KECERDASAN EMOSI REMAJA DAN
IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBINAAN
AKHLAKUL KARIMAH DI DESA WISATA BEJALEN
KECAMATAN AMBARAWA KABUPATEN
SEMARANG TAHUN 2015
SKRIPSI
Dibuat untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I.)
Oleh:
ACHMAD RIFAI
11111028
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
KECERDASAN EMOSI REMAJA DAN
IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBINAAN
AKHLAKUL KARIMAH DI DESA WISATA BEJALEN
KECAMATAN AMBARAWA KABUPATEN
SEMARANG TAHUN 2015
SKRIPSI
Dibuat untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I.)
Oleh:
ACHMAD RIFAI
11111028
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2015
MOTTO
“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada
Allah, supaya kamu beruntung.” (Q.S. Ali-‘Imran 003: 200).
PERSEMBAHAN
Atas rahmat, hidayah dan ridho Allah Swt, karya skripsi ini penulis
persembahkan untuk:
1. Kedua orang tuaku Bapak Margono dan Ibu Barokah yang telah mendidik dan
membesarkanku dengan penuh kasih sayang dan kesabaran. Beliau keduanya
tak henti-hentinya memberikan untaian do’a yang tulus sepanjang waktu demi
keberhasilan penulis. Rasa hormat dan baktiku akan selalu tertuju kepadamu.
2. Saudara-saudaraku yang senantiasa memberikan arahan serta dukungan,
kesemangatan dan do’a.
3. Teman-temanku dan Sahabat-sahabatku yang selalu memberikan bantuan,
motivasi, inspirasi, nasehat semangat hidup, pelajaran hidup, dan dukungan
untuk selalu bangkit dari keputus asaan dan keterpurukan yang selalu datang
melanda. Semoga dapat meraih segala impian dan kesuksesan hidup yang
dicita-citakan.
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah, penulis haturkan kehadirat Allah Swt yang telah
memberikan rahmat, hidayah beserta ridho-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Kecerdasan Emosi Remaja dan
Implikasinya terhadap Pembinaan Akhlakul Karimah di Desa Wisata Bejalen
Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang Tahun 2015.” Shalawat dan salam
selalu tercurahkan kepada junjungan besar Nabi Muhammad Saw yang selalu kita
nanti-nantikan syafa’atnya besok di hari kiamat. Amin Ya Rabbal Alamin.
Dalam penyusunan skripsi ini, ditujukan sebagai syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Pendidikan Islam di IAIN Salatiga. Dengan kerendahan hati dan
kesadaran penuh, penulis sampaikan bahwa skripsi ini tidak mungkin terselesaikan
tanpa adanya dukungan dan bantuan dari semua pihak, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Penulis mengucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya
kepada semua pihak yang telah membantu. Adapun ucapan terima kasih secara
khusus penulis sampaikan kepada:
1. Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri
(IAIN) Salatiga.
2. Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK)
3. Siti Rukhayati, M.Ag. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI)
4. Prof. Dr. H. Mansur, M.Ag. selaku Dosen Pembimbing, yang telah meluangkan
waktu, tenaga dan pikirannya, dengan penuh kesabaran dan kebijaksanaannya
dalam memberikan bimbingan dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini.
5. Bapak dan Ibu dosen yang dengan tulus mendidik dan memberikan jasanya
dalam menuntut ilmu di IAIN Salatiga.
6. Karyawan dan Karyawati IAIN Salatiga yang telah memberikan layanan serta
bantuannya.
7. Segenap keluarga, terutama Bapak, Ibu dan Kakak yang selalu mencurahkan
kasih sayang, perhatian, kesabaran, ketabahan serta untaian do’a yang tulus
sepanjang waktu demi keberhasilan penulis.
8. Bapak Nowo Sugiharto selaku Kepala Desa Wisata Bejalen Kecamatan
Ambarawa Kabupaten Semarang yang telah memberikan izin dan bantuannya
dalam penyelesaian skripsi ini.
9. Sahabat-sahabat dan semua pihak yang telah membantu dalam penulisan ini,
sehingga dapat terselesaikan dengan baik semoga amal kebaikannya diterima di
sisi Allah Swt.
Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka penulis mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga hasil penelitian ini dapat
berguna bagi penulis khususnya serta para pembaca pada umumnya, terutama untuk
kemajuan dunia pendidikan.
Salatiga, 26 Oktober 2015
Penulis,
ACHMAD RIFAI NIM. 11111028
ABSTRAK
Rifai, Achmad. 2015. Kecerdasan Emosi Remaja dan Implikasinya terhadap Pembinaan Akhlakul Karimah di Desa Wisata Bejalen Kecamatan
Ambarawa Kabupaten Semarang Tahun 2015. Skripsi. Fakultas Tarbiyah
dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Prof. Dr. H. Mansur, M.Ag.
Kata kunci: Kecerdasan Emosi Remaja, Pembinaan Akhlakul Karimah.
Penelitian ini merupakan upaya untuk mengetahui implikasi antara Kecerdasan Emosi Remaja dengan Pembinaan Akhlakul Karimah di Desa Wisata Bejalen Kecamatan Ambarawa Kabupaten semarang Tahun 2015. Rumusan masalah yang ingin dicari jawabannya adalah (1) Bagaimana tingkat kecerdasan emosi remaja Desa Wisata Bejalen Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang Tahun 2015? (2) Bagaimana tingkat pembinaan akhlakul karimah pada remaja di Desa Wisata Bejalen Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang Tahun 2015? (3) Adakah implikasi antara kecerdasan emosi remaja terhadap pembinaan akhlakul karimah di Desa Wisata Bejalen Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang Tahun 2015? Untuk menjawab pertanyaan itu, penulis menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode angket (quesioner).
Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat Kecerdasan Emosi Remaja Desa Wisata Bejalen, 16,66% berada pada kategori baik sebanyak 6 responden, 22,22% berada pada kategori cukup baik sebanyak 8 responden, dan 61,11% berada pada kategori kurang baik sebanyak 22 responden. Sedangkan tingkat Pembinaan Akhlakul Karimah di Desa Wisata Bejalen, 16,66% berada pada kategori baik sebanyak 6 responden, 33,33% berada pada kategori cukup baik sebanyak 12 responden, dan 50% berada pada kategori kurang baik sebanyak 18 responden.
Penelitian ini setelah dilakukan uji hipotesis dengan rumus product moment, maka hasilnya menunjukkan bahwa ada implikasi yang positif antara Kecerdasan Emosi Remaja dengan Pembinaan Akhlakul Karimah. Sehingga dapat dikatakan bahwa tingkat kecerdasan emosi remaja yang baik akan mempermudah keberhasilan pembinaan akhlakul karimah pada remaja Desa Wisata Bejalen Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang Tahun 2015. Menggunakan sampel sebanyak 36 responden terbukti r hitung lebih besar dari r tabel baik pada taraf signifikansi 1% maupun 5%. Diketahui r hitung 0,965 dan r tabel pada taraf signifikansi 1% = 0,424 dan r tabel pada taraf signifikansi 5% = 0,329. Jadi 0,965 > 0,424 dan 0,965 > 0,329.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN BERLOGO ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING iii
PENGESAHAN PENGUJI iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN v
MOTTO vi
PERSEMBAHAN vii
KATA PENGANTAR viii
ABSTRAK x
DAFTAR ISI xi
DAFTAR TABEL xvi
DAFTAR GAMBAR xvii
DAFTAR LAMPIRAN xviii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Rumusan Masalah 5
C. Tujuan Penelitian 5
D. Hipotesis Penelitian 6
E. Kegunaan Penelitian 6
1. Teoritis 6
2. Praktis 7
F. Definisi Operasional 7
1. Kecerdasan Emosi Remaja 7
2. Implikasi 9
3. Pembinaan Akhlakul Karimah 9
G. Metode Penelitian 10
1. Pendekatan dan Rancangan Penelitian 10
2. Lokasi dan Waktu Penelitian 10
3. Populasi dan Sampel 11
4. Metode Pengumpulan Data 12
5. Instrumen Penelitian 13
6. Analisis Data 14
H. Sistematika Penulisan 16
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Emosi dan Remaja 18
1. Emosi 18
a. Pengertian dan Teori 18
b. Emosi dalam Perspektif Islam 22
c. Ekspresi Emosi Manusia 25
d. Gejala-gejala Emosi 29
e. Cara Mengendalikan Emosi 30
2. Remaja 32
a. Definisi dan Pengertian 32
b. Kategori dan Problematika Remaja 33
c. Bimbingan dan Pendidikan Remaja 36
B. Akhlakul Karimah 40
1. Pengertian dan Tujuan 40
2. Karakteristik Akhlak dalam Islam 42
3. Jenis-jenis Akhlakul Karimah dan Aplikasinya 44
C. Kecerdasan Emosi Remaja dan Implikasinya terhadap
Pembinaan Akhlakul Karimah 47
BAB III HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Desa Wisata Bejalen 51
1. Sejarah Desa Bejalen 51
2. Keadaan Umum Wilayah Desa 54
3. Letak Geografis 56
4. Demografi (Kependudukan) 56
5. Pendidikan 57
6. Mata Pencaharian 59
7. Jumlah Penduduk Menurut Agama 60
8. Struktur Organisasi Desa 61
9. Kesehatan 61
10.Form Profile Desa Wisata 62
B. Penyajian Data Hasil Penelitian 65
1. Data Responden 66
2. Data Jawaban Angket Variabel X
(Kecerdasan Emosi Remaja) 68
3. Data Jawaban Angket Variabel Y
(Pembinaan Akhlakul Karimah) 70
BAB IV ANALISIS DATA
A. Analisis Pendahuluan 72
1. Analisis Tingkat Kecerdasan Emosi Remaja
Desa Wisata Bejalen 73
a. Mencari Nilai Rata-rata (Mean) 75
b. Mencari Nilai Interval 76
c. Mencari Persentase Kategori Kecerdasan
Emosi Remaja 77
2. Analisis Tingkat Pembinaan Akhlakul Karimah
di Desa Wisata Bejalen 79
a. Mencari Nilai Rata-rata (Mean) 82
b. Mencari Nilai Interval 83
c. Mencari Persentase Kategori Pembinaan
Akhlakul Karimah 84
B. Analisis Uji Hipotesis 86
1. Input Data Implikasi antara Kecerdasan Emosi Remaja
dengan Pembinaan Akhlakul Karimah 87
2. Analisis dengan Rumus Product Moment 89
C. Analisis Lanjut 89
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 93
B. Saran-saran 94
C. Penutup 95
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP PENULIS
DAFTAR TABEL
1. Tabel. 1 Pengambilan Sampel 12
2. Tabel. 2 Nafsu Muthmainnah dan Ammarah 23
3. Tabel. 3 Ekspresi Wajah pada Enam Jenis Emosi 26
4. Tabel. 4 Batas Wilayah Desa Bejalen 55
5. Tabel. 5 Jumlah Penduduk Menurut Usia 56
6. Tabel. 6 Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan 58
7. Tabel. 7 Penduduk Menurut Mata Pencaharian 59
8. Tabel. 8 Jumlah Penduduk Menurut Agama 60
9. Tabel. 9 Pemetaan Indikator dengan Angket 65
10. Tabel. 10 Jumlah Data Responden 66
11. Tabel. 11 Jumlah Data Jawaban Angket Variabel X 68
12. Tabel. 12 Jumlah Data Jawaban Angket Variabel Y 70
13. Tabel. 13 Hasil Angket Kecerdasan Emosi Remaja 73
14. Tabel. 14 Distribusi Frekuensi Variabel X 75
15. Tabel. 15 Nilai Interval Kecerdasan Emosi Remaja 77
16. Tabel. 16 Rekapitulasi Kecerdasan Emosi Remaja 79
17. Tabel. 17 Hasil Angket Pembinaan Akhlakul Karimah 80
18. Tabel. 18 Distribusi Frekuensi Variabel Y 82
19. Tabel. 19 Nilai Interval Pembinaan Akhlakul Karimah 84
20. Tabel. 20 Rekapitulasi Pembinaan Akhlakul Karimah 86
21. Tabel. 21 Jumlah Data Korelasi Variabel X dan Y 87
22. Tabel. 22 Taraf Signifikansi Product Moment 90
DAFTAR GAMBAR
1. Gambar. 1 Teori Emosi James-Lange 20
2. Gambar. 2 Teori Emosi Cannon-Bard 21
3. Gambar. 3 Bagan Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Pemerin`tah
Desa Bejalen Tahun 2015 61
4. Gambar. 4 Denah Lokasi Desa Wisata Bejalen 63
DAFTAR LAMPIRAN
1. Lembar Pengajuan Judul Skripsi
2. Lembar Konsultasi Skripsi
3. Angket Penelitian
4. Surat Keterangan Kegiatan (SKK)
5. Surat Permohonan Izin Penelitian
6. Surat Pernyataan Bukti Penelitian
7. Foto-foto
8. Riwayat Hidup Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada umumnya perbuatan manusia sehari-hari disertai oleh
perasaan-perasaan tertentu, yaitu perasaan-perasaan senang atau perasaan-perasaan tidak senang. Kedua
perasaan tersebut yang selalu menyertai perbuatan kita sehari-hari. Perasaan ini
terkadang kuat, lemah atau samar-samar saja. Perasaan yang kuat akan menjadi
lebih mendalam, lebih luas dan lebih terarah. Perasaan-perasaan seperti ini
disebut emosi. Beberapa macam emosi antara lain: gembira, bahagia, terkejut,
benci, senang, sedih, was-was dan sebagainya.
Emosi merupakan pemicu utama dalam tiap aspek kehidupan manusia.
Emosi adalah penggerak diri, memandu untuk terus maju dan bertindak sesuai
dengan apa yang diinginkan. Maka benarlah pernyataan berikut ini: “kadar
reaksi emosi kita terhadap peristiwa-peristiwa menentukan kadar kegiatan
rohani dan jasmani kita” (Maurus, 2014: 15). Perasaan dan emosi biasanya
disifatkan sebagai suatu keadaan (state) dari diri organisme atau individu pada
suatu waktu. Misalnya orang merasa sedih, senang, terharu dan sebagainya jika
melihat sesuatu, mendengar sesuatu, mencium bau dan sebagainya (Hartati
dkk, 2005: 81).
Bagi sebagian orang, perilaku lebih dipengaruhi oleh emosi daripada
kepandaian. Maka, emosi jauh lebih penting daripada kepandaian. Tidak ada
faktor yang lebih mempengaruhi keberhasilan, kebahagiaan dan kegembiraan
selain emosi. Orang yang tidak memiliki semangat, kemurahan hati,
keramahan dan cinta tidaklah siap menjalani hidup.
Emosi sangat berguna jika terkendali, namun berbahaya jika dibiarkan
begitu saja khususnya pada usia remaja karena emosi sangat kuat dan labil.
Emosi muncul saat seseorang berada dalam keadaan darurat. Emosi
mengerahkan kekuatan dari dalam maupun dari luar yang memungkinkan
seseorang untuk bertindak dengan kekuatan lebih. Jika seseorang bertindak
pada saat yang bersamaan, emosi akan mereda; fungsinya telah dijalankan dan
mungkin selanjutnya akan lenyap. Apabila tidak ada tindakan, emosi akan
mengambil alih seluruh sistem tubuh. Emosi akan mengaliri seluruh tubuh
dengan dampak-dampak yang mengganggu.
Penyebab utama timbulnya masalah remaja didominasi oleh emosi yang
cenderung muncul. Masalah remaja merupakan suatu masalah yang sebenarnya
sangat menarik untuk dibicarakan, terlebih pada masa kekinian, dimana telah
timbul akibat negatif yang sangat mencemaskan terutama disebabkan atas
dorongan emosi yang akan membawa kehancuran bagi remaja itu sendiri dan
masyarakat pada umumnya.
Persoalan remaja adalah persoalan yang sangat komplek dan urgen yang
disebabkan oleh bermacam-macam faktor diantaranya: kurangnya pembinaan
mental, kurangnya pengenalan terhadap nilai moral pancasila, kegoncangan
suasana dalam masyarakat, masa depan yang suram, pengaruh kebudayaan
asing dan lainnya.
Remaja di era kontemporer terletak pada posisi yang terjepit manakala
mereka tidak bisa membawa diri mereka masing-masing dengan sebaik
mungkin, karena tantangan saat ini begitu besar sehingga akhlak (moral)
remaja yang akan menjadi taruhannya. Dekadensi moral atau kemerosotan
akhlak merupakan masalah yang paling mendasar bagi setiap orang di suatu
masyarakat, baik masyarakat tradisional maupun modern. Kemerosotan akhlak
seseorang mengganggu ketentraman orang lain. Seandainya dalam suatu
masyarakat terdapat banyak orang yang akhlaknya rusak maka akan
menggemparkan keadaan masyarakat itu.
Agama Islam yang terpenting adalah pendidikan akhlak (moral), yang mana
Allah Swt berfirman:
Artinya: Dan Sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar
berbudi pekerti yang agung (berakhlak sangat mulia). (Al-Qalam 68: 4).
Pendidikan akhlak (moral) untuk setiap umat Islam, Nabi Muhammad Saw
dalam hadits bersabda:
مَّنِإ
menyempurnakan keshalehan akhlak (H.R. Ahmad). (Ahmadi, 2004: 29).
Beliaupun memberikan uswah khasanah kepada umatnya di antaranya adalah
benar, jujur, adil dan dipercaya. Penilaian terhadap seseorang baik atau
buruknya tergantung sisi moral yang ia miliki. Bangsa akan hancur dan rusak
dikarenakan masyarakat yang merosot moralnya.
Melihat pentingnya orang dewasa pada perkembangan moral remaja, faktor
orang tua dan orang dewasa lainnya bagi remaja tidak boleh diabaikan. Tentu
saja orang tua dan orang dewasa lainnya, yang mengharapkan generasi muda
dapat menggantikan segala tugas dan kelangsungan hidup di hari kemudian,
perlu menyadari pentingnya peranan mereka dalam mendidik, membina, serta
mendampingi remaja dalam perkembangan moralnya sebagai dasar hidup
utama di masa yang akan datang (Gunarsa, 2012: 97). Pendidikan berperan
penting dalam membina moral dan meminimalisir kenakalan remaja yang
mana kita sebagai umat Islam tahu bahwa pendidikan Islam bertujuan
menciptakan pribadi muslim yang berakhlakul karimah dan tertanamnya
nilai-nilai moral dalam kehidupan sehari-hari.
Emosi remaja memiliki hubungan erat dengan pembinaan akhlakul
karimah. Itu disebabkan emosi merupakan implikasi dari proses pendidikan
dan penanaman akhlak pada remaja. Di sini lingkungan keluarga, sekolah dan
masyarakat juga berperan penting dalam membentuk akhlak remaja. Adapun
keberhasilan dalam pembinaan akhlakul karimah adalah wujud dari suksesnya
sebuah pengendalian emosi.
Penelitian ini penting sekali mengingat banyak terjadi problematika remaja
dalam setiap kehidupan yang sampai saat ini belum terpecahkan. Banyak
perilaku remaja khususnya di Desa Wisata Bejalen Kecamatan Ambarawa
Kabupaten Semarang yang menyimpang dilihat dari segi akhlaknya seperti:
berani kepada orang tua, kurang sopan-santun, berkata-kata kotor dan lain
sebagainya. Oleh karena itu, penelitian ini bisa menjadi bekal bagi masyarakat
dan orang tua terutama dalam hal penanganan dan pembinaan akhlak remaja
putra-putrinya.
Berdasarkan dari uraian di atas, maka penulis merasa tertarik dengan Desa
Wisata Bejalen Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang untuk dijadikan
sebagai obyek penelitian. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka
penulis mengajukan penelitian ini dengan judul: “Kecerdasan Emosi Remaja
dan Implikasinya terhadap Pembinaan Akhlakul Karimah di Desa Wisata
Bejalen Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang Tahun 2015”.
B. RumusanMasalah
1. Bagaimana tingkat kecerdasan emosi remaja Desa Wisata Bejalen
Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang Tahun 2015?
2. Bagaimana tingkat pembinaan akhlakul karimah pada remaja di Desa
Wisata Bejalen Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang Tahun 2015?
3. Adakah implikasi antara kecerdasan emosi remaja terhadap pembinaan
akhlakul karimah di Desa Wisata Bejalen Kecamatan Ambarawa
Kabupaten Semarang Tahun 2015?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui tingkat kecerdasan emosi remaja Desa Wisata Bejalen
Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang Tahun 2015.
2. Untuk mengetahui tingkat pembinaan akhlakul karimah pada remaja di
Desa Wisata Bejalen Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang Tahun
2015.
3. Untuk mengetahui seberapa besar implikasi antara kecerdasan emosi
remaja terhadap pembinaan akhlakul karimah di Desa Wisata Bejalen
Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang Tahun 2015.
D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian,
yang kebenarannya masih harus diuji secara empiris. Dalam rangkaian
penelitian yang disajikan dalam bab ini, hipotesis itu merupakan rangkuman
dari kesimpulan teoretis yang diperoleh dari penelaahan kepustakaan.
Hipotesis merupakan jawaban terhadap masalah penelitian yang secara teoretis
dianggap paling mungkin dan paling tinggi kebenarannya (Fathoni, 2011: 20).
Adapun hipotesis yang penulis ajukan dalam penelitian ini, yaitu: ada
implikasi yang positif antara Kecerdasan Emosi Remaja dengan Pembinaan
Akhlakul Karimah. Sehingga dapat dikatakan bahwa tingkat kecerdasan emosi
remaja yang baik akan mempermudah keberhasilan pembinaan akhlakul
karimah pada remaja Desa Wisata Bejalen Kecamatan Ambarawa Kabupaten
Semarang Tahun 2015.
E. Kegunaan Penelitian
1. Teoritis
Secara teoritis, diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
peningkatan kualitas generasi penerus bangsa pada umumnya, khususnya
dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan dan memperkaya hasil
penelitian yang telah ada serta dapat memberi gambaran mengenai
pentingnya emosi dan pembinaan akhlak remaja.
2. Praktis
Secara praktis, bagi remaja dapat memperoleh pemahaman tentang
pentingnya emosi dan pembinaan akhlak agar bisa mengontrol setiap
tindakan dengan didasari agama dan emosi yang stabil, bukan berdasarkan
amarah dan ambisi. Karena remaja merupakan generasi penerus bangsa
yang akan meneruskan cita-cita dan tanggung jawab Negara.
F. Definisi Operasional
Untuk menghindari timbulnya salah pengertian atau penafsiran dari judul di
atas, maka perlu dijelaskan beberapa definisi istilah dan masalah serta
pengertiannya, yaitu:
1. Kecerdasan Emosi Remaja
Kecerdasan adalah kemampuan yang dibawa sejak lahir, yang
memungkinkan seseorang berbuat sesuatu dengan cara tertentu (Purwanto,
1996: 52). Kecerdasan juga merupakan kecakapan yang terdiri dari tiga
jenis yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan ke dalam
situasi yang baru dengan cepat dan efektif, mengetahui atau menggunakan
konsep-konsep yang abstrak secara efektif, mengetahui relasi dan
mempelajarinya dengan cepat (Slameto, 1995: 56).
Emosi yakni, satu reaksi kompleks yang mengait satu tingkat tinggi
kegiatan dan perubahan-perubahan secara mendalam serta dibarengi
dengan perasaan (feeling) yang kuat atau disertai dengan keadaan efektif
(Hartati dkk, 2005: 106). Mengenai pengertian tersebut, dapat dikatakan
bahwa emosi adalah suatu gejala psiko-fisiologis yang menimbulkan efek
pada persepsi, sikap, dan tingkah laku, serta mengejawantah dalam bentuk
ekspresi tertentu.
Remaja adalah masa peralihan dari “anak” menjelang “dewasa”.
Semakin maju suatu masyarakat semakin banyak syarat yang diperlukan
untuk menjadi dewasa, semakin panjang masa yang diperlukan untuk
mempersiapkan diri dengan berbagai pengetahuan dan keterampilan dan
semakin banyak pula masalah yang dihadapi oleh remaja itu, karena
sukarnya memenuhi syarat-syarat tersebut (Daradjat, 1976: 11). Usia
remaja yang hampir disepakati oleh banyak ahli jiwa ialah antara 13 dan 21
tahun.
Jadi definisi istilah kecerdasan emosi remaja adalah kemampuan
mengindra, memahami dan daya efektif yang dimiliki remaja dalam
menerapkan kekuatan dan ketajaman emosi sebagai sumber energi,
informasi dan pengaruh. Adapun yang menjadi indikator dalam kecerdasan
emosi remaja adalah (Goleman, 2007: 58-59):
a. Mengenali Emosi Diri
b. Mengelola Emosi
c. Memotivasi Diri Sendiri
d. Mengenali Emosi Orang Lain
e. Membina Hubungan dengan Orang Lain
2. Implikasi
Implikasi berasal dari bahasa inggris “implicate” yaitu
menyangkutkan (Echols dan Shadily, 2005: 313). Menyangkutkan berarti
menghubungkan, sehingga dapat dikatakan bahwa implikasi adalah
hubungan antara satu dengan yang lain (keduanya atau lebih) baik secara
langsung maupun tidak langsung yang membawa pengaruh (dampak)
positif ataupun negatif.
3. Pembinaan Akhlakul Karimah
Pembinaan adalah usaha, tindakan, dan kegiatan yang dilakukan
secara efektif dan efisien untuk memperoleh hasil yang lebih baik (Alwi,
2007: 152). Istilah akhlak dalam pemakaian kata sehari-hari biasa disebut
“akhlak yang baik” (akhlakul karimah), seumpama dikatakan: orang itu
berakhlak artinya orang tersebut mempunyai akhlak yang baik, sedangkan
orang itu tidak berakhlak artinya orang tersebut tidak mempunyai akhlak
yang baik atau buruk akhlaknya. Jadi, definisi istilah pembinaan akhlakul
karimah adalah upaya yang dilakukan secara efektif dan efisien dalam
proses pendidikan dan penanaman akhlak yang baik. Adapun yang menjadi
indikator dalam pembinaan akhlakul karimah adalah (Abdullah, 2007: 75):
a. Akhlak kepada Allah
b. Akhlak terhadap Diri Sendiri
c. Akhlak terhadap Keluarga
d. Akhlak terhadap Masyarakat
e. Akhlak terhadap Alam Sekitar
G. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Rancangan Penelitian
a. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah
pendekatan kuantitatif, yaitu pendekatan yang model analisisnya secara
umum memakai analisis statistic (Sukardi, 2004: 8), di mana akan
diungkap persoalan di lapangan dalam hal kecerdasan emosi remaja dan
pembinaan akhlakul karimah di Desa Wisata Bejalen Kecamatan
Ambarawa Kabupaten Semarang Tahun 2015.
b. Rancangan Penelitian
Dalam penyusunan atau rancangan penelitian ini penulis
menggunakan penelitian lapangan (field research) yaitu penelitian
untuk mendapatkan data yang diperlukan secara langsung yang
berhubungan dengan permasalahan yang dibahas yang diperoleh dari
objek penelitian atau suatu riset yang dilakukan di kancah terjadinya
gejala dalam suatu lapangan (Suryabrata, 1983: 93).
2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi atau tempat yang diambil dalam penelitian ini di Desa Wisata
Bejalen Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang, karena merupakan
lokasi yang strategis dan sangat menarik untuk diteliti kaitannya dengan
dunia remaja yang rentan akhlaknya disebabkan oleh faktor emosi. Penulis
dalam melakukan penelitian ini dengan jangka waktu tiga bulan, yaitu
dimulai September-November 2015.
3. Populasi dan Sampel
a. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian. Apabila seseorang
ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka
penelitian ini merupakan penelitian populasi. Menurut Nazir (1988:
325) dalam bukunya yang berjudul “Metode Penelitian” memberikan
pengertian tentang, “Populasi adalah kumpulan dari individu dengan
kualitas serta ciri-ciri yang telah ditetapkan”. Sedangkan menurut
Singarimbun dan Effendi (1988: 108) memberikan pengertian,
“populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisa yang ciri-cirinya
akan diduga”. Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini
adalah semua remaja Desa Wisata Bejalen Kecamatan Ambarawa
Kabupaten Semarang Tahun 2015 yang berjumlah 144 orang.
b. Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi (Sugiyono, 2005: 56). Menurut Arikunto (1998: 67)
“sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diselidiki”. Dari
pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa sampel adalah sebagian dari
populasi yang merupakan wakil dari keseluruhan subyek penelitian,
mengenai besar kecilnya sampel tidak ada ketentuan, tetapi perlu
diingat bahwa semakin besar sampel yang diambil, maka kesimpulan
yang diperoleh semakin baik. Sehubungan hal itu, Arikunto (1998: 120)
mengatakan:
Apabila subyeknya kurang dari 100 lebih baik diambil semua sehingga penelitiaannya merupakan penelitian populasi, sedangkan jika subyeknya besar dapat diambil antara 10-15% atau 20-25% atau lebih sesuai dengan kemampuan.
Sampel untuk penelitian ini, Penulis mengambil 25% dari populasi.
Adapun rinciannya sebagai berikut:
Tabel. 1 Pengambilan Sampel
Wilayah Desa Wisata Bejalen
Usia Remaja Populasi Sampel
Dusun Bejalen Barat 13-21 Tahun 80 20 Dusun Bejalen Timur 13-21 Tahun 64 16
Jumlah 144 36
Keterangan: (Sumber: Dokumen Desa Wisata Bejalen dari Sekretaris Desa, Hari Senin 03-08-2015, Pukul 10:15 WIB).
4. Metode Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data lapangan yaitu dengan menggunakan
metode pengumpulan data sebagai berikut:
a. Metode Observasi
Observasi adalah cara pengumpulan data dengan menggunakan
indera, terutama indera penglihatan dan pendengaran. Menurut Kartono
(1990: 78), “observasi merupakan pencatatan dan pengamatan secara
sistematis terhadap fenomena-fenomena atau gejala-gejala yang
diselidiki.”
b. Metode Angket
Angket adalah teknik pengumpulan data melalui penyebaran
kuesioner (daftar pertanyaan/isian) untuk diisi langsung oleh responden
seperti yang dilakukan dalam penelitian untuk menghimpun pendapat
umum (Fathoni, 2011: 111). Teknik/metode ini digunakan untuk
memperoleh data tentang kecerdasan emosi remaja dan pembinaan
akhlakul karimah di Desa Wisata Bejalen Kecamatan Ambarawa
Kabupaten Semarang Tahun 2015.
c. Metode Dokumentasi
Dokumentasi berarti barang-barang tertulis. Metode dokumen
adalah mencari data mengenai hal atau variabel yang berupa catatan,
transkip, buku, surat kabar, majalah, notulen, agenda dan lain-lain.
(Arikunto, 1998: 67). Metode ini digunakan untuk memperoleh data
tentang keadaan warga yang berkaitan dengan kecerdasan emosi remaja
dan pembinaan akhlakul karimah di Desa Wisata Bejalen Kecamatan
Ambarawa Kabupaten Semarang Tahun 2015.
5. Instrumen Penelitian
Fathoni (2011: 30) dalam bukunya yang berjudul: “Metodologi
Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi”,mengatakan:
Dalam suatu penelitian, alat pengambil data (instrumen) menentukan kualitas data yang dapat dikumpulkan dan kualitas data itu menentukan kualitas penelitiannya. Karena itu, alat pengambil data itu harus mendapatkan penggarap yang cermat.
Untuk mengetahui data-data yang diperlukan dalam penelitian ini maka
diperlukan suatu instrumen. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini
adalah angket, data identitas remaja dan dokumen yang sesuai dengan
penelitian dan observasi.
6. Analisis Data
Untuk memperoleh hasil dari penelitian agar bisa digeneralisasikan
setiap data yang masuk harus dianalisis. Untuk menganalisis data dengan
melakukan tahapan-tahapan sebagai berikut:
a. Analisis Pendahuluan
Analisis tahap pendahuluan ini, penulis terlebih dahulu
mengelompokkan data-data yang telah diperoleh ke dalam tabel
distribusi frekuensi. Untuk data variabel X (Kecerdasan Emosi Remaja)
terdapat pada soal angket nomor 1-15 dan variabel Y (Pembinaan
Akhlakul Karimah) terdapat pada soal angket nomor 16-30, pilihan
jawaban A, B, dan C dengan cara pemberian skor jawaban A= 3, B= 2,
dan C= 1 seperti pada alternatif jawaban sebagai berikut:
1) Alternatif Jawaban A dengan Skor 3 (Baik)
2) Alternatif Jawaban B dengan Skor 2 (Cukup Baik)
3) Alternatif Jawaban C dengan Skor 1 (Kurang Baik)
Kemudian teknik analisis data dengan menggunakan rumus:
𝑃 =𝑁 𝑋 100%𝐹
Keterangan:
P : Persentase
F : Frekuensi
N : Jumlah Total Sampel
b. Analisis Uji Hipotesis
Analisis ini menggunakan rumus product moment:
𝑟𝑥𝑦 = 𝑁 ∑ 𝑋𝑌 − (∑ 𝑋)(∑ 𝑌)
√{𝑁 ∑ 𝑋2− (∑ 𝑋)2} {𝑁 ∑ 𝑌2− (∑ 𝑌)2}
Keterangan:
rxy : Koofisien Korelasi antara Variabel X dan Y
N : Jumlah Responden
∑x : Nilai Hasil Variabel Emosi Remaja
∑y : Nilai Hasil Variabel Pembinaan Akhlakul Karimah
∑xy : Jumlah Hasil Perkalian antara Skor X dan Y.
c. Analisis Lanjut
Setelah diperoleh nilai penghitungan tersebut, langkah selanjutnya
adalah mengadakan konsultasi hasil penghitungan (rxy) ke dalam r
tabel pada taraf signifikansi 1% maupun 5%. Dari hasil penelitian, jika
diketahui nilai rxy (r hitung) yang diperoleh lebih besar dari nilai kritik
r tabel baik pada taraf signifikansi 1% maupun 5%, maka nilai yang
diperoleh adalah signifikan dan hipotesis yang diajukan diterima. Akan
tetapi sebaliknya, jika nilai rxy (r hitung) yang diperoleh lebih kecil dari
nilai kritik r tabel baik pada taraf signifikansi 1% maupun 5%, maka
nilai yang diperoleh adalah tidak signifikan dan hipotesis yang diajukan
tidak diterima.
H. Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran yang menyeluruh dan memudahkan dalam
memahami isi skripsi ini, maka disusun sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan: Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah,
Tujuan Penelitian, Hipotesis Penelitian, Kegunaan Penelitian, Definisi
Operasional, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.
BAB II : KAJIAN PUSTAKA
Dalam bab ini diterangkan tentang teori-teori, antara lain: Pertama yaitu:
Emosi dan Remaja yang meliputi: Emosi, yaitu: Pengertian dan Teori, Emosi
dalam Perspektif Islam, Ekspresi Emosi Manusia, Gejala-gejala Emosi, Cara
Mengendalikan Emosi. Remaja, yaitu: Definisi dan Pengertian, Kategori dan
Problematika Remaja, Bimbingan dan Pendidikan Remaja. Kedua yaitu:
Akhlakul Karimah, meliputi: Pengertian dan Tujuan, Karakteristik Akhlak
dalam Islam, Jenis-jenis Akhlakul Karimah dan Aplikasinya. Ketiga yaitu:
Kecerdasan Emosi Remaja Implikasinya terhadap Pembinaan Akhlakul
Karimah.
BAB III : HASIL PENELITIAN
Dalam bab ini terdiri dari dua sub bab, meliputi: Pertama, Gambaran Umum
Lokasi dan Subjek Penelitian, yaitu: Letak Geografis, Tinjauan Historis,
Struktur Organisasi, Keadaan Warga dan Remaja. Kedua, Penyajian Data Hasil
Penelitian.
BAB IV : ANALISIS DATA
Dalam bab ini diuraikan: Analisis Deskriptif (Analisis Pendahuluan),
Pengujian Hipotesis (Analisis Uji Hipotesis) dan Pembahasan (Analisis
Lanjut).
BAB V : PENUTUP
Dalam bab ini memuat: Kesimpulan, Saran-saran, dan Penutup.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Emosi dan Remaja
1. Emosi
a. Pengertian dan Teori
Emosi dapat diartikan sebagai keadaan jiwa yang sangat
mempengaruhi makhluk hidup, yang ditimbulkan oleh kesadaran atas
suatu benda atau peristiwa, yang ditandai dengan perasaan yang
mendalam, hasrat untuk bertindak, dan perubahan fisiologis pada
fungsi tubuh. Sebagian orang lantas menyadari adanya rangsangan
(menakutkan, menyedihkan, melegakan, menjengkelkan) yang memicu
situasi psikologis yang dikenal sebagai emosi (takut, sedih, bahagia,
marah). Singkatnya, emosi adalah pikiran yang digerakkan. Karena itu,
mungkin akan lebih baik menjabarkan emosi sebagai gerakan dalam
pikiran (Maurus, 2014: 16).
Emosi adalah perasaan intens yang ditujukan kepada seseorang atau
sesuatu. Emosi adalah reaksi terhadap seseorang atau kejadian. Emosi
dapat ditunjukkan ketika merasa senang mengenai sesuatu, marah
kepada seseorang, ataupun takut terhadap sesuatu. Kata “emosi”
diturunkan dari kata bahasa Prancis, emotion, dari emouvoir,
kegembiraan dari bahasa Latin emovere, dari e- (varian eks-) luar dan
movere bergerak (Gemilang, 2013:10).
Emosi yakni, satu reaksi kompleks yang mengait satu tingkat tinggi
kegiatan dan perubahan-perubahan secara mendalam serta dibarengi
dengan perasaan (feeling) yang kuat atau disertai dengan keadaan
efektif (Hartati dkk, 2005: 106). Sehubungan dengan pengertian emosi,
ada beberapa teori yang menjelaskan tentang emosi di antaranya
(Hartati dkk, 2005: 96-98):
1) Teori William James (1842-1910, Amerika Serikat) dan Carl Lange
(Denmark)
Menurut pendapat atau teori ini, emosi adalah hasil persepsi
seseorang terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuh
sebagai respons terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari
luar. Gejala-gejala kejasmanian bukanlah merupakan akibat dari
emosi yang dialami oleh individu, tetapi malahan emosi yang
dialami oleh individu merupakan gejala-gejala kejasmanian.
Menurut teori ini orang tidak menangis karena susah, tetapi
sebaliknya ia susah karena menangis. Atau, bila seseorang melihat
harimau, reaksinya adalah peredaran darah makin cepat karena
denyut jantung makin cepat, paru-paru lebih cepat memompa udara,
dan sebagainya. Respons-respons tubuh ini kemudian
dipersepsikan dan timbullah rasa takut. Jadi, orang itu bukan
berdebar-debar karena takut setelah melihat harimau, melainkan
karena ia berdebar-debar maka timbul rasa takut.
Gambar. 1
Teori Emosi James-Lange (Hude, 2006: 56)
Teori dari James Lanse ini lebih menitikberatkan pada
hal-hal yang bersifat perifir daripada yang bersifat sentral. Dan teori ini
sering pula disebut sebagai peradoks dari James. Sementara itu
banyak para ahli mengadakan eksperimen-eksperimen untuk
menguji sampai sejauhmana kebenaran dari teori James Lanse ini.
Ahli-ahli tersebut antara lain Sherington dan Cannon, yang
umumnya menunjukkan bahwa apa yang dikemukakan oleh James
tidak tepat.
2) Teori Cannon Bard
Teori emosi yang dikemukakan oleh Cannon, dengan
teorinya yang dikenal dengan teori sentral. Menurut teori atau
pendapat ini, segala kejasmanian merupakan akibat dari emosi yang
dialami oleh individu, jadi individu mengalami emosi terlebih
Emotion takes place after Psychological reactions
External Stimulus
Stimulus Perceived in Brain
Sensory Nerves Emotion
Occurs
Motor Nerves
Body Sensations and Responses
dahulu baru kemudian mengalami perubahan-perubahan dalam
kejasmaniannya.
Gambar. 2
Teori Emosi Cannon-Bard (Hude, 2006: 58)
3) Teori J. Linchoten
Teori emosi lain adalah teori kepribadian. Menurut pendapat
atau teori ini ialah bahwa emosi merupakan suatu aktivitas pribadi,
di mana pribadi ini tidak dapat dipisah-pisahkan dalam jasmani dan
psikis sebagai dua substansi yang terpisah-pisahkan. Karena itu,
emosi meliputi pula perubahan-perubahan kejasmanian. Teori ini
dikemukakan oleh J. Linchoten.
4) Teori Wilhem Wundt (1832-1920)
Tokoh empiris lain yang mengemukakan teori emosi adalah
Wundt (1832-1920), tetapi berbeda dengan W. James yang
menyelidiki mengapa timbul emosi. Menurut W. Wundt ada tiga (3)
pasang kutub emosi, yaitu:
Emotion takes place after Psychological reactions
External Stimulus
Stimulus Perceived in
Brain
Motor and Sensory Nerves
Emotion Occurs
Body Sensations and Responses
a) Lust-Unlust (senang-tak senang)
b) Spannung-Losung (tegang-tak tegang)
c) Erregung-Berubigung (semangat-tenang)
Jadi, kalau seseorang melihat harimau, emosinya adalah
unlust, spannung dan erregung (tak senang, tegang dan semangat).
Dan kalau seorang mahasiswa lulus ujian, maka emosinya adalah
lust, unlust dan berubigung (senang, tak tegang dan tenang) dan
seterusnya.
b. Emosi dalam Perspektif Islam
Banyak tokoh ilmuwan Islam yang memperbincangkan masalah
emosi. Umumnya mereka membahas dalam bentuk derivatifnya
sebagai cinta, marah, sedih, berani dan semacamnya. Dalam perspektif
Islam, emosi identik dengan nafsu yang dianugerahkan oleh Allah Swt.
Nafsu inilah yang akan membawanya menjadi baik atau jelek, budiman
atau preman, pemurah atau pemarah, dan sebagainya. Nafsu menurut
pandangan Mawardy Labay el-Sulthani dalam bukunya Muallifah
(2009: 128-129) yang berjudul: “Psycho Islamic Smart Parenting”,
terbagi dalam lima bagian.
Pertama, nafsu rendah yang disebut dengan nafsu hewani,
yaitu nafsu yang dimiliki oleh binatang seperti keinginan untuk makan dan minum, keinginan seks, keinginan mengumpulkan harta benda, kesenangan terhadap binatang dan juga rasa takut.
Kedua, nafsu ammarah yang artinya menarik, membawa,
menghela, mendorong, dan menyuruh pada kejelekan dan kejahatan saja. Nafsu amarah cenderung membawa manusia kepada perbuatan-perbuatan yang negatif dan berlebih-lebihan. Contohnya: makan yang enak sampai kekenyangan, perasaan malas untuk
mengerjakan hal yang positif, ingin kaya dengan menghalalkan segala cara, berhati keras dan sebagainya.
Ketiga, nafsu lawwamah, yaitu nafsu yang selalu mendorong
manusia untuk berbuat baik. Ini merupakan lawan dari nafsu amarah. Apa yang dikerjakan nafsu amarah terus ditentang dan dicela keras oleh nafsu lawwamah, sehingga diri akan tertegun sebentar atau berhenti sama sekali dari perbuatan yang dianjurkan amarahnya.
Keempat, nafsu musawwilah, yakni merupakan nafsu
provokator, ahli memperkosa dan ahli memukau. Di dalam istilah
perang, dia diberi julukan dengan “koloni kelima”, ia berkedudukan
di kementrian peperangan atau propoganda. Karena disebut koloni kelima, di pihak lawan ia perlu mendapat perhatian yang serius.
Kelima, nafsu muthmainnah, artinya kondisi jiwa yang
seimbang atau tenang seperti permukaan danau kecil yang ditiup angin, akan jadi tenang, teduh, walaupun sesekali terlihat riak kecil.
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam Hartati dkk (2005: 108) hanya
menentukan kepribadian muthmainnah dan ammarah saja, karena
kedua kepribadian tersebut ibarat dua kutub utara dan selatan yang
saling berlawanan serta bersifat relatif permanen. Secara jelas beliau
mempertentangkan kedua kepribadian tersebut.
Tabel. 2
Nafsu muthmainnah dan ammarah (Hartati dkk, 2005: 107)
No Kepribadian Muthmainnah Kepribadian Ammarah
1
Hamiyah (memiliki harga diri) Tawadhu’ (merendahkan diri)
Ma’rifah wa’ilm (mengetahui dan berilmu)
Siqqat (dapat dipercaya) Raja’ (pengharapan)
Jufa’ (menjatuhkan harga diri) Mahaat (menghinakan diri)
Suw al zhan (buruk sangka) Zhan (menduga)
Ghibat (menunjukkan keburukan) Riswah (menyogok)
Qaswah (keras hati) Zull (hina)
Bahl wa ghafl (bodoh dan lupa) Ghurur (penipu)
Tamanny (angan-angan)
18 Riqqah al-qalb (hati lembut) Mawjadat (iri hati atas kebaikan) Munafasat
(berlomba demi kebaikan) Hubb fi Allah (mencintai Allah) Tawakkal (menyerahkan diri setelah berusaha) Jaza’ (penuh keluh kesah) Hiqd (iri hati atas keburukan) Hasad (dengki)
Hubb ma’a Allah
(mencintai karena yang lain) ‘Ajz (lemah hati)
Was-was (ragu-ragu) Ilham min syaithan (inspirasi dari setan)
‘Ajlat (terburu-buru dalam bekerja)
Dalam perspektif Islam, kemampuan seseorang dalam
mengendalikan emosi disebut kecerdasan emosi. Hal ini sesuai dengan
ajaran Islam bahwa Allah Swt memerintahkan untuk menguasai
emosi-emosi kita, mengendalikannya, dan mengontrolnya. Seperti dalam
firman Allah Swt: dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam
kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya.
Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri. (Q.S. Al-Hadiid 57: 22-23).
Seseorang yang memiliki kecerdasan pada dimensi emosional akan
mampu menguasai situasi yang penuh dengan tantangan, yang biasanya
dapat menimbulkan ketegangan dan kecemasan, sehingga akan lebih
tangguh dalam menghadapi persoalan hidup, juga akan berhasil
mengendalikan reaksi dan perilakunya, serta mampu menghadapi
kegagalan dengan baik. Pengendalian emosi dan tidak adanya tindakan
agresi terhadap orang lain yang disebabkan oleh emosi yang berlebihan
serta selalu tenang akan menciptakan harmonisasi dalam berinteraksi
dan juga mendorong untuk introspeksi diri (Muallifah, 2009: 131),
seperti dalam firman Allah Swt:
Artinya: Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan
seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. (Q.S. Fushilat 41: 34).
c. Ekspresi Emosi Manusia
Kemunculan emosi seseorang bisa dikenali dari ekspresi yang
ditampilkan seketika itu, baik dari perubahan wajah, nada suara, atau
tingkah lakunya. Ekspresi emosi tersebut muncul secara spontan dan
seringkali sulit dikontrol atau ditutup-tutupi. Banyak orang secara
spontan berteriak histeris lantaran terkejut, sementara yang lain
memegang dada, atau tampak lemas dengan raut muka pucat. Ada
orang-orang tertentu yang bergetar anggota badannya (tremor) ketika
marah, sementara yang lain dengan mata melotot, wajah memerah,
menjadi gagap seketika, atau ekspresi lain dalam bentuk tingkah laku
seperti menggebrak meja, membenturkan kepala, menggigit ujung
jemarinya (Hude, 2006: 46-47). Hal ini seperti dalam firman Allah Swt:
Artinya: Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman kepada Kitab-Kitab semuanya. Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata
“Kami beriman”, dan apabila mereka menyendiri, mereka
menggigit ujung jari lantaran marah bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka): “Matilah kamu karena
kemarahanmu itu”. Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati.
(Ali Imran 3: 119).
Adapun gambaran-gambaran umum dari ekspresi wajah seseorang
ketika mengalami emosi:
Tabel. 3
Ekspresi Wajah pada Enam Jenis Emosi (Hude, 2006: 49-50)
Jenis
Kaget Kelopak mata naik, ada kerutan panjang di dahi
Mata terbuka lebar de-ngan bola mata melihat ke atas dan sering sampai bawah Takut Alis menaik dan
tertarik tertarik
Marah Alis tertarik ke ba-wah dan ke dalam; atas juga tegang dan
pada dahi tepat di atas mata
membentuk busur di bawah mata, seperti memicingkan mata Jijik Alis turun tetapi
tidak bersamaan, dan pipi naik; mulut terbuka dengan bibir atas naik dan bibir
bawah ke depan, Sedih Alis tertarik
bersamaan, sudut dan sedikit naik ke
sudut dalam: traksi otot di atas
alis dalam, turun di sudut
luar dengan atau
Gembira Tidak ada perubahan yang
1) Ekspresi Emosi Positif
Emosi positif adalah emosi yang menyenangkan dan
diinginkan oleh setiap orang. Tapi, emosi positif apa yang
difavoritkan kebanyakan orang ialah emosi senang. Menurut
Al-Qur’an, kesenangan bukanlah satu-satunya harapan tertinggi
manusia, tapi juga ketakutan yang menyenangkan, seperti emosi
taqwa kepada Allah. Takut dalam pengertian ini bukanlah takut
cemas (anxiety), tetapi takut yang dapat memelihara (wiqayah)
manusia dari semua tindakan yang tak patut. Dalam hal ini,
Al-Qur’an tidak henti-hentinya memotivasi manusia agar memperoleh
dan mengembangkan emosi positif (Hude, 2006: 233).
2) Ekspresi Emosi Negatif
Emosi negatif sejatinya tak pernah dikehendaki oleh
manusia, sehingga selalu diusahakan untuk dihindari, kendati tak
mudah diwujudkan. Kesulitan dalam hal ini amat terkait dengan
realitas kehidupan yang dapat diatur sesuai dengan kehendak kita.
Tidak seorangpun sanggup mengarahkan kehidupannya untuk
kesenangan belaka, karena kesedihan, ketakutan, kekesalan, dan
kekecewaan datang tanpa diundang. Demikian pula sebaliknya,
tidak ada orang yang tenggelam dalam lubang kesedihan
terus-menerus, kecuali ia sendiri yang menghendaki demikian (Hude,
2006: 241).
d. Gejala-gejala Emosi
Seseorang yang mengalami emosi sering tidak lagi memperlihatkan
keadaan sekitarnya. Suatu keaktifan tidak dikerjakan oleh individu
dalam keadaan normal, kemungkinan akan dikerjakan pada saat
individu dalam keadaan emosi. Dengan demikian, emosi dipandang
sebagai perasaan yang gradual lebih besar kekuatannya. Adapun
gejala-gejala ketika seseorang sedang mengalami emosi, yaitu (Gemilang,
2013: 12-13):
1) Depresi, Kecemasan, Takut dan Kemarahan
Seseorang mengalami emosi tertentu, seperti depresi, kecemasan,
dan kemarahan yang terlalu sering atau terlalu kuat.
2) Sulit Menununjukkan Rasa Sayang
Seseorang mengalami emosi tertentu terlalu jarang atau terlalu
lemah. Mereka merasa tidak mampu menunjukkan rasa sayang,
kepercayaan, marah atau penolakan.
3) Sulit Berhubungan dengan Orang Lain
Misalnya pacar membuat merasa bersalah, teman-teman
mengecewakan, pasangan menimbulkan rasa takut dan lainnya.
4) Komplikasi Konflik Emosi
Seseorang merasa mengalami beberapa konflik karena dua atau
lebih emosi. Misalnya antara marah dan takut, antara benci dan
cinta, dan lainnya.
e. Cara Mengendalikan Emosi
Ada berbagai macam cara yang dapat dilakukan oleh seseorang
untuk dapat mengendalikan emosi, akan tetapi banyak yang merasa
kesulitan. W.T. Grant Consortium dalam bukunya Goleman (1996:
426) yang bejudul: “Emotional Intelligence”, unsur-unsur aktif
program pencegahan yang meliputi keterampilan emosional:
1) Mengidentifikasi dan memberi nama perasaan-perasaan 2) Mengungkapkan perasaan
3) Menilai intensitas perasaan 4) Mengelola perasaan
5) Menunda pemuasan
6) Mengendalikan dorongan hati 7) Mengurangi stres
8) Mengetahui perbedaan antara perasaan dan tindakan.
Unsur-unsur utama pada program yang efektif dalam mengendalikan
emosi secara ringkas adalah sebagai berikut (Gemilang, 2013: 24-27):
1) Melawan Pikiran Negatif
Pemicu emosi biasanya berasal dari pikiran, baik itu pikiran
negatif yang muncul dari intepretasi input-input atau stimulasi dari
lingkungan eksternal maupun pola-pola pemikiran internal yang
tidak disadari. Misalnya, seseorang bisa marah atau merasa
ketakutan karena merespon ancaman dari orang lain.
2) Mengubah Kata Negatif Menjadi Positif
Riset terbaru menggunakan scanner MRI di otak
menunjukkan bahwa penampakan kata-kata negatif seperti kata
‘tidak’ misalnya, membuat diri memproduksi hormon dan
neurotransmitters yang bisa memicu stres, mengacaukan beragam
fungsi komunikasi, bahkan bisa merusak akal sehat. Pemikiran
yang menggunakan kalimat-kalimat negatif biasanya membawa
kekhawatiran atau penyesalan.
3) Menerima Pikiran Negatif, Bertindak Positif
Pikiran dan perasaan tidak perlu dilawan atau ditindaklanjuti
dengan segera, tapi cukup diamati dan diterima. Emosi negatif
adalah sesuatu yang wajar untuk didapati dan senormal emosi yang
positif. Pikiran-pikiran yang muncul tidak perlu langsung
ditanggapi atau dievaluasi secara berlebihan. Tidak usah juga
dihindari atau dipendam. Amarah yang terpendam bisa meledak
suatu saat atau malah menjadi penyakit batin maupun fisik yang
menggerogoti diri dari dalam.
4) Memaksimalkan Ajaran Agama
Kuatkan kepercayaan serta praktekkan ritual-ritual yang
mengembangkan emosi positif seperti banyak-banyak bersyukur
dan berdo’a, bermeditasi atau berdzikir dalam agama Islam,
memberi atau bersedekah dan menolong orang lain, berpuasa serta
pergi ke tempat ibadah umum seperti masjid, wihara, pura atau
gereja sesuai keyakinan masing-masing.
5) Meditasi dan Berpikir Reflektif
Kuatkan kontak dengan kekinian, bernafas dalam-dalam
dengan perlahan dan rasakan setiap sensasi diri dengan keterbukaan
serta penerimaan. Menerima dan merasakan apapun yang ada saat
ini. Jangan terikat dengan pikiran manapun di masa lalu, masa
sekarang, dan yang di masa depan seperti penyesalan, amarah, dan
kecemasan.
6) Menemukan Nilai-nilai Kehidupan
Bertindak dengan prinsip-prinsip sejati tersebut. Kita
berkomitmen untuk berperilaku sesuai prinsip berdasarkan nilai
yang abadi, bukan bertindak karena perasaan yang bersifat
sementara. Misalnya dengan tetap berpegang teguh pada kejujuran,
integritas, siap bertanggung jawab, adil dan seterusnya.
2. Remaja
a. Definisi dan Pengertian
Seringkali dengan mudah seseorang mendefinisikan remaja sebagai
periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa, atau masa usia
belasan tahun, atau jika seseorang menunjukkan tingkah laku tertentu
seperti susah diatur, mudah terangsang perasaannya dan sebagainya.
Tetapi mendefinisikan remaja ternyata tidak semudah itu (Sarwono,
1997: 2).
Masa remaja adalah masa peralihan yang ditempuh oleh seseorang
dari kanak-kanak menuju dewasa. Dapat dikatakan, bahwa masa remaja
adalah perpanjangan masa kanak-kanak sebelum mencapai masa
dewasa (Sopiatin dan Sahrani, 2011: 110).
Bagaimanapun cara seseorang memandang remaja dan dari segi
apapun dapat dinilai, namun suatu hal dapat disimpulkan bahwa
“Remaja” adalah masa peralihan dari “anak” menjelang “dewasa”.
Semakin maju suatu masyarakat semakin banyak syarat yang
diperlukan untuk menjadi dewasa, semakin panjang masa yang
diperlukan untuk mempersiapkan diri dengan berbagai pengetahuan
dan keterampilan dan semakin banyak pula masalah yang dihadapi oleh
remaja itu, karena sukarnya memenuhi syarat-syarat tersebut (Daradjat,
1976: 11). Usia remaja yang hampir disepakati oleh banyak ahli jiwa
ialah antara 13 dan 21 tahun.
b. Kategori dan Problematika Remaja
Setiap manusia hidup di dunia ini pasti memiliki problem, baik yang
berkategori ringan, sedang, maupun berat. Begitu juga dengan remaja
dalam kehidupan sehari-hari, sering dihadapkan pada problem atau
masalah-masalah tersebut. Menurut pendapat Sahilun A. Nasir dalam
bukunya Sopiatin dan Sahrani (2011: 121) yang berjudul: “Psikologi
Belajar dalam Perspektif Islam”, bahwa problem remaja itu di
antaranya:
1) Problem agama dan akhlak remaja 2) Problem seks remaja
3) Problem perkembangan pribadi dan sosial; dan 4) Kenakalan remaja.
Secara singkat dapat dikategorikan beberapa problematika (masalah)
yang biasa dihadapi oleh para remaja di antaranya (Daradjat, 1976:
11-13):
1) Pertumbuhan Jasmani Cepat
Biasanya pertumbuhan jasmani cepat terjadi antara umur
13-16 tahun, yang dikenal dengan remaja pertama (carly adolescence).
Dalam usia ini remaja mengalami berbagai kesukaran karena
perubahan jasmani yang sangat menyolok dan tidak berjalan
seimbang. Remaja waktu itu mengalami ketidakserasian diri dan
berkurang keharmonisan gerak, sehingga kadang-kadang mereka
sedih, kesal dan lesu.
Pertumbuhan jasmani mencakup pula pertumbuhan organ
dan kelenjar seks, sehingga mereka merasakan pula
dorongan-dorongan seksuil yang belum pernah mereka kenal sebelum itu,
yang membawa akibat kepada pergaulan.
2) Pertumbuhan Emosi
Sebenarnya yang terjadi adalah kegoncangan emosi. Pada
masa adolesen pertama, kegoncangan itu disebabkan oleh tidak
mampu dan tidak mengertinya akan perubahan cepat yang sedang
dilaluinya, di samping kekurangan pengertian orang tua dan
masyarakat sekitar akan kesukaran yang dialami oleh remaja, waktu
itu. Bahkan kadang-kadang perlakuan yang mereka terima dari
lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat, menambah
goncangan emosi yang sedang tidak stabil itu.
3) Pertumbuhan Mental
Menurut Alfred Binet seorang Psikolog Perancis yang
terkenal dengan metal-test nya, bahwa kemampuan untuk mengerti
hal-hal yang abstrak baru sempurna pada umur -12 tahun.
Sedangkan kesangggupan untuk mengambil kesimpulan yang
abstrak dari fakta yang ada kira-kira mulai pada umur 14 tahun.
Karena itu, tampak pada usia 14 tahun ke atas, remaja seringkali
menolak hal-hal yang kurang masuk akalnya, dan kadangkala
menyebabkan mereka menolak apa yang dulu diterimanya. Dari
sini timbullah pula persoalan dengan orang tua atau orang dewasa
lainnya yang merasa seolah-olah remaja menjadi suka membantah
atau mengeritik mereka.
4) Pertumbuhan Pribadi dan Sosial
Masalah pribadi dan sosial itulah yang paling akhir
bertumbuhnya dan dapat dianggap sebagai persoalan terakhir yang
dihadapi remaja menjelang masuk kepada usia dewasa. Setelah
pertumbuhan jasmani cepat berakhir, tampaklah bahwa remaja
telah seperti orang dewasa jasmaninya, baik yang laki-laki maupun
perempuan.
Akan tetapi, dari sosial dan penghargaan serta kepercayaan
yang diberikan kepadanya oleh masyarakat biasanya belum
sempurna, terutama dalam masyarakat yang maju. Dalam banyak
bidang, mereka belum diajak, sehingga mereka masih memerlukan
perjuangan untuk itu. Dalam perjuangan itu, kadang-kadang remaja
tidak sabar, sehingga bertindak keras atau kasar dan
kadang-kadang, melanggar nilai-nilai yang dianut oleh masyarakatnya, di
sinilah timbulnya kelainan-kelainan kelakuan yang biasa disebut
nakal.
Sesungguhnya masih ada persoalan-persoalan lainnya yang
dihadapi oleh remaja dalam pertumbuhannya itu, ada yang bersifat
negatif dan ada pula yang positif. Secara umum dapat kita
mengatakan bahwa usia remaja adalah usia peralihan dan persiapan,
yang penuh dengan aneka kesukaran yang menggoncangkan jiwa.
c. Bimbingan dan Pendidikan Remaja
Dalam menghadapi remaja ada beberapa hal yang harus selalu
diingat, yaitu bahwa jiwa remaja adalah jiwa yang penuh gejolak (strum
and drang) dan bahwa lingkungan sosial remaja juga ditandai dengan
perubahan sosial yang cepat (khususnya di kota-kota besar dan
daerah-daerah yang sudah terjangkau sarana dan prasarana komunikasi dan
perhubungan) yang mengakibatkan kesimpangsiuran norma (keadaan
anomie). Kondisi intern dan ekstern yang sama-sama bergejolak inilah
yang menyebabkan masa remaja memang lebih rawan daripada
tahap-tahap lain dalam perkembangan jiwa manusia (Sarwono, 1997: 219).
Remaja yang menghadapi kegoncangan dari berbagai sisi akan
sangat mudah terpengaruh oleh hal-hal yang buruk, melalui film,
bacaan, gambar atau berbagai media yang lainnya. Untuk membantu
remaja dalam melalui masa yang sangat erat itu dengan selamat,
berbagai usaha harus dilakukan, di antaranya (Daradjat, 1976:
117-120):
1) Meningkatkan pengertian remaja akan dirinya
Pertumbuhan jasmaninya yang cepat, tidak stabil dan kurang
serasi itu, hendaknya dipahami oleh remaja dan orang tuanya.
Sehingga remaja tidak cemas dan orang tua tidak melemparkan
ucapan-ucapan atau tindakan-tindakan yang menyebabkan
kecemasannya bertambah. Kalau remaja telah mengerti apa
sebenarnya yang terjadi pada dirinya, maka hal-hal yang
disangkanya kelainan itu dapat diterimanya sebagai hal yang wajar.
Orang tua hendaknya dapat membantunya dalam
mempertahankan atau menciptakan kesehatan jasmaninya dengan
makanan yang bergizi baik, serta hidup teratur, dalam segala segi,
makan, tidur, istirahat dan bermain wajar. Tentu orang tua harus
mempunyai bekal yang cukup untuk itu.
2) Menciptakan hubungan baik dengan orang tua
Hubungan yang baik antara orang tua dengan remaja, akan
membantu pembinaan remaja itu. Apabila saling pengertian antara
remaja dan orang tua ada maka ia akan dapat terbuka kepada
mereka; berbagai masalah yang dirasakannya dapat dicurahkan
secara terbuka kepada orang tua. Dan orang tua dapat memahami,
menanggapi dan membantunya dalam menghadapi
kesukaran itu. Macam-macam sikap, tindakan dan
ungkapan-ungkapan emosi yang kadang-kadang tidak baik atau tidak pada
tempatnya, dapat diterima oleh orang tua dengan pengertian,
sehingga remaja tidak cemas untuk bersikap terbuka kepada orang
tuanya. Sikap terbuka itu akan memudahkan bimbingan dan
pembinaan bagi remaja.
3) Pendidikan agama
Pendidikan agama merupakan alat pembinaan yang sangat
ampuh bagi remaja. Agama yang tertanam dan bertumbuh secara
wajar dalam jiwa remaja itu, akan dapat digunakannya untuk
mengendalikan keinginan-keinginan dan dorongan-dorongan yang
kurang baik, serta membantunya dalam menghadapi berbagai
masalah kehidupan pada umumnya. Dengan hidup dan segarnya
keyakinan agama dalam diri remaja, akhlaknya dengan sendirinya
akan baik, karena kontrolnya datang dari dalam, bukan dari luar. Di
samping itu, agama memberikan ketenangan bagi jiwanya,
sehingga ia tidak akan mudah goncang, walaupun banyak
kesukaran yang dihadapinya. Ia dapat berdo’a, mengeluh dan
berdialog langsung dengan Tuhan.
4) Bimbingan ke arah hari depan yang lebih baik
Sistim pendidikan, banyak sekali memberi pengaruh dalam
hal ini. Pendidikan hendaknya mendorong remaja untuk dapat
hidup dan mencari hidup dengan kekuatan sendiri, jangan
hendaknya ia selalu menyangka bahwa ia hanya dapat mencari
nafkah dan hidup baik dengan menjadi pegawai. Akan tetapi ia
hendaknya sejak semula telah terarah kepada berani mencari jalan
hidup sendiri, tanpa bergantung kepada bantuan orang lain. Tentu
saja bekal keterampilan dan kejiwaan yang matang harus
dimilikinya.
5) Bimbingan hidup bermasyarakat
Setiap remaja ingin merasa dirinya berguna dan berharga
dalam masyarakat lingkungannya. Untuk itu harus dibantu
mengembangkan dan menonjolkan segi-segi keistimewaannya,
dalam berbagai bidang. Baik guru, maupun orang tua, bahkan
masyarakat hendaknya membantunya.
Mendidik adalah hal yang sukar, yang membutuhkan seluruh
perhatian kita, orang tua saja tak dapat melakukan pekerjaan itu. Guru
sajapun tidak. Keduanya, orang tua dan guru, rumah tangga dan sekolah
harus bekerja sama untuk mencapai tujuannya. Keadaan physic dan
psychis dan lingkungan dari pemuda puber, harus berada dalam
keseimbangan. Tugas kita sebagai pendidik ialah membantu pemuda
puber untuk melintasi jurang-jurang yang timbul dalam hidupnya
(Liang, 1980: 76). Berkaitan dengan hal tersebut, Gunarsa (2012: 115)
menyatakan bahwa, adapun cara-cara pendidikan keluarga dalam masa
remaja adalah sebagai berikut: