• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori - UPAYA MENINGKATKAN DISIPLIN DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MATERI PECAHAN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BRUNER DI KELAS IV SD NEGERI 2 LESMANA - repository perpustakaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori - UPAYA MENINGKATKAN DISIPLIN DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MATERI PECAHAN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BRUNER DI KELAS IV SD NEGERI 2 LESMANA - repository perpustakaan"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Sikap Disiplin

a. Pengertian Disiplin

Para ahli mengungkapkan berbagai pengertian tentang disiplin. Wijaya (2014: 97) bahwa kata disiplin berasal dari bahasa Inggris discipline yang berakar dari kata disciple yang berarti siswa, pengikut,

penganut, atau seseorang yang menerima pengajaran dan menyebarkan ajaran tersebut. Disiplin yang berasal dari kata dicipline berarti peraturan yang harus diikuti; bidang ilmu yang dipelajari; ajaran; hukuman atau etika, norma, dan tata cara bertingkah laku. Disciplinary adalah model atau cara untuk memperbaiki atau hukuman pelanggaran aturan (discipline). Pengertian disiplin secara umum adalah tindakan individu untuk melaksanakan serta menaati peraturan, tata tertib, dan norma yang berlaku di lembaga tertentu. Oleh karena itu, pelaksanaan disiplin akan senantiasa mengacu pada norma, peraturan, serta patokan yang menjadi unsur penentu perilaku dan juga ada unsur pengendali perilaku supaya sesuai dengan peraturan yang berlaku. Komensky (dalam Koesoema, 2010: 236) kedisiplinan merupakan proses pengajaran, pelatihan, seni mendidik, dan materi kedisiplinan dalam sekolah.

(2)

Disiplin penting diterapkan kepada siswa dari sejak dini. Salahudin dan Alkrienciehie (2013: 54) disiplin yaitu tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. Listyarti (2012: 6) disiplin merupakan tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan pertaturan.

Pendapat para ahli di atas, maka disiplin dapat disimpulkan yaitu tindakan individu untuk menaati dan patuh pada sebuah aturan, tata tertib, norma yang berlaku di sebuah lembaga atau instansi tertentu. Pelaksanaan disiplin mengacu pada norma, aturan, tata tertib yang menjadi patokan perilaku seseorang.

b. Tujuan Disiplin

Disiplin sangat perlu untuk mengatur perilaku dan tata kehidupan anak-anak, remaja, dan kaum muda sebagai prasyarat penting dalam pembentukan sikap, perilaku, dan tata kehidupan. Wijaya (2014: 98) mengatakan bahwa ada empat tujuan disiplin antara lain:

1) Mengetahui dan menyadari mengenai hak milik orang lain.

2) Mengerti larangan dan segera menurut untuk menjalankan kewajiban.

3) Mengerti tingkah laku yang baik dan buruk.

(3)

Kedisiplinan sangat penting diterapkan di sekolah, karena kedisiplinan memiliki tujuan. Komensky dalam (Koesoema, 2010: 235) yaitu sebagai berikut:

1) Kedisiplinan hanya diterapkan bagi siswa yang melanggar keteraturan. Namun itu diterapkan bukan karena siswa melanggarnya, sebab apa yang sudah terjadi tetaplah terjadi melainkan agar para pelanggar itu tidak lagi mengulangnya.

2) Materi bagi kedisiplinan bukanlah hal-hal yang berkaitan dengan pembelajaran atau hal-hal yang berkaitan dengan sekolah, melainkan kebiasaan-kebiasaan buruk siswa sehingga pembelajaran dan sekolah itu tertata dengan baik. Kedisiplinan akan memikat hati siswa yang memiliki kebiasaan buruk yang merugikan belajarnya.

3) Kedisiplinan mulai menampakkan pertumbuhannya, sama seperti biji tanaman yang tumbuh.

(4)

c. Fungsi Disiplin

Disiplin sangat perlu diterapkan kepada siswa pada saat proses pembelajaran di sekolah. Wijaya (2014: 98) disiplin berfungsi untuk menata kehidupan bersama, membangun kepribadian, melatih kepribadian, memaksa, hukuman, serta menciptakan lingkungan yang kondusif.

d. Indikator Disiplin

Disiplin terdiri dari beberapa indikator sebagai acuan membuat skala sikap tentang kedisiplinan. Hasan, H.A., dkk (2011:33) indikator-indikator disiplin untuk kelas 4, 5, dan 6 adalah sebagai berikut:

1) Menyelesaikan tugas tepat pada waktunya.

2) Saling menjaga antar teman agar semua tugas-tugas kelas terlaksana dengan baik.

3) Selalu mengajak teman menjaga ketertiban kelas.

4) Mengingatkan teman yang melanggar peraturan dengan kata-kata yang sopan dan tidak menyinggung perasaan.

5) Berpakaian sopan dan rapi. 6) Mematuhi aturan sekolah. e. Aspek Disiplin

(5)

yang baik kepada siswa. Wijaya (2014: 99) mengatakan bahwa ada tiga aspek disiplin, antara lain sebagai berikut:

1) Sikap mental, yaitu sikap tata tertib, sebagai hasil latihan pengendalian pikiran dan pengendalian watak.

