• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

    5 

LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Pengertian Kewirausahaan

Dalam Hendro dan Widhianto (2006, p.16), “ Bila diterjemahkan secara literatur, entrepreneur itu berasal “between taker” atau “go between” yang artinya orang yang berani dan memutuskan dan mengambil resiko dari satu atau lebih pilihan yang semua pilihannya mempunyai manfaat dan resiko yang berbeda. Entrepreneur itu adalah seorang yang berusaha berpikir beda.”

Menurut Frinces (2004,p.11) wirausaha adalah “ Mereka yang selalu bekerja keras dan kreatif untuk mencari peluang bisnis , mendayagunakan peluang yang diperoleh, dan kemudian merekayasa penciptaan alternatif sebagai peluang bisnis baru dengan faktor keunggulan.”

Menurut Peggy A.Lambing dan Charles R.Kuehl dalam bukunya Entrepreneurship (1999) sebagaimana dikutip oleh Hendro dan Widhianto (2006, p.21), “Kewirausahaan adalah suatu usaha kreatif yang membangun suatu value dari yang belum ada menjadi ada dan bisa dinikmati oleh orang banyak.”

Kewirausahaan menurut Hisrich (2005 , pp.8-9) yaitu “ Process of creating something new and assuming the risk and rewards” , yaitu merujuk pada suatu proses penciptaan sesuatu yang baru dan mengambil risiko dan hasil upah. Sedangkan wirausaha (entrepreneur), adalah “individual who takes risks and starts something new” , yaitu seorang pribadi yang berani mengambil risiko dan memulai sesuatu yang baru.

Istilah kewirausahaan merupakan padanan kata dari entrepreneurship dalam bahasa Inggris. Kata entrepreneurship itu sendiri sebenarnya berawal dari bahasa Prancis

(2)

yaitu “entreprende” yang mengandung arti petualang, pencipta dana pengelola usaha (Lupiyoadi 2004,p.1).

Jadi dari pengertian entrepreneur di atas dapat disimpulkan bahwa entrepreneur adalah suatu kemampuan seseorang untuk mengambil resiko dan mengelola sesuatu yang ada di dalam dirinya untuk dimanfaat dan ditingkatkan agar dapat memperoleh suatu value bagi dirinya ataupun orang banyak.

Definisi ini menekankan empat aspek dasar; 1.Aspek yang pertama, kewirausahaan melibatkan proses penciptaan, yaitu menciptakan suatu nilai yang baru. Penciptaan harus memiliki nilai, baik bagi wirausaha maupun bagi pihak-pihak lain yang baginya nilai tersebut diciptakan. Pihak-pihak tersebut misalnya (1) pasar dari pembeli pihak perusahaan yang melakukan inovasi bisnis, (2) pihak administrasi rumah sakit yang menggunakan prosedur dan program perangkat lunak yang baru, (3) para mahasiswa yang mempelajari studi kewirausahaan, atau (4) pelanggan jasa yang baru yang diberikan oleh organisasi nonprofit. 2.Yang kedua, kewirausahaan menuntut pengorbanan waktu dan usaha, karena untuk menciptakan sesuatu yang baru dan menerapkannya, diperlukan sejumlah waktu dan usaha. 3.Aspek yang ketiga adalah dapat mengasumsikan risiko. Risiko ini dapat muncul dalam berbagai bentuk, tergantung pada bidang usaha yang ditekuni, tetapi risiko ini terutama terkait dengan masalah financial, psikologi dan social. 4.Aspek yang keempat melibatkan penghargaan (reward) dalam menjadi seorang wirausaha. Penghargaan yang paling utama dalam hal ini adalah adanya kemandirian, kebebasan (independence), yang diikuti dengan kepuasan pribadi (personal satisfaction). Uang juga dapat diperhitungkan sebagai penghargaan, dimana terkadang juga dapat dijadikan indicator kesuksesan seorang wirausaha.

Sedangkan menurut Prijosaksono dan Bawono (2005,p.xv), kewirausahaan (entrepreneurship) dapat diartikan melalui 3 kata berikut: destiny , courage , action. Ketiga kata tersebut merupakan kata-kata yang penting dalam membangun sikap dan

(3)

perilaku wirausaha dalam diri seseorang. Destiny berarti takdir, yang sebenarnya lebih merupakan tujuan hidup (life purpose) yang jelas, kita dapat memiliki semangat (spirit) dan sikap mental (attitude) yang diperlukan dalam membangun sebuah usaha yang dapat member nilai tambah dalam kehidupan kita. Keberanian (Courage) untuk memulai dan menghadapi tantangan adalah sikap awal yang kita perlukan. Dalam kewirausahaan, keberanian untuk mulai dan mengambil risiko adalah syarat mutlak. Impian dan cita-cita yang besar, kemudian ditambah dengan kreativitias yang diwujudkan dengan keberanian untuk mencoba dan melakukan (action) langkah pertama adalah awal kesuksesan seorang wirausaha sejati.

Menurut Zimmer dan Scarborough (2004,p.3), wirausaha adalah orang yang menciptakan yang baru dengan mengambil risiko dan ketidakpastian demi mencapai keuntungan dan pertumbuhan dengan cara mengidentifikasi peluang dan menggabungkan sumber daya yang diperlukan untuk mendirikannya.

2.1.1 Profil, Karakteristik, Jiwa Wirausaha

Gambaran atau pengertian tentang jiwa wirausaha, dapat diperoleh dengan melihat uraian ciri-ciri, profil, karakteristik khusus yang melekat pada diri wirausaha, yaitu:

Menurut Suparman (Alma,2001,p.17),ciri-ciri seorang wirausaha antara lain yaitu sebagai berikut:

• Berpikir teliti dan berpandangan kreatif dengan imajinasi konstruktif, • Memiliki sikap mental untuk menyerap dan menciptakan kesempatan, • Membiasakan diri bersikap mental positif untuk maju dan selalu bergairan

dalam setiap pekerjaan. • Mempunyai inisiatif,

(4)

• Menguasai salesmanship (kemampuan jual), memiliki kepemimpinan dan mampu memperhitungkan risiko,

• Ulet, tekun, terarah, jujur dan bertanggung jawab, • Berwatak maju, cerdik dan percaya pada diri sendiri.

Menurut Zimmer dan Scarborough (2004,pp.3-7), profil seorang wirausaha dpaat digambarkan sebagai berikut:

Menyukai tanggung jawab

Wirausaha merasa bertanggung jawab secara pribadi atas hasil perusahaan mereka terlibat. Mereka lebih menyukai dapat mengendalikan sumber-sumber daya mereka sendiri dan menggunakan sumber-sumber daya tersebut untuk mencapai cita-cita yang ditetapkan sendiri.

