oleh karena itu dengan alasan kemudahan dalam perhitungan, maka fungsi utilitas sering direpresentasikan sebagai parameter-parameter linier (linier in parameter).

Dalam memodelkan pemilihan moda, maka utilitas dari suatu pilihan i bagi individu n dapat dituliskan sebagai:

𝑈𝑈𝑖𝑖𝑖𝑖 = 𝛽𝛽1𝑥𝑥𝑖𝑖𝑖𝑖1+𝛽𝛽2𝑥𝑥𝑖𝑖𝑖𝑖2+…+𝛽𝛽𝑘𝑘𝑥𝑥𝑖𝑖𝑖𝑖𝑘𝑘 …….(2.37)

𝑈𝑈𝑖𝑖𝑖𝑖 = utilitas alternative i bagi pembuat keputusan n

𝛽𝛽1𝑥𝑥𝑖𝑖𝑖𝑖1, 𝛽𝛽2𝑥𝑥𝑖𝑖𝑖𝑖2, …𝛽𝛽𝑘𝑘𝑥𝑥𝑖𝑖𝑖𝑖𝑘𝑘 = sejumlah k variabel yang menerangkan atribut-atribut alternative i bagi pembuat keputusan n

𝛽𝛽1, 𝛽𝛽2,. .𝛽𝛽𝑘𝑘 = koefisien-koefisien yang perlu diinferensikan dari data yang tersedia.

II.9.1 Utilitas Acak

Dasar teori, kerangka atau paradigma dalam menghasilkan model pemilihan diskrit adalah teori utilitas acak. Domencich and McFadden (1975) dan Williams (1977), sebagaimana dikutip Dario Tamin (2000), mengemukakan bahwa individu yang berada dalam suatu posisi yang homogeny akan bertindak secara rasional dan memiliki informasi yang tepat sehingga biasanya dapat menentukan pilihan yang dapat memaksimumkan

(34)

waktu dan uang. Dua individu dengan atribut yang sama dan mempunyai set pilihan yang sama mungkin memilih pilihan yang berbeda dan beberapa individu tidak selalu memilih alternatif yang terbaik.

Fidel Miro (2002) Nilai kepuasan pelaku perjalanan (user) dalam menggunakan moda transportasi alternative, dipengaruhi dan berhubungan dengan variabel-variabel yang sudah kita anggap memiliki hubungan yang kuat dengan perilaku pelaku perjalanan dan bentuk hubungannya dapat dilihat melalui fungsi utility berikut (Akiva and Lerman, 1985).

U= f(𝑉𝑉1,𝑉𝑉2,𝑉𝑉3,… . ,𝑉𝑉𝑖𝑖) …….(2.38) Dimana:

U = Nilai kepuasan pelaku perjalanan menggunakan moda transportasi. 𝑉𝑉1,s/d𝑉𝑉𝑖𝑖, = Variabel-variabel yang dianggap berpengaruh terhadap nilai kepuasan

menggunakan moda transportasi tertentu.

f = Hubungan fungsional

Kegiatan menentukan dan mengamati perilaku pelaku perjalanan melalui fungsi utilitas dapat dilakukan dengan dua pendekatan. Pendekatan apa yang kita lakukan sangat menentukan model pilihan probabilitas apa yang akan kita gunakan. Kedua pendekatan tersebut adalah:

(35)

 Pendekatan Agregat

Menganalisis perilaku pelaku perjalanan secara menyeluruh yang menurut Manheim(1979) dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu membagi objek pengamatan atas beberapa kelompok yang mempunyai karakteristik elemen yang relatif homogen (sama) dan melakukan agregasi dari data-data disagregat.

 Pendekatan Disagregat

Menganalisis perilaku pelaku perjalanan secara individu. Hal ini mencakup bagaimana merumuskan tingkah laku individu ke dalam model kebutuhan transportasi. Pendekatan semacam ini ada dua yaitu:

a) Disagregat Deterministik:

Pendekatan ini dilakukan kalau pelaku perjalanan mampu mengidentifikasikan semua alternative moda yang ada, semua variabel yang ada, persepsi/preferensi variabel secara eksplisit, dan menggunakan seluruh informasi untuk mengambil keputusan. Bentuk modelnya adalah model persamaan regresi linear berganda tanpa unsur kesalahan (error) seperti persamaan berikut:

𝑈𝑈𝑖𝑖= a + 𝑏𝑏1𝐾𝐾+ 𝑏𝑏2𝑋𝑋 + 𝑏𝑏3C …….(2.39)

𝑈𝑈𝑖𝑖 = Nilai kepuasan menggunakan moda i. T = Variabel waktu di atas kendaraan.

X = Variabel waktu di luar kendaraan

(36)

𝑏𝑏1 s/d 𝑏𝑏3 = parameter fungsi kepuasan untuk masing-masing variabel tersebut (koefisien regresi)

b) Disagregat Stokastik

Pada pendekatan ini, nilai kepuasan lebih realistis karena mempertimbangkan unsur-unsur yang tidak teramati yang terjadi di dunia nyata. Hal ini berbeda dengan pendekatan di atas, yang tidak memasukkan unsure yang tidak teramati.

Seluruh unsur yang tidak teramati (di luar jangkauan akal manusia) yang terjadi di dunia nyata, pada pendekatan ini diwakili oleh unsure error (kesalahan) yang bersifat acak (random) atau bersifat stokastik, sehingga modelnya menjadi:

𝑈𝑈𝑈𝑈 = 𝛽𝛽0+ 𝛽𝛽1 tm + 𝛽𝛽2 𝑥𝑥𝑈𝑈 +𝛽𝛽3 𝑐𝑐𝑈𝑈 +en …….(2.40) Dimana:

𝑈𝑈𝑈𝑈 = Nilai (fungsi) kepuasan menggunakan moda m tm s/d cm = Nilai (fungsi) kepuasan menggunakan moda m 𝛽𝛽1 s/d 𝛽𝛽3 = Nilai (fungsi) kepuasan menggunakan moda m

En = Faktor kesalahan atau unsur stokastik, yaitu variabel random yang mengikuti bentuk distribusi tertentu.

(37)

Peramalan dikatakan relative tepat, apabila nilai en sekurang-kurangnya mendekati 0 (seminimal mungkin) atau en = 0

Studi terdahulu

Sebagai bahan untuk perbandingan dalam penelitian ini, penulis ingin mencoba menguraikan studi terdahulu tentang penggunaan ketepatan model logit dan probit dengan metode stated preference, diantaranya adalah :

1. Judul: Analisis Pemilihan Moda antara Busway dan Kendaraan Pribadi Dengan Model Logit – Probit (Studi Kasus Koridor Blok M – Kota), Tesis Universitas Indonesia, 2003.

Oleh: M. Aris Supriyanto

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis probabilitas pemilihan moda antara busway dan kendaraan pribadi pada koridor Blok M-Kota. Dalam penelitian ini dipakai asumsi bahwa penggunaan angkutan umum tidak elastis terhadap pemilihan busway. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah stated preference dengan metode estimasi parameter adalah maximum likelihood. Model yang digunakan untuk menganalisis pemilihan moda digunakan model binomial probit dan binomial logit. Untuk model binomial probit akan dianalisis dengan dua pendekatan yakni, menggunakan simulasi Monte Carlo dan Aproximasi Clark, hasil selanjutnya diuji dengan alat uji statistik untuk mendapatkan parameter model yang terbaik.

(38)

Berdasarkan analisa terlihat bahwa ketiga metode menghasilkan model yang sama baiknya. Untuk model Logit perhitungan secara matematis relatif mudah tetapi akurasi yang didapat kurang. Sedangkan model approximasi Probit Clark lebih akurat bila dibandingkan dengan model Logit, tetapi secara matematis perhitungannya lebih sulit dari model logit. Model Probit simulasi Monte Carlo menghasilkan model yang paling akurat, hal ini karena model ini sudah memperhitungkan error terms, akan tetapi perhitungan secara matematis dari model ini paling rumitndan memerlukan waktu yang lama serta ketelitian yang tinggi.