2) Pemahaman baik mengenai sistem aturan tingkah laku, sehingga menumbuhkan kesadaran untuk memahami disiplin sebagai aturan yang membimbing perilaku.

3) Sikap dan tingkah laku yang secara wajar menunjukkan kesungguhan hati untuk menaati segala hal secara cermat.

Pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa aspek disiplin yaitu sikap mental, pemahaman baik mengenai pemahaman sistem aturan tingkah laku, pemahaman sikap dan pemahaman tingkah laku. Aspek disiplin ini diterapkan pada siswa bukan hanya sebagai kebiasaan hidup melainkan menyangkut ketaatan dari pemahaman mengenai pemahaman sistem aturan tingkah laku, pemahaman sikap dan pemahaman tingkah laku.

f. Ciri-ciri Orang yang Disiplin

Memiliki sikap disiplin bukan dari bakat melainkan dari pembiasaan-pembiasaan yang dilakukan secara terus menerus. Wijaya (2014: 100) beberapa ciri khusus yang dapat menunjuk pada sikap disiplin antara lain:

(6)

mana saja. Sebagai pelajar, siswa taat pada jam masuk sekolah, mengikuti pelajaran secara teratur, mengerjakan pekerjaan rumah dan tugas lainnya dengan yang diberikan oleh guru, serta memberi salam pada guru dan berlaku sopan melalui kata-kata maupun perbuatan.

2) Loyal terhadap norma dan aturan. Orang yang ingin menanamkan disiplin di dalam dirinya adalah orang yang setia dalam menjalankan norma dan aturan yang berlaku di sekolah, rumah, dan masyarakat. Sebagai pelajar, siswa menaati peraturan sekolah seperti tidak pulang setelah pelajaran selesai, tidak berkata kotor, dan tidak berkelahi.

3) Mampu membedakan tindakan yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Siswa memahami tindakan yang sesuai dan tidak sesuai dengan aturan. Sebagai pelajar, siswa masuk sekolah pada jam 07.00 pagi, kecuali terjadi peristiwa tertentu yang tidak terencana. 4) Mampu mengendalikan diri. Siswa harus mengendalikan

kemarahan, keinginan diri yang tidak sesuai dengan norma dan aturan yang ada dalam agama maupun budaya masyarakat. Sebagai pelajar, ketika melihat banyak teman yang mencontek, siswa mampu mengendalikan diri untuk tidak mencontek.

(7)

tepat waktu serta menyeimbangkan waktu untuk belajar dan bermain.

g. Akibat Tidak Disiplin di Sekolah

Ketidakdisiplinan berakibat berbahaya untuk individu yang mengalaminya. Wijaya (2014: 103) bahwa ketidakdisiplinan disebut dengan indisipliner. Akibat tidak disiplin siswa akan berpengaruh pada prestasi siswa yang rendah dan perilaku yang menyimpang. h. Poin yang di Langgar Siswa

Siswa sering melakukan pelanggaran-pelanggaran sekolah dengan sengaja maupun tidak sengaja. Wijaya (2014: 107 ) beberapa poin yang sering kali dilanggar oleh siswa antara lain, sebagai berikut: 1) Terlambat masuk kelas.

2) Keluar kelas saat ada pelajaran di kelas atau tidak mengikuti salah satu pelajaran.

3) Tidak mengerjakan tugas atau PR.

4) Tidak masuk sekolah tanpa alasan yang jelas atau membolos. 5) Membawa barang-barang ke sekolah yang tidak ada hubungannya

dengan pelajaran.

6) Membuat gaduh saat proses belajar mengajar di kelas. 7) Suka iseng mencorat-coret tembok atau bangku di sekolah.

8) Memakai seragam yang tidak sesuai dengan peraturan yang ditetapkan oleh sekolah.

(8)

Siswa melanggar aturan sekolah karena malas, tidak semangat mengikuti aturan yang bisa menumbuhkan sikap positif di dalam dirinya. Siswa tidak mau berdisiplin diri sendiri atau mungkin juga siswa yang hanya cari muka dengan cara yang salah. Jika siswa masih malas dan tidak disiplin, sejak saat itu mereka merasa tidak nyaman dengan peraturan sekolah. Jika siswa mau meninggalkan sifat-sifat buruk tersebut, mereka tidak akan merasa berat dengan peraturan sekolah.

Peraturan sekolah memberikan dampak positif untuk prestasi belajar siswa meningkat dan mereka menjadi remaja berdisiplin tinggi serta menghargai waktu. Siswa perlu mengetahui bahwa peraturan sekolah melatih mereka seterusnya sampai mereka menjadi mandiri karena ketika mereka memasuki dunia kampus, lingkungan tempat tinggal, serta dunia kerja, mereka tidak akan pernah lepas dari yang namanya peraturan sekolah sehingga ketika mereka dewasa akan terbiasa dan merasa bahwa peraturan di sekeliling bukan beban. i. Pembinaan Disiplin di Sekolah

(9)

cara untuk mendisiplinkan siswa dengan berbagai strategi, oleh karena itu guru perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1) Mempelajari pengalaman siswa di sekolah melalui catatan komulatif;

2) Mempelajari nama-nama siswa secara langsung, misalnya melalui daftar hadir di kelas;

3) Mempertimbangkan lingkungan sekolah dan lingkungan siswa; 4) Memberikan tugas yang jelas, dapat dipahami, sederhana dan tidak

bertele-tele;

5) Menyiapkan kegiatan sehari-hari agar apa yang dilakukan dalam pembelajaran sesuai dengan yang direncanakan, tidak terjadi banyak penyimpangan;

6) Berdiri di dekat pintu pada waktu mulai pergantian pelajaran agar siswa tetap berada dalam posisinya sampai pelajaran berikutnya dilaksanakan;

7) Bergairah dan semangat dalam melakukan pembelajaran, agar dijadikan teladan oleh siswa;

8) Berbuat sesuatu yang bervariasi, jangan monoton, sehingga membantu disiplin dan gairan belajar siswa;

9) Menyesuaikan ilustrasi dan argumentasi dengan kemampuan siswa, jangan memaksakan siswa sesuai pemahaman guru, atau mengukur siswa dari kemampuan siswa ;

(10)

2. Prestasi Belajar a) Pengertian Belajar

Belajar merupakan usaha sadar yang dilakukan oleh seseorang agar mengalami perubahan kearah yang lebih baik. Slameto dalam (Djamarah, 2008: 13) menyatakan bahwa belajar merupakan suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Slameto dalam (Hadis dan Nurhayati, 2010: 60) belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi individu dengan lingkungannya. Bruner dalam (Al-Tabany, 2014: 17) bahwa belajar adalah suatu proses aktif dimana siswa membangun pengetahuan baru berdasarkan pada pengalaman atau pengetahuan yang sudah dimilikinya. Al-Tabany (2014: 18) belajar secara umum diartikan sebagai perubahan individu yang terjadi melalui pengalaman, bukan karena pertumbuhan atau perkembangan tubuhnya atau karakteristik seseorang sejak lahir.

(11)

b) Ciri-Ciri Belajar

Hakikat belajar adalah perubahan tingkah laku, maka ada beberapa perubahan tertentu yang dimasukkan ke dalam ciri-ciri belajar. Djamarah (2008: 15) ciri-ciri belajar antara lain sebagai berikut:

1) Perubahan yang Terjadi Secara Sadar

Perubahan yang terjadi secara sadar berarti individu yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan itu atau sekurang-kurangnya individu merasa telah terjadi adanya suatu perubahan dalam dirinya. Misalnya siswa menyadari bahwa pengetahuannya bertambah, kecakapannya bertambah, kebiasaannya bertambah. 2) Perubahan dalam Belajar Bersifat Fungsional

(12)

3) Perubahan dalam Belajar Bersifat Positif dan Aktif

Perubahan belajar bersifat positif selalu bertambah dan tertuju untuk memperoleh suatu yang lebih baik dari sebelumnya, makin banyak usaha belajar itu dilakukan, makin banyak dan makin baik perubahan yang diperoleh. Perubahan yang bersifat aktif artinya bahwa perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan karena usaha individu sendiri misalnya, perubahan tingkah laku karena proses kematangan yang terjadi dengan sendirinya karena dorongan dari dalam, tidak termasuk perubahan dalam pengertian belajar.

4) Perubahan dalam Belajar Bukan Bersifat Sementara

Perubahan yang bersifat sementara yang terjadi hanya untuk beberapa saat saja, seperti berkeringat, keluar air mata, menangis tidak dapat digolongkan sebagai perubahan dalam pengertian belajar. Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat menetap atau permanen, ini berati bahwa tingkah laku yang terjadi setelah belajar akan bersifat menetap, misalnya “kecakapan seorang anak dalam memainkan piano setelah belajar”, tidak akan hilang, melainkan akan terus dimiliki dan bahkan semakin berkembang bila terus dipergunakan atau dilatih.

5) Perubahan dalam Belajar Bertujuan atau Terarah

(13)

mengetik dapat mencapai dengan belajar mengetik, atau tingkat kecakapan mana yang dicapai”. Perbuatan belajar yang dilakukan senantiasa terarah pada tingkah laku yang telah ditetapkan.

6) Perubahan Mencakup Seluruh Aspek Tingkah Laku

Perubahan yang diperoleh individu setelah melalui suatu proses belajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku. Jika seseorang belajar sesuatu, sebagai hasilnya siswa akan mengalami perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap kebiasaan, keterampilan, dan pengetahuan, miisalnya “jika seorang anak telah belajar naik sepeda”, maka perubahan yang paling tampak adalah dalam ketrampilan naik sepeda itu, akan tetapi anak telah mengalami perubahan-perubahan lainnya seperti pemahaman tentang cara kerja sepeda, pengetahuan tentang jenis-jenis sepeda, pengetahuan tentang alat-alat sepeda, cita-cita untuk memiliki sepeda yang lebih bagus, kebiasaan membersihkan sepeda, dan sebagainya. Jadi, aspek perubahan yang satu berhubugan erat dengan aspek lainnya.

(14)

c) Pengertian Prestasi Belajar

Prestasi belajar pada umumnya berkenaan dengan aspek pengetahuan siswa. Arifin (2011: 12) kata “prestasi “ berasal dari bahasa Belanda yaitu prestatie. Kemudian dalam bahasa Indonesia menjadi “prestasi” yang berarti ”hasil usaha”. Istilah “prestasi belajar”

(achievement) berbeda dengan “hasil belajar” (learning outcome). Arifin (2011: 12) mengungkapkan prestasi belajar merupakan suatu masalah yang bersifat perenial dalam sejarah kehidupan manusia, karena sepanjang rentang kehidupanya manusia selalu mengejar prestasi menurut bidang dan kemampuan masing-masing. Ahmadi dan Supriyono (2013: 138) mengatakan prestasi belajar yang dicapai seseorang merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang mempengaruhinya baik dari dalam diri (faktor internal) maupun dari luar diri (faktor eksternal) individu. Pengenalan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar penting sekali artinya dalam rangka membantu siswa dalam mencapai prestasi belajar yang sebaik-baiknya.

(15)

prestasi belajar (achievement) semakin terasa penting untuk dibahas, karena mempunyai beberapa fungsi utama antara lain:

1) Prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai siswa.

2) Prestasi belajar sebagai lambang pemuasan hasrat ingin tahu. Para ahli psikologi biasanya menyebut hal ini sebagai “tendensi

keingintahuan (couriosity) dan merupakan kebutuhan umum manusia.”

3) Prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan. Asumsinya adalah prestasi belajar dapat dijadikan pendorong bagi siswa dalam meningkatkan ilmu pengetahuan dan berperan sebagai umpan balik (feedback) dalam meningkatkan mutu pendidikan. 4) Prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern dari institusi

pendidikan. Indikator intern dalam arti bahwa prestasi belajar dapat dijadikan indikator tingkat produktivitas suatu institusi pendidikan. Asumsinya adalah kurikulum yang digunakan bersangkut-paut dengan kebutuhan masyarakat dan siswa. Indikator ekstern dalam arti bahwa tinggi rendahnya prestasi belajar dapat dijadikan indikator tingkat kesuksesan siswa di masyarakat. Asumsinya adalah kurikulum yang digunakan bersangkut-paut pula dengan kebutuhan masyarakat.

(16)

Beberapa fungsi di atas, maka pentingnya guru mengetahui dan memahami prestasi belajar siswa, baik secara perseorangan maupun secara kelompok , karena fungsi prestasi tidak hanya sebagai indikator kualitas institusi pendidikan. Fungsi prestasi belajar tetapi juga bermanfaat sebagai umpan balik bagi guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. Menurut Ahmadi dan Supriyono (2013: 138) faktor internal yang mempengaruhi prestasi belajar siswa sebagai berikut:

1) Faktor jasmaniah (fisiologi) baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh, yang termasuk faktor ini misalnya penglihatan, pendengaran, struktur tubuh, dan sebagainya.

2) Faktor psikologis baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh terdiri atas:

a) Faktor intelektif yang meliputi:

(1) Faktor potensial yaitu kecerdasan dan bakat

(2) Faktor kecakapan nyata yaitu prestasi yang telah dimiliki. b) Faktor non-intelektif, yaitu unsur-unsur kepribadian tertentu

seperti sikap, kebiasaan, minat, kebutuhan, motivasi, emosi, penyesuaian diri.

3) Faktor kematangan fisik maupun psikis.

Prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor eksternal. Beberapa faktor eksternal yaitu sebagai berikut (Ahmadi dan Supriyono, 2013: 138):

(17)

(2) Lingkungan sekolah; (3) Lingkungan masyarakat; (4) Lingkungan kelompok;

b) Faktor budaya seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi, kesenian.

c) Faktor lingkungan fisik seperti fasilitas rumah, fasilitas belajar, iklim.

d) Faktor lingkungan spiritual atau keamanan.

Faktor-faktor tersebut saling berinteraksi secara langsung ataupun tidak langsung dalam mencapai prestasi belajar.

3. Kajian tentang Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar a. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

(18)

menerima pelajaran, sedangkan mengajar berorientasi pada kegiatan proses pembelajaran yang harus dilakukan oleh guru sebagai pemberi pelajaran. Kedua aspek ini akan berkolaborasi secara terpadu menjadi suatu kegiatan pada saat terjadi interaksi antara guru dengan siswa, serta antara siswa dengan siswa di dalam pembelajaran matematika sedang berlangsung.

Pendapat para ahli di atas, pembelajaran dapat disimpulkan yaitu komunikasi yang terjadi antara guru dengan siswa yang terkolaborasi menjadi satu kegiatan yang sudah terprogram oleh guru. Pembelajaran ini hendaknya membuat siswa aktif dan bermakna yang menekankan pada penyediaan sumber belajar.

Matematika merupakan bidang studi yang diajarkan di SD. Russeffendi ET dalam (Suwaningsih dan Tiurlina, 2006: 3) kata matematika berasal dari perkataan Latin mathematika yang mulanya diambil dari perkataan Yunani mathematike yang berarti mempelajari. Perkataan itu mempunyai asal katanya mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). Kata mathematike berhubungan pula dengan kata lainnya yang hampir sama, yaitu mathein atau mathenein yang artinya belajar (berfikir). Jadi,

(19)

idea, proses dan penalaran. James dan James dalam (Suwaningsih dan Tiurlina, 2006: 4) adalah ilmu tentang logika, mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan lainnya. Matematika terbagi dalam tiga bagian besar yaitu aljabar, analisis dan geometri, tetapi ada pendapat yang mengatakan bahwa matematika terbagi menjadi empat bagian yaitu aritmatika, aljabar, geometris dan analisis dengan aritmatika mencakup teori bilangan dan statistika.

Pengertian tentang matematika belum ada kepastian karena pengetahuan dan pandangan para ahli berbeda-beda. Susanto (2013:185) mengemukakan bahwa matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir dan beragumentasi, memberikan kontribusi dalam penyelesaian masalah sehari-hari dan dalam dunia kerja, serta memberikan dukungan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

(20)

Pembelajaran matematika sangat penting dipelajari oleh siswa di jenjang pendidikan. Susanto (2013: 186) pembelajaran matematika adalah suatu proses belajar mengajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangankan kreativitas berfikir siswa yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan membangun pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasa yang baik terhadap materi matematika.

Pendapat dari para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika merupakan suatu proses belajar yang terjadi antara guru dan siswa untuk meningkatkan kemampuan siswa pada saat belajar matematika. Pembelajaran matematika dipelajari siswa agar dapat menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan matematika.

b. Teori Pembelajaran Matematika

Pembelajaran di tingkat SD, diharapkan pembelajaran penemuan kembali. Heruman (2010: 4) penemuan kembali adalah menemukan suatu cara penyelesaian secara informal dalam pembelajaran di kelas. Walaupun penemuan tersebut sederhana dan bukan hal baru bagi orang yang telah mengetahui sebelumnya, tetapi bagi siswa SD penemuan tersebut merupakan suatu hal yang baru. Bruner dalam (Heruman, 2010: 4) metode penemuannya mengungkapkan bahwa dalam pembelajaran matematika, siswa harus menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang diperlukannya. „Menemukan‟ disini terutama adalah „menemukan lagi‟ (discovery)

(21)

karena itu, kepada siswa materi disajikan bukan dalam bentuk akhir dan tidak diberitahukan cara penyelesaiannya. Pembelajaran matematika, guru harus lebih banyak berperan sebagai pembimbing dibandingkan sebagai pemberi tahu. Tujuan dari metode penemuan adalah untuk memperoleh pengetahuan dengan suatu cara yang dapat melatih berbagai kemampuan kecerdasan siswa, merangsang keingintahuan dan memotivasi kemampuan mereka. Tujuan mengajar hanya dapat diuraikan secara garis besar, dan dapat dicapai dengan cara yang tidak perlu sama bagi setiap siswa.

Pembelajaran matematika harus terdapat keterkaitan antara pengalaman belajar siswa sebelumnya dengan konsep yang akan diajarkan. Matematika menjelaskan bahwa setiap konsep berkaitan dengan konsep lain, maka siswa harus lebih banyak diberi kesempatan untuk melakukan keterkaitan tersebut.

Berdasarkan keterkaitan antarkonsep dalam teori belajar Ausubel, „belajar dapat diklasifikasikan dalam dua dimensi. Pertama, berhubungan dengan cara informasi atau konsep pelajaran yang disajikan pada siswa melalui penerimaan atau penemuan. Kedua, menyangkut cara bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada (telah dimiliki dan diingat siswa tersebut).

(22)

pengetahuan berupa konsep-konsep yang telah dimilikinya”. Siswa juga akan mencoba-coba menghafalkan informasi baru tersebut, tanpa menghubungkan pada konsep-konsep yang ada dalam struktur kognitifnya. Hal ini terjadi belajar hafalan.

Belajar merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh individu untuk mendapatkan pengetahuan baru. Rusffendi dalam (Heruman, 2010: 5) membedakan belajar menghafal dengan belajar bermakna. Belajar menghafal, siswa dapat belajar dengan menghafalkan apa yang sudah diperolehnya. Belajar bermakna adalah belajar memahami apa yang sudah diperolehnya, dan dikaitkan dengan keadaan lain sehingga apa yang siswa pelajari akan lebih dimengerti. Suparno dalam (Heruman, 2010: 5) menyatakan bahwa belajar bermakna terjadi apabila siswa mencoba menghubungkan fenomena baru ke dalam struktur pengetahuan mereka dalam setiap penyelesaian masalah.

Selain belajar penemuan dan belajar bermakna, pada pembelajaran matematika harus terjadi pula belajar secara “kontruktivisme” Piaget, dalam kontruktivisme, kontruksi pengetahuan dilakukan sendiri oleh siswa, sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dan menciptakan iklim yang kondusif.

c. Tujuan Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

(23)

khusus, tujuan pembelajaran matematika di SD, sebagaimana yang disajikan oleh Depdiknas, sebagai berikut:

1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep, dan mengaplikasikan konsep atau alogaritme.

2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami 4) Masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan

menafsirkan solusi yang diperoleh.

5) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk menjelaskan keadaan atau masalah.

6) Memiliki sikap menghargai penggunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari.

d. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Kelas IV

(24)

Tabel 2.1 Penjabaran Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar 6.3.2 Siswa menjumlahkan dua

pecahan biasa berpenyebut sama melalui gambar

6.3.3 Siswa menjumlahkan dua pecahan biasa berpenyebut sama tanpa gambar

6.3.4 Siswa menjumlahkan dua pecahan biasa berpenyebut tidak sama melalui benda konkret

6.3.5 Siswa menjumlahkan dua pecahan biasa berpenyebut tidak sama melalui gambar 6.3.6 Siswa menjumlahkan dua

(25)

4. Bilangan Pecahan Kelas IV

Pecahan merupakan salah satu materi matematika yang diajarkan kepada siswa. Heruman (2010: 43) pecahan dapat diartikan sebagai bagian dari sesuatu yang utuh. Ilustrasi gambar, bagian yang dimaksud adalah bagian yang diperhatikan, yang biasanya ditandai dengan arsiran. Bagian ini yang dinamakan pembilang, adapun bagian yang utuh adalah bagian yang dianggap satuan, dan dinamakan penyebut.

Pusat Pengembangan Kurikulum dan Sarana Pendidikan Badan Penelitian dan Pengembangan Depdikbud dalam (Heruman, 2010: 43) menyatakan bahwa pecahan merupakan salah satu topik yang sulit untuk diajarkan. Kesulitan itu terlihat dari kurang bermaknanya kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru, dan sulitnya pengadaan media pembelajaran. Akibatnya, guru biasanya berlangsung mengajarkan pengenalan angka, seperti pada pecahan , 1 disebut pembilang dan 2 disebut penyebut.

5. Model Pembelajaran Bruner

Model pembelajaran Bruner sangat cocok diterapkan untuk siswa Sekolah Dasar. Bruner (dalam Budiningsih, 2005: 41) perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh cara melihat lingkungan yaitu: enaktif (enactive), ikonik (iconi)c, dan simbolik (symbolic).

(26)

memahami dunia sekitarnya anak menggunakan pengetahuan motorik, misalnya: melalui gigitan, sentuhan, pegangan dan sebagainya.

b. Tahap ikonik, seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal. Maksudnya, dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan perbandingan (komparasi).

c. Tahap simbolik, seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika. Siswa dalam memahami dunia sekitarnya siswa belajar melalui simbol-simbol bahasa, logika, matematika dan sebagainya. Komunikasinya dilakukan dengan menggunakan banyak sistem simbol. Semakin matang seseorang dalam proses berfikirnya, semakin dominan sistem simbolnya. Meskipun begitu, tidak berarti guru tidak lagi menggunakan sistem enaktif dan ikonik. Penggunaan media dalam kegiatan pembelajaran merupakan salah satu bukti masih diperlukannya sistem enaktif dan ikonik dalam proses belajar.

(27)

dan pola struktur yang terdapat dalam benda yang sedang diperhatikannya itu. Keteraturan tersebut kemudian oleh anak dihubungkan dengan sifat yang telah melekat pada dirinya. Peran guru dalam penyelenggaraan pelajaran tersebut yaitu:

a. perlu memahami struktur mata pelajaran

b. pentingnya belajar aktif supaya seorang dapat menemukan sendiri konsep-konsep sebagai dasar untuk memahami dengan benar

c. pentingnya nilai berfikir induktif. Bila dikaji ketiga model penyajian yang dikenal dengan teori Bruner, dapat diuraikan sebagai berikut: 1) Model Tahap Enaktif

Tahap enaktif ini penyajian, yang dilakukan melalui tindakan anak secara langsung terlibat dalam memanipulasi (mengotak-atik) objek. Pada tahap ini anak belajar sesuatu pengetahuan dimana pengetahuan itu dipelajari secara aktif dengan menggunakan benda-benda konkret atau menggunakan situasi nyata, pada penyajian ini siswa tanpa menggunakan imajinasinya atau kata-kata. Siswa akan memahami sesuatu dari berbuat atau melakukan sesuatu.

2) Model Tahap Ikonik

(28)

enaktif tersebut di atas. Bahasa menjadi lebih penting sebagai suatu media berpikir, kemudian seseorang mencapai masa peralihan dan menggunakan penyajian ikonik yang didasarkan pada pengindraan kepenyajian simbolik yang didasarkan pada pemikiran abstrak (membayangkan).

3) Model tahap Simbolik

Tahap simbolik bahasa adalah pola dasar simbolik, siswa memanipulasi simbol-simbol atau lambang-lambang objek tertentu. Tahap simbolik tidak lagi terikat dengan objek-obek seperti pada tahap sebelumnya. Siswa pada tahap ini sudah mampu menggunakan notasi tanpa keterkaitan pada objek nyata. Pada tahap simbolik ini, pembelajaran diwakilkan dalam bentuk-bentuk simbol-simbol abstrak yaitu simbol-simbol yang disepakati dipakai berdasarkan kesepakatan orang-orang dalam bidang yang bersangkutan, baik simbol-simbol verbal (misalnya huruf-huruf, kata-kata, kalimat-kalimat), lambang-lambang matematika, maupun lambang-lambang abstrak yang lain.

Sebagai contoh, dalam mempelajari penjumlahan dua bilangan cacah, pembelajaran akan terjadi secara optimal. Langkah-langkah pembelajaran dalam model pembelajaran Bruner adalah sebagai berikut:

(29)

dengan 2 kelereng, dan kemudian menghitung banyaknya kelereng semua ini merupakan tahap enaktif).

2. Kemudian, kegiatan belajar dilanjutkan dengan menggunakan gambar atau diagram yang mewakili 3 kelereng dan 2 kelereng yang digabungkan tersebut (dan kemudian dihitung banyaknya kelereng semuanya, dengan menggunakan gambar atau diagram tersebut/ tahap yang kedua ikonik, siswa bisa melakukan penjumlahan itu dengan menggunakan pembayangan visual (visual magenary) dari kelereng tersebut. 3. Pada tahap berikutnya yaitu tahap simbolik, siswa melakukan

penjumlahan kedua bilangan itu dengan menggunakan lambang-lambang bilangan, yaitu 3 + 2 = 5.

Pendapat Bruner dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Bruner melalui tiga tahap yaitu enaktif (menggunakan benda nyata), ikonik (menggunakan gambar yang mewakili benda nyata tersebut), dan simbolik (menggunakan simbol-simbol matematika yang telah disepakati). Model Bruner sangat cocok diterapkan untuk jenjang Sekolah Dasar karena melibatkan dengan benda-benda konkret yang sering dijumpai oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari.

B. Hasil Penelelitian yang Relevan

(30)

Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Pada Materi Pecahan Di Kelas VII SMP Negeri 3 Medan” mengatakan bahwa

objek penelitian ini adalah pembelajaran dengan menerapkan teori pembelajaran Bruner untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Data yang dikumpulkan dengan menggunakan tes dan observasi. Tes yang di berikan siswa berupa tes uraian. Observasi yang di lakukan untuk mengetahui aktivitas siswa selama pembelajaran. Penelitian ini di lakukan II siklus. Hasil penelitian tersebut bahwa penerapan teori Bruner dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa, serta aktivitas aktif siswa dalam proses belajar mengajar pada materi operasi hitung pecahan di kelas VII Negeri 23 Medan T.A 2011/ 2012 sehingga pembelajaran dengan teori belajar Bruner ini dapat dijadikan salah satu altenatif pembelajaran.

Penelitian yang dilakukan oleh Lestari, Dewi dalam jurnal penelitiannya dengan judul “Penerapan Teori Bruner Untuk Meningkatkan Hasil Belajar”. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas yang

(31)

enaktif, ikonik, dan simbolik dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV. Hal ini dapat dilihat pada peningkatan hasil belajar siswa untuk ketuntasan klasikal pada siklus I sebesar 73% dan pada siklus II sebesar 95%, untuk daya serap klasikal pada siklus I sebesar 72% dan pada siklus II sebesar 84%. Aktivitas guru pada siklus I diperoleh rata-rata presentase sebesar 79% berada pada kategori cukup dan pada siklus II diperoleh rata-rata presentase 98% berada pada kategori sangat baik. Aktifitas siswa pada siklus I diperoleh rata-rata presentase sebesar 77% berada pada kategori cukup dan pada siklus II diperoleh rata-rata presentase sebesar 97% berada pada kategori sangat baik. Berdasarkan hasil belajar siswa, penerapan teori Bruner dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran simetri lipat di kelas IV Sekolah Dasar 02 Makmur Jaya.

Penelitian yang telah dilakukan oleh Sagala, Agnes Fransisca (2014) yang berjudul “Penerapan Teori Belajar Bruner dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Pada Materi Pecahan Di Kelas VII SMP Negeri 3 Medan” perbedaan dengan penelitian yang saya lakukan yang berjudul “ Upaya Meningkatkan Disiplin dan Prestasi Belajar Matematika Materi Pecahan Melalui Model Pembelajaran Bruner Di Kelas IV SD Negri 2 Lesmana” yaitu terletak pada karakter yang ditingkatkan,

kemampuampuan pemecahan masalah dengan prestasi belajar siswa yang ditingkatkan, dan jenjang SD dan SMP yatu kelas IV dan VII.

Penelitian yang telah dilakukan oleh Lestari, Dewi yang berjudul “Penerapan Teori Belajar Bruner Untuk Meningkatkan Kemampuan Hasil Belajar” perbedaan dengan penelitian yang saya lakukan yang berjudul “

(32)

Pecahan Melalui Model Pembelajaran Bruner Di Kelas IV SD Negri 2 Lesmana” yaitu terletak pada hasil belajar dengan prestasi yang ditingkatkan

pada pembelajaran. Hasil belajar meliputi ranah afektif, kognitif, dan psikomotor, sedangkan prestasi belajar meliputi aspek kognitif. Perbedaan lainnya terletak pada materi yang diajarkan yaitu pecahan dengan simetri lipat. Penelitian yang telah dilakukan oleh Sagala, Agnes Fransisca (2014) yang berjudul “Penerapan Teori Belajar Bruner dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Pada Materi Pecahan Di Kelas VII SMP Negeri 3 Medan” persamaan dengan penelitian yang

dilakukan yang berjudul “ Upaya Meningkatkan Disiplin dan Prestasi Belajar Matematika Materi Pecahan Melalui Model Pembelajaran Bruner Di Kelas IV SD Negri 2 Lesmana” yaitu terletak pada model yang diterapkan pada saat

proses pembelajaran yaitu model pembelajaran Bruner atau teori Bruner, dan materi yang diajarkan yaitu materi Pecahan.

(33)

C. Kerangka Berfikir

Berdasarkan hasil pre-test yang diujikan kepada siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri 2 Lesmana Tahun Ajaran 2015/2016 Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas, sebanyak 18 siswa atau 90% yang belum tuntas mencapai KKM yang telah ditentukan sekolah yaitu 70. Jumlah siswa 20 orang, tetapi hanya 2 siswa atau 10% yang tuntas mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dengan nilai 70. Hasil UTS semester 1 Tahun Ajaran 2015/2016, sebanyak 15 siswa atau 75% yang belum mencapai KKM yaitu 70. Jumlah 20 orang, tetapi hanya 5 siswa atau 25% yang tuntas mencapai KKM. Data pre test, UTS, membuktikan prestasi belajar matematika belum dapat dikatakan baik secara keseluruhan. Data observasi peneliti menunjukkan faktor-faktor yang menyebabkan sikap disiplin menurun yaitu kurang perhatiannya siswa terhadap proses pembelajaran ditunjukkan siswa bermain-main sendiri, sering mondar-mandir ijin ke kamar mandi, kurangnya kesiapan siswa pada saat belajar matematika. Faktor lainnya yang menunjukkan rendahnya prestasi belajar matematika yaitu kurangnya pemanfaatan alat peraga atau media, metode yang kurang bervariasi yang terjadi di Sekolah Dasar Negeri 2 Lesmana yang memicu rendahnya perhatian siswa pada saat proses pembelajaran. Kurangnya keterlibatan siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung, peran guru lebih dominan.

(34)

menemukan konsep sendiri dalam pembelajaran yang dialaminya, dengan menemukan konsep dan struktur, akan mempermudah guru dan siswa dalam transfer ilmu. Siswa harus menemukan keteraturan struktur konsep untuk mengotak-atik alat peraga atau media yang digunakan oleh guru pada saat pembelajaran. Bruner beranggapan bahwa alat peraga yang dapat diotak-atik oleh siswa akan lebih bermanfaat memperoleh informasi dan pengetahuan, keterlibatan siswa akan lebih meningkatkan.

(35)

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir KONDISI AWAL

1. Siswa sering bermain-main sendiri

2. Siswa sering mondar-mandir ijin ke kamar mandi

3. Kurangnya kesiapan siswa pada saat belajar matematika

4. Kurangnya pemanfaatan media pembelajaran

5. Metode yang digunakan kurang bervariasi

Kedisiplinan

Menurun dan Prestasi Belajar Matematika Rendah

Menerapkan langkah-langkah Model Pembelajaran Bruner dalam Pembelajaran Matematika TINDAKAN

Langkah Model Pembelajaran Bruner 1. Tahap enaktif, misalnya

menggunakan kue donat

2. Tahap ikonik, misalnya menggunakan gambar kue donat 3. Tahap simbolik menggunakan

simbol-simbol matematika

Disiplin Siswa dan Prestasi Belajar Siswa Mata Pelajaran Matematika

(36)

D. Hipotesis Tindakan

Hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Menggunakan model pembelajaran Bruner menggunakan tiga tahapan yaitu enaktif, ikonik, dan simbolik dapat meningkatkan disiplin belajar pada materi pecahan mata pelajaran matematika kelas IV Sekolah Dasar Negeri 2 Lesmana.

Gambar

Tabel 2.1 Penjabaran Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
gambar atau diagram yang mewakili 3 kelereng dan 2 kelereng
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

Referensi

Dokumen terkait

Menambah motivasi kepada peserta didik dalam proses pembelajaran karena sudah mengetahui tentang kompetensi yang harus dimiliki sesuai dengan kebutuhan industri.. Peserta

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mengetahui kontribusi komponen teknologi dan pengaruhnya terhadap produksi, produktivitas dan pendapatan usahatani

Aplikasi pemetaan digital ini dapat menampilkan letak client hasil optimasi beserta data hasil pengukuran bit rate dan field strength dari program pengukur

Gambar 4.14 Sayatan petrografi napal, hasil sayatan menunjukkan litologi sandy limestone dengan dominasi lumpur karbonat, kalsit,..

Sasaran yang dituju tidak terpaut dalam satu cakupan daerah saja melainka n lingkup nasional Indonesia karena topik yang diangkat adalah bahasa tubuh bayi yang

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan izin- Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Pengembangan Biskuit MP-ASI

Singkatnya, program Satu Data Indonesia tidak hanya dapat menjadi solusi dalam memberikan data berkualitas bagi publik, na- mun juga menyelesaikan permasalahan data-data

Isteri mempunyai suatu penyakit yang tidak sanggup bergaul dengan suami secara normal, atau isteri tidak sanggup mengedalikan daya seksnya, timbullah krisis rumah tangga