i
PERBANDINGAN KARAKTERISTIK REFRIGERAN R134a DAN R600a PADA UNJUK KERJA MESIN PENDINGIN DENGAN MENGGUNAKAN ETHYLEN GLYCOL SEBAGAI
REFRIGERAN SEKUNDER
SKRIPSI
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
mencapai derajat sarjana S-1 Teknik Mesin
Program Studi Teknik Mesin
Jurusan Teknik Mesin
Diajukan oleh
FX. PAMUNGKAS NIM : 125214103
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
COMPARATION OF THE CHARACTERISTIC OF R134a AND R600a AT COP REFRIGERATOR WITH ETHYLEN GLYCOL
AS SECOND REFRIGERANT
FINAL PROJECT
As partial fulfillment of the requirement
to obtain the Sarjana Teknik degree in Mechanical Engineering
Mechanical Engineering Study Program
By
FX. PAMUNGKAS Student Number : 125214103
MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM DEPARTMENT OF MECHANICAL ENGINEERING
FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY SANATA DHARMA UNIVERSITY
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Dengan ini penulis menyatakan sesungguhnya bahwa dalam Skripsi ini,
tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di
suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat
karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali
yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Yogyakarta, 15 Juli 2014
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN
AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, penulis mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama : FX. Pamungkas
Nomor Mahasiswa : 125214103
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, penulis memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah yang berjudul :
Perbandingan Karakteristik Refrigeran R134a dan R600a
pada Unjuk Kerja Mesin Pendingin dengan
Menggunakan Ethylen Glycol sebagai Refrigeran Sekunder
Beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian penulis memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media yang lain, mengelolanya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari penulis maupun memberikan royalti kepada penulis selama tetap mencantumkan nama penulis sebagai penulis. Demikian pernyataan ini yang penulis buat dengan sebenarnya.
Yogyakarta, 15 Juli 2014
Yang menyatakan,
INTISARI
Pada saat ini kebutuhan akan mesin pendingin semakin meluas. Berbagai macam manfaat yang didapat dalam penggunaan mesin pendingin. Fungsi dari mesin pendingin antara lain mendinginkan, mendinginkan dan membekukan, serta mengkondisikan udara. Pada penelitian ini meneliti tentang perbandindingan karakteristik refrigeran R134a dan R600a serta unjuk kerja dari mesin pendingin. Tujuan dari penelitian ini adalah membandingkan perpindahan energi kalor persatuan massa refrigeran pada evaporator, kondensor, menghitung kerja kompresor persatuan massa, mebandingkan COP aktual dan ideal mesin pendingin, mebandingkan efisiensi, mebandingkan daya yang dikonsumsi, serta mebandingkan laju aliran massa refrigeran.
Mesin pendingin pada penelitian ini menggunakan kompresor hermetic dengan daya 124 watt, kondensor dengan jumlah U sebanyak 12 U, pipa kapiler berdiameter dalam 0,026 inch sepanjang 2 meter, serta menggunakan evaporator dengan pipa tembaga berdiameter dalam 0,25 inch sepanjang 8 meter. Penelitian ini memvariasikan refrigeran primer R134a dan R600a sebagai fluida kerja. Tekanan kerja yang menjadi acuan adalah tekanan kerja evaporator sebesar 0 psi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perpindahan energi kalor rata-rata persatuan massa pada evaporator dengan menggunakan R600a sebesar 304,99 kJ/kg, sedangkan energi kalor rata-rata dari R134a sebesar 180,97 kJ/kg Kerja kompresor persatuan massa rata-rata dengan meggunakan R600a sebesar
01 ,
85 kJ/kg, sedangkan kerja persatuan massa rata-rata dari R134a sebesar 62,68 kJ/kg. Perpindahan energi kalor persatuan massa rata-rata pada kondensor dengan menggunakan R600a sebesar 395,27 kJ/kg, sedangkan untuk R134a sebesar 243,84 kJ/kg. Nilai COP aktual rata-rata untuk R600a sebesar 3,59; sedangkan untuk R134a sebesar 2,88. Nilai COP ideal rata-rata untuk R600a sebesar 3,92; sedangkan untuk R134a sebesar 3,55. Nilai rata-rata efisiensi mesin pendingin untuk R600a sebesar 0,92; sedangkan efisiensi rata-rata untuk R134a sebesar 0,81. Penggunaan daya rata-rata kompresor dengan menggunakan R600a sebesar 149,78 watt, sedangkan penggunaan daya rata-rata untuk R134a sebesar 145,75 watt. Laju aliran massa refrigeran rata-rata dengan menggunakan R134a sebesar 0,0024 kg/s sedangkan laju aliran massa refrigeran rata-rata menggunakan R600a sebesar 0,0018 kg/s.
ABSTRACT
At the time the demand of refrigerator is getting wider. The advantages using refrigerator can be obtained. The function of refrigerator can be described such as cooling, cooling and freezing, and controlling humidity. By this research comparison of refrigerant R134a and R600a and coefficient of performance were research. The purpose of the research were calculating comparing heat transfer per mass unit refrigerant at evaporator and condenser, work per mass unit refrigerant at compressor, actual COP and ideal COP of refrigerator, efficiency, power, and mass flow rate refrigerant.
The refrigerator in this research is using hermetic compressor with 124 watt, condenser with 12 U, capiler tube with inside diameter 0,026 inch and length of 2 meters, copper tube with inside diameter 0,25 inch and length 8 meters. The research varies primary refrigerant R134a and R600a as working fluid. Working pressure becoming reference is determine on evaporator by 0 psi.
The result of research process that the average value of heat transfer per mass unit at evaporator with using R600a is 304,99 kJ/kg, on the contrary average heat energy from R600a is 180,97 kJ/kg. Average working compressor per mass unit with using R600a is 85,01 kJ/kg, on the contrary average of work per mass per mass unit from R134a is 62,68 kJ/kg. Average heat transfer per mass unit at condenser with using R600a is 395,27 kJ/kg, on the contrary from R134a is 243,84 kJ/kg. Actual COP average from R600a is 3,59; on the contrary for R134a is 2,88. Ideal COP average from R600a is 3,92; on the contrary for R134a is 3,55. Average of efficiency refrigerator for R134a is 0,92; on the contrary efficiency refrigerator for R134a is 0,81. Using power average compressor with using R600a is 149,78 watt, on the contrary average of power for R134a is 145,75 watt. Mass flow rate refrigerant average with using R134a is 0,0024 kg/s, on the contrary mass flow rate refrigerant average with using R600a is 0,0018 kg/s.
DAFTAR NOTASI
Simbol Keterangan
C
Q Energi kalor persatuan massa refrigeran pada evaporator (kJ/kg)
H
Q Energi kalor persatuan massa refrigeran pada kondensor(kJ/kg) in
W Kerja kompresor persatuan massa refrigeran (kJ/kg)
aktual
COP Coefficien of performance aktual mesin pendingin
ideal
COP Coefficien of performance ideal mesin pendingin
η Efisiensi mesin pendingin
P Daya yang dikonsumsi kompresor(watt) m Laju aliran massa refrigeran (kg/s)
1
h Nilai enthalpy refrigeran pada saat keluar evaporator(kJ/kg)
2
h Nilai enthalpy refrigeran pada saat keluar kompresor(kJ/kg)
3
h Nilai enthalpy refrigeran pada saat keluar kondensor(kJ/kg)
4
h Nilai enthalpy refrigeran pada saat masuk evaporator(kJ/kg)
1
T Temperatur keluar evaporator(oC)
3
T Temperatur keluar kondensor(oC)
5
T Temperatur air (oC)
6
T Temperatur ethylen glicol (oC)
7
T Temperatur lingkungan (oC)
1
P Tekanan kerja kondensor(Bar)
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat
dan penyertaan kepada penulis sehingga Skripsi ini dapat selesai tepat waktu.
Penulisan Skripsi ini sebagai salah satu syarat kelulusan studi di Prodi
Teknik Mesin Fakultas Sains dan Teknologi Univesitas Sanata Dharma
Yogyakarta. Adapun penulisan Skripsi ini berjudul : Perbandingan Karakteristik
Refrigeran R134a dan R600a Pada Unjuk Kerja Mesin Pendingin Dengan
Menggunakan Ethylen Glicol Sebagai Refrigeran Sekunder.
