• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II RETRIBUSI SALAH SATU SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II RETRIBUSI SALAH SATU SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

16 W.J.S. Poerwardarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia Edisi Ketiga ( Jakarta : Balai Pustaka,2003) hlm 975

17 Undang -Undang Nomor 28 Tahun 2009 . Op.Cit. Pasal 1 Angka 64

BAB II

RETRIBUSI SALAH SATU SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH

A. Pengertian Retribusi Daerah

Retribusi merupakan suatu kata yang sudah familier dan sering di dengar dalam menjalankan suatu aktifitas kehidupan sehari – hari. Retribusi sering dilihat di tempat – tempat umum seperti di pasar, terminal, tempat rekreasi atau tempat – tempat tertentu yang digunakan dan dimanfaatkan oleh masyarakat umum. Secara awam retribusi merupakan suatu pungutan atas pemakaian dan pemanfaatan suatu fasilitas tertentu. Namun apakah semua pungutan – pungutan atas fasilitas tertentu merupakan suatu retribusi atau tidak semua pungutan atas beragam fasilitas yang digunakan merupakan retribusi.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia arti kata retribusi adalah pengembalian, penggantian kerugian, pemungutan uang oleh pemerintah ( kotapraja dsb ) sebagai balas jasa.16

Retribusi menurut undang – undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pengertian retribusi adalah sebagai berikut:

Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.17

Hal ini dapat dipahami ketika melakukan pembayaran retribusi daerah, maka pembayaran yang dilakukan merupakan kompensasi atas sebuah jasa / layanan yang diberikan oleh pemerintah daerah, atau bila seseorang ingin

(2)

18Ibid Pasal 1 Angka 65

menikmati jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah, ia harus membayar retribusi yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Apabila ada sebuah pungutan yang dinamakan retribusi namun tidak terdapat jasa / layanan yang diberikan kepada pembayar retribusi, maka pada hakikatnya pembayaran tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai retribusi.

Sedangkan pengertian jasa sebagaimana yang dimaksud dalam hal di atas adalah kegiatan pemerintah daerah berupa usaha dan pelayanan yang menyebabkan barang, fasilitas, atau kemanfaatan lainnya, dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.18

Rohmat Sumitro mengatakan bahwa retribusi daerah adalah pembayaran kepada negara yang dilakukan kepada mereka yang menggunakan jasa – jasa negara, artinya retribusi daerah sebagai pembayaran atas jasa atau karena mendapat pekerjaan usaha atau milik daerah bagi yang berkepentingan, atau jasa yang diberikan daerah baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, setiap pungutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah senantiasa berdasarkan prestasi dan jasa yang diberikan kepada masyarakat, sehingga keleluasaan retribusi daerah terletak pada yang dapat dinikmati oleh masyarakat. Jadi retribusi sangat berhubungan erat dengan jasa layanan yang diberikan pemerintah daerah kepada yang membutuhkan.

Menurut Davey, pembayaran retribusi harus memenuhi dua syarat, yaitu :

a. Dasar untuk mengenakan retribusi biasanya harus didasarkan pada total cost dari pada pelayanan – pelayanan yang disediakan: dan

(3)

19 Adrian Sutedi. Op.Cit hlm 74 – 75

20 Darwin, MBP, Pajak Daerah & Retribusi Daerah ( Jakarta : Mitra Wacana Media, 2010 ) hlm 166

b. Dalam beberapa hal tersebut retribusi biasanya harus didasarkan pada kesinambungan harga jasa suatu pelayanan yaitu atas dasar mencari keuntungan.

Sehingga dari definisi tersebut menurut Josep Riwu Kaho, ada beberapa ciri retribusi, yaitu :

a. Retribusi dipungut oleh negara

b. Dalam pungutan terdapat paksaan secara ekonomis

c. Adanya kontra prestasi yang secara langsung dapat ditunjuk

d. Retribusi dikenakan kepada setiap orang / badan yang menggunakan / mengenyam jasa – jasa yang disediakan oleh negara19

Objek Retribusi Daerah adalah berbagai jenis jasa tertentu yang disediakan oleh pemerintah. Tidak semua jasa yang diberikan oleh pemerintah daerah dapat dipungut retribusinya, tetapi hanya jenis – jenis jasa tertentu saja yang meneurut pertimbangan sosial - ekonomi layak dijadikan sebagai objek retribusi. Jasa tertentu tersebut dikelompokkan kedalam tiga golongan yaitu Jasa Umum, Jasa Usaha dan Perizinan Tertentu.20

Penggolongan jenis retribusi ini dimaksudkan guna menetapkan kebijaksanaan umum tentang prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi yang di tentukan. Penetapan jenis retribusi dalam tiga golongan tersebut dimaksudkna juga agar tercipta ketertiban dalam penerapannya, sehingga dapat memberikan kepastian bagi masyarakat dan disesuaikan dengan kebutuhan nyata daerah yang bersangkutan.

