• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR MENCIT (Mus musculus) YANG DIINFEKSIToxoplasma gondii SECARA INTRAVAGINA Repository - UNAIR REPOSITORY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR MENCIT (Mus musculus) YANG DIINFEKSIToxoplasma gondii SECARA INTRAVAGINA Repository - UNAIR REPOSITORY"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR MENCIT

(Mus musculus) YANG DIINFEKSIToxoplasma

gondii

SECARA INTRAVAGINA

Oleh

VONNY PRASETYA IRGANTARA NIM 061111150

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA 2015

(2)
(3)
(4)

Telah dinilai pada Seminar Hasil Penelitian Tanggal :24Agustus 2016

KOMISI PENILAI SEMINAR HASIL PENELITIAN Ketua : Dr.EndangSuprihati, drh., M.S. Sekretaris : SuzanitaUtama, drh., M.Phil. Ph.D Anggota : Dr. EndangSuprihati, drh., M.S. Pembimbing Utama :Budiarto, drh., M.P.

(5)
(6)

HISTOPATHOLOGICAL CHANGES ofMus musculusLIVER INFECTED BYToxoplasma gondiiINTRAVAGINALLY

Vonny Prasetya Irgantara

ABSTRACT

The aim of this researchis to know the histopathological changes of mice liver which infected Toxoplasma gondii tachyzoites intravaginally. Experimental animal used eight female mice 2-3 month were divided randomly into two group treatment (n=9). P0 as a control group, gave NaCl physiology 0.2 ml intravaginally, and P1 was treated with 1x10³ of Toxoplasma gondiitachyzoites.Eight days post infection, mice sacrificed and liver of all mice were taken for histopathology preparations were made for further observation. Each of the liver of mice (Mus musculus) processed by Hematoxylin Eosin staining.The results of the observation and scoring degeneration and necrosis of the entire liver histopathology preparations of mice (Mus musculus) were analyzed statistically using the Mann whitney test.Base on the result of the statistical analysis test showed that there were significantly different result of degeneration and necrose in hepatocyte(p<0.05).

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji Syukur kepadaTuhan Y.M.E atas limpahan rahmat, karunia dan kelancaran serta kemudahan yang diberikan sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi yang berjudul “Gambaranhistopatologiheparmencit

(Musmusculus) yang diinfeksi stadium takizoitToxoplasma gondiisecaraintravagina”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Prof. Hj. Romziah Sidik. Ph.D., drh, atas kesempatan mengikuti pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Surabaya.

Budiarto, drh., M.P.selakudosenpembimbingpertamadanProf. Dr. Nunuk Dyah Retno L, drh., M.S.selakudosenpembimbingserta yang telahbersediameluangkanwaktudanpikiranuntukmembimbingpenulisdenganperhati andankesabaranhinggaterselesaikanskripsiini.

Dr. Mufasirin, drh., M.Si.selakuketuapenguji sekaligus dosen pembimbing

penelitian, Dr. EkaPramyrthaHestianah, drh.,

M.Kes.selakusekretarispengujidanDr. EndangSuprihati, drh., M.S.selakuanggotapenguji.

(8)

gondii) dan Dr. Thomas V. Widiyatno, drh., M.Siselakudosenpembimbingpatologi.

Segala hormat dan terima kasih tak terhingga penulis ucapkan kepada ayah tercinta BambangIrianto, S.Pd.(Alm) dan IbundaSetyowati,S.Pd., adik tercinta VannyApridityaIrgantaradanVikryAlvianIrgantarabeserta keluarga besar atasnasehat, bimbingan, motivasi, semangat dan doa yang tak pernah putus dalam penyusunan skripsi ini.

Terima kasih kepada R.P.HerviandoAryoatasmotivasi yang telahdiberikan, semua teman-teman yang banyak membantu dan mendukung penelitian ini, terutama teman satu kelompok penelitian TutukWahyuningtyas, FriscaTrisnaRosandy,Dimas Fajar S., Rossianawati, Febri Putra Aditya, DestyRenata, Maharani Yuliastina, Murtiningsih,Aditya Bayu S., serta teman-teman seperjuangan,Hana Cipka P.W., WahyuPutriFriska L., YeniPurbowati, Rusyida R.N., DhesyKartikasari, PhanjatMuktiUtomo, AgilRahmatAkbari, Ardi Budi P., RifqiNajwan, SyarulBasyarul, FaiqMudhaffar, Marsha Ramadhania,AndrianiDwiSiswarini, FauzyTaffinaPratama, BayuRizkyawan serta teman-teman yang namanya tidak mungkin disebutkan satu persatu yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini.

(9)

Surabaya, 21Agustus2015

(10)
(11)

DAFTAR ISI

SINGKATAN DAN ARTI LAMBANG ... xiv

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1Toxoplasma gondii... 6

2.1.1 KlasifikasiToxoplasma gondii... 6

2.1.2 MorfologiToxoplasma gondii... 6

2.1.3 Siklus hidupToxoplasma gondii... 11

2.1.4 Penularan infeksiToxoplasma gondii... 13

2.1.5 Patogenesis infeksiToxoplasma gondii... 14

2.1.6 Gejala klinisToxoplasma gondii... 17

(12)

2.2.1 Klasifikasi mencit ... 25

BAB 3 MATERI DAN METODE... 26

3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian... 26

3.2 Bahan dan Materi Penelitian ... 26

3.2.1 Bahan penelitian ... 26

3.2.2 Alat-alatpenelitian... 26

3.2.3 Hewan percobaan... 27

3.3 Metode Penelitian... 28

3.3.1 Adaptasihewancoba ... 28

3.3.2 Perbanyakan isolatToxoplasma gondiistadium takizoit... 28

3.3.3 Pelaksanaan penelitian... 29

3.3.4Pengambilan organ untuk pembuatan preparat histopatologi... 29

3.3.5 Pemeriksaanpreparathistopatologi ... 30

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... ...34

4.1 Hasil Pemeriksaan Histopatologi Degenerasi Hepatosit... 35

4.2 Hasil Pemeriksaan Histopatologi Nekrosis Hepatosit... 38

BAB 5 PEMBAHASAN ... ..41

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... ..48

6.1 Kesimpulan... ..48

6.2 Saran ... ..48

RINGKASAN ... ..49

DAFTAR PUSTAKA ... ..51

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 TakizoitToxoplasma gondii...7

2.2 Gambaran ultrastruktur takizoitToxoplasma gondii...7

2.3 BradizoidToxoplasma gondiidi dalam kista jaringan ...8

2.4 OokistaToxoplasma gondii...9

2.5 Siklus hidup Toxoplasma gondii ...11

2.6 Histologi hepar ...23

3.1 Diagram alur penelitian ...33

4.1 Hepatosit mencit normal ...34

4.2 Hepatosit mencit yang mengalami degenerasi (P0) ...36

4.3 Hepatosit mencit yang mengalami degenerasi hidropik (P1) ...36

4.4 Hepatosit mencit yang mengalami degenerasi melemak (P0) ...37

4.5 Hepatosit mencit yang mengalami nekrosis (P0) ...39

4.5 Hepatosit mencit yang mengalami nekrosis (P1)...39

(14)

DAFTAR TABEL

TABEL Halaman

3.1 Acuan skoring hepar ... 31 4.2Gambaran histopatologi hepar terhadap tingkat degenerasi pada setiap

perlakuan mencit(Mus musculus)... 35 4.3Gambaran histopatologi hepar terhadap tingkat nekrosis pada setiap

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Perhitungandosisinfeksi 103takizoitToxoplasma gondii... 57

2. Prosedur Pembuatan Sediaan Histopatologi Hepar... 58

3. Skoring... 60

(16)

SINGKATAN DAN ARTI LAMBANG

µm = mikrometer

et al = et alii

g = gram

l = liter

mg = miligram

ml = mililiter

mm = milimeter

µl = mikroliter

(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Toxoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii. Toxoplasma gondiiadalah protozoa intraseluler dan bersifat parasit obligat yang mempunyai hospes definitif kucing dan family felidae lain, sedangkan hospes perantara adalah semua hewan berdarah panas seperti ayam, sapi, kambing, babi dan domba. Toxoplasma gondiijuga dapat menginfeksi burung, rodensia, ikan paus dan manusia (Manahan dkk, 2013). Toxoplasmosis telah menyebar ke seluruh kepulauan di Indonesia dan menunjukkan prevalensi yang tinggi yaitu sekitar 43-88% pada manusia sedangkan pada hewan berkisar 6-70% (Van Der Veenet al., 1974 ; Subekti dan Nurfida, 2006).

(18)

kehilangan janin, biaya perawatan dan penurunan produktifitas (Suwanti, 2005; Sasmita, 2006).

Toxoplasma gondiidapat menyerang semua organ dan jaringan tubuh hospes yang berinti. Dominasi sel dan jaringan yang diinfeksi oleh takizoit sangat ditentukan oleh rute infeksi dan jenis inangnya (Subekti dan Arrasyid, 2006).Toxoplasma gondii dapat menular melalui beberapa rute yaitu peroral dari makanan atau minuman yang kurang matang, transmisi kongenital atau melalui plasenta, susu yang tidak dipasteurisasi, transfusi darah, kecelakaan saat di laboraturium dan transplantasi organ yang terinfeksi(Premani, 2014).

Kerusakan yang terjadi pada jaringan tergantung pada umur, virulensi,strainToxoplasma gondii, jumlah parasit yang menginfeksi dan organ yang diserang (Lisawati dan Srisasi, 2008).Infeksi akut Toxoplasma gondiidapat menyerang jaringan dan pada infeksi buatan secara intraperitoneal takizoit dapat menyebabkan nekrosis hepar, lien dan pankreas. Hal ini disebabkan oleh multiplikasi interseluler dari takizoitToxoplasma gondii(Rigantiet al., 2003).