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan penelitian dan
penyusunan Skripsi ini, penulis melibatkan banyak pihak. Dalam kesempatan ini,
penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Paulina Heruningsih Prima Rosa, S.Si.,M.Sc., selaku Dekan Fakultas Sains
dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Ir. Petrus Kanisius Purwadi, M.T., sebagai Dosen Pembimbing Skripsi dan
Dosen Pembimbing Akademik..
3. Laboratorium Energi Universitas Sanata Dharma yang menyediakan temapat
dan alat-alat penunjang penelitian ini.
4. A. Agus Dalyanto dan F. Sri Endarwati sebagai orang tua penulis yang telah
memberikan dukungan, baik secara materi maupun spiritual.
5. Vincencia Prasetyanti, Hendrikus Mas Dinda Yudhiputro, Joseph Ch istopher
Mario Diputro dan Alosius Prananto Adi serta seluruh keluarga yang
6. Hilarion Aryo Sekar Prabhadamar dan Lorentius Nico Advery, sebagai teman
kelompok Skripsi.
7. Fransisca Desiana Pranatasari sebagai kekasih yang selalu mendukung dan
memberi semangat.
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan dan menyusunan Skripsi
ini masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki, untuk itu penulis
mengharapkan masukan, kritik, dan saran dari berbagai pihak untuk dapat
menyempurnakan Skripsi ini. Semoga Skripsi ini dapat bermanfaat, baik bagi
penulis maupun pembaca. Terima kasih.
Yogyakarta, 15 Juli 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
TITLE PAGE ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………... v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi
INTISARI ... vii
ABSTRACT ………. viii
DAFTAR NOTASI ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ……... xii
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR TABEL ... xix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ………... 1
1.2 Tujuan Penelitian ……….. 3
1.3 Batasan Masalah ……….. 4
1.4 Manfaat Pelaksanaan ……… 6
BAB II DASAR TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1.1 Siklus Carnot ... 7
2.1.2 Siklus Kompresi Uap ... 10
2.1.3 Refrigeran ... 16
2.1.4. Komponen Mesin Pendingin Refrigeran Kompresi Uap 18
2.2 Tinjauan Pustaka ... 22
BAB III PEMBUATAN ALAT ... 24
3.1 Persiapan ... 24
3.2 Komponen peralatan pada penelitian ... 25
3.3 Perakitan alat ……… 38
3.4 Pengujian alat ……… 45
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 46
4.1 Obyek uji ……….. 46
4.2 Skema alat penelitian ……… 46
4.3 Peralatan Penelitian ………... 48
4.4 Alur penelitian ………... 49
4.5 Variasi penelitian ……….. 50
4.6 Cara mendapatkan data ……… 51
4.7 Cara mengolah data ……….. 52
4.8 Cara mendapatkan kesimpulan ………. 54
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 55
5.1 Hasil penelitian ………. 55
5.2 Perhitungan ……….. 63
5.2.2 Perhitungan untuk refrigeran R600a ……….. 66
5.3 Pembahasan ……….. 73
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ……… 96
6.1 Kesimpulan ………... 96
6.2 Saran ……….. 98
DAFTAR PUSTAKA ……….. 99
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 (a) Skema siklus Carnot (b) T-s diagram siklus Carnot
...
8Gambar 2.2 (a) Skema siklus Carnot balik (b) T-s diagram siklus Carnot balik
...
9Gambar 2.3 (a) Skema siklus kompresi uap. (b) Siklus kompresi uap dalam T-s diagram.
...
10Gambar 2.4 Siklus kompresi uap dalam P-h diagram.
...
11Gambar 2.5 T-s diagram dari siklus kompresi uap ideal
...
15Gambar 2.6 T-s diagram dari siklus kompresi uap aktual
...
16Gambar 2.7 (a) Kompresor hermetic (b) Kompresor semi hermetic
.
19 Gambar 2.8 (a) Kondensortipe U (b) Kondensor tipe sirip………….
20Gambar 2.9 (a) katup ekspansi (b) pipa kapiler
……...………..
21Gambar 2.10 (a) Evaporator tipe plat (b) Evaporator tipe pipa bersirip
…
21 Gambar 3.1 Kompresor hermetic………...
25Gambar 3.2 Kondensor 12 U
……….
26Gambar 3.3 Pipa kapiler
………...
26Gambar 3.4 Evaporator
………...
27Gambar 3.5 Cover
………...
27Gambar 3.6 Filter
………..
28Gambar 3.7 (a) High pressure gauge (b) Low pressure gauge
……….
29Gambar 3.8 Pipa dengan bentuk T
………
29Gambar 3.9 Filler Hole
……….
30Gambar 3.10 Niple
………
30(c) Refrigeran sekunder ethylen glycol
………..
31Gambar 3.13 Meja mesin pendingin
……….
32Gambar 3.14 Gas las
………...
33Gambar 3.15 Blander las gas
………...
33Gambar 3.16 (a) Bahan tambah perak (b) Bahan tambah kuningan
...
34Gambar 3.17 Double pressure gauge
………
35Gambar 3.18 Selang
………...
35Gambar 3.19 Tube cutter
……….
36Gambar 3.20 Silver brazing flux
………..
36Gambar 3.21 Thamzone
……….
37Gambar 3.22 Pompa Vakum
………
37Gambar 3.23 Tang meter
……….
38Gambar 3.24 Diagram alur pembuatan mesin pendingin
………
38Gambar 3.25 (a) Pipa evaporator (b) houshing evaporator
………
40Gambar 3.26 (a) Pembuatan evaporator (b) Evaporator mesin pendingin …40 Gambar 3.27 (a) Pemasangan kondensor dengan meja (b) bentuk jadi
…
penggabungan kondensor dengan...
41Gambar 3.28 (a) Sambungan lowpressure gauge (b) Sambungan highpressure gauge
...
42Gambar 3.29 Proses penyambungan evaporator dengan kompresor
...
43Gambar 3.30 Proses pemvakuman
………..
44Gambar 3.31 Proses pengisian refrigeran pada sistem
………..
44Gambar 4.1 Skema mesin pendingin
……….
47Gambar 4.2 Alur penelitian Alur penelitian
……….
49Gambar 4.3 Cara pengambilan P-h diagram R134a
………..
53Gambar 5.1 Ph diagram
………
59 Gambar 5.2 Grafik perbandingan perpindahan energi kalor per satuanmassa pada evaporator dari waktu ke waktu.
...
74 Gambar 5.3 Grafik perpindahan energi kalor per satuan massa padaevaporator dari waktu ke waktu pada refrigeran R134a.
...
74 Gambar 5.4 Grafik perpindahan energi kalor per satuan massa padaevaporator dari waktu ke waktu pada refrigeran R600a.
....
75 Gambar 5.5 Grafik perbandingan kerja kompresor per satuan massadari waktu ke waktu.
...
76 Gambar 5.6 Grafik kerja kompresor per satuan massa dari waktu kewaktu pada refrigeran R134a.
...
77 Gambar 5.7 Grafik kerja kompresor energi kalor per satuan massa dariwaktu ke waktu pada refrigeran R600a.
...
78 Gambar 5.8 Grafik perbandingan perpindahan energi kalor per satuanmassa pada kondensor dari waktu ke waktu.
...
79 Gambar 5.9 Grafik perpindahan energi kalor per satuan massa padakondensor dari waktu ke waktu pada refrigeran R134a.
....
80 Gambar 5.10 Grafik perpindahan energi kalor per satuan massa padakondensor dari waktu ke waktu pada refrigeran R600a.
...
81 Gambar 5.11 Grafik perbandingan COP aktual dari waktu ke waktu.…..
82 Gambar 5.12 Grafik COP aktual dari waktu ke waktu pada refrigeranR134a.
...
83 Gambar 5.13 Grafik COP aktual dari waktu ke waktu pada refrigeranR600a.
...
84 Gambar 5.14 Grafik perbandingan COP ideal dariGambar 5.15 Grafik COP ideal dari waktu ke waktu pada refrigeran
R134a.
...
86 Gambar 5.16 Grafik COP ideal dari waktu ke waktu pada refrigeranR600a
...
86 Gambar 5.17 Grafik perbandingan efisiensi mesin pendingin dari waktuke waktu.
...
88 Gambar 5.18 Grafik efisiensi mesin pendingin dari waktu ke waktu padarefrigeran R134a.
...
88 Gambar 5.19 Grafik efisiensi mesin pendingin dari waktu ke waktupada refrigeran R600a
...