Terlihat juga bahwa ada responden yang captive untuk tetap menggunakan kendaraan pribadi meskipun utilitas yang ditawarkan oleh busway sudah maksimum. Responden yang captive untuk pengguna mobil sebesar 14%, sedangkan penggunaan sepeda motor adalah sebesar 12%.

2. Judul : Model Pemilihan Moda Angkutan Penumpang Kapal Feri (PT.ASDP) & Kapal Cepat (Swasta) Rute Sibolga-Gunung Sitoli (Dengan metode stated Preference), TA USU,2010

Oleh : Achmad Afandi Tanjung

Penelitian ini bertujuan untuk mengamati perilaku perjalanan pengguna transportasi laut yakni Kapal Laut yaitu untuk mengetahui dan menganalisis karakteristik pengguna Kapal Feri (Kelas Bisnis) dan Kapal Cepat rute Sibolga – Gunung Sitoli dan melihat preferensi pemilihan moda akibat perubahan biaya

(39)

perjalanan, waktu perjalanan, frekuensi perjalanan, jadwal keberangkatan, kenyamanan kapal, dan keamanan/keselamatan kapal. Yaitu, apakah pemilihan

Kapal lebih dipengaruhi oleh perubahan biaya, waktu, frekuensi, jadwal keberangkatan, kenyamanan, atau keamanan.

Kegiatan penelitian yang dilakukan meliputi survei awal dan survei utama yaitu melalui pembagian kuesioner yang disusun dengan metode stated preference. Penelitian ini dilakukan kepada 110 responden dan terkumpul sebanyak 99 yang memenuhi syarat (valid). Kuesioner tersebut dibagikan pada saat survei lapangan langsung diatas Kapal Feri (Kelas Bisnis) dan Kapal Cepat di pelabuhan Sibolga.

Hasil kuesioner selanjutnya diolah untuk mendapatkan karakteristik pengguna kapal dan model pemilihan Kapal Feri (Kelas Bisnis) dan Kapal Cepat.

Beberapa karakteristik pengguna Kapal Feri (Kelas Bisnis) dan Kapal Cepat rute Sibolga Nias sebagai berikut : Tujuan perjalanan sebagian besar adalah perjalanan dinas untuk pengguna Kapal Feri (Kelas Bisnis) dan urusan keluarga/sosial untuk pengguna Kapal Cepat. Dari segi penghasilan pengguna kedua kapal ini berpenghasilan antara Rp. 1.000.000 – 2.000.000, sedangkan alasan pemilihan moda adalah pertimbangan kenyamanan untuk Kapal Feri (Kelas Bisnis) dan alasan Lebih Cepat bagi pengguna Kapal Cepat.

Model pemilihan moda antara Kapal Feri (Kelas Bisnis) dan Kapal Cepat yang telah diperoleh dalam bentuk persamaan linier yaitu : UKapalFeri – UKapalCepat = -3,169 – 0,00000798X1 + 0,534X2 + 1,134X3 – 0,100X4 + 0,059X5 + 0,089X6. Dengan 6 atribut yaitu : X1 = Δ Cost, X2 = Δ Time, X3 =

(40)

Δ Freq u ency , X4 = Δ Dep arture X5 = Δ Serv ice, X6 = Δ Safety . Hasil

pengukuran persentase pengaruh semua atribut (R2) diperoleh nilai 36,3 %.

3. Judul : Kompetisi Pemilihan Moda Angkutan Penumpang Antar Kota Antara Moda Kereta Api dan Bus ( Studi Kasus : Rute Bandung Jakarta).Tesis ITB, 2001.

Oleh : Elsa Tri Mukti

Studi ini dilakukan dengan tujuan untuk mengamati perilaku pelaku perjalanan angkutan umum antar kota agar diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi pelaku perjalanan dalam melakukan pemilihan moda, untuk memperoleh suatu model pemilihan moda angkutan umum antara moda kereta api dan bus, serta untuk mengestimasi sensitivitas pelaku perjalanan dalam penentuan pemilihan moda apabila dilakukan perubahan terhadap atribut perjalanannya.