(19)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang muncul suatu permasalahan apakah terdapat

pengaruh infeksi Toxoplasma gondii stadium takizoit secara intravagina terhadap gambaran histopatologiheparmencit (Mus musculus)?

1.3 Landasan Teori

(20)

dapat menginfeksi spermatozoa mencit (Mus musculus) baik takizoit yang menempel pada ekor maupun takizoit yang masuk ke dalam kepala spermatozoa dan menyebabkan penurunan viabilitas spermatozoa, hal ini ditambahkan oleh Aranteset almempelajari tentang inseminasi buatan dengan sampel semen positif Toxoplasma

gondii dari anjing betina dan jantan. Hasilnya menunjukkan bahwa Toxoplasma

gondii dapat ditularkan secara seksual pada anjing domestik dan domba jantan

(Aranteset al., 2009).

Penelitan Sasmita (1991) memaparkan mekanisme kerusakan pada hepatosit mulai dari takizoit menginvasi sel parekim hepar dan kadang pada sel Kuppfer, kemudian takizoit memperbanyak diri di dalam parekim hepar setelah mencapai 16-32 takizoit, sel yang diinvasi akan hancur dan membebaskan takizoit lalu menginvasi sel parekim hepar. Hal tersebut berlangsung hingga membentuk daerah foki nekrosis yang lebih luas dibatasi dengan sel parekim hepar yang sehat (Sasmita, 2006).

(21)

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah ingin mengetahui adanya pengaruh infeksi Toxoplasma gondii stadium takizoit secara intravagina terhadap gambaran histopatologiheparmencit (Mus musculus) berupa degenerasi dan nekrosis.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat tentang adanyapengaruh infeksi Toxoplasma gondii stadium takizoit secara intravagina terhadap gambaran histopatologi heparmencit (Mus musculus) sehingga dapat memberikan informasi ilmiah kepada masyarakat mengenai rute penularan dan kerusakan hepar akibat infeksi takizoitToxoplasma gondiisecara histopatologi.

1.6 Hipotesis

(22)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan tentangToxoplasma gondii

2.1.1 Klasifikasi

Toxoplasma gondii dimasukkan dalam golongan koksidia karena di dalam siklus hidup mengalami perkembangan secara skizogoni, gametogoni dan sporogoni dan perkembangan tersebut terjadi di usus kucing, sebagai induk semang utama (Mufasirin dkk., 2012). Klasifikasi menurut Levine (1990) Toxoplasma gondiiadalah sebagai berikut :

Phylum : Apicomplexa

Class : Sporozoa

Sub Class : Coccidia Ordo : Eucoccidia Famili : Sarcocystidae Sub Famili : Toxoplasmatidae Genus :Toxoplasma Species :Toxoplasma gondii 2.1.2 Morfologi

(23)

tengah bulan sabit da ndoplasmik dan mitokondria (Gambar 2.2) (Sasm

bar 2.1 TakizoitToxoplasma gondii(Tabbara, 2014)

2.2 Gambaran ultrastruktur takizoitToxoplasma gondi (Ajiokaet al., 2001)

pat ditemukan dalam jaringan selama masa akut di kronis takizoit dalam jaringan akan membela oit (Gambar 2.3). Bradizoit atau kista ini adala gondiiyang dibentuk di dalam sel hospes definitif , ada yang berukuran kecil hanya berisi beberapa n 200 mikron berisi kira-kira 3000 bradizoit. Ki

(24)

bergaris. Di otak bent mengikuti bentuk sel dibuktikan paling ce (Sasmita, 2006). Kista tertelan oleh kucing ookista) atau bila ter

entuk kista lonjong atau bulat, tetapi di dalam ot sel otot (Sasmita, 2006 ; Gandahusada, 2004). K

cepat 4-8 hari pascainfeksi di dalam jaringa ista jaringan (dahulu disebut pseudokista) bersi ng (menyebabkan stadium seksual dalam usus

termakan oleh hewan lain akan dihasilkan lebi etz et al., 2008). Kista dapat bertahan selama n seumur hidup dan dapat bertahan beberapa ha

(Sasmita, 2006).

2.3 BradizoidToxoplasma gondiidi dalam kista j (panah)(Tabbara, 2014)

rupakan bentuk ketiga, berbentuk oval dengan ukur n keluar bersama feces. Ookista akan menghasilkan dua

(25)

Gambar 2.4 Ookista Toxoplasma gondii. (A) Ookista unsporulasi.(B) Ookista bersporulasi, dinding ookista (panah putih) dan dinding sporokista (panah hitam). (C) Ookista bersporulasi dengan sporozoit (ujung panah) dan residual body (panah). (D) Ookista bersporulasi berisi dua sporokista dengan masing-masing sporokistaberisi empat sporozoit(Dubey, 2010).

2.1.3 Siklus hidup

(26)

Perkembangan aseksual terjadi karena pembelahan vegetatif yaitu organisme berkembang dengan membelah diri pada hospes definitif yaitu pada kucing(Robert and Janovy, 2000). Di dalam usus kecil kucing sporozoit menembus sel epitel dan tumbuh menjadi trofozoit. Inti trofozoit membelah menjadi banyak sehingga terbentuk skizon. Skizon matang pecah dan menghasilkan banyak merozoit (skizogoni). Daur aseksual ini dilanjutkan dengan daur seksual.

(27)

Bila kucing sebagai hospes definitif memakan hospes perantara yang terinfeksi maka berbagai stadium seksual di dalam sel epitel usus akan terbentuk lagi. Jika hospes perantara yang dimakan kucing mengandung kista Toxoplasma gondii, maka masa prepatennya 2 -3 hari. Tetapi bila ookista tertelan langsung oleh kucing, maka masa prepatennya 20-24 hari. Dengan demikian kucing lebih mudah terinfeksi oleh kista dari pada oleh ookista(Cox, 1982;Levine, 1990).

Gambar 2.5 Siklus hidupToxoplasma gondii, sumber infeksi pada manusia(Frenkel, 1989).

2.1.4 Penularan

(28)

vektor seperti kecoa dan lalat yang dapat memindahkan ookista dari feses kucing ke makanan. Ternak domba, sapi, babi, ayam dan kuda terinfeksi Toxoplasma gondiikarena pakan dan air minum yang tercemar ookista dari feses kucing(Seitz, 2009).

Penularan pada manusia secara tidak langsung oleh makanan mentah, sayuran dan buah-buahan serta bahan makanan lain yang terkontaminasi oleh tanah yang mengandung ookista infektif dan apabila termakan akan menular ke janin bila dalam keadaan bunting (Soedarto, 2008).Infeksi juga terjadi apabila di laboraturium para peneliti bekerja dengan menggunakan hewan percobaan yang terinfeksi dengan toxoplasmosis melalui jarum suntik dan alat laboraturium lainnya yang terkontaminasi dengan Toxoplasma gondii. Selain itu Susanto dkk (2008) juga menyatakan transplantasi organ, transfusi darah dan leukosit dari penderita toxoplasmosis dapat menyebabkan infeksi.Penularannya juga dapat terjadi secara vertikal atau kongenital melalui plasenta dari induk ke janin sewaktu dalam kandungan atau diperoleh setelah lahir (Robert dan Janovy, 2000).

2.1.5 Patogenesis

(29)

masuk karena ada sawar (barier) sehingga destruksi akan terus berlangsung. Perbanyakan diri Toxoplasma gondiipaling banyak terjadi pada jaringan retikuloendotelial dan otak. Pembentukan antibodi merupakan tahap kedua setelah terjadi infeksi. Tahap ketiga merupakan fase kronik, kista terbentuk dan menyebar di jaringan otot dan saraf, mempunyai sifat menetap tanpa menimbulkan peradangan lokal (Chahaya, 2003).

Pengetahuan patogenesis yang ada dewasa ini menunjukkan bahwa pada dasarnya takizoit dapat menginfeksi hampir semua jenis set berinti berbagai jenis hewan dan manusia bahkan juga insekta (Black dan Bootfiroyd, 2000;Hakansson et al., 2001). Walaupun demikian, terdapat beberapa jenis sel dan organ yang dominan diinfeksi oleh takizoit. Dominasi sel dan jaringan yang diinfeksi oleh takizoit sangat ditentukan oleh rute infeksi dan jenis hospesnya (Subekti dan Arrasyid, 2006).

Adapun jaringan atau organ yang umumnya diinvasi pada ternak di antaranya adalah hepar, ginjal, otak, otot skeletal, diafragma, jantung, limpa, paru-paru, kelenjar limfe mesenterik maupun perifer (Dubey et al., 1998 ; Mordue et al., 2001). Proporsi masing-masing jaringan berbeda-beda di antara beberapa jenis ternak (Meyeret al., 2000).

(30)

dapat menyebabkan kematian yang tinggi karena ensefelitas (Robet dan Janovy, 2002).

Usus merupakan lokasi infeksi Toxoplasma gondiiyang pertama. Infeksi yang berat akibat menelan oosista akan mengakibatkan lesi pada usus sampai terjadi kematian pada anak kucing atau hewan lain, sedangkan pada manusia biasanya terjadi pembengkakan limfoglandula (lgl) mesenterika dan terjadi degenerasi sel pada parenkim hepar. Selama stadium akut parasit (takizoit) akan mengalami replikasi dengan cepat dan siap mengadakan invasi serta melisiskan sel hospes(Gandahusada, 2000; Roberts dan Janovy, 2000).