89 Gambar 5.20 Grafik perbandingan daya kompresor dari waktu kewaktu.
...
90 Gambar 5.21 Grafik daya kompresor dari waktu ke waktu padarefrigeran R134a.
...
91 Gambar 5.22 Grafik daya kompresor dari waktu ke waktu padarefrigeran R600a.
...
92 Gambar 5.23 Grafik perbandingan laju aliran massa refrigeran dariwaktu ke waktu.
...
93 Gambar 5.24 Grafik laju aliran massa refrigeran dari waktu ke waktupada refrigeran R134a.
...
94 Gambar 5.25 Grafik laju aliran massa refrigeran dari waktu ke waktuDAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Tabel pengisian data dalam penelitian ……….. 52 Tabel 5.1 Data penelitian untuk refrigeran R134a pada hari pertama
selama 6 jam. ... 56 Tabel 5.2 Data penelitian untuk refrigeran R134a pada hari sekunder
selama 6 jam. ... 56 Tabel 5.3 Data penelitian untuk refrigeran R134a pada hari ketiga
selama 6 jam. ... 57 Tabel 5.4 Data penelitian untuk refrigeran R600a pada hari pertama
selama 6 jam. ... 57 Tabel 5.5 Data penelitian untuk refrigeran R600a pada hari sekunder
selama 6 jam. ... 58 Tabel 5.6 Data penelitian untuk refrigeran R600a pada hari ketiga
selama 6 jam. ... 58 Tabel 5.7 Data penelitian untuk enthalpy refrigeran R134a pada hari.
pertama selama 6 jam ... 60 Tabel 5.8 Data penelitian untuk enthalpy refrigeran R134a pada hari
sekunder selama 6 jam ... 60 Tabel 5.9 Data penelitian untuk enthalpy refrigeran R134a pada hari
ketiga selama 6 jam. ... 61 Tabel 5.10 Data penelitian untuk enthalpy refrigeran R600a pada hari
pertama selama 6 jam. ... 61 Tabel 5.11 Data penelitian untuk enthalpy refrigeran R600a pada hari
sekunder selama 6 jam. ... 62 Tabel 5.12 Data penelitian untuk enthalpy refrigeran R600a pada hari
ketiga selama 6 jam. ... 62 Tabel 5.13 hasil perhitungan untuk refrigeran R134a pada hari
sekunder dari waktu ke waktu. ... 70 Tabel 5.15 hasil perhitungan untuk refrigeran R134a pada hari ketiga
dari waktu ke waktu. ... 71 Tabel 5.16 hasil perhitungan untuk refrigeran R600a pada hari
pertama dari waktu ke waktu. ... 71 Tabel 5.17 hasil perhitungan untuk refrigeran R600a pada hari
sekunder dari waktu ke waktu. ... 72 Tabel 5.18 hasil perhitungan untuk refrigeran R600a pada hari ketiga
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Pada masa kini kebutuhan akan mesin pendingin semakin meningkat.
Berbagai macam mesin pendingin mudah ditemui di berbagai tempat. Dari rumah
tangga, perkantoran, gedung bertingkat, rumah sakit, industri sampai dengan
tempat umum. Berbagai macam mesin pendingin diciptakan manusia sesuai
dengan kebutuhan. Dari kebutuhan untuk menjaga nutrisi pada makanan sampai
menjaga suhu udara stabil sesuai dengan yang diinginkan. Efek yang ditimbulkan
dari mesin pendingin dapat menyebabkan ketergantungan pengguna pada mesin
pendingin.
Banyak manfaat yang didapat dari mesin pendingin. Kandungan vitamin
dalam makanan dapat terjaga ketika makanan tersebut dimasukkan ke dalam
mesin pendingin. Contoh pemanfaatan mesin pendingin adalah untuk
mendinginkan dan membekukan ikan yang ditangkap di laut. Meski berada di
kapal berhari-hari, ikan tangkapan masih dalam kondisi segar ketika tiba di tempat
pelelangan/penjual ikan. Hal tersebut dapat terjadi karena ikan-ikan yang
ditangkap oleh para nelayan tidak mengalami proses pembusukan, karena bakteri
tidak dapat hidup pada suhu yang rendah. Dalam bidang medis, mesin pendingin
dimanfaatkan untuk mengawetkan jenazah yang tidak dikenal, yang kemudian
Pada dasarnya pembusukan adalah proses degradasi jaringan pada tubuh
jenazah yang terjadi sebagai akibat proses autolisis dan aktivitas mikroorganisme.
Pembusukan sangat optimal terjadi pada temperatur sekitar 70oF - 100oF atau pada
temperatur 21,1oC - 37,8°C. Pembusukan akan melambat bila terperatur berada di
bawah 50oF (10oC) atau di atas 100oF (37,8oC) menurut Ferryal Basbeth, (2005).
Salah satu alasan mesin pendingin diciptakan adalah untuk mengawetkan jenazah.
Pada dasarnya mesin pendingin dibedakan menjadi dua obyek
pendinginan. Jenis mesin pendingin yang pertama adalah mesin pendingin yang
mendinginkan dan atau membekukan obyek suatu fluida cair atau makanan. Jenis
mesin pendingin yang sekunder adalah mesin pendingin yang di pregunakan
untuk mengkondisikan udara. Contoh mesin pendingin untuk mendinginkan dan
membekukan fluida cair atau makanan adalah freezer, chest freezer, kulkas,
showcase, ice maker dan lain-lain. Contoh dari mesin pendingin yang
dipergunakan untuk mengkondisikan udara adalah air conditioner, chiller,
incubator dan lain-lain.
Komponen utama dari mesin pendingin dengan siklus kompresi uap adalah
kompresor, kondensor, pipa kapiler atau katub ekspansi dan evaporator.
Komponen tambahan dalam mesin pendingin adalah filter dan thermostate.
Masing-masing bagian tersebut saling berkaitan satu sama lain. Mesin pendingin
juga membutuhkan fluida kerja. Fluida kerja mesin pendingin disebut dengan
refrigeran.
Refrigeran merupakan bagian yang penting dari mesin pendingin.
menjadi naik. Naiknya tekanan refrigeran menyebabkan naiknya suhu dari
refrigeran. Turunnya temperatur dan tekanan refrigeran terjadi pada pipa kapiler.
Hal itu terjadi karena diameter dalam pipa kapiler sangat kecil sehingga tekanan
dari refrigeran menjadi turun.
Refrigeran terdiri dari berbagai macam. Salah satu dari refrigeran adalah
R134a. Antonijevic, (2008) membandingkan penggunaan refrigeran R134a
dengan CO2. CO2 bisa menjadi refrigeran yang ramah lingkungan tetapi daya
kompresor dari mesin pendingin yang menggunakan CO2 memerlukan daya
kompresor 10 kali lebih besar dari mesin pendingin yang menggunakan refrigeran
R134a. Dengan daya kompresor 10 kali lebih besar, maka ukuran dari pipa yang
dibutuhkan juga lebih tebal. Nasrudin, (2011) mencampurkan antara refrigeran
R600a dengan CO2. Variabel yang dibandingkan adalah kadar dari CO2 dalam
sistem refrigerasi autocascade.
Beberapa penelitian di atas membuktikan bahwa refrigeran adalah hal
yang menarik untuk diteliti. Peneliti tertarik untuk membandingkan refrigeran
R134a dengan refrigeran R600a sebagai refrigeran primer. Fungsi utama dari
mesin pendingin pada penelitian ini adalah mendinginkan ethylen glycol. Ethylen
glycol adalah refrigeran sekunder yang berfungsi untuk mendinginkan beban yang
diletakkan pada evaporator. Beban yang diletakkan di evaporator pada penelitian
ini adalah air.
1.2Tujuan Penelitian
a. Membuat mesin pendingin yang dipergunakan untuk mendinginkan refrigeran
sekunder yaitu ethylen glycol.
b. Membandingkan refrigeran R134a dan R600a dengan menghitung
perpindahan energi kalor per satuan massa refrigeran pada evaporator,
menghitung kerja yang dilakukan kompresor per satuan massa, dan
menghitung perpindahan energi kalor per satuan massa refrigeran kondensor,
dengan menggunakan refrigeran R134a dan refrigeran R600a.
c. Membandingkan refrigeran R134a dan R600a dengan menghitung coefficient
of performance aktual (COP aktual) dan coefficient of performance ideal
(COP ideal).
d. Membandingkan refrigeran R134a dan R600a dengan menghitung efisiensi
dari mesin pendingin.
e. Mengukur arus dan tegangan listrik yang digunakan kompresor pada mesin
pendingin setiap melakukan pencatatan tekanan saat menggunaka refrigeran
R134a dan R600a.
f. Membandingkan daya yang digunakan kompresor pada mesin pendingin saat
menggunaka refrigeran R134a dan R600a.
g. Membandingkan laju aliran massa refrigeran pada mesin pendingin saat
menggunaka refrigeran R134a dan R600a.
1.3Batasan Masalah
Dalam mesin pendingin banyak aspek yang berpengaruh untuk
permasalahan dalam skripsi ini. Batasan permasalahan dalam skripsi ini antara
lain :
a. Mesin pendingin ini dengan menggunakan siklus kompresi uap dalam bekerja.
b. Refrigeran yang digunaka dalam mesin pendingin ini adalah R134a dan
refrigeran yang digunakan sebagai pembanding adalah R600a.
c. Mesin pendingin menggunakan refrigeran sekunder berupa ethylen glycol
pada evaporator.
d. Komponen yang terdapat dalam mesin pendingin terdiri dari beberapa
komponen utama. Komponen utama dari mesin pendingin ini antara lain
adalah :
Kompresor berjenis hermetic kompresor yang digunakan untuk refrigeran
R-12. Kompresor yang digunakan berdaya 124 watt, arus listrik 0,92
ampere, beda potensial 220 VAC, frekuensi 50/60 Hz dan 1 phase.
Kondensor yang digunakan berjenis 12 U, kondensor standar yang
digunakan pada mesin pendingin berdaya 124 watt.
Filter dengan jenis 1 banding 2. Jenis 1 banding 2 adalah 1 lubang masuk
dan 2 lubang keluar.
Pipa kapiler berdiameter 0,026 inch dengan panjang 2 m.
Evaporator dengan pipa tembaga berdiameter 0.25 inch dengan panjang 8
m.
e. Pada rangkaian mesin pendingin menggunakan satu high pressure gauge yang
merupakan tekanan kerja kondensor. Kapasitas high pressure gauge adalah 0
f. Pada rangkaian mesin pedingin menggunakan satu low pressure gauge yang
merupakan tekanan kerja evaporator. Kapasitas low pressure gauge adalah 0
psi sampai 250 psig.
g. Coefficient of performance (COP) dihitung dari karakteristik yang didapat dari
mesin pendingin didasarkan pada kondisi ideal kerja siklus kompresi uap.
h. Tekanan kerja refrigeran di evaporator adalah 0 psig.
1.4Manfaat Pelaksanaan
Manfaat yang diharapkan dari penelitian skripsi ini adalah :
a. Sebagai sumber informasi dari unjuk kerja mesin pendingin.
b. Sebagai sumber inspirasi dalam memodifikasi mesin pendingin.
c. Bagi penulis, memberi pengalaman bagaimana membuat mesin pendingin
dengan siklus kompresi uap untuk ukuran skala rumah tangga.
d. Bagi penulis, mampu memahami cara kerja mesin pengingin.
7 BAB II
DASAR TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Dasar Teori
Sistem refrigerasi merupakan sistem yang berfungsi sebagai penjaga suhu
pada suatu tempat agar tetap dingin bila dibanding dengan suhu di sekitarnya.
Pada dasarnya kalor mengalir secara alami dari suhu tinggi ke suhu yang lebih
rendah. Dalam sistem refrigerasi kompresi uap, perpindahan kalor dipindahkan
dari daerah bersuhu rendah ke daerah yang bersuhu lebih tinggi. Hal itu dapat
terjadi dikarenakan adanya pemberian kerja pada sistem kompresi uap.
2.1.1. Siklus Carnot
Siklus Carnot merupakan siklus yang yang bersifat reversibel internal.
Dalam siklus ini terdiri dari empat proses, proses tersebut antara lain dua proses
adiabatik dan dua proses isotermal. Pada siklus ini tedapat dua reservoir termal
dan masing-masing temperatur tersebut bersuhu TH dan TC . Siklus pada Gambar
2.1 dan Gambar 2.2 merupakan diagram dari siklus Carnot :
Proses 1-2 : Gas dikompresi secara adiabatik ke titik 2 menuju temperatur TH.
Proses ini disebut dengan kompresi adiabatik.
Proses 2-3 : Rangkaian diletakkan pada reservoir panas dengan temperatur TH.
Gas berekspansi secara isotermal dan menerima energi QH dari reservoir panas
melalui proses perpindahan kalor. Proses ini disebut dengan ekspansi
Proses 3-4 : Gas berekspansi secara adiabatik hingga temperatur menjadi turun
ke TC dengan kondisi sistem yang terisolasi. Proses ini disebut dengan
ekspansi adiabatik.
Proses 4-1 : Rangkaian diletakan pada reservoir dingin dengan temperatur TC.
Gas terkompresi secara isotermal ke keadaan awal dengan melepaskan kalor
QC ke reservoir dingin melalui proses sistem perpindahan panas. Proses ini
disebut dengan kompresi isotermal.
(a) (b)
Gambar 2.1 (a) Skema siklus Carnot (b) T-s diagram siklus Carnot
Siklus Carnot merupakan siklus yang reversibel maka pada proses 2-3
perbedaan temperatur antara refrigeran dan reservoir panas memiliki perbedaan
yang sangat kecil. Demikian juga untuk proses 4-1.
Siklus Carnot dapat dilakukan secara terbalik. Energi yang
dipindahkannya pun selalu sama. Letak reservoir panas dan dingin berada pada
berlawanan atau terbalik. Maka siklus seperti ini disebut siklus refrigerator atau
pompa kalor refrigerator. Siklus ini terdiri dari empat proses. Proses tersebut
ialah:
Proses 1-2 : Gas berekspansi secara isotermal pada suhu TC. Proses ini
menerima energi QC dari reservoir dingin dengan sistem perpindahan kalor.
Proses ini disebut dengan ekspansi isotermal.
Proses 2-3 : Gas dikompresi secara adiabatik hingga mencapai tekanan TH.
Proses ini disebut dengan kompresi adiabatik.
Proses 3-4 : Gas dikompresi secara isotermal pada TH. Proses ini melepaskan
energi QH ke reservoir panas melalui proses sistem perpindahan panas. Proses
ini disebut dengan kompresi isotermal.
Proses 4-1 : Gas berekspansi secara adiabatik sehingga temperatur dari proses
ini menurun ke TC. Proses ini disebut dengan ekspansi adiabatik.
(a) (b)
2.1.2. Siklus Kompresi Uap
Sistem kompresi uap adalah siklus yang paling umum digunakan saat ini.
Jika dibandingkan antara Gambar 2.3 dengan Gambar 2.2, sekunder gambar
tersebut menunjukkan kesamaan antara siklus kompresi uap dengan Carnot balik.
Perbedaannya adalah siklus Carnot balik menggunakan turbin, sedangkan siklus
kompresi uap menggunakan katup ekspansi atau pipa kapiler.
(a) (b)
Gambar 2.3 (a) Skema siklus kompresi uap (b) Siklus kompresi uap dalam T-s diagram
Dalam siklus kompresi uap, terdiri dari dua penukar kalor yaitu pada
evaporator dan kondensor. Dalam kompresi uap terdiri dari empat komponen. Dua
komponen yang lain adalah kompresor dan katup ekspansi atau pipa kapiler.
Untuk menghitung setiap proses dalam kompresi uap, maka perhitungan
dengan notasi h(kJ/kg). Enthalpy didapat dari P-h diagram yang menggambarkan
hubungan antara pressure dengan enthalpy.
Gambar 2.4 Siklus kompresi uap dalam P-h diagram
Dalam siklus kompresi uap, sistem menggunakan refrigeran sebagai fluida
kerja. Pada saat refrigeran melewati evaporator, beban energi kalor yang berada
dalam evaporator atau dalam ruang refrigerasi menguapkan refrigeran. Maka
energi kalor per satuan massa yang diserap evaporator dapat dihitung dengan
persamaan (2.1) (Moran dan Howard, 2004) :
4
1 h
h
QC (2.1)
C
Q merupakan energi yang diserap oleh evaporator atau bisa disebut kapasitas
refrigerasi (kJ/kg) .
Setelah melewati evaporator, refrigeran dikompresi oleh kompresor.
Diasumsikan di kompresor tidak ada energi yang keluar dari sistem. Maka kerja
yang dilakukan per satuan massa yang dilakukan oleh kompresor dapat dihitung
dengan persamaan (2.2) :
1
2 h
h
Dengan Win merupakan laju energi yang diberikan kompresor per satuan massa refrigeran.
Setelah melewati kompresor, refrigeran mengalir ke kondensor. Di
kondensor, refrigeran megalami kondensasi atau pengembunan. Refrigeran
melepas kalor dari sistem ke lingkungan. Maka perpindaan energi kalor per satuan
massa pada kondensor dapat dihitung dengan persamaan (2.3) :
3
2 h
h
QH (2.3)
Dengan QH merupakan energi yang dilepas ke lingkungan.
Tahap terakhir dari proses pada sistem yaitu ketika refrigeran melewati
pipa kapiler. Tekaan dari refrigeran akan turun sehingga tekanan refrigeran berada
pada tekanan evaporator. Pada proses ini, terjadi proses isoenthalpy. Maka dari itu
nilai enthalpy di pipa kapiler dinyatakan dengan persamaan (2.4) :
4
3 h
h (2.4)
Aliran dari refrigeran yang berada dalam sistem, mengalir terus menerus
selama refrigeran yang menjadi fluida kerja tersebut mendapatkan kerja dari
kompresor. COP aktual dari sistem dapat dihitung dengan persamaan (2.5) :
1
ukuran kinerja maksimum atau COP ideal dalam suatu sistem dapat menggunakan
Dengan TC merupakan temperatur yang ada di evaporator dan TH merupakan
temperatur yang ada di kondensor. Temperatur tersebut ditunjukkan dengan
Kelvin scale atau skala Kelvin
K . Penggunaan skala Kelvin dikarenakan skalaKelvin mempunyai rasio yang sama dengan nilai perpindahan kalor yang diserap
dan kalor yang dilepas dari sistem. Temperatur 0 derajat Kelvin merupakan
temperatur terendah dan temperatur ini disebut sebagai zero absolute atau nol
absolut. Konversi Celcius ke Kelvin sebagai (2.7) :
16
Maka dari itu, dari persamaan (2.5) dan (2.6) dapat diperoleh efisiensi dari sistem
dapat dihitung dengan persamaan (2.8) :
Dengan merupakan efisiensi dari sistem.
Dalam siklus kompresi uap, siklus yang terjadi dalam suatu sistem dapat
berupa siklus kompresi uap ideal dan siklus kompresi uap actual.
Persamaan-persamaan diatas dapat digunakan untuk menghitung energi yang masuk dalam
sistem QC dan energi yang keluar dari sistem ke lingkungan QH.
Pada sistem ini, penggunaan energi atau daya yang diserap oleh sistem
dapat ditinjau dari arus dan tegangan yang dikonsumsi kompresor. Penggunaan
energi tersebut dapat dinyatakan dengan persamaan (2.9) (Tipler, 1991) :
V I
Dengan P merupakan daya (watt), I merupakan arus (ampere), dan V merupakan
tegangan (volt). Persamaan (2.9) dapat menunjukan daya yang dikonsumsi oleh
kompresor.
Refrigeran mendapat kerja dari kompresor sehingga refrigeran mengalir
dari proses yang satu ke proses yang lain. Laju aliran massa dari refrigeran dapat
dihitung dengan persamaan (2.10) (Cengel, 2006) :
) (h2 h1
P m
(2.10)
Dengan merupakan laju aliran massa dari refrigeran merupakan besarnya daya
yang diperlukan kompresor untuk melakukan kerja .
2.1.2.1. Siklus Kompresi Uap Ideal
Siklus kompresi uap ideal merupakan siklus kompresi uap yang
mengabaikan irreversibilitas dalam evaporator, kondensor, dan kompresor.
Diabaikannya irrversibilitas dalam kondensor dan evaporator akan hilangnya
penurunan tekanan akibat gesekan yang terjadi. Sedangkan irreversibilitas di
kompresor diabaikan maka tidak ada perpindahan kalor yang terjadi akibat panas
Gambar 2.5 T-s diagram dari siklus kompresi uap ideal
Proses 1-2 : kompresi isentropic refrigeran dari posisi 1 ke tekanan kondensor
di titik 2.
Proses 2-3 : perpindahan panas dari refrigeran saat mengalir ketika tekanan
konstan di kondensor. Refrigeran berubah phase menjadi cair di posisi 3.
Proses 3-4 : proses penghambatan dari posisi 3 menuju campuran 2 phase cair
dan gas di posisi 4.
Proses 4-1 : perpindahan panas ke refrigeran terjadi pada tekanan konstan
melewati evaporator untuk mengahkiri siklus.
Semua proses yang terjadi merupakan proses bersifat internal reverbel
terkecuali pada preoses penghambatan. Walaupun melibatkan sifat irreversible,
siklus ini umumnya disebut siklus kompresi uap ideal.
2.1.2.2. Siklus Kompresi Uap Aktual
Siklus kompresi uap merupakan siklus kompresi uap yang sebenarnya.
Siklus ini melibatkan sifat irreversible dari sistem. Pada Gambar 2.6 ditunjukkan
di kondensor lebih tinggi dari suhu sekitar kondensor TH. Hal ini menunjukkan
bahwa terjadi perpindahan kalor dari lingkungan ke sistem QC dan dari sistem ke
lingkungan QH.
Gambar 2.6 T-s diagram dari siklus kompresi uap aktual
Pada gambar ditunjukkan bahwa terjadi perubahan entropy pada
kompresor. Hal ini menunjukkan bahwa proses 1-2 merupakan proses
polyentropy. Dengan kata lain, ada energi yang hilang dari kompresor ke
lingkungan. Pada Gambar 2.5 juga memperlihatkan adanya pendinginan lanjut
yang ada di kondensor dan juga ada pemanasan lanjut di evaporator.
2.1.3. Refrigeran
Refrigeran dalam mesin pendingin digunakan sebagai fluida kerja.
Refrigeran itu sendiri merupakan fluida yang dipakai untuk menghisap panas dari
suatu tempat atau suatu benda. Jika bertitik tolak pada pendingin dengan
menggunakan siklus kompresi uap (vapor compression cycle), refrigeran
merupakan media kerja yang berubah phase secara bolak balik (Ricky Gunawan,
kompresor. Komponen dari mesin pendingin yang menggunakan siklus kompresi
uap menyebabkan refrigeran mengalami perubahan phase. Pada saat refrigeran
keluar dari compresor, phase refrigeran berupa gas. Pada saat refrigeran berada di
kondensor, refrigeran mengalami perubahan phase menjadi cair jenuh. Beban
suhu yang ada di evaporator digunakan untuk menguapkan refrigeran, sehingga
phase refrigeran menjadi uap kembali.
2.1.3.1. Refrigeran Primer
Refrigeran primer merupakan refrigeran yang digunakan dalam sistem
kompresi uap (Stoecker dan Jones, 1989). Refrigeran primer menerima kerja pada
mesin pendingin siklus kompresi uap. Tekanan refrigeran naik saat keluar dari
compresor. Dengan naiknya tekanan maka uhu refrigeran juga mengningkat.
Tekanan refrigeran menurun ketika melewati katup ekspansi atau pipa kapiler.
Suhu refrigeran juga menurun ketika tekanan refrigeran menurun.
Pada penelitian ini, refrigeran primer yang digunakan adalah refrigeran
R-134a dan refrigeran R-600a. Sekunder refrigeran itu dibandingkan untuk mencari
nilai COP. COP didapat dari laju aliran kalor
QC dibagi dengan daya compresor
Win yang digunakan. Fungsi utama dari refrigeran primer adalah mendinginkanrefrigeran sekunder. Refrigeran primer menyerap kalor dari beban refrigeran
sekunder sehingga refrigeran sekunder dapat mendinginkan beban yang ada di
evaporator.
a. Refrigeran R134a
Refrigeran R134a merupakan refrigeran yang mempunyai rumus kimia
sebesar -26,06oC. Temperatur dan pressure kritis dari refrigeran R600a adalah
101,08oC dan 4060 kPa pada pengukuran absolut.
b. Refrigeran R600a
Refrigeran R600a merupakan refrigeran dengan nama lain Isobutana.