(4)

21 Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 . Op.Cit. Pasal 108 Ayat 1 22 Ibid Pasal 1 Angka 66

23 Ibid Pasal 109

Sesuai Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 Pasal 18 ayat 2 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 108 ayat 1 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, retribusi daerah dibagi atas tiga golongan, sebagaimana disebut di bawah ini:

a. Retribusi Jasa Umum b. Retribusi Jasa Usaha

c. Retribusi Perizinan Tertentu21

Definisi dan Pengertian dari ketiga golongan tersebut dijelaskan dalam undang – undang yaitu sebagai berikut :

a. Retribusi Jasa Umum

Retribusi jasa umum adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah, untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.22

Objek retribusi jasa umum adalah pelayanan yang disediakan atau diberikan pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan23.

Jenis-jenis retribusi jasa umum sebagaimana yang diatur dalam Undang - Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 110 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, adalah sebagai berikut:

1) Retribusi Pelayanan Kesehatan

(5)

24 Ibid Pasal 110 25 Ibid Pasal 1 Angka 67

3) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil

4) Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat 5) Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum

6) Retribusi Pelayanan Pasar

7) Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor

8) Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran 9) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta

10) Retribusi Penyediaan dan atau Penyedotan Kakus 11) Retribusi Pengolahan Limbah Cair

12) Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang 13) Retribusi Pelayanan Pendidikan

14) Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi.24

b. Retribusi Jasa Usaha

Retribusi jasa usaha adalah retribusi atas jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sector swasta.25

Objek retribusi jasa usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial yang meliputi :

1) Pelayanan dengan menggunakan / memanfaatkan kekayaan daerah yang belum dimanfaatkan secara optimal; dan/atau

(6)

26 Ibid Pasal 126 27 Ibid Pasal 127 28 Ibid Pasal 1 Angka 68

2) Pelayanan oleh Pemerintah Daerah sepanjang belum disediakan secara memadai oleh pihak swasta.26

Jenis-jenis retribusi jasa usaha sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 127 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, adalah sebagai berikut.

1) Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah 2) Retribusi Pasar Grosir dan atau Pertokoan 3) Retribusi Tempat Pelelangan

4) Retribusi Terminal

5) Retribusi Tempat Khusus Parkir

6) Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Villa 7) Retribusi Rumah Potong Hewan

8) Retribusi Pelayanan Kepelabuhanan 9) Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga 10) Retribusi Penyeberangan di Air

11) Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah27 c. Retribusi Perizinan Tertentu

Retribusi Perizinan Tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.28

(7)

29 Ibid Pasal 140 30 Ibid Pasal 141

Objek retribusi perizinan tertentu adalah kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.29

Jenis-jenis retribusi perizinan tertentu sebagaimana yang diatur dalam Undang - Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 141 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, adalah sebagai berikut :

1) Retribusi Izin Mendirikan Bangunan

2) Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol 3) Retribusi Izin Gangguan

4) Retribusi Izin Trayek

5) Retribusi Izin Usaha Perikanan30

Di dalam Pasal 149 Undang – undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, bahwa :

(1) Jenis Retribusi Jasa Umum dan Retribusi Perizinan Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 ayat (1) dan Pasal 141, untuk Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota disesuaikan dengan kewenangan Daerah masingmasing sebagaimana diatur dalam peraturan perundangundangan. (2) Jenis Retribusi Jasa Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 127, untuk

Daerah provinsi dan Daerah kabupaten / kota disesuaikan dengan jasa / pelayanan yang diberikan oleh Daerah masing - masing rincian jenis

(8)

31 Ibid Pasal 149

objek dari setiap retribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 ayat (1), Pasal 127, dan Pasal 141 diatur dalam Peraturan Daerah yang bersangkutan.31

Dari ketentuan pasal tersebut dapat kita lihat bahwa untuk menentukan macam – macam rincian objek retribusi, baik berupa jenis Retribusi Umum, Retribusi Jasa Usaha dan Retribusi Perizinan Tertentu disesuaikan dengan pelayanan / jasa masing – masing daerah Provinsi dan daerah Kabupaten / kota dan diatur dalam Peraturan Daerah yang bersangkutan