Lebih menyukai risiko menengah

Wirausaha bukanlah seorang pengambil risiko liar, melainkan seseorang yang mengambil risiko yang diperhitungkan. Wirausaha melihat suatu bisnis dengan tingkat pemahaman risiko pribadinya. Cita-cita mungkin tampak tinggi – bahkan mungkin mustahil tercapai – menurut orang lain, tetapi wirausaha melihat situasi itu dari sudut pandang yang berbeda dan percaya bahwa sasaran mereka masuk akal dan dapat tercapai. Mereka biasanya melihat peluang di daerah yang sesuai dengan pengetahuan, latar belakang, dan pengalamannya yang akan meningkatkan kemungkinan keberhasilannya.

Keyakinan atas kemampuan mereka untuk berhasil

Wirausaha umumnya memiliki banyak keyakinan atas kemampuan mereka untuk berhasil. Mereka cenderung optimis terhadap peluang keberhasilan dan optimism mereka biasanya berdasarkan kenyataan. Salah satu penelitian dari National

(5)

Federation of Independent Business (NFIB) menyatakan bahwa sepertiga dari wirausaha menilai peluang berhasil mereka 100%. Tingkat optimism yang tinggi kiranya dapat menjelaskan mengapa kebanyakan wirausaha yang berhasil pernah gagal dalam bisnis sebelum akhirnya berhasil.

Hasrat untuk mendapatkan umpan balik langsung

Wirausaha ingin mengetahui sebaik apa mereka bekerja dan terus-menerus mencari pengukuhan. Tricia Fox, pendiri Fox Day School, Inc., menyatakan, “ Saya senang menjadi seorang yang bebas dan berhasil. Tidak ada umpan balik yang sebaik bisnis milik anda sendiri.”

Tingkat energi yang tinggi

Wirausaha lebih enerjik dibandingkan orang kebanyakan. Energi ini merupakan factor penentu mengingat luar biasanya usaha yang diperlukan untuk mendirikan suatu perusahaan. Kerja keras dalam waktu yang lama merupakan sesuatu yang biasa.

Orientasi ke depan

Wirausaha lebih enerjik dibandingkan orang kebanyakan. Energi ini merupakan factor penentu mengingat luar biasanya usaha yang diperlukan untuk mendirikan suatu perusahaan. Kerja keras dalam waktu yang lama merupakan sesuatu yang biasa.

Keterampilan mengorganisasi

Membangun sebuah perusahaan “dari nol” dapat dibayangkan seperti menghubungkan potongan-potongan sebuah gambar besar. Para wirausaha mengetahui cara mengumpulkan orang-orang yang tepat untuk menyelesaikan suatu tugas. Penggabungan orang dan pekerjaan secara efektif memungkinkan para wirausaha untuk mengubah pandangan ke depan menjadi kenyataan.

(6)

Menilai prestasi lebih tinggi dari uang

Salah satu kesalahmengertian yang paling umum mengenai wirausaha adalah anggapan bahwa sepenuhanya terdorong oleh keinginan menghasilkan uang. Sebaliknya, prestasi tampak sebagai motivasi utama para wirausaha; uang hanyalah cara untuk “menghitung skor” pencapaian sasaran atau simbol prestasi. Seorang peneliti bisnis mengatakan, “ Yang membuat wirausaha bergerak lebih kompleks – dan lebih luhur – dari sekedar uang. Kewirausahaan lebih mengenai menjalankan sendiri apa yang diinginkan. Tentang sesuatu yang tampaknya tidak mungkin”

Sedangkan kompetensi-kompetensi yang merupakan karakterisitik dari wirausaha yang berhasil yaitu:

1. Proaktif:

- Inisiatif , yaitu : melakukan sesuatu sebelum diminta atau tersedak oleh

keadaan

- Asertif , yaitu : menghadapi masalah secara langsung dengan orang lain.

Meminta orang lain mengerjakan apa yang harus mereka lakukan.

2. Berorientasi prestasi:

- Melihat dan bertindak berdasarkan peluang , yaitu : menangkap

peluang khusus untuk memulai bisnis baru , mencari bantuan keuangan, lahan ruang kerja dan bimbingan.

- Orientasi efisiensi , yaitu : mencari dan menemukan cara untuk

mengerjakan sesuatu dengan lebih cepat atau dengan lebih sedikit biaya. - Perhatian pada pekerjaan dengan mutu tinggi , yaitu : keinginan

(7)

- Perencanaan yang sistematis , yaitu : menguraikan pekerjaan yang besar menjadi tugas-tugas atau sasaran-sasaran kecil, mengantisipasi hambatan, menilai alternative.

- Pemantauan , yaitu : mengembangkan atau menggunakan prosedur untuk memastikan baahwa pekerjaan dapat diselesaikan atau sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan.

3. Komitmen pada orang lain:

- Komitmen terhadap pekerjaan , yaitu : melakukan pengorbanan pribadi atau bisnis yang luar biasa untuk menyelesaikan pekerjaan , menyingsingkan lengan baju bersama karyawan dan bekerja di tempat karyawan untuk menyelesaikan pekerjaan.

- Menyadari pentingnya dasar-dasar hubungan bisnis , yaitu : melakukan tindakan agar tetap dengan pelanggan , memandang hubungan pribadi sebagai sumber daya bisnis, menempatkan jasa baik jangka panjang di atas keuntungan jangka pendek.

Sedangkan menurut Hendro dan Widhianto (2006,pp.54-55), yang membedakan seorang entrepreneur dengan orang biasa atau orang adalah bahawa seorang entrepreneur adalah seorang yang mempunyai karakteristik sebagai berikut:

1. Pandai mengelola ketakutannya

Seorang smart and good entrepreneur pandai mengelola ketakutannya untuk membangkitkan keberanian dan kepercayaan dirinya dalam menghadapi suatu risiko ( Risk Manager bukan Risk Taker)

2. Mempunyai “iris mata” yang berbeda dengan yang lain

Iris mata adalah cara seseorang memandang sesuatu (masalah, kesulitan, perubahan, diri sendiri, lingkungan, tren dan kejadian) untuk memunculkan

(8)

kreativitasnya agar tercipta ide-ide, gagasan, konsep dan impiannya, lalu mencoba untuk meningkatkan nilai (added value). Jadi, seorang yang mempunyai jiwa entrepreneur yang kuat itu mempunyai pola pandang akan sesuatu yang berbeda dengan orang lain.

3. Pemasar sejati atau penjual yang ulung

Skill akan mempermudah dalam membangun binis, mengakselerasi kecepatan pertumbuhan bisnis, dan mengurangi ketergantungan modal yang besar. 4. Melawan arus dan menyukai tantangan baru

Seorang smart and good entrepreneur cenderung tidak suka mengikuti arus tengah, orang atau terperangkap di dalam kehidupan yang monoton (sempurna). Dia selalu tidak bisa diam, berpikir dan terus berpikir. Dia adalah seorang “Creative and smart worker”.

5. High Determination (Mempunyai keteguhan hati yang tinggi)

Perbedaan seorang entrepreneur sejati dengan entrepreneur yang biasa-biasa saja adalah dalam hal durability, firm, dan determination. Keteguhan hati membuat orang berbeda di dalam memandang suatu kegagalan. Kegagalan adalah persepsi orang yang merasa buntu dan tidak tahu apa yang harus ia lakukan dan cenderung tidak inging berusaha untuk mencari jalan keluar atau pemecahannya. Kegagalan bukanlah ujung dari perjalanan.

Sebetulnya orang-orang tersebut tidak akan gagal,tetapi: - Kehilangan langkah selanjutnya

- Bahwa itu bukanlah jalan yang harus kita lakukan atau ambil – cobalah mundur dan melihat dari sisi lain (dari atas, sebagai penonton, atau dari samping) sehingga kita akan menemukan jalan lain yang menolong kita untuk berubah lebih baik lagi.

(9)

yang terjadi ( tidak “proaktif”)

- Itu adalah rintangan. Apa yang kita anggap sebuah kegagalan adlaah sebuah rintangan. Kita diberi sinyal bahwa hal itu bukanlah jalan yang baik bagi kita.

- Kita kehabisan “napas”, dalam arti bingung atau kekurangan modal.

6. Tidak menerima apa yang ada di depannya dan selalu mencari yang terbaik (perfectionist)

Seorang smart and good entrepreneur diharapkan mampu memberikan apa yang lebih naik lagi pada pelanggan. Seorang yang perfeksionis itu seperti pisau bermata dua. Yang pertama adalah bahwa ia berdampak untuk berusaha mencapai yang terbaik dan memberikan yang terbaik. Dan yang kedua, ia berdampak buruk bagi dirinya sendiri bila ia tidak mampu menanggung senjata kesempurnaan dirinya dan pikirannya sehingga berakibat fatal, seperti frustasi dah putus asa karena idealism yang mengubur impiannya. Wirausaha yang baik harus mengubah hal itu menajadi kekuatannya.

Selain itu, menurut Hendro dan Widhianto (2006,p.56), ada beberapa ciri yang biasanya ada dalam diri seorang entrepreneur yang telah sukses, yaitu:

o Mempunyai impian – impian realistis dan tinggi dan mampu

diubah menjadi cita-cita yang harus ia capai. Hidupnya ingin berubah karena kekuatan emosionalnya yang tinggi dan keyakinannya yang kuat, sehingga impian bisa terwujud (power of dream).

(10)

Sumber: Hendro dan Widhianto (2006, p.56)

Gambar 2.1 Karakter Dasar Kekuatan Emosional Wirausaha Sukses

o Mempunyai empat karakter dasar kekuatan emosional yang

saling mendukung untuk sukses:

o Menyukai tantangan dan tidak pernah puas dengan apa yang

didapat (High Achiever)

o Mempunyai ambisi dan motivasi yang kuat (motivator)

o Memiliki yang keyakinan yang kuat akan kemampuannya bahwa

dia bisa (power of mind)

o Seorang yang visioner dan mempunyai daya kreativitas tinggi o Risk manager, not just a risk taker

o Memiliki strong emotional attachment (kekuatan emosional) o Seorang problem solver

o Mampu menjual dan memasarkan produknya (seller). o Ia mudah bosan dan sulit diatur

o Seorang creator ulung.

Struggle Persistence Keberanian Determinasi – keteguhan hati Risk Manager (akan visinya)

(ulet dan mudah bangkit dari keterpurukan)

(Mampu menaklukan rasa takut)

(11)

Sedangkan menurut Prijosaksono dan Bawono (2005 pp.15-19), seorang wirausaha sejati memiliki sikap focus dan sikap disiplin dalam berwirausaha.

Ada beberapa alasan mengapa seorang wirausaha harus fokus , yaitu sebagai berikut:

- Pertama, dengan fokus seorang wirausaha dapat melhat dengan lebih jelas tujuan atau sasaran yang hendak dicapainya.

- Kedua, dengan fokus, seorang wirausaha dapat melihat peluang-peluang yang ada di sekitarnya. Bila kita mempunyai impian dan sasaran-sasaran dalam membangun bisnis kita dan fokus terhadap impian itu, akan muncul banyak peluang yang dapat kita lihat. Apa yang menjadi fokus, itulah yang akan selalu terlihat.

- Ketiga, dengan fokus, persepsi terhadap masalah, kegagalan yang dihadapi dalam membangun bisnis akan berubah. Jika kita fokus pada impian atau tujuan akhir kita, maka persepsi kita terhadap hal-hal tersebut akan menjadi positif.

- Keempat, fokus memberi kita energy untuk bergerak lebih tinggi.

- Kelima, fokus dapat meningkatkan daya juang terhadap kegagalan dan kesulitan dalam membangun bisnis.

Di sisi lain, keunggulan seorang entrepreneur sejati terletak dari kedisiplinannya untuk terus-menerus membangun kebiasaan-kebiasaan yang dapat senantiasa memperbaiki dan mengembangkan bisnisnya, baik itu kebiasaan untuk melakukan inovasi terus-menerus,

(12)

kebiasaan untuk mengakumulasi aset , kebiasaan untuk memberikan pelayanan yang terbaik pada pelanggan, kebiasaan untuk terus belajar dan mengembangkan diri dan sebagainya.

Untuk menjadi entrepreneur yang sukses, kita harus belajar untuk disiplin dalam segala hal. Dimulai dengan membangun kebiasaan-kebiasaan yang dapat memperbaiki diri kita maupun kebiasaan-kebiasaan yang dapat memperbaiki kinerja bisnis kita.

Berdasarkan uraian-uraian yang terlah dikemukakan tentang karakteristik jiwa wirausaha, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa seorang wirausaha akan memiliki sejumlah karakteristik khusus seperti:

• Mampu menciptakan kesempatan usaha, dapat memanfaatkan kesempatan usaha yang ada,serta lebih menyukai kerja mandiri dibandingkan bekerja dengna orang lain.

Menurut Hendro dan Widhianto (2006, p.54), seorang smart and good entrepreneur cenderung tidak suka mengikuti arus tengah, orang atau terperangkap di dalam kehidupan yang monoton (sempurna). Dia selalu tidak bisa diam, berpikir dan terus berpikir. Dia adalah seorang “creative and smart worker”.