Rumus kimia dari refrigeran R600a adalah (CH3)3CH. Refrigeran ini mempunyai
titik didih normal pada tekanan 1 atm sebesar 260oK – 264oK. Temperatur dan
pressure kritis dari refrigeran R600a adalah 135oC dan 3.65 MPa.
2.1.3.2. Refrigeran Sekunder
Refrigeran sekunder adalah fluida yang mengangkut kalor dari bahan yang
sedang didinginkan ke evaporator pada mesin refrigerasi (Stoecker dan Jones,
1989). Refrigeran sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah ethylen
glycol. Fungsi ethylen glycol dalam penelitian ini adalah sebagai bendingin dari
beban yang ada dalam evaporator. Ethylen glycol merupakan senyawa alkohol
yang memiliki satu gugus hidroksi (-OH). Alkohol yang memiliki satu gugus –OH
disebut senyawa polialkohol. Senyawa kimia ethylen glycol adalah merupakan
fluida yang mempunyai titik beku kurang dari 0oC. Beban yang didinginkan
adalah berupa air.
2.1.4. Komponen Mesin Pendingin Refrigeran Kompresi Uap
Mesin pendingin kompresi uap merupakan suatu sistem yang terdiri dari
beberapa proses. Proses-proses utama dari mesin pendingin kompresi uap adalah
proses kompresi yang berada di kompresor, proses kondensasi yang berada di
kondensor, proses penurunan yang tekanan berada di pipa kapiler atau katup
a. Kompresor
Compresor adalah bagian dari mesin pendingin yang berfungsi untuk
menaikkan tekanan refrigeran (Sumanto, 1989). Phase refrigeran ketika masuk
dan keluar dari compresor berupa gas. Kondisi refrigeran yang keluar dari
compresor berupa gas panas lanjut. Suhu gas refrigeran yang keluar dari
compresor lebih tinggi dari suhu kerja yang berada di kondensor.
Jenis compresor yang biasa digunakan di freezer adalah compresor dengan
tipe semi hermetic. Hal tersebut dikarenakan torak dengan motor listrik berada di
dalam satu ruangan yang sama dan antara torak dan motor listrik terdapat
transmisi.
(a) (b)
Gambar 2.7 (a) Kompresor hermetic (b) Kompresor semi hermetic
b. Kondensor
Kondensor berfungsi sebagai tempat kondensasi atau pengembunan
refrigeran (Sumanto, 1989). Kalor yang berada di kondensor di lepaskan ke
Proses yang pertama adalah proses penurunan suhu refrigeran dari gas panas
lanjut menuju ke gas jenuh. Proses yang sekunder ialah perubahan phase
refrigeran dari phase gas ke phase cair. Pada proses penurunan suhu refrigeran
dari gas panas lanjut ke gas jenuh dan proses perubahan phase dari gas jenuh ke
cairan jenuh berlangsung pada tekanan yang tetap. Perubahan phase tersebut juga
dalam suhu yang tetap. Berikut adalah macam-macam dari kondensor :
(a) (b)
Gambar 2.8 (a) Kondensortipe U (b) Kondensor tipe sirip
c. Pipa kapiler atau katup ekspansi
Katup ekspansi atau pipa kapiler mempunyai fungsi yang sama yaitu untuk
menurunkan tekanan refrigeran (Sumanto, 1989). Perbedaan dari katup ekspansi
dengan pipa kapiler adalah katup ekspansi dapat diatur seberapa besar refrigeran
yang dihambat sedangkan pipa kapiler tidak bisa di atur. Perangkat tersebut
dipasangkan antara kondensor dan evaporator. Ketika refrigeran mengalir
kedalam pipa kapiler, refrigeran mengalami penurunan tekanan karena adanya
(a) (b)
Gambar 2.9 (a) katup ekspansi (b) pipa kapiler
d. Evaporator
Evaporator berfungsi untuk menguapkan refrigeran (Sumanto, 1989). Di
evaporator terjadi perubahan phase refrigeran dari cair dan gas ke phase gas. Pada
saat perubahan phase tersebut energi yang digunakan berasal dari beban kalor
yang berada di evaporator. Pada saat perubahan phase, entalpy dari refrigeran
meningkat. Tekanan untuk perubahan phase berada pada tekanan yang tetap atau
disebut isobaric. Suhu pada saat perubahan phase berada pada suhu yang tetap.
(a) (b)
2.2. Tinjauan Pustaka
Berdasarkan pada Kyoto Protocol dan keputusan dari European
Commission Refrigeran R134a, sering digunakan pada penggunaan sistem
pendingin udara, perlu untuk dihilangkan sedikit demi sedikit. Saat ini industri
otomotif melihat CO2 (R744) menjadi refrigeran yang digunakan. Selain dari
keuntungan yang didapat oleh lingkungan, karakteristik teknik dari siklus
refrigeran CO2 dan penggunaan sistem air conditioner dibandingkan dengan
refrigeran R134a. untuk menganalisis, tantangan yang muncul dari penggunaan
CO2 sebagai refrigeran dan kesempatan meningkatkan anggapan untuk
meningkatkan performa dan efisiensi. Yang perlu ditingkatkan adalah
menampilkan keuntungan dari penggunaan CO2 untuk sector otomotif heat pump
sistem (Antonijevic, 2008).
Sistem refrigeran yang digunakan saat masih banyak menggunakan
refrigeran yang mengandung zat perusak ozon atau penyebab pemanasan global.
Karena itu, diperlukan alternatif yang salah satunya adalah CO2. Namun tingginya
tekanan CO2 membatasi penggunaan sistem refrigeran konvensional. Solusi untuk
mengatasi hal itu dengan biaya investasi yang relatife rendah adalah dengan
menggunakan sistem refrigeransi autocascade. Penelitian ini mempelajari sistem
refrigerasi autocascade yang menggunakan variasi campuran CO2 (R744) dengan
R600a. Parameter yang dianalisa antara lain (1) suhu evaporasi, (2) suhu
kondensasi, (3) suhu suction, (4) suhu discharge, (5) tekanan suction, dan (6)
tekanan discharge. Hasil pengujian menunjukkan bawa penambahan komposisi
menaikkan tekanan kerja sistem. Oleh karena itu, pemanbahan komposisi CO2
tersebut harus masih dalam batas-batas toleransi tekanan kerja kompresor yang
diijinkan (Nasrudin, 2011).
Pada pelitian ini berfokus pada campuran refrigeran yang ramah
lingkungan. Refrigeran yang akan dikombinasikan antara lain R600a (butane)
R134a (tetrafluoroethane), dan R406 (55% R22, 4% R600a, dan 41% R142b)
dipelajari pada penelitian ini. Ketiga refrigeran tersebut dicampur dengan rasio
yang bervariasi, dipelajari, dan dibandingkan dengan refrigeran R12
(dichlorodifluoromethane) yang mana digunakan sebagai tolak ukur dari
penelitian. Mesin pendingin yang digunakan adalah mesin pendingin rumah
tangga dengan kapasitas kompresor 2 hp. Rancangan penelitian berdasarkan pada
tekanan kondensor dan evaporator. Selama penelitian, kedua temperatur pada
kondensor dan evaporator diukur dan dicatat. Hal tersebut dilakukan untuk
menentukan panas yang diserap pada evaporator dan panas yang dibuang pada
kondensor. Hasil menunjukkan bahwa campuran R134a dan R600a dengan rasio
50:50 dapat menggantika R12 pada mesin pendingin rumah tangga tanpa
mengganti pelumas yang ada pada kompresor. COP dari R12 sebesar 2,08 dan
COP dari campuran R134a dan R600a sebesar 2,30 pada keadaan yang sama.
24
BAB III
PEMBUATAN ALAT
3.1. Persiapan
Dalam pembuatan alat, aspek yang paling penting adalah memilih
refrigeran primer. Refrigeran primer merupakan refrigeran yang akan
dibandingkan COP dalam penelitian. Berdasarkan refrigeran yang dipakai, maka
dapat ditentukan peralatan apa saja yang diperlukan untuk membuat suatu
sistem/mesin refrigeran kompresi uap. Bagian-bagian dari mesin peendingin
kompresi uap yang ditentukan adalah sebagai berikut :
a. Aspek yang paling mempengaruhi refrigeran adalah kemampuan kompresor
dalam melakukan kompresi.
b. Langkah kedua yaitu menentukan tipe dan ukuran kondensor. Kondensor
disebut baik jika energi kalor dapat secara mudah dilepas ke lingkungan dari
sistem.
c. Penentuan filter yang dipakai untuk menyaring kotoran yang terdapat dari
sistem.
d. Langkah yang ketiga yaitu penentuan panjang dari pipa kapiler dan diameter
dalam dari pipa kapiler.
e. Langkah yang keempat yaitu penentuan tipe dan ukuran dari evaporator.
f. Langkah yang ke lima adalah penentuan alat ukur tekanan refrigeran dan
Beberapa hal diatas dapat disebut merupakan uraian yang diperlukan
dalam merancang sistem sebagai persiapan awal membuat mesin pendingin.