Untuk jenis objek yang tidak diatur dalam Undang – Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dapat juga di atur dalam Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan kriteria – kriteria sebagai berikut : 1) Kriteria Retribusi Jasa Umum:

a. Retribusi Jasa Umum bersifat bukan pajak dan bersifat bukan Retribusi Jasa Usaha atau Retribusi Perizinan Tertentu;

b. Jasa yang bersangkutan merupakan kewenangan Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi;

c. Jasa tersebut memberi manfaat khusus bagi orang pribadi atau Badan yang diharuskan membayar retribusi, disamping untuk melayani kepentingan dan kemanfaatan umum;

d. Jasa tersebut hanya diberikan kepada orang pribadi atau Badan yang membayar retribusi dengan memberikan keringanan bagi masyarakat yang tidak mampu;

e. Retribusi tidak bertentangan dengan kebijakan nasional mengenai penyelenggaraannya;

(9)

32 Ibid Pasal 150

f. Retribusi dapat dipungut secara efektif dan efisien, serta merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang potensial; dan

g. Pemungutan Retribusi memungkinkan penyediaan jasa tersebut dengan tingkat dan/atau kualitas pelayanan yang lebih baik.

2) Untuk Kriteria Retribusi Jasa Usaha:

a. Retribusi Jasa Usaha bersifat bukan pajak dan bersifat bukan Retribusi Jasa Umum atau Retribusi Perizinan Tertentu; dan

b. Jasa yang bersangkutan adalah jasa yang bersifat komersial yang seyogyanya disediakan oleh sektor swasta tetapi belum memadai atau terdapatnya harta yang dimiliki/dikuasai Daerah yang belum dimanfaatkan secara penuh oleh Pemerintah Daerah.

3) Untuk Kriteria Retribusi Perizinan Tertentu:

a. Perizinan tersebut termasuk kewenangan pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah dalam rangka asas desentralisasi;

b. Perizinan tersebut benar - benar diperlukan guna melindungi kepentingan umum; dan

c. Biaya yang menjadi beban Daerah dalam penyelenggaraan izin tersebut dan biaya untuk menanggulangi dampak negatif dari pemberian izin tersebut cukup besar sehingga layak dibiayai dari retribusi perizinan;32

B. Dasar Hukum Retribusi Daerah

Sejarah pemungutan pajak dan retribusi mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai dengan perkembangan masyarakat dan negara baik dibidang

(10)

33 Panca Kurniawan dan Agus Purwanto, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah di Indonesia, ( Malang: Bayumedia, 2006) hlm 1

34 Adrian Sutedi. Op.Cit hlm 13

kenegaraan maupun dibidang sosial dan ekonomi. Pada mulanya pajak dan retribusi merupakan suatu pungutan, tetapi hanya merupakan pemberian sukarela oleh rakyat kepada raja dalam memelihara kepentingan negara seperti menjaga keamanan negara menyediakan jalan umum, membayar gaji pegawai dan lain sebagainya. Namun setelah terbentuknya suatu Negara, pajak merupakan iuran wajib rakyat kepada negara. Dari pajak ini yang mana akan digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintahan, pelaksanaan tugas-tugas rutin pemerintahan dan pembangunan daerah.33

Namun setelah Indonesia merdeka pemungutuan pajak dan retribusi haruslah mempunyai dasar hukum yang kuat untuk menjamin kelancaran pengenaan dan pemungutunya.

Dasar konstitusional pemungutan pajak di Indonesia ialah Pasal 23 ayat ( 2 ), yang di amandemen dengan pasal 23 A Undang – Undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pasal tersebut menghendaki, “ Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan Undang – undang”. Konsekuensi adanya pasal tersebut ialah negara memiliki kewajiban membuat aturan hukum yang berbentuk peraturan perpajakan. Aturan hukum dibidang perpajakan yang dibuat oleh negara berdasarkan prosedur yang ditetapkan oleh Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia , dimana akhirnya ‘melahirkan’ Hukum Pajak dan Retribusi Nasional.”34

Sampai tahun 1997 hukum pajak dan retribusi daerah didasarkan pada berbagai peraturan – peraturan yang berumur lama dan umumnya dibuat pada masa awal kemerdekaan Indonesia seperti Undang – Undang Darurat Nomor 1957

(11)

35 Marihot P Siahaan. Op.Cit hlm 31

tentang Peraturan Pajak Daerah atau bahkan ada beberapa peraturan yang dibuat pada masa Belanda yang jelas dibuat untuk kepentingan pemerintah Belanda. Karena peraturan yang sudah tua maka pada tahun 1997 pemerintah Indonesia melakukan suatu reformasi terhadap peraturan pajak dan retribusi daerah karena dianggap kondisinya sudah jauh berbeda terhadap perkembangan politik ekonomi dan sosial budaya yang berlangsung di Indonesia saat itu. Selain itu peraturan yang lama tidak mengatur kejelasan dalam penetapan objek pajak atapun objek retribusi serta dapat menimbulkan pungutan berganda sehingga di undangkanlah Undang – Undang Nomor 18 tahun 1997 tentang Pajak Daearah dan Retribui Daerah dan mulai berlaku pada tanggal 23 Mei 1997.

Sejalan dengan tujuan yang ingin dicapai dengan pembentukan Undang – undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah , Undang – Undang Nomor 18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menetapkan ketentuan – ketentuan pokok yang memberikan pedoman kebijaksanaan dan arahan bagi daerah dalam pelaksanaan pemungutan pajak dan retribusi, sekaligus menetapkan pengaturan yang cukup rinci untuk menjamin penerapan prosedur umum perpajakan daearah dan retribusi daerah.35

Sehubungan dengan hal tersebut ,Undang – undang Nomor 18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dibuat pemerintah dan DPR dengan tujuan:

a. Untuk menyederhanakan dan memperbaiki jenis dan struktur perpajakan daerah

(12)

36 Ibid hlm 33

c. Memperbaiki sistem administrasi perpajakan daerah dan retribusi daerah sejalan dengan sistem administrasi perpajakan Nasional

d. Mengklasifikasikan retribusi daearah

e. Menyederhanakan tarif pajak dan retribusi daerah36

Dengan berlakunya Undang – Undang Nomor 18 tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi daerah maka peraturan – peraturan yang diberlakukan sebelumnya seperti Ordonansi, Undang – Undang, Undang – Undang Darurat, Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang pajak dan retribusi daerah dinyatakan tidak berlaku lagi. Ketentuan – ketentuan atau dasar hukum yang dinyatakan tidak berlaku lagi diantaranya adalah :

a. Ordonansi Pajak Kenderaan Bermotor 1934 b. Ordonansi Pajak Potong 1936

c. Undang – undang Nomor 12 tahun 1947 tentang Pajak Radio sebagaimana telah ditambah dan diubah dengan Undang – Undang Darurat Nomor 25 tahun 1957

d. Undang – undang Nomor 14 tahun 1947 tentang Pajak Pembangunan I sebagaimana telah ditambah dan diubah dengan Undang – Undang Darurat Nomor 25 Tahun 1957

e. Pasal 3 ayat 1 huruf e,f,g, dan h Undang – undang Nomor 32 Tahun 1956 tentang Perimbangan Keuangan antara Negara dan Daerah – daerah yang berhak mengurus rumah tangganya sendiri

f. Undang – undang Darurat Nomor 11 tahun 1957 tentang Peraturan Umum Pajak Daerah

(13)

37 Ibid hlm 36

g. Undang – undang Darurat Nomor 12 tahun 1957 tentang Peraturan umum Retribusi daerah

h. Undang – undang Nomor 74 Tahun 1958 tentang Pajak Bangunan Asing sebagaimana telah ditambah dan di ubah dengan Undang – undang darurat Nomor 87 tahun 1958

i. Undang – undang No 27 Prp. Tahun 1959 tentang Bea Balik Nama Kenderaan Bermotor dan

j. Undang – undang Nomor 10 tahun 1968 tentang penyerahan Pajak – pajak Negara, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bangsa Asing, dan Pajak Radio kepada daerah 37

Namun karena perkembangan politik di Indonesia bergerak begitu cepat khusus dalam hal sistem pemerintahan daerah yang dapat kita lihat dengan lahirnya Undang – undang Nomor 22 tahun 1997 tentang Pemerintahan Daerah, yang mengatur tentang pemberian otonomi yang lebih luas kepada daerah serta lahirnya Undang – undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah maka tentu perubahan ini juga berpengaruh terhadap dasar hukum peraturan pajak dan retribusi di Indonesia, mengingat Undang – undang Nomor 18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi dibuat dengan didasarkan pada Undang – Undang Nomor 5 tahun 1974 tentang Pemerintahan Daerah, untuk menyesuaikan perubahan tersebut pemerintah dan DPR menganggap perlu untuk mengubah Undang – Undang Nomor 18 tahun 1997 dengan melahirkan Undang – undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Undang – undang Nomor 18 tahun 1997 tentang Pajak daerah dan

(14)

38 Ibid hlm 40

Retribusi Daerah, yang di undangkan dan mulai berlaku pada tanggal 20 Desember 2000.

Sejalan dengan tujuan yang ingin dicapai dengan pembentukan Undang – undang nomor 34 tahun 2000, maka undang – undang tersebut menetapkan ketentuan – ketentuan pokok yang memberikan pedoman kebijakan dan arahan bagi daerah dalam pelaksanaan pemungutan pajak dan retribusi daerah, sekaligus menetapkan pengaturan untuk menjamin penerapam prosedur umum perpajakan daerah dan retribusi daerah. Meskipun beberapa jenis pajak dan retribusi daerah sudah ditetapkan dalam Undang – undang Nomor 34 tahun 2000 tentang Perubahan Undang – undang Nomor 18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah , daerah kabupaten / kota diberi peluang dalam menggali potensi sumber – sumber keuangannya dengan menetapkan jenis pajak dan retribusi selain yang telah ditetapkan sepanjang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dan sesuai dengan aspirasi masyarakat.38

Karena perubahan sistim pemerintah daerah dan perimbangan keuangan pusat dan daerah terus berkembang yang ditandai dengan Undang – undang pemerintahan daerah yang telah diganti menjadi Undang – Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan dengan beberapa kali perubahan yang terakhir dengan undang – undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang – Undang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah maka untuk menyesuaikan kebijakan otonomi daerah tersebut sehingga lahir pulalah Undang - Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang

(15)

39 Pengertian Pajak dan Retribusi, http://wandylee.wordpress.com/tag/perbedaan-pajak-dan-retribusi/ diakses 12 februari 2014

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang mulai berlaku sejak tanggal 1 januari 2010.

Adapun pokok – pokok perubahan dari Undang – undang nomor 34 tahun 2000 tentang Perubahan Undang – undang Nomor 18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Undang – undang Nomor 28 tahun 2009 adalah :

a. Mengubah sistim pemungutan pajak dan retribusi daerah b. Memperluas objek pajak daerah dan retribusi daerah c. Menambah jenis pajak daerah dan retribusi daerah d. Menaikkan tarif maksimum beberapa pajak daerah e. Memberikan diskresi penetapan tarif pajak kepada daerah f. Mengubah sistim pengawasan

g. Mengenakan sanksi bagi yang melanggar ketentuan PDRD h. Bagi Hasil Pajak Provinsi

i. Earmarking

j. Insentif Pemungutan 39

Undang – undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak dan Daerah ini lah yang samapai sekarang tetap menjadi suatu acuan atupun landasan yuridis dalam hal pemungutan pajak dan retribusi daerah di Indonesia ditambah dengan Peraturan – peraturan pemerintah yang mendukung palaksannaannya seperti PP No 65 tahun 2001 tentang Pajak Daerah dan PP No 66 tahun 2001 tentang Retribusi Daerah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Dalam Negeri,

(16)

40 Marihot P Siahaan. Op.Cit hlm 7

Keputusan Menteri Keuangan dan Peraturan Daerah Provinsi ataupun Peraturan Daerah Kabupaten/ Daerah bidang pajak dan retribusi.

Sebagaimana hal di atas bahwa peraturan yang berlaku untuk mengatur Retribusi Dearah di kota Padangsidimpuan diatur dalam Perda Nomor 05 Tahun 2010 tentang Retribusi Jasa usaha.

C. Perbedaan Pajak dan Retribusi Daerah

Dalam kehidupan kita tentu kita seringkali mendengar istilah tentang pajak dan juga retribusi. Kedua istilah tersebut baik pajak maupun retribusi dalam praktiknya sama – sama berupa pungutan. Namun ada beberapa hal yang membedakan keduanya. Di setiap tempat wisata misalnya, tentu kita mendengar istilah biaya retribusi pada saat memasuki tempat wisata tersebut.

Sedangkan istilah pajak kerap kali kita dengar sebagai tagihan terhadap biaya operasional barang yang kita miliki, misalnya pajak sepeda motor. Untuk mengetahui apa perbedaan pajak dan retribusi, kita dapat mencermatinya dari berbagai macam hal.

Dari segi definisinya, secara umum pajak adalah pungutan dari masyarakat oleh negara ( pemerintah ) berdasarkan undang – undang yang bersifat dapat dipaksakan dan terutang oleh yang wajib membayarnya dengan tidak medapat prestasi kembali ( kontra prestasi / balas jasa secara langsung, yang hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran negara dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.40 Contohnya adalah PPh dan PPN.

(17)

Ditinjau dari lembaga pemungutannya, Pajak dibedakan menjadi dua, yaitu pajak pusat ( disebut jupa pajak negara ) dan pajak daerah. Pembagian jenis pajak ini di Indonesia terkait dengan hierarki pemerintahan yang berwenang menjalankan pemerintahan dan memungut sumber pendapatan negara, khususnya pada masa otonomi daerah dewasa ini. Secara garis besar, hierarki pemerintahan di Indonesia dibagi menjadi dua, yaitu pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Kemudian pemerintah daerah dibagi lagi menjadi dua, yaitu pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten / kota. Dengan demikian, pembagian jenis pajak menurut lembaga pemungutannya di Indonesia dibagi menjadi dua, yaitu pajak pusat dan pajak daerah, dan pajak daerah yang terbagi dua yaitu pajak provinsi dan pajak kabupaten / kota. Setiap tingkatan pemerintah hanya dapat memungut pajak yang ditetapkan menjadi kewenangannya, dan tidak boleh memungut pajak yang bukan kewenanngannya. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari adanya tumpang tindih ( perebutan kewenangan ) dalam pemungutan pajak terhadap masyarakat.

Pajak pusat adalah pajak yang ditetapkan oleh pemerintah pusat melalui undang – undang , yang wewenang pemungutannya ada pada pemerintah pusat dan hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah pusat dan pembangunan. Pajak pusat dipungut oleh pemerintah pusat yang penyelengaraanya dilaksanakan oleh Kementrian Keuangan Republik Indonesia dan hasilnya digunakan untuk pembiayaan rumah tangga negara pada umumnya. Pajak yang termasuk pajak pusat di Indonesia saat ini adalah Pajak Penghasilan ( PPh ), Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa ( PPN ), Pajak Penjualan

(18)

41Ibid hlm 9

42Undang -Undang Nomor 28 Tahun 2009 .Op.Cit. Pasal 1 Angka 10

atas Barang Mewah ( PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan ( PBB ), Bea Materai, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ( BPHTB ), serta Bea masuk, Bea Keluar ( Pajak ekspor ) , dan Cukai ( yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementrian Keuangan Republik Indonesia ).41

Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.42 Dengan demikian, pajak daerah merupakan pajak yang ditetapkan oleh pemerintah daerah dengan Peraturan Daerah ( PERDA ) , yang wewenang pemungutannya dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran daerah dalam melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah. Karena pemerintah daerah di Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten / kota, yang diberi kewenangan untuk melaksanakan otonomi daerah, sehingga pajak daerah pun dibagi atas dua bagian yaitu pajak provinsi dan pajak kabupaten kota.

Berdasarkan definisi pajak, dapat ditarik kesimpulan tentang ciri – ciri yang melekat pada pengertian pajak, yaitu sebagai berikut :

a. Pajak dipungut oleh negara, baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, berdasarkan kekuatan undang – undang serta aturan pelaksananya b. Pembayaran pajak harus masuk kepada kas negara, yaitu kas pemerintah pusat

(19)

43 Amin widjaya Tunggal, Pelaksanaan Pajak Penghasilan Perseorangan ( Jakarta: Rineka cipta, 1991 ) hlm 15

44Adrian Sutedi . Op.Cit. hlm 74 - 75

c. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontra prestasi individu oleh pemerintah ( tidak ada imbalan langsung yang diperoleh si pembayar pajak). Dengan kata lain tidak ada hubungan lansung antara jumlah pembayaran pajak dengan kontra prestasi secara individu

d. Penyelenggara pemeritahan secara umum merupakan manifestasi kontra prestasi dari negara kepada para pembayar pajak

e. Pajak dipungut karena adanya suatu keadaan, kejadian, perbuatan yang menurut peraturan perundang – undangan pajak dikenakan pajak

f. Pajak memiliki sifat dapat dipaksakan. Artinya wajib pajak yang tidak memenuhi kewajiban pembayaran pajak, dapat dikenakan sanksi, baik sanksi pidana maupun denda sesuai dengan ketentuan yang berlaku.43

Sedangkan ciri – ciri yang melekat pada retribusi, yaitu sebagai berikut : a. Retribusi dipungut oleh negara

b. Dalam pungutan terdapat paksaan secara ekonomis

c. Adanya kontra prestasi yang secara langsung dapat ditunjuk

d. Retribusi dikenakan kepada setiap orang / badan yang menggunakan / mengenyam jasa – jasa yang disediakan oleh negara.44

Dari definisi serta ciri – ciri pajak dan retribusi tersebut dapat disimpulkan suatu persamaan bahwa pajak dan retribusi merupakan suatu pungutan yang dipungut oleh negara yang digunakan untuk membiayai pengeluaran negara dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.

(20)

45 Slamet Munawir, et. Al Perpajakan untuk SLTA ( Yogyakarta : BPEE UGM, 1990 ) hlm 4

a. Kontra Prestasinya. Pada retribusi kontra prestasinya dapat ditunjuk secara langsung dan secara individu dan golongan tertentu sedangkan pada pajak kontra prestasinya tidak dapat ditunjuk secara langsung

b. Balas jasa pemerintah. Hal ini dikaitkan dengan tujuan pembayaran, yaitu pajak balas jasa pemerintah berlaku untuk umum ; seluruh rakyat menikmati balas jasa, baik yang membayar pajak maupun yang dibebaskan dari pajak. Sebaliknya pada retribusi balas jasa negara / pemerintah berlaku khusus, hanya dinikmati oleh pihak yang telah melakukan pembayaran retribusi. c. Sifat pungutunnya. Pajak bersifat umum artinya berlaku untuk semua orang

yang memenuhi syarat untuk dikenakan pajak, sementara itu retribusi hanya berlaku untuk orang tertentu, yaitu yang menikmati jasa pemerintah yang dapat ditunjuk.

d. Sifat pelaksanaannya. Pemungutan retribusi didasarkan atas peraturan yang berlaku umum dan dalam pelaksanaannya dapat dipaksakan, yaitu setiap orang yang ingin mendapatkan suatu jas tertentu dari pemerintah harus membayar retribusi , jadi sifat paksaan pada retribusi bersifat ekonomis sehingga pada hakekatnya diserahkan pada pihak yang bersangkutan untuk membayar atau tidak. Hal ini berbeda dengan pajak, sifat paksaan pada pajak adalah yuridis, artinya bahwa setiap orang yang melanggarnya akan mendapat sanksi hukuman, baik berupa sanksi pidana maupun denda

e. Lembaga atau badan pemungutnya. Pajak dapat dipungut oleh pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah sedangkan retribusi hanya dapat dipungut oleh pemerintah daerah.45

(21)

D. Pengaruh Retribusi Terhadap Pendapatan Asli Daearah

Otonomi daerah yang ditandai dengan lahirnya Undang - Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintah daerah dan disempurnakan dalam Undang – Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah kemudian dirubah dengan Perpu Nomor 3 tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang kemudian ditetapkan dengan Undang – Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Perpu Atas Perubahan Undang – Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah menjadi Undang – Undang dan diperbaharui lagi dengan Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Undang - Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah serta lahirnya Undang – undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah merupakan pemberdayaan daerah dalam pengambilan keputusan daerah yang lebih leluasa untuk mengelola sumber daya yang dimiliki dengan potensi dan kepentingan daerah itu sendiri dan tidak bergantung subsidi dari pusat. Dengan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab, setiap daerah dituntut untuk dapat menggali sumber-sumber keuangan di daerahnya.

Sumber keuangan tersebut berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Jika PAD meningkat maka dana yang dimiliki oleh pemerintah daerah akan lebih tinggi dan tingkat kemandirian daerah akan meningkat pula, sehingga mampu mendorong perekonomian dan pembangunan daerah tersebut, yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan masyarakat secara umum.

(22)

46 Pengaruh Pajak & Retribusi Terhadap PAD, http://nanangbudianas.blogspot.com/2013/01/pengaruh-pajak-daerah-dan-retribusi_25.html ,di akses 12 februari 2014

47 Undang Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan

Atau dengan kata lain dalam mendukung peran dari pada otonomi Daerah ,Pemerintah Daerah harus dapat menjalankan rumah tangganya secara mandiri dan dalam upaya peningkatan kemandirian tersebut pemerintah dituntut untuk mampu meningkatkan pendapatan asli daerahnya. Pendapatan Asli Daerah merupakan salah satu sumber pembelanjaan daerah, jika PAD meningkat maka dana yang dimiliki oleh pemerintah daerah akan bertambah sehingga mampu mendorong tingkat kemandirian daerah tersebut.

Menurut Mardiasmo (2002;132), Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.

Menurut Halim (2007;96), Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah berupa pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah.46

Menurut Undang – Undang Nomor 25 Tahun 1999 yang kemudian direvisi dengan Undang - Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah dinyatakan bahwa; “Pendapatan Asli Daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh Daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.47

Dari definisi Pendapatan Asli Daerah yang dikemukakan oleh beberapa ahli di atas pada dasarnya memiliki karakteristik yang sama. Maka dapat ditarik

(23)

48Ibid Pasal 6

suatu kesimpulan bahwa pendapatan asli daerah adalah segala penerimaan daerah setempat yang bersumber dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah.

Di dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah disebutkan bahwa sumber pendapatan daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah, Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak.

Pendapatan Asli Daerah sendiri terdiri dari: 1) Pajak daerah

2) Retribusi daerah

3) Hasil pengolahan kekayaan daerah yang dipisahkan 4) Lain-lain PAD yang sah.48

Dalam hal jenis Jenis pajak daerah dan retribusi daerah dirinci menurut objek pendapatan sesuai dengan undang-undang tentang pajak daerah dan retribusi daerah.

Jenis hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dirinci menurut objek pendapatan yang mencakup bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah / BUMD, bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah / BUMN, dan bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat Jenis lain-lain PAD yang sah disediakan untuk menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam pajak daerah, retribusi daerah dan hasil pengeloaan kekayaan daerah yang dipisahkan dirinci menurut objek pendapatan yang mencakup hasil

(24)

penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah, penerimaan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah, penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing, pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan, pendapatan denda pajak, pendapatan denda retribusi.hal di atas dapat kita lihat pada pasal 6 ayat 2 Undang – undang nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

PAD merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah, dan salah satu sumber PAD yang memiliki kontribusi terbesar berasal dari Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan salah satu bentuk peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan sumber pendapatan daerah yang penting untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah.

Pajak dan retribusi daerah sebagai sumber penerimaan daerah telah dipungut di Indonesia sejak awal kemerdekaan Indonesia. Sumber penerimaan ini terus dipertahankan sampai dengan era otonomi daerah dewasa ini. Penetapan pajak dan retribusi daerah sebagai sumber penerimaan daerah ditetapkan dengan dasar hukum yang kuat, yaitu dengan undang-undang, khususnya undang-undang tentang pemerintahan daerah maupun tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah.

(25)

Dengan adanya suatu otonomi tersebut dalam hal membiayai pemerintahan secara mandiri maka pemerintah daerah tentu harus berusaha semaksimal mungkin untuk mencari atau menegelola sumber penerimaan daerah termasuk didalamnya pengelolaan retribusi karena mengingat pajak dan retribusi termasuk kontrubusi terbesar pada sumber pendapatan asli daerah semakin besar pemasukan hasil dari pada pajak daerah dan retribusi daerah maka semakin besar jumlah pendapatan asli daerah tersebut begitu juga sebaliknya apabila pengelolaan pajak dan retribusi di suatu daerah tidak efisien dalam pengelolaannya tentu tidak akan memberikan suatu kontribusi yang besar terhadap pendapatan asli daerah.

Sehingga dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pengeloalaan pajak dan retribusi juga mempunyai peranan penting dalam peningkatan Pendapatan Asli Daerah yang diharapkan mampu membiayai dalam hal pelaksanaan pemerintah serta dalam pembangunan daerah yang berujung pada peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat.

Referensi

Dokumen terkait

Több mint tízszeres eltérés volt például a fajlagos könyvtári kölcsönzések tekintetében a lista elején és végén kullogó települések között, igen csak eltért

Pembuatan Aplikasi Pengenalan Budaya Sumatera untuk Anak-anak menggunakan Adobe Flash CS4, diharapkan mampu membuat proses belajar kebudayaan menjadi cukup menyenangkan untuk

Untuk menjadikan satu topologi maka dibuatlah teknik load balancing dengan memanfaatkan fitur yang terdapat pada router Mikrotik dengan cara menggabungkan 3 ISP

Pekerjaan komunikasi di dalam pengertian hubungan masyarakat melibatkan usaha mengirimkan atau meyampaikan pesan yang berupa lambang, bahasa lisan, tertulis, atau gambar dari sumber

Keunggulan yang dimiliki oleh Flash ini adalah ia mampu diberikan sedikit code pemograman baik yang berjalan sendiri untuk mengatur animasi yang ada didalamnya atau

Skripsi sarjana Monang Butar-Butar tentang Analisis tekstual dan musikologi tangis beru sijahe Pakpak Dairi di desa Silima Kuta Kecamatan Salak.. Mengapa harus menangis? Hal

Tetapi tidak semua pernikahan berbeda etnis dapat berjalan dengan baik, karena perbedaan etnis yang terjadi menimbulkan hambatan dalam proses pelaksanaan pernikahan

ENSO menyebabkan variasi iklim tahunan. Ketika tahun ENSO, sirkulasi zonal di atas Indonesia divergen, sehingga terjadi subsidensi udara atas. Divergensi massa udara