Seorang wirausaha yang sejati juga memiliki “iris mata” yang berbeda dari orang lain. Iris mata adalah cara seseorang memandang sesuatu (masalah, kesulitan, perubahan, diri sendiri, lingkungan, trend an kejadian) untuk memunculkan kreativitasnya agar tercipta ide-ide, gagasan, konsep dan mimpinya, lalu mencoba untuk meningkatkan nilai (added value). Jadi, seorang yang mempunyai jiwa entrepreneur yang kuat itu mempunyai pola pandang akan sesuatu yang berbeda dengan orang lain.

Menurut Zimmerer dan Scarborough (2004, p.7), salah satu karakteristik dalam wirausaha yang berhasil adalah memiliki kompetensi

(13)

orientasi prestasi, yaitu diantaranya mampu melihat dan bertindak berdasarkan peluang, yaitu: menangkap peluang khusus untuk memulai bisnis baru, mencari bantuan keuangan, lahan ruang kerja dan bimbingan.

Wirausaha memiliki orientasi ke depan. Mereka mempunyai indera yang kuat dalam mencari peluang. Mereka melihat ke depan dan tidak begitu mempersoalkan apa yang telah dikerjakan kemarin, melainkan lebih mempersoalkan apa yang akan dikerjakan esok. Bila manajer tradisional memperhatikan pengelolaan sumber daya yang ada, wirausaha lebih tertarik mencari dan memanfaatkan peluang (Zimmerer dan Scarborough, 2004, p.5).

• Menyadari perlu kerja keras agar berhasil, membiasakan untuk disiplin diri dalam kehidupan, selalu melakukan pekerjaan dengan penuh tanggung jawab serta melakukan segala hal dengan baik,teliti, dan tekun.

Menurut Hendra dan Widhianto (2006, pp.55-56), wirausaha yang sukses mempunyai impian-impian realistis dan tinggi dan mampu diubah menjadi cita-cita yang harus ia capai. Hidupnya ingin berubah karena kekuatan emosionalnya yang tinggi dan keyakinannya yang kuat, sehingga impian itu bisa terwujud (power of dream).

Perbedaan seorang entrepreneur sejati dengan entrepreneur yang biasa-biasa saja dalam hal durability, firm, dan determination. Keteguhan hati membuat orang berbeda di dalam memandang suatu kegagalan. Kegagalan adalah persepsi orang yang merasa buntu dan tidak tahu apa yang harus ia lakukan dan cenderung tidak ingin berusaha untuk mencari jalan keluar/pemecahannya. Kegagalan bukanlah ujung dari perjalanan.

(14)

Mereka mengejar peluang dengan disiplin yang ketat. Umumnya wirausaha tidak hanya bersiap untuk peluang yang lebih kecil, namun mereka langsun mengambil tindakan terhadap peluang-peluang yang belum tergali. Mereka sering mengkaji ulang koleksi ide-ide mereka, tetapi mereka merealisasikannya hanya ketika hal itu diperlukan. Mereka melakukan investasi hanya jika karena suatu kompetisi menarik mereka dan peluang yang ada sudah matang.

Mereka juga fokus pada pelaksanaan, khususnya yang bersifat adaptif. Orang dengan kerangka berpikira wirausaha akan memilih melaksanakan apa yang telah mereka tetapkan daripada menganalisis ide baru yang menghancurkan. Adaptasi yang mereka lakukan dengan mengubah arah kerja sesuai dengan peluang yang nyata dan mengambil langkah terbaik untuk merealisasikannya (Lupiyoadi, 2004, p.22).

Keunggulan seorang entrepreneur sejati terletak dari kedisiplinannya untuk terus-menerus membangun kebiasaan-kebiasaan yang dapat senantiasa memperbaiki dan mengembangkan bisnisnya, baik itu kebiasaan untuk melakukan invasi terus-menerus, kebiasaan untuk mengakumulasi aset, kebiasaan untuk memberikan pelayanan yang terbaik pada pelanggan, kebiasaan untuk terus belajar dan mengembangkan diri dan sebagainya (Prijosaksono dan Bawono, 2005, p.23).

Menurut Zimmerer dan Scarborough (2004, pp.5-7), hambatan, rintangan, dan kekalahan, umumnya tidak menghalangin para wirausaha, yang secara keras kepala menggapai tujuan mereka. “Wirausaha adalah orang yang menikmati permainan bisnisnya dan tidak pernah menyerah – tidak peduli seberapa berat keadaan,: tutur seorang peneliti.

(15)

Salah satu karakteristik dalam wirausaha yang berhasil adalah memiliki kompetensi komitmen pada orang lain, yaitu diantarannya komitmen terhadap pekerjaan, yaitu: melakukan pengorbanan pribadi atau bisnis yang luar biasa untuk menyelesaikan pekerjaan.

Meluncurkan sebuah perusahaan agar berhasil membutuhkan komitmen penuh dari wirausaha. Pendiri bisnis sering membenamkan diri sepenuhnya dalam bisnis mereka. Seorang pakar mengemukakan “Wirausaha pada umumnya harus melewati rintangan yang lebih mengecilkan hati pada tahap-tahap awal.” Ini memerlukan komitmen. “Saya menyamakan komitmen dengan kemampuan bertahan.” Kata seorang konsultan.

Di sisi lain, wirausaha merasa bertanggung jawab secara pribadi atas hasil perusahaan tempat mereka terlibat. Mereka lebih menyukai dapat mengendalikan sumber-sumber daya mereka sendiri dan menggunakan sumber-sumber daya tersebut untuk mencapai cita-cita yang telah ditetapkan sendiri.

• Memiliki jiwa kepemimpinan.

Hal ini terkai dengan keterampilan mengorganisasi. Membangun sebua perusahaan “dari nol” dapat dibayangkan seperti menghubungkan potong-potongan sebuah gambar besar. Para wirausaha mengetahui cara mengumpulkan orang-orang yang tepat untuk menyelesaikan suatu tugas. Penggabungan orang dan pekerjaan secara efektif memungkinkan para wirausaha untuk mengubah pandagan ke depan menjadi kenyataan (Zimmerer dan Scarborough, 2004, p.5).

Hal ini terkait dengan hal bagaimana mereka mengikutsertakan energy setiap orang yang berada dalam jangkauan mereka. Kebiasaa

(16)

wirausaha diantaranya adalah melibatkan banyak orang baik dari dalam maupun luar organisasi untuk mewujudkan peluang mereka. Mereka memlihi membuat dan menyebarkan jaringan kerja daripada mengerkajannya sendiri. Mereka memberdayakan sebagai potensi intelektual dan sumber daya manusia untuk membantu mereka meraih tujuan sebaik mungkin (Lupiyoadi, 2004, p.22).

• Mampu mempertimbangkan risiko, serta selalu mempertimbangkan factor penghambat maupun penunjang dalam mengambil keputusan.

Menurut Zimmerer dan Scarborough (2004, p.4), wirausaha bukanlah seorang pengambil risiko liar, melainkan seorang yang mengambil risiko yang diperhitungkan. Wirausaha melihat suatu bisnis dengan tingkat pemahaman risiko pribadinya. Cita-cita mungkin tampak tinggi – bahkan mustahil tercapai – menurut orang lain, tetapi wirausaha melihat situasi itu dari sudut pandang yang berbeda dan percaya bahwa sasaran mereka masuk akal dan dapat tercapai. Mereka biasanya melihat peluang di daerah yang sesuai dengan pengetahuan, latar belakang, dan pengalamannya yang akan meningkatkan kemungkinan keberhasilannya.

Menurut Hendro dan Widhianto (2006, p.54), seorang smart and good entrepreneur pandai mengelola ketakutannya untuk membangkitkan keberanian dan kepercayaan dirinya dalam menghadapi risikonya. Mereka adalah risk manager, bukan risk taker.

2.2 Kepuasan Pelanggan

Menurut Irawan (2003), “Kepuasan pelanggan adalah hasil akumulasi dari konsumen atau pelanggan dalam menggunakan produk atau jasa. Pelanggan akan merasa puas apabila memperoleh nilai atau manfaat dari suatu produk atau jasa.”

(17)

Menurut Gerson (2002, p5), “ definisi kepuasan pelanggan sangatlah sederhana, seorang pelanggan merasa puas jika kebutuhannya, secara nyata atau hanya anggapan, terpenuhi atau melebihi harapannya.”

“Kepuasan adlaah perasaan senang atau kecewa seseorang, yang berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap kinerja atau hasil suatu produk atau jasa dan harapan-harapannya.” (Kotler, 2005, p36)

Menurut Kotler, ada 4 perangkat untuk melacak dan mengukur kepuasan pelanggan yaitu:

1. Sistem keluhan dan saran

Sebuah perusahaan yang berfokus pada pelanggan mempermudah pelanggannya untuk memberikan saran dan keluhan.

2. Survei kepuasan pelanggan

Perusahaan-perusahaan yang responsive mengukur kepuasan pelanggan secara langsung dengan melakukan survey berkala.

3. Belanja Siluman

Perusahaan-perusahaan dapat membayar orang-orang untuk bertindak sebagai pembeli potensial guna melaporkan hasil temuan mereka tentang kekuatan dan kelemahan yang mereka alami ketika membeli produk perusahaan dan produk pesaing.

4. Analisis pelanggan yang hilang.

Perusahaan-perusahaan harus menghubungi para pelanggan yang berhenti membeli atau pemasok untuk mempelajari sebabnya.

Menurut Irawan (2003, p9), manfaat dari kepuasan pelanggan adalah sebagai berikut:

(18)

2. Dengan memiliki banyak pelanggan yang puas, biaya pemasaran seperti iklan akan jauh lebih efektif.

3. Pelanggan yang puas adalah penyebar promosi dari mulut ke mulut yang baik.

4. Pelanggan yang puas akan membeli lebih banyak lagi untuk produk yang memuaskan.

Menurut Irawan (2003, pp37-42), faktor-faktor pendorong kepuasan pelanggan terbagi menjadi lima yaitu:

a. Kualitas produk

Maksudnya apabila produk yang didapatkan berkualitas baik maka pelanggan akan merasa puas. Contoh: konsumen akan puas terhadap televisi yang dibeli apabila menghasilkan gambar dan suara yang baik, awet, atau tidak cepat rusak, memiliki banyak fasilitas, tidak ada gangguan dan desainnya yang menawan.

b. Harga

Maksudnya adalah sebagian besar konsumen menginginkan harga barang atau jasa murah. Untuk pelanggan yang sensitive biasanya harga murah adalah sumber kepuasan yang paling penting, karena mereka akan mendapatkan value of money yang tinggi. Komponen harga ini relative tidak penting bagi mereka yang tidak sensitive terhadap harga. Bagi mereka yang tidak peduli dengan harga, mereka lebih menyukai harga yang sedikit lebih mahal namun kualitasnya baik daripada harganya murah namun kualitasnya tidak sesuai dengan keinginannya. Jadi persaingan dalam harga akan mendapatkan perhatian konsumen sepanjang kualitas barang adalah sama.

(19)

Kualitas produk dan harga seringkali tidak mampu menciptakan keunggulan bersaing dalam hal kepuasan pelanggan. Kedua aspek ini relative mudah ditiru. Dengan teknologi yang hamper standar, setiap perusahaan biasanya mempunyai kemampuan untuk menciptakan kualitas produk yang hampir sama dengna pesaing. Oleh karena itu, banyak perusahaan yang lebih mengandalkan aspek ketiga, yaitu kualitas pelayanan.

c. Kualitas Pelayanan

Kualitas pelayanan sangant mempengaruhi kepuasan konsumen yang sangat bergantung pada sistem, teknologi, dan manusia. Untuk memuaskan pelanggan, suatu perusahaan hendaknya terlebih dahulu harus dapat memuaskan karyawannya agar produk yang dihasilkan tidak rusak kualitasnya dan pelayanan kepada pelanggan dapat diberikan lebih baik. Jika karyawan merasa puas, akan lebih mudah bagi mereka untuk menerapkan kepada pelanggan bagaimana rasa puas itu.

d. Faktor Emosional

Kepuasan konsumen dapat timbul akibat faktor emosi, seperti memiliki rumah di kawasan elite akan menimbulkan rasa percaya diri, sukses dan bangga. Hal tersebut dapat menimbulkan kepuasan konsumen. Faktor ini relatif penting. Rasa pelanggan, rasa percaya diri, simbol sukses, merupakan contoh Emotional Value yang mendasari kepuasan pelanggan.

e. Kemudahan

Konsumen akan merasa senang apabila mudah mendapatkan produk atau jasa. Pelanggan akan semakin puas bila produk atau jasa relative mudah, nyaman, dan efisien dalam mendapatkannya.

Menurut Yoeti (2005, p59-65), ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh perusahaan agar pelanggan puas, yaitu;

(20)

1. Falsafah kepuasan pelanggan

Untuk menentukan kepuasan pelanggan, suatu perusahaan pertama-tama harus komitmen pada filosofi yang digunakan dalam menetapkan misi dan tujuan perushaan

2. Kebutuhan dan kepuasan pelanggan

Sebelumnya perushaan menetapkan akan memberikan kepuasan kepada pelanggan, perusahaan terlebih dahulu harus mempelajari apa itu kebutuhan dan harapan pelanggan.

3. Ukuran dan standar kepuasan pelanggan

Untuk mengarahkan karyawan dalam mencapai kepuasan pelanggan suatu perusahaan hendaknya menentukan suatu standar dan ukuran tertentu, mengenai perusahaannya.

4. Orientasi karyawan

Bilamana karyawan merasa puas, maka lebih mudah bagi mereka menerapkan pada pelanggan, bagaimana rasa puas itu.

5. Training

Disamping perlunya penerimaan pegawai yang sesuai dengan pekerjaan, suatu perusahaan memerlukan pelatihan untuk meningkatkan ketrampilan dan kemampuan mereka.

6. Keterlibatan karyawan

Suatu perusahaan hendaknya mengikutsertakan karyawannya dalam semua usaha untuk memberikan kepuasan pelanggan.

7. Penghargaan

Untuk membuat staff lebih berorientasi kepada pelanggan, penghargaan perlu diberikan kepada mereka yang berprestasi dalam memberikan kepuasan pada pelanggan.

(21)

2.3 Pengertian Pelayanan

Menurut Tjiptono (2006,p87) “ Pelayanan adalah tindakan atau perbuatan seseorang atau organisasi untuk memberikan kepuasan kepada pelanggan. Pelayanan adalah sebuah produk yang ditawarkan dan disampaikan kepada pelanggan yang membutuhkan secara luas mencakup baik yang kelihatan (tangibles) maupun yang tidak kelihatan (intangibles).”

Umumnya pelayanan lebih bersifat intangibles , tidak dapat dilihat dan diraba , sehingga penggunanya hanya bisa dirasakan melalui pengalaman langsung. Namun pelayanan mencakup juga hal-hal yang tangibles, yang bisa dilihat dan diraba berupa dimensi fisik dari pelayanan itu sendiri.

Menurut Gerson (2002) “ Pelayanan adalah sarana untuk , mencapai kepuasan dan ikatan.”.Dan menurut Rangkuti (2006) “ Layanan atau service adalah nilai yang berkaitan dengan pemberian jasa pelayanan kepada konsumen.”

Dengan demikian layanan yang baik sangat mempengaruhi banyaknya jumlah pelanggan dalam suatu perusahaan. Dapat dikatakan bahwa factor pelayanan pelanggan merupakan salah satu ujung tombak perusahaan dalam meraih sukses.

Ada beberapa faktor yang menjadi penghambat dalam peningkatkan kualitas pelayanan (Yamit , 2004, p32). Faktor-faktor yang menjadi penghambat tersebut dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

1. Kurang otoritas yang diberikan bawahan

2. Terlalu birokrasi sehingan lambat dalam menanggapi keluhan konsumen 3. Bawahan tidak berani mengambil keputusan sebelum ada izin dari atasan 4. Petugas sering bertindak kaku dan tidak memberikan jalan keluar yang baik 5. Petugas sering tidak ada di tempat pada waktu jam kerja sehingga sulit

dihubungin

(22)

7. Budaya tip

8. Aturan main yang tidak terbuka dan tidak jelas.

Menurut Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (dalam Yamit, 2004, pp32-33), keseluruhan faktor penghambat dalam pelayanan tersebut di atas dapat dijadikan dasar bagi manajer untuk meningkatkan atau memperbaiki pelayanan agar dapat mengurangi bahkan menghilangkan kesenjangan yang terjadi diantara pihak perusahaan dengan pelanggan. Usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pelayanan adalah sebagai berikut:

1. Realibility

a. Pengaturan fasilitas

b. Sistem dan prosedur dilaksanakan taat azas c. Meningkatkan efektifitas jadwal kerja d. Meningkatkan koordinasi antar bagian 2. Responsiveness

a. Mempercepat pelayanan b. Pelatihan karyawan c. Komputerisasi dokumen

d. Penyederhanaan sistem dan prosedur e. Pelayanan terpadu (one-stop-shopping) f. Penyederhanaan birokrasi

g. Mengurangi pemusatan keputusan 3. Competence

a. Meningkatkan profesionalitas karyawan b. Meningkatkan kejujuran karyawan 4. Credibility

(23)

b. Meningkatkan kejujuran karyawan c. Menghilangkan solusi 5. Tangibles a. Perluasan kapasitas b. Penataan fasilitas c. Meningkatkan infrastuktur d. Menambah peralatan

e. Menambah / menyempurnakan fasilitas komunikasi f. Perbaikan saran dan prasarana

6. Understanding the customers

a. Sistem dan prosedur pelayanan yang menghargai konsumen b. Meningkatkan keberpihakan pada konsumen

7. Communication

a. Memperjelas pihak yang bertanggung jawab dalam setiap kegiatan b. Meningkatkan efektifitas komunikasi dengan klien

c. Membuat SIM yang terintregasi

2.4 Dimensi Kualitas

Berdasarkan prespektif kualitas, menurut David Garvin (dalam Yamit, 2004, p10), mengembangkan dimensi kualitas ke dalam delapan dimensi yang dapat digunakan sebagai dasar perencanaan strategi terutama bagi perusahaan atau manufaktur yang menghasilkan barang dan jasa. Kedelapan dimensi tersebut adalah sebagai berikut:

1. Perfomance (kinerja), yaitu kesesuaian produk dengan fungsi utama produk itu sendiri atau karakteristik operasi dari suatu produk

(24)

2. Features (cirri khas), yaitu ciri khas produk yang membedakan dari produk lain yang merupakan karakteristik pelengkap dan mampu menimbulkan kesan yang baik bagi perusahaan.

3. Reliability (kehandalan), yaitu kepercayaan pelanggan terhadap produk karena kehandalannya atau karena kemungkinan kerusakan yang rendah.

4. Conformance (kesesuaian), yaitu kesesusain produk dengna syarat atau ukuran tertentu atau sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar yang telah ditetapkan.

5. Durability (daya tahan), yaitu tingkat ketahanan atau berapa lama produk dapat terus digunakan.

6. Serviceability, yaitu meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, kemudahan, dalam pemeliharaan dan penanganan keluhan yang memuaskan.

Kualitas total suatu jasa terdiri atas tiga komponen utama, yaitu:

1. Technical Quality, yaitu komponen yang berkaitan dengan kualitas output (keluaran) jasa yang diterima pelanggan. Technical Quality dapat di perinci lagi menjadi:

a. Search Quality, yaitu kualitas yang dapat dievaluasi pelanggan sebelum membeli, misalnya harga.

b. Experience Quality, yaitu kualitas yang hanya bisa dievaluasi pelanggan setelah membeli atau mengkonsumsi jasa. Contohnya ketepatan waktu, kecepatan pelayanan, dan kerapian hasil.

c. Credence Quality, yaitu kualitas yang sukar dievaluasi pelanggan meskipun telah mengkonsumsi jasa. Misalnya kualitas operasi jantung. 2. Functional Quality, yaitu komponen yang berkaitan dengan kualitas cara

(25)

3. Corporate Image, yaitu profil, reputasi, citra umum, dan daya tarik khusus suatu perusahaan.

Menurut Umar (2005, p38) ada lima penentu mutu jasa. Kelimanya disajikan secara berurutan berdasarkan tingkat kepentingan dan didefinisikan sebagai berikut:

1. Kehandalan (Reability)

Kemampuan untuk memberikan pelayanan yang sesusai dengan janji yang ditawarkan.

2. Daya Tanggap (Responsiveness)

Respon atau kesigapan karyawan dalam membantu konsumen, dalam melayani konsumen, kecepatan karyawan dalam menangani keluhan yang diajukan konsumen.

3. Kepastian (Assurance)

Meliputi kemampuan karyawan atas pengetahuan terhadap produk secara tepat, kualitas keramah-tamahan, perhatian, dan kesopanan dalam memberi informasi, kemampuan dalam memberikan kepuasan didalam memanfaatkan jasa yang ditawarkan dan kemampuan dalam menanamkan kepercayaan kepada konsumen terhadap perusahaan. Dimensi kepastian ini merupakan gabungan dari dimensi:

a. Kompetensi : keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki oleh para karyawan dalam melakukan pekerjaannya.

b. Kesopanan : meliputi keramahan, perhatian, dan sikap para karyawan.

c. Krediblitas : meliputi hal-hal yang berhubungan dengan kepercayaan kepada perusahaan, seperti reputasi, prestasi, dan sebagainya.

(26)

4. Empati (Empathy)

Perhatian secara individual yang diberikan perusahaan kepada konsumen seperti kemudahan untuk menghubungi perusahaan, kemampuan karyawan untuk berkomunikasi dengan konsumen, dan usaha perusahaan untuk memahami keinginan dan kebutuhan konsumennya. Dimensi Empati ini merupakan penggabungan dari dimensi :

a. Akses (Access)

Meliputi kemudahan untuk memanfaatkan jasa yang ditawarkan perusahaan.

b. Komunikasi (Communication)

Kemampuan melakukan komunikasi untuk menyampaikan informasi kepada konsumen atau memperoleh masukan dari konsumen. c. Pemahaman kepada konsumen (Understanding the Customer)

Meliputi usaha perusahaan untuk memahami kebutuhan dan keinginan konsumen.

5. Berwujud (Tangibles)

Meliputi kemampuan fisik seperti gedung dan mesin-mesin digunakan dalam melayani pelanggan. Juga dapat berupa spare part yang tersedia dan kualitas dari spare part tersebut untuk berbagai merek mobil.

2.5 Pengertian Manajemen Kinerja dan Kinerja

Manajemen kinerja yang dikutip oleh Payaman (2005, p.1) adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja perusahaan atau organisasi, termasuk kinerja masing – masing individu dan kelompok kerja di perusahaan tersebut.

(27)

Menurut pendapat Barry Cushway (2002, p87) definisi menajemen kinerja adalah suatu proses manajemen yang dirancang untuk menghubungkan tujuan organisasi dengan tujuan individu sedemikian rupa, sehingga baik tujuan individu maupun tujuan korporasi dapat bertemu. Ada asumsi yang perlu digarisbawahi, yaitu jika seseorang merasa puas karena tujuannya tercapai dan pada saat yang bersamaan ikut serta dalam pencapaian organisasi, maka dia akan benar – benar termotivasi dan akan mendapatkan kepuasan yang lebih besar. Asumsi ini juga merupakan inti dari manajemen sumber daya manusia (MSDM).

Sistem manajemen kinerja yang dikutip oleh Robert dan John (2006, p.377) terdiri atas proses untuk mengidentifikasi, mendorong, mengukur, mengevaluasi, meningkatkan dan memberikan penghargaan atas kinerja karyawan.

Menurut Mangkunegara (2000, p.67) kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance yang artinya hasil kerja secara kualitas yang dicapai oleh seorang pagawai dalam melaksanakan tugasnnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Kinerja yang dikutip oleh Payaman (2005, p.1) adalah tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu.

Kinerja (performance) yang dikutip oleh Robert dan John (2006, p.378) adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan suatu hasil kerja yang dilakukan oleh individu ataupun organisasi dalam menyelesaikan suatu tugas atau pekerjaan.

(28)

2.5.1 Elemen Kinerja dan Model Perencanaan Kinerja

Menurut Robert dan John (2006, p.378) kinerja yang umumnya untuk kebanyakan pekerjaan meliputi elemen sebagai berikut:

• Kuantitas dari hasil • Kualitas dari hasil

• Ketepatan waktu dari hasil • Kehadiran

• Kemampuan bekerjasama

Dimensi lain dari kinerja di luar beberapa yang umum ini dapat diterapkan pada berbagai pekerjaan. Kriteria pekerjaan atau dimensi yang spesifik dari kinerja pekerjaan akan mengidentifikasi elemen yang paling penting dalam pekerjaan tersebut.

Perencanaan kinerja yang dikutip oleh Payaman (2005, p.18) adalah proses penyusunan rencana kegiatan untuk meningkatkan kinerja perusahaan dan kinerja setiap orang. Rencana kinerja terdiri atas 3 komponen;

• Uraian jabatan atau uraian tugas (job description) • Sasaran kinerja

• Rencana tindakan kinerja

Disamping uraian jabatan, hasil analisis jabatan perlu juga mengambarkan: • Sasaran yang harus dicapai dengan melakukan kegiatan yang dimaksud, • Standar pencapaian atau standar prestasi kerja

• Tingkat kesulitan untuk mencapai sasaran

• Persyaratan kompetensi yang harus dimiliki seseorang agar mampu melakukan kegiatan dimaksud

(29)

• Imblan yang layak bagi yang menduduki jabatan dimaksud

2.5.2 Pembinaan Kinerja

Peningkatan kinerja dapat dilakukan antara lain dengan:

• Mendorong pekerja memahami uruain tugas dan uraian jabatannya, serta memahami tanggung jawabnya

• Mendorong pekerja memahami sasaran yang harus dicapai

• Membantu pekerja memahami bagaimana melakukan pekerjaan dengan menggunakan alat – alat kerja yang sesuai

• Memberdayakan pekerjaan melalui bimbingan, penyuluhan, pendidikan, dan pelatihan, rotasi penugasan, dan lain – lain

• Menumbuhkan motivasi dan etos kerja • Menciptakan iklim kerja yang kondusif

2.5.3 Evaluasi Kinerja

Evaluasi kerja yang dikutip oleh Payaman (2005, p.20) adalah satu sistem dan cara penilaian pencapaian hasil kerja suatu perusahaan atau organisasi dan penilaian pencapain hasil kerja setiap individu yang bekerja di dalam dan untuk perusahaan tersebut.

Evaluasi kinerja terdiri atas beberapa tahapan, yaitu: • Mengumpulkan dan menyeleksi informasi

• Mendeskripsikan dna menginterpretasikan data • Mengembangkan dan mengkaji informasi • Menarik kesimpulan

(30)

2.6 Sikap Pemimpin

Menurut Robbins (2003, p90) dalam bukunya “Perilaku Organisasi”, sikap adalah pernyataan evaluatif – baik yang menguntungkan atau tidak menguntungkan – mengenai objek, orang atau peristiwa. Sikap mencerminkan bagaimana seseorang merasakan sesuatu.

Dalam Stephen P. Robbins (2003, pp91- 92), sikap terdiri dari 3 antara lain: 1. Kepuasan Kerja

Istilah kepuasan kerja (job satisfaction) merujuk pada sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukkan sikap yang positif terhadap kerja itu; seseorang yang tidak puas dengan pekerjaannya menunjukkan sikap yang negatif terhadap pekerjaan itu. 2. Keterlibatan Kerja

Istilah keterlibatan kerja (job involvement) menyatakan bahwa keterlibatan kerja mengukur derajat sejauh mana seseorang memihak secara psikologis pada pekerjaannya dan menganggap tingkat kinerjanya yang dipersepsikan sebagai penting untuk harga – diri. Karyawan dengan tingkat keterlibata kerja tinggi dengan kuat memihak pada jenis kerja yang dilakukan dan benar – benar peduli dengan jenis kerja itu.

3. Komitmen pada Organisasi

Didefinisikan sebagai suatu keadaan di mana seorang karyawan memihak pada suatu organisasi tertentu dan tujuan – tujuannya serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi itu. Jadi keterlibatan kerja yang tinggi berarti pemihakan seseorang pada pekerjaannya yang khusus, komitmen pada organisasi yang lebih tinggi berarti pemihakan pada organisasi yang mempekerjakannya.

(31)

Dalam buku Kartini Kartono (2006, pp.38-39) pemimpin mempunyai bermacam – macam pengertian. Beberapa definisi tersebut antara lain:

1. Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan, khususnya di satu bidang, sehingga mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama – sama melakukan aktivitas – aktivitas tertentu, demi pencapaian satu atau beberapa tujuan. Jadi, pemimpin itu ialah seorang yang mimiliki satu atau beberapa kelebihan sebagai predisposisi (bakat yang dibawa sejak lahir) dan merupakan kebutuhan dari satu situasi zaman sehingga mempunyai kekuasaan dan kewibawaan untuk mengarahkan dan membimbing bawahan.

2. Menurut Henry Pratt Fairchild yang dikutip oleh Kartini kartono (2006, p.38), menyatakan bahwa pemimpin dalam arti luas adalah seorang yang memimpin dengan jalan memprakarsai tingkah laku sosial dengan mengatur, mengarahkan, mengorganisasikan atau mengontrol usaha/upaya orang lain atau melalui prestise, kekuasaan atau posisi. Dalam arti sempit, pemimpin ialah seorang yang membimbing, memimpin dengan bantuan kualitas persuasifnya, dan aksentansi/penerimaan secara sukarela oleh para pengikutnya.

3. Menurut John Gage Alle yang dikutip oleh Kartini Kartono (2006, p.39) menyatakan bahwa “Leader ... a guide; a conductor; a commander” (pemimpin itu ialah pemandu, penunjuk, penuntun, komandan)

Seorang pemimpin yang baik adalah seseorang yang tidak melaksanakan sendiri tindakan yang bersifat operasional, tetapi mengambil keputusan, menentukan kebijaksanaan dan menyerahkan orang lain untuk melaksanakan keputusan yang telah diambil sesuai dengan kebijaksanaan yang telah digariskan.

Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan dapat ditarik kesimpulan bahwa pemimpin adalah pribadi yang memiliki kecakapan khusus, dengan atau tanpa pengangkatan

(32)

resmi dapat mempengaruhi kelompok yang dipimpinnya, untuk melakukan usaha bersama mengarah pada pencapaian sasaran – sasaran tertentu.

(33)

2.8 Kerangka Pemikiran   (Kinerja  Pimpinan) X2 (Kepuasan  Konsumen)  X1 (Kualitas  Pelayanan) Mean, Diagram  Histogram  Mean, Diagram  Histogram  Korelasi  Pearson (rx2y)  Korelasi  Pearson (rx2y)  Regresi  Pyx1x1 dan  Koefisien Korelasi  (Rx1x2y) M N,  Diagram  Histogram  X1,1  (Kehandalan)  X1,3  (Kepastian)  X1,4  (Empati)  X2,2  (Harga)  X2,4  (Faktor emosional)    Gambar 2.2 X2,1  (Kualitas produk)  X2,3  (Kemudahan)  X1,2  (Daya Tanggap)  X1,5  (Berwujud) 

Gambar

Gambar 2.1 Karakter Dasar Kekuatan Emosional Wirausaha Sukses

Referensi

Dokumen terkait

Mobile Ad – Hoc Network adalah sebuah jaringan yang terdiri dari kumpulan node – node dengan sifat mobilitas yang fleksibel, di mana node – node tersebut dapat

Perspektif yang lain dikemukakan oleh Meyer dan Scott (1983) dalam Donaldson (1995), yang mengklaim bahwa organisasi berada dibawah tekanan berbagai kekuatan sosial guna

Dari ketiga kategori penilaian simulasi (korelasi, RMSE dan kesalahan relatif), maka simulasi 1 adalah simulasi terbaik dibandingkan simulasi 2 dan simulasi 3 dengan

Segala puja dan puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, hidayah, serta inayah-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan

 Pada tahap analisis dan desain, reviewer dapat berupa analisis sistem anggota team pengembangan sistem yang tidak terlibat langsung dengan penulisan dokumentasi atau analis

Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang telah dilakukan oleh Arum (2012), mengenai pengaruh kesadaran wajib pajak, pelayanan fiskus, dan sanksi

% Bulanan dokumen 12 januari- desember 1 Rencana Bisnis Anggaran 2018 Mengusulka n Draft RBA konsep draft RBA 2018 RBA menjadi acuan dalam menyusun RKT % 2 Melaksanakan tugas

Jika nilai signifikansi < 0,05 dan atau nilai t hitung > nilai t tabel, maka dapat disimpulkan bahwa H1 diterima, artinya terdapat pengaruh yang signifikan