Studi ini dilakukan dengan menggunakan metode Stated Preference dengan melibatkan sebanyak 356 responden. Model pemilihan moda yang digunakan dalam studi ini adalah model logit binomial. Berdasarkan hasil analisis diperoleh model pemilihan moda untuk moda kereta api dan bus adalah sebagai berikut:

Probabilitas pemilihan kereta api : P ka = 𝑒𝑒𝑥𝑥𝑒𝑒

(𝑈𝑈𝑘𝑘𝑎𝑎 −𝑈𝑈𝑏𝑏𝑢𝑢𝑈𝑈 ) 1+𝑒𝑒𝑥𝑥𝑒𝑒(𝑈𝑈𝑘𝑘𝑎𝑎 −𝑈𝑈𝑏𝑏𝑢𝑢𝑈𝑈 )

Probabilita pemilihan bus ; P bus= 𝑒𝑒𝑥𝑥𝑒𝑒(𝑈𝑈𝑘𝑘𝑎𝑎−𝑈𝑈𝑏𝑏𝑢𝑢𝑈𝑈)

(41)

Dimana U (ka-bus) = –0,139281 – 0,000162𝑥𝑥1–1,031402𝑥𝑥2–0,025847𝑥𝑥3+ 0,53191𝑥𝑥4

Dengan faktor-faktor yang dipertimbangkan adalah selisih biaya perjalanan (𝑥𝑥1), selisih waktu tempuh perjalanan ((𝑥𝑥2), selisih headway (𝑥𝑥3) dan selisih tingkat pelayanan (𝑥𝑥4) antara kereta api dan bus.

Selanjutnya berdasarkan hasil analitis sensitivitas, diketahui bahwa yang paling sensitive mempengaruhi probabilitas pemilihan moda adalah waktu tempuh perjalanan, dimana perubahan pada waktu tempuh perjalanan akan mengakibatkan perubahan probabilitas pemilihan moda yang relative lebih besar dibandingkan bila terjadi perubahan pada atribut lainnya.

Gambar

Gambar II.1     Proses pemilihan dua moda (angkutan umum dan mobil)
Gambar II.2 Proses pemilihan moda untuk Indonesia

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Tujuan usulan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara penebalan dinding kandung kemih pada pemeriksaan USG dengan pemeriksaan dipstik leukosit esterase pada

kepuasaan, harapan penghargaan, dan kegunaan diri. Standar limit skor untuk pengkategorian menjadi kategori rendah dan tinggi tidak tersedia, maka digunakan

Menurut Saudara apakah model pengembangan pendidikan anti korupsi melalui Teenager Corruption Watch (TCW) yang melibatkan peserta didik (anak) di sekolah dapat efektif

Kebutuhan obat-obatan , alkes habis pakai dan reagen untuk pasien rawat inap dan rawat jalan dan honor pegawai tidak tetap selamas 12 bulan. Perubahan lndikator

7HNQRORJL GDWDEDVH VDDW LQL PHPXQJNLQNDQ XQWXN PHQ\LPSDQ VHMXPODK GDWD GDODP MXPODK \DQJ VDQJDW EHVDU GDQ WHUDNXPXODVL QDPXQ GLVLQLODK DZDO WLPEXOQ\D SHUVRDODQ OHGDNDQ GDWD

'DHUDK SHUNRWDDQ QHJDUD EHUNHPEDQJ PHQDULN EDJL EDQ\DN PHQDULN NDXP PXGD GDUL GDHUDK SHGHVDDQ XQWXN PHQFDUL SHOXDQJ NHUMD 7HWDSL PDVLK VHGLNLW SHQHOLWLDQ \DQJ \DQJ GLODNXNDQ

Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan kepada karyawan di Rumah Sakit BaliMéd, didapatkan hasil yaitu

Pengaruh Kompetensi Profesionalitas terhadap Kinerja Guru SMP Negeri 1 Bumiagung Waykanan lampung. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif dan