3.2 Komponen peralatan pada penelitian
Komponen peralatan pada penelitian terdiri dari dua bagian, yaitu
komponen utama mesin pendingin dan komponen pendukung. Komponen utama
mesin pendingin antara lain :
a. Kompresor
Kompresor pada mesin pendingin refrigeran ini menggunakan kompresor
dengan jenis hermetic kompresor yang digunakan untuk refrigeran R-12.
Kompresor yang digunakan berdaya 124 watt, arus listrik 0,92 ampere, beda
potensial 220 VAC, frekuensi 50/60 Hz dan 1 phase.
Gambar 3.1 Kompresor hermetic
b. Kondensor
Kondensor yang digunakan menggunakan jenis U. Pada mesin pendingin
jenis ini mempunyai sirip. Bahan pipa dari kondensor terbuat dari besi. Bahan
sirip dari kondensor juga terbuat dari besi.
Gambar 3.2 Kondensor 12 U
c. Pipa kapiler
Panjang pipa kapiler yang digunakan adalah 2 m. Diameter dalam dari
pipa kapiler yang digunakan adalah 0,026 inch.
d. Evaporator
Evaporator yang digunakan pada mesin pendingin ini menggunakan
evaporator berbentuk pipa. Diameter dalam pipa evaporator adalah 0,25 inch (0,63
cm) dan panjang evaporator pada mesin pendingin ini adalah 8 m. Bahan dari
evaporator terbuat dari pipa tembaga.
Gambar 3.4 Evaporator
Pada evaporator juga terdapat juga terdapat houshing atau tempat yang
terdiri dari dua tempat makanan yang terbuat dari plastik. Kapasitas dari cover
tersebut adalah 4 liter dan 5 liter.
e. Filter
Filter yang digunakan pada mesin pendingin ini menggunakan filter
dengan tipe 12. Yang dimaksud dengan tipe 12 adalah 1 lubang masuk dan 2
lubang keluar. 1 lubang yang besar berfungsi untuk masuknya refrigeran kerja
dari kondensor dan 2 lubang yang lebih kecil adalah sebagai saluran buang
refrigeran dan saluran untuk menuju ke pipa kapiler. Di dalam filter terdapat
saringan yang berfungsi sebagai penyaring kotoran yang terdapat dalam sistem.
Bahan filter terbuat dari tembaga.
Gambar 3.6 Filter
Gambar 3.1 sampai dengan Gambar 3.6 menunjukkan komponen utama
dari mesin pendingin. Dalam komponen utama tersebut, terdapat dua komponen
lain yang digunakan untuk mengukur tekanan refrigeran. Komponen tersebut ialah
high pressure gauge dan low pressure gauge. Kapasitas dari pressure gauge yang
digunakan adalah 250 psi untuk low pressure gauge dan 500 psi untuk high
pressure gauge. Low pressure gauge digunakan untuk mengukur tekanan
refrigeran pada evaporator dan high pressure gauge digunakan untuk mengukut
(a) (b)
Gambar 3.7 (a) High pressure gauge (b) Low pressure gauge
Dalam pembuatan mesin pendingin, dibutuhkan komponen lain untuk
membuat mesin pendingin. Komponen pendukung untuk menyatukan
komponen-komponen utama dari mesin pendingin antara lain :
a. Pipa dengan bentuk T
Pipa dengan bentuk T ini berfungsi untuk menggabungkan antara pressure
gauge dengan sistem. Hal ini dikarenakan bagian dari pressure gauge tidak tahan
terhadap panas dari semburan api saat penggabungan antar pipa. Bahan dari pipa
dengan bentuk T terbuat dari tembaga.
b. Filler hole
Filler hole biasa disebut dengan pentil. Fungsi dari komponen ini ialah
sebagai jalur pengisian dan pembuangan dari refrigeran.
Gambar 3.9 Filler Hole
c. Niple
Niple merupakan komponen dari sistem yang berfungsi sebagai pasangan
ulir pressure gauge. Hal ini bertujuan agar pressure gauge dapat terpasang dengan
baik pada sistem.
Gambar 3.10 Niple
d. Nastro tenuta filettil
Nastro tenuta filettil merupakan komponen yang berfungsi sebagai
dililitkan pada ulir yang di pressure gauge kemudian dipasangkan pada niple.
Pada saat pengisian dan pemvakuman refrigeran, nastro tenuta filettil juga dipakai
agar proses pengisian dan pemvakuman dapat dilakukan tanpa mengalami
kebocoran.
Gambar 3.11 Nastro tenuta filettil
e. Refrigeran
Dalam sistem ini, refrigeran pada mesin pendingin ini menggunakan
refrigeran primer dan refrigeran sekunder. Refrigeran primer menggunakan jenis
refrigeran R134a dan R600a. Sedangkan refrigeran sekunder pada mesin
pendingin ini menggunakan refrigeran ethylen glycol. Ethylen glycol dipilih
karena mempunyai sifat tidak bekupada temperatur 0oC dan aman. Fungsi ethylen
glycol dalam penelitian ini adalah sebagai bendingin dari beban yang ada dalam
evaporator
(c)
Gambar 3.12 (a) Refrigeran primer R134a (b) Refrigeran primer R600a (c) Refrigeran sekunder ethylen glycol
f. Meja
Meja dalam pembuatan mesin pendingin ini berfungsi sebagai dasar atau
tempat untuk meletakkan komponen-komponen utama mesin pendingin. Meja
terbuat dari kayu sehingga meja dapat di lubangi. Lubang tersebut digunakan
untuk mengunci komponen tersebut sehingga tidak bisa bergerak. Mor dan baut
digunakan untuk mengunci komponen-komponen mesin pendingin.
Gambar 3.13 Meja mesin pendingin
Komponen pendukung yang digunakan untuk menyatukan
a. Gas las
Gas las dalam pembuatan mesin pendingin ini berfungsi untuk melelehkan
bahan tambah yang berupa perak atau kuningan. Kemasan dari gas las ini berupa
kaleng.
Gambar 3.14 Gas las
b. Gas torch
Gas torch berfungsi sebagai nozzel sehingga nyala api las bisa menjadi
fokus. Fungsi blander las yang lain sebagai pengatur debit las gas yang digunakan.
c. Kuningan
Penggunaan kuningan dalam pembuatan mesin pendingin berfungsi untuk
sebagai bahan tambah pengelasan. Kuningan mempunyai titik lebur lebih rendah
dari tembaga maupun besi. Sehingga sebelum tembaga maupun besi melebur,
kuningan yang digunakan sudah melebur dan membuat sambungan pipa tembaga
menyambung.
(a) (b)
Gambar 3.16 (a) Bahan tambah perak (b) Bahan tambah kuningan
d. Double pressure gauge
Double pressure gauge terdiri dari dua pressure gauge yang berbeda.
Pressure gauge yang terdapat dalam komponen ini terdiri dari low pressure gauge
dan high pressure gauge. Fungsi dari alat ini ialah untuk mengetahui tekanan
evaporator saat proses mengisian pengisian. Pada saat mekakukan pemvakuman,
double pressure gauge juga digunakan. Hal ini berguna untuk memastikan bahwa
refrigran yang ada dalam mesin pendingin dapat dikeluarkan dengan sempurna.
Dengan kata lain, mesin pendingin tervakum dengan sempurna dan tidak ada
Gambar 3.17 Double pressure gauge
e. Selang
Selang digunakan untuk memperpudah pengisian refrigeran kedalam
sistem. Selang dipasangkan dengan double pressure gauge sehingga
mempermudah posisi pengisian refrigeran.
Gambar 3.18Selang
f. Tube cutter
Tube Cutter berfungsi untuk memotong pipa tembaga. Pemotongan pipa
tembaga bertujuan agar semua pipa yang ada dalam sistem dapat dibentuk sesuai
gampang dipakai, dan sisa pemotongan relatif tidak ada. Penggunaan gergaji tidak
dilakukan dikarenakan hasil dari gergajian akan kasar dan bisa masuk ke pipa
kapiler.
Gambar 3.19 Tube cutter
g. Silver brazing flux
Silver brazing flux sering disebut dipasaran dengan borak. Silver brazing
flux berfungsi sebagai katalis saat penggabungan pipa tembaga dengan pipa besi.
Jika pada saat pengelasan antara tembaga dengan besi tidak menggunakan silver
brazing flux maka bahan tambah tidak dapat merekat dengan sempurna.
Gambar 3.20 Silver brazing flux
h. Thamzone
Thamzone biasa disebut di pasaran dengan metil. Pemberian metil
agar uap air yang terkandung dalam udara dapat dihilangkan. Jika didalam sistem
masih terdapat kandungan uap air, dikawatirkan uap air akan membeku didalam
pipa kapiler atau di evaporator dan menyumbat aliran refrigeran kerja dalam
sistem.
Gambar 3.21Thamzone
i. Pompa vakum
Pompa vakum dalam pembuatan mesin mendingin berfungsi untuk
memvakumkan sistem dari udara yang terdapat di dalam sistem. Hal ini bertujuan
agar udara tidak berada didalam sistem dan refrigeran yang ada dalam sistem
adalah fluida kerja. Hal penting lainnya adalah tidak adanya kandungan uap air
yang ada dalam sistem. Jika uap air ikit dalam sistem, maka air yang terkandung
dalam sistem akan membeku dan menyumbat aliran refrigeran.
j. Tang meter
Tang meter bertujuan untuk mengetahui arus masuk yang digunakan
kompresor. Dengan diketahuinya arus yang digunakan oleh kompresor maka daya
yang dikonsumsi oleh kompresor dapat diketahuti. Dengan catatan, tegangan yang
berasal dari PLN yang dipergunakan juga diketahui.
Gambar 3.23Tang meter
3.3 Perakitan alat
Perakitan mesin pendingin dimulai dari perancangan mesin pendingin,
kemudian melalui beberapa tahap. Setelah melalui beberapa tahap, perakitan
diakhiri dengan uji coba alat. Diagram alir berikut menunjukkan tahap pembuatan
mesin pendingin.
Mulai
Perancangan Mesin Pendingin
Persiapan Komponen Komponen Mesin Pendingin
tidak baik
baik
Gambar 3.24 Diagram alur pembuatan mesin pendingin
Langkah pertama sebelum perakitan adalah perancangan mesin pendingin
yang akan dibuat. Hal itu bertujuan untuk mengetahui gambaran tentang masin
pendingin yang akan dibuat. Dengan rancangan tersebut, maka dapat diketahui
seberapa panjang pipa evaporator yang dibutuhkan, jenis kondensor yang
digunakan, peletakan pressure gauge pada sistem, serta bentuk dari mesin
pendingin itu sendiri. Gambaran mesin pendingin yang akan dibuat juga dapat
mempermudah dalam tahap penyambungan komponen-komponen mesin
pendingin.
Langkah kedua yaitu pembentukan komponen-komponen mesin pendingin
yang perlu dibentuk. Komponen mesin pendingin yang harus dibentuk dalam
Pem vakum an M esin Pendingin
Pengisian Refrigeran R134a
Uji Coba
Selesai
Pem eriksaan Sam bungan Pem buat an m esin pendingin
pembuatan mesin pendingin ini adalah evaporator. Hal itu dikarenakan evaporator
dalam mesin pendingin ini menggunakan pipa tembaga. Pipa tembaga dibentuk
sedemikian rupa sehingga menyerupai rancangan evaporator yang dikehendaki.
(a) (b)
Gambar 3.25 (a) Pipa evaporator (b) houshing evaporator
Evaporator pada mesin pendingin ini terdiri dari pipa tembaga dengan
panjang 8 meter dan menggunakan dua houshing evaporator yang terbuat dari dua
tempat makanan dari plastik dengan kapasitas 4 liter dan 5 liter. Kedua komponen
tersebut dijadikan satu sehingga dapat berfungsi sebagai evaporator mesin
pendingin.
(a) (b)
Penggunaan dua housing evaporator bertujuan agar udara yang ada di
dalam houshing evaporator menjadi isolator termal. Sehingga kalor yang ada di
lingkungan tidak masuk kedalam evaporator.
Setelah evaporator sudah selesai dirakit, langkah ketiga adalah
pemasangan kondensor pada rancangan sistem. Kondensor dipasangkan pada
samping meja. Hal ini bertujuan agar kondensor dapat membuang energi kalor ke
lingkungan dengan mudah. Tujuan lain peletakan kondensor berada di samping
adalah agar mesin pedingin yang dibuat terlihat rapi.
(a) (b)
Gambar 3.27 (a) Pemasangan kondensor dengan meja (b) bentuk jadi penggabungan kondensor dengan
Langkah keempat adalah pemasangan kompresor pada meja. Kompresor
diletakkan di antara evaporator dan kondensor. Hal ini bertujuan agar
penyambungan ke tiga komponen tersebut dapat dilakukan dengan mudah.
Langkah pemasangan kompresor pada meja sama dengan pemasangan kondensor
dan evaporator pada meja.
Setelah kompresor, evaporator, dan kondensor terpasang pada meja,
sehingga pressure gauge dapat dipasang pada mesin pendingin. Pressure gauge
yang digunakan menggunakan empat pressure gauge. Komponen yang digunakan
ialah niple, pipa tembaga, dan pressure gauge itu sendiri.
(a) (b)
Gambar 3.28 (a) Sambungan lowpressure gauge (b) Sambungan highpressure gauge
Langkah keenam ialah penyambungan semua komponen menjadi satu
sehingga sistem dapat bekerja dengan baik. Penggabungan komponen dimulai dari
kompresor menuju ke kondensor. High pressure gauge disambungkan antara
kompresor dengan kondensor. Dalam hal ini pressure gauge berfungsi untuk
mengetahui tekanan yang keluar dari kompresor. Pengelasan antara pipa
kompresor dengan kondensor memerlukan borak sebagai katalis. Hal ini bertujuan
menurunkan titik lebur dari pipa kondensor sehingga bahan tambah dapat melekat
dengan sempurna.
Setelah kondensor dengan kompresor tersambung, langkah ketuju adalah
menyambung kondensor dengan pipa kapiler. Diantara pipa kapiler dan kondensor
terdapat high pressure gauge dan filter yang telah disambungkan dengan sistem.
kondensor. Sedangkan filter berfungsi untuk menyaring kotoran yang ada dalam
sistem.
Langkah kedelapan adalah penyambungan antara pipa kapiler dengan
evaporator. Antara pipa kapiler dengan evaporator terdapat low pressure gauge
yang berfungsi untuk mengetahui tekanan refrigeran yang masuk kedalam
evaporator. Langkah kesembilan ialah penyambungan evaporator dengan
kompresor. Antara evaporator dengan kompresor terdapat low pressure gauge,
untuk mengetahui tekanan refrigeran yang masuk kedalam kompresor.
Gambar 3.29 Proses penyambungan evaporatordengan kompresor
Langkah kesepuluh adalah proses pemvakuman. Dalam mesin pendingin
ini, refrigeran yang di pakai adalah refrigeran R134a dan R600a. Maka dari itu,
mesin pendingin ini perlu divakumkan terlebih dahulu. Sehingga refrigeran yang
ada dalam sistem merupakan refrigeran yang murni refrigeran R134a atau
Gambar 3.30 Proses pemvakuman
Setelah proses pemvakuman selesai, langkah kesebelas adalah pegisian
refrigeran. Proses pengisian refrigeran dilakukan hampir bersamaan dengan proses
pemvakuman. Proses ini menggunakan manivol yang terdiri dari dua pressure
gauge. Pressure gauge tersebut terdiri dari high pressure gauge dan low pressure
gauge. Setelah pemvakuman selesai, kran yang ada di sisi high pressure gauge
ditutup kemudian kompresor mesin pendingin dinyalakan. Setelah kompresor
menyala, kran yang ada di tabung refrigeran dibuka sedikit demi sedikit.
Pemberian refrigeran diberikan sesuai dengan tekanan yang diinginkan. Tekanan
yang diinginkan didasarkan pada P-h diagram sesuai dengan refrigeran yang
digunakan.