Bentuk sub akut merupakan kelanjutan infeksi yang bersifat akut, dan merupakan infeksi yang lebih nyata akibat kerusakan sistem saraf pusat serta jaringan. Takizoit secara terus menerus akan merusak sel sehingga menyebabkan kerusakan secara ekstensif pada paru-paru, hepar, jantung, otak, mata, dan diperkirakan kerusakan juga terjadi di sistem saraf pusat karena sistem kekebalan pada jaringan ini rendah (Robert dan Janovy, 2000).

(31)

menyebabkan ensefalitis kronik, miokarditis serta pneumonia. Bradizoit yang dibebaskan dari kista yang pecah selama infeksi kronis akan menginfeksi sel-sel baru dan dapat terjadi dalam periode yang lama (Robert dan Janovy, 2000).

Toxoplasma gondiitidak memproduksi toksin, nekrosis yang terjadi pada sel induk semang disebabkan oleh multiplikasi interseluler dari takizoit Toxoplasma gondii. Nekrosis terjadi pada usus dan limfoglandula mesenterika, kemudian terjadi nekrosis fokal pada organ lain (Dubey, 1999). KistaToxoplasma gondiiyang terbentuk di dalam plasenta, berkembang menjadi tempat penghancuran atau kematian sel tubuh (lokus nekrosis) dan dari tempat ini pula parasit menyerang ke peredaran darah fetus, menyebar luas dan mengakibatkan kelainan dan kerusakan (Sasmita, 2006).

Penyebaran takizoit sampai pada organ yang jauh disebabkan oleh dua faktor, pertama gerakan aktif dari takizoit maupun gerakan pasif dengan memanfaatkan leukosit yang menyebar ke berbagai jaringan melalui aliran darah (Subekti dan Arrasyid, 2006).

2.1.6 Gejala klinis

(32)

akut dan kemudian menjadi kronik atau laten. Gejala yang nampak sering tidak spesifik dan sulit dibedakan dengan penyakit lain (Chahaya, 2003).

Toksoplasmosis dapatan biasanya tidak diketahui karena jarang menimbulkan gejala. Tetapi bila seorang ibu yang sedang hamil mendapat infeksi primer, ada kemungkinan bahwa 50% akan melahirkan anak dengan toksoplasmosis kongenital. Gejala yang dijumpai pada orang dewasa maupun anak-anak umumnya ringan. Gejala klinis yang paling sering dijumpai pada toksoplasmosis dapatan adalah limfadenopati dan rasa lelah, disertai demam dan sakit kepala (Zaman dan Keong, 1988).

Toksoplasmosis kongenital.Wanita yang terinfeksi Toxoplasma gondiisecara akut selama masa kehamilan akan terjadi infeksi kongenital,dan parasit dapat menginfeksi janin yang sedang berkembang. Meskipun toksoplasmosis kongenital pada manusia sering menyebabkan abortus dan bayi lahir cacat bahkan kematian, tetapi ibu yang terinfeksi Toxoplasma gondiibiasanya tidak menunjukkan gejala klinis (Robert dan Janovy, 2000). Pada infeksi kongenital pada hewan dapat mengakibatkan fetus yang dilahirkan mengalami gangguan pada sistem saraf pusat, meningoensefalitis, renitis, hidrosefalus, retardasi mental, epilepsi bahkan terjadi abortus (Mufasirin dkk, 2011).

(33)

makulopapuler yang mirip kelainan kulit, sedangkan pada jaringan paru dapat terjadi pneumonia interstisial (Chahaya, 2003).

Menurut Robert dan Janovy (2000), infeksi sub akut merupakan kelanjutan dari infeksi akut, infeksi yang lebih nyata akibat kerusakan sistem saraf pusat serta jaringan. Takizoit terus menerus akan merusak sel sehingga menyebabkan kerusakan secara ekstensif pada paru, hepar, jantung, otak, mata dan diperkirakan kerusakan juga terjadi di sistem saraf pusat karena sistem kekebalan pada jaringan ini rendah.

2.1.7 Diagnosis

Diagnosis toksoplasmosis pada hewan maupun manusia berdasarkan gejala sulit ditentukan karena gejala klinis yang asimtomatis atau tidak khas, sehingga diperlukan pemeriksaan laboraturium sebab akurasi diagnosis toksoplasmosis mempunyai arti penting dalam penatalaksanaan pasien karena pengobatan memerlukan waktu lama, mahal dan kemungkinan efek toksik pada hospes. Pemeriksaan laboraturium yang paling tepat dalam kasus toksoplasmosis ialah diisolasinya Toxoplasmagondii. IsolatToxoplasma gondiidapat berasal dari tinja, jaringan otak, otot, air liur dan darah (Gandahusada, 2000; Sasmita, 2006).

Menurut Soedarto (2008), diagnosis ditetapkan setelah melakukan pemeriksaan mikroskopis histologis secara langsung, sel “buffy coat”, isolasi

(34)

coat dari sampel yang diberi heparin), sputum, sumsum tulang, cairan serebrospinalis dan eksudat (materi biopsi dari kelenjar getah bening, tonsil dan otot lurik) serta cairan ventrikel (pada infeksi neonatus) mugnkin diperlukan.

Pemeriksaan laboraturium digunakan untuk menunjang serologis untuk mendeteksi antibodi antara lain Complement Fixation Test (CFT), metode tes warna Sabin dan Fielsmann, Emzyme Linked Immuno Sorbent Assay (ELISA), Indirect Flourescent Antibody Test (IFAT), Indirect Haemaglunation Test (IHA), Uji Fiksasi Komplemen, Tes Toksoplasmin (Sasmita, 2006; Soedarto, 2008).

Cara diagnosa yang paling tepat dengan cara menemukan Toxoplasma gondiidalam tubuh hewan yang diduga tertular. Deteksi toksoplasmosis atau antigennya dalam darah dan organ tubuh dapat dipergunakan tes Sabin-Fieldmann yang memberikan hasil postif 1- 3 hari setelah infeksi (Dharmana, 2007).

(35)

2.2 Intravaginal

2.2.1 Pengertian

Penularan secara intravagina adalah penularan suatu penyakit melalui saluran reproduksi, hal ini dapat melalui kontak seksual atau kawin alam ataupun inseminasi buatan dari semen yang terinfeksi. Penularan toksoplasmosis melalui intravagina belum pernah dilakukan sebelumnya, tetapi berdasarkan beberapa penyakit yang menginfeksi melalui jalur reproduksi seperti penyakit yang disebabkan oleh Brucella dan Trichomonas foetus membuktikan bahwa jalur penularan penyakit melalui intravagina dapat mempengaruhi patofisiologi target organ. Seperti yang telah Arantes dan Lopes pelajari tentang inseminasi buatan dari anjing betina dan jantan masing-masing dengan Toxoplasma gondiisampel semen positif. Hasilnya menunjukkan bahwa Toxoplasma gondiidapat ditularkan secara seksual pada anjing domestik dan domba jantan (Arantes et al., 2009 ; Lopes et al., 2009). Ini menunjukkan bahwa Toxoplasma gondiidapat ditularkan secara seksual dengan menembus ke aliran darah dan menyebar dalam tubuh host. 2.2.2 Perjalanan infeksi suatu penyakit secara intavaginal

(36)

membuktikan bahwa infeksi Toxoplasma gondiidapat menyebabkan beberapa gangguan pada fungsi reproduksi.

Sebuah studi yang dilakukan oleh Dass et al. mengungkapkan bahwa Toxoplasma gondiidapat menular melalui jalur seksual pada tikus (Dass et al., 2011).Dalam penelitian ini, kista Toxoplasma gondiidiamati pada epididimis dan semen dari tikus jantan yang terinfeksi delapan minggu pasca-infeksi.Kista juga diamati pada vagina tikus betina 12 jam setelah kawin dengan tikus jantan yang terinfeksi danmengakibatkan infeksi pada tikus betina. Selain itu, kista parasit terdeteksi di beberapa anjing betina yang telah dikawinkan. Observasi ini menunjukkanmengenai transmisi seksual dariToxoplasma gondiipada tikus.Selain itu, perbandingan perilaku kawin pada tikus yang terinfeksi dan tidak terinfeksi menunjukkan bahwaToxoplasma gondiidapat meningkatkan daya tarik seksual dari hewan yang terinfeksi dengan manipulasi perilaku birahi atau manipulasi hormonal, ini berarti bahwa tikus betina tidak terinfeksi disukai oleh tikus jantan yang terinfeksi. Jadi,Toxoplasma gondiimemperoleh kesempatan yang lebih besar untuk transmisi kelamin.

(37)

menembus sel dan membelah diri secara endodiogeni. Pembelahan ini terjadi setiap 4-5 jam disemua tipe sel dan pada akhirnya akan mengakibatkan kerusakan dan nekrosis pada sel (Stickland, 1991; Suwanti dkk., 1999; Sasmita, 2006). Takizoit Toxoplasma gondiidapat menuju ke organ heparkarena hepar mendapat vaskularisasi ganda, yaitu dari vena porta dan venahepatika. Melalui vena porta masuk darah yang berasal dari saluran pencernaandan organ abdomen lain yaitu limpa, pankreas dan kantung empedu. Darah yangmasuk mengandung berbagai nutrisi yang baru diserap dan siap untuk diproses lebih lanjut oleh hepar (Lilis, 2008). Takizoit mulai menginvasi sel parekim hepar dimulai dari penetrasi dari usus menuju organ hepar melalui pembuluh darah vena sentralis mekanisme kerusakan pada hepatosit mulai dari takizoit menginvasi sel parekim hepar dan kadang pada sel kuppfer (Sasmita, 2006).

2.3 Hepar

2.3.1 Pengertian

(38)

2.3.2 Histologi hepar

(39)

Gambar 2.6 Histologi Hepar.Vena sentralis (a), sinusoid (b), hepatosit (c) dan sel endotel (d). Sumber: Dellmann dan Eurell (2006).

Kondisi hepar bergantung pada aliran darah dan susunan empedu. Perbandingan aliran darah ke parenkim sama dengan bagian hepar lainnya. Bila aliran darah dan saluran empedu rusak pada salah satu bagian, parenkim dari bagian tersebut akan mengalami atrofi. Perubahan-perubahan pada hepar terjadi sebagai respon dari kerusakan vaskular atau empedu (Kelly, 1993).

(40)

2.4 Mencit

2.4.1 Klasifikasi mencit

Mencit (Mus musculus) merupakan hewan mamalia hasil domestikasi dari mencit liar. Banyak keunggulan yang dimiliki oleh mencit sebagai hewan percobaan, yaitu memiliki keasaan fisiologis dengan manusia, siklus hidup yang relatif pendek, jumlah anak per kelahiran banyak, variasi sifatnya tinggi dan mudah dalam penanganan (Moriwakiet al., 1994).

Menurut Jordan dan Vena (1980) dalam Ayu, 2012 klasifikasi mencit sebagai berikut :

Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Sub Phylum : Vertebrata

Class : Mammalia

Sub Class : Theria

Ordo : Rodentia

Sub Ordo : Myomorpha Family : Muridae Sub Family : Murinae

Genus : Mus

(41)

Mencit membutuhkan makanan setiap hari sekitar 3-5 g dan air minum berkisar 4-8 ml. Mencit (Mus musculus) dewasa memiliki berat badan sekitar 20-40 g pada hewan jantan, sedangkan pada hewan betina 18-35 g (Smith et al., 1998).

(42)

BAB 3MATERI DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboraturium Protozoologi Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Surabaya. Pembuatan sediaan histopatologi hepar dilakukan di Laboratorium Patologi Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Surabaya pada bulan Novembersampai Desember 2014.

3.2 Bahan dan Materi Penelitian

3.2.1 Bahan penelitian

Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah, isolat Toxoplasma gondii stadium takizoit dari strain RH yang diperoleh dari Departemen Parasitologi Veteriner Laboraturium Protozoologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Surabaya, NaCl fisiologis, aquadest, pakan berbentuk pelet, sekam sebagai alas kandang, dan kapas steril, formalin 10%.

3.2.2 Alat-alat penelitian

(43)

pembedahan, penjepit, pot kecil sebagai tempat penyimpan organ, kamera dan mikroskop.

3.2.3 Hewan percobaan

Penelitian ini menggunakan hewan coba sebanyak 18 ekor mencit betina (Mus musculus) galur Balb/c betina umur 2-3 bulan. Mencit dengan umur tersebut merupakan mencit dewasa muda yang mempunyai keadaan fisiologis optimum. Mencit yang digunakan mempunyai berat badan antara 20-25 gram untuk perlakuan. Mencit diperoleh dari Pusvetma (Pusat Veteriner Farma)Jl. Ahmad Yani 68-70 Surabaya.Mencit yang dipilih adalah mencit yang sehat dengan ciri-ciri bulu bersih bercahaya, mata jernih bersinar, tingkah laku normal dan berat badan bertambah selama adaptasi (Rinayanti dkk, 2014).

Besar sampel yang akan digunakan ditentukan dengan rumus Federer dalam sesuai dengan rumus penentuan jumlah sampel oleh Kusriningrum (2008), yang dapat dijelaskan sebagai berikut :

Keterangan :

t : Jumlah perlakuan n : Jumlah ulangan

3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Adaptasi Hewan Coba

Mencit (Mus musculus) betina 18 ekor dibagi secara acak kemudian dimasukkan ke dalam dua buah kandang dengan setiap kandang berisi sembilan ekor mencit kemudian selama satu minggu diadaptasikan dalam kandang plastik

(44)

beserta tutup kawat ram dengan hanya memberi pakan berupa pellet dan minum secaraad libitum agar dapat menyesuaikan diri terhadap kondisi lingkungan yang baru, pakan dan minum diberikan secukupnya pagi dan sore hari selain itu kandang harus diusahakan dalam keadaan bersih.

3.3.2 Perbanyakan IsolatToxoplasma gondiistadium takizoit

Isolat Toxoplasma gondii stadium takizoit dari strain RH yang diperoleh dari Laboraturium Protozoologi Departemen Parasitologi Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Surabaya, kemudian diperbanyak dengan cara dipasasekan ke mencit sehat. Perbanyakan takizoit Toxoplasma gondii dilakukan pada dua ekor mencit Balb/c berumur berat badan 20-25 gram dengan menginokulasikan sebanyak 0,3 ml takizoit dalam larutan NaCl fisiologis ke dalam tubuh mencit secara intraperitoneal. Mencit diinjeksi secara intraperitoneal dengan dosis injeksi1 x 10³ takizoit tiap mencit. Takizoit dipanen setelah menunjukan gejala : lemah, bulu berdiri, dan nafas tersengal-sengal.

(45)

inokulasi (Suwanti, 2009). Sebelum takizoit diinokulasikan pada mencit perlakuan, parasit dalam cairan perotineal dihitung dengan hemositometerhingga didapatkan dosis infeksi 1x103takizoit. Perbanyakan takizoit dipergunakan untuk perlakuan (Mufasirin dkk, 2005).

3.3.3 Pelaksaan penelitian

Sehari setelah proses adaptasi, ke-18 ekor mencit betinasehat dibagi secara acak menjadi dua kelompokperlakuan dengan masing-masing sembilan ulangan. Berikut pembagian kelompok sesuai dengan perlakuan yang diberikan :

P0 : 20 µl/ekorNaCl fisiologis steril secara intravagina

P1 : 20 µl/ekortakizoitToxoplasma gondiiberisi 1 x 10³ secara intravagina Pengaplikasian infeksi intravagina dengan menggunakan mikropipet. 3.3.4 Pengambilan organ untuk pembuatan preparat histopatologi

(46)

3.3.5 Pemeriksaan preparat histopatologi

Pemeriksaan preparat histopatologi dilakukan dengan menilai kerusakan hepar mencit yang digambarkan oleh degenerasi dan nekrosis dari masing-masing perlakuan. Pengamatan pada lima lapang pandang yang berbeda. Dimulai dari sudut kiri, kanan, bagian atas, bagian bawah dan bagian tengah dari preparat histopatologi hepar dengan menggunakan mikroskop cahaya pembesaran 400 kali. Cara pemberian skor histopatologi hepar adalah dengan menggunakan metode skoring dari Mordue, 2001 yang telah dimodifikasi yaitu dengan cara mengamati satu lapang pandang yang dibagi menjadi 4 bagian, jika satu bagian terdapat satu sel yang mengalami degenerasi atau nekrosis, maka bagian yang diamati tersebut diberi skor 1, jika degenerasi atau nekrosis yang terjadi pada dua bagian dari satu lapang pandang tersebut, maka bagian tersebut diberi skor 2, jika degenerasi atau nekrosis terjadi pada ketiga bagian dari satu lapang pandang tersebut, maka bagian tersebut diberi skor 3, jika pada keempat bagian tersebut terdapat degenerasi atau nekrosis, maka satu lapang pandang tersebut diberi skor 4.

(47)

Tabel 3.1Tabel skor penilaian derajat histopatologi hepatosit (Mordue, 2001)

Skor 0 Satu lapang pandang tidak dijumpai degenerasi dan nekrosis pada bagian yang diamati

Skor 1 Satu lapang pandang dijumpai 1-20% degenerasi dan nekrosis pada bagian yang diamati.

Skor 2 Satu lapang pandang dijumpai 21-50% degenerasi dan nekrosis pada bagian yang diamati.

Skor 3 Satu lapang pandang dijumpai 51-75% degenerasi dan nekrosis pada bagian yang diamati (kerusakan ringan).

Skor 4 Satu lapang pandang dijumpai lebih dari 75% degenerasi dan nekrosis pada bagian yang diamati (kerusakan berat)

3.4 Variabel Penelitian

3.4.1 Variabel bebas

Dosis infeksi takizoitToxoplasma gondiisecara intravagina 3.4.2 Variabel tergantung

Nilai kerusakan hepar mencit yang berupa degenerasi yaitu terjadi proses penimbunan atau akumulasi cairan atau zat lain dalam organel seldan nekrosis yang meliputi perubahan morfologi pada inti sel berupa piknotis, karioreksis dan kariolisis pada preparat histopatologis hepar mencit (Mus musculus).

3.4.3 Variabel kendali

(48)

3.5 Rancangan penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimental dengan dilakukan pengacakan terhadap 18 ekor mencit betina yang terbagi dalam dua perlakuan (t=2) dan tiap perlakuan terdapat sembilan ulangan (n=9). Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) karena hanya ada satu sumber keragaman yakni perlakuan yang dibeda-bedakan di samping pengaruh acak (Kusriningrum, 2008).Pengacakan terhadap 18 ekor mencit dan variabel yang diamati yaitu gambaran histopatologi hepar.

3.6 Analisis Data

(49)

3.7 Diagram Alur Penelitian

Gambar 3.1 Gambar diagram alur penelitian

Pemeriksaan dan Skoring Histopatologi Hepar dengan Parameter Degenerasi dan Nekrosis Menggunakan Perbesaran 100x dan 400x

Dibagi Menjadi Dua Perlakuan dan Masing-masing Sembilan Ulangan

Dilakukan Pengamatan Cairan Intraperitoneal Mencit (Mus musculus) untuk Mengetahui Adanya Takizoit Dilakukan Pembedahan pada Mencit (Mus musculus)

Pembuatan Preparat

P1 : Diinfeksi TakizoitToxoplasma gondii1 x10³ secara intravagina dengan menggunakan mikro pipet P0 : Diberi Nacl 20 µl sebagai Kontrol secara

intravagina dengan menggunakan mikro pipet

18 ekor mencit (Mus musculus) Betina Umur 2-3 Bulan Diadaptasi Selama Tujuh Hari

Dilakukan Pengambilan Organ Hepar dan Fiksasi dalam Formalin 10%

Analisis Data

(50)

BAB 4 HASIL PENELITIAN

Pengamatan terhadap perubahan histopatologi hepar dilakukan secara mikroskopis menggunakan preparat histopatolgi dengan pewarnaan H.E dari hepar mencit (Mus musculus) betina pada masing-masing kelompok perlakuanP0 yang disonde dengan 20 µl/ekorNaCl fisiologis steril melalui intravagina dan P1 yang diinfeksi 20 µl/ekortakizoit Toxoplasma gondiiberisi 1 x 10³ secara intravagina dengan menggunakan mikropipet.

Gambaran histopatologi hepar mencit normal dapat dilihat pada Gambar 4.1 berikut.

(51)

4.1 Hasil Pemeriksaan Histopatologi Degenerasi Hepatosit

Berdasarkan hasil pemeriksaan dan pengamatan mikroskopis yang dilakukan pada dua kelompok perlakuan didapatkan perubahan histopatologi berupa degenerasi hepatosit. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Tabel 4.1, Gambar 4.2, Gambar 4.3, Gambar 4.4 dan Lampiran 4.

Tabel 4.1 Gambaran histopatologi hepar terhadap tingkat degenerasi pada setiap perlakuan mencit(Mus musculus).

Perlakuan Tingkat Degenerasi ( Mean ± SD)

P0 1,3778ª±0,15635

P1 2,9111b± 0,33333

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (p<0,05).

Keterangan :

P0 =20 µl/ekorNaCl fisiologis steril secara intravagina

P1 = 20 µl/ekortakizoit Toxoplasma gondiiberisi 2 x 10³ secara intravagina dengan menggunakan mikropipet

Tabel 4.1 menjelaskan bahwa pada setiap kelompok perlakuan terlihat perbedaan yang nyata dalam histopatologi hepar mencit berupa degenerasi untuk jenis perhitungan menggunakan mean dan standar deviasi. Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji Mann Whitney menunjukkan bahwa terdapat hasil yang berbeda nyata pada masing-masing kelompok perlakuan (p<0,05).

(52)

Gambar 4.2Hepatosit mencit yang mengalami degenerasi (). (Pewarnaan H.E pembesaran 400x)

Gambar 4.3 Hepatosit mencit yang mengalami degenerasi hidropik ( ). (Pewarnaan H.E pembesaran 400x).

P0

(53)

Gambar hepatosit pada Gambar 4.3 menunjukkan bahwa sel mengalami degenerasi hidropik yang ditandai dengan sel tampak membengkak, sitoplasma mengandung vakuola jernih yang merupakan bentukan lemak, air atau glikogen. Vakuola jernih ini dapat mendesak inti sel ke pinggir yang tampak pada pemeriksaan mikroskopis.

Gambar 4.4 Hepatosit mencit yang mengalami degenerasi melemak yang ditandai dengan sel tampak membesar, terdapat vakuola lemak yang berwarna bening dan inti sel terdesak ( ). (Pewarnaan H.E pembesaran 400x).

Gambar hepatosit pada Gambar 4.4 terlihat adanya degenerasi melemak berupa droplet atau vakuola lemak yang berwarna bening, ukuran bervariasi bisa lebih dari satu vakuola dalam satu sitoplasma sehingga inti sel bergeser.

(54)

4.2 Hasil Pemeriksaan Histopatologi Nekrosis Hepatosit

Berdasarkan hasil pemeriksaan dan pengamatan mikroskopis yang dilakukan pada dua kelompok perlakuan didapatkan perubahan histopatologi berupa nekrosis hepatosit. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Tabel 4.2, Gambar 4.5, Gambar 4.6 dan Lampiran 4.

Tabel 4.2 Gambaran histopatologi hepar terhadap tingkat nekrosis pada setiap perlakuan mencit(Mus musculus).

Perlakuan Tingkat Nekrosis ( Mean ± SD)

P0 1,1778a±0,15635

P1 2,3778b± 0,61192

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (p<0,05).

Tabel 4.2 menjelaskan bahwa pada setiap kelompok perlakuan terlihat perbedaan yang nyata dalam histopatologi hepar mencit berupa nekrosis untuk jenis perhitungan menggunakan mean dan standar deviasi. Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji Mann Whitney menunjukkan bahwa terdapat hasil yang berbeda nyata pada masing-masing kelompok perlakuan (p<0,05).

(55)

Gambar 4.5Hepatosit mencit yang mengalami nekrosis. (A) Piknotis (B) Karioreksis dan (C) Kariolisis ( ). (Pewarnaan H.E pembesaran 400x).

Gambar 4.6 Hepatosit mencit yang mengalami nekrosis.(A)Piknotis, (B) Karioreksis dan (C) Kariolisis(). (Pewarnaan H.E pembesaran 400x).

(56)

Gambar hepatosit pada Gambar 4.3 menunjukkan bahwa sel mengalami nekrosis ditandai dengan sel tampak membengkak. Terdapat beberapa perubahan morfologi yang tampak, yaitu piknotis(A), karioreksis(B) dan kariolisis(C). Ditemukan pula adanya stadiumtakizoitToxoplasma gondiipada hepatosit mencit dengan pewarnaan H.E pembesaran 1000x dapat dilihat pada Gambar 4.7 berikut.

(57)

BAB 5 PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pemeriksaan dan pengamatan mikroskopis yang telah dilakukan pada duakelompok perlakuan P0 yang disonde dengan 20 µl/ekorNaClfisiologissterilmelalui intravaginadan P1 yang diinfeksi20 µl/ekortakizoit

Toxoplasmagondiiberisi1 x 10³ secara

intravaginadenganmenggunakanmikropipetdidapatkan perubahan histopatologi berupa degenerasi dan nekrosis pada hepatositmencit (Mus musculus). Hasil skoring histopatologis hepar mencitmeliputi kelainan patologi degenerasi dan nekrosis dari hepatosit. Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat kerusakan yang ditimbulkan, semakin tinggi pula nilai skor yang dihasilkan.

Hasil statistik dengan Uji Mann Whitney menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada degenerasi dan nekrosis pada kelompok P1, karena nilai skoring pada kelompok P1 terjadi perubahan yang sangat signifikan pada kedua aspek perubahan patologi yang diamati.

(58)

bercabang ke dalam sistem kapiler dan kemudian bersatu dengan kapiler-kapiler arteria hepatika. Arteri ini mengantarkan darah dari aorta ke hepar dan menjelajahi seluruh organ ini, siklusini disebut sistem siklus porta, dari jalur inilah takizoit Toxoplasma gondiiakan menginfeksi hepatosit dan terjadi berbagai perubahan secara makroskopis maupun mikroskopis.Toxoplasma gondiiakan menyerang seluruh sel berinti, membelah diri dan menimbulkan lisis, sel tersebut didestruksi akan berhenti bila sel hospes telah dilindungi oleh antibodi(Chahaya, 2003). Infeksi ini bersifat akut, sehingga menyebabkan degenerasi sel pada parenkim hepar dan selama stadium akut parasit (takizoit) akan mengalami replikasi dengan cepat dan siap mengadakan invasi serta melisiskan sel hospes(Gandahusada, 2000; Roberts dan Janovy, 2000).

Hepatosit di zona satu (sekitar portalis) adalah zona paling dekat dengan sumber pasokan darah, semakin jauh dari portal pasokan oksigen akan semakin berkurang, sehingga daerah sentralobularis rentan terhadap hipoksia, akibatnya mudah mengalami jejas dan nekrosis. Apabila darah dari vena portal banyak membawa racun/toksin, maka zona pertama yang paling dekat dengan sumber pasokan darah yang pertama kali terkena zat toksit tersebut sehingga kerusakan sel paling banyak ditemukan pada sekitar portalis.

Pemeriksaan histopatologis seluruh lapangan pandang kelompok P1 terdapat degenerasi pada semua perlakuan yang diinfeksi takizoit Toxoplasmagondiidapat

dilihat pada Gambar 4.3danGambar 4.4,

(59)

leukosit yang menyebar ke berbagai jaringan melaui aliran darahbergerak dari tempat awal infeksi ke sistem peredaran darah di tubuh, kemudian menyebar ke berbagai organ yang dilewati oleh sistem sirkulasi darah, termasuk hepar,namun pada penelitian ini belum ditemukan fase bradizoit atau kista Toxoplasma gondii hal tersebut dikarenakan kecil kemungkinan Toxoplasma gondiimembentuk kista sesuai pengamatan Baragan dan Sibley (2002) bahwa Toxoplasma gondii tipe RH merupakan tipe paling patogenik dan mampu mengakibatkan kematian secara cepat pada mencit yang diberi dosis rendah. Toxoplasma gondii tipe RH juga memiliki kemampuan menyebar ke dalam jaringan yang memiliki inti sel dan mampu bermigrasi secara cepat dari jaringan ke jaringan, setelah mencapai pada organ hepar, takizoit akan dapat menembus dinding hepatosit, kemudian akan merusak organel yang ada di dalamnya termasuk mitokondria yang berfungsi menghasilkan ATP, sehinggaproduksi ATP akanmenurundanakanterjadi proses penimbunan (storage) atau akumulasi cairan atau zat lain dalam organel sel.

(60)

Vakuolajernihinidapatmendesakintiselkepinggir, sedangkanpadaGambar 4.4 menunjukkanbahwaselmengalamidegenerasimelemakberupa droplet

atauvakuolalemak yang berwarnabening,

ukuranbervariasidanbilaterdapatvakuoladenganjumlah yang lebihdarisatudalamsatusitoplasma, makaakandapatmendesakinti sel. Vakuolalemakdapatterlihatpadatepi, di pusat, di daerahpertengahanatau di seluruhlobuli.Menurut Arimbi dkk, 2013 proses normal perlemakan hepar umumnya terjadi karena asam lemak sampai ke hepar melalui plasma dalam dua bentuk yaitu trigliserida dari sel penyimpanan lemak dan dari usus. Beberapa faktor kerusakan pada sistem sintesa atau sekresi seperti karena adanya gangguan hepar, hepatotoksin, malnutrisi, anoksia dan kelaparan dapat menimbulkan akumulasi lemak dalam hepatosit dalam bentuk droplet lemak.

Hasil data uji statistik menunjukkan bahwa kelompok perlakuan P1 berbeda nyata (p<0,05) dengan kelompok perlakuan P0. Berdasarkan pengamatan terhadap preparat kelompok P1didapatkan perubahan berupa degenerasi hidropik dan degenerasi melemak, sedangkan pada kelompok perlakuan P0 juga terdapat degenerasi sel tetapi tidak signifikan dibanding dengan perubahan yang terjadi pada kelompok perlakuan P1. Terjadinya degenerasi ini akibat adanya jejas atau infeksi yang ditimbulkan oleh takizoit yang masuk ke dalam hepatosit.

(61)

sering disebabkan oleh faktor eksternal (misalnya infeksi, racun, dan trauma) ke sel atau jaringan (Kasno, 2003 ; Barnes et al., 2013).Toxoplasma gondii tidak memproduksi toksin, sehingganekrosis yang terjadi disebabkan oleh multiplikasi interseluler dari takizoit Toxoplasma gondii. MenurutDubey, 1999, awalnya nekrosis terjadi pada usus dan limfoglandula mesenterika, kemudian terjadi nekrosis fokal pada organ lainnya termasuk hepar.Mekanisme terjadinya nekrosis terjadi pada saat jaringan mengalami hipoksia atau masuknya benda asing yang dianggap racun maka mitokondria akan mengalami luka sehingga mengakibatkan ATP turun dan pomp Na+ dan K+ terganggu. Na+ masuk sel yang mengakibatkan lisosom pecah, mengeluarkan enzim hidrolitik sehingga melarutkan sel (Robbins dan Kumar, 1995).

PadaGambar 4.6 menunjukkanbahwaselmengalaminekrosis yang ditandaiseltampakmembengkak, halinikarenapergeseran ion. Terdapatbeberapaperubahanmorfologi yangtampakpadagambar, yaitupiknotis (A), karioreksis (B) dankariolisis (C). Piknotisdenganpewarnaan H.E. ditandaidenganterjadipenggumpalankromatindannukleus,

sehinggaintiseltampaklebihpadatdanberwarnagelaphitam.

Karioreksisditandaidenganmembrannukleusrobekdanintiselhancur,

sehinggaterjadipemisahankromatindanmembentukfragmendanmenyebabkanmaterikro matintersebardalam sel. Kariolisisditandaidenganintiselmenjadieosinofilik, kemudianintiselmeleburataulisis.

(62)

preparat kelompok P1didapatkan perubahan berupa nekrosis, sedangkan pada kelompok perlakuan P0 juga terdapat nekrosis sel tetapi tidak signifikan dibanding dengan perubahan yang terjadi pada kelompok perlakuan P1. Hal ini membuktikan bahwa pada kelompok perlakuan P1 takizoit Toxoplasma gondiimenyebar melalui sistem darah di limfosit, makrofag dan berada bebas dalam plasma dan dapat melintasi batas jaringan danmenginfeksi hampir semua jaringanhepar. Waree, 2008menjelaskanbahwatakizoit mampu berkembang biak dengan cepat dengan endodyogeny dan replikasi tersebut, menyebabkan nekrosis sel ketika menyerang sel yang tidak dapat lagi menahan infeksi parasit.

Jaringan nekrotik akan menyebabkan peradangan sehingga jaringan tersebut akan dihancurkan dan dihilangkan dengan tujuan membuka jalan bagi proses perbaikan oleh sel-sel regenerasi (terjadi resolusi) atau digantikan dengan jaringan parut. Dampak dari nekrosis yang terjadi pada hepatositadalah hilangnya fungsi daerah yang mati, dapat menjadi fokus infeksi dan menjadi media pertumbuhan yang baik untuk bakteri tertentu, peningkatan kadar enzim tertentu akibat kebocoran sel, serta menimbulkan perubahan sistemik seperti demam dan peningkatan leukosit, timbul reaksi radang (Arimbi dkk, 2013).

(63)

perlakuan P1. Perubahan gambaran histopatologis yang ada pada perlakuan P0 terjadi karena beberapa faktor lain.Menurut Wardanela (2008) meskipun nekrosis hepatositjuga terjadi pada kelompok kontrol namun tidak termasuk dalam kejadian patologi karena dalam keadaan normal nekrosis juga terjadi. Hal ini karena secara normal sel dalam tubuh melepaskan senyawa oksidatif yang memungkinkan kejadian nekrosis pada sel, organ dan jaringan tubuh makhluk hidup dan akibat paparan patologis selain Toxoplasma gondii seperti pemberian air minum dan pakan yang terkontaminasi bakteri, spora jamur dan mikroba lainnya selama penelitian (Kasno, 2003)

(64)

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkanpenelitian yang telahdilakukan,

dapatditarikkesimpulanbahwainfeksiToxoplasma

gondiimelaluiintravaginamerupakanjalurpenularantoksoplasmosis, hal inidapatdapat dibuktikan dari beberapaperubahangambaranhistopatologiyang signifikanpadaheparmencit

(Musmusculus)berupadegenerasidannekrosispadaselhepatositdanjugadenganadany abeberapatakizoitToxoplasmagondiipadahepatosit.

6.2 Saran

Berdasarkanhasilpenelitian yang telahdilakukan, saran yang dapatdiuraikanadalahsebagaiberikut :

1) PerludilakukanpenelitianlebihlanjutmengenaidosisinfeksitakizoitToxoplas ma gondiiyang berbedamelaluiintravagina.

(65)

RINGKASAN

VONNY PRASETYA IRGANTARA. Gambaran histopatologi hepar mencit (Mus musculus)yang diinfeksi Toxoplasma gondiisecaraintravagina. Penelitian ini dilaksanakan di bawah bimbingan Bapak Dr. Mufasirin,drh., M.Si selaku dosen pembimbing penelitian, BapakBudiarto, drh., M.P. selaku dosen pembimbing skripsi utama danIbuProf. Dr. Nunuk Dyah Retno L, drh., M.S. selaku dosen pembimbing serta.

Mencit (Mus musculus) merupakan salah satu hewan percobaan laboratorium yang banyak digunakan dalam penelitian. Mencit sebagai hewan percobaan sangat praktis untuk penelitian kuantitatif, karena sifatnya yang mudah berkembangbiak, selain itu mencit juga dapat digunakan sebagai hewan model untuk mempelajari seleksi terhadap sifat-sifat kuantitatif. Potensi mencit yang tinggi sebagai hewan laboratorium menyebabkan permintaan akan mencit sangat meningkat…?

(66)

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap, Analisis data menggunakan deskriptif. Data hasil penelitian terhadap angka kebuntingan dan

jumlah anak sekelahiran keduanya tidak menunjukkan hasil yang…

Toxoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii.

Toxoplasmosis merupakansalahsatupenyakit zoonosis yang

merugikanbagihewanmaupunmanusia. Beberapaujicobapadamencitjantan yang dilihatdalamaspeksistemreproduksitelahbeberapa kali dilakukan,

beberapadiantaranya membuktikan bahwa Toxoplasma gondii dapat menginfeksi spermatozoa pada mencitdanmenyebabkanpenurunanviabilitas spermatozoa,

selainitupadasalahsatuujicobalainnyamembuktikanbahwatoksoplasmosisdapatditul arkanmelaluiinseminasibuatanpadaanjing domestik dan domba jantan. Hal ini kemudian menimbulkan asumsi bahwa Toxoplasma gondii dapat ditularkan melalui hubungan reproduksi. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan gambaran histopatologi hepar mencit (Musmusculus) yang diinfeksi takizoit

Toxoplasma gondiisecaraintravaginayaitu berupa degenerasi dan nekrosis.

Penelitian ini mengunakan hewan coba mencit umur 2-3 bulan yang berjumlah 18 ekor dibagi menjadi 2 kelompok perlakuanP0 yangdisonde dengan

20 µl/ekorNaClfisiologissterilmelalui intravaginadan P1 yang diinfeksi20 µl/ekortakizoit Toxoplasma gondiiberisi1 x 10³ secara

(67)

degenerasi dan nekrosis seluruh preparat histopatologi hepar mencit (Mus musculus)dianalisis statistik dengan menggunakan ujiMann-Whitney.

Hasil analisis statistik dengan uji Mann Whitney menunjukkan bahwa terdapat hasil yang berbeda nyata pada masing-masing kelompok perlakuan

(p<0.05).

Pada P0 berbeda nyata dengan P1 yakni perlakuan yang diinfeksi20 µl/ekortakizoit Toxoplasma gondiiberisi2 x 10³ secara

intravaginadenganmenggunakanmikropipet.

Saran yang dapat dianjurkan agar dapat dilakukan penelitian lebih lanjut

(68)

DAFTAR PUSTAKA

Ajioka, J.W., J.M., Fitzpatrick, dan C.P., Reiter. 2001.Ultrastructure of a

Toxoplasma gondii Tachyzoite.Cambridge University Press.

http://journals.cambridge.org/fulltext_content/ERM3_01/S14623994010022 04sup002.html.[17 Februari 2015].

Amin, A. R. 2013. Gambaran Histopatologi Hepar Mencit (Mus musculus) yang Diinfeksi Toxoplasma gondii Stadium Takizoit Secara Oral [Skripsi]. Fakultas Kedokteran Hewan. Unversitas Airlangga. Surabaya.

Arantes TP, Lopes WD, Ferreira RM, Pieoni JS, Pinto VM, Sakamoto CA, Costa AJ. 2009. Toxoplasma gondii : Evidence for the transmissiom by semen in dogs. Exp Parasitol. 123(2):190-4.

Arimbi, Ajik A, Roesno D, Hani P, Thomas V, Djoko L. 2013. Buku Ajar Patologi Umum Veteriner. Airlangga University Press. Surabaya.

Ayu K, Saptaningtyas. 2012. Kejadian Infeksi Takizoit Toxoplasma gondii pada Spermatozoa Mencit Jantan (Mus musculus) melalui Inokulasi secara Intraperitonal [Skripsi]. Fakultas Kedokteran Hewan. Unversitas Airlangga. Surabaya.

Begum-Haque, S., A. Haque and L.H. Kasper. 2009. Apoptosis in Toxoplasma gondiiActivated T cells: The Role of IFNγ in Enhanced Alteration of Bcl-2 Expression adn Mitochondrial Membrane Potential. Microb Pathog. 47 (5): 281-288.

Black, M. W and Boothroyd, J.C. 2000. Lytic cyleToxoplasma gondii. Microbiol. Rev. 64 : 607-623.

Burroughs, A.K. 2011. The Hepatic Artery, Portal Venous System and Portal Hypertension: the Hepatic Veins and Liver in Circulation Failure. Royal Free Sheila Sherlock Liver Centre, Royal Free Hospital and University College. London, UK.

Chahaya, Indra. 2003. Epidemologi Toxoplasma gondii. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatra Utara. 2-13.

(69)

Parasitology, Faculty of Medical Sciences, Tarbiat Modares University, Tehran, IR Iran.

Dass SA, Vasudevan A, Dhuta D, Soh LJ, Sapolsky RM, Vyas A. 2011. Protozoan parasite Toxoplasma gondii manipulates mate choice in rats by enhancing attractiveness of males. PLoS One. 6(11).

Darcy, F. And Santoro, F. 1994. Toxoplasmosis. In : Parasitic Infection and The Immune System. Kierszenbaum, F. (Ed.). Academic Press, London. 163-201.

Dellmann HD, Eurell JA. 2006. Textbook of Veterinary Histology. Ed ke-6. USA: Blackwell Publishing.

Dharmana, E. 2007. Toxoplasma gondii : Musuh Dalam Selimut. [Pidato Pengukuhan Guru Besar]. Parasitologi Fakultas Kedokteran. Universitas Diponegoro. Semarang.

Dubey, J. P., J. P, Lindsay D. S and Speer C. A. 1998. Structure of Toxoplasma gondiitachyzoites, bradyzoites and sprozoites and biology and development of tissue systs. Clin. Microbiol. Rev. 11 : 267-299.

Dubey, J. P. 1999. Toxoplasma gondii. http://www.medmicrochapter84.htm. [21 Desember 2014].

Dubey, J. P. 2010. Toxoplasmosis of Animals and Humans. Edisi ke-2. USA : CRC Press.

Dyce, K. M., Sack W.O. and Wensing, C.J.G. 2002. Textbook of Veterinary Anatomy. Edisi ke-3. Phildelphia: Saunders.

Frappier BL. 1998. Digestive System. Di dalam: Dellmann HD, Eurell JA, editor.

Textbook of Veterinary Histology.Ed ke-5. Maryland: Lippincott Williams dan Wilkins. hlm. 164-202.

Frenkel, J.K. 1989. Toxoplasmosis. In : Tropical Medicine and Parasitology. Appleton and Lange, California. 332.

Gandahusada, S. 2000. Toxoplasma gondii dalam Parsitologi Kedokteran Edisi ke-3. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta: 153-161.

(70)

Hakansson, S., A.J. Charron and L.D. Sibley. 2001. Toxoplasma Evacuoles : a two step process of secretion and fusion forms the parasitophorous vacuole. J. EMBO. 20 : 3132-3144.

Harada T, Akiko E, Gary AB, Robert RM. 1999. Liver and Gallblader. Di dalam: Maronpot RR, Gary AB, Beth WG, editor.Pathology of The Mouse. USA: Cache River Press. Hlm. 119-171.

Hartanti, S. 2011. Toksoplasmosis Pada Kucing dan Implikasinya Terhadap Kesehatan Masyarakat. [Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar]. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Iskandar, T. 1999. Tinjauan Tentang Toksoplasmosis pada Hewan dan Manusia. Balai Penelitian Veteriner. Bogor. 58-63.

Iskandar, T., A. Husein, S. Widjajati. 2002. Pengaruh Suhu dan Pemberian Zat Pelindung pada Viabilitas dan Identifikasi Takizoit Toxoplasma gondii. Balai Penelitian Veteriner. Bogor.

Iskandar, T. 2006. Pencegahan Toksoplasmosis Melalui Pola Makan dan Cara Hidup Sehat. Balai Penelitian Veteriner. Bogor

Jewetz, Melnick, and Adeleberg’s. 2008. Mikrobiologi Kedokteran. EGC. 698 -700.

Kasno, P.A, 2003. Patologi Hati dan Saluran Empedu Ekstra Hepatik. Semarang. Balai Penerbit Universitas Diponegoro.

Khanif. 2012. Gambaran Histopatologi Testis Mencit (Mus musculus) yang Diinfeksi denganToxoplasma gondii[Skripsi]. Fakultas Kedokteran Hewan. Unversitas Airlangga. Surabaya.

Krahenbuhl. J.L and Remington J.S., 1982. The Immunology of Toxoplasma and toxoplasmosis. 2nd Edition. Blackwell Scientific publications. Oxford. London. Edinburgh. Boston. Melbourne.

Kusriningrum, R.S. 2011. Buku Ajar Perancangan Percobaan. Cetakan ketiga. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Penerbit Dani Abadi. Surabaya.

(71)

Levine, N. D. 1985. Protozoologi Vetriner. The Lowa State University Press. 354-363.

Levine, N. D. 1990. Buku Parasitologi Veteriner. Universitas Gadjah Mada Press. Yogyakarta.

Lopes WD, da Costa AJ, Santana LF, Dos Santos RS, Rossanese WM, Lopes WC. 2009. Aspects of toxoplasma infekction on the reproductive system of experimentally infected rams (ovis aries). J Parasitol Res.

Lumongga, F. 2008. Apoptosis. Universitas Sumatra Utara. Medan. 1-14.

Manahan Manik, Agus. Oka, I.B.M, Dwinata, I Made. 2013. Bioassay Toxoplasma gondii pada Kucing. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana.

Martini F. 1992.Fundamentals of Anatomy and Physiology. Ed ke-2. USA: A Simon and Schuster Company.

Meyer, D. J. J., E. Allan and M. H. Beaman. 2000. Distribution of parasite stages in tissues of Toxoplasma gondii infected SCID mice and human peripheral blood lymphocyte-transplanted SCID mice. 567-579.

Montoya, J. G. And Liesenfeld, O. 2004. Toxoplasmosis. Lancet. 263 : 1965-1975.

Mordue, D.G., F. Monroy, M.L. Regina, C.A. Dinarello and L.D. Sibley. 2001. Acute Toxoplasmosis Leads to Lethal Overproduction of Th, cytokines. J Immunol. 167:4574-4584.

Moriwaki, K. T. Shiroshi dan H. Yonekawa. 1994. Genetic in Wild Mice. Its Application to Biomedical Research. Japan Scientific Societies Press. Karger, Tokyo.

Mufasirin, Lasttuti, N. D. R., Suprihatin, E dan Suwanti, L. T. 2011. Buku Ajar Ilmu Penyakit Protozoologi. Laboraturium Entomologi dan Protozoologi. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Surabaya. 71-78.

Mufasirin, Lasttuti, N. D. R., Suprihatin, E dan Suwanti, L. T. 2012. Buku Ajar Ilmu Protozoologi Veteriner. Pusat Penerbitan dan Percetakan Universitas Airlangga. Surabaya.

(72)

Nelson, R.W. and Couto, C.G. 2003. Small nimal medicine. 3rd ed. Mosby Inc. St Louis, Missouri : 1296-1229.

Palgunadi, B. U. 2011. Toxoplasmosis dan Kemungkinan Pengaruh Terhadap Perilaku. Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma. Surabaya.

Premani, N. M. O. 2014. REFERAT TORCH. Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma. Surabaya.

Rinayanti, A., Ema, D. Dan Vera. 2014. Uji Efek Teratogenik Butanol Buah Mahkota Dewa [Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.] terhadap Mencit Putih (Mus musculus). Fakultas Farmasi Universitas 17 Agustus 1945. Jakarta

Robert, L. S. And Janovy, J. R. 2000. Gerald Schimdt and Larry s. Roberts’s

foundation of parasitology, 6 th ed., Mc Graw Hill Book Co. Singapura : 127-132.

Said, Mujahid. 2013. Gambaran Histopatologi Testis Mencit (Mus musculus) yang Diinfeksi Toxoplasma gondii Stadium Takizoit Secara Oral [Skripsi]. Fakultas Kedokteran Hewan. Unversitas Airlangga. Surabaya.

Sasmita, R. 2006. Toxoplasmosis Penyebab Keguguran dan Kelainan Bayi. (Pengenalan, Pemahaman, Pencegahan dan Pengobatan). Airlangga University Press. Surabaya.

Seitz, R. 2009. Arboprotozoae. Transfus. Med. Hemother. 36: 8-31.

Smith, B. J. dan S. Mangkoewidjojo. 1998. Pemeliharaan Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Universitas Indonesia Press, Jakarta.s

Soedarto. 2008. Parasitologi Klinik. Airlangga University Press. Surabaya.

Subekti, D. dan Nurfida K, A. 2006. Immunopatogenesis Toxoplasma gondii

Berdasarkan Perbedan Galur. Balai Penelitian Veteriner. Bogor. 128-145.

Sukthana, Y., Waree, P., Pongponrantn, E., Chairsri, U. and Riganti, M. 2003. Pathologic Study of Acute Toxoplasmosis in Experimental Animals. Southeast Asian J Trop Med Public Health. 34 (1) : 16-21.

(73)

Susanto, L. dan Gandahusada, S. 2008. Toxoplasma gondii. Dalam Ismid, I. S., Sjarifudin., P. K., dan Sungkar, S. 2008. Parasitologi Kedokteran. Edisi ke-4. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 162-171.

Suwanti, L. T 2009. Ekspresi Tumor Nekrosis Faktor ReseptoR (TNFR)-1 Di Trofoblas Mencit yang Diinfeksi Toxoplasma gondii. Media Kedokteran Hewan. 25 1:17-22.

Suyanti, Lilis. 2008. Gambaran Histopatologi Hati dan Ginjal pada Pemberian Fraksi Asam Amino Non-Protein Lamtoro Merah (Acacia villosa) pada Uji Toksisitas Akut [Skripsi]. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Tabbara, KF. 2014. Toxoplasmosis.http://www.occulist.net/downaton502/prof/ ebook/duanes/pages//v4/v4c046.html.[17 Desember 2015]

Tortora GJ. 2005. Principles of human anatomy. Ed ke-10. USA: John wiley & sons, Inc.

Van der Veen. J ; S. Padmodiwirjo ; L. Basuki. 1974. Serologic study of toxoplasmosis in Indonesia.Majalah Kedokteran Indonesia. 5-6: 340-345. Waree, P. 2008. Toxoplasmosis: Pathogenesis and Immune Respone. Thammasat

Med J. 8(4): 487-494.

(74)

Lampiran 1. Perhitungandosisinfeksi 103takizoitToxoplasma gondii

Perhitunganpadaimproved neubauer

Jumlahtakizoitpadaperhitunganmenggunakanimproved

neubauerdiperolehsebanyak 66 x 104takizoit /ml = 660 takizoit/ml

Perhitunganjumlahtakizoitpadalarutanstokuntukdilakukaninfeksipadamenci tperlakuansecaraintraperitoneal

Jumlahmencitdiasumsikansebanyak 50 ekoruntukmempermudahperhitungan.

Jumlahtakizoit yang dibutuhkan 50 ekormencitadalah: 103x 50 ekormencit = 50.000 takizoit

Isolate stok : 50.000 x 1µl = 75,75 = 75,8 µl 660

JumlahlarutanNaCl yang dibutuhkan 50 ekor x 0,2 ml = 10 ml

JumlahlarutanNaCluntukpengenceranlarutanatokuntukperlakuan:

10 ml NaCl – 75,8 µl = 10.000 µl NaCl75,8 µl isolatstoktakizoitToxoplasma

gondii= 9,924,2 µl

Pengenceranuntuklarutan isolate yang

digunakanpadaperlakuansecaraintraperitoneal = 9,924,2 µl NaCl = 75,8 µl

(75)

Lampiran 2. Prosedur Pembuatan Sediaan Histopatologi hepar.

Pembuatan sediaan histopatologi ini dilakukan di Laboratorium Patologi

VeterinerFakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Surabayadengan cara sebagai berikut :

Tahap pembuatan sediaanhistopatologi dilakukan sesuai metodeKiernan. Fiksasi jaringan dengan cara merendam dalam formalin buffer fosfat10% selama 24 jam, diiris (trimming) agar dapat dimasukkan dalamkotak untuk diproses

dalamtissueprocessor. Tahap berikutnya, jaringantersebut dimasukkan ke dalam alkohol70%, alkohol 80%, alkohol 90%, alkohol96%, toluene 1 dan toluene 2

masing-masingselama 2 jam. Selanjutnyajaringan dimasukkan ke dalam parafincair dengan suhu 56°C selama 2 jamsebanyak 2 kali. Jaringan kemudiandiambil dengan pinset, dilanjutkandengan pemblokan menggunakan

parafinblok. Pemotongan (cutting) dilakukandengan menggunakan mikrotom dengan ketebalan 4-5 μ m. Jaringan yangterpotong dikembangkan di atas air

dalamwaterbath, kemudian ditangkap dengangelas objek. Kemudian dikeringkan dalamsuhu kamar dan preparat siap diwarnaidenganHematoxylin Eosin(HE).

Tahapan pewarnaan HE metode Harris adalah preparat diatas gelas objek

direndam dalam xylol I 5menit, dilanjutkan xylol II, III masing –masing5 menit. Kemudian preparatdirendam dalam alkohol 100% I dan IImasing-masing 5 menit,

selanjutnya kedalam aquades dan kemudian direndamdalam Harris Hematoxylin selama 15menit dan di celupkan ke dalam aquadesdengan cara mengangkat danmenurunkannya. Preparat kemudiandicelupkan ke dalam acid alkohol

(76)

eosinselama 2 menit. Selanjutnya preparatdirendam dalam alkohol 96% I dan IImasing-masing 3 menit, alkohol 100 % Idan II masing-masing 3 menit, dan

dalamxylol IV dan V masing-masing 5 menit.Preparat dikeringkan dan dilakukan mounting dengan menggunakan entelan.Preparat diperiksa di bawah

(77)

Lampiran 3. Pengamatan dan Skoring Degenerasi pada Hepar.

Lampiran 2.2 Pengamatan dan Skoring Nekrosis pada Hepar.

(78)

Perlakuan Ulangan Lapang pandang Rata-rata P1

1 2 3 4 5

1 3 1 1 3 4 2.4

2 1 2 1 2 1 1.4

3 3 2 3 4 3 3

4 2 2 3 3 3 2.6

5 2 3 2 2 2 2.2

6 1 1 2 2 1 1.4

7 3 3 3 3 3 3

8 3 3 2 2 3 2.6

(79)

NPar Tests

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

DEGENERASI 18 2.1444 .82834 1.20 3.40

NEKROSIS 18 1.7778 .75425 1.00 3.00

PERLAKUAN 18 1.5000 .51450 1.00 2.00

(80)

NPar Tests

Mann-Whitney Test

Ranks

PERLAKUAN N Mean Rank Sum of Ranks

DEGENERASI

P0 9 5.00 45.00

P1 9 14.00 126.00

Total 18

NEKROSIS

P0 9 5.22 47.00

P1 9 13.78 124.00

Total 18

Test Statisticsa

DEGENERASI NEKROSIS

Mann-Whitney U .000 2.000

Wilcoxon W 45.000 47.000

Z -3.619 -3.446

Asymp. Sig. (2-tailed) .000 .001

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .000b .000b

a. Grouping Variable: PERLAKUAN

Gambar

Gambar 2.1 Tbar 2.1 Takizoit Toxoplasma gondii(Tabbara, 2014) 2014)
Gambar 2.3 B 2.3 Bradizoid Toxoplasma gondii di dalam kista j(panah)(Tabbara, 2014)sta jaringan
Gambar 2.4 Ookista Toxoplasma gondiiOokista bersporulasi, dinding ookista (panah putih) dan dinding sporokista (panahhitam)
Gambar 2.5 Siklus hidup Toxoplasma gondii, sumber infeksi padamanusia(Frenkel, 1989).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ekstrak kunyit kuning ( Curcuma longa ) dapat mengurangi kerusakan sel hepar mencit ( Mus musculus ) akibat paparan alkohol tetapi pada peningkatan dosis ekstrak kunyit

Pengaruh Pemberian Ekstrak Meniran (Phyllanthus niruri Linn.) terhadap Kerusakan Struktur Histologis Hepar Mencit (Mus musculus Linn.) yang Diinduksi Parasetamol..

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah pemberian taurin dan ekstrak daun sirsak (Annona muricata) dapat memperbaiki dan melindungi kerusakan histopatologi hepar mencit

mencit (dosis II) sebelum pemberian parasetamol tidak mampu mencegah kerusakan sel hepar yang diinduksi dengan parasetamol, hal ini dapat terjadi karena dosis

Sesuai yang diharapkan pada hipotesis penelitian, penelitian ini membuktikan bahwa jumlah mikroabses dan kerusakan hepatosit pada hepar mencit Balb/c stres yang

Pemberian vaksinasi BCG dapat menurunkan insidensi mikroabses hepar dan jumlah hepatosit pada mencit balb/c yang mengalami kerusakan akhibat diinfeksi

Pemberian vaksinasi BCG dapat menurunkan insidensi mikroabses hepar dan jumlah hepatosit pada mencit balb/c yang mengalami kerusakan akhibat diinfeksi

Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer yang diperoleh dari penelitian terhadap gambaran mikroskopik hepar mencit Balb/c yang termasuk dalam kelompok kontrol