• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME PADA MATERI KINEMATIKA GERAK LURUS UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP DAN KEMAMPUAN MULTI REPRESENTASI SISWA SMA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME PADA MATERI KINEMATIKA GERAK LURUS UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP DAN KEMAMPUAN MULTI REPRESENTASI SISWA SMA."

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Fisika

Oleh

Catur Wulandari

1201133

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

(2)

Catur Wulandari, 2015

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME PADA MATERI KINEMATIKA GERAK LURUS UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP DAN KEMAMPUAN MULTI REPRESENTASI SISWA SMA

SISWA SMA

Oleh

Catur Wulandari, S.Pd.

Universitas Pendidikan Indonesia, 2015

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Prodi Pendidikan Fisika

© Catur Wulandari 2015 Universitas Pendidikan Indonesia

Januari 2015

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,

(3)
(4)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Peradaban manusia sangat diwarnai dengan tingkat penguasaan Ilmu

Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Perkembangan IPTEK ini dari waktu ke

waktu semakin pesat. Fenomena ini mengakibatkan adanya persaingan dalam

berbagai bidang kehidupan, salah satu diantaranya adalah bidang pendidikan.

Fisika sebagai salah satu cabang pendidikan bidang sains yang diadakan

dalam rangka mengembangkan kemampuan berfikir analitis untuk menyelesaikan

masalah yang berkaitan dengan peristiwa sekitar, baik secara kualitatif maupun

kuantitatif, serta dapat mengembangkan keterampilan dan sikap percaya diri. Hal

ini sesuai dengan tujuan pelaksanaan pembelajaran fisika SMA/MA yang

dikemukakan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan [BSNP], (2006) pada butir

kelima yaitu “pembelajaran fisika di sekolah bertujuan agar siswa memiliki kemampuan untuk menguasai konsep dan prinsip fisika serta mempunyai

keterampilan mengembangkan pengetahuan, dan sikap percaya diri sebagai bekal

untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi serta

mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Tujuan di atas jelas menjelaskan bahwa siswa harus dapat menguasai

konsep fisika. Salah satu kemampuan kognitif yang harus dimiliki oleh siswa

untuk dapat menguasai konsep fisika adalah kemampuan memahami. Dengan

memahami konsep, secara efektif akan memudahkan siswa dalam menyelesaian

permasalahan-permasalahan fisika yang berkaitan dengan peristiwa di kehidupan

sehari-hari. Oleh karena itu, pemahaman konsep sangat penting dilatihkan dan

dimiliki oleh siswa dalam proses pembelajaran dan setelah proses pembelajaran.

Namun demikian, untuk memiliki pemahaman konsep fisika yang lebih kuat,

kokoh, tajam, serta menyeluruh, siswa diharapkan mempunyai kemampuan untuk

merepresentasikan apa yang telah dipelajarinya bukan hanya dalam bentuk

matematisnya saja, tetapi juga dalam bentuk verbal, gambar, dan grafik atau yang

(5)

yang dimiliki oleh siswa menunjukkan tingkat pemahaman siswa yang lebih kuat,

kokoh, tajam dan menyeluruh terhadap konsep yang dipelajarinya. Oleh karena

itu, kemampuan multi representasi sangat penting dilatihkan dan dimiliki oleh

siswa dalam proses pembelajaran dan setelah proses pembelajaran.

Mengingat pentingnya pemahaman konsep dan kemampuan multi

representasi bagi siswa, maka proses pembelajaran fisika harus dikonstruksi

sedemikan rupa sehingga proses pembelajaran yang menghasilkan kompetensi

tersebut benar-benar terjadi dalam prosesnya. Namun kenyataan yang terjadi

dilapangan, pembelajaran fisika masih belum memfasilitasi pemahaman konsep

dan kemampuan multi representasi siswa. Berdasarkan hasil observasi di salah

satu SMA Negeri di Kota Palu, ditemukan penyebab rendahnya pemahaman

konsep dan kemampuan multi representasi siswa pada pelajaran fisika yaitu

(1) pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh guru kepada siswa masih pada

aspek ingatan; (2) jawaban yang disampaikan oleh siswa masih bersifat text book;

(3) sebagian besar siswa tidak dapat memberikan alasan atas jawaban yang telah

ia berikan; (4) guru kurang memperhatikan pengetahuan awal siswa; (5) Siswa

tidak dibiasakan untuk menerapkan konsep yang telah mereka pelajari ke dalam

kehidupan nyata; (6) contoh soal yang diberikan kebanyakan bersifat matematis;

(7) representasi yang digunakan oleh guru dalam pembelajaran hanya terbatas

pada satu dan atau dua representasi saja; serta (8) pembelajaran yang lebih

terlampau matematis sehingga menyebabkan konsep-konsep penting di dalam

fisika terabaikan.

Selain temuan di atas, dari hasil wawancara dengan salah satu guru

fisika terungkap bahwa (1) pembelajaran fisika masih berorientasi pada buku

panduan pembelajaran; (2) pembelajaran fisika masih cenderung bersifat

informatif dan matematis; (3) hampir tidak pernah melakukan pemberian

penanaman konsep fisika melalui kegiatan praktikum; (4) guru sangat jarang

memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya ataupun berkomentar;

(5) guru tidak pernah menyajikan suatu konsep secara multi representasi sehingga

melemahkan informasi yang diperlukan oleh siswa untuk memahami suatu

(6)

pemahaman konsep dan kemampuan multi representasi siswa dengan alasan

begitu banyaknya tuntutan penilaian yang harus dilakukan oleh guru kepada siswa

dalam kurikulum 2013.

Kemudian, berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa siswa

terungkap pula bahwa (1) proses pembelajaran yang dilakukan lebih cenderung

bersifat informatif dan matematis; (2) siswa tidak pernah melakukan kegiatan

praktikum; (3) siswa jarang diminta untuk mengungkapkan gagasan mereka

terkait materi yang akan dipelajari; (4) siswa maju ke depan kelas hanya untuk

mengerjakan contoh soal yang diberikan; serta (5) siswa akan memberikan

pertanyan ataupun komentar jika ditunjuk oleh guru dengan alasan mereka merasa

tidak percaya diri atas pertanyaan ataupun komentar yang akan mereka

sampaikan.

Terkait dengan kenyataan yang diuraikan di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa selama ini proses pembelajaran fisika masih cenderung

bersifat informatif dan matematis serta masih kurang melibatkan siswa dalam

pengalaman nyata untuk membangun pengetahuan dan pemahaman mereka

sendiri sehingga mengakibatkan rendahnya pemahaman konsep dan kemampuan

multi representasi. Oleh karena itu, perlu adanya upaya perbaikan proses

pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif membangun pengetahuan dan

pemahaman mereka sendiri melalui pengalaman nyata serta memfasilitasi siswa

untuk belajar bermakna agar dapat meningkatkan pemahaman konsep dan

kemampuan multi representasi siswa.

Model pembelajaran konstruktivisme dipandang memiliki tahapan

pembelajaran yang dapat membantu dan memfasilitasi peningkatan pemahaman

konsep dan kemampuan multi representasi siswa. Model pembelajaran ini

menyajikan lima fase tahapan pembelajaran. Fase pertama yaitu fase orientasi.

Pada fase ini siswa menjawab partanyaan apersepsi yang diberikan melalui verbal

dan grafik, serta menjawab pertanyaan terkait fenomena dalam kehidupan

sehari-hari yang diberikan melalui gambar. Dengan pertanyaan-pertanyaan yang

diberikan diharapkan dapat memusatkan perhatian siswa dan memotivasi siswa

(7)

mengamati permasalahan yang diberikan secara demonstrasi dan atau gambar,

kemudian mengemukakan gagasan-gagasan mereka secara matematis dan verbal

serta secara verbal, matematis, dan grafik terkait permasalahan yang diberikan

berdasarkan pengetahuan dan pengalaman mereka yang sudah mereka miliki

sebelumnya. Fase ketiga adalah fase restrukturisasi ide. Pada fase ini siswa secara

aktif berkelompok menguji dan membuktikan gagasan-gagasan ide awal mereka

melalui eksperimen dan merepresentasikan hasil eksperimen tersebut ke

representasi-representasi lain. Melalui hasil eksperimen dan bentuk representasi

lain dari hasil eksperimen yang telah diperoleh, mereka akan dapat mengetahui

sendiri apakah gagasan ide awal mereka yang telah ada pada skema pengetahuan

mereka sesuai atau tidak sesuai dengan pengetahuan baru yang mereka peroleh.

Bila pengetahuan baru mereka sesuai dengan gagasan ide awal mereka yang telah

ada pada skema pengetahuan mereka, maka akan terjadi proses asimilasi. Tetapi,

bila pengetahuan baru mereka tidak sesuai dengan gagasan ide awal mereka yang

telah ada pada skema pengetahuan mereka, maka menimbulkan

ketidakseimbangan (disequilibrium) berupa ketidakpuasan yang diakibatkan

pertentangan antara pengetahuan baru mereka dengan skema pengetahuan yang

sudah mereka miliki dalam struktur kognitif (konflik kognitif). Akibat

ketidakseimbangan ini maka akan terjadi proses akomodasi. Fase keempat adalah

fase aplikasi ide. Pada fase ini siswa secara individu menerapkan konsep ilmiah

yang telah mereka pelajari ke dalam kehidupan dan situasi nyata secara verbal dan

gambar serta menerapkan konsep ilmiah tersebut dalam berbagai macam situasi

berbeda untuk memecahkan masalah yang instruktif dan menguji penyelesaiannya

secara gambar, matematis dan grafik. Pada fase ini akan membuat pengetahuan

siswa lebih lengkap dan rinci. Fase kelima adalah fase refleksi. Pada fase ini siswa

secara individu merefleksi pengetahuan mereka sehingga mengetahui telah sejauh

mana pengetahuan awal mereka berubah dan perlu merevisi pengetahuannya agar

menjadi pengetahuan yang lebih lengkap. Dengan pembelajaran ini diharapkan

dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam membuat multi representasi suatu

konsep dengan tepat serta meningkatkan dan memperdalam pemahaman konsep

(8)

Pada dasarnya, ide pokok teori pembelajaran konstrutivisme adalah siswa

secara aktif membangun pengetahuan mereka sendiri baik secara personal

maupun secara sosial. Oleh karenanya, pengajar memegang peranan sangat

penting sebagai mediator dan fasilitator yang membantu agar proses belajar

berjalan dengan baik sehingga terjadi proses pembelajaran yang intensif, dinamis,

dan optimal namun tetap menjadikan siswa sebagai kunci pembelajaran.

Penggunaan model pembelajaran konstruktivisme dalam pembelajaran

fisika telah dilakukan oleh beberapa orang peneliti. Salah satu hasil penelitian

menunjukkan bahwa penciptaan pembelajaran konstruktivisme dikelas dapat

meningkatkan pemahaman konsep mahasiswa dibandingkan pembelajaran fisika

dengan konvensional. Hal ini terlihat dari hasil gain ternormalisasi untuk kelas

eksperimen sebesar 0,41 dan untuk kelas kontrol adalah 0,23 serta hasil

wawancara menyatakan pembelajaran konstruktivisme mampu membantu proses

asimilasi siswa dari materi pelajaran (Wilhelm, Thacker, & Wilhelm, 2007)

Kemudian pada tahun yang sama, penelitian penerapan pembelajaran

konstruktivis telah berhasil meningkatkan pemahaman konsep dasar fisika siswa

SMK. Hal ini ditunjukkan dengan nilai gain ternormalisasi sebesar 0,31 yang

dapat dikategorikan dalam peningkatan pemahaman konsep kategori sedang

(Maknun, 2007). Selanjutnya hasil penelitian konstruktivisme lainnya

menunjukkan bahwa model belajar konstruktivis dalam pembelajaran fisika

berimplikasi terhadap orientasi pembelajaran, Penekanan pembelajaran

konstruktivis terletak pada kemampuan siswa untuk mengemukakan argumentasi

dan mengorganisasi pengalaman. Dalam hal ini akan dapat mengungkapkan

miskonsepsi siswa dan memperbaharuinya. Selain itu juga penerapan model

belajar konstruktivis dalam pembelajaran fisika menuntut perubahan peran guru

khususnya dalam cara pandang terhadap siswa. Dengan model belajar

konstruktivis sangat memperhatikan jaringan ide-ide yang ada dalam struktur

kognitif siswa (Sihite, 2008).

Selain itu juga, penerapan model pembelajaran konstruktivisme dapat

menurunkan miskonsepsi siswa sebesar 18% lebih efektif dibandingkan model

(9)

konstruktivisme dengan kemampuan logika berpikir secara bersama-sama

berpengaruh sebesar 3,1% terhadap menurunnya kesalahan konsep yang dialami

siswa (Simarmata, 2008).

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan

penelitian tentang implementasi pembelajaran konstruktivisme dengan

mengangkat judul “penerapan model pembelajaran konstruktivisme untuk

meningkatkan pemahaman konsep fisika dan kemampuan multirepresentasi siswa

SMA”. Penerapan model pembelajaran dilaksanakan pada pembelajaran materi

kinematika gerak lurus. Hal ini didasarkan pada hasil observasi awal yang sudah

dilakukan.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka rumusan

masalah dari penelitian ini adalah “Bagaimanakah peningkatan pemahaman

konsep dan kemampuan multirepresentasi siswa SMA setelah diterapkan model

pembelajaran konstruktivisme?”.

Untuk lebih mengarahkan penelitian, maka rumusan masalah di atas

diuraikan menjadi beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

a. Bagaimanakah peningkatan pemahaman konsep siswa setelah diterapkan

model pembelajaran konstruktivisme?

b. Bagaimanakah peningkatan kemampuan multirepresentasi siswa setelah

diterapkan model pembelajaran konstruktivisme?

c. Bagaimanakah hubungan antara kemampuan multi representasi siswa dengan

pemahaman konsep siswa yang belajar melalui model pembelajaran

konstruktivisme?

d. Bagaimanakah tanggapan siswa terhadap model pembelajaran konstruktivisme

dalam pembelajaran materi kinematika gerak lurus?

1.3Batasan Masalah

Untuk lebih memfokuskan arah dan jalannya penelitian, maka

(10)

a. Pemahaman konsep siswa yang ditinjau pada penelitian ini dibatasi hanya

mencakup pada indikator menafsirkan, mencontohkan, mengklasifikasikan,

menyimpulkan, membandingkan, dan menjelaskan. Pembatasan ini

dikarenakan pada penelitian ini keenam indikator aspek pemahaman konsep

tersebut dapat difasilitasi dalam penerapan model pembelajaran

konstruktivisme.

b. Kemampuan multi representasi yang ditinjau pada penelitian ini mengacu

pada kemampuan siswa untuk merepresentasikan kembali konsep yang sama

dengan format yang berbeda, yaitu dalam bentuk representasi verbal ke bentuk

representasi gambar, grafik, dan matematik.

c. Peningkatan pemahaman konsep siswa dimaksudkan sebagai perubahan

pemahaman konsep siswa ke arah yang lebih baik antara sebelum dan sesudah

pembelajaran. Peningkatan pemahaman konsep siswa ditentukan oleh skor

rata-rata gain yang dinormalisasi <g> dan diinterpretasikan dengan

menggunakan kategori Hake (1999).

d. Peningkatan kemampuan multirepresentasi siswa dimaksudkan sebagai

perubahan kemampuan multi representasi siswa ke arah yang lebih baik antara

sebelum dan sesudah pembelajaran. Peningkatan kemampuan multi

representasi siswa ditentukan oleh skor rata-rata gain yang dinormalisasi <g>

dan diinterpretasikan dengan menggunakan kategori Hake (1999).

e. Untuk melihat hubungan antara kemampuan multi representasi siswa dengan

pemahaman konsep siswa yang belajar melalui model pembelajaran

konstruktivisme, digunakan uji korelasi antara data N-gain kemampuan multi

representasi dan pemahaman konsep. Jika data berdistribusi normal dan

homogen, maka uji korelasi dilakukan dengan uji Pearson product moment.

Sedangkan jika data tidak normal dan tidak homogen, maka uji korelasi

dilakukan dengan uji Rank Spearman. Pengolahan data dilakukan dengan

bantuan piranti lunak pengolah data IBM SPSS Statistic 18. Kuat-lemahnya

suatu korelasi dapat diketahui dengan melihat besar-kecilnya angka koefisien

(11)

1.4Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini sebagai

berikut:

a. Mendapatkan gambaran mengenai peningkatan pemahaman konsep siswa

setelah penerapan model pembelajaran konstruktivisme.

b. Mendapatkan gambaran mengenai peningkatan kemampuan multi representasi

siswa setelah penerapan model pembelajaran konstruktivisme.

c. Mendapatkan gambaran mengenai hubungan antara kemampuan multi

representasi siswa dengan pemahaman konsep siswa setelah penerapan model

pembelajaran konstruktivisme.

d. Mengidentifikasi tanggapan siswa terhadap penerapan model pembelajaran

konstruktivisme dalam pembelajaran materi kinematika gerak lurus.

1.5Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat:

a. Menjadi bukti empirik tentang potensi model pembelajaran konstruktivisme

dalam meningkatkan pemahaman konsep dan kemampan multirepresentasi

siswa

b. Memperkaya hasil penelitian terkait penggunaan model pembelajaran

konstruktivisme dalam pengembangan pembelajaran sains khususnya fisika.

c. Menjadi bahan informasi, pembanding, pendukung, atau bahkan sebagai

rujukan bagi penelitian sejenis yang dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak

yang berkepentingan, seperti guru, mahasiswa LPTK, praktisi pendidikan,

(12)

1.6Variabel Penelitian

Variabel penelitian yang akan digunakan pada penilitian ini terdiri dari

dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat.

a. Variabel Bebas

Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi

sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat. Variabel bebas dalam

penelitian ini adalah model pembelajaran konstruktivisme.

b. Variabel Terikat

Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi

akibat karena adanya variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini

berupa pemahaman konsep dan kemampuan multi representasi siswa.

1.7Definisi Operasional

Agar tidak terjadi salah pengertian dalam memahami variabel-variabel

yang terdapat dalam penelitian ini, maka terlebih dahulu peneliti akan mencoba

menjelaskan pengertian serta maksud variabel tersebut sehingga terdapat

keseragaman pemahaman antara peneliti dengan pembaca. Variabel-variabel yang

dimaksud adalah sebagai berikut:

a. Model pembelajaran konstruktivisme

Model pembelajaran konstruktivisme merupakan model pembelajaran yang

menekankan pada kemampuan siswa untuk membangun dan membina sendiri

pengetahuan mereka berdasarkan pengetahuan dan pengalaman mereka yang

telah ada sebelumnya. Tahapan model pembelajaran konstruktivisme yang

digunakan yaitu: diawali dengan fase orientasi dan pencetusan ide yang

bertujuan untuk memotivasi siswa dan menggali konsepsi awal siswa,

selanjutnya dengan fase restrukturisasi ide untuk membangun suatu

pengetahuan melalui kegiatan eksperimen, kemudian diakhiri dengan fase

aplikasi ide dan refleksi. Untuk melihat keterlaksanaan proses pembelajaran

maka penelitian ini dilengkapi dengan lembar observasi keterlaksanaan

(13)

b. Pemahaman konsep

Pemahaman konsep terjadi ketika siswa menghubungkan pengetahuan “baru”

dan pengetahuan lama mereka. Lebih tepatnya, pengetahuan yang baru masuk

dipadukan dengan skema-skema dan kerangka-kerangka kognitif yang telah

ada (Anderson & Krathwohl, 2010). Indikator pemahaman konsep yang

diukur dibatasi hanya mencakup indikator menafsirkan, mencotohkan,

mengklasifikasikan, mengekstrapolasi, membandingkan, dan menjelaskan.

Instrumen penelitian yang digunakan yaitu tes dalam bentuk pilihan berganda

yang terdiri dari 5 (lima) pilihan jawaban yang dilakukan sebelum dan

sesudah proses pembelajaran.

2 Kemampuan multi representasi

Kemampuan multi representasi merupakan kemampuan merepresentasikan

kembali konsep yang sama dengan bentuk yang berbeda, yaitu dalam bentuk

representasi verbal ke bentuk representasi gambar, grafik, dan matematik.

Instrumen penelitian yang digunakan yaitu tes dalam bentuk uraian

mengunakan rubrik penilaian yang diberikan sebelum dan sesudah proses

(14)

DAFTAR PUSTAKA

Ainsworth, S. (2006). DeFT: A Conceptual Framework or Considering Learning With Multiple Representations. Learning and Instruction. School of Psychology and Learning Sciences Research Institute, University of Nottingham, University Park, Nottingham, NG7 2RD, UK. 183-198.

Anderson, L. W., & Krathwohl, D. R. (2010). Kerangka Landasan untuk

Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek. Edisi V.

Jakarta: Rineka Cipta.

BSNP. (2006). Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SMA/MA. Jakarta:

Depdiknas

Eskalator [photo](n.d). Retrieved December 10, 2014 from http://electronics-sp.com/images/eskalator-1.jpg

Goldin, G.A. (2002). Representation in Mathematical Learning and Problem

Solving. Dalam L.D English (Ed). Handbook of International research in mathematics Education (IRME). New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates

Hake, R. R. (1999). Interactive-Engagement Versus Tradisional Methods: A Six-Thousand-Student Survey of Mechanics Tes Data For Introductory Physics Course. American Journal of Physic. 66 (1), 64-74.

Handayani, S. & Damari, Ari. (2009). BSE Fisika untuk SMA/MA Kelas X.

Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Kanginan, M. (2007). Fisika untuk SMA Kelas X Semester 1. Jakarta: Erlangga.

Karyono, dkk. (2009). BSE Fisika untuk SMA/MA Kelas X. Jakarta: Pusat

Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Knigth, R. (2007). Using Multiple Representations to Understand Energy.

California Polytechnic State University San Luis Obispo, California PROFESSIONAL DEVELOPMENT Spesial Focus AP® Physics.

Mahardika, I.K., Setyawan, A. & Rusdiana, D. (2010). Kajian Representasi

(15)

Mahzan. (2001). Pembelajaran Secara Konstruktivisme. Malaysia: Pusat Perkembangan Kurikulum Kementerian Pendidikan Malaysia.

Maknun, J. (2007). Penerapan Pembelajaran Konstructivisme Untuk

Meningkatkan Pemahaman Konsep Dasar Fisika Siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Prosiding Seminar Internasional Pendidikan IPA. ISSN 1978-4511: 26-39.

Mayer, R.E. (2003). The Promise of Multimedia Learning: Using The Same Instructional esign Methods Accros Different Media, Learing and Instruction. Journal Learning and Instruction. 13(1): 125-139.

Meylida, S. (2013). Profil Kemampuan Multi Representasi Terhadap Kelompok

Prestasi Belajar dan Kecerdasan Majemuk Siswa SMP. Skripsi Pendidikan Fisika UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Nufus, N. & Furqon, A. (2009). BSE Fisika SMA/MA Kelas X. Jakarta: Pusat

Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Nurachmandani, S. (2009). BSE Fisika 1 untuk SMA/MA Kelas X. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Prain, V. & B.G Waldrip. (2007). An Exploratory Study of Teacher Perspectives

About Using Multi-Model Representations of Concepts to Enhance Science Learning. Canadian Journal of Science, Mathematics and Technology Education.

Purwanto, N. (2007). Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosda.

Rosengart, D. et.al. (2006). An Overview of Recent Research on Multiple

Representation. Rutgers, The State University of New Jersey, GSE, 10 Seminary Place, New Brunswick NJ, 08904.

Sanjaya, W. (2008). Strategi pembelajaran Berorientasi Standar Proses

Pendidikan. Jakarta: Prenada Media.

Saripudin, A., dkk. (2009). BSE Belajar Fisika 1 untuk SMA/MA Kelas X. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Sihite, A. (2008). Penggunaan Model Pembelajaran Konstruktivisme Dalam

Meminimalkan Miskonsepsi Siswa Untuk Mata Pelajaran Fisika. Makalah. Pandan.

Simarmata, U. (2008). Penerapan Model Pembelajaran Konstruktivis dalam

(16)

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Edisi XVI. Bandung: Alfabeta.

Suhandi, A. & Wibowo, F.C. (2012). Pendekatan Multi Representasi dalam Pembelajaran Usaha-Energi dan Dampak Terhadap Pemahaman Konsep Mahasiswa. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia (JPFI). 8: 1-7.

Suhandi, A., Sinaga, P., & Liliasari. (2013). Meningkatkan Kemampuan Multi

Representasi dan Translai Antar Modus Representasi Konsep-Konsep Listrik Magnet pada Program Preservice Guru Fisika. Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains.

Sumarno, J. (2009). BSE Fisika untuk SMA/MA Kelas X. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Suparno, Paul. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta:

Kanisius.

Wasis, S., dkk. (2008). BSE Ilmu Pngetahuan Alam Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Wilhelm, J., Thacker, B. & Wilhelm, Ronald (2007). Creating Constructivist

Referensi

Dokumen terkait

Batas antara liberalisasi yang diperkenalkan oleh Madjid dan para sejawatnya dengan proses pengintegrasian Indonesia ke dalam pusaran globalisasi yang secara

Pembukt ian Kualifikasi dilakukan oleh Direktur Ut ama/ Pimpinan Perusahaan, atau Penerima kuasa dari Direktur Utama/ Pimpinan Perusahaan yang namanya t

Pembuktian kualifikasi Dapat diwakilkan dengan membawa Surat Tugas dari Direktur Utama/Pimpinan Perusahaan/Kepala Cabang dan Kartu Pengenal yang mewakili dari Pihak

1.1 This test method covers the determination of the tensile properties of unreinforced and reinforced plastics in the form of standard dumbbell-shaped test specimens

Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah. daftar cek masalah dan instrumen deteksi gangguan kecemasan

Arsitektur Simbiosis, https://azkiarsitek.wordpress.com/2012/04/10/kisho-kurokawa/ , diakses pada Desember 2015. Universitas

 Menyapih dimulai saat anak berusia diatas 24 bulan  Mengoleskan betadin/obat merah pada putting  Member perban/plester pada putting.  Dioleskan jamu, brotowali, atau kopi

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa penggunaan kartu aksara melalui strategi permainan bahasa berdampak positif